Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Is This the Love We Created? (PART 22/S1 End)

Status
Please reply by conversation.
PART 7: Don’t Stop Me Now

“Hoaaaaammm…” Aku menguap dengan mulut menganga selebar-lebarnya.

“Heh! Mulutnya ditutup!” Aya menghampiriku membawa 2 gelas teh hangat yang baru saja diseduhnya dan meletakkannya di atas meja.

Aku duduk terdiam di sofa ruang keluarga memandang kosong pada layar televisi yang menayangkan kartun minggu pagi. Mataku sayu, tubuhku lemas, dan kepalaku pusing. Eli masih terlelap di sebelahku, di sofa yang sama, pahaku dijadikannya bantal. Apa yang terjadi setelah Eli tergeletak tak berdaya di kasurku? Aku membopong dan memandikan Eli, lalu baju tidurnya yang berhamburan di lantai kamarku kukenakan lagi, kemudian aku menggendongnya ke sofa.

Sebenarnya aku sangat ingin tidur, tapi jam sudah menunjukkan pukul 4 dan Aya pasti sebentar lagi membangunkanku untuk sholat shubuh. Aku patah semangat untuk beranjak tidur lagi karena memang biasanya Aya akan menarik-narik memaksaku untuk bangun. Aku hanya berbaring di kasurku memainkan hape. Benar saja, Aya menggedor-gedor pintu kamarku. Akibatnya? Aku tak dapat cukup waktu untuk tidur, apalagi setelah kemarin tenagaku dikuras oleh dua orang wanita berbeda.

“Ini anak kok bisa pindah tidur ke sofa sih?”

“Gak tau, tidur jalan kali.” Aku mengambil segelas teh hangat yang tadi dibawakan Aya dan mulai meminumnya. Aya duduk di sofa sebelah, pandangannya tetap menuju Eli yang semakin nyaman di pahaku.

“Itu gak usah pake paha juga kali.” Aya menendang kakiku pelan.

“Biarin aja kali Ya, lagi enak tidur juga.”

“Yee kakak juga keenakan.” Aya memalingkan pandangannya, kini menonton tv.

Eli memang kelihatannya sedang sangat larut dalam tidurnya, kepalanya menumpu di pahaku oleh pipinya yang tembem itu. Pahaku sudah mati rasa dari tadi karena tekanan yang diterimanya.

Hapeku berbunyi, lalu layarnya menyala. Aku mencondongkan badanku ke depan sambil tetap berusaha untuk tidak menggerakkan pahaku, lalu aku mengambil hapeku dari atas meja.

Sebuah WA dari Viny.

Viny
pagi jerry

Sebelum aku membalas, aku mengecek profile picturenya, Viny tersenyum padaku lewat foto itu, senyum yang membuat hatiku luluh tiap kali melihatnya. Aku tersenyum sendiri. Aku menutup foto itu dan kembali untuk membalas pesan dari Viny.
f32d0d1333096524.jpg


Jerry
pagi juga vin

Aku menaruh kembali hapeku dengan layar menghadap bawah. Walaupun aku sangat penasaran dengan oshiku ini, aku masih memilih untuk menikmati minggu pagi tanpa gangguan gawai dan media sosial.

“Itu tehnya diminum kakak sayaaang!” Aya menendang kakiku lagi, kini sedikit lebih keras dari sebelumnya.

“Iya ih, ini juga mau diminum.” Aku menyeruput teh yang sedari tadi aku pegang di tanganku. Pas, hangat tapi tidak terlalu panas, manis tapi rasa pahit tehnya masih mendominasi. Hanya Aya orang yang kutau bisa menyeduh teh sesuai kemauanku ini. Aya hanya tersenyum-senyum kecil melihatku menikmati tehku.

“Udah cocok jadi istri kan?”

“Mana ada istri suka nendang-nendang.”

“Ih kakak mah ngeselin mulu.” Aya kembali menendang kakiku keras, pahaku bergeser dan kepala Eli terjatuh ke sofa, meski begitu ia masih tertidur. Aku menghela napas, suasana rumah yang tenang mungkin akan segera berubah kalau Eli terbangun saat ini juga.

Aku menaruh gelas tehku dan mengambil hapeku. Viny sudah membalas beberapa menit yang lalu.

Viny
hari ini free gak?
p
p


Aku membuka notes di hapeku untuk melihat apakah hari ini aku ada janji atau kerjaan atau tawaran manggung, kosong.

Jerry
free kok, gimana?


Aku membalas pesan Viny, mataku tak berpaling dari layar hape. Aku tak pernah segirang ini menunggu pesan masuk.

Viny
ok, jam 11 jemput aku disini ya, gak jauh kok


Viny lalu mengirimkan sebuah pin lokasi, memang benar tidak terlalu jauh dari rumah. Untung saja oshi, aku jadi tak bisa menolak kan.

Aku langsung beranjak dari sofa menuju kamarku, meninggalkan Aya yang masih menonton dan Eli yang masih molor. Di kamar aku menyalakan speakerku, kusambungkan ke hape lalu aku membuka playlist berjudul ‘Jerry’s Power Shower’ dan memilih lagu pertama, ‘Good Times, Bad Times’ oleh Led Zeppelin. Hentakan drum John Bonham yang sangat khas memulai lagu ini dan membakar semangatku, ditambah alunan gitar listrik Jimmy Page yang melegenda, dan juga bahwa aku akan bertemu dengan Viny hari ini seakan membuat tubuhku sendiri lupa bahwa aku butuh tidur. Aku mendengarkan lagu demi lagu di bawah guyuran shower air hangat, memang sengaja playlist ini kubuat agar aku menjadi semangat dan tidak bermalas-malasan terus.

Aku keluar dari kamar mandi sambil membasuh tubuhku. Eli sudah duduk di kasurku, memperhatikan aku yang masih tak berbalut apapun. Ia tak bisa menyembunyikan senyumnya.

“Ngapain lu?!” Segera aku menutupi kemaluanku dengan handuk.

“Ih malu-malu deh, tadi aja aku ditusuk pake itu.” Eli tertawa kecil.

“Keluar ah! Ganggu aja.” Aku melingkarkan handuk di pinggangku, lalu kemudian menarik Eli dari kasur dan menggiringnya keluar dari kamarku.

“Kakak mau kemana sih? Pagi-pagi udah mandi gini, aku ikut ya.” Tanya Eli yang menahan pintu kamar.

“Gak!” Aku mendorong tangan Eli menjauh, pintu kamarku kututup, kini aku memastikan untuk mengunci pintu.

Jam menunjukkan pukul 10.15, aku masih bisa tepat waktu kalau berangkat sekarang. Buru-buru aku memilih pakaian, merapikan rambut, memakai deodoran dan parfum. Aku mengambil kunci mobil dan berjalan keluar. Di teras rumah sudah ada Eli dan Aya yang berpakaian rapi.

“Mau kemana kak?”

“Lah kalian juga mau kemana?”

“Kan kakak yang ngajak. Tadi kata Eli kakak nyuruh kita siap-siap.” Mereka berdua nampak semangat, tapi bisa kulihat senyum licik Eli di belakang Aya.

“Ya-yaudah, naik.” Aku pasrah, mungkin Viny tak apa-apa dengan kehadiran dua bocah ini.

Aku mengemudikan mobil CRV abu-abu keluaran tahun 2015 kesayanganku ini menuju lokasi yang diberikan Viny. Aya dan Eli duduk di belakang, asik memainkan hape mereka masing-masing. Setelah sekitar 30 menit, aku pun sampai.

Jerry
udah di depan nih


Viny
ok

Kulihat Viny membuka gerbang dan melambaikan tangan kepada seseorang yang tak terlihat dari sudut di dalam mobil ini.

“Loh, itu kan kak Viny.” Eli terheran. “Kakak ngestalk? Kakak ngejombiin member ya?!”

“Sembarangan! Gue kesini mau jemput dia.”

Viny membuka pintu dan duduk di sampingku.

“HALO KAK VINYYY!” Eli berteriak menyapa Viny, sementara Aya menutup mulutnya menahan tawa. Viny terkejut dan menengok ke belakang, lalu melihat ke arahku yang menatap Eli jengkel.

“Halo. Kok-… ada mereka? Jer?” Viny tersenyum kecil pada Eli.

“Ini bocil berdua gak bisa dilarang Vin, gapapa kan?”

Viny hanya mengangguk pelan dan menengok kembali ke depan.

“Emang mau kemana?”

“Oh iya, kita kesini ya.” Viny menunjukkan lokasi sebuah mall di Jakarta Selatan menggunakan aplikasi di hapenya.

“Itu gue tau, gak usah pake maps.” Aku langsung mengemudikan mobilku ke arah mall yang Viny maksud.

“Disana mau ngapain Vin?”

“Itu-…” Viny menengok ke belakang, Aya dan Eli sudah kembali bermain hape.

“Gue ada janjian sama orang. Lu temenin ya.”

“Yaudah deh, untung gue gabut Vin.” Kataku menyetir sambil sesekali melirik Viny, kapan lagi aku bisa memandangi Viny sedekat ini.

Tak banyak yang terjadi di perjalanan, aku dan Viny mengobrol sedikit tentang berbagai macam hal random, lalu Aya dan Eli ikut nimbrung beberapa kali.

Kami sampai. Aku memarkirkan mobilku di area parkir bawah tanah mall ini. Aku, Aya, dan Eli berjalan mengikuti Viny yang sepertinya sedang berbalas pesan dengan orang yang sudah janjian dengannya itu. Kami naik ke lantai utama, tak lama bagi Viny untuk menemukan temannya itu, Cindy Yuvia, mantan center JKT48 dan team J. Mereka saling menyapa, atau lebih tepatnya berteriak memanggil nama masing-masing, lalu berpelukan seperti dua saudara yang terpisah 50 tahun. Hubungan Viny dan Yupi harus kuakui tak hanya sekedar gimmick di atas panggung JKT48 saja.
1343661333096771.jpg


Setelah selesai berpelukan, Viny menarik tanganku ke arah Yupi.

“Kenalin nih. Jerry.”

“Eh, ha-… halo, Jerry.” Aku tersenyum canggung, Yupi pun juga, tapi aku bisa melihat rasa terkejut di matanya.

“Halo kak Jerry, salam kenal.” Yupi menggenggam dan menjabat tanganku lalu melambaikan tangannya pada Aya dan Eli.

Tanpa berbasa-basi Viny langsung menggandeng tangan Yupi dan mereka berjalan meninggalkanku. Aya dan Eli juga, ke arah yang berbeda.

“Aku sama Eli mau liat-liat disitu kak.” Aya menoleh ke arahku.

Aku memilih untuk mengikuti Viny, karena memang niatku adalah untuk bertemu dengannya. Yupi? Mungkin dia sudah lupa tentang aku, tak apa lah.

Kami memasuki sebuah department store yang cukup besar. Viny dan Yupi langsung melihat-lihat pakaian sementara aku berjalan di belakang mereka.

“Kak Vin, aku mau nyoba yang ini.” Yupi memegang beberapa celana jeans navy yang dipilihnya sejak tadi.

“Yaudah coba aja Yup.”

“Temenin sih.” Yupi memasang wajah ‘hmm yupi cebel’nya itu. Aku menahan tawaku.

“Itu sama Jerry aja.”

“Yaudah kak Jer ayo.” Yupi langsung menarik tanganku sambil berjalan menuju fitting room.

Aku menunggu Yupi yang sedang mencoba-coba celana. Aku heran, Yupi memilih fitting room di pojok department store ini yang sepi.

“Kak, cocok gak?” Yupi memanggilku dari dalam fitting room.
“Mana gue tau, lu aja masih di dalem.” Aku berjalan mendekat, kemudian Yupi membuka pintu dan menarikku masuk.

Celana jeans yang dibawa Yupi masih terlipat rapi di atas kursi yang disediakan di dalam fitting room itu. Yupi sendiri kini sudah telanjang bulat, pakaiannya digantung.

“Aku gak mungkin lupa sama kakak.” Yupi tersenyum lalu berlutut di hadapanku. Setelah melonggarkan sabukku, ia menarik turun celana jeans dan celana dalamku.

Bangke! Gue dikerjain! Pikirku. Aku yakin Viny dan Yupi bersekongkol untuk menjebakku seperti ini. Tapi tak apa lah, toh kan enak juga, hehe.

Penisku tak terhalang apapun lagi. Yupi memandanginya dan mulai mengocoknya pelan. Lidah Yupi menjilat kepala penisku. Tak perlu waktu lama untuk membuat penisku tegang.

“Setahun loh aku nyariin kakak. Untung kak Viny ngeliat juga ya malem ituhh-…” Yupi melahap penisku. Mulutnya yang mungil tampak kesusahan, penisku hanya bisa masuk setengahnya saja, tapi permainan lidah Yupi dan isapannya sungguh nikmat.

“Mmph… mmph…” Yupi memaju-mundurkan kepalanya sambil tangan kirinya mengocok penisku sementara tangan kanannya memilin putingnya.

“Yuphhh… ini fitting room lohhh…” Aku berbisik agak keras, berusaha menahan desahanku. Yupi tak memperdulikannya.

Pinggulku mulai bergerak sendiri menyodok-nyodok mulut Yupi.

“Hkkk… hkkk…” Penisku masuk semua ke dalam mulut Yupi, Yupi tersedak dan menahan gerakanku, kedua tangannya memegang pahaku.

“Ehem…” Yupi mengeluarkan penisku lalu menatapku, senyumnya menggoda. Ia lalu melahap penisku lagi, kali ini semuanya. Yupi mendeepthroat penisku! Pandangannya tak beralih dariku.

“Hkkk… hkkk… hkk…” Hanya suara itu yang keluar dari mulutnya, sensasi ini baru bagiku. Mulut Yupi yang memang sempit ditambah deepthroatnya membuatku tak bisa menahan lagi. Kutahan kepalanya.

“Yup, ahh gue… ngggh keluar mmhh…” Aku ejakulasi di dalam mulut Yupi, tepat langsung ke kerongkongannya. Yupi nampak tak memberontak, justru menikmati.

Yupi melepas penisku, spermaku sudah ditelannya semua. Yupi tersenyum lagi. Kini ia menungging di depanku, tangannya bertumpu di kursi tempat celana jeansnya tadi. Vagina Yupi yang kemerahan tampak jelas. Tak perlu disuruh, aku langsung menggesekkan penisku di vaginanya yang sudah sangat basah. Walaupun baru saja ejakulasi, penisku dengan mudahnya tegang kembali.

Aku menggoda Yupi, penisku kugesekkan saja sementara jari-jariku bermain di klitorisnya.

“Ngggh… kak ayoo mmhh…” Yupi hanya bisa mengerang menahan desahannya, tangannya menggenggam pergelangan tanganku. Aku tak menghiraukan Yupi.

“Ngghh… kak… jangan… nanti-ahhh…” Tubuh Yupi mulai bergoyang tak sabar.

“Ahh… ahh… mmhh kak!” Aku mainkan klitoris Yupi makin cepat, lalu kepala penisku kumasukkan ke dalam vaginanya. Badan Yupi bergetar, tubuhnya menegang. Yupi orgasme. Kubiarkan Yupi untuk tenang.

Perlahan kumasukkan penisku makin dalam, Yupi hanya bisa menengok ke belakang, tatapannya mengharapkan agar aku segera memulai. Kugenjot Yupi perlahan, penisku dijepit oleh tiap sudut vagina Yupi yang sempit.

“Ahhh… nggghh… inihhh… yang bikin aku kangen mmhh…”

“Yupi ohhh… memek lu…” Aku meracau tak jelas, vagina Yupi memang sangat nikmat.

Kupercepat goyanganku, tubuh Yupi terdorong ke depan tiap kali aku menghujamkan penisku masuk, pahaku dan pantat Yupi bersuara tiap kali bertemu.



Plak plak plak plak plak

“Ahh… ahh… ahhhh… ahhhh…”

Hanya suara itu yang terdengar dari kami berdua, 10 menit berlalu.

“Kakkhhh… aku gak kuat lagii mmhhh…” Yupi kini sudah menungging di lantai, tak lagi kuat menahan bebannya di kursi, kami berdua sudah terkucur keringat.

“Gue juga mau keluar, ahh Yup mmhh…” Kupercepat goyanganku lagi. Tubuh Yupi kembali menegang, kini bergetar lebih hebat dari sebelumnya. Yupi squirting! Cairannya membasahi penis, pahaku, dan lantai fitting room ini. Aku mengeluarkan penisku.

“Ahhh mmmhhh! Enakkhhh banget.”

Aku mengocok penisku lalu mendekatkannya ke wajah Yupi. Yupi baru sadar dari orgasmenya.

“Aku telen lagi aja kak.” Yupi melahap penisku lagi. Isapan dan emutan mulut Yupi membuatku langsung ejakulasi.

“Ngghh… Yupi… ahhhh.” Penisku memuntahkan spermanya ke dalam mulut Yupi lagi.

Setelah terbaring lemas beberapa menit, kami memutuskan untuk beres-beres. Aku keluar terlebih dulu, lalu Yupi. Kami berjalan bersama mencari Viny yang ternyata sedang menunggu di depan department store melihat ke arah kami sambil tersenyum.

“Gimana?”

“Jeansnya gak jadi kak.” Yupi menjawab pertanyaan Viny. Kuyakin maksud Viny berbeda.

Kulihat mereka berdua saling memandang, senyuman mereka tampak licik dan puas sudah berhasil mengelabui aku.

“Hebat ya bisa ngerjain gue.”.

“Maaf Jer hehehe.” Viny tersenyum tak berdosa, Yupi ikut juga.

“Hehe iya maaf ya kak.”

“Tapi aku enak kan.” Yupi berbisik sambil berjinjit, kesulitan menggapai telingaku.

“Ya, gimana ya, gue juga gak bisa bohong, emang enak.”

Kami berjalan kembali ke tempat tadi berpisah dengan Aya dan Eli yang sudah menunggu bersama satu wanita lain.

“Eh itu mereka!”

Ketiga bocah-bocah ini menghampiri kami. Mereka saling menyapa dan melambaikan tangan, sementara aku memandang keheranan.

“Kok nambah?” Tanyaku, entah siapa yang akan menjawab.

“Eh iya tadi kita ketemu di toko itu.” Jawab Eli sambil menunjuk salah satu toko selantai di atas kami.

“Hehe aku nebeng pulang ya kak.” Katanya sambil melambaikan tangan padaku.
d6aeff1333098021.jpg
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd