Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Izinkan Aku Memilih

Karakter Wanita Favorit

  • Winda

    Votes: 248 41,2%
  • Zahra

    Votes: 64 10,6%
  • Hani

    Votes: 34 5,6%
  • Zakiyah

    Votes: 37 6,1%
  • Devi

    Votes: 2 0,3%
  • Mira

    Votes: 20 3,3%
  • Yanti

    Votes: 8 1,3%
  • Kintan

    Votes: 31 5,1%
  • Nayla

    Votes: 58 9,6%
  • Rina

    Votes: 46 7,6%
  • Sandra

    Votes: 15 2,5%
  • Novi

    Votes: 9 1,5%
  • Fatma

    Votes: 14 2,3%
  • Angel

    Votes: 16 2,7%

  • Total voters
    602
  • Poll closed .
Bimabet
Sekali player tetep player haha faza ga bisa ilangin jiwa playernya
namanya sifat orang susah diubah haha
winda kenapa huuu
gak kenapa kenapa kokk
Hmmm...
Yg ditabrak itu si faza keknya..
..masa iya..ngebiarin kekasih nya ditabrak gitu aja..
Semoga faza aja..
Biar winda gk ninggalin faza..
..
Heheu...
#teamWINDA
#TEAMFAZAWINDA haha
Yahelah suhuu

Udah faza aja yang ketabrak, terus ga sadar, terus wahyu dateng
wahyu dateng bakal ngapain om hahaha
Seperti penyegaran juga sih kalau faza putus sama winda, biar bisa nikmati lobang yg lain, tapi lebih nikmat lagi masih pacaran tapi bebas masuk lobang baru, di tunggu next ny gan..
selingkuh ya haha
Tega suhu, barusan maaf2an udah bikin semproter ngumpat2 nyumpahi gara2 winda
hobi ane om haha
 
ngarang dikit ah ...

kemungkinan jika winda tewas :weleh: maka faza akan sangat terpukul:getok:. dari segi mental maupun fisik .... jangankan jadi playboy mau diriin otong kemungkinan akan susah :pandaketawa:.
karna tekanan batin yg so pasti akan menghantui jiwanya ...
:galau: semoga winda luka ringan aja ... patah kuku aja lah
 
Coba sekali aja Winda ewean sama cowok lain hu...
kan udah pas di season 1 haha
ngarang dikit ah ...

kemungkinan jika winda tewas :weleh: maka faza akan sangat terpukul:getok:. dari segi mental maupun fisik .... jangankan jadi playboy mau diriin otong kemungkinan akan susah :pandaketawa:.
karna tekanan batin yg so pasti akan menghantui jiwanya ...
:galau: semoga winda luka ringan aja ... patah kuku aja lah
ahahha patah kuku tapi sampe berdarah ya om
Belum update ya hu?
belum om hehe.
 
Yaah, mbak kintan eps 2 gagal dong:benjol:
Tp sebuah penyegaran cerita hu kalo putus dengan winda dulu yang seakan sebagai beban faza dalam cerita nakal ini. :dansa:
Eps nayla dan kintan yg selalu bikin sensasi sendiri secara mereka senior.:jempol:
Di tunggu eps nakal non hijab hu (nura, mira, wisti etc)
Di tunggu juga ekse temen kkn yang pasti ada kan huu :mami:
 
mesakke faza
salahe si kakaean wedokan
ahahaha. enak kalo banyak cewe di hidup kita
Yaah, mbak kintan eps 2 gagal dong:benjol:
Tp sebuah penyegaran cerita hu kalo putus dengan winda dulu yang seakan sebagai beban faza dalam cerita nakal ini. :dansa:
Eps nayla dan kintan yg selalu bikin sensasi sendiri secara mereka senior.:jempol:
Di tunggu eps nakal non hijab hu (nura, mira, wisti etc)
Di tunggu juga ekse temen kkn yang pasti ada kan huu :mami:
iya nih ane lagi mikir jaln yg pas buat nura wisti ayu dan lain lain nya haha
 
Bimabet
Part 18
Winda:
18947500_1893348480928734_6966183413602582528_n.jpg


Hani:
Hanifah_Mutiara_3.jpg


Kintan:
Putri_Kintan_Pitaloka_1.jpg


Rina:
Putri_Oktarina_3.jpg

Dunia terasa runtuh saat melihat orang yang paling menyayangimu tergeletak di tengah jalan dan mengeluarkan banyak sekali darah. Aku langsung berlari menuju tubuh tak berdaya itu dan langsung menggoyang-goyangkan tubuhnya seraya meneriakkan namanya dengan keras.

Aku tidak tau lagi apa yang harus aku lakukan. Tubuh seseorang yang paling menyayangiku tergeletak lemas di pelukanku. Aku berteriak cukup keras dan kulihat orang yang duduk di sebelah supir turun dari mobil dan memberitahu diriku bahwa mereka akan mengantar Winda ke rumah sakit terdekat. Setelah itu aku dan orang itu menggotong tubuh Winda naik ke atas mobilnya. Saat menggotongnya, tanganku terkena darah yang berasal dari kepala Winda.

Selama perjalanan menuju rumah sakit, aku terus saja memeluk Winda dan terus meneriaki namanya. Aku mencoba menenangkan diri dan mengirim pesan kepada orang-orang yang harus diberi kabar. Hani, Zakiyah, orang tua Winda. SIAPA LAGI!!

Aku mencari kontak satu persatu dan akhirnya Hani lah yang paling pertama menelfon balik diriku setelah mendapat kabar yang kukirimkan lewat sms. Aku menjelaskan situasinya kepada Hani dan Hani ingin segera menyusul diriku namun kutahan karena akupun tidak tau mau dibawa kemana oleh supir mobil ini.

Sesampainya di sebuah rumah sakit, para perawat yang melihatku langsung membawakan sebuah kasur dorong dan menggotong tubuh Winda turun dari mobil itu dan segera menaikannya ke kasur dorong itu. Para perawat langsung membawa tubuh Winda masuk ke dalam rumah sakit.

Aku langsung menelfon Hani untuk memberitahu dimana Winda akan dirawat. Tak lama kemudian, orang tua Winda menelfonku dan aku jelaskan kejadian yang terjadi. Mereka seakan tidak percaya dan kudengar suara ibu Winda menangis di seberang telefon. Mereka bilang akan segera datang secepatnya.

*****
Waktu sudah menunjukan pukul 20.40. Teman-teman satu organinasinya baru saja kembali dan Zakiyah juga baru saja kembali ke kosannya. Tak ada tanda-tanda Winda akan segera siuman. Aku masih terus menjaganya bersama Hani sambil menunggu orang tua Winda datang.

“zaa. Udah zaa. Tenang ajaa. Winda cewek kuat kok” ucap Hani sambil menepuk nepuk pundakku.

Aku hanya menatap Winda dengan tatapan sangat sedih. Mengingat kejadian yang menyebabkan semua ini adalah gara-gara Kintan. Salah satu perempuan yang aku kagumi. Aku sangat membencinya sekarang.

“kenapa sih za kalo boleh tau? Kok Winda bisa di tengah jalan?”

“Aku emang gak layak buat Winda”

“lohh gimana sih za maksudnya?”

“Winda tadi liat Mba Kintan lagi ngulum anuku”

“serius zaaa?!!”

“Mba Kintan tau tau dorong aku ke kelas. Tiba-tiba kayak gitu deh. Winda liat”

Aku hanya terdiam dan memandang tubuh yang terkulai lemas di kasur rumah sakit ini.

Tak lama kemudian, orang tua Winda datang dan segera memelukku seraya mengucapkan terimakasih. Mereka kemudian, memandang tubuh Winda yang masih belum ada tanda-tanda untuk siuman.

Secara mengejutkan, alat elektrocardiogram menunjukan tanda-tanda denyut jantung Winda tidak stabil. Aku panik dan langsung memanggil suster yang sedang berjaga.

Suster bersama dokter yang sudah dipanggil masuk ke dalam ruangan. Para suster membawa kasur yang sedang ditiduri oleh Winda keluar dari ruangan itu menuju sebuah ruangan dan kami dilarang masuk ke dalamnya. Kami semua menunggu dengan cemas di luar ruangan itu. Hani beberapa kali menenangkanku. Orang tua Winda tak kalah cemasnya denganku.

Satu menit terasa seperti satu jam dan satu jam terasa satu hari saat menunggu seorang dokter keluar dari ruangan untuk memberi kabar Winda.

Aku mondar-mandir di depan ruangan itu menunggu tidak sabar. Hani mengobrol dengan orang tua Winda seraya menenangkan Ibunda Winda.

Beberapa jam kemudian tepatnya pukul 23.40, seorang dokter keluar dari ruangan itu dengan wajah yang cukup mengkhawatirkan. Aku, Hani dan kedua orang tua Winda langsung menghampiri dokter itu.

“begini. Kami sudah melakukan apa yang kami bisa. Namun ia sudah terlalu banyak kehilangan darah dan mungkin shock yang terlalu berlebihan membuat denyut jantungnya tidak stabil” sang dokter menghela nafasnya. “anak ibu bapak sudah tidak ada. Doakan dia tenang di dunia sana”

*JDEERRRRRR*

Aku tidak bisa mendengar apapun kecuali petir seperti menyambar tubuhku. Aku hanya melihat ibunda Winda jatuh pingsan dan ayahanda Winda menggotong tubuh ibunda ke tempat yang lebih nyaman. Hani langsung memeluk tubuhku dan kurasakan air matanya meleleh melewati kepalaku.

Kulihat ayahanda Winda kembali menghampiri kami dan kulihat ia juga sedikit mengeluarkan air mata.

“nak Faza. terimakasih sudah menjaga Winda selama ini. udah nemenin Winda. Dan juga saya minta maaf jika Winda melakukan hal yang tidak mengenakan bagi nak Faza” ayahanda Winda memeluk tubuhku.

“nak. Maafkan anak saya Winda yaa” ayahanda Winda memeluk tubuhku erat sekali.

“iyaa paak. Aku jg minta maaf kalo jaga anak bapak ga bener sampe sampe Winda kayak gini paak” ucapku tersedu-sedu.

Aku menangis dipelukan ayah Winda begitupun ayah Winda. Setelah ibu Winda siuman, kami berjalan menuju tubuh Winda untuk melihatnya untuk terakhir kalinya. Sekali lagi ibu Winda menangis dengan cukup keras sambil memeluk ayah saat melihat tubuh Winda yang sudah tidak bernyawa lagi.

Aku membelai rambutnya yang cukup acak-acakan itu dan aku merapikannya. “wiiinn maaf yaaa. Kejadian itu…… benar-benar gak tau akuu. Tiba-tiba Mba Kintan kayak gituu” aku menghela nafas. “wiinn maafkan aku.” Aku menangis lagi persis disamping tubuhnya.

“haan. Tolong kasih tau anak-anak kelas yaa. biar Winda didoain”

“iyaa udah kok zaa” Hani menghampiriku dan sekali lagi memelukku.

Ayah Winda kemudian keluar dari ruangan dan tak berapa lama datang beberapa petugas yang kemudian mengangkut tubuh Winda ke suatu tempat yang aku tidak ketahui.

“nak Faza. Jenazah Winda akan kami kubur di kampung halaman Winda. Jadi malam ini akan langsung berangkat. Mau ikut?” ucap Ayah Winda.

“maau paak” ucapku masih terbata-bata.

“nak Hani juga kalo mau ikut boleh”

“iyaa oom”

“saya siap-siap dulu ya pak. Pulang ke kosan. Mau ambil beberapa barang sama Hani juga”

“iyaa naak. Nanti saya jemput saja. kosannya dekat kan dengan Winda?”

“iyaa paak”

Aku lalu bergegas pergi dari rumah sakit itu dan segera kembali ke kosanku namun sebelumnya aku mengantar Hani ke kosannya.

Setibanya aku di kosan, sudah ada Tama dan Zakiyah yang bersiap-siap untuk keluar. Mereka turut berbela sungkawa. Aku hanya bisa memeluk mereka tanpa bisa mengeluarkan satu katapun. Aku langsung masuk ke dalam kamarku dan langsung mengambil pakaian secukupnya. Setelah semuanya siap, aku menelfon Hani untuk memastikan jika ia juga sudah siap.

Aku lalu bergegas pergi untuk menjemput Hani dan sekali lagi aku bertemu dengan Zakiyah dan Tama yang nampak khawatir dengan keadaanku.

“heii aku gapapa kookk. Oiya aku mau ikut orang tua Winda ke Wonosobo. Nanti kalo ada apa-apa tolong handle dulu ya zak hehe. Kasih tau Virzha juga. biar kamu ga sendirian pas aku lagi gaada” ucapku dengan buru-buru.

Mereka sekali lagi memelukku dan kubalas pelukan itu. Aku lalu pergi menuju kosan Hani yang sudah siap dan Hani langsung naik ke atas motorku. Aku kembali ke kosanku dan sudah ada sebuah mobil.

Ayah Winda bolak-balik ke kamar Winda mengambil beberapa barang yang masih bisa diangkut. Aku membantunya. Aku masih bisa tegar saat membawa beberapa barang Winda yang aku belikan sebagai hadiah.

Setelah semua siap, aku dan Hani masuk ke dalam mobil dan yang kutahu tubuh Winda sudah terbaring di bagian belakang mobil itu. Ayah Winda lalu menginjak pedal gas mobil itu dan kami menuju kampung halaman Winda.

*****
Siang hari setelah adzan dzuhur, jenazah Winda diangkut menuju ke rumah masa depannya. Aku menjadi salah satu orang yang mengangkut jenazah Winda yang dibawa di atas keranda. Ayat-ayat suci menggema di sepanjang perjalanan dari rumah Winda menuju tempat peristirahatan terakhir.

Setelah sampai, seseorang membopong tubuh Winda dan ayah Winda menerima tubuh itu dari dalam liang kubur. Orang-orang yang ada di dalam liang kubur, meletakkan tubuh Winda dan menyangganya dengan bambu. Setelah selesai, kudengar ayah Winda melantunkan adzan. Aku tidak bisa lagi membendung air mataku kali ini. Hani yang berada di sebelahku kali ini juga terlihat menangis sesenggukan. Aku segera merangkul pundak Hani dan kepalanya menyender di pundakku.

Setelah adzan selesai, tubuh Winda lalu ditimbun dengan tanah dan orang tua Winda sekali lagi menghampiri kami. Ibu Winda memeluk Hani sedangkan ayahnya memelukku. Mba Resti dan suaminya juga memberiku semangat dan khususnya Mba Resti mengucapkan terimakasih kepadaku karena sudah menjaga Winda yang cukup rewel apabila dirumah. Beberapa saat kemudian, prosesi penguburan selesai, dan kami memanjatkan doa-doa di sebelah kuburannya.

Setelah itu, kami kembali ke rumah Winda dan malam harinya kami kembali ke kota asal kami dimana kami menimba ilmu. Sekali lagi aku meminta maaf kepada kedua orang tua Winda dan juga Resti karena tidak becus dalam menjaga Winda. Jika saja mereka tau apa yang sebenernya terjadi, pasti mereka tidak akan sebaik ini padaku. Aku benar-benar menyesali perbuatanku kali itu. Kintan sialan.

Aku dan Hani kembali menggunakan kereta dan sesampainya disana kami sudah dijemput oleh Tama dan Zakiyah yang memang aku mintakan tolong untuk menjemput kami. Hani meminta untuk menginap di kosku dan ku iyakan.

*****
Keesokan harinya, aku bangun kesiangan karena Hani yang tidur bersamaku tadi malam juga terbangun kesiangan. Dia sengaja tidak menyalakan alarm karena dia sedang kedatangan tamu bulanan, sedangkan aku memang tidak pernah memasang alarm karena sudah ada yang setia menjadi alarm pagi bagiku. Namun pagi ini beda. Berbeda sekali. Pagi-pagi yang tidak mungkin akan sama seperti pagi-pagi ku sebelumnya.

Aku lalu memeriksa HP-ku dan mendapati banyak pesan yang turut berbela sungkawa atas kepergian Winda baik itu pesan personal ataupun di grup kelasku. Aku tidak sempat lebih tepatnya tidak mau membalas pesan itu satu persatu karena hal itu mengingatkanku terhadap Winda. Aku lalu berjalan menuju sebuah kamar mandi lalu melaksanakan ibadah pagiku yang terlambat.

Aku lalu kembali ke kamarku dan mendapati Hani sedang merapikan tempat tidurku. Aku hanya tersenyum kecut melihat Hani melakukan itu. Tak lama kemudian, Zahra datang bersama Jordi dan ia langsung memelukku dengan erat dan mengucapkan bela sungkawa. Jordi juga mengucapkan hal serupa. Aku hanya menanggapi mereka sekadarnya.

Mereka tak lama berada di kosanku dan mereka pergi karena ingin membeli keperluan KKN Zahra. Aku lalu keluar dari kosanku dan menuju pagar dan melihat pemandangan rumah-rumah yang ada di depan kosanku. Aku secara reflek langsung melihat bangunan yang berada di bagian depan sebelah samping kosku. Bangunan itu dahulunya adalah tempat tinggal seseorang yang sangat kucintai dan kusayangi. Seketika itu jg bayangan mengenai Winda berkelebat dalam pikiranku. Beberapa lama pikiranku isinya hanya Winda dan Winda saja. Akhirnya aku tersadar dan segera menggeleng-gelengkan kepalaku.

“zaaa. Winda udah pergi. Udah tenang” ucapku kepada diriku sendiri.

Tanpa terasa air mataku keluar lagi dari sela-sela bola mataku. Aku segera mengusap air mata itu dan mencoba sekali lagi tegar.

“wiin. Kalo kamu liat aku dari atas sana, doain aku ya biar kuat tanpa kamu. Sehari aja gaada kamu aku kayak gini. Gimana sisa hidupku? Doain ya win” ucapku sambil menengadah keatas.

Aku lalu masuk ke dalam kamarku dan ada Hani sedang rebahan di kasurku.

“heeii nangis lagi za? Haha” Hani bangkit dari rebahannya.

“ini kelilipan haha”

“halaaah. Gausah bohong haha. Ketauan kook”

Aku hanya terdiam lalu segera rebahan di sebelahnya.

“coba aja ya Winda ga masuk ke ruangan itu. eeehhh bukaaan. Coba aku gak ketemu Mba Kintan kemarin, pasti. gaakan kayak gini” gumamku.

“huuussshhhh. Udah laah zaaa. Udah kejadiaaan. Apa yang mau disesalkan??”

“ini semua haaan. Kalo ajaa……”

Hani langsung menangkap kepalaku dan bibirnya ia tempelkan ke bibirku. Cukup lama bibir kami menempel satu sama lain.

“zaaa. Udaaahhh. Cukuppp. Sekarang tinggal doain Winda biar tenang disana. Nanti dia sedih lohh liat kamu dari atas kalo kayak gini terus”

Aku hanya terdiam mendengar ucapannya.

“ingeett kamu juga ketua zaaa. Jangan sampe kinerja mu turun. Ehh salah. Turun boleeh. Jatuh boleeh. Siapa juga yang gaakan jatuh kalo kesandung masalah kayak gini. Tapi kamu harus cepet-cepet bangun. Cepet-cepet bangkit karena hidup terus berjalan. Waktu terus berjalan. Waktu gaakan nungguin kamu” Hani memandangi mataku dalam sekali.

Tanganku aku lingkarkan ke kepalanya dan aku memeluknya dengan erat. Erat sekali.

Cukup lama posisi kami seperti itu hingga akhirnya Hani meminta untuk diantar ke kosannya karena ingin membersihkan tubuhnya. Aku mengiyakan dan langsung mengeluarkan motorku dan kami menuju kosan Hani.

Sekembalinya dari kosan Hani, aku memutuskan untuk pergi menuju sebuah kosan wanita. Wanita yang menyebabkan semua ini terjadi. Aku tidak tahu kenapa, aku ingin ke tempat itu.

*TOKTOTOK*

Aku mengetuk pintu itu cukup keras. Sekali dua kali tiga kali mengetuk dan tidak ada seseorang yang membuka pintu kamar itu.

“mas, orangnya barusan aja berangkat. mau ada pesan buat Kintan sama Nayla?” ucap seorang penghuni kos itu.

“oohhh udah berangkat ya mba. Gausah deh mba hehe. Makasih ya mba”

Aku segera meninggalkan bangunan itu dan kembali ke kosanku. Di kosanku aku membersihkan tubuhku lalu berpakaian dengan cukup rapi. Aku memutuskan untuk bertemu dengan dosen yang ingin kujadikan pembimbing tugas akhirku.

.

.

.

Sesampainya di kampus, aku langsung berjalan menuju ruangan dosen yang kemarin tidak sempat kutemui karena ada seorang pelacur yang sedang menservice-nya. Aku masuk ke dalam ruangan dan pintu ruangan terbuka sedikit. Aku sedikit mengintip dan mendapati dosen itu hanya sedang mengutak atikan laptopnya.

Aku mengetuk pintu dan kemudian menjelaskan maksudku mendatangi beliau. Beliau terlihat cukup tertarik dengan topic yang aku paparkan dan aku disuruh untuk mencari lebih banyak referensi tentang topic tersebut. Akhirnya setelah perbincangan yang cukup membingungkan bagiku akhirnya beliau bersedia menjadi pembimbing tugas akhirku.

Aku keluar dan mengucapkan terimakasih ke dosen tersebut, dan langsung pergi ke tempat yang kemarin kejadian itu berlangsung.

Aku masuk ke dalam ruangan itu dan betapa terkejutnya aku, di dalam ruangan itu sudah ramai orang-orang yang kutahu berasal dari organisasi Winda. Aku canggung dan akhirnya memutuskan untuk segera keluar dari ruangan itu. “sedang ada acara ternyata. Pantas saja Winda masuk ke ruangan itu. Mungkin kemarin ada persiapan mengenai acara ini” batinku.

Aku berjalan sedikit cepat karena rasa malu yang amat sangat dan tiba-tiba tanganku ditarik dari belakang oleh seseorang.

“heei. Maafkan akuu. Aku tidak tau Winda……..”

*PLAAAKK*

Aku menampar orang itu membuat tubuhnya sedikit terhuyung.

“gausah minta maaf. Udah kejadian. Aku mau pergi. Salam”

Sekali lagi orang itu menarik tanganku.

“lepaskan aku, atau kau akan kuperkosa saat ini juga?” ucapku sambil menepis tangan yang menggenggam tanganku.

Orang itu hanya terdiam dan menatapku cukup tajam. Aku kembali berlalu dari pandangan orang itu. Orang itu tidak lagi menarik tanganku namun mengikuti kemanapun aku berjalan.

“baiklah jika itu maumu” batinku.

Aku langsung membalikkan tubuh dan langsung mendorong tubuh itu hingga tersungkur. Aku lalu menarik rok yang dipakainya dan juga celana dalamnya. Jariku aku masukkan dengan kasar ke dalam vaginanya.

“zaaa. Aaahhhh. Amppuuuunnn zaaa. Aaahhh. Gaaakkk giiiniiiii hhhhhh” rengek orang itu.

Aku tidak menghiraukan perkataannya. Aku terus saja memaju mundurkan jariku ke dalam vaginanya. Posisi kami adalah salah satu lokasi teramai di kampusku apabila saat jam aktif perkuliahan. Namun karena ujian sudah selesai sehingga mayoritas mahasiswanya sudah kembali ke kampung halamannya untuk liburan.

Orang itu terus mengerang dan tubuhnya menggelinjang menahan rasa geli mungkin juga ada rasa nyeri sedikit di vaginanya. Ia juga berusaha menendang tubuhku namun kakinya bisa kuhindari dan bahkan beberapa dapat kutepis dan akhirnya ia kelelahan dan pasrah menerima perlakuanku.

“fazaaa. Pleeaaseee aaahhh. Maaafff. Akkuuu lupaaa hhaaaahhh kalo diii aaaahhhhh zaaaaaa. Stopphhhhh aaahhhhh”

Jemariku tersiram oleh cairan yang berasal dari vaginanya dan tubuh orang itu tergeletak sambil ter engah engah.

Selagi ter engah-engah, aku melemparkan celana dalamnya cukup jauh entah kemana. Kemudian aku juga berdiri persis di atasnya, dan dia hanya melihatku sambil masih terengah-engah.

Aku langsung menarik pakaiannya itu dan membuka resleting pakaian yang ada di bagaian belakang pakaian itu hingga akhirnya pakain itu lolos dari tubuhnya. Aku lalu melempar pakaian itu entah kemana. Tangan orang itu langsung menutupi bagian dadanya yang sudah sedikit terbuka karena dibalik pakaiannya itu dia hanya menggunakan BH saja.

Aku menepis tangannya yang menutupi dadanya itu dan langsung menarik BH-nya lalu terpampanglah gundukan payudara yang sangat indah. Aku lalu membuang BH itu entah kemana.

Aku lalu menurunkan celanaku beserta celana dalamku dan mencuatlah penisku yang setengah tegang. Aku kocok sebentar penisku sehingga kini tegak sempurna. Kintan yang masih terengah-engah karena perlakuanku hanya bisa melihatku berusaha memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku memegangi pinggangnya dan berusaha memasukkan penisku ke dalam vaginanya.

“aaahhhhh zaaaa” erangnya saat penisku masuk ke dalam vaginanya.

Aku mendorong penisku masuk ke dalam vaginanya sampe batas panjang penisku. Aku sempat mendiamkan penisku di dalam vaginanya beberapa saat dan kulihat Kintan membuka mulutnya cukup lebar tanpa mengeluarkan suara.

Aku mulai menggerakkan penisku maju mundur langsung cukup kasar dan membuat Kintan berteriak-teriak minta berhenti. Aku tidak menghiraukan teriakannya. Aku benar-benar kalap saat ini.

“ini kan yang mba pengen aahh” ucapku ditengah-tengah pompaanku terhadap vaginanya.

“zaaa, udaahhhh aaahhhhhhhh. Aaaahhhh” erangannya saat aku semakin mempercepat ritme pompaanku.

Aku melihat payudaranya memantul-mantul seiring aku mendorong masuk penisku ke dalam vaginanya. Tangannya bergerak ke segala arah untuk meraih sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengalihkan penderitaan di vaginanya.

Kepalaku aku mulai kugerakkan menuju dua pasang payudaranya yang berhenti memantul karena aku menghentikan sejenak gerakanku. Aku sangat jelas menderang erangannya dan nafasnya yang terengah-engah.

Saat kepalaku sudah menempel pada salah satu payudaranya, lidahku kukeluarkan dan menyentuh putingnya. Kali ini, tangan Kintan mulai berusaha mendorong tubuhku agar tidak menghentikan aksiku di payudaranya.

“zaaa, ampuuunnn. Aku minta maaaf soal kejadian Windaaa…….” ucapnya sambil berusaha mendorong tubuhku.

Usahanya gagal tentu saja karena aku tidak menghiraukannya. Tanganku sibuk bermain dengan payudaranya yang satunya lagi dan lidahku masih bermain di area payudaranya.

Aku mengangkan kaki Kintan sehingga vaginanya benar-benar merekah setelah puas bermain dengan payudaranya dan langsung menepis tangannya yang berusaha mendorong tubuhku. Aku meletakkan kakinya di pundakku dan aku mulai mengangkat tubuhnya dan aku juga bangkit hingga aku berdiri sambil memeluk tubuh Kintan.

Ekspresi wajah Kintan seakan tak percaya bahwa tubuhnya kini sedang melayang dengan kaki yang mengangkang. Siapapun yang melewati tempat itu pasti melihat kelakuan kami.

Aku mulai menggerakkan penisku lagi masuk kedalam vaginanya. Cukup cepat aku memompa vaginanya kali ini. Aku juga sekilas mendengar suara benturan alat kelamin kami.

Kali ini Kintan tidak bisa menahan erangannya dan berteriak cukup keras karena perlakuanku. Aku kembali tidak menghiraukan kondisi Kintan. Tujuanku kini hanya mencapai orgasme ku dan aku akan menyemprotkan spermaku di wajahnya sebagai permintaannya.

Beberapa menit kemudian, Kintan sepertinya sudah mulai lelah dan suaranya sudah tidak sekeras awalnya. Beberapa kali memang aku merasa ada sesuatu yang menyemprot penisku dari dalam vagina Kintan. Namun karena aku keasikan melihat ekspresi wajah Kintan yang tersiksa sekaligus menikmati pergumulan kami, sehingga aku tidak memperdulikan hal itu.

Aku mulai merasakan penisku akan mengeluarkan isinya. Aku menghentikan gerakanku dan secara perlahan menurunkan tubuhnya.

Aku segera mencabut penisku dari dalam vaginanya dan mengocoknya persis di atas wajahnya dan beberapa menit kemudian keluarlah spermaku yang cukup banyak itu mengenai hampir seluruh wajahnya.

Aku langsung berdiri menjauhi tubuhnya dan langsung menggunakan celanaku.

“udah ya mba… udah puas kan? sekarang jangan ganggu aku lagi ya mba. Ini anggap aja yang kemarin belum selese karena kemarin kita kan diganggu sama temen pelacur mba”

Aku mengatakan hal itu dengan sangat datar. Aku juga sedikit menangkap ekspresi sedikit terkejutnya di tengah-tengah erangannya karena aku berkata hal demikian.

Setelah aku memakai celanaku dan sudah rapi, aku segera meninggalkan tubuh telanjang yang masih terengah-engah itu.

“tungguuu zaa. Eeehhmmm. Ada yang mau aku jelasin… aahhhh” ucap Kintan sambil merintih.

Aku hanya menggeleng sambil menatapnya datar. Aku memutuskan untuk meninggalkannya karena tidak mau terkait olehnya lagi.

Aku tidak merasakan rasa apapun saat melakukan itu. Senang tidak, sedih tidak, legapun tidak. Datar. Tapi aku tidak terlalu mempermasalahkannya dan aku langsung pergi dari kampus itu untuk membeli keperluan KKN-ku yang tinggal menyisakan waktu satu minggu sebelum keberangkatan.

Aku pergi ke sebuah pusat perbelanjaan dan membeli perlengkapan. Setelah selesai membeli dan saat membayar di kasir, aku bertemu dengan salah satu tim KKN ku sekaligus sekretarisku Rina.

“heeii zaaa. Abis belanja juga ahaha”

“iyaa niihh. Tinggal seminggu lagi soalnnya. Takut besok-besok ada acara atau apa gitu”

“iyaa iyaa bener”

“zaaa, kok lesu? Kenapa?”

“ehhh gapapa kookk haha”

“bohong niihh. Matamu itu lohh. Lesu banget sih. Beda sama yang kemarin pas kita kumpul”

“waah aku diperhatiin nih haha”

“idiihh najoong hahahaha”

Aku ikut tertawa karena mendengar ia tertawa. Renyah sekali mendengar ia tertawa. Kami lalu pergi dari kasir ini dan berjalan-jalan di pusat perbelanjaan ini.

“kok sendirian za? Kata Mira kamu punya pacar?”

“iyaa. pacarku pergi”

“yaaah sedih banget. Kemana za? Liburan?”

“iyaa liburan…. Ke akhirat”

“HEEHH!! Sembarangan kamu ya kalo ngomong!”

“eehhh beneran. Baru aja kemarin pacarku meninggal. Kecelakaan”

“ini beneran zaa? Yaaahh maaf yaaa aku gatauu. Maaff”

“iyaa gapapaa”

“yaudah sebagai permintaan maafku, aku traktir eskrim dehh. Disini katanya eskrimnya enak. Mau?”

“boleh dehh”

Kami langsung menuju kedai ice cream yang memang cukup terkenal di kota ini. Tempat ini sekali lagi mengingatkanku kepada Winda yang selalu membeli dua ice cream.

Setelah memesan, kami mencari tempat duduk dan kami langsung mendapatkannya karena kondisinya cukup sepi.

“heeii emangnya udah berapa lama kalian?” ucap Rina saat melihatku hanya menatap matanya kosong.

“apa? Pacaran?”

“iyaa pacaran”

“jalan 3 tahun. Persis minggu depan 3 tahun haha”

“wuiiihhh lama jg yaa? udah ngapain aja tuh?”

“maksudnya?”

“yaa ituu 3 tahun ngapain ajaa. Masa pacaran gak ngapa ngapain”

“yang jelas satu tahun pertama, dia yang ngerubah badanku jadi kayak gini sekarang. tahun kedua, nikmatin masa pacaran aja. Jalan-jalan berdua. Pokoknya kemana-mana berdua deh haha.”

“emang dulu badanmu kenapa?”

“dulu tuh aku gendut haha. Aku juga bingung kenapa dia mau sama aku. Pokoknya tuh sebulan pertama pacaran sama dia udah kayak neraka tau ga. haha”

“kok bisa?”

“sebulan pertama tuh, dibangunin pagi, disuruh lari pagi. Jatah makanku dikurangin sama dia. Pokoknya dulu tuh kalo makan harus sama dia, kalopun engga misal lagi ada acara di UKM, dia pasti nyuruh temennya buat ngurangin jatah makanku. Bener-bener deehh haha. Tapi pas sebulan pertama aku gak ngeh badanku udah nyusut. Ketauan nyusut waktu itu dia beliin aku baju tapi ukurannya turun satu dari aku biasanya beli. Eehh muaat. Longgar lagi. Aku seneng banget haha. Akhirnya bulan-bulan berikutnya ya aku gak dineraka. Malah berasa di surga”

“ahahahaa. Kamu orangnya terbuka yaa. jarang-jarang ada orang yang nyeritain kisah pribadinya ke sembarang orang. apalagi kita kenal kan baru beberapa minggu doang”

“laah apasi haha. Kan itu juga cuman cerita yang ga perlu disembunyiin ke orang-orang”

Dia hanya membelai rambutku dan mengacak-ngacaknya sambil tersenyum.

“iihhh apaaansiii. Risihh aaahh”

Dia hanya tertawa lagi dan tak lama kemudian pesananpun datang.

“lohh kamu sendiri gak punya pacar?” ucapku sambil memasukkan satu sendok eskrim ke dalam mulutku.

“udah mati juga kayaknya hahaha”

“HEH!!”

“hahaha canda canda. Kan dulu dia bilang gabisa hidup tanpaku, nah sekarang udah putus. Harusnya mati doong haha”

“diihh gak lucu tau ga rin -_-“

“iyaa maaf maaf haha. Dia selingkuh za. Persis kemarin. bilangnya lagi ngerjain tugas di kosan temen, tau taunya lagi gituan sama temen. Semua cowok gitu kali ya? Gak dikasih, malah nyari yang lain”

Aku hanya tersenyum kecut menanggapi cerita Rina. Obrolan kami berlanjut ke bahasan topic tugas akhir. Masing-masing dari kami tidak mengerti topic tugas akhir lawan bicaranya karena memang berbeda jurusan sehingga kami menghabiskan waktu dengan menjelaskan beberapa detail kecil mengenai hal itu. Tanpa terasa langit mulai menguning tanda mentari akan turun dari singasananya. Aku lalu mengantarkan Rina ke kosannya. Aku lalu kembali ke kosanku dan alangkah terkejutnya aku saat mendapati seseorang sedang duduk persis di depan kamarku. Orang yang tempo hari berada di ibu kota. Orang yang tempo hari membuat sebuah luka yang cukup parah di perutku ini. Seseorang yang merupakan musuh bebuyutanku. WAHYU!!

Aku cukup terkejut dengan kedatangan seseorang yang paling ku benci di dunia ini. Aku mencoba tetap tenang karena ia hanya duduk di depan kamarku sambil memainkan HP-nya. Aku masuk ke dalam kamarku dan tidak menghiraukannya karena ia juga tidak menghiraukanku saat aku masuk ke dalam kosan.

*BUUGGG*

Tubuhku di dorong oleh orang itu dan menabrak pintu kamarku. Barang bawaanku langsung tercecer. Ia lalu membalikkan tubuhku lalu memukul kepalaku. Beberapa kali ia memukul kepalaku hingga berubah menjadi warna biru. Darahpun mulai keluar dari hidungku.

Wahyu tiba-tiba menghentikan pukulannya dan nafasnya terengah-engah. Kelelahan nampaknya.

“hei, kenapa kau tidak membalas?” ucapnya sambil terengah-engah.

Aku hanya diam sambil terus memperhatikannya. Aku tidak bersemangat untuk meladeninya. Aku lelah dengan semua ini.

“HEI KAU BUDEG?” ucapnya.

Aku masih diam sambil terus memperhatikannya mencak-mencak.

“ngapain yu kesini?” aku membuka suara.

“membalasmu”

“untuk apa?”

Dia hanya terdiam dan menatapku cukup tajam.

“balas apa yu? Lupa?”

Ia kembali memukul wajahku cukup keras. Tubuhku sedikit terhuyung karena tidak siap dengan pukulan itu. Ia lalu mencengkram kerah baju ku.

“KAU KENAPA?”

Aku menepis tangannya dan memukul wajahnya sangat keras. Tanganku sampai sakit karenanya. Tubuhnya terpental dan menabrak pintu kamar mandi yang berada di depan kamarku.

“kita keluar. Jangan disini. Tempatnya sempit”

Aku berjalan keluar kosanku dan kulirik kebelakang Wahyu masih tersungkur.

“naahh gitu doong” ucap Wahyu sambil berlari menuju kearahku.

Wahyu berlari menuju kearahku sambil melayangkan pukulannya kearah wajahku namun pukulannya kini dapat ku tangkap.

“aku sedang malas meladenimu. Apa kau tidak lelah? Kau pergi saja sana. Jika kau ingin Zahra, silahkan saja. Aku sudah tidak ada hubungan dengannya lagi”

Wahyu hanya diam saja dan menarik tangannya dan kembali memukulku. Beberapa pukulan masuk ke tubuhku namun aku berhasil menahannya menggunakan tanganku. Hingga akhirnya aku berhasil menangkap tangannya yang memukul tubuhku dan aku membalas satu pukulan keras kearah wajahnya.

Wahyu sedikit terhuyung karenanya. Belum sempat ia menyeimbangkan diri, dagu nya mendapat pukulan yang sangat keras dariku membuat kepala Wahyu mendongak keatas dan tubuhnya sempat melayang di udara beberapa detik hingga akhirnya tubuhnya jatuh terlentang.

“yu, jika kau tidak terima Tia direbut oleh orang, mengapa kau membiarkan orang itu merebutnya? Siapa yang membuat orang itu merebutnya darimu?”

“KAU YANG MEMBUATNYA PERGI DARIKU!!” ucapnya sambil meludahkan darah yang keluar dari mulutnya kearahku.

“jika kau tidak melakukan hal yang tidak senonoh terhadap Hani dahulu, maka Tia ku yakin tidak akan pergi darimu. Jika pikiranmu tidak kotor, pasti Tia tidak akan pergi darimu. Kau tidak percaya?”

Dia hanya diam saja sambil masih memandangiku tajam.

Aku memutuskan untuk kembali ke dalam kosanku karena lawanku sudah tidak berdaya tergeletak di jalanan.

*BRUGG*

“BAIKLAH JIKA MEMANG SEPERTI ITU”

Wahyu berhasil bangkit dan ia menendang punggungku cukup keras hingga aku tersungkur. “sialan” batinku. Aku langsung bangkit dan berusaha membalas. Namun saat aku akan membalas, ia sudah pergi jauh dari pandanganku.

Aku mengernyitkan dahi dan langsung masuk ke dalam kamarku untuk pergi ke alam mimpi.

Bersambung​
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd