Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Jalan nan terjal

Status
Please reply by conversation.
JNT





4RJtKkG.jpg






Part 30











Malam yang sama di kota S.


Sepulang kerja Yanto mengantarkan istrinya ke rumah sakit, ia kasihan melihat Dara yang sering merasa mual dan muntah, namun ucapan selamat kepada dirinya membuat Yanto tersenyum getir di depan sang dokter.


Apa yang ia pikirkan belakangan ini menjadi kenyataan, Dara hamil dan itu artinya ayah janin di dalam kandungan Dara bukan dirinya, kecewa pasti, tak ada suami yang rela istrinya berbagi, namun rasa sayang yang begitu besar membuat Yanto tak sanggup untuk memberi hukuman selayaknya kepada pasangan yang sudah main serong, apalagi ia juga terbiasa main perempuan.


Sepanjang perjalanan pulang, bahkan semenjak keluar dari rumah sakit Yanto diam membisu, begitu juga dengan Dara, hingga mereka memasuki kediamannya keduanya masih saja diam.

Jam sembilan malam saat mereka hendak tidur barulah Yanto membuka suaranya.


“ Siapa orangnya ma? “


Tanya Yanto pelan, Dara pun menatap sendu suaminya.


“ Maafin aku yah, “


“ Siapa dia ma? “


Yanto kembali mengulang pertanyaannya.


“ Ayah akan sakit kalau tau, ayah yakin? “

Yanto menatap istrinya, lalu tatapannya berpindah lurus menatap langit-langit kamarnya, pikirannya kembali melayang, ia tak menjawab ucapan istrinya.


“ Pernahkah ayah berpikir tentang kehidupan kita nanti, saat rambut kita memutih dan tak ada satu pun yang menemani kita di masa itu yah, “


“ Heeuh.... Ini yang aku takutkan. “


Ucap Yanto pelan, ia sepenuhnya sadar dan memang ia menunggu waktu yang tepat agar dapat mengontrol emosinya.


“ Aku sudah memilih dan ini sudah mama pikirkan matang-matang, kalau ayah ingin tau siapa ayah biologis janin ini mama akan kasih tau ke ayah. “



Lagi-lagi Yanto diam membisu, satu hal yang pasti, baik Dara maupun dirinya sama-sama telah berbuat serong, lalu apakah Yanto akan dengan gagahnya menghakimi sang istri kalau kelakuannya saja pun tak ada bedanya dengan istrinya, tentu Yanto harus berpikir ulang tentang semua itu, sudah kodrat alam, atau mungkin juga karma, yang jelas jika wanita sekali saja membalas perbuatan serong suaminya, maka sakitnya akan berjuta kali lipat. Dan itulah yang Yanto rasakan, karna kejujurannya pada diri sendiri ia harus rela menelan pil pahit itu.


“ Yah? Gimana? “


Ucap Dara, sedangkan Yanto masih menengadahkan mukanya, masih menatap langit-langit kamarnya, dengan sejuta pikirkan yang berkecamuk, ia mendengarkan apa yang istrinya ucapkan dan ia juga menelaah semuanya.


“ Tidurlah ma? Aku tak bisa menjawabnya, aku terlalu sayang sama mama, ayah penyebab mama seperti ini kan? “


“ Sekali lagi mama Minta maaf ya yah? “


“ Sudahlah memaafkan atau tidak, toh tidak akan mengembalikan keadaan “


Dara tak berucap, bulir air mata perlahan membasahi pipi, tak di pungkiri rasa cinta pada suaminya tak sedikit pun luntur, namun rasa sayangnya kepada pemuda kampung itu juga tumbuh berkembang di hatinya, tentu Dara harus pintar di depan pemilik sah dirinya.







Sementara itu jam sepuluh malam Ian masih berada di samping rumah kekasihnya, malam yang sangat sepi dan bunyi jangkrik menjadi satu-satunya pemecah keheningan malam, Indriani keluar dari rumahnya menemani Ian yang duduk sendiri, pekarangan rumah yang berbatasan langsung dengan kebun jagung dan hanya di batasi dengan tanaman pohon singkong yang berjejer rapi membuat Ian leluasa berada di situ, tempat yang dulu sering ia jadikan ajang bermesraan dengan Indriani sekarang ia ulangi lagi.

Apalagi tadi Ian juga sempat berbincang dengan kedua orang tua kekasihnya, mereka sama sekali tak melarang Ian dan anaknya berduaan di luar rumah, sang ibu malah menggantikan Iin, ia memilih menjaga cucunya.


Sekian lama kedua insan itu terpisah dan sekarang mereka mencurahkan kerinduannya, bangku panjang yang terbuat dari papan kayu tebal itu menjadi kemesraan mereka, Iin menyandarkan kepalanya di pundak Ian, bahkan temaram sinar sang rembulan seolah memfasilitasinya, Ian sendiri tak henti membelai rambut kekasihnya. Ia membayangkan seandainya saja tak ada aral yang saat itu terasa begitu terjal mungkin saat ini Iin sudah sah menjadi istrinya.


“ Mas kok diam saja, ndak nyaman ya mas, “


Ucap Iin sembari memainkan jari jemari Ian.


“ Em... Nyaman kok, seandainya ngga ada masalah pasti kita sudah resmi ya dek? “


“ Hu um, mana si Iwan sengaja menggantung lagi kayaknya nih mas, jadi kesel deh, “


“ Menggantung gimana? “


“ La itu, ngga mau cerai kok, padahal udah aku usir dari dulu dia tuh”


“ Usir? Jadi dia ngga di sini to dek, “


“ Ndak, dah lama malah mas, paling Cuma sebulan, itu aja aku suruh tidur di luar “


Ian pun tersenyum mendengar penuturan kekasihnya.


“Lah? “


“ Kok lah? Bagus dong? “


Ucap Indriani

“ Jadi selama ini... “


“ Ho o masku? Aku tau maksudmu tuh, dasar mesum, lagian itu orang bisa apa coba mas?”
“ La ya ndak tau kok, kan dia itu su “


Cup

Cepat Indriani menyumpal bibir Ian dengan kecupan agar Ian tak meneruskan ucapannya.


“ Terusin ngomong itu tak cubit biar ngga bisa pulang kamu mas”


“ Lah... Itu mah mau mu dek he he”


“ Mbuh! Ngobrol ae terus, sampai lupa itu”

“ Eh itu opo sih? “


“ Mbuh ih! Ndak berubah, tetep aja ndak peka. “


Ian tersenyum, ia rengkuh tubuh kekasihnya, kecupan bibir Ian pun mendarat di kening Indriani.


“He he he dah se gitu aja yo? Besok siang mas kesini lagi deh ya? “


“Terus ini mau pulang? “


“ Hu um”

“ Ngga boleh! “

Ucap Indriani sembari berdiri, lalu duduk di pangkuan Ian dan menyandarkan tubuhnya.


“ Adek masih kangen mas? Jangan pulang dulu ya? “


Ucapnya lagi, kali ini ia meraih tangan Ian dan menuntunnya agar menggenggam kedua payudaranya.


“ Di luar ini lo dek? “


“ Adanya Cuma daun singkong kok mas, hi hi, “

“ Kamu mau? “


Iin pun mengangguk, lalu ia memutar tubuh berhadapan dengan Ian, kedua tangannya bergelayut di pundak sang kekasih, Ian sendiri masih diam, ia lebih senang memandang raut bahagia Indriani, prasangka yang salah tentang gadisnya selama ini sirna sudah, niatnya untuk menjauh pun pupus seketika.


Dalam Hening Ian terus memandang wanitanya, walau hanya dengan sinar temaram sang rembulan wajah ayu nan manja itu cukup jelas terlihat oleh pandangannya, perlahan Iin mendekatkan wajahnya, dekat dan semakin dekat, kening pun beradu kening dan saat hidung mereka beradu Iin menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.



“ Mas apa in orang itu sampai mau menodai adek aja ngga bisa hi hi hi “


“ Salah sendiri ngancem mau jadi in kamu perempuan ngga bener, ya mas tumbuk pakai batu lah he he”


“ Hi... Jadi itu sengaja? “


“ Hu um “


“ Seumur hidup lo itu menderita “


“Biarin “


“ Jahat ih, “


“ Masih lebih jahat bapaknya kok”


Iin pun menjauhkan wajahnya, keningnya tampak berkerut tanda kalau ia sedang memikirkan sesuatu.


“ Maksudnya? “


Ucap Iin kemudian.


“ Aku udah ketemu ibuku dek, dan beliau pergi juga karna ulah carik itu kok”


“ Eh? Ibu dimana memangnya? “


“ Di ibukota dek, “


“ Mas ke ibukota juga? “


“ Hu um, kan nyari alamat ibu? “


“Ajak adek kesana mas, pengen sungkem kan jadinya “


“ Tunggu ibu pulang ae ya? “


“ Ish... “




Cup


Ian mengecup kening kekasihnya, ia tak mau membahas hal itu terlalu jauh, ia ingin menikmati kebersamaannya tanpa terganggu dengan masalah yang ia hadapi.

Tampaknya Iin pun menghendaki hal yang sama, sekejap mereka terdiam, hanya sekejap saja dan setelah itu keduanya hanyut dalam sebuah ciuman panjang, saling berpagut dan lidah pun saling membelit.


Nafsu pun tak lagi dapat terbendung, Iin turun dari pangkuan dan melepas kancing beserta membuka resleting celana Ian, dengan sigap ia turunkan celana dalam yang Ian kenakan, perlahan bibir mungilnya mengulum kepala penis kekasihnya, sedangkan Ian masih di posisi semula, ia tak ingin mengganggu aktivitas Indriani.


Puas mengulum Iin pun bangkit, ia kembali mengangkangi Ian namun sebelum itu ia menanggalkan dulu celana dalamnya, beruntung ia memakai rok panjang yang tipis, sehingga dengan mudah ia menyingkapkan nya, perlahan ia duduk mengangkangi Ian, dan bibir kemaluannya menempel ketat di batang kejantanan yang sudah tegang itu.


Iin tak ingin penetrasi langsung, ia menempatkan penis Ian tepat di tengah belahan vaginanya dan menggesek naik turun, sedangkan bibir mereka kembali saling melumat, Ian pun sibuk membuka cup bh yang Iin kenakan, agak susah karena kaos yang Iin kenakan tak ia lepaskan.

Iin yang tau hal itu tersenyum geli.

“Susah ya? Mau ngapain emangnya? “


Ucap Iin meledek.


“ Nenen dong? “

“ Ndak boleh ih, khusus buat dedek lho? “



Mendengar itu Ian iseng meremas agak keras buah dada kekasihnya itu, sontak Iin menjerit kecil dan langsung mencubit pinggang Ian, lalu tangannya kembali bergelayut di pundak Ian, sejenak mereka saling pandang lambat laun wajahnya semakin mendekat, ciuman panjang tak lagi terelakkan, hal itu membuat gairah Iin semakin menggebu, pinggulnya semakin Intens bergerak di atas pangkuan Ian, cukup sudah bermain dengan birahi, Iin meraih batang pejal kekasihnya.


Slep

“ Eeemh... “

Lenguh Iin tertahan, kedua kakinya ia naikkan dan berpijak di bangku panjang, sedang tangannya masih bergelayut di leher Ian, pelan pinggul Iin mulai bergerak, mengikuti irama syahdu perasaan tenang bersama lelaki tambatan hatinya itu.

Namun ketika Ian memegang pinggulnya, Iin mulai mengayunkan bokongnya lebih kencang, ia menggigit bibir bawahnya agar dapat meredam erang kenikmatan yang ia rasakan, sedangkan matanya terus menatap sayu kekasihnya yang juga mulai serius membalas setiap gerakan yang ia berikan, hal itu membuat Iin semakin cepat mengayunkan bokongnya.


Sekian menit berlalu Iin menghentikan gerakannya dan merapatkan selangkangannya agar penis Ian masuk lebih dalam lagi, ia memeluk erat tubuh kekasihnya dan bokongnya mengkerut.

“ Eeemh.... “

Lenguh Iin di sela orgasmenya, tubuhnya lunglai beberapa saat, namun setelah itu ia bangkit dan merubah posisinya, ia menungging, kedua tangannya bertumpu pada bangku panjang.


“ Mas... “

Panggilannya, dengan sigap Ian pun berdiri, penisnya mengarah tepat di belahan bokong Iin, Iin sendiri sudah tak sabar, ia meraih penis Ian dan mengarahkan kepala penis itu di lubang vaginanya.


Slep


Penis Ian memasuki lubang kenikmatan kekasihnya tanpa hambatan, perlahan Ian memaju mundurkan pinggulnya, percumbuan di luar rumah memang memiliki sensasi yang berbeda dan hal itu pun di rasakan oleh Ian maunya Iin, adrenalin bercinta kedua insan itu meningkat pesat. Mereka terus mengayuh birahi sambil menahan rintihan maupun erangan agar tak terdengar dari dalam rumah, bahkan saat Indriani kembali di dera orgasme, ia hanya menggigit bibir bawahnya dengan kepala yang menengadah ke atas.


Sedangkan Ian sendiri begitu waswas, berulang kali ia menengok sekeliling memastikan tak ada seorang pun yang mengintip perbuatannya, namun hal itu tak mengurangi tempo sodokan penisnya, ia begitu fokus walau pun sambil tengak tengok sekeliling.


Semilir angin dan temaram sinar rembulan yang menyelusup celah dedaunan mengiringi percumbuan mereka, Iin menengok ke belakang satu tangannya meraih bokong Ian, ia ingin Ian lebih cepat lagi mengocok vaginanya.


Ian pun menuruti kemauan kekasihnya, di tambah ia juga sudah ingin mengakhiri persenggamaan, maka dengan tempo cepat Ian membombardir liang senggama kekasihnya, hal itu membuat Iin kembali mendapatkan orgasmenya yang ketiga, begitu juga dengan Ian.

Tak lama setelah Iin mengejat ia pun segera mencabut penisnya, penis yang sebentar lagi mengeluarkan cairan kenikmatan itu Ian selipkan di bongkahan bokong Iin dan menekan ketat di sana, hasilnya Ian pun menumpahkan cairannya di atas bokong kekasihnya.

Dengan keringat yang bercucuran kedua insan itu merapikan diri masing-masing, setelah itu Iin kembali bergelayut manja di pangkuan Ian, andai keadaan berpihak, ia ingin tetap berada dalam rengkuhan sang kekasih, namun apa daya waktu yang semakin larut membuat kedua insan itu harus terpisah malam ini.














Pov Iantono





Wisnu Pratama, nama yang apik menurutku. Buah dari hubunganku dengan gadis yang mampu membuatku limbung menjalani hari setelah peristiwa itu, aku bersyukur dengan apa yang kulakukan saat itu, karna hal itu menyelamatkan tubuh Iin dari jamahannya.



Iwan. Yah! Aku yakin aku dan dia satu bapak, bapak yang tak ku harapkan, malah kalau bisa aku hilangkan saja dari muka bumi ini. Karna dia manusia yang membuat ibuku kehilangan muka di kampung ini, itu menurutku sih.


Mungkin sudah menjadi takdirku harus memusuhi mereka dan aku rasa permintaan maafku kala itu sungguh sesuatu yang sangat aku sesalkan sekarang ini.

Genderang perang telah ku tabuh lagi, tak sejengkal pun niat dariku untuk mundur, bahkan jika mereka mengerahkan bala bantuan dengan lantang akan ku lawan dengan cara yang sama, dan satu hal lagi, aku takkan segan mendekati Indriani yang notabene masih menjadi istri sahnya.
Apalagi setelah semalam aku berbicara dengan keduanya orang tua Iin, mereka sama sekali tak melarangku berhubungan dengan Anaknya, malah mereka terkesan mendukungku.


Terik mentari pagi mengawal aktivitasku, yah! Aku dan paklik membantu kakek berladang, menggemburkan lahan tandus agar siap untuk di tanami jika musim penghujan tiba nanti.

Aktivitas yang sudah lama tak ku kerjakan, sangat menguras energi tentunya. Namun lelahku sebanding dengan senyum bahagia dari orang yang telah membesarkan diriku, menang seharusnya seperti ini, ada yang membantu berladang setiap harinya.


Jam sepuluh aku pulang terlebih dahulu, sedangkan kakek dan paklik masih sibuk mengayunkan gagang paculnya, nenekku sendiri aku yakin masih mencari pakan untuk ternak-ternaknya.

Benar saja di rumah masihlah kosong melompong aku segera membersihkan diri dan pergi menemui Asti.

“ Assalamualaikum.... “

Ucap salamku menghentikan aktivitas gadis yang berada di dalam rumahnya, saat melihatku Ia begitu muram.

“Waalaikumsalam... “

Seru gadis manis dan galak itu, ia sedikit tersenyum melihat kehadiranku.

“ Kirain lupa”

Ucapnya.

“ Lupa apa tho? “

“ Dari kemarin pulang baru sekarang kelihatan batang hidungnya kamu tuh. “

“Eem anu dek, itu lho.... “

“Opo... “

“ Ndak ding, aku langsung ke rumah Heru kok dek, lama banget ndak kesana lho aku tu? “

“ Hem.... Modus aja kamu tuh, pengen apa? Sini aku kasih. Ndak usah alesan ke rumah Heru segala to mas... Mas, “

Hem... Dari raut mukanya tampaknya Asti kurang senang aku main kesana.

“ Maaf deh... “

Jawabku singkat, aku tau maksud ucapannya, kemungkinan besar Asti tak ingin aku dekat dengan Iin lagi.
Ah, sudahlah. Pura-pura aja, cari aman he he,

“ Opo senyum-senyum”

Ucapnya lagi.

“ Ndak... Ndak apa-apa kok, Heru sudah punya anak yo dek, “

“ Podo wae (sama saja) tho? “

Haish... Aku yakin susah ini kalau sudah begini.

“ Dek, ke pasar yuk, aku lupa kasih kabar ke Dara soalnya”


Asti tampak mengernyitkan dahi, aih... Aku keceplosan.


“ Sopo mas? “

“ Bu Dara dek? Bos mas itu lho? “

“ Tadi ngga pake bu, “

Balas Asti singkat.

“ Ish... Masa sih, dah ah mau ndak? “


“ Mau lah! Sekalian aku mau tanya sendiri ke bos mas itu. “

“ Tanya opo tho? “

Jawabku bingung.


“ Tanya kerjaan lah! Takut bener masku nih, he he he”


Diamput! Aku kena di kerjain dia, hais...
“ Ayok berangkat, “

Ucapnya lagi.


“ Sekarang? Ngga ganti baju dulu? Ngga dandan dulu? “


“Heeuh... “

Asti menghela nafas lalu berjalan memasuki kamarnya, namun tak lama ia berteriak memanggilku.

“Mas! Sini deh, cepat! “

Teriaknya dari dalam kamar, sontak aku segera menghampiri gadisku itu, seonggok tubuh polos yang hanya tertutup oleh selembar kain segitiga di selangkangannya itu tak cukup untuk menutupi bulu hitam keriting yang tumbuh lebat disana, ingin ku terkam dan kucumbui namun aku masih sadar, aku harus benar-benar menjaga gadisku yang satu ini.

Aku tak ingin menodai cintanya, biarlah aku tersiksa nafsu birahiku saat gadisku memancingnya, yang aku ingin dia baik-baik saja, dengan pengorbanan perasaan yang ia rasakan selama ini, rasanya tak pantas jika dengan gampang ku ambil sesuatu yang sangat berharga miliknya itu.

“ Mas? Kok bengong sih? “

Ucapan Asti membuyarkan diamku, dan hal itu membuatku tak mampu berucap sepatah kata pun.

“ Oey!.. Mas, nih. “

Ucapnya sembari memberikan kaos yang akan ia pakai.

“ Eem... Opo tho dek? “

“ Pake in, Ish.... “

“ Manja ah, mancing aja ni ah, “

“ Biarin! Weeew... “

“ Pake daleman dulu lho? Masa langsung pakai kaos sih? “



Asti menjulurkan lidahnya, selalu saja ia menggodaku.


Beruntung di luar terdengar suara kayu yang di jatuhkan, itu artinya orang tua Asti telah pulang dari ladang, gantian aku yang menjulurkan lidah meledek gadisku, dan aku pun segera keluar dari kamarnya, lalu aku menunggu Asti di luar rumah.



“ Lho... Ian sudah pulang to? Perasaan tadi masih di ladang sama paklikmu to An? “


Ucap bapak Asti yang melihatku menyandarkan diri di pinggiran pintu rumahnya.


“ He he udah capek paklik? Makanya pulang duluan he he”


“ Payah ha ha ha, eh An, nanti malam main kesini kan? “


“ Injih lik? Lha pripun (gimana)? “


Jawabku.

“ Ada yang mau tak tanya in, Yo wis, nanti malam ae yo? “

“ Njih lik, “



Tak lama Asti pun telah siap, tubuh sintal yang di balut dengan kaos ketat di padu dengan rok tipis menambah keindahannya, jelas membuatku terpana.
Setelah ijin ke orang tuanya aku dan Asti menaiki kendaraan satu-satunya di rumahku.







N8w9WWM.jpg






Kali ini aku menempuh jalur Utara kampungku, jalanan hutan yang berliku dan lumayan gersang karna musim kemarau terasa sangat menantangku siang ini, terik mentari yang menyengat tubuh tak ku hiraukan, Asti? Asti sendiri tak banyak bicara, ia lebih memilih memelukku erat dan menyembunyikan wajahnya di punggungku, namun saat berada di tengah hutan yang jauh dari perkampungan gadisku mengeluh panas dan memintaku untuk mencari pepohonan yang rindang agar dapat berteduh dari panasnya sengatan sinar mentari.


Setelah melewati pepohonan jati aku menghentikan kendaraanku tepat di bawah pohon mahoni yang lumayan rindang.


“ Edan panas banget tau mas? “


“ He he he maaf deh, kirain lewat sini agak adem ngga taunnya malah lebih parah dari jalan utama yo dek, “

“ Hu um, “

“ Ndak turun to dek? “

“ Emoh, sini aja lah, enak he he “

“ Hem.... Enak opo coba kamu tuh. “

“ Peluk mas terus he he he “

“ Hais... “

Asti tersenyum, rambutnya yang tergerai tertiup angin yang sepoi-sepoi menambah keanggunan gadisku, ku kecup keningnya dan ku belai rambutnya, matanya berbinar indah mendapat perlakuan seperti itu dariku.


Cup


Tiba-tiba Asti mengecup bibirku, kubalas kecupannya dengan lumatan yang panjang, jelas hal itu membuat gelora asmara membuncah seketika, lama saling kulum akhirnya tangan Asti bergerilya ke bawah, tepatnya di selangkanganku, tak di pungkiri aku juga terpancing keadaan, tanganku menyelusup di balik kaos ketat yang ia kenakan.


Nafas Asti terengah saat ku naikkan kaosnya dan ku kulum buah dadanya, ku lirik ke atas, ia memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya.

“Eeemh... “

Lenguhnya sembari terus memainkan ujung penisku, terasa geli dan cairan precum pun mulai keluar, Asti menghentikan aktivitasnya dan melihat sekeliling.

“ Mas mau sekarang? “
“Eeemh... Eeh... “



Kulepas kulumanku di payudaranya, mata sayunya tampak pasrah menatapku dan satu tangannya mengelus rambutku, aku tersenyum dan ku turunkan kaos yang tadi ku sibak.

“Dah yuk lanjut jalan “


Ucapku lagi sembari membetulkan resleting celanaku.

“ Ish... Balas dendam ya? “

Balas Asti sambil mencubit pinggangku.

“ He he he mungkin. “

Ledekku, lalu perjalanan pun di lanjutkan dengan keusilan tangan Asti yang terus mencoba meremas kemaluanku.

Jam dua siang aku dan Asti pun berangkat pulang, melewati jalan yang sama namun setelah sampai pinggiran desa dekat pemakaman umum aku membelok ke arah kiri, tepatnya jalan setapak yang langsung tembus ke rumah Heru.


“ Langsung? “


Ucap Asti.

“ Hu um, kan bapakmu nyuruh aku datang ke rumah ntar malam dek? “


“ Iya yah, he he “

Tak ada yang berubah dengan gadisku, aku tau ini sakit untuk dirinya, tapi alangkah baiknya jika ia belajar dari sekarang, agar ia bisa menerima apa pun nanti jika tujuanku benar-benar terwujud.


“Assalamualaikum”

Ucap salam Asti yang berjalan lebih dulu dariku, Iin pun menghampiri dan membalas salam dari temannya itu, sejenak aku berpikir, entah apa yang terjadi kalau Iin mengetahui hubunganku dengan Asti, apakah mereka masih bisa saling ledek seperti yang ku lihat saat ini? Ah, semoga mereka baik-baik saja kalau semuanya terbongkar.

“ Ga usah masuk, diem aja di situ ya mas? “

Ucap Iin yang kesal melihat aku tak segera masuk, ia langsung masuk kamar dan menggendong si kecil, lalu memberikannya kepadaku.


“ Tuh dek ikut orang jelek tu ya? Yang pintar ya? “


Ucap Iin dan memberikan Wisnu kecil padaku, kalau di lihat memang mirip aku sih? Aih... Bujang kok punya anak iki piye....


Satu jam sudah aku menemani Iin dan Wisnu kecil, dan Asti pun mengajak pulang, entah apa yang ada di benak Asti, di atas motor ia memelukku, aku tak berani melihat ke belakang karna aku yakin pasti Iin melihatnya.














~~~~~~~~~~~~~~







Sementara itu di jembatan sisi barat dekat dengan lokasi di mana Ian menghajar pak Carik dan anaknya.

Bambang duduk sendiri menikmati sebatang rokok kretek kesukaannya, ia tampak santai namun pandangannya sering kali tertuju pada bangunan dekat pendopo, tak lama setelah itu sebuah kendaraan roda dua pun keluar dari area pendopo, pria berkaca mata itu melaju ke arah Bambang duduk, Bambang yang melihat itu segera berdiri dan menghadang si pengendara yang tak lain pak Carik.


Bukannya berhenti ia malah hendak menabrak keberadaan Bambang, sontak Bambang pun menghindar.

Bret!

Kemeja yang di kenakan pak carik di tarik paksa oleh Bambang, dan hasilnya carik itu pun terpelanting jatuh.

Bugh!


Bugh!


“Ikut! “

Ucap Bambang setelah dua kali menghantamkan tinjunya di dada pak carik, ia menarik krah baju carik dan menyeret dengan paksa menuju pinggiran hutan, tak jauh karna memang jalan itu pun sudah berada di perbatasan kampung sebelah selatan.


“ Lawan atau ku habisi kamu tanpa ampun! “


Brugh!


Ucap Bambang sembari mendorong tubuh carik hingga terjatuh, carik yang sedari tadi sudah meronta hendak melepaskan diri segera bangun.

“ Ada urusan apa kamu mbang! Beraninya kamu kurang ajar hah!! “


“ Ho ho ho.... Kamu pikir aku tak tau yang dulu kamu lakukan manusia bejat! “

“ Maksudmu apa hah! “

“ Kamu ingat yu Padmi hah! perempuan yang kamu rudapaksa dua puluh satu tahun silam hah! “


“ Ha ha ha kenapa? Kamu mau apa memangnya ha ha ha”

Bugh!

Tiba-tiba Bambang melayangkan tinju yang tepat mengenai dada pak carik.

“ Cuiih!! Kamu pikir saya akan diam saja di perlakuan seperti ini, lihat saja nanti akibatnya, dan satu lagi, anak sundal itu tak akan ku biarkan hidup nyaman di sini ha ha ha”

“ Banyak ngomong! Kita lihat siapa yang bisa pulang dari sini bangsat! “

Wush...

Plak!

Plak!

Pukulan Bambang berhasil di tangkis oleh carik, namun pergerakan Bambang lebih gesit, dengan cepat ia memutar tubuh dan kakinya melayang tepat menghantam perut musuhnya, hasilnya carik pun terpelanting.

Tak mau kalah, carik segera bangkit dan menyerang Bambang.


Bugh!

Brugh!


Pukulan telak mengenai Bambang dan hal itu membuat Bambang tersungkur ke tanah, untung posisi jatuhnya tak parah, ia masih bisa melihat pergerakan dari Carik yang menyeruak hendak menendang dirinya, dengan cekatan Bambang menahan tendangan itu. Dan setelah Bambang melepaskan diri dari himpitan serangan carik, ia mengibaskan tangannya yang kotor.

“ Cukup aku bermain denganmu, saatnya kau nikmati semuanya njeng! Hiaaat... “


Bambang pun merangsek maju, seberapa besar tenaga yang carik keluarkan untuk menahan, sangatlah percuma. Bambang merangsek begitu tajam, pukulan dan tendangannya tak satu pun luput menerjang tubuh carik, dengan sekejap saja cairan kental berwarna merah menghiasi wajah carik itu, namun hal itu tak membuat Bambang berhenti menyerangnya.

“ Sudah? Segitu saja perlawananmu? Menjijikkan sekali ya? Ha ha ha”

Bugh!

Bugh!

Dua tendangan telak menghantam lambung pak carik,
Lalu dengan keras kaki Bambang menjejak kepala carik yang baru saja ingin bangkit.

Blugh!

Kepala carik itu kembali mendarat ke tanah dan di susul injakan kaki Bambang tepat di kepalanya.

“ Terlalu sayang kalau keponakanku yang menghabisimu njeng! Aku lawanmu aku adik Padmi, aku juga berhak menuntut balas atas apa yang kamu lakukan, berdoalah sebelum mampus! “

“ Aaargh!!! “


Erang kesakitan carik saat kaki Bambang menggilas kepalanya dan menekan kuat-kuat, beruntung posisinya kepala carik itu miring, kalau menengadah keatas bisa di pastikan mukanya sudah tak lagi berbentuk.



“ Aaargh!!! “

Erangan carik yang menyayat membuat beberapa pasang mata yang diam-diam mengintip perkelahian itu menghampiri Bambang, mereka melerainya, karna kalau di lihat dari perangai Bambang tak mungkin ia melepaskan musuhnya yang sudah tak mampu lagi melawan itu, dan jika di biarkan bisa jadi carik itu meregang nyawa di tempat.

“ Sudah mas, sudah!“

Ucap seseorang yang berseragam kemeja seperti carik itu.

“ Anda tau kenapa manusia ini saya perlakuan seperti ini pak! “


“ Ya, semenjak kamu menyeretnya kesini saya sudah mengikutinya, bahkan semenjak pemuda itu membuat onar di kantor, saya sudah mulai mencari tau penyebabnya, sekarang lepaskan pak carik, kasihan keluarganya mas? “


Tanpa kata Bambang mengangkat kakinya, ia melepaskan carik begitu saja, namun saat Bambang melangkah hendak meninggalkan tempat itu ia mendengar umpatan dari mulut carik.

“ Bajingan! “

Bambang pun membalikkan tubuhnya, ia tersenyum dan tatapannya tajam, lalu ia pun berjalan menghampiri pak carik, dengan segera orang yang tadi melerai pun menghadang langkah Bambang, ia memohon kembali agar Bambang tidak menyerang rekannya.


Setelah Bambang pergi rekan carik pun memapahnya agar berdiri, lalu mereka mengantarkan carik pulang ke rumahnya.




Di rumah carik keributan pun terjadi, Iwan anak semata wayangnya tak Terima kalau ayahnya di perlakukan seperti itu, ia segera menyalakan mesin motornya dan pergi ke rumah Ian.

Ian sendiri baru saja sampai ke rumah, suasana rumah tampak sepi, lalu ia duduk santai menikmati sebatang rokok di teras rumahnya, namun suara berisik kendaraan bermotor tiba-tiba mengganggu ketenangannya, ian paham betul suara itu.


“ Hem... Baguslah, “


Ucap Ian sendiri, ia tak bergeming walaupun pengendara itu sudah berada di depan matanya.


“ Bajingan kalian! “

Ucap Iwan sembari menunjukkan jari telunjuk ke arah Ian, Ian pun menoleh ke sekeliling.

“Kalian? Matamu picek? (Buta) “


Ucap Ian meledek, sontak hal itu membuat Iwan kalap, ia langsung menerjang Ian yang masih duduk santai, namun santainya Ian hanyalah untuk memancing amarah suami Iin itu.


Brak!

Jelas tendangan Iwan mengenai bangku yang Ian duduki, sedangkan Ian sendiri sudah menghindar bertepatan dengan laju kaki musuhnya yang hendak menendang.


“Ouw Ouw.... Ouw... “

Ucap Ian sambil menggelengkan kepala.


Hiaaat....


Plak

Plak

Plak


Setiap serangan yang Iwan lakukan semuanya mentah, bahkan tangkisan Ian saja mampu membuat Iwan meringis, pasalnya mereka berdua mengadu pergelangan tangannya, mirip jurus Cimande, hanya mirip dan mungkin Cuma kebetulan saja.

“ Sudah keras tanganmu hah! “

Syuut...

Ucap Ian sembari mengayunkan kaki kanannya.


Bugh!

Tentu serangan itu tak terkontrol oleh Iwan. Akibatnya paha sebelah kiri Iwan terkena tendangan Ian, tidak keras tapi cukup membuat Iwan terkesiap.


Lalu Ian pun menjaga jarak dan memasang kewaspadaan.


“ Sayang sekali kamu tidak membawa serta carik bangsat itu kesini ha ha ha”

Iwan yang mendengar itu langsung naik pitam, ia berlari menghampiri motornya dan mengambil sesuatu dari sana, sebilah arit/sabit yang tajam meruncing ia ambil, dengan gerakan cepat dan kalap ia menyerang Ian.


Tentu Ian kalang kabut dibuatnya, ia hanya mampu menghindar dan menghindar saja, ia tak memiliki sesuatu untuk menghalau senjata tajam itu. Beruntung Ian memiliki otak yang tidak bebal-bebal amat, ia berlari mengitari tiang emperan rumahnya, hingga beberapa kali senjata Iwan melukainya, tanpa di sadari aksi kejar-kejaran mereka di saksikan oleh Asti, ia menjerit ketakutan karna posisi Ian bisa di bilang berbahaya.

Crak!


Tebasan senjata Iwan telak menancap, saking dalamnya Iwan kesulitan untuk mencabutnya, kesempatan itu di gunakan Ian sebaik-baiknya, dengan keras jari jemari Ian yang ditekuk tepat menyodok ketiak Iwan yang masih ingin mengambil senjatanya, akibatnya tangan Iwan kebas seketika, namun ia tak menyerah, gantian tangan satunya yang berusaha mengambil, namun naas hal yang serupa terjadi padanya.

Kedua tangan Iwan kebas dan sama sekali tak ada kekuatan untuk mengambil senjata yang masih kokoh menancap di tiang kayu itu.

Plak

Lagi-lagi pukulan Ian menghantam anggota tubuhnya, Iwan tau bagian-bagian apa yang sering di serang Ian saat duel, namun ia sama sekali tak memikirkan itu. Senjata yang ia bawalah yang ia harapkan dapat melukai musuhnya itu.

Wus...

Akhirnya tinju susulan Ian dapat di hindari oleh Iwan.

Bugh!


Brugh!


Sayang sekali gerakan susulan Ian yang memutar tubuh dan sabetan kakinya telak menerjangnya, Iwan pun terpelanting dan jatuh.


“ Sudah? Aritmu masih menancap tu njing, ambil gih! “

Ucap Ian, bodohnya Iwan menurut saja dengan ucapan Ian.



Syuut


Plak!

“Aaargh! Bangsat!.... “


Erang Iwan yang mendapatkan serangan dari Ian, ia terjungkal ke tanah.


“ Lemah!! Kau Cuma bisa menggunakan nama bapakmu untuk bisa mencapai yang kau mau hah! “

Walaupun terkapar Iwan masih tertawa lepas mendengar ocehan Ian.

“ Lemah? Ha ha ha... Wanitamu saja ku rebut dan jadi istriku kau bilang aku lemah? Pukul sekuatmu hajar sepuasmu, yang jelas wanitamu tak kan pernah ku lepaskan ha ha ha “


Syuuut...

Bugh!

“Hoegh! “

Tendangan keras Ian tepat mengenai lambung Iwan dan membuatnya mual seketika.
Ucapan Iwan cukup membuat Ian naik pitam, Ian kalap dan menendang sesuka hati tubuh lemah Iwan.

Lalu dengan santainya Ian mengambil senjata yang masih menancap dalam di tiang kayu rumahnya itu, susah memang, tapi Ian berhasil mengambilnya, lalu ia berjalan menghampiri Iwan yang tampak pucat pasi karna sekarang musuhnya yang membawa senjata, Ian pun menyeringai sinis, matanya menatap tajam suami kekasihnya itu.


“Ouw Ouw Ouw..... Mau yang mana dulu ini ya? “


Ucap Ian sendiri sembari jari jemarinya mengusap bagian tajam arit milik Iwan itu, sontak Iwan pun ketakutan, susah payah ia bangun dan tanpa kata ia mendorong motornya menjauh, setelah jauh barulah ia menghidupkan motornya dan pergi dari lokasi.

Asti yang menyaksikan itu segera menghambur ke tubuh Ian, ia merebut arit itu dan membuangnya.


“ Hiks... Jangan berantem terus ah mas? Ade takut mas? “

“Iya maaf ya? Dah ga apa-apa kok dek? “


“ Au ah, ade takut ih “

“ Mas juga takut, takut rumahku roboh di tebang Iwan he he”

Canda Ian sambil memegangi tiang bekas kena bacok arit Iwan tadi.


“Ish... Au ah “

Ucap Asti sambil berlalu dari depan rumah Ian.

“ Ey... Mau kemana sih? “

Ucap Ian melihat Asti meninggalkan dirinya.


“ Mandi. Mas mandi sana”

Ucapnya sambil berlalu.







Malam hari Ian di cecar berbagai pertanyaan oleh orang tua Asti perihal kejadian yang santer di bicarakan orang, mau tak mau Ian menjelaskan secara gamblang akar masalahnya, dan tentu Ian juga menceritakan tentang ibu dan adik perempuannya.
Dan mereka memaklumi kalau Ian sampai sekasar itu, namun tetap saja kedua orang tua Asti menasihati Ian agar tak main hakim sendiri.

Ian mengiyakan saja, setelah itu Ian pamit kepada orang tua Asti untuk mengajak anak gadisnya dengan alasan pergi ke warung, padahal Ian dan Asti hanya duduk berduaan di jembatan yang biasanya mereka gunakan untuk berduaan. Namun kali ini Asti tak mau berlama-lama di sana, ia mengajak Ian pulang ke rumah, pastinya pulang ke rumah Ian, yang sudah pasti sepi.


“ Di sini asik ya mas? Ngga ke ganggu he he he”

“ Hu um, ada kok simbah sama pak lik, tuh di belakang”


“ Mau kesana? “

Ucap Asti, dan Ian hanya menggeleng saja.


“ Pengen berduaan sama kamu aja he he”

Asti pun menyunggingkan senyum.


“ Ke kamar aja yuk mas, “

“ Eh? “


Ucap Ian singkat, Asti sendiri langsung menyelonong mendahului Ian yang punya kamar, ia langsung rebahan menunggu Ian yang baru saja masuk.


“ Sini ih, ade pengen di peluk he he”


“ Hem.... Modus ah he he he”


“ Emang... “

Ucap Asti memeletkan lidah, Ian menghampiri dan rebah di sampingnya, di peluk tubuh Sintal kekasihnya, tak perlu basa basi lagi, keduanya sudah paham apa yang harus di lakukan. Kali ini Ian yang ambil inisiatif, ia membelai rambut yang di biarkan tergerai itu, perlahan bibirnya mengecup bibir basah Asti, gayung bersambut Asti membalas perlakuan pemuda yang sedari kecil menjadi teman sepermainannya itu.

Saking asyiknya saling mengulum lambat laun Ian pun menindih kekasihnya, batang kejantanan yang sudah menegang ia gesekkan di selangkangan Asti, sontak hal itu membuat nafas Asti tersenggal, tangannya semakin erat melingkar di leher Ian, ia tak ingin pagutannya terlepas, lidahnya menyelusup dan mengitari rongga mulut Ian. Jelas nafsu Ian semakin menjadi di buatnya.


“Emh.... “

Cpak


Ian memaksa lepas ciumannya dan ia berbisik di telinga Asti, gadis itu pun mengangguk, tangannya menyelusup ke belakang dan membuka cup bra yang ia kenakan, sedangkan Ian menaikkan kaos yang Asti kenakan, dua buah gunung kembar yang masih sekal terpampang dan begitu menantang, Asti mengangguk tanda ingin segera di jamah, perlahan tangan Ian meremas dan mengelus lambat laun bibirnya mencucup payudara sekal Asti, Lagi-lagi nafas Asti tersenggal karenanya.

“ Mash... Iiiigh... “


Ucap Asti antara nafsu dan geli yang menderanya, ia menggelinjang ke enakkan, Ian pun menghentikan gesekannya, perlahan tangan Asti meraih resleting celana Ian dan membukanya, batang keras dan hangat itu ia genggam, Asti mengangguk seolah minta ijin dan Ian pun mengecup keningnya.


Lalu Asti merosot ke bawah, bibirnya ia tempelkan tepat di Kepala penis Ian lalu mengulumnya, sedangkan jari lentiknya menggenggam dan sedikit mengocok penis pemudanya, kuluman yang kuat di sertai sedotan membuat Ian mendesah, tak lama tangan Ian mengelus rambut gadis yang sedang asik memainkan penisnya, Asti pun melirik ke atas, mencoba melihat ekspresi sang kekasih.

“ Udah dek? Ntar muncrat di mulut lo ya? “

Ucap Ian sambil terus mengelus rambut kekasihnya, Asti sendiri langsung menghentikan aksinya, ia beringsut namun tak melepas genggamannya, pagutan bibir pun terjadi lagi, bahkan lebih ganas dari yang pertama tadi.


“ Buka ya? “


Ucap Asti, namun Ian menolak, ia beringsut ke bawah dan menyibak rok yang Asti kenakan, tangannya bergerilya membuka celana dalam yang Asti kenakan. Setelah itu ia menurunkan celananya sendiri.


Kini aurat kedua insan itu tak lagi ada sehelai benang pun yang menutupi, lalu Ian beringsut ke bawah, dengan cepat lidahnya menyelusup membelah garis rapat dan mengitari bibir bagian dalam vagina Asti, sesekali lidahnya menggelitik Klitorisnya, Asti sendiri menggelinjang tak karuan, tangannya menjambak rambut Ian kadang menekan dan kadang juga menariknya, vagina perawan dan tembem itu kini basah mengkilat oleh cairan cinta Asti yang baru saja meleleh.
Yah, ia mendapat orgasme pertamanya, Ian yang tau kekasihnya orgasme segera merangkak naik, ia menatap kekasihnya yang sedang di dera kenikmatan, nafasnya memburu membuat buah dada sekalnya ikut naik turun mengikuti deru nafas yang agak tersenggal itu.

Saat membuka mata Asti mendapati Ian sedang tersenyum memandangi dirinya, di cubit pelan lengan kekasihnya itu, lalu ia mengangguk memberi isyarat dan mengangkangkan kakinya.

Ian yang posisinya memang sedang menindih Asti segera memosisikan batang penisnya tepat di belahan vagina Asti yang basah, ia menekan dan menggesek naik turun, sesekali ia menempelkan kepala penisnya di lubang vagina dan memasukkan kepalanya saja, membuat Asti berhenti mendesah dan menatap lekat wajah Ian yang memerah karna nafsu yang menggebu.


Pelan Ian memajukan penisnya dan mengocok perlahan, lalu ia mencabutnya lagi dan kembali menempatkan batang penisnya di tengah belahan vagina Asti, ia menekan kuat sehingga batang penisnya sebagian tenggelam di belahan itu, pelan Ian menggerakkan naik turun otomatis Klitoris Asti tertekan juga oleh batang penis yang hangat dan keras itu.


Lagi-lagi Asti di buat mengerang nikmat oleh perlakuan Ian, dan tak lama setelah itu Ian pun menekan kuat dan menggesek penisnya, ia terdiam dan menekan lebih kuat lagi,


“ Uuugh....”


Lenguh Ian, cairan hangat dan kental menyembur membasahi sebagian bulu jembut Asti dan sisanya menghambur di rok yang masih di kenakan gadisnya itu.


Nafas Ian memburu begitu juga dengan Asti, Ian ambruk di atas tubuh Sintal kekasihnya.

“ Sudah ya? “


Ucap Ian, Asti menatap lekat kekasihnya itu. Di kecup kening Ian yang basah oleh keringat.


“ Mas ngga ambil? “

“ Ngga sayang? Tunggu sah aja ya? “


Cup

Kecupan di kening Asti mengakhiri percumbuan malam ini, air mata membasahi pipi gadis itu. Seandainya Ian mengambil miliknya yang paling berharga ia pasti memberikannya, namun Ian tetap menjaganya sampai saat ini.











Tiga hari Ian berada di kampung, itu juga menunggu balasan dari pihak carik jika seandainya mereka nekat ingin membalas perbuatan Ian dan paklik nya, namun yang di tunggu tak kunjung datang juga.

“ Berangkat le? “


“ Iya paklik, ndak Apa-apa lah, nanti kalau ada apa-apa biar Asti saja yang telefon ke kota S “


“ Kamu sudah kasih nomornya? “


“Sudah lik, “

“ Yo wis, pamit dulu sana”


Ian pun mengangguk.


Singkat kata paman dan keponakan itu menyusuri jalan setapak hutan bagian barat, jalan yang dulu Ian lewati dengan Zaenal waktu pertama kali pergi ke kota S.

Tak butuh waktu lama, hanya sekitar tiga jam lebih sedikit mereka telah sampai di tujuan, Ian langsung turun dan Bambang pun melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.



Seperti biasa rumah Yanto terlihat sepi.


Tek

Tek

Tek

Ian membenturkan gagang slot pintu pagar agar penghuninya tau keberadaan dirinya, tak lama pintu pun terbuka, sosok ayu keibuan berjalan menghampiri pemuda itu, ia menyunggingkan senyum indahnya.


“ Betah ya? Di rumah ibu? “


“Assalamualaikum... “

Ucap salam Ian sembari menowel hidung bangir Dara.

“ Aih... Waalaikumsalam, “

Keduanya pun beriringan memasuki rumah.

“ Ra? “


“ Iya? Kenapa mas? “

“ Maaf yang kamu kasih waktu itu aku habis in”

Ucap Ian merasa tak enak.

“ Apa sih, ndak mudeng aku mas? “


“ Yang di amplop itu lho? “

“ Oalah... Kamu tuh, la memang buat bekal kok, ya ndak Apa-apa kalau habis, piye to? “

“ He he ndak enak lah Ra? “

“ Kasih kucing kalau ndak enak, he he he”

Dara pun berlalu menuju dapur dan menyuruh Ian mandi, di dapur Dara meracik secangkir kopi hitam sambil bersenandung, jelas ia bahagia karna saat ini ia sedang di rumah berdua dengan Ian saja, setelah selesai ia membawa secangkir kopi buatannya ke kamar Ian, itu artinya ia ingin berduaan dengan Ian di dalam kamar saja.

“ Lho? “

Ucap Ian saat melihat Dara merebahkan diri di kasur.


“ Di sini aja ih, aku kangen tau? “


Ucapan Dara yang manja membuat niat Ian untuk meminta Dara keluar dari kamar pun sirna.


“ Aku pikir kamu di toko Ra? Untung ndak langsung kesana tadi”


“ Ih males, ndak ada kamu oq. Lagian kan itu biar mas Ian yang kelola? Biar mas belajar usaha mandiri to? “


“ Lah? Ah berhenti berharap dapat gaji dari pak bos deh he he”


“ Jadi bos sendiri cari gaji sendiri hi hi hi “

“ Haish... Bismillah ae lah, tak belajar yang bener eh iya aku dari sana kan langsung pulang? Makanya jadi lama he he”

“ Lo? Tak kira betah ndak taunnya pulang to, lho kok ndak bisa ajak sekalian pacarnya to? “


“ Lho tak telefon ndak ada yang angkat kok, ya ndak jadi lah he he”


“Telefon rumah apa toko? “


“ Toko sih he he”

“ Hem..... Telefon ke sini dong sayang? “

“ Ya udah nanti deh ya? “

“ Hu um, mas? “

“Iya? “

“Ndak kangen? “

“Kangen sih, kenapa? “

“ Kok ndak peluk? “

Ian pun tersenyum dan ikut merebahkan diri di sebelah Dara.


“ Eit! Pintu sudah di kunci belum ya tadi, aku lupa ih”


Ucap Dara, Ian segera bangkit dan mengecek pintu rumah sekaligus pintu pagar, setelah semua beres ia segera kembali ke kamarnya.


“ Sudah? “

Ucap Dara yang kini sudah tak mengenakan sehelai kain pun di tubuhnya, melihat itu Ian langsung membuka handuk, Satu-satunya kain yang menutup auratnya sehabis mandi tadi, Dara pun tersenyum senang.


“Sinih”

Ucap Dara meraih tangan kekasihnya itu, tak perlu basa basi lagi, kedua insan itu langsung saling pagut dan menyentuh bagian-bagian sensitif milik pasangannya.


Cpak

Pagutan pun terlepas dan Ian memutar tubuhnya, ia tak kuat menahan gejolaknya, terlalu sayang ia membiarkan vagina dengan bulu jembut yang tumbuh lebat itu menganggur terlalu lama, bibirnya mencucup daging lembut di selangkangan Dara, tentu harus menyibak tirai hitam terlebih dahulu agar ia mudah untuk menikmatinya.


Dara tau kesukaan kekasihnya, dan di saat Ian mengunci pintu ia menyempatkan diri ke kamar mandi, ia tau Ian pasti sibuk menikmati kewanitaannya dengan mulut terlebih dahulu.


Tak ada yang salah memang, buktinya Ian begitu asyiknya menjilati lubang vaginanya yang merekah, Dara cukup diam dan menikmati apa yang Ian lakukan. Apalagi kondisi rumah yang sangat memungkinkan untuk bebas melakukan apa pun.


“ Aaach.... Kamu pintar sayang? “


Ucap Dara setelah melepaskan batang pejal Ian dari mulutnya.

Ian tak menanggapinya, terlalu sayang bagi Ian untuk meninggalkan vagina Dara yang begitu menggoda hasratnya, jelas Ian kalap, di kampung ia begitu berat menerima ujian dari Asti dan sekarang lah saatnya buat Ian menuntaskan semuanya.


“ Iiih mash... Aaach... Aaach... “


Dara mendesah kencang saat Ian mencucup Klitorisnya, pinggulnya pun mengangkat dan mengejat. Ian berhenti sesaat lalu ia memutar tubuhnya dan menindih Dara, pagutan panas pun terjadi lagi, bahkan kali ini Dara lebih agresif dari yang biasanya, lidahnya masuk menyelusup membelit lidah Ian.

Cpak


“Semangat banget kamu Ra? “


Ucap Ian sembari mengusap lembut kening Dara yang sudah di penuhi peluh, Dara menengadah pasrah dan tersenyum.


“ Kamu perginya kelamaan yang? Aku pengennya sama kamu terus “


Cup

“ Maaf ya? “

Dara mengangguk ia mengangkangkan kakinya lebih lebar, tangannya menyelusup ke bawah dan menuntun batang kejantanan Ian agar memasuki vaginanya.


“Selesaikan sayang? Emh....”


Ucap Dara sembari mengangkat bokongnya, dengan tubuh yang terhimpit ia menggeolkan pinggulnya, Ian pun mulai mengayun pinggulnya, gerakan keduanya saling menyambut syahdu mengikuti perasaan masing-masing, kemesraan yang ada benar-benar mereka tuangkan dalam bersenggama.


Lenguhan-lenguhan halus mengalun syahdu mewarnai pergulatan kedua insan yang mabuk asmara itu, tak terasa setengah jam mereka berasyik masyuk dengan satu posisi saja, tak ada sodokan kasar di vagina Dara namun hal itu tak membuat Dara bosan, ia malah begitu menikmati perlakuan kekasihnya, dan saat Dara menggelepar mendapatkan orgasmenya Ian masih dengan lembut menyodok lubang kenikmatan Dara.


Tak ada raungan kenikmatan yang keluar dari mulut keduanya, karna mereka memilih saling mengulum bibir pasangannya dengan kuat.


“ Uugh... Perlakuan kamu bikin aku mabuk sayang? Aku mau kamu jadi milik aku seutuhnya mas?”


Ucap Dara setelah melepas pagutannya.

“ Ini sudah kan? “


Ucap Ian sembari berusaha memiringkan tubuhnya tanpa harus melepaskan penisnya dari vagina Dara, dan Dara pun ikut memiringkan tubuhnya.


“ Mulai lagi ya? “

Ucap Ian lagi, Dara tersenyum setuju, satu kakinya menimpa paha Ian, perlahan posisi Dara pun menjadi di atas, setelah dirasa nyaman ia menggerakkan pinggulnya, tatapan sayu di landa birahi tergambar jelas, Dara beranjak menduduki kekasihnya, kini ia yang memegang kendali.


Gerakannya meliuk pelan, di ikuti dengan remasan di kedua payudaranya membuat Dara semakin bergairah saja, kepalanya menengadah dan menggigit bibir bawahnya, melihat itu membuat Ian semakin bersemangat, ia pun bangun dan mencucup payudara ranum Dara secara bergantian, lidahnya menggelitik puting yang sudah mengeras, Dara tak sanggup menahan geli di perlakukan seperti itu dan membuat goyangan pinggulnya semakin kencang, sesekali ia menaik turunkan pinggul lalu kembali menggeol dan akhirnya gerakannya terhenti ia mengejat beberapa kali lalu ambruk di dada bidang Ian, nafasnya masih tersenggal senggal karna badai orgasme yang ia dapatkan.


Di usap lembut kekasihnya sebagai tanda kasih sayang dan kekagumannya yang begitu pintar memperlakukan wanita.


“ Lakukan lagi yang? Keburu orangnya pulang lo nanti? “

“ Eh? Kalau siang pulang ya. “


“ Hu um, nanti aku cerita in deh, “


Cup


Dara pun mengecup kening Ian.

“Bikin aku lemes sekali lagi ya? “

Ucapnya lagi lalu ia memeluk Ian dan berguling ke samping.

“ Kocok yang kenceng sayang? “

Ucap Dara sembari mengangkat pinggulnya, ia tau jika gaya bercintanya seperti tadi Ian akan sangat lama menumpahkan cairan cintanya.


“ ayo yang.... Kontolin yang kenceng... Ach... “


Racauan Dara benar-benar memancing Ian, dengan cepat Ian mengocok penisnya, begitu juga dengan Dara yang ikut menyambut kocokkan itu sembari mengerang kenikmatan, berbanding terbalik dari awal bercinta tadi, kini Dara mau pun Ian sama-sama meluapkan hasrat birahinya, tak peduli seberapa kencang erangan dan rintihan akibat persenggamaan itu, mereka terus mengayuh dan mengayuh birahinya.

“ Ra.... Aaach... “


Tiba-tiba Ian menghujamkan kuat-kuat batang penisnya, ia mengejat beberapa kali dan di susul dengan erangan panjang Dara, pinggul Dara pun menyentak keatas menandakan kalau ia juga mendapatkan kepuasan bercinta.

Pergumulan belum juga usai, Dara mengajak Ian untuk mandi bersama, sebelum mandi Dara meminta Ian untuk Quickie sex terlebih dahulu.


“Ish... Kamu tuh Ra”


Ucap Ian sembari memeluk Dara, tak perlu lagi pemanasan karna memang penis Ian masih tegak dan siap melakukan penetrasi, lalu satu kaki Dara di angkat oleh Ian dan dengan sekali hentak penis Ian melesak sempurna di lubang vagina Dara, setelah itu kaki Dara kembali di turunkan, kedua tangan Ian memegang bokong Dara agar tidak bergerak mundur saat Ian menyodok dari depan, begitu juga Dara, ia melakukan hal yang sama seperti Ian.


“ Mas... enak? “

“ Hu um, tapi lama Ra? “


Mereka tau apa yang harus di lakukan, Ian mencabut penisnya dan Dara bersiap diri untuk posisi doggy, kedua tangannya bertumpu di bak air dan Ian pun dengan tergesa-gesa melakukan penetrasi, Dara menoleh ke belakang dan tersenyum saat Ian kesulitan untuk melakukannya.

Satu tangannya merogoh ke selangkangannya dan menuntun batang penis Ian yang beberapa kali terpeleset.

“ Eeemh... “

Lenguh Dara saat penis Ian memasuki lubang nikmatnya, dan Ian pun mulai menyodok dengan perlahan, Dara melenguh dan menggigit bibir bawahnya, ia menengok ke belakang dan meraih bokong Ian.

“ Yang kenceng yang? “


Pinta Dara sambil menarik bokong kekasihnya agar segera menggenjot lebih keras, Ian menanggapi dengan perlakuan, kocokkannya meningkat drastis, membuat Dara kelimpungan kadang mendongak kadang menunduk dan menengok ke belakang, tatapannya sayu di sertai dengan rintihan kenikmatannya, tatapan yang menggoda syahwat membuat Ian tambah semangat menyodok lubang nikmat Dara.

Tangan Dara meraih lengan Ian dan bokongnya menyambut setiap sodokan Ian, ia merintih dan merintih dan akhirnya Dara mengejat kuat bokongnya mengkerut dan vaginanya kontraksi hebat, hal itu membuat Ian tak mampu lagi bertahan, spermanya membuncah Memenuhi vagina Dara yang masih berkedut.

Plop

Saat penis di cabut cairan kental pun meleleh dari dalam vagina Dara, wanita itu tersenyum puas dengan nafas yang masih tersenggal.


Cpak

Cpak

Kecipak ciuman yang di sertai sedotan bibir terdengar begitu nyaring, setelah itu mereka mengakhirinya dengan mandi bersama.

Tek

Tek

Tek

Tepat jam dua belas pak Yanto datang, untung lah Persenggamaan selesai setengah jam sebelum tuan rumah datang, Ian sudah duduk di teras dengan Secangkir kopi di sebelahnya, sedangkan Dara lebih memilih berada di dalam kamar saja.









Bersambung
Mator tengkyu om updetane..
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd