Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Keep It As Secret! (Part 23 updated) [Tamat]

Status
Please reply by conversation.
Part 14 : Riska Amelia.


Aku melihat handphoneku dengan malas, menscroll layar handphone naik turun tanpa melihat apapun pada kolom Discovery instagramku. Seharusnya saat ini Ariel dan Eve sudah menyelesaikan pertunjukan mereka karena sekarang jam di layar handphoneku sudah menunjukan pukul 10 malam. Sebenarnya bukan hanya aku bosan menunggu sampai Ariel menghubungiku, namun karena saat ini Dhea masih saja berbicara panjang lebar mengenai film yang kami tonton. Bahkan sekarang topik yang ia bahas sudah melenceng kemana mana, aku hanya mengangguk dan sesekali memberikan kalimat iya padanya. Sejak tadi aku tidak memperdulikannya, entah dia tidak sadar atau memang dia terlalu positif.

"Eh kak Daniel, aku ke bawah dulu ya. Aku harus latihan nih…" katanya sambil bangun dari duduknya terburu-buru.

Aku melihat handphonenya mendapat sebuah panggilan entah dari siapa, Dhea tidak mengangkat panggilan itu namun ia menjadi begitu tergesa-gesa karenanya. Berkali-kali Dhea menengok handphonenya saat merapikan bawaannya. Ia menganggukan kepalanya sedikit dan tersenyum saat akan meninggalkanku. Aku menatap Dhea yang berlari menuju lift, ia menoleh ke arahku sampai saat lift sampai. Dhea nampak sedikit membungkuk seakan memberi hormat saat lift terbuka yang ternyata Amel keluar dari dalam lift itu. Ia berjalan menghampiriku dan duduk di bangku sebelahku. Keadaan di lantai ini sudah begitu sepi dan gelap, hanya bioskop ini saja yang terang.

"Mas Daniel, Ariel nungguin Eve dulu latihan. Mereka sepertinya pulang jam 11 atau paling lama jam 12 deh. Mereka udah bilang Om Ichwan buat jemput jam segitu" Kata Amel padaku.
"Wah trus gimana dong, gw nunggu di sini aja kalau gitu" balasku pada Amel.
"Aku temenin ya mas? Kasian aku kalo mas Daniel sendiri." Kata Amel padaku.
"Serius? Lu kan mau pulang. Gapapa kok." Balasku padanya untuk tak perlu menemaniku.

Amel tak menggubrisku dan mengeluarkan handphonenya. Sepertinya ia bersikukuh untuk menemaniku, ya setidaknya aku tak sendirian saat ini. Aku menoleh ke arah Amel karena merasa ia sedang mengarahkan HPnya ke arahku.

"Mas Daniel senyum dong." Kata Amel sambil memfotoku.
"Ngapain Mel?" Balasku bingung.
"Moto mas Daniel…" ia mengarahkan kameranya lebih terang-terangan kearahku sekarang.

Aku tersenyum tipis ke arahnya yang membuatnya tersenyum senang, lalu ia menggeser posisinya ke sebelahku dan mengarahkan HPnya untuk selfie bersamaku sambil duduk. Aku menuruti kemauannya dan mengambil selfie dengannya.

"Buat apasih Mel?" Tanyaku bingung.

Amel tak menjawabku dan nampak menekan-nekan handphonenya begitu serius. Tak berapa lama kemudian ia menunjukan handphonenya padaku.

"Nih, foto candid mas Daniel jadi background chat aku." Ia menunjukan Linenya padaku.
"Kalau selfie kita jadi home screen, lalu foto senyum mas Daniel jadi lock screen aku." Tambahnya sambil menunjukannya padaku.
"Buat apa Mel? Jangan ah nanti Ariel liat." Balasku karena aku merasa sangat aneh, dijadikan wallpaper oleh seseorang.
"Yo emane nyapo mas? Ariel liat juga ndak masalah kan?" Balas Amel padaku dengan wajah bingung.
"Eh gak, maksudku kan kita gak ada hubungan apa-apa." Balasku mencoba menjelaskan.
"Emangnya mas Daniel gak mau punya hubungan sama aku?" Ia membalasku dengan berpura-pura cemberut, wajahnya saat ini tak kalah menggemaskan dengan Ariel.

Aku tercekat mendengar kata-katanya itu. Aku merasa seperti sedang menerima sebuah pernyataan perasaan dari seorang wanita. Diperparah dengan fakta bahwa wanita itu adalah sahabatnya kekasihku sendiri. Aku menggaruk kepalaku kebingungan untuk menjawab Amel yang terus menatapku sambil cemberut.

"Gini Mel, bukannya gw gak mau. Cuma yang kemarin itu kan kecelakaan aja…" aku mencoba menjelaskan kembali.
"Lagipula gw udah…"
"Udah apa mas? Mas Daniel kan ndak punya pacar. Apa mas Daniel suka sama cewek lain?" Tanyanya kembali.
"Iya gw suka sama orang lain, sorry Mel" aku mencoba membuatnya mengerti dengan berbohong.
"Siapa?" Tanyanya padaku.
"Eh itu… ada lah…" aku tak bisa menjawab karena tak mempersiapkan jawaban tentang siapa gadis yang aku sukai.
"Mas Daniel bohong ya… trus apa alasan nolak aku?" Tanyanya kembali.
"Seharusnya gak ada sih, karena lagi jomblo dan gak punya gebetan juga. Tapi…" aku mencoba memutar otak untuk mengelabui Amel, aku memang tak begitu pandai berbohong.
"Nah berarti ndak ada alasan kan buat nolak aku?" Yo wis toh jadi pacar aku aja, mas Daniel juga kan…" ia menggenggam tanganku dan menaruhnya di pahanya, aku menelan ludah karenanya.

Pergi saja engkau pergi dariku~
Biar kubunuh perasaan untukmu~
Meski berat melangkah~
Hatiku hanya tak siap terluka~


Ringtone handphone Amel berdering, menghentikan bibir kami berdua yang beberapa centi lagi akan bersentuhan. Dering telepon itu berhasil menyelamatkanku dari berciuman di tengah tempat umum seperti ini. Amel mengangkat telepon itu yang ternyata dari Ariel, ia menyalakan loudspeaker di handphonenya.

"Niel." Kata Ariel dari balik telepon.
"Iya." Sahutku.
"Kam… maksudnya, lu makan sama Amel aja sekarang. Pasti lo laper kan? Kumle juga pasti laper." Kata Ariel padaku.
"Si Alay baliknya masih lama, gw nemenin dia… kalo mau balik duluan gapapa nanti juga gw di jemput bokap." Jelasnya padaku.
"Gw ikut sama Om juga biar gak perlu bayar ojek online." Balasku.
"Yaudah, Mle ajak cupu makan ya. Nanti Daniel gw jemput sekalian arah balik sama bokap" Tambahnya dari balik telepon.
"Oh iya Niel, jangan di loudspeaker." Ariel meminta untuk berbicara denganku.
"Kenapa?" Tanyaku setelah mematikan loudspeaker dan menaruh handphone di telingaku.
"Makan aja sama Kumle, aku udah gak marah kok… aku tau kamu gak mungkin macem-macem di belakangku apalagi sama Kumle sahabatku. Aku percaya sama kamu sayang" kata-kata Ariel membuatku tercekat, mengingat apa yang baru saja terjadi.
"I.. iya. Yaudah bye." Balasku padanya sambil melirik Amel agar tak curiga.

Aku mengembalikan handphone kepada Amel, ia bangkit dari tempat duduknya dan menarik lenganku untuk mengikutinya. Aku menahan tarikannya pada lenganku membuat Amel menoleh ke arahku.

"Lu pergi aja duluan, gw nunggu Ariel di sini." Kataku padanya.
"Jadi mas Daniel beneran ndak mau sama aku?" Amel nampak tak percaya, mungkin selama ini ia tak pernah ditolak sebelumnya.
"Ariel, Ariel, mas Daniel selalu ngomongin Ariel terus. Dia itu kan cuma sepupumu." Amel melepaskan genggamannya.
"Yaudah, semoga mas Daniel mikir udah nolak aku…" Amel berlalu meninggalkanku.

Kusandarkan tubuhku di kursi lobby bioskop ini, orang-orang yang berada di tempat ini menatapku dengan pandangan yang beragam. Mungkin ada yang berfikir bahwa aku cukup gila menolak gadis secantik Amel, mungkin juga mereka mengira bahwa aku seorang bajingan yang tak mengerti hati wanita. Mereka benar, aku memang sangat gila karena telah menolak gadis cantik dengan body aduhai seperti Amel. Bahkan aku menolak dia demi sepupuku sendiri yang masih memiliki ikatan keluarga denganku. Apapun yang mereka pikirkan, mereka tidak tau seberapa aku mencintai Ariel hingga kami melanggar batas.

Ariel
Kamu tadi ketemu Amel kan?
Amel kenapa? Kok dia ambil tas dengan mata sembab?


Aku membaca pesan yang Ariel kirimkan padaku.

"Amel menangis?" Pikirku tak percaya.
"Kami tidak sedekat itu dan tidak mungkin dia suka denganku sampai segitunya. Kami baru dekat sekitar sebulan ini." Aku menghela nafas, logikaku masih mencoba merasionalkan apa yang terjadi.

Daniel
Iya tadi ketemu, tapi dia bilang pulang duluan.
Aku cuma bilang gak mau makan, masasih dia sampai nangis? Laper banget mungkin hahaha.


Ku balas pesan Ariel. Kutunggu hingga 3 menit ia tidak membalasnya juga, sepertinya ia kembali menemani Eve latihan dan menyimpan HPnya. Ku putuskan untuk turun, terlalu lama duduk di lobby bioskop ini membuatku mulai kedinginan. Aku menuju lift dan menekan tombol F1, menuju lantai satu mall ini. Aku berniat untuk sedikit berputar-putar mencari tenant yang masih buka.

"Yah tutup semua…" kataku saat selesai mengitari lantai ini.

Hanya ada satu coffee shop dan sebuah restaurant yang buka di dekat pintu lobby. Aku yang tidak terlalu suka kopi tidak mungkin membeli kopi, namun aku juga tidak mungkin menuju restaurant yang terdapat banyak fans yang mungkin saja salah satu dari mereka adalah fans Ariel atau Eve. Aku kembali mengitari lantai ini sekali lagi untuk menghabiskan waktu.

"Mall ini kecil banget sih…" pikirku kesal karena saat ini aku sudah mengitari lobby mall ini sebanyak 4 kali.

Siapakah yang membuat~
Kita berdua bertemu~


"Halo?" Aku mengangkat panggilan masuk di hpku.

Ariel lah yang mengganti nada deringku menjadi lagu yang ia bawakan bersama Amel. Katanya ini adalah lagu yang pas menggambarkan kita berdua, karena disaat apapun pasti kita akan selalu dipertemukan. Meskipun aku mengerti, namun liriknya tidak mudah dimengerti kuping orang Indonesia.

"Aku udah mau turun, kamu di mana? Papa udah di parkiran." Ariel bertanya padaku melalui telepon.
"Oh iya, otw. Eve udah?" Tanyaku balik.
"Udah, yuk pulang." Ajaknya padaku.

Tak berapa lama kemudian, aku telah sampai di parkiran lantai 2 tempat Om Ichwan menunggu kami. Ariel juga tampak sudah menungguku bersama Eve di dalam mobil. Aku memasuki kursi depan sedangkan Eve dan Ariel di belakang, ini adalah posisi yang selalu kami lakukan bila pergi bersama Om Ichwan tanpa Tante Lita. Sepanjang perjalanan kami terdiam, Eve nampak sudah tertidur sedangkan Ariel melihat keluar jendela tanpa bersuara.

Daniel
Kamu capek?

Ariel melirik ke arahku sambil memberiku senyum tipis.

Ariel
Aku kepikiran Kumle

Kepalaku pusing, aku tak menyangka akan seperti ini. Aku tidak mungkin bilang padanya bahwa aku habis menolak Amel, harga diri Amel akan sangat jatuh karenanya. Namun aku juga tidak mungkin berbohong untuk menenangkan Ariel, karena akan banyak kebohongan lain yang harus ku buat setelahnya.

And she will beloved~
And she will beloved~


"Sinka?!" Aku terkejut melihat nama yang tertera di layar panggilan masuk handphoneku. Om Ichwan nampak menoleh sedikit karena aku tak kunjung mengangkat telepon itu.

"Halo." Aku mengangkat panggilan yang langka ini.
"Besok bisa ke kostan aku gak?" Suaranya yang parau membuatku penasaran.
"Bisa bisa, jam berapa?" Tanyaku balik, mencoba menenangkan diri agar Ariel tak curiga.
"Oke, makasih Niel." Ia memutuskan panggilan teleponnya.

Jantungku berdegup kencang, penasaran mengapa suara Sinka begitu parau dan juga ia meminta agar aku datang ke kostannya. Aku takut, terakhir kali aku datang ke kostannya aku hampir saja lupa diri dan melakukan hal yang tidak seharusnya kami lakukan. Sudah lama juga kami tidak pernah mengobrol maupun bertemu di kampus, terakhir kali ia memintaku untuk berhenti berbicara dengannya. Namun aku senang pada akhirnya dia menghubungiku seperti sekarang.

"Siapa?" Tanya Ariel dari belakang.
"Kepo lo krib." Balasku.
"Ye gw cuma nanya…" balasnya dengan wajah kesal.

Ariel
Siapa?

Daniel
Temenku, ngajak main.

Ariel
Oh, kirain siapa…

Aku menghentikan ketikanku, aku tak percaya aku berbohong pada Ariel. Aku tak tau mengapa aku berbohong tanpa sadar.
Mengapa aku menutupi hal seperti ini pada Ariel?
Bukankah seharusnya aku jujur saja padanya? Bukankah dia kekasihku dan seharusnya aku terbuka dengannya?
Entah mengapa aku selalu berbohong pada Ariel soal Sinka maupun Amel, apakah aku menjaga perasaan Ariel dari sakit hati ataukah aku menjaga harga diriku sendiri seakan akan aku mempunyai banyak wanita, entah aku tak mengerti apa yang terjadi.
Aku yang begitu bodoh soal wanita, ternyata masih sangat bodoh saat ini.

"Tenang, aku gak bakal macem-macem sama Sinka." Kataku dalam hati.

Kami akhirnya sampai di rumah. Om Ichwan memarkirkan mobilnya, Ariel berkata padanya untuk masuk terlebih dahulu karena aku dan Ariel yang akan mengunci pagar dan pintu. Eve yang kelelahan masuk terlebih dahulu dan sepertinya langsung menuju kamar untuk tidur, wajahnya terlihat sekali ia telah mengantuk.

"Aku mau ngomong." Ariel mengunci pagar sambil berkata padaku.
"Kenapa?" Tanyaku bingung.
"Yang telepon kamu siapa? Amel? Sinka?" Tanyanya padaku.
"Bukan, temenku." Balasku padanya.
"Kalo emang temenmu, biasanya kamu langsung sebut nama… aku kenal semua temenmu." Ariel menatapku penuh selidik.

Aku mengumpulkan keberanian, aku tau aku harus jujur saat ini. Karena aku tak ingin Ariel lebih marah lagi.

"Iya… yang telepon Sinka." Balasku menunduk.
"Hmmm…" Ariel berjalan melaluiku menuju pintu depan.
"Riel, tunggu… dia cuma ngajak aku belajar mumpung hari minggu…" aku mencoba menjelaskan padanya.
"Kenapa bohong? Kamu takut ketahuan kalau selingkuh? Gapapa kok." Ariel tak menoleh padaku.
"Gak gitu sayang, aku cuma gak mau kamu marah… karena kamu kan pacarku." Balasku mencoba menjelaskan.
"Kamu kan tau aku pacarmu, kenapa kamu harus bohong? Aku gak akan ngelarang kamu buat main dengan siapapun…" katanya kembali.
"... Seenggaknya aku tau kamu sama siapa. Kamu seharian ini bikin aku cemburu…" tambah Ariel.

Ku peluk Ariel dari belakang, ia menggenggam kedua tanganku. Aku bersyukur mempunyai pacar sebaik Ariel, aku menyesal mengkhianatinya meskipun ia tidak mengetahuinya. Ariel mencubit tanganku agar pelukanku terlepas.

"Ih nanti ada yang liat gimana?!" Katanya berbisik padaku.
"Hehe maaf ya sayang… kamu gak perlu khawatir." Tambahku lagi.

Ariel menoleh sekitar, ia nampak memastikan tidak ada siapapun. Bibir kami bertemu, kecupannya begitu lembut. Kecupan singkat darinya membuat hatiku berdegup begitu kencang. Kami berdua memasuki rumah dan berpisah di lorong setelah saling mengucapkan selamat malam. Sesampainya di kamar, kurebahkan tubuhku di atas kasur dan terlelap begitu cepatnya.
________________________________________

Tok

Aku mengerjapkan mata karena mendengar suara pintu kamarku diketok, namun mataku terasa berat sekali untuk terbuka. Lagipula siapa yang akan mengetok pintu kamarku di tengah malam seperti ini? Aku bukan tipe orang yang takut akan hal ghaib dan mistis sehingga pikiran seperti itu sangat jauh dari kepalaku. Memang aku belum melihat jam, tapi aku tau betul bahwa aku belum tertidur terlalu lama.

Tok

Suara ketukan itu kembali terdengar, kali ini benar-benar membuatku membuka mataku. Mataku yang masih setengah terlelap menoleh ke arah jam di dinding yang menunjukan pukul 1 pagi, artinya aku baru saja tertidur tidak lebih dari 2 jam. Tubuhku bangun dengan malas dan berjalan perlahan menuju pintu. Mungkin saja itu adalah Om Ichwan yang membutuhkanku untuk sesuatu yang urgent.

Tok

"Iya…" aku menjawab ketukan itu sambil membukakan pintu.
"Loh?!" Aku terkejut melihat orang yang berada di depan pintuku.

Ariel membekap mulutku dan masuk ke dalam kamarku, menguncinya.

"Ngapain kamu? Ini udah malem loh." Kataku kebingungan karena tak biasanya jam segini Ariel masih bangun.
"Sttss… jangan berisik." Balas Ariel sambil meletakan jari telunjuknya di depan bibirnya untuk menyuruhku diam.
"Aku… aku mau minta maaf udah cemburu sama kamu…" katanya dengan wajah tertunduk, tangannya memainkan kukunya sendiri menandakan kecanggungan.
"Haha, ya ampun. Wajar dong…" aku tertawa melihat tingkahnya ini, gadis pendek berpiyama putih ini begitu menggemaskan di hadapanku.
"Kalo kamu sayang aku, sudah pasti kamu akan cemburu kalo aku dekat dengan cewek lain…" balasku sambil memegang tangannya, ku ajak dia untuk duduk di atas kasurku.

Ariel mengangguk angguk padaku, senyum lebarnya membuatku sangat gemas. Pipinya yang tembem semakin membulat karena senyumnya itu, wajah tanpa make upnya begitu cantik dan natural. Rambutnya yang ia warnai coklat nampak begitu indah di bawah remangnya kamarku. Ia kebingungan melihatku yang memperhatikannya seperti itu.

"Kok bengong???" Tanyanya padaku.
"Kamu cantik banget sayang…" balasku padanya, wajahnya tersipu mendengar pujianku.
"Yaudah gih balik ke kamar, bobo udah malem." Aku memegang tangannya untuk mengantarnya ke kamar.
"Gamauuuu…." Balas Ariel manja, ia membuang mukanya dariku.
"Kok gak mau? Nanti ketauan orang rumah gimana… kamu istirahat dong sayang." Aku mencoba mengajaknya kembali.

Ia menggeleng, caranya menggeleng benar-benar menggemaskan, membuatku gemas padanya. Ia seperti anak kecil yang menolak ketika disuruh ibunya untuk tertidur. Ariel merajuk padaku, wajahnya yang di tekuk sangatlah lucu.

"Trus kamu mau apa? Bobo sama aku?" Tanyaku padanya bercanda.
"Tapi aku gak janji ya kamu bakal bobo nyenyak…" tambahku menggodanya.

Ariel terkejut mendengar kata-kataku, membuatku terkekeh karenanya. Ia mencubit lenganku sebal lalu tertawa tanpa suara. Namun setelah menggodanya seperti itu aku jadi memperhatikannya kembali. Piyama dengan kancing terbuka dua di bagian atas, perut yang sedikit terlihat karena bagian bawahnya sedikit tersingkap, paha berisi yang putih mulus karena ia menggunakan celana tidur pendek, lehernya yang terlihat saat ia menggerai rambutnya ke samping kanan. Aku menelan ludah melihat kekasihku yang duduk di depanku ini.

"Riel… Mending kamu balik ke kamar deh." Aku mencoba menahan diriku.
"Tapi Niel… kamu… kamu gak mau…" Ariel nampak malu untuk meneruskan kata-katanya.

Melihat gelagatnya itu membuatku merasa mendapat lampu hijau. Kulumat bibir merah mudanya itu, Ariel dengan cepat mengimbangiku. Bibir kami saling melumat dan lidah kami melilit menjilat. Tanganku merogoh masuk ke dalam piyamanya, meremas dada yang menggantung tanpa bra di dalamnya. Jariku tanpa basa basi menyentuh dan menekan putingnya ke atas ke bawah, mencubit dan memilin keluar masuk. Benda kecil itu kini menegang dengan cepat, Ariel juga sepertinya telah nafsu. Kedua tanganku memainkan payudaranya, meremasnya berputar-putar diiringi pijitan naik turun. Mulut kami tak pernah melepaskan pagutan, hanya sesekali mengambil nafas sebelum akhirnya kembali mencampur liur.

"Ssshhh buka…" Ariel memintaku membuka piyamanya namun aku menggeleng.
"Hh kamu gemes pake piyama gini, bikin aku makin nafsu liatnya…" balasku tanpa menghentikan remasanku.
"Iiiih mesuuum… ouuuh iyaaah mainin gituuuuhhh…. Aaaahhhh…." Ariel melepas kancing piyamanya agar diriku lebih leluasa, piyama itu kini terbuka dan menggantung di tangannya.
"Emut sayaaang…" pinta Ariel begitu manja.

Sebagai kekasih yang baik, kuturuti permintaan pacarku ini. Melahap putingnya yang mengacung, menjilatinya di dalam mulut, memainkannya dengan lidah hingga menghisapnya terus ku lakukan bergantian kanan dan kiri. Ariel nampak menikmatinya, memang sepertinya payudaranya ini adalah bagian sensitifnya.

"Jangan di cubiiittt mppphhhh…….. " ia reflek menutup mulutnya saat kedua putingnya ku cubit, membuatnya mengerang panjang.
"Uuughhh mppppppphhhh….." tubuhnya mengejang dengan desahan tertahan.

Ariel mencapai orgasme pertamanya hanya dengan payudaranya, membuatku tersenyum senang. Ariel menatapku sayu, mengisyaratkan bahwa malam ini masih panjang.

"Hhhh tadi aku perform unit song coklat lupa pake kemben… hhhh jadi pake BH doang trus dada aku jadi keliatan nyembul…" Ariel bercerita dengan nafas tersengal.
"Aku tau pasti penonton pada sadar, aku gak nyaman, tapi secara gak langsung bikin aku kepikiran kalo…" wajah Ariel yang memerah karena orgasmenya kini tersenyum malu, "makanya aku kesini."

Ariel menindih tubuhku, nafsunya telah memenuhi kepala, ia menelanjangi tubuhku, payudaranya yang bebas menekan dadaku. Ariel mengocok penisku sambil melumat bibirku kembali, liur kami yang bercampur ku telan dan ku sedot. Ariel pasrah saat isi mulutnya seakan ku sedot hingga kering. Tapi tak kubiarkan ia mendominasi di atasku, kuputar tubuhnya menungging di depanku. Kubuka celana pendeknya hingga ke lutut, celana dalamnya yang telah basah ku hirup dan ku sentuh tepat di belahan vaginanya membuat Ariel memekik. Ku singkap celana dalam putih berendanya kesamping, memperlihatkan keindahan yang ku nanti. Merah menggoda dan basah, Penisku yang mengacung ganas mulai menyentuh bibir vaginanya, membasahinya dengan liurku. Vaginanya yang telah licin memudahkanku untuk menerobos masuk, Ariel meringis saat benda tumpul panjang ini mulai menyeruak di dalam dirinya.

"Eeehh… kamu gapake?" Tanya Ariel saat penisku berada di dalam posisi bersiap.
"Nanti aku langsung cabut kok…" balasku.

Ariel menggigit bibirnya merasakan penisku di dalam sana, sedikit gerakan dariku saja pasti memberikan sensasi geli di vaginanya. Diriku yang berlutut di belakangnya yang telah menungging dengan kedua tangan dan lututnya itu mulai menggoyang perlahan.

"Ssshhh…" Ariel mendesah pelan, tubuhnya bergerak mengayun seirama goyangan pinggulku.
"Ouuh enak banget Riel.. rapeet…" racauku.

Perlahan tapi pasti gerakan pinggulku semakin cepat. Pahaku yang berbenturan dengan pantatnya memberikan musik yang membuat nafsu kami semakin menggebu. Tanganku memegang kedua bongkah pantat sekalnya, pantatnya yang bergetar karena benturan persetubuhan kami begitu seksi membuatku gemas.

"Mmpph… mphh mphh mphhh aahh ah aah mphhh…" Ariel mendesah putus-putus seirama dengan goyangan cepat pinggulku.
"Uuggh… shh aaah nieel ah ah mph ah niel enaaak aah" iya meracau tak karuan.
"Niel terus ah ah hh ouhh stop nghh ah ah ah uuuh terus aah…" tumpuan tangannya kini berganti menggunakan siku.

Hujaman penisku semakin tak karuan menggaruk vaginanya. Rasa nikmat di vaginanya benar-benar candu, vagina yang menutup cepat saat kau tarik dan menekan penismu ketika kau dorong. Vaginanya bagaikan menghisap penisku untuk menerobos semakin dalam, memijat batang penisku yang bergesekan dengan dinding vaginanya.
Kuputar tubuh sekalnya hingga tertidur miring di kasur, ku terobos kembali vaginanya tanpa izin. Ariel tertidur pasrah, tubuh miringnya kembali ku genjot cepat. Ia memegangi tanganku, mencengkramnya akibat kenikmatan yang ia rasakan. Tubuhku terus memompa tubuhnya, menggaruk vaginanya mencari kenikmatan. Ariel ikut menggoyangkan pinggulnya dan bergerak mencari kenikmatan lebih, ia mengarahkan penisku menggaruk titik sensitif di dalam vaginanya.

"Aaaahhh nnhhhh" pinggulku terus menghujam lubang kewanitaannya.
"Sshhh aah ahh ahhh nghh ahhh." Racauannya tak karuan meresapi goyanganku.

Tubuhnya terpental-pental akibat peraduan kami. Ariel memejamkan matanya keenakan, mulutnya terus menerus mengerang pelan menahan desahannya. Hujaman demi hujaman penisku ku lancarkan di vaginanya.

"Aaahhhh Niel… terus nnnghhhh…" Aku merasakan kedutan pada vaginanya.

Ku percepat tempo goyangan pinggulku agar ia cepat sampai puncak kenikmatannya.

"Mpppppphhhhhhh…….. . Nngggghhhhhhhhh….. ah ah" Ariel mengerang panjang dengan pinggul yang menyentak-nyentak.

Vaginanya menjepit penisku begitu kuat dan seakan terhisap ke dalam saat vaginanya orgasme. Kenikmatan yang tiada tara menyelimuti penisku, hampir saja aku terbuai oleh kenikmatan itu. Ku cabut penisku agar tak keluar di dalam karena kurasa sebentar lagi juga aku akan sampai pada batasku. Cairan vaginanya meleleh keluar saat penisku kucabut, mengalir membasahi spreiku. Ku kocok batang penisku sendiri menjaganya agar tetap berdiri. Ariel yang tersengal-sengal mulai bangun dari posisi tidurnya. Ia membuka mulutnya seakan mengerti bahwa ini adalah waktunya memuaskan penisku.

"Sayang, coba dong jepit pake dadamu…" pintaku sambil mengarahkan penisku, teringat apa yang di tawarkan Amel saat itu padaku.
"Gimana?" Kami berdua turun dari atas kasur, Ariel berlutut di depan penisku, kini aku berdiri di depannya.
"Gini?" Ariel melakukan persis seperti yang aku pinta.
"Oooouuuhhhh." Aku mendesah saat penisku di jepit oleh payudaranya yang di tekan dari kedua arah.
"Iya gitu, di gerakin oouuhhh…" kenikmatan tiada tara ku rasakan.

Ariel mulai memijat penisku dengan kedua payudaranya, ia melakukannya tanpa arahan dariku hanya dengan melihat ekspresi keenakanku. Ia menekan penisku dengan gerakan seperti menggiling dengan payudaranya. Memijat naik turun dan menekannya dari kedua arah. Payudara kenyalnya mengurut penisku. Ariel menjepit penisku dan mengocoknya naik turun. Ia kocok dengan cepat, lalu berganti dengan kocokan lembut, lalu dipercepat lagi. Penisku merasakan sensasi yang luar biasa darinya. Desahan terus keluar dari mulutku di setiap pijatannya.

"Arghhh…. Ouuuhh……." Pinggungku mengejang.

Tembakan demi tembakan penisku meluncur membasahi payudara, dada, leher, dagu dan beberapa bagian rambut bawahnya. Cairan putih kental itu menyemprot acak mengenai tubuh kekasihku. Ia tersenyum bangga padaku yang ku balas dengan usapan pada kepalanya. Ku jatuhkan pantatku di atas kasur, meresapi orgasme yang melanda di tubuhku. Ariel berjalan dengan lututnya kearahku, melahap penisku dengan mulutnya. Ia membersihkan sisa-sisa orgasmeku tanpa di suruh. Setelahnya ia mengambil tissue dan membersihkan dirinya.

"Aku mau bersihin ini di kamar mandi ya." Kata Ariel sambil menunjuk dadanya.
"Di kancing dulu sayang. Nanti kamu langsung tidur ya." Kataku sambil mengantarnya ke pintu kamar.
"Iya, udah jam setengah 3 loh ternyata hehe. Bye bye sayangku." Ia mencium pipiku lalu pergi dari kamarku.

Rasa lelah semakin melanda tubuhku. Setelah merapikan celanaku dan rebah di kasur, aku tertidur kembali.
________________________________________

"Aku nebeng ke Kumle ya…" kata Ariel padaku, ia telah berdiri di depan pintu kamarku dengan berpangku tangan.
"Iya, sekalian aku jalan ya." Balasku padanya.

Ia masih berpangku tangan menghadapku, matanya menyorot begitu tajam. Aku sebenarnya tau ia saat ini sedang dalam mood yang jelek, karena aku sudah bersamanya dari kecil. Namun ku hiraukan saja karena nanti aku yang bisa kena omel.

"Yuk." Kataku sambil menggendong tasku, mengajak Ariel keluar.
"Hm…" balasnya sambil berjalan mendahuluiku, ia menolak bersentuhan denganku.
"Kok tiba-tiba ke Kumle?" Tanyaku padanya.
"Gapapa." Balasnya singkat.
"Kamu kenapa sih?" Tanyaku bingung.
"Gapapa." Balasnya lagi.

Aku hentikan langkahnya, tubuh mungilnya kini dalam genggaman tanganku. Ia terkejut dan menatap ke arahku, aku tersenyum lembut padanya.

"Gak usah cemburu sayang, kamu percaya aku…" kataku padanya.
"Abisnya kamu malah sama cewek lain, bukannya jalan sama aku hari ini." Balasnya dengan wajah yang sedih.
"Maaf, nanti dari sana aku jemput di Amel, trus kita makan dan ibadah ya… sambil nyari parfum." Kataku merayunya agar tak marah.
"Kok kamu tau parfumku habis?" Tanyanya terkejut.
"Karena aku tau wanginya pacarku… kamu pinjem parfumnya Eve kan?" Jawabku padanya, ia memalingkan wajahnya malu.
"Yuk jalan." Tambahku sambil memegang lengannya.

Kami berdua yang telah siap pergi menuruni tangga, menuju ruang tengah dimana Om Ichwan dan Tante Lita juga nampak telah bersiap bersama Eve. Mereka akan pergi ibadah. Setelah meminta izin untuk pergi, kami berdua menaiki motorku dan pergi meninggalkan rumah ini.

-Bersambung-
 
Ikutan dulu nangkring disini kak, siapa tau bisa dapet pencerahan buat update

-------------

Edit karna udah baca

Amel nya straightforward yah, tanpa tedeng aling aling maen tembak aja

Part ini maen nya menegangkan yah, bisa sewaktu waktu kegep, cuma adrenalin nya itu sih, biasanya makin deg degan makin wah

Ahaha

Udah mulai disinggung ini lagu coklat, inimah kalau, berandai andai, sekali, lagi, kalau, mungkin suhu bisa bereksplor sama 2 member yang lain? Soalnya unit coklat itu aduh
 
Terakhir diubah:
Terima kasih updatenya, suhu... Harusnya pas sama eril crot di dalem aja... Hehehe
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd