Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Keep It As Secret! (Part 23 updated) [Tamat]

Status
Please reply by conversation.
lama ya.........cemungut
 
Part 21 : a Father and His Daughter.


Hubunganku dan Ariel tak kunjung membaik, Om Ichwan benar-benar menjauhkan kami berdua. Ariel pun menuruti sekali keputusan ayahnya tersebut, membuatku semakin ragu dengan hubungan kami.

"Apa memang harus pisah?" Beberapa kali pikiran itu terlintas di benakku.
"Sejak awal juga hubungan ini sudah salah" aku kembali merenung, pikiranku benar-benar kalut.

Hari ini aku tak ada jadwal kuliah sehingga hanya di rumah seorang diri, menonton tv seharian sambil memikirkan tentang Ariella. Aku tak pernah menyangka akan sampai sejauh ini perasaanku padanya, yg kupikir awalnya hanya main-main saja namun kini membuat isi kepalaku dipenuhi oleh perasaan pada Ariel.

"Jangan galau…" aku mendengar suara seseorang dari depan pintu.
"Ariel?!" Aku melihat ke arah pintu tak percaya, Ariel berdiri di depan pintu rumah sambil melepas sepatunya.

Ariel tersenyum padaku, ia menutup pintu rumah dan berjalan ke sofa tempatku berada. Ia mengenakan pakaian yg tadi pagi ia pakai untuk kuliah, sepertinya ia benar-benar langsung pulang dari kampus.



"Kamu bukannya ada latihan?" Tanyaku kebingungan melihat Ariel yg justru pulang ke rumah.
"Iya ada." Jawab Ariel singkat.
"Kok pulang dulu? Bukannya harusnya langsung?" Tanyaku lagi.
"Iya, langsung" jawab Ariel singkat, namun matanya melirik ke arahku.
"Trus kenapa pulang?" Tanyaku kembali, benar-benar bingung.
"Iya, mau minta anterin pacar latihan soalnya…" jawab Ariel dengan senyum tipis ke arahku.

Entah bagaimana tampilanku saat ini namun aku tau bahwa aku pasti terlihat sangat bahagia. Aku memeluk tubuh Ariel dengan erat, aku benar-benar merindukannya. Aku ingin sekali mengantarnya, menjemputnya, menemaninya seperti dulu. Aku merindukan hal ini.

"Eeeh tapi nanti Om marah Riel…" kataku sambil melepaskan pelukanku.
"Ya gapapa kan gak ketauan…" balas Ariel.
"Toh kita kan juga biasa ngumpet-ngumpet" tambahnya.
"Iya sih, tapi beneran nih?" Tanyaku sekali lagi.
"Iya, yg penting keep it as secret ya" Ariel menaruh telunjuknya di depan bibir, gestur untuk menyuruh tetap diam.

Aku mengangguk mengerti, Ariel menyuruhku untuk segera mandi karena ia sudah hampir telat. Aku menuruti perintahnya dan bergegas untuk mandi dan berdandan.

"Udah lama gak pake helm ini" kata Ariel saat menerima helm dariku.
"Udah lama gak kamu peluk juga pas naik motor…" balasku padanya.
"Yeee ingetnya malah yg itu…" Ariel memukul pundakku gemas.
"Iya nih aku peluk…" Ariel mengalungkan kedua tangannya di pinggangku, kepalanya ia sandarkan di pundak kananku.

Perasaanku begitu bahagia, hubunganku kembali sedia kala. Ariel telah menerimaku kembali, ia masih menyayangiku. Ku pacu motorku dengan lambat demi dapat lebih lama bersama Ariel. Ariel terus memeluk erat pinggangku, lebih rekat dari biasanya.

"Riel, maaf ya soal waktu itu…" aku kembali membuka pembicaraan yg tak sempat kami bahas.
"Iya udah lupain aja." Balas Ariel padaku.
"Udah, jangan bahas itu lagi ya." Tambahnya.

Aku mengunci rapat-rapat mulutku, menyimpan kembali kata-kata yg ingin kuucapkan. Aku memutuskan untuk menikmati saat ini, momen yg aku pikir takkan pernah ku rasakan lagi.

"Aku mau bolos latihan…" kata Ariel padaku tiba-tiba.
"Hah?!" Aku terkejut mendengar kata-katanya.
"Aku mau ngabisin waktu sama kamu, berdua…" kata Ariel lagi.
"Tapi kalo kamu bolos nanti ketauan…" balasku tak mengerti, Ariel tak pernah punya pemikiran memberontak seperti ini.
"Iya aku tau, aku kan cuma bilang mau bolos bukan beneran bolos..." balasnya padaku dengan nada kesal.
"Iya iya sorry sih…" balasku padanya, tanpa sadar kami berdua tertawa bersamaan.

Sudah lama kami tidak berbicara selancar ini, selepas ini, semenyenangkan ini. Aku benar-benar merindukan masa-masa ini.

"Sayang kangen…" kata Ariel padaku sambil memainkan resleting jaketku.
"Aku juga, kangen banget" balasku tak mau kalah.
"Kamu kangen? Masa sih…" balas Ariel padaku.
"Beneran, kangen nemenin kamu belanja, jajan, kangen ngeliat kamu makan kwetiauw, kangen nganterin kamu latihan…" jelasku padanya.
"Kangen peluk kamu, kangen harum rambutmu, kangen…" tambahku.
"Aku tau tuh belakangnya pasti kangen yg mesum-mesum kan!" Ledeknya padaku.

Kami kembali tertawa bersama, tak terasa kami akan sampai tempat latihan Ariel dan berpisah. Sejujurnya aku tak ingin melepaskannya saat ini, namun aku tau kedepannya kami akan bersama kembali.

"Sini sebentar…" Ariel menarikku ke sisi halaman yg sepi dan tidak terlihat dari luar dan dalam.

Ia mencium bibirku lembut, ciuman singkat yg membuat hatiku berdegup kencang. Ciuman yg seakan mentransfer semua isi kepala kami, semua hal yg ingin kami bicarakan, semua perasaan kami tersalurkan melalui ciuman singkat itu. Bibirnya begitu lembut, manis berkat liptin yg ia gunakan. Ariel tersenyum, namun aku dapat melihat air matanya bergelinang. Kami kembali ke halaman rumah latihan, Ariel mengantarkanku untuk pergi.

"Loh kak Daniel!" Sebuah suara menyapaku, membuat kami berdua menoleh.
"Halo Ci Ariel…" Chika menyapa dengan lembut, Ariel menatapku penuh menyelidik.
"Dia?" Tanya Ariel singkat, entah mengapa aku mengerti maksud pertanyaannya itu.
"I… iya…" balasku takut.
"Oh gitu…" balas Ariel lalu meninggalkanku masuk ke dalam rumah latihan.

Aku kesal melihat Chika, mengapa ia muncul di saat saat seperti ini. Saat aku dan Ariel mulai berbaikan. Chika tersenyum ke arahku, senyuman yg sangat berbahaya.



"Kak Daniel nganter ci Ariel ya?" Tanyanya padaku.
"Iya" balasku singkat.
"Abis ini ngapain? Kemana?" Tanyanya padaku, matanya menatap lurus padaku membuatku mencoba memalingkan wajah.
"Gak kemana mana, ini mau pulang…" balasku lagi sambil menyalakan motorku.
"Ooh gitu… boleh nebeng?" Tanya Chika dengan senyum merekah, membuatku mengangguk tanpa sadar.

Senyumnya bagai sebuah hipnotis. Kini Chika telah menaiki motorku dan kami berniat untuk menuju sebuah mall untuk makan. Chika memintaku menemaninya makan dan bermain sebelum akhirnya mengantarnya pulang. Chika sudah mengatur waktu agar aku tak telat menjemput Ariel di rumah latihan. Ia ingin menghabiskan harinya bersamaku.
Singkat cerita motorku telah sampai di depan rumah Chika. Awalnya aku hanya berniat mengantarnya pulang.

"Mampir kak, gak ada orang…" Chika menarik jari-jariku dengan jarinya yg lembut, membuatku menuruni motorku dengan mudahnya.
" Ci Ariel masih lama kok…" Chika membantuku melepas helm.

Tanpa sadar aku telah ia bawa ke dalam rumahnya. Ia mendorong tubuhku duduk di sofa ruang tamunya. Gadis batak itu tersenyum ke arahku sambil menggerakan kedua tangannya ke ujung roknya. Perlahan tapi pasti kedua tangan itu masuk ke dalam rok, dengan gerakan perlahan sebuah benda putih ia tarik turun kebawah. Chika melepaskan celana dalamnya di depanku, membuatku menelan ludah karena mengetahui dibalik rok hitamnya terdapat surga. Ia mendorong tubuhku perlahan agar relaks di sofa. Gadis itu menaiki sofa dengan berlutut sehingga roknya sudah berada di depan mataku. Ia kembali meminta tubuhku untuk sedikit lebih rendah lagi dan kini kepalaku tepat di bawah roknya. Isi roknya yg gelap membuatku begitu penasaran, Chika menurunkan pinggulnya perlahan-lahan sampai wajahku mulai terbenam. Sensasi yg amat luar biasa kurasakan saat perlahan-lahan aku dapat melihat vaginanya yg samar.



"Indah…" pujiku saat vaginanya terlihat.

Tanpa sadar lidahku menjulur untuk menyapa liang senggamanya, Chika sedikit bergetar saat tulang lunakku menyentuh kemaluannya.

"Ehhh nghh" Chika mengerang, tanganku menyelusup dari balik roknya dan memegang pahanya.

Lidahku memberikan oral pada Chika, menjilati permukaan vagina gadis yg tak memiliki hubungan apa-apa denganku. Chika dengan senang hati mempersilahkanku menikmati vaginanya, ia tampak sangat menikmati setiap rangsangan dari mulutku. Pinggul Chika tanpa sadar bergerak maju mundur diatas mulutku yg menghisap vaginanya seperti meminum air.

"Sshhh aaaahh" Chika terus mencari kenikmatan dari mukutku.

Gadis itu menekan selangkangannya ke wajahku hingga terbenam. Vaginanya menjadi santapan yg membuatku tak pernah puas, lidahku menusuk masuk dan bermain di dalam sana membuat Chika merintih keenakan. Beberapa menit vagina tak berbulu itu kunikmati hingga pemiliknya sudah tak tahan.

"Ssssshhhhhh kaaakkkk" pinggulnya menyentak di atas wajahku.

Tubuhnya yg bergetar menekan kepalaku, kutarik selangkangannya agar wajahku makin terbenam dan menghisap vaginanya lebih kuat. Chika makin tidak karuan menerima perlakuanku yg mengganggu orgasmenya dengan rangsangan yg makin menjadi. Chika menggeliat kemudian kakinya melemas. Aku tak dapat melihatnya karena kepalaku yg berada di dalam rok, namun aku tau gadis ini ambruk berpegangan pada pinggir sofa.

"Nghh kak Daniel, kangen" Chika menurunkan tubuhnya ke atas pangkuanku.

Aku dapat merasakan selangkangannya yg lembab di pahaku. Chika membuka outernya sehingga menampilkan kemeja putih yg sudah basah kuyup dan transparan, payudara dan puting susunya tercetak jelas disana. Tangannya menyusup ke bawah dan mengeluarkan penisku. Tanpa sadar aku mengikutinya untuk membuka celanaku hingga kini penisku leluasa.

"Kak…" Chika berbisik di telingaku, aku bagaikan terhipnotis oleh gadis ini.
"Kakak pasti rindukan sama aku? Aku rindu dipuasin sama kak Daniel…" Chika menggigit telingaku dan mencium leherku, tangannya menyentuh dadaku sambil mengusapnya lembut.
"Puasin aku kak… sepuas hati kakak.. " Chika menurunkan tubuhnya, sekarang gadis itu telah berlutut di lantai.

Penisku sejajar dengan kepala Chika, ia menatap penisku lekat lalu memajukan kepalanya perlahan. Hembusan nafas Chika begitu geli di penisku, tangannya yg lentik mulai memanjakan penisku. Batang kemaluanku ia urut naik turun, matanya terus menatapku dengan lekat seakan ingin memastikan bahwa aku menikmatinya. Kubelai rambut panjang Chika yg halus dan harus, tanganku kemudian menyusup kebagian belakang kepalanya memintanya untuk segera menggunakan mulutnya.

"Puuuh… mmnpphh" Chika meludahi penisku lalu mulai melahapnya.

Mulut hangat Chika membuat penisku semakin tegang, bibir empuknya menggelitik batang penisku. Chika sangat cekatan dalam memuaskan penisku, dikulumnya penisku tanpa henti. Rasa basah di penisku akibat hisapannya membuatku bergidik, suara becek yg keluar dari mulut Chika menandakan betapa nikmatnya blowjob darinya.

"Hhhh masih kuat kan?" Chika melepaskan penisku yg membuat benang saliva menjuntai antara kepala penisku dan bibirnya.

Chika mengocok penisku kembali, membuat liurnya merata di penisku. Penis memerahku itu kembali ia lahap tanpa ragu. Chika mengulum penisku sambil menatapku, kedua tangannya yg bertumpu di pahaku sesekali merapikan rambutnya yg turun ketika mulutnya menelan penisku dalam. Aku tak dapat menahan diriku lagi, seharusnya aku pulang dan memperbaiki hubunganku dengan Ariel, namun apa yg terjadi justru sebaliknya. Godaan Chika terlalu berbahaya, tubuhnya terlalu nikmat menggoda. Setiap gerakan Chika membuatku patuh, setiap inchi tubuhnya membuatku ingin menikmatinya.

"Pacaran dengan Ariel dan dapat ngewe dengan Chika kapanpun bukankah lebih baik?" Setan dalam pikiranku menggodaku dengan pemikiran yg logis.

Tubuh indah bak model Chika yg dapat ku jamah kapanpun dan tubuh seksi Ariel yg dapat ku nikmati kapanpun. Sesuatu yg tak pernah terbayang oleh siapapun. Rasanya bagaikan surga dunia yg hanya dimiliki orang beruntung sepertiku.

"Gak!" Pikiran baik ku berusaha menyadarkanku.
"Ariel…" bayangan Ariel muncul di kepalaku yg tak dapat berfikir lurus lagi.

Aku mencoba untuk menghentikan Chika yg masih mengulum penisku. Tanganku memegang kepalanya untuk melepaskan kuluman itu.

"Aarrghh" entah mengapa, tanganku justru menekan Chika untuk melahap penisku seluruhnya.

Penisku tenggelam dalam mulut Chika, kepala penisku menyentuh tenggorokannya. Sensasi amat luar biasa yg kurasakan pada penisku membuatku merem melek tak tahan, ingin rasanya aku mengeluarkan isi kantung kemihku membanjiri mulut Chika. Betapa nikmatnya bila aku dapat "mengenyangkan" Chika langsung ke dalam mulutnya, namun di sisi lain aku tak ingin kalah dulu karena menu utamanya sudah di depan mata.

"Puaaaaaahhhhh hehehe" Chika melepas penisku dan mengambil nafas, wajahnya begitu memerah dengan liur yg sudah tak tertampung.
"Yuk langsung, aku gak bisa lama-lama" kataku sambil meminta Chika naik kepangkuanku.

Gadis itu menuruti permintaanku dan dengan sangat menggoda menaiki tubuhku, ia mengarahkan vaginanya tepat ke penisku dan kini telah bersentuhan. Kuremas dari luar kemeja putihnya yg telah menyeplak pada dadanya. Chika tak memasukannya, ia menggodaku dengan menggoyangkan pinggulnya maju mundur membuat kelamin kami bergesekan.

"Kakhh... Daniel… sayang Chikah?" Chika terus bergoyang menggesek kelamin kami.
"Sayanghh… masukin…" aku sudah tak sabar ingin menyetubuhi gadis batak ini.
"Sayanghh gaaak?" Chika menggigit bibirnya, ia nampaknya juga sudah tak tahan.
"Iya sayaaang" balasku tak sabar, Chika menjulurkan lidahnya kearahku.

Chika dengan mudahnya memasukan penisku kedalam vaginanya, perlahan ia menaik turunkan tubuhnya menggenjot penisku. Nikmat sekali rasanya vagina dari gadis tinggi semampai ini, gadis yg dijuluki bidadari ini tersenyum dengan senyum lebar khas miliknya, matanya terpejam menikmati gesekan di dalam vaginanya.

"Uughh ughh ughh ughh" Chika menggerakan pinggang naik turun dengan cepat.

Penisku bagaikan ditarik saat Chika menaikan pinggulnya namun sesaat kemudian penisku ditekan dan dilahap saat pinggulnya bergerak turun. Sungguh sensasi luar biasa yg diberikan oleh vagina Chika.

Brrrruuumm!

"Papa!" Chika terkejut karena suara mobil ayahnya yg memasuki garasi.
"Trus gimana Chik?!" Aku ikut panik.
"Kakak pakai celana, trus ngumpet di balik sofa, biar aku urus" Chika memakai kembali sweaternya dan menuju pintu.
"Nanti kakak langsung pergi aja kalo aku sama papa udah lewat." Ujar Chika padaku.

Penisku kehilangan kejantanannya, jantungku berdegup sangat keras di balik sofa. Aku tak dapat melihat apa yg sedang terjadi, dengan penasaran aku mengintip dari sisi samping sofa. Chika menghampiri ayahnya yg baru pulang kerja, ia merangkul tangan ayahnya dengan manja sambil menanyakan kabarnya.

"Chika lucu juga ya saat bersama ayahnya…" aku tersenyum melihat Chika yg mengeluarkan sisi anak kecilnya saat bersama ayahnya.

Mereka berdua berjalan melewati sofa dan kini berada di depan kamar ayah Chika.

"Kamu kok keringetan banget?" Tanya ayah Chika penasaran, pria itu melihat sekujur tubuh Chika yg dipenuhi peluh.
"Hehe gapapa" Chika terkekeh, namun wajahnya terlihat panik sambil sesekali melirik ke arahku.
"Hmmm, sudah papa duga…" aku terbelalak melihat apa yg ayah Chika lakukan.

Pria paruh baya itu menyusupkan tangannya kedalam rok Chika, mengangkatnya untuk memudahkan dirinya mengusap vagina Chika. Pria itu menyambar bibir Chika dan kini mereka berciuman dengan mesra.

"Kamu mau kasih kejutan ya buat papa? Sange ya kamu?" Ayah Chika menggerayangi tubuh anaknya itu.
"Abis papa lembur terus sih…" balas Chika yg sudah terhanyut kembali pada nafsunya, mereka tampak sudah biasa melakukan ini.

Chika melepas celana ayahnya dan menarik ayahnya masuk ke dalam kamar. Aku tak dapat bergerak melihat pemandangan barusan, aku membeku melihatnya. Aku bergegas kabur dari rumah Chika, tak dapat membayangkan apa yg dilakukan oleh ayah dan anak tersebut. Secepat kilat aku keluar dari rumahnya dan mengambil motorku yg terparkir di luar rumahnya, mengendarainya dan kabur dari tempat ini sebelum ketahuan oleh ayah Chika.

"Ayahnya Chika…" aku menggelengkan kepalaku tak percaya.

Aku dapat dapat mempercayai apa yg ku lihat, air mataku mengalir dengan deras. Aku bergegas menuju tempat latihan dan menunggu Ariel di sana.
__________________________________

Aku dan Ariel membuka pintu rumah, Om Ichwan dan Tante Lita sedang menonton televisi bersama. Kami memberikan salam pada mereka lalu bergegas menuju lantai atas, kami berpisah di lorong menuju kamar masing-masing. Ku rebahkan tubuhku di atas kasur dan memejamkan mataku, tak habis pikir dengan apa yg kulihat hari ini.

"Niel…" Ariel mengetuk pintu kamarku dan kemudian masuk.
"Iya" jawabku singkat, Ariel menutup pintu kamarku dan berjalan ke arah kasurku.

Ariel duduk di tepi kasurku, nampaknya ia khawatir padaku karena sejak menjemputnya tadi aku tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ariel memegang tanganku yg kugunakan untuk menutup kedua mataku, Ariel mengusapnya lembut untuk menenangkan ku.

"Kalo kamu capek, tidur aja." Kata Ariel padaku.
"Iya." Jawabku cepat.
"Kalo kamu gak mau cerita gapapa, yg penting kamu tenangin dirimu dulu ya…" Ariel menggenggam tanganku dan menggesernya, membuatku dapat melihat wajah khawatirnya.
"Jangan nangis… sayang…" Ariel mengusap air mataku, ia tersenyum untuk menenangkanku.
"Maaf… aku bakal cerita nanti… aku butuh waktu…" aku merasa tak enak karena tak bisa cerita pada Ariel, namun pikiranku terlalu berantakan saat ini.

Ariel mengangguk mengerti, ia meninggalkanku yg masih tertidur di atas kasur. Gadis itu berjalan ke arah pintu untuk kembali ke kamarnya.

"Niel…" Ariel menoleh ke arahku yg kini memeluknya dari belakang.
"I miss you" kataku sambil memeluknya, aku benar-benar merindukan dirinya.

Ariel melepaskan pelukanku, ia berjalan keluar kamarku dan perlahan menutup pintunya.

"I miss you too" balasnya sambil merapatkan pintu kamarku.

Aku senang keadaan mulai membaik, tekadku juga semakin bulat untuk menjauhi Chika. Aku tidak ingin lagi terlibat dengan Chika. Aku kembali teringat dengan semua kejadian hari ini, saat aku dapat kembali mengantar Ariel, saat aku dapat kembali menghabiskan waktu dengannya. Aku menginginkan hari-hariku kembali, hari-hari bahagiaku dengan Ariel. Aku membuka pintu kamarku dan mengejar Ariel, ku gandeng tangannya dan mengajaknya turun ke lantai bawah tempat Om Ichwan dan Tante Lita berada.

"Om, tante, Daniel mau ngomong" aku mengumpulkan setiap keberanianku saat ini, tanganku sama sekali tak melepaskan Ariel.
"Kenapa Niel?" Tanya Om Ichwan padaku, ia mengecilkan volume TVnya untuk mendengarkanku.
"Aku minta maaf untuk kejadian waktu itu dan aku ingin diperbolehkan mengantar dan menjemput Ariel lagi…" kata-kataku membuat Ariel terkejut, tangannya menggenggam tanganku dengan kencang.
"Aku udah biasa bareng Ariel dan sama Ariel, aku ngerasa beda kalau di jauhin dari dia…" kataku lagi, berusaha terlihat sewajar mungkin agar Om Ichwan tidak mencurigai kami.
"Aku juga gak mau bikin om atau tante kerepotan soal Ariel, biar saya yg nganter dan jagain dia kyak sebelumnya. Aku janji gak akan ngecewain kepercayaan Om dan Tante lagi." Kataku memohon.

Om Ichwan dan Tante Lita tersenyum ke arahku. Ku kerahkan seluruh keberanianku saat ini, jantungku berdegup amat kencang dan seperti akan meledak. Aku sendiri tak menyangka bahwa aku dapat mengatakan hal ini.

"Semua terserah Ariel, Om sudah tidak mempermasalahkannya kok." Om Ichwan memberikan keputusan itu pada Ariel.
"Boleh boleh aja sih, tapi gimana ya…" Ariel membalasku dengan wajah soknya, ingin sekali rasanya ku cubit pipi gembulnya itu.
"Yaudah deh kalo gitu." Balas Ariel padaku, aku ingin melompat kegirangan namun tidak mungkin ku lakukan di depan Om dan Tante.

Aku kembali ke lantai atas tanpa melepaskan genggamanku, Ariel mengikutiku dari belakang. Ariel terlihat begitu senang dan aku yakin aku juga terlihat seperti itu sekarang. Kami berpelukan di lorong, membagi kebahagiaan kami berdua. Mulai besok aku akan kembali mengantar Ariel, menghabiskan waktu bersama Ariel kembali. Hari-hari bahagiaku kembali seperti semula

-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Arc nya chika berarti udah selesai ni ya hu... udah mau tamat atau masih ada godaan baru lagi yg harus dihadapi daniel... wkwkwk...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd