Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Keep It As Secret! (Part 23 updated) [Tamat]

Status
Please reply by conversation.
Part 2: starting point.


"gede gak?" Ariel bertanya sekali lagi kepadaku, wajahnya yang begitu serius menatapku tajam.
"eeeh…" Aku bingung harus menjawab apa.

Ariel menggeser duduknya semakin mendekatiku, matanya tak melepaskan pandangan kearahku. Aku memperhatikan Ariel dari atas hingga ke bawah. Payudaranya yang tercetak begitu jelas, padat, bulat dan menggoda itu membuatku menelan ludah. Aku memperhatikan payudaranya beberapa detik hingga Ariel memukul kepalaku dengan bantal sofa.

"Yeeee mesum lo cupu!!" Ariel menutupi dadanya dengan tangan, ia mendengus kesal kearahku.
"eh sorry sorry gak gitu Ril" aku meminta maaf padanya.
"Gak nyangka gw Niel…" Ariel menatapku sinis.
"sorry Ril, ya gw kan lelaki normal kalo ditanya gitu pasti auto fokus" aku menunduk takut menatap Ariel.
"Hahahahahaha lucu banget deh lo panik gitu." Ariel tertawa terbahak-bahak.
"Hah?!" aku bengong melihat tingkah Ariel yang begitu menyeramkan tiba-tiba berubah menjadi tertawa.

Ariel tertawa-tawa hingga terbatuk, tawa yang begitu puas yang membuatku kebingungan. Ia pergi meninggalkanku di ruang tamu sendirian sambil tak menghentikan tawanya.

"Woy Ril, woy!" panggilku mencoba mencari jawaban darinya.

Pertanyaan Ariel tadi membuatku menjadi tak karuan, nafsu yang sempat memuncak tidak turun kembali. Penisku mengganjal sempurna di balik celana pendek yang kukenakan. Ariel berhasil membuatku pusing kepala atas bawah. Aku tidak sanggup menahan ini, Aku bergegas menuju kamar mandi untuk menyelesaikan masalah terbesar laki-laki ini.

"Aaahh sial!" maki ku kesal sambil membuka celanaku, mengeluarkan partnerku yang terkurung disana.
"aaahhh Riel!" aku mengocok penisku sendiri.
"iya gede, punya lo bulet Riel oooh! Empuk!" kumulai mengocok dengan cepat.
"aaaahhh pasti pink kan puting lu. Aaaaah sini gw isep biar sama sama enak uugghh!" aku membayangkan mencicipi tubuh Ariel yang indah itu.

Aku berfantasi membayangkan Ariel yang sejak tadi pagi membuatku panas dingin. Payudaranya itu benar-benar membuatku menggila, hingga membuatku membayangkan sepupuku sendiri. Ariel membuatku gila. Bahkan saat ini aku seperti mendengar suara Ariel.

"Niel!" Suara Ariel mengiang di kepalaku.
"Iya Riel!! Aaahhh!!" Aku semakin mempercepat kocokanku.
"Cepet! Niel cepet!" suaranya yang menyuruhku lebih cepat, tanpa sadar tanganku semakin mengocok dengan cepat.
"Cepetan Niel, Keluar!" kembali suaranya membuatku menggila.
"Iyaaaarrghhhh keluaaaar, banyaaak!! Ooouuuuhhhh Arieeel!!!" Aku mendesah panjang bersamaan dengan penisku menyemburkan isinya.

Aku membayangkan tubuhnya berlumuran spermaku. Wajahnya yang manis menjadi lengket, bibirnya yang lebar dan menggoda di penuhi cairan cinta dariku, payudaranya kukotori dan lubang kenikmatannya yang kupenuhi dengan benih-benihku. Aku terkulai lemas di lantai kamar mandi dengan sperma yang masih menetes.

"Niel!!" Aku kembali mendengar suara Ariel di telingaku, tapi ini benar-benar terdengar sangat jelas.
"Niel bantuin nyokap turunin belanjaan!!" Ariel kembali berteriak dan kini menggedor pintu kamar mandi.
"Eeeeh iyaaaa. Tunggu sebentar!!" balasku kalang kabut sambil membersihkan sisa masturbasiku dan bergegas memakai celana.

Aku membuka pintu kamar mandi dan mendapati Ariel yang berada di luar kamar mandi. Ia melipat kedua tangannya di dada dan menatapku sebal. Ia kemudian menarik tanganku ke depan, menunjuk mobil untuk menyuruhku membantu Tante Clarissa.

"maaf tante Niel kelamaan di kamar mandi, mules" Aku meminta maaf pada ibunya Ariel sambil mengangkat belanjaan itu masuk.
"iya Niel gapapa, tante sama om bisa kok. Arielnya aja yang ribet" balas tante Clarissa padaku.
"Salah terooos salah terooos, anaknya yang mana sih heran" Ariel mencibir pada tante Clarissa.
"Anak nyokap emang cuma 2 krib…" Eve berkata pada Ariel sambil turun dari mobil.
"Kasih tau Ip!" Ariel tersenyum penuh kemenangan karena kata-kata Eve.
"gue sama Kokoh Niel!" balas Eve sambil tertawa lalu berlari masuk ke dalam rumah.

Ariel mendengus sebal lalu menghampiriku. Ia mengambil paksa 2 kantung plastik besar di tanganku, menyisakan 2 kantung plastik besar lainnya. Ia berjalan lebih dulu menuju dapur, aku menyusul mengikutinya dari belakang. Aku melakukan sebuah kesalahan. Pemandangan dari bekakang membuat penisku kembali mengacung tegak, pantatnya yang begitu montok tercetak dari balik celana tidurnya. Pinggulnya yang bergoyang ketika berjalan dan lemak di pantatnya yang sedikit berguncang membuatku semakin tidak karuan. Tubuhnya yang pendek semakin membuat kesan berisi pada tubuhnya. Aku menelan ludah menahan nafsuku saat ini.

"masa coli lagi!" pikirku.

Ariel meletakkan belanjaan itu di dapur. Ia menungguku, aku meletakkan belanjaan itu di dekatnya. Kami berdua merapikan belanjaan itu dan menaruhnya di tempat yang sudah biasa kami letakkan, sesekali Ariel bercanda dengan barang yang dia temukan di dalam belanjaan itu membuat kami tertawa bersama. Aku dan Ariel dengan cepat menyelesaikannya karena memang kami berdua selalu mengerjakan pekerjaan rumah bersama. Setelah selesai, ia memberikanku sekaleng cola. Ia membuka sekaleng lainnya untuk dia minum.

"gw pikir-pikir udah lama juga ye lo tinggal di rumah gw" Ariel berkata padaku sambil menegak Colanya sesekali.
"hmm… iya ya udah 2 tahun kyaknya. Dari gw SMA" Balasku sambil mengingat ingat.
"iye. Gara-gara lo pindah, lo juga jadi pindah ke SMA gw kan. Trus sekarang lo masuk kampus gw pake prestasi" Balasnya lagi sambil kini duduk diatas meja dapur.
"Iya. Gw ngikutin lu terus ya kyaknya hahaha" kataku sambil tertawa.

Ariel terdiam, ia menegak Colanya lalu menatap kosong kearah ruang keluarga yang terlihat dari dapur, namun dapur ini sedikit tertutup bila dilihat dari ruang keluarga karena bentuknya yang letter L. Aku menatapnya penuh tanya, sikapnya ini sangat berbeda sekali dengan Ariel yang biasanya.

"gw kali yang selalu ngikutin lo" Ariel berkata tanpa sedikitpun menoleh ke arahku.
"lo inget gak sebelum lu pindah lu sekolah di mana? Sekolah bergengsi yang masuknya harus tes. Gw juga tes tapi gak lolos"
"gw terpaksa masuk sekolah 1 level dibawah sekolah lu, dengan tes yang gw pelajarin 1 bulan full." tambahnya.

Aku terdiam memandangi Ariel, aku tidak tau akan hal ini sejak dari SMA.

"trus lo kena musibah, pindah ke sekolah gw karena udah gak bisa bayar. Lo masuk sekolah gw dengan mudahnya lalu dapat beasiswa disana. Dengan cepatnya lo jadi omongan di sekolah dan langsung disayang semua guru disana." kata Ariel lagi.
"trus lo diangkat anak sama bokap, di tahun terakhir sekolah. Kita mulai dianter bareng yang bikin semua orang bingung, trus kita disuruh kuliah bareng sama bokap biar gw ada yang jagain dan anterin hahaha" Ariel tertawa kecil.
"lo inget gak sih Eve sempet manggil lo Niel tanpa kokoh? Waktu dia masih nganggep lo orang luar, gak kyak sekarang. Lo sama Eve udah bener-bener jadi kakak adek" Ariel menambahkan.
"iya juga ya hahaha, karena kalian begitu baik dan menerima gw sehingga gw nyaman dengan kalian" jawabku pada Ariel.

Ariel menarik nafas, menenggak Colanya dan tersenyum kearahku. Aku terenyuh melihat senyumannya itu, jantungku berdetak tidak tentu.

"kalo gak ada lo, mungkin gw gak akan tergerak untuk belajar." Ariel menata mataku, "Gw selalu ingin ngalahin lo dari dulu"

Aku tersentak mendengar kata-katanya. Ku pikir dia adalah tipe orang yang cuek dan santai karena sifatnya yang ceplas ceplos dan supel itu. Tetapi ternyata ia memiliki ambisi yang besar. Aku kembali terkagum karenanya. Ariel memang gadis yang luar biasa.

"udah, serius amat." Ariel menepuk dahiku.
"hahaha lo yang mulai kan" balasku padanya.

Ariel merogoh-rogoh kantung plastik didepanku, mencari sesuatu didalam sana. Ia menunduk didepanku, kaos longgar yang ia kenakan itu membuatku dapat mengintip dari sela lubang kerahnya. Aku dapat melihat sedikit gumpalan segar nan menggoda yang membuatku menganga. Sepertinya Ariel tidak sadar bahwa aku sedang mengintipnya. Ariel yang masih menunduk mencari sesuatu itu menoleh sedikit kearahku, namun langsung kembali mencari-cari sesuatu di dalam kantung plastik itu.

"nah ketemu!" Ariel berteriak senang sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam sana.

Ia memegang sekotak pocky yang ia angkat dengan senang. Ariel membuka bungkusnya dan langsung memakannya sambil tersenyum bahagia. Sejak dulu dia memang suka sekali dengan pocky sampai kedua orang tuanya pasti membeli pocky bila berbelanja. Kalo soal pocky, Ariel amat sangat pelit. Dia bisa memakan 2 kotak pocky seorang diri, itupun dalam waktu yang singkat.

"Riel mau!" aku meminta pocky yang Ariel makan.
"ogah wleeek!!" Ariel meledekku.

Ariel menatapku meledek, ia memakan pocky itu dengan pelan-pelan sambil menggoyang goyangkan kakinya yang menggantung di pinggir meja. Ia menjilati Pocky rasa coklat itu, Ariel mengemuti pockynya sambil menjulurkan lidahnya meledekku. Melihat Ariel memakan pockynya seperti itu membuat pikiranku menjadi lain, aku menelan ludah melihatnya. Pikiranku terbayang bahwa yang saat ini ia nikmati bukanlah pocky melainkan batang kejantananku. Penisku menegang kembali.

"kalo mau ambil aja!" Ariel menggigit pockynya dan menyodorkannya kearahku.



Kudekati dia dengan ragu, Ariel nampak kebingungan melihat tingkahku. Semakin dekat dengan Ariel yang sedang duduk diatas meja. Ariel nampak semakin gelisah dengan semakin dekatnya diriku kearahnya.

"eeh Niel…" Ariel nampak terkejut saat kedua bahunya ku pegang.
"gw bagi pockynya ya…" kataku sambil menatap kedua matanya tajam.
"ehhh… mmm… coba aja kalo lo berani!" Ia balas menatapku menantang.

Perlahan lahan wajahku mulai mendekat kewajahnya, aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang menjadi lebih cepat. Aku dapat melihat wajahnya yang mulai mengucurkan keringat, aku tau saat ini dia panik. Aroma rambutnya yang harum menusuk hidungku, hangat tubuhnya terasa di kulit tanganku. Wajahnya yang bersemu memerah terlihat jelas di mataku, mungkin saat ini ia merasakan hal yang sama dengan yang ku alami saat ini.

"Niel…" Ariel memalingkan matanya saat mulutku semakin dekat dengan pockynya.

Ku mulai memakan pocky itu perlahan, dengan Ariel yang masih terdiam tak bergerak. Tubuhnya yang terkunci oleh kedua tanganku itu diam tak berdaya, tangannya mencengkram meja, panik. Aku terus memakan pockynya dengan pelan, berharap pocky itu cepat habis dan sampai diujungnya. Aku tidak ingin terlihat buru-buru dan buas, meskipun aku ingin segera menerkamnya saat ini. Meskipun begitu aku juga merasakan panik dan deg-degan karena ini pengalaman pertamaku dengan wanita, aku nekat!.
Ariel ikut mengunyah pockynya perlahan, semakin lama wajah kami semakin mendekat bersama dengan batang pocky yg semakin memendek. Entah berapa mili lagi hingga pocky itu habis. Mempertemukan kedua buah bibir yang masih suci itu. Semakin dekat bibir kami, semakin hangat nafas yang terasa di wajahku, semakin panas juga tubuhku karenanya. Aku dapat merasakan tubuh Ariel yang juga ikut memanas di tanganku. Aku memejamkan mata, takut, penasaran, namun ingin. Aku dapat merasakan ini adalah gigitan terakhir sebelum mencapai sesuatu yang pasti lebih nikmat dari pocky ini. Aku semakin tidak sabar, jantungku semakin berdetak tak karuan. Aku mau meledak!

"KRIB BELOM SELESAI?! NITIP COLA YA!" Teriakan Eve dari ruang keluarga mengejutkan kami berdua.

Aku melepaskan tubuh Ariel dan langsung berjalan mundur, menjauhi sepupuku yang cantik ini. Aku sadar apa yang hampir saja terjadi, aku menunduk malu dan takut. Sesekali aku mencuri lirik ke Ariel yang masih duduk diatas meja dengan wajah yang juga tertunduk.

"Riel…" Aku memanggilnya pelan, mencoba memecahkan keheningan.
"Sorry…" Aku meminta maaf kembali.

Ariel tidak membalas maupun menatapku, ia masih tertunduk dan memalingkan wajahnya dariku. Aku takut ia marah dan jadi membenci, bodoh sekali aku ini.

"KRIB!!" Eve kembali berteriak.
"eehhh… IYE BAWEL!" Ariel melompat turun dari meja dan mengambil sekaleng Cola dari dalam kantung plastik. Ia meninggalkan pockynya diatas meja.
"Riel…" aku kembali memanggilnya sebelum ia meninggalkanku menuju Eve.

Ariel menoleh sedikit kearahku namun langsung membuang muka. Aku semakin bingung dan takut dibuatnya, aku ingin mengejarnya untuk meluruskan apa yang terjadi namun aku terlalu takut. Aku memang seorang pria cupu yang hanya tau belajar, bodoh sekali. Ariel meninggalkanku dari dapur ini, menuju ruang tamu untuk memberikan sekaleng Cola pada adiknya yang berjarak 3 tahun itu. Aku hanya memandangi Ariel yang berjalan memunggungiku. Namun saat ia hampir mencapai ujung dapur, ia menoleh sedikit kebelakang, melirik kearahku.

"oy cupu. kalo mau pockynya, makan aja. Pockynya enak" ia berkata pelan padaku lalu meninggalkanku terpaku disini.

Beberapa menit aku terdiam kebingungan sampai akhirnya aku sadar dan menuju ruang tamu untuk mengejarnya, membawa sekotak pocky yang baru ia makan beberapa itu. Ini pertama kalinya Ariel tidak menghabiskan pockynya dan memberikannya pada orang lain. Eve yang sedang asik meminum Cola melihatku yang baru keluar dari dapur.

"Krib kenapa tuh lari-larian lompat lompat gak jelas ke kamar?" Tanyanya padaku.
"Gak tau Ip gw juga bingung." balasku pada Eve yang sedang mengunyah sebuah snack, "mau pocky?"
"Hah?! Pockynya krib? Di kasih ke lo masih banyak gini?!" Eve terkejut melihat kotak pocky yang kusodorkan padanya, ia semakin keheranan melihat keanehan kakaknya itu.
"pockynya gak enak ya?!" tanya Eve padaku.
"enak kok... Pockynya enak banget" balasku sambil tersenyum penuh arti, membuat Eve semakin tidak mengerti.

Aku berjalan menuju kamar Ariel, membawa pocky yang tadi ia tinggalkan. Kuketuk kamarnya pelan, tak ada jawaban darinya.

"gw taro pockynya disini ya" kataku sambil meletakkan pockynya didepan kamarnya.
"Riel…" panggilku sekali lagi untuk memastikan, lalu meninggalkan kamarnya menuju kamarku sendiri.

Ku kunci kamarku, ku setel lagu dengan cukup keras. Kalian pasti tau aku ingin melakukan apa...
Ini semua akibat Ariel!.

-Bersambung-
 
Part 3: Garpu.


"cupu lo dimana?" tanya Ariel dari seberang telepon.
"di perpus, kenapa?" tanyaku, tidak biasanya ia menelepon ku saat di kampus.
"belajar? Belajar mulu lo... Ada kelas gak?" tanya Ariel padaku.
"iya, gak ada sih. Tinggal nunggu kelas terakhir lu aja trus kita pulang" jawabku padanya.
"dosennya gak ada. Temenin gw makan ya, gw tunggu di kantin" kata Ariel kemudian memutuskan teleponnya.

Ku bereskan buku pemrograman berbasis Visual ku yang tebal, kumasukan kedalam tas bersama dan alat tulisku. Aku bergegas meninggalkan perpustakaan yang besar ini, aku tidak ingin membuat Ariel menunggu. Aku sedikit berlari menuju kantin yang sedikit jauh dari perpustakaan ini, melewati 1 gedung fakultas lain sebelum sampai di gedung fakultas Manajemen dan Bisnis tempat Ariel menuntut ilmu. Aku melangkah dengan cepat menyusuri lorong ini sambil memandangi HPku, takut bila Ariel marah dan tidak sabar menungguku.

BRUK!!

Aku terjatuh karena tidak sadar ada sebuah undakan menurun di depanku. Buku-buku dan kertas yang tidak muat didalam tasku jatuh berserakan, aku merasakan nyeri di kakiku yang membuatku sedikit kesulitan untuk bangun, namun sepertinya kakiku tidak terkilir.

"kamu gapapa?" aku mendengar seseorang yang berjongkok disampingku, membantuku berdiri.
"ah iya gapapa kok" aku menoleh kearah orang yang menolongku dan seketika aku terpaku melihat dia.

Seorang gadis berwajah oriental yang kental sekali, dengan kacamata yang tebal, sedikit berisi yang membuat pipinya tembam, dengan giginya yang bergingsul dan rambut pendek diatas bahu, ia menatapku khawatir. Ia membantuku membereskan buku-buku yang berserakan, sedangkan aku hanya terpaku tidak bisa berkata-kata maupun bergerak karena ia begitu manis.



"halo halo, kok kamu bengong?" ia melambaikan tangannya di depan wajahku.
"eh iya… astaga!" aku tersadar akan lamunanku, namun wajahnya yang cukup dekat dan memperhatikanku membuatku terkejut tanpa sadar.
"kamu gak lupa ingatan kan karena jatuh? Atau jangan-jangan!" Ia menutup mulutnya dengan kedua tangan, ia menatap kasian kearahku.
"eh gak kok. Gak gitu!" balasku meluruskan.
"aku pikir kamu jadi gila hahaha" ia tertawa, matanya yang sipit semakin sipit saat ia tertawa.

Tawanya sangat lucu dan menggemaskan. Aku kembali terpana melihatnya, jantungku berdegup tak karuan karena melihat senyumannya. Manis sekali.

"lain kali hati-hati ya… untung gak ada yg liat, pasti di ketawain" katanya padaku dengan senyum yang tipis.
"ini aja udah di ketawain kan sama kamu" balasku.
"hahaha iya ya." jawabnya sambil tertawa kecil.
"oh iya, makasih ya udah bantuin aku…" kataku berterima kasih dengan diakhiri nada bertanya.
"Sinka, Sinka Juliani" balasnya, kemudian ia mengambil tanganku untuk berjabatan.
"aku Daniel Tjandra, panggil aja Niel" balasku memperkenalkan diri.
"ah iya. Aku harus buru-buru udah ditunggu temen di kantin. Makasih ya Sinka" kataku tak enak.
"Hai, Hai, saraba!" ia melambaikan tangan lalu meninggalkanku menuju kedalam gedung.

Aku menatap kepergiannya itu sampai ia benar-benar hilang dari pandangan. Gedung fakultas yang tampak begitu artistik dan di penuhi tulisan, mural dan warna yang mencolok itu membuatku langsung mengenali tempat ini. Sinka adalah anak fakultas Seni dan Sastra. Mungkin suatu hari bisa bertemu lagi, karena gedung fakultas kami bersebelahan. Kembali kulangkahkan kakiku menuju kantin tempat Ariel berada, tak berapa lama aku berjalan hingga akhirnya sampai disana. Aku melihat Ariel yang sedang menopang dagunya dengan tangan menatap kosong kedepan.

"Riel…" aku memanggilnya pelan.
"eh… lama banget sih!" Ariel mendengus kesal.
"sorry, tadi gw jatoh didepan sana." jelasku.
"jatoh? Gapapa? Ada yang luka?" Ariel bangkit dari tempat duduknya dan memperhatikanku dari atas kebawah.
"eh… g… gapapa gw" Aku terkejut karena Ariel yang bertanya seperti itu, tidak biasanya dia perhatian.
"eh…. Bagus lah kalo gapapa" Ariel kembali duduk dengan canggung dan membuang muka.

Kami berdua duduk terdiam saling berhadapan, Ariel masih memalingkan wajahnya dariku sedangkan aku hanya menatapnya canggung. Sejak kejadian waktu itu kami berdua sering kali canggung dan kebingungan. Sepertinya ia menjadi risih denganku sejak waktu itu.

"Riel, udah pesen makan? Mau dipesenin apa?" aku bertanya pada Ariel sambil bangkit dari dudukku, memecahkan keheningan diantara kami berdua.
"terserah kamu a… maksudnya gw samain aja sama lo" balas Ariel padaku.
"tapi gw lagi gak mau kwetiaw Riel" balasku yang sudah hapal dengan makanan kesukaannya.

Ariel hanya menatap kearahku dengan mata yang dipicingkan, aku yang sudah mengerti dengan sikapnya langsung bergegas pergi menuju penjual kwetiaw goreng. Setelah memesan 2 kwetiaw goreng ayam, pedas untuk Ariel dan sedang untukku dan 2 gelas jus Alpukat yang juga terpaksa aku pesan. Aku kembali ke meja kami berdua, Ariel menatapku sejak aku balik dari pedagang kwetiaw sampai ke meja makan. Membuatku semakin takut karena caranya menatap itu. Kami berdua saling tatap namun dengan mulut yang sama-sama terkunci. Aku memutar otakku untuk memecahkan keheningan dan menyelamatkan diriku saat ini, Aku mencoba mencari topik yang pas untuk dibicarakan saat ini.

"oh iya, kenapa tumben banget ngajak makan di kampus? Biasanya langsung pulang makan dirumah" tanyaku pada Ariel.
"karena dirumah belom ada orang" balasnya singkat.
"tapi kan pasti ada mak.."
"belom ada orang" potong Ariel.

Aku kembali terdiam, aku sadar bahwa sepertinya saat ini Ariel menganggap bahwa aku kembali ingin berdua dirumah dengannya agar bisa melakukan hal yang seperti kemarin. Benar dugaanku bahwa Ariel sudah menjaga jarak dan menganggapku berbahaya.

"oh iya Riel, soal yang di dapur waktu itu." aku mencoba membuka topik itu, aku ingin meminta maaf padanya secara langsung dan meluruskannya.
"gak usah di bahas lagi" Ariel menjawab dengan cepat.
"oke. Gw cuma mau minta maaf, gw gak bermaks…"
"gak usah dibahas lagi." Ariel kembali memotong perkataanku.

Tepat sekali kwetiaw kami berdua telah datang, aku terselamatkan oleh pedagang kwetiaw ini. Ia meletakkan kedua piring kwetiaw di depan kami bersama dengan 2 gelas jus alpukat.

"Den… Non… lagi berantem ya? Pasangan berantem itu wajar kok, tapi jangan kelamaan nanti cintanya abis malah gak bisa baikan lagi" tukang kwetiaw itu berkata kepada kami berdua.
"gak pakde, kita soda…"
"iya pakde makasih, udah selesai kok masalah kita." balas Ariel tersenyum kepada tukang kwetiaw itu.

Tukang kwetiaw itu meninggalkan meja kami berdua yang kembali dalam keheningan, Ariel memutar mutar kwetiawnya dengan garpu. Aku hanya menunduk sambil menatapnya, namun wajahnya tidak semuram tadi, malah aku dapat melihat sedikit senyum tipis di bibirnya. Aku menyuap kwetiawku dengan garpu. Kwetiaw ini benar-benar enak, pantas saja Ariel sering makan disini kalau tidak sempat sarapan.
Namun…

"eh pedes!!" aku terkejut karena ternyata kwetiaw kami tertukar, buru-buru ku tegak jus alpukat milikku untuk menghilangkan pedasnya.

Ariel menatapku panik namun kembali tenang karena cuma masalah kecil yang terjadi. Ia sedikit tertawa melihatku yang masih kepedasan.

"sini tuker" Ariel mengambil piringku.
"sini piring kamu" aku meminta piringnya namun tak ia berikan.

Ariel menahan piringnya, aku tak mengerti apa yang ia lakukan. Ia menggulung kwetiaw itu dengan garpunya lalu memakan kwetiawku, kemudian menggeser piringnya padaku. Aku tak mengerti apa yang ia lakukan. Aku langsung memakan kwetiaw itu dengan lahap, kwetiawnya yang enak dan tingkat kepedasannya yang pas untukku membuatku benar-benar menikmati kwetiaw ini. Ariel juga mulai memakan kwetiawnya dengan lahap, aku dapat melihatnya karena sesekali aku mencuri pandang kearahnya. Entah kenapa aku jadi sering mencuri pandang melihat dia. Wajahnya memang sangat manis membuatku tak bisa berpaling.

"Niel…" Ariel tiba-tiba memanggilku.
"iya Riel?" balasku.
"sadar gak sih?" ia menatapku lekat-lekat.
"apa?" balasku bingung.
"ih masa gak sadar!" Ia mendengus.
"Kenapa? Belepotan? Apa rambut lo baru? Kutek baru? Apasih. To the point aja" balasku menyerocos.
"itu…" Ariel memalingkan wajahnya yang perlahan bersemu merah.
"itu apa?" tanyaku lagi bingung.
"itu loh Niel… itu… garpu…" jawab Ariel dengan sunggingan tipis di bibirnya. Ia melanjutkan makannya tanpa menatapku.

Aku berfikir sejenak mencerna kata-katanya. Seketika wajahku memerah padam saat mengerti maksud perkataannya itu, aku menatap Ariel tak percaya dan menatap kearah garpu itu. Aku menatap bergantian beberapa saat. Rasanya kepalaku mau meledak, jantungku langsung berdegup cepat saat menyadari apa yang ia maksud.

"jadi… dia sengaja makan kwetiawnya…"
"karena garpunya udah gw pake…"
"dia pake dulu garpu yang sekarang gw pake…"
"karena sekarang secara gak langsung kita udah…
" kepalaku di penuhi pikiran yang berputar-putar. Kepalaku mau meledak!.

Aku melanjutkan makanku sambil terus memikirkan apa yang barusan terjadi, kwetiaw ini menjadi semakin nikmat bersama dengan pikiranku yang semakin mengawang-ngawang. Aku dan Ariel secara tidak langsung. Kami berdua nampak seperti orang bodoh yang makan sambil terdiam dengan senyuman yang sama-sama menyungging. Beberapa saat kemudian, Kami berdua telah selesai menyantap kwetiaw goreng itu. Setelah membayar, kami berdua bergegas untuk pulang karena waktu sudah semakin sore. Ariel berjalan disampingku sambil tertunduk, sedangkan aku mencoba berjalan sedekat mungkin dengannya. Ariel tidak menolak saat aku berjalan tepat disebelahnya dan begitu dekat.

"bukunya berat gak?" tanyaku pada Ariel yang mendekap buku besar.

Ariel menggeleng tanpa menoleh padaku, namun ia memegang lengan jaketku. Ia mengisyaratkanku untuk tetap berjalan, ia terus memegang lengan jaketku selama kami berjalan menuju parkiran.

"jadi ceritanya di gandeng?" tanyaku to the point pada Ariel yang membuatnya terkejut.
"iya iya. Aku ngerti" balasku padanya tersenyum yang ia balas dengan senyuman juga, gemas sekali.

Melihatnya, yang begitu imut seperti ini membuatku ingin memeluknya. Ia berhasil membuatku menjadi jatuh cinta pada sepupuku sendiri, sebuah kesalahan yang seharusnya tidak boleh aku biarkan namun aku senang bisa merasakan hal ini. Pada awalnya aku hanya bernafsu melihat tubuhnya namun sikapnya yang seperti ini berhasil membuatku menginginkan Ariel seluruhnya. Tak sadar karena lamunanku, kami berdua kini telah berada di parkiran. Setelah menemukan motorku, aku menyerahkan helm pada Ariel, namun aku merasa aku bisa melakukan sesuatu untuknya.

"loh loh Niel…" Ariel terkejut karena aku langsung memakaikan helm padanya.
"hehe, yuk" Aku mengajak Ariel menaiki motorku dan menuju kerumah.

Kunyalakan motor matic kesayanganku ini, mengendarainya dengan pelan. Kami berdua keluar dari area kampus ini bersatu dengan kemacetan di Jakarta yang saat ini tidak terasa untukku. Macet ini tidak bisa mengalahkan hatiku yang saat ini sedang berbunga bunga akibat Ariel. Sepanjang perjalanan Ariel berpegangan dengan erat di sisi pinggang jaketku. Sesekali aku mengintipnya dari kaca spion, melihat senyumnya yang merekah. Beberapa kali mata kami tak, sengaja bertemu dari pantulan kaca spion yang membuat kami berdua langsung membuang muka malu. Aku baru kali ini merasakannya, sebuah perasaan kasmaran yang sejak dulu tidak pernah ku rasakan dan hiraukan. Ariel memperkenalkannya padaku, dua hal yang tidak pernah aku pedulikan sebelumnya, ia mengenalkanku pada nafsu awalnya, dan kini pada cinta.

Sesampainya di rumah, kami berdua telah di sambut oleh kedua orang tua Ariel. Juga Eve yang nampak hanya melirik tidak terlalu peduli dan kembali fokus menonton series di Tv.

"kalian udah makan?" tanya tante Clarissa pada kami berdua.
"udah ma tadi aku makan sama Niel" balas Ariel pada ibunya.
"oh tumben biasanya makan dirumah" kata tante Clarissa lagi.
"gak tante, Ariel tadi lagi mau makan di kantin" tambahku.

Ariel yang berdiri di ujung tangga tersenyum kearahku. Aku bergegas menuju ke arahnya, ia menaiki tangga terlebih dahulu diikuti aku dibelakang. Sesampainya kami di lantai atas. Ariel berdiri didepanku, menatapku lekat, senyumnya yang begitu lebar membuatku deg-degan.

"ini rahasia kita ya" kata Ariel padaku.
"iya Riel aku paham" balasku padanya.
"yaudah ngh… aku ke kamar ya" kata Ariel yang sedikit ragu saat ingin menggunakan "aku".
"iya aku juga" balasku.

Kami berdua menuju kamar masing-masing, namun aku berhenti didepan pintu kamarku, menoleh kearahnya yang ternyata juga sedang menatap kearahku. Kami membuang muka karena malu dan buru-buru masuk kedalam kamar masing-masing. Aku merebahkan tubuhku dikasur. Mengistirahatkan tubuhku yang lelah, namun dipenuhi oleh bunga-bunga di hati. Tetapi aku lupa, aku mulai membuka kotak pandora perlahan-lahan.
__________________________

Keesokan harinya.

Aku sedang membaca bukuku di dalam perpustakaan. Sebuah buku cerita tentang peperangan besar yang terjadi disebuah dataran yang berada di tengah bumi, konflik antara si jahat melawan si baik yang melibatkan banyak manusia dan makhluk fantasi saling memperebutkan sebuah artifak sakti yang di bawa oleh makhluk kerdil. Sebenarnya kelasku masih nanti pukul 12, namun karena Ariel ada kelas pagi sehingga kami berdua harus berangkat dengan cepat, membuatku datang jauh lebih awal. Begitupun sebaliknya aku ada kelas pagi dan Ariel masuk siang. Menunggu kelas sambil belajar dan membaca adalah kebiasaanku. Aku memang sejak dulu senang belajar dan membaca. Aku terhanyut dalam bacaanku sampai sebuah suara memalingkan perhatianku.

"serius banget bacanya!" orang itu duduk didepanku.
"masih inget kan? Yang kemarin hehe" ia nyengir padaku.
"Sinta? Eh Siska?" Aku mencoba mengingat-ngingat namanya.
"Sinka!!", balasnya sambil menggembungkan pipinya kesal.
"Ssst!!!", orang-orang di perpus menyuruh Sinka diam.
"hehe… ini aku Sinka. Gak nyangka ya kita ketemu lagi" ia mengeluarkan buku-bukunya dan meletakkannya di depan ku.

Ku lanjutkan bacaanku dan Sinka mulai sibuk dengan tugasnya. Entah berapa lama kami fokus dengan kegiatan masing-masing. Sampai akhirnya Sinka memanggil namaku kembali yang membuatku melihat kepadanya.

"Niel, tolong bantuin aku" kata Sinka sambil menatap tajam padaku.

-Bersambung-
 
ckck saran-saran dari suhu membuat saya ingin berhenti melanjutkan cerita ini...
Screenshot-20191006-212614-1-1.jpg

Padahal saran-saran nama dari saya bagus-bagus lho, jarang terfikirkan oleh orang lain
Saya juga kasih referensi yang,... Akhirnya ada beberapa nama dari referensi itu yang sekarang menjadi 'terkenal' :pandaketawa:

Alias

Banyak yang update jadi pengen update juga,... Tapi lagi di goa (gila!! Saya kalo nyari alesan cerdas banget ya)
 
Ganti lagi y...
Ganti nama chara utamanya doang karena bermasalah.
akhirnya di post lagi:mantap: :mantap: :mantap:
Hehe iya, semoga suka!
Screenshot-20191006-212614-1-1.jpg

Padahal saran-saran nama dari saya bagus-bagus lho, jarang terfikirkan oleh orang lain
Saya juga kasih referensi yang,... Akhirnya ada beberapa nama dari referensi itu yang sekarang menjadi 'terkenal' :pandaketawa:

Alias

Banyak yang update jadi pengen update juga,... Tapi lagi di goa (gila!! Saya kalo nyari alesan cerdas banget ya)
Ini di goa bukan karena club kesayangannya sedang...
Udah balik nih :o

Siap kembali menyimak
Iya, disimak terus ya. Akan tetap update!
 
Part 4: Buku.

"bantuin aku dong" Sinka meminta tolong padaku, wajahnya benar-benar serius.
"eh… bantu apa?" tanyaku sambil menutup buku yang kubaca.
"kamu kan pinter, bantuin aku ngerjain tugas dong!" Sinka nyengir padaku.
"loh tapi kan kita beda jurusan" balasku kebingungan.

Sinka terdiam, wajahnya nampak bingung. Ia masih menatapku namun pandangannya terlihat kosong. Dia terdiam beberapa detik lalu tertawa tanpa suara.

"iya juga ya ini kan bukan kyak di SMA hahaha" Sinka menertawai dirinya sendiri, namun ia berusaha menahan agar suaranya tidak keluar.

Aku bengong melihat tingkahnya itu. Ia sepertinya seorang gadis yang lola, alias loading lama. Memang Tuhan itu adil, seorang cewek supel, cantik, ramah, baik dan lucu, hampir sempurna sekali sehingga diberikan kekurangan dibagian otaknya. Melihatnya yang masih nyengir-nyengir geli membuatku berdebar, manis sekali gadis didepanku ini.

"hmm aku kok masuk sastra jepang ya?" tanyanya tiba-tiba.
"loh mana aku tau…" balasku.
"emang deh wibu, dipikir suka nonton anime langsung jago bahasa jepang ya. Tulisannya keriting keriting huft" Ia mendengus kesal, namun wajahnya yang kesal itu begitu lucu.

Gadis imut ini menggembungkan pipinya dengan raut wajah yang kesal namun ia memanyunkan bibirnya. Aku bengong melihat dia yang seperti itu, kelucuannya sangat melewati batas. Mungkin kalau sekarang aku berada di dunia kartun, pasti hidungku sudah mimisan melihat tingkahnya ini. Aku sudah hilang fokus untuk belajar dan membaca, melihat tingkahnya saat belajar membuatku berharap akan menunggu kelas siangku lebih lama.

"oi oi, bengong dia! Kenapa? Aku aneh ya?" Ia menatapku heran.
"ah gak kok. Cuma gak biasa ketemu cewek unik kyak kamu. Lucu" balasku padanya.
"eehhh…." Sinka terkejut dan wajahnya bersemu.

Aku sadar bahwa mulutku keceplosan, malu sekali rasanya, aku berpura pura kembali membaca bukuku akibat malu yang kurasakan. Kami berdua kembali terdiam, canggung, sehingga kami kembali fokus pada apa yg tadi sedang di lakukan.

"Niel…" Sinka memanggilku.

Aku menoleh karena panggilannya itu. Namun Sinka malah sibuk mencoret-coret sesuatu diatas kertas, membuatku penasaran. Ia sepertinya serius lpsekali, lucu sekali melihat dia yang sedang serius ini. Ekspresi serius sangat tidak cocok di wajahnya, ia mengeluarkan sedikit lidahnya di tepi bibirnya ketika sedang fokus, unik sekali. Tak berapa lama kemudian ia telah selesai dengan apa yang di buat lalu memperlihatkannya padaku.

"wah bagus banget! Apa ini Sin?" balasku penasaran dengan gambar yang ia buat.
"ini kamu! Kalau yang ini aku!" jelasnya sambil menunjuk gambar itu.

Aku melihat gambarnya dengan seksama, ia dapat menggambar character 2D ini dengan sangat cepat. Ia menggambarkan character ku sedang memegang sebuah buku sedangkan character nya sendiri ia gambarkan sedang memegang sebuah boneka babi.

"wah kamu jago gambar ya. Keren!" puji ku padanya, ia nyengir menerima pujian dariku, gingsulnya yang terlihat membuatnya tampak sangat manis.
"hehe iseng aja kok! Tapi aku emang dari dulu mau jadi mangaka" balasnya dengan mata berbinar.
"nah kenapa kamu gak jadi mangaka aja setelah lulus?" tanyaku padanya.

Sinka menunduk dan terdiam, sepertinya aku salah bertanya.

"Sin maaf" aku meminta maaf padanya.
"ah gomen, kalo ngomongin mangaka aku jadi kepikiran aja sama ide ideku buat manga yang aku buat haha" Sinka tertawa kecil.
"emang kamu pernah buat manga?" tanyaku padanya.
"pernah sih beberapa kali, manga one-shoot gitu hehe" jawab Sinka sambil tersenyum. Ia memandang kearah lorong perpustakaan ini dengan mata berbinar.
"wah jadi penasaran deh." balasku, aku takut salah bicara lagi.
"haha jangan nanti kamu kaget!" balasnya meledekku.
"Sssstttsss!!!" kami berdua kembali di marahi oleh orang-orang yg ada di perpustakaan ini.

Aku membereskan barang-barangku, Sinka juga melakukan hal yg sama. Setelah, semuanya beres aku bangkit dari dudukku. Setengah berbisik, aku mengajak Sinka untuk berpindah agar tidak kena omel lagi. Kami berdua pun setuju untuk pindah ke taman depan fakultas sastra yang kebetulan dekat dengan perpustakaan. Perpustakaan di kampusku memang menjadi penghubung antara fakultas sastra dan komputer. Taman ini terlihat sepi sekali karena banyak mahasiswa yang belum keluar dari kelas paginya.

"ah disini gak bakal diomelin deh!" kataku sambil meletekan tasku di samping kursi taman.

Sinka duduk disampingku sambil memainkan HPnya, kami berdua saling berdiam cukup lama karena Sinka yang sibuk dengan HPnya. Aku masih melanjutkan bacaanku yang tadi.

"Niel, kamu sendiri cita-citanya apa?" tanya Sinka tiba-tiba.
"cita-cita? Apa ya?" benar juga, sepertinya aku tidak pernah memilikinya sebelumnya.

Sewaktu di bangku SD, aku ingin sekali menjadi seorang ilmuwan. Saat itu aku belum mengerti apa itu ilmuwan, yang ku tau ilmuwan selalu berkutat dengan chemicals, robot dan mesin. Semakin dewasa aku mengerti bahwa ilmuwan itu memiliki banyak cabang dan tujuan, semua yang mendalami dan bekerja untuk ilmu pengetahuan dapat di katakan ilmuwan. Jadi menurutku ilmuwan bukanlah sebuah cita-cita. Saat menginjak SMA aku bercita-cita untuk menjadi seorang pengusaha yang sukses seperti ayahku, namun kegagalannya yang terlihat jelas didepan mataku membuatku menjadi takut untuk melanjutkan mimpi itu.

"sepertinya aku gak punya cita-cita yang spesifik. Namun aku ingin membahagiakan keluargaku sekarang" jawabku pada Sinka.
"wah kamu kyak Whitebeard ya, melakukannya buat keluarga, keren!" Ia menatapku dengar mata berbinar.
"tapi aku gak mau mati mengenaskan hahaha" balasku tertawa.
"kamu tau One Piece?!" Sinka nampak bersemangat.
"tau, aku baca manga kok tapi yang mainstream aja. Bukan otaku kelas berat" balasku.
"aku gak nyangka loh! Padahal kamu belajar terus!" Sinka tampak begitu senang.
"haha biasa aja kok, bukannya di sastra Jepang malah lebih banyak ya?" aku kebingungan melihat tingkahnya.

Sinka tersentak mendengar perkataanku, ia menoleh sedikit kearahku kemudian terdiam. Sinka kembali diam disebelahku seperti tadi. Sepertinya aku salah ngomong kembali. Aku jadi tidak enak dengannya.

"Sin, salah ngomong ya? Maaf" aku kembali meminta maaf.
"ah gapapa kok. Jangan dipikirin haha" Ia tertawa kecil, memperlihatkan gingsulnya yang lucu.

Kami berdua kembali mengobrol, tentang One Piece dan beberapa manga yang aku tau. Sinka benar-benar seorang otaku yang expert, ia tau banyak sekali hal yang aku tidak tau. Ia sangat mendalami dunia anime dan manga Jepang. Ia juga menyukai game, banyak game yang telah ia mainkan dan tamatkan. Sinka benar-benar otaku yang luar biasa.

"yah udah jam segini. Aku harus masuk ke kelas nih. Kamu gapapa aku tinggal disini?" aku berdiri dari tempat duduk dan mengambil tasku.
"aku juga mau balik ke kelas. Sebentar lagi masuk juga." balas Sinka.
"oh okedeh kalau gitu. Aku duluan ya!" aku melambaikan tangan pada Sinka dan bergegas menuju gedung fakultas Komputer tempat kelasku berada.

Aku berjalan santai sambil melewati koridor, melewati berbagai mahasiswa yang telah menyelesaikan kelasnya. Ada yang duduk, ada yang makan, ada yang belajar dengan teman-temannya di lorong. Terkadang aku iri melihat mereka karena temanku hanya Ariel dan Sinka disini. Mungkin aku kenal dengan teman sekelasku, namun aku tidak pernah berinteraksi diluar pelajaran dan kelas. Aku melangkah didepan pintu perpustakaan. Aku melewati seseorang yang nampaknya aku kenal.

"loh Ariel?" aku terkejut bertemu dengannya disini.
"loh Ariel~" ia mengulang perkataanku dengan nada meledek, namun matanya menatapku sinis.
"kenapa deh?" tanyaku bingung.
"kenapa coba…" balasnya kembali.
"kamu nunggu aku atau pulang duluan?" tanyaku padanya, aku harus bergegas menuju kelasku.

Ia menatapku sinis, Ariel melotot padaku. Aku sadar maksudnya. Aku memberikan gestur meminta maaf padanya.

"gw tunggu lo disini sampe lo selesai." balasnya padaku.
"oke bos." balasku lalu meninggalkannya menuju kelas.

Sepanjang kelas berlangsung aku sedikit tidak fokus karena ingin segera selesai dan bertemu Ariel. Namun aku tetap bisa mengikuti kelas dengan baik dan mencatat semua yang dijelaskan oleh sang dosen.
______________________________

"halo, gw udah selesai nih. Dimana?" aku menelepon Ariel setelah semua kelasku selesai.
"di perpus. Kesini cepet." Balas Ariel lalu mematikan telepon dariku.
"buset main di matiin" kata ku kesal menatap layar handphoneku.

Setelah berpisah dengan teman-temanku, aku berjalan menuju perpustakaan yang tak jauh dari gedung fakultasku. Sebentar lagi perpustakaan akan tutup, aku tak mengerti kenapa Ariel menungguku disana. Benar saja, ketika aku memasuki perpustakaan ini penjaga perpustakaan itu berkata bahwa 15 menit lagi mereka akan tutup. Aku berbohong berkata ingin meminjam sebuah buku dan hanya sebentar.

"Riel?" aku memanggilnya dengan berbisik.

Perpustakaan ini begitu sepi dan mulai remang karena matahari senja mulai terbenam. Aku menyusuri lorong antara rak buku menuju meja-meja tempat mahasiswa biasa belajar.

"Riel…" aku kembali memanggil namun tak ada jawaban.

Aku kembali berjalan hingga di sudut perpustakaan ini. Aku melihat siluet dari seorang gadis yang duduk sambil menatap keluar jendela. Mentari senja yang mewarnai wajah sampingnya membuatku terpukau. Ariel terlihat begitu mempesona.

"Riel…" panggilku lagi, ia menoleh kearahku dan menyuruhku duduk.
"kenapa Riel?" tanyaku padanya, ia kembali menatap keluar tanpa mengindahkan pertanyaanku.

Ariel menyodorkan sebuah buku padaku, dibuku itu terdapat sebuah tulisan tangan yang Ariel buat. Dengan tinta warna hitam, tulisan tangannya yang bagus dan rapi itu kubaca perlahan lahan.

Aku liat kamu akrab banget sama dia, dia siapa?
Aku kira kamu cuma dekat sama aku, ternyata ada cewek lain juga yang dekat sama kamu, ada lagi yang lainnya?
Dia emang manis sih, trus ketawanya juga manis sampai bikin kamu ketawa lepas gitu. Lagipula kita kan cuma sepupu.


Aku terkejut membaca tulisan darinya. Jadi dia melihat saat aku dan Sinka sedang mengobrol menunggu kelas tadi. Apakah ia cemburu? Apakah ia marah padaku? Sejauh apa yang dia lihat tadi? Apakah aku dan Sinka terlihat seperti memiliki hubungan?.

"Riel, kamu jangan…"
"stttsss…" ia menyuruhku diam dan menunjuk ke arah bukunya, menyuruhku menulis apa yang ingin ku katakan.

Aku mengambil buku itu, kuambil sebuah pulpen yang berada diatas meja dan mulai mencoret coret buku itu. Ariel terlihat melirik kearahku penasaran namun langsung membuang mukanya ketika aku meliriknya sambil tersenyum. Wajah ngambek dan caranya ngambek itu sangat lucu, gemas sekali aku padanya.

Dia Sinka, dia yang kemarin bantuin aku waktu aku jatuh pas mau ketemu kamu di kantin.
Kamu jangan salah sangka dulu, aku sama dia cuma temen yang baru kenal dan kebetulan sama sama suka komik.
Gak ada cewek lain kok, aku aja cuma temenan sama Sinka karena kebetulan.
Kamu jangan cemburu gitu dong, kalau kamu bilang cemburu, aku lebih cemburu liat kamu sama temen-temen cowokmu. Loh emang kita sepupuan? Aku kira sekarang kita pacaran.


Aku menyerahkan buku itu pada Ariel. Ia membacanya dengan seksama, aku memperhatikannya saat membaca. Wajahnya yang serius itu membuatku semakin jatuh cinta, aku tau ini salah namun aku tak dapat menahannya. Aku mencintai Ariel lebih dari sepupu.
Aku melihat wajah Ariel tiba-tiba bersemu merah. Ia melotot kearahku namun aku dapat melihat senyuman yang ia tahan itu. Ia menutup bukunya dan berjalan ke sampingku, duduk di bangku sebelahku. Ia menarik bangku ku agar berhadapan dengannya.

"aku gapercaya" katanya dengan wajah kesal.
"kan aku udah jujur, masih gapercaya?" balasku lagi.
"abis kamu sama dia deket banget, duduk berdua di bangku taman. Gamungkin gak ada apa-apa!" balasnya marah namun dengan suara berbisik.
"gimana caranya biar kamu percaya?" tanyaku pada gadis didepanku ini.

Ia menatapku dengan penuh kemarahan, namun matanya yang berkaca kaca itu jelas terlihat di mataku. Aku menyesal telah membuatnya semarah ini. Namun apa yang kujelaskan padanya sudah semuanya dan memang aku dan Sinka tidak ada hubungan apa-apa. Aku harap ia segera mengerti akan penjelasanku.

"cium aku" ia menatap tajam padaku, kata-katanya sangat singkat namun menohok hatiku.

Apa yang harus aku lakukan…

"kalo kamu gak ada apa-apa, harusnya kamu gak takut" Kata Ariel lagi.

Aku menatapnya tak percaya. Apakah ia serius dengan permintaannya ini? Aku tak pernah mencium seorang gadis sebelumnya, lagipula Ariel ini adalah sepupuku, bukan teman maupun pacarku. Disatu sisi aku senang sekali bila diminta untuk menciumnya, namun disatu sisi aku tak ingin melakukannya karena kami telah melanggar tabu terlalu jauh. Menyimpan perasaan padanya saja sudah sangat salah, apalagi harus menciumnya.

"berarti kamu bohong. Yaudah kamu sama dia aja sekarang, mulai besok aku berangkat dan pulang sendiri." kata Ariel sambil melipat tangannya, wajahnya benar-benar marah.
"iya iya aku lakukan!" jawabku cepat.
"coba aja kalo berani" balas Ariel padaku.

Kudekatkan bangku ku padanya. Ia menatapku tak percaya, ia memperhatikan tiap gerak gerikku. Aku masih takut-takut dan ragu, namun aku memberanikan diriku agar ia percaya padaku. Perlahan namun pasti, aku melakukan hal yang sama dengan kejadian pocky waktu itu namun tanpa ada bantuan pocky kali ini. Kepalaku mulai bergerak mendekati kepalanya, wajah kami mulai semakin tidak berjarak. Bibirku bergerak menuju bibirnya dengan pelan.

"eehh serius????" Ariel terkejut akan apa yang aku lakukan.

Aku memegang kedua tangannya dan meletakannya diatas pahaku, meyakinkannya bahwa aku siap dan akan melakukannya. Ia menatap tak percaya padaku, namun memejamkan matanya kemudian. Buku yang menjadi penghubung kami tertiup angin dan terbuka, cahaya dari matahari senja yang kejinggaan menyinari buku itu. Sekarang kita pacaran.



Aku menatap Ariel yang wajahnya memerah, sepertinya aku juga sama merahnya sekarang. Ariel menyentuh bibirnya sendiri, seakaan memastikan bahwa apa yang barusan terjadi adalah sungguhan. Aku masih merasakan manis di bibirku, manis dari lipbalm dan bibir gadis dihadapanku ini. Kami berdua terdiam dengan wajah yang memerah malu namun senang, berjalan pergi meninggalkan perpustakaan ini tanpa saling menoleh maupun berbicara. Berjalan dalam hening menuju parkiran dan melaju pulang.
Sepanjang perjalanan aku hanya mengingat apa yang tadi terjadi sambil tersenyum bodoh. Tanpa berani mengintip kearah Ariel dari kaca spion. Hatiku sedang berbunga bunga, bagaikan terbang ke surga. Ariel yang memelukku dari belakang seperti mengatakan hal yang sama melalui dekapannya itu. Kami berdua resmi menjadi seorang kekasih hari ini, yang sama bodohnya dan melupakan apa yang mengikat kami berdua.

"ini rahasia kita ya" kata Ariel saat motor yang kukendarai berhenti di halaman rumah.
"iya." balasku padanya.

Ya Ariel, aku tau. Ini rahasia dan harus tetap menjadi rahasia. Karena ini juga merupakan sebuah dosa dan kalau bisa, aku ingin merahasiakan ini dari Yang Maha Kuasa.

-Bersambung-
 
Part 5: Sketsa.


Pagi hariku begitu cerah akhir-akhir ini. Hari-hariku menjadi semakin bewarna, setiap langkahku bagaikan ditumbuhi bunga, telingaku seperti dinyanyikan lantunan orkestra surga, bila ditanya apa yang sebenarnya terjadi, hanya ada satu jawaban yang dapat ku katakan, aku jatuh cinta.



"pagi…" sapaku kepada gadis bertubuh pendek dan sedikit berisi yang tak sengaja berpapasan denganku di tangga.
"eh… pagi", balasnya sambil tersenyum dengan begitu manis padaku.
"mmm…" aku terpaku menatapnya, ia juga diam dan hanya menatapku.
"kenapa?" tanyanya malu-malu.
"gapapa, kamu cantik" balasku jujur.

Ia mencubit lenganku gemas, ia mengedipkan sebelah matanya memberikanku kode. Mengerti dengan maksudnya, aku berjalan lebih dulu menuju ruang makan diikuti ia di belakang. Kami berdua menuju ruang makan untuk sarapan, disana sudah ada kedua orang tua Ariel dan juga ada Eve. Kami duduk bersebelahan di ruang makan ini.

"tumben amat deketan…" Eve melirik kami dengan wajah menyindir.
"apadeh lo, biasanya juga gini" balas Ariel sedikit kesal.
"koh, kok gak disebelah Ip?" kata Eve cemberut padaku.
"Ah iya iya." aku bergegas pindah ke sebelah Eve, Ariel sempat menahanku namun aku memberinya kode untuk melepaskan.
"koh, aku sama badgirl mau jalan-jalan ke puncak dong!" Eve bercerita padaku.
"oh ya?" balasku mendengarkannya.
"iya dong, acara dari sekolah. Kalau bukan acara sekolah aku mau ajak koh Niel." kata Eve padaku.
"yah padahal kokoh mau temenin kamu." balasku pada Eve.
"hmm… ini acara abg jadi koh Niel gak boleh ikut, sorry nih" kata Eve dengan gaya tengilnya yang khas.
"yah kasian deh koh Niel gak diajak." Aku membalasnya sambil tersenyum gemas, anak ini walaupun tengil namun punya sisi yang lucu juga.
"kapan-kapan aku mau ajak koh Niel ke sekolah. Biar cowok-cowok disekolah minder liat kokoh!" kata Eve lagi sambil memberikan acungan jempol padaku.
"hahaha siap!" balasku memberi jempol.
"ehem ehem…" Ariel pura-pura batuk, wajahnya nampak bete melihat kami berdua.

Kedua orang tua Ariel hanya tertawa melihat tingkah kami. Mereka bergegas meninggalkan kami terlebih dahulu, mengajak Eve yang sekalian diantar sekolah oleh mereka. Aku dan Ariel menyelesaikan dulu sarapan kami lalu bersiap-siap berangkat ke kampus. tak butuh waktu lama untuk kami berdua mengganti pakaian dan siap untuk berangkat. Aku memakaikan helm untuk Ariel, menjadi kebiasaanku sekarang untuk memakaikan helm pada kekasihku ini. Ia hanya tersenyum menerima perlakuanku, manis sekali tingkahnya bila hanya berdua denganku, membuatku semakin sayang padanya.

"mas, ke universitas **** ya" katanya padaku.
"oke mbak, sudah siap mbak?" balasku padanya.
"siap mas, yuk jalan" katanya lagi.
"loh, mbaknya ngajak saya jalan? Waduh mbak saya udah punya pacar. Cantik mbak, manis, gemesin." balasku dengan nada meledek.
"aduh masnya udah punya pacar, namanya siapa tuh mas?" balasnya lagi.
"Ariella Callista Tjandra mbak" balasku lagi sambil melirik kearahnya melalui spion.
"Ichwan!! Kepedean kamu wleeek!" ledeknya padaku, namun aku dapat melihat wajahnya yang tersipu malu dari kaca spion.

Aku melajukan motorku dengan santai, aku ingin menikmati waktu bersama Ariel selama mungkin. Hubungan kami yang terlarang ini membuat kami sulit untuk memiliki waktu berdua. Mungkin hanya saat di motor ataupun disaat jam kosong di kampus, karena kami harus merahasiakan ini semua dari orang tuanya, Eve, dan teman-temannya yang secara tidak langsung mengenaliku juga. Ariel memeluk pinggangku sambil menyenderkan kepalanya di punggungku, sepertinya ia masih mengantuk. Aku hanya tertawa kecil saat merasakan kepalanya terlelap nyaman di punggungku. Aku membawa kendaraanku sedikit lebih pelan agar tidak mengganggu tidurnya.

"Riel udah sampe" aku membangunkannya tanpa bergerak agar tidak mengejutkannya.
"hmmm…" ia nampak masih terlelap disana.
"Ariella bangun" aku kembali membangunkannya, namun ia nampak tak bergerak disana.

Beep!

Aku menekan klaksonku sekali yang sontak membuat Ariel terkejut.

"Hahaha akhirnya bangun juga" aku tertawa geli melihat ekspresinya yang lucu seperti itu.
"IIH Niel JANTUNGAN TAU GAK!" Balasnya dengan wajah mendengus sebal.
"hahaha maaf maaf. Abisnya kamu pules banget sih." balasku sambil melepaskan helm yang ia kenakan dan membantunya turun.
"awas lo ye gw bales nanti!" balasnya sambil menunjuk wajahku dengan ekspresi sebal.
"hahahaha dih ngambek. Jangan ngambek dong, kasian nih hati malah makin sayang" balasku dengan tertawa.
"iiih paling bisa emang ya gombal. Pantesan aja gampang deket sama Sinka!" balasnya lagi.
"kan… nanti cemburu sendiri…" ledekku padanya.

Ariel membuang mukanya, sepertinya ia malu karena ku ledek terus dari tadi. Ia melipat tangannya di dada sambil memunggungiku. Aku berjalan kearahnya dan merangkulnya dari belakang, merapatkan tubuh kami berdua sambil menatap wajahnya yang memerah. Pipinya yang menjadi seperti buah tomat dan bibirnya yang cemberut itu membuatku mau pingsan, manis sekali!

"Ariella…" panggilku pelan.
"apa?" balasnya padaku.
"kelas dimulai 10 menit lagi nih, kalo gak buru buru nanti telat loh" kataku padanya.
"oh iya! Yaudah aku duluan ke kelas ya!" ia nampak terkejut dan bergerak panik.
"tunggu tunggu… dari sini ke kelasmu sekitar 7 menit, dari sini ke kelasku sekitar 5 menit. Jadi kira-kira kita punya waktu 3 menit." aku memperlihatkan jam di HP milikku padanya, HP dengan foto kami berdua sebagai wallpapernya.
"trus?" Ariel menatapku penasaran.

Aku melihat ke sekeliling parkiran ini, parkiran motor fakultas komputer yang berada paling pojok area kampus ini memang bukan menjadi pilihan para mahasiswa, mereka lebih memilih parkir di area parkir fakultas hukum atau di fakultas Ekonomi yang dekat dengan jalan raya. Jadi parkiran ini meskipun masih pagi namun sangat sepi dan tak ada orang.

"sepi…" kataku lagi.
"trus kenapa?" Ariel bertanya lagi padaku, aku hanya menatap matanya.
"Niel mau ngapain?! Mesum ya?! Sumpah ya belom ada 2 minggu udah minta yang gak bener!!" Ariel menjauhiku dan seperti ingin berlari.
"Heh kalo ngomong!" aku membekap mulut Ariel yang berisik itu.
"Aku cuma mau minta kyak waktu itu! Can we kiss?" kataku malu-malu.

Ariel nampak terkejut namun kemudian ia tersenyum, aku lepaskan bekapanku dimulutnya. Ia menatapku sayu dengan wajah tersipu. Kami berdua saling menatap satu sama lain. Pagi yang cerah ini menjadi saksi seorang pemuda berkacamata yang sedang menundukan kepalanya kepada gadis manis idola ibukota yang sedikit berjinjit kearah pemuda itu. Angin yang berhembus meniupkan udaranya kepada pasangan yang kehabisan nafasnya setelah saling merapatkan kedua bibir mereka.
Tak ada yang sempat menghitung berapa kali bibir mereka bertemu pagi ini, tak ada pula yang sempat menghentikan mereka berdua, tidak burung-burung di pepohonan, tidak awan-awan di angkasa, tidak juga seorang gadis yang sedang menatap tak percaya di ujung lorong yang menghubungkan antara parkiran dan fakultas komputer itu. Mereka semua hanya mampu terpaku dan menonton lalu seakan lupa akan apa yang terjadi. Burung-burung itu terbang melanjutkan aktivitasnya, awan-awan itu bergerak tertiup angin, namun hanya gadis itu yang akan selalu mengingat apa yang baru ia lihat, gadis itu berlari tak percaya sehingga ia tidak sadar telah menjatuhkan sebuah buku sketsa, dan kedua insan yang sedang asik mencium itu kembali berpisah dan melanjutkan harinya seperti tak terjadi apa-apa. Pagi yang cerah ini memiliki kisahnya sendiri, terutama bagiku yang baru saja mencium kekasih, sepupu dan juga adik angkatku sendiri. Tanpa peduli dengan semua itu. Aku melanjutkan hariku dengan melaju menuju ruang kelasku, menyusuri lorong yang menyambungkan parkiran dengan fakultas komputer.

"buku siapa ini?" aku mengambil sebuah buku sketsa yang terjatuh.

Sketch Book
By. Sin Pyon~


"hmmm… punya siapa ya?" aku menatap buku itu penasaran.

Aku meletakan buku sketsa itu didalam tas karena tak sempat untuk membukanya dulu, aku berlari menuju kelasku karena sebentar lagi akan dimulai. Untung saja aku sempat mencapai kelasku saat dosennya tepat berada didepan pintu. Aku menyalami sang dosen mata kuliah pemrograman berbasis dataku itu kemudian duduk dan memulai pelajaran di kelasku.
______________________________

Setelah mencari di perpustakaan, di taman, dan di fakultas Jepang. Akhirnya aku menemukannya yang sedang asik mencoret-coret bukunya disebuah tangga. Aku mendekatinya perlahan agar tidak mengejutkannya lalu duduk di sampingnya.

"Hai Sinka, akhirnya ketemu juga!" kataku menyapanya.
"eeeeh…. Ngagetin aja." kata Sinka terkejut, ia menoleh kearahku.
"haha aku nyari nyari dari tadi ditempat tempat biasanya gak ada." kataku lagi padanya.
"hmmm…" ia tak menjawabku.
"tumben kamu disini, ngapain?" tanyaku padanya.
"iseng aja. Gak ngapa-ngapain sih" balasnya padaku.
"oh gitu…" balasku bingung dengan tingkahnya yang diam.

Kami berdua terdiam diatas tangga ini. Aku memutuskan untuk membaca buku yang baru aku pinjam dari perpustakaan, sebuah buku yang diadaptasi dari mitologi Nordic yang diceritakan dengan gaya kekinian dengan seorang anak setengah dewa sebagai karakter utamanya, meskipun anak ini merupakan anak dewa Yunani namun ia diceritakan sedang berkunjung ke wilayah utara dan bertemu dewa nordic disana, ya tidak sekedar berkunjung pastinya.

Sedangkan Sinka masih sibuk dengan buku sketsanya, sepertinya ia sedang fokus menggambar sesuatu. Aku tidak dapat mengintip apa yang ia buat karena ia menggambar menghadap kearahku sehingga buku sketsa itu tepat membelakangiku.

"kok kyak gak asing ya sama buku sketsanya?" pikirku saat melihat buku itu.
"mirip apa ya?" pikirku lagi.

Aku memperhatikan buku sketsa itu dengan seksama, meyakinkan sekali lagi apakah buku sketsa ini memang berjenis sama seperti yang aku temukan di parkiran tadi. Aku melihat ke bagian tengah buku sketsa ini, tempat dimana nama pemiliknya biasa tertera.

Sketchbook
By. Sinka J.


"hmmm… beda ternyata" pikirku kembali, membuatku sedikit tenang.

Aku tidak mendapatkan jawaban maupun petunjuk siapa sebenarnya pemilik buku sketsa yang tadi kutemukan. Tapi satu yang kuyakin adalah Sinka bukan pemilik buku sketsa itu. Aku menghela nafas lega yang membuat Sinka sedikit melirik kearahku namun kemudian kembali fokus menggambar.

"kalau gitu aku kembali ke kelas ya. Kyaknya kamu lagi sibuk banget" kataku sambil bangun dari dudukku dan mengambil tasku.
"ehhh… oke…" balasnya, ia nampak kebingungan dan ragu.
"kenapa Sin?" tanyaku penasaran.
"ie… aku…" ia nampak terbata.
"kamu kenapa?" tanyaku makin penasaran.
"aku liat…" ia menatapku dengan wajah takut kemudian membuang mukanya, "aku balik ke kelas duluan deh!" Sinka berlari meninggalkanku membawa tas dan buku-bukunya.

Aku hanya terpaku kebingungan dengan tingkahnya hari ini. Kemudian aku kembali menuju kelasku, melanjutkan bacaanku sebelum kelas dimulai. Ini kelas terakhirku di hari ini dan setelahnya aku akan pulang bersama Ariel.
___________________________

"yuk pulang" kata Ariel sambil naik keatas motorku.
"oke" balasku.

Ariel nampak begitu kelelahan hari ini, terlihat jelas dari raut wajahnya. Sepanjang perjalanan ia hanya berpegangan padaku dan menyandarkan kepalanya di punggungku. Aku mengerti dan membiarkannya beristirahat. Aku melajukan motorku dengan pelan, tak ada sepatah kata yang kami ucapkan semenjak keluar dari kampus tadi. Aku fokus menatap jalanan agar tidak mengganggu Ariel. Saat sudah mendekati daerah rumah kami, aku melihat sebuah supermarket terkenal dari jepang. Swalayan yang dulu sempat menjamur ini terkenal dengan yakitori dan kopinya. Ariel kebingungan saat aku membelokan kendaraanku disini, ia hanya terdiam mengikutiku dari belakang. Sepertinya saat ini ia ingin segera sampai ke rumah.

"nih." aku memberikan se gelas Moccacino padanya.
"Niel…" ia menatapku dengan wajah berbinar, senyumannya perlahan merekah.
"yuk pulang" kataku sambil menggandeng tangannya.



Ariel hanya mengangguk dan mengikutiku. Kami berdua bergandengan tangan mesra, Ariel merapatkan tubuhnya padaku. Senang sekali melihat kekasihku ini kembali bersemangat, menyenangkan bila bisa membuat orang yang disayang kembali senang. Kami melanjutkan perjalanan kami setelah membayar parkir dan bergegas pulang.
________________________________

*Eve Pov*

Aku sedang menemani ayahku di sebuah supermarket keluarga berlatar hijau ini. Ayahku ingin mengerjakan pekerjaannya disini karena bosan dengan suasana rumah, sedangkan aku memang senang menemaninya karena bisa jajan sambil nongkrong dan wifi-an. Setelah ayahku memesan kopi panas untuknya dan ice chocolate untukku, kami menuju ke sebuah meja yang cukup besar untuk laptop ayahku dan minuman kami. Aku juga membeli beberapa yakitori untuk ngemil sambil menemaninya.

"pa. Beli sate lagi ya buat koh Niel sama Ci Ariel." kataku pada ayahku sambil mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya.
"yaudah, bentar ya papa lagi ngerjain ini." balas ayahku tanpa menoleh.

Aku berjalan menuju kearah kasir yakitori yang berbeda dengan kasir cafe ini. Meskipun jualan utamanya adalah Yakitori, namun karena kopinya menjadi terkenal membuat pihak supermarket memutuskan membuat cafe menjadi wajah utama supermarket ini. Memudahkan pelanggan yang hanya ingin membeli kopi agar langsung memesan untuk dibawa pulang atau diminum di tempat. Aku memesan yakitori sambil memperhatikan cafe itu. Memang cafe ini begitu ramai karena kopinya yang enak namun murah, membuatnya di gemari kalangan mahasiswa dan anak nongkrong.

"loh itu kan?" aku menatap kearah dua orang yang baru saja memasuki supermarket ini dan menuju ke arah cafe.
"ah iya beneran koh Niel dan ci Ariel, kebetulan!" kataku dalam hati, wajahku berubah begitu senang melihat mereka berdua disini.
"yes nongkrong sama kokoh dan Cici, bisa update gaul nih" pikirku lagi.

Aku berniat menghampiri mereka berdua yang sepertinya belum sadar akan diriku dan papa yang sedang sibuk di pojokkan. Mungkin mereka juga tidak sadar bahwa mobil keluarga kami terparkir didepan sana. Namun saat aku berniat menghampiri dan memanggil mereka, aku melihat sesuatu yang tidak biasa. Koh Niel merangkul pinggang Ci Ariel dari belakang, anehnya Ci Ariel tidak marah dan bersikap biasa saja. Sedangkan biasanya mereka memang dekat namun tidak seperti ini. Aku mengurungkan niat untuk menyapa mereka dan akhirnya melihat mereka sambil sedikit bersembunyi. Koh Niel beberapa kali merapikan rambut Ci Ariel yang berantakan dan Ci Ariel hanya diam saja berdiri disampingnya. Koh Niel yang iseng menggoda Ci Ariel dengan mencubit pipinya pelan tidak membuat Ci Ariel marah ataupun membalasnya malah Ci Ariel terlihat tertawa dengan wajah yang tersipu. Aku semakin bingung melihat mereka berdua.

"lah… lah… LAH KOK…" aku menganga melihat pemandangan di depanku.
"ini seriusan woy? Gila kali!" Eve berkata dalam hati tak percaya.

Ia melihat kedua kakaknya berjalan sambil bergandengan tangan dan pergi meninggalkan supermarket ini sambil tertawa kecil. Mereka berdua berjalan begitu dekat dan benar-benar mesra. Eve masih berusaha meyakinkan apa yang barusan ia lihat. Ia tak percaya namun mencoba positif meskipun ia sendiri tau bahwa sikap mereka berdua benar-benar berbeda.

"dek. Ini dek yakitorinya" penjaga kasir memanggilku.
"dek dek, gw udah gede woy!" balasnya kesal sambil mengambil yakitorinya dan kembali ke ayahnya buru-buru.

Eve tanpa sadar sedikit menyenggol meja karena pikirannya terbayang-bayang apa yang ia lihat tadi. Ia ingin bercerita pada ayahnya namun ia masih belum yakin. Ia ingin memastikannya kembali apa yang ia lihat tadi, ia ingin memergokinya secara langsung agar yakin.

"kenapa sih Ip?" papa bertanya padaku.
"gapapa pa" balasku singkat.
"abis liat hantu kamu? Hahaha" tanya ayahku bercanda.
"ini lebih serem dari hantu pa" kataku dalam hati.

*Eve Pov end*
____________________________

Selesai mandi, sudah makan, dan sudah kembali kekamar. Ini waktunya untukku mengerjakan tugas-tugasku, memang tidak banyak tapi aku tidak ingin menundanya agar tidak pusing dan terburu-buru mengejar deadline. Aku ingin nilaiku tetap stabil agar tidak menyusahkan Om Ichwan nantinya, juga agar tidak menyusahkan Ariel. Aku ingin nantinya diterima bekerja di tempat yang menjanjikan dengan nilai-nilaiku yang bagus ini. Agar aku dapat membalas semua yang diberikan om Ichwan dan dapat membanggakan Ariel, setidaknya bisa menafkahinya dengan layak. Aku terbayang bayang apakah aku dan Ariel akan menikah, bisakah kami berdua menikah? Atau kami hanya tinggal bersama sampai tua, entah dengan anak-anak kami atau hanya berdua sampai tua nantinya. Bersembunyi agar rahasia kami tetap aman.

"oh iya ini kan buku sketsa yang tadi" kataku saat mengeluarkan buku sketsa itu dari dalam tas.
"Sin Pyon ini siapa ya? Nama samaran wibu banget hahaha" kataku tertawa.

Aku memperhatikan buku itu dengan seksama, cover dan bagian belakangnya nampak seperti buku sketsa biasa namun ada sedikit tulisan-tulisan dalam bahasa Jepang yang sepertinya di tulis oleh si pemilik. Aku membuka buku itu, pada halaman pertama tertulis sebuah paragraf full dalam bahasa Jepang. Tulisan itu begitu rapih, seperti buku yang ditulis oleh orang Jepang asli. Di bagian pojok kanan buku itu terdapat sebuah gambar panda kecil, sepertinya itu adalah ciri khas dari sang pembuat. Aku menbuka halaman kedua dan mendapati sketsa seorang cowok yang sedang duduk disebuah halte, cowok dengan tas selempang, bertubuh tinggi dengan jaket jumpsuit dan berambut sedikit gondrong itu nampak begitu detail. Disamping cowok itu terdapat sketsa seorang cewek yang sedang duduk memegang boneka panda, gadis berambut pendek yang memakai jaket itu samar-samar membuatku teringat akan seseorang.
Halaman berikutnya aku benar-benar terkejut, karena di halaman berikutnya terdapat beberapa panel seperti sebuah manga. Namun yang membuatku terkejut adalah, isi panel tersebut adalah sebuah adegan demi adegan persetubuhan antara cowok tadi dengan si gadis berambut pendek. Gadis itu disetubuhi pria itu dalam beberapa cerita, di bangku yang sama dengan gambar pertama, di sebuah kamar tidur dan terakhir di sebuah toilet.
Aku membolak balik buku itu dan menemukan beberapa gambar yang sama. Di halaman depan itu terdapat sebuah gambar sketsa seorang cowok dengan gadis berambut pendek ini, cowok itu semuanya berbeda namun cewek di sketsa itu tetap sama. Di halaman berikutnya masih sama, adegan dimana si gadis disetubuhi sang cowok di tempat-tempat yang tak biasa. Aku membaca buku sketsa ini. Jujur saja sebagai seorang lelaki, aku mulai terangsang setelah membaca buku ini, apalagi gambarnya yang benar-benar bagus, real dan mendetail. Membuatku terbawa suasana dari sang pembuat buku ini. Sampai tanpa sadar aku mencapai halaman terakhir buku ini. Buku ini selesai begitu saja tanpa ada kata-kata maupun penjelasan dari si penulis.

"gila ini manga hentai produk lokal atau gimana?!" aku terkejut setelah membaca isinya.
"sepertinya buku ini ada part 2nya" kataku dalam hati.

Aku mengambil sekotak tissue dan merebahkan tubuhku diatas kasur. Aku mulai membuka ulang buku ini dari halaman pertama dan membacanya perlahan. Andai saja buku ini nyata dan aku pemeran utama cowoknya sedangkan Ariel yang menjadi pemeran ceweknya.

"Sin-Pyon, aku ingin menggunakan buku ini untuk berimajinasi ya!" kataku sambil mulai mengocok batang penisku sendiri.
"Arieeeeel!!" desahku saat memulai masturbasi.

-Bersambung-
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd