Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kegagahan Ayah Mertua

Sensasi Baru

Kurasakan semakin hari ayah semakin sering memberi perhatian kepadaku. Perhatiannya berupa pertanyaan sudah makan atau belum. Kadang juga mengingatkan agar aku tidak terlalu capek saat sedang menyelesaikan pekerjaan rumah. Namun yang paling menonjol padaku, ayah sering memberiku uang. Kadang lima puluh ribu, seratus ribu, dua ratus ribu, bahkan ayah pernah memberiku uang dalam jumlah yang cukup banyak.

“Kenapa banyak banget, yah?” tanyaku.

“Gapapa,” jawab ayah. “Ini hasil panen kemarin.”

“Tapi kenapa sebanyak ini?”

“Buat beli gelang atau kalung,”

“Nanti kalo Mas Iwan curiga gimana?”

“Ya cari alasan apa gitu,” kata ayah. “Bilang aja tabungan kamu.”

“Buat ayah aja deh. Disimpen.”

“Ayah buat apa juga? Udahlah. Gapapa kok.”

“Makasih ya, Yah,” kataku.

Mendapat perhatian seperti itu, sebagai wanita, hatiku lama kelamaan menjadi luluh. Aku semakin ingin terus dekat dengan ayah. Bahkan aku merasa ayah sudah seperti suamiku. Ia selalu ingin melindungiku. Apalagi ditambah Mas Iwan yang tidak sesering ayah memberi perhatian padaku. Setiap kali ada kesempatan, pasti aku menyempatkan berduaan dengan ayah meskipun hanya berpelukan dan ciuman. Bahkan jika aku sedang kangen pada ayah, aku sering menghampiri ayah tak peduli suamiku sedang ada di rumah.

Pernah suatu sore, aku tak sengaja melihat ayah baru selesai mandi. Ia hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Sementara bagian atasnya masih dapat aku lihat. Ayah tersenyum nakal padaku sambil berjalan menuju kamarnya. Melihat ayah bersikap demikian, entah kenapa birahiku mulai naik. Apalagi pada saat itu aku memang jarang memiliki waktu berduaan dengan ayah.

Aku mencoba menahan birahiku yang terus naik tetapi tidak bisa. Akhirnya aku menghampiri ayah ke kamarnya dan perlahan aku mengentuk pintunya. Tidak butuh waktu lama, ayah langsung membuka pintu.

“Mau apa?” tanya ayah.

Aku tidak menjawab dan langsung menyelinap masuk ke dalam kamarnya.

“Iwan di mana?” ayah bertanya lagi.

“Di kamar,” jawabku.

“Nanti dia nyari lho!”

“Tapi aku pengin, yah,” kataku sambil meremas selangkangannya.

Mungkin ayah tidak tahan dengan rangsanganku, akhirnya ia menuruti kemauanku. Tetapi kami tidak sampai berhubungan intim karena situasi tidak memungkinkan. Ayah hanya menjilat memekku dan aku gantian mengulum kontolnya.

Pernah juga suatu malam, suami dan anakku tidur lebih awal. Sementara aku masih menonton televisi. Kulihat jam menunjukkan pukul 22.30. Aku ingin membuang air kecil ke kamar mandi. Aku membangunkan suamiku untuk menemaniku karena tidak berani sendirian.

“Mas, anterin yuk!” pintaku.

“Sendirian aja dulu. Mas ngantuk nih!”

“Ga berani, Mas.”

“Ga mungkin ada hantuk kok!”

“Ayo, Mas.”

Tidak ada jawaban dari suamiku. Sepertinya ia sangat mengantuk. Biasanya dia selalu mau setiap kali aku minta untuk ditemani.

“Aku minta anter ke ayah aja ya? Kayaknya belum tidur dia.” Aku memberanikan diri untuk bertanya seperti itu. Jika suamiku mengijinkan, berarti ada kemungkinan aku bisa berduaan dengan ayah. Jika tidak, suamiku pasti bangun dari tidurnya.

“Heem” jawab suamiku.

Tanpa kuduga, ayah mengijinkanku ditemani oleh ayah. Rasanya aku ingin melompat karena merasa senang dengan jawaban Mas Iwan.

Aku datang ke kamar ayah. Ternyata benar ayah masih belum tidur. Aku langsung mengutarakan keperluanku.

“Iwan mana?” tanya ayah.

“Dia ngantuk, Yah. Susah dibangunin,” jawabku. “Lagian aku udah ijin ke dia untuk ayah yang nganter.”

“Hah? Kamu serius?”

Aku mengangguk. Ayah tidak membuang-buang waktu. Ia langsung mengiyakan kemauanku. Sampai di kamar mandi, ayah juga ikut masuk ke dalam.

“Kok ayah masuk juga?” tanyaku.

“Ayah juga mau pipis kok,”

Akhirnya kami membuang air kecil bersama di kamar mandi. Ayah mengeluarkan kontolnya. Sementara aku mengangkat bagian bawah dasterku dan langsung kuturunkan celana dalamku. Aku mengambil posisi dengan membelakangi ayah.

“Kok ngadep ke sana?” tanya ayah.

“Malu, Yah. Masa pipis dilihatin?”

“Kenapa emang?”

“Malu dong, Yah,”

“Ayah kan pengin lihat,”

“Ayah ga jijik liat aku sambi pipis?”

“Kalo jijik, ayah ga mungkin ketagihan dong,”

“Ketagihan apa, Yah?”

“Memekmu yang nikmat itu,” jawab ayah. “Kamu ga ketagihan juga?”

“Ketagihan apa?”

“Kontol ayah?”

“Kalo ga ketagihan, ngapain aku minta anter ke ayah?”

Setelah selesai, kami langsung merapikan pakaian kami. Kulihat di selangkangan ayah ada sesuatu yang menonjol.

“Ayah udah tegang ya?” tanyaku memancing ayah.

Ayah tidak menjawab dan langsung menggandeng tanganku. Ia membawaku masuk ke dalam rumah dan terus membawaku ke dalam kamarnya. Kami sudah tidak peduli kalau ada Mas Iwan di rumah. Malam itu akhirnya kami bercinta. Aku sampai mencapai orgasme dua kali. Selepas bercinta aku kembali ke kamar dan langsung tidur.

Pagi hari aku terbangun oleh sesuatu yang bergerak-gerak di selangkanganku. Saat kulihat rupanya tangan Mas Iwan mulai meraba bagian selangkanganku.

“Mas…” jawabku lirih sambil membuka mata.

“Kamu kok udah ga pake CD?” tanya Mas Iwan.

“Eh…,” aku terkejut dengan jawabannya. “tadi malem kena air pas pipis,”

Aku berbohong. Karena sebenarnya, CD-ku aku taruh di tumpukan baju kotor karena kugunakan untuk mengelap selangkanganku dan selangkangan ayah. Serta spermanya yang mucrat di perutku.

“Oh. Bulumu juga ga pernah dicukur kayaknya ya?”

“Hehehe iya, Mas. Lupa terus,”

“Nanti dicukur ya,” kata Mas Iwan sambil tetap merangsangku.

“Iya, Mas,”

Pagi itu aku dipuaskan oleh Mas Iwan. Meski tidak senikmat dengan ayah mertua, aku tetap bisa mencapai orgasmeku. Mas Iwan juga bisa meraih puncak kenikmatannya. Dan sepertinya, ayah mengetahui kalau kami berhubungan intim pagi itu.

“Kurang puas ya yang semalem? Sampe nambah lagi paginya,” goda ayah.

“Itu Mas Iwan yang minta, Yah,” jawabku. “Masa aku tolak?”

“Iya iya becanda kok,” kata ayah. “Enakan yang mana?”

“Enakan apanya?”

“Enakan main sama ayah apa Iwan?”

“Ya enakan ini dong,” kataku sambil menggenggam kontol ayah. Tentu percakapan itu terjadi saat Mas Iwan sedang tidak ada di rumah.

Hari-hari berikutnya kami terus melakukan hal yang berani dan berisiko. Hubungan intim yang kami lakukan seperti menimbulkan efek candu: kami ingin terus mengulanginya lagi. Ayah mertuaku sudah benar-benar membuatku haus akan belaiannya. Padahal aku masih memiliki Mas Iwan. Aku merasa bercinta dengan Mas Iwan hanya sekadar memenuhi tanggung jawabku sebagai istri. Kini aku lebih menikmati percintaan dengan ayah mertuaku.

Suatu malam ayah memberitahu pada Mas Iwan bahwa besok pagi ia akan pergi ke gunung untuk melihat ladang yang di sana.

“Sudah lama ayah ga ke sana,” kata ayah. “Sekalian besok nyari kayu juga.”

“Iya, Yah. Aku besok harus keliling dulu jadi ga bisa bantu.”

“Gimana kalo aku ikut ayah?” kataku mengajukan diri. Pikirku ini kesempatakanku untuk bersama ayah. Aku sudah tidak memikirkan bahwa suamiku akan curiga.

“Gapapa,” jawab Mas Iwan. “Tapi Rizal gimana?”

“Ya diajak aja,”

“Kamu kuat naik gunung?” tanya ayah. Kulihat wajahnya sedikit khawatir. Aku paham dia bingung dengan usulku.

“Yaudahlah kalo emang mau ikut,” kata Mas Iwan. “Asal hati-hati aja. Terutama Rizal.”

“Iya, Mas.”

Aku sungguh tidak menyangka Mas Iwan akan memberikan respon seperti itu. Kupikir dia akan melarangku ikut. Rupanya ia langsung mengijinkanku untuk menemani ayah. Ini adalah momen aku tetap bisa bersama ayah. Meskipun sebenarnya masih ada Rizal bersama kami.

Besok paginya kami berangkat setelah suamiku juga berangkat. Ayah tidak lupa membawa kuda peliharaannya. Katanya untuk ia gunakan mengangkut kayu. Rizal, anakku, menunggangi kuda tersebut sambil tetap dituntun oleh ayah. Perjalanan ke gunung cukup jauh karena ladang ayah terletak di bagian paling atas. Kami butuh waktu sekitar 30 menit sebelum akhirnya kami sampai.

Sesampainya di sana ayah langsung pergi mengerjakan pekerjaannya. Sedangkan aku mencari kayu-kayu dari dahan pohon yang patah. Aku tidak lama karena Rizal memanggilku untuk makan. Selepas makan, ia langsung merasa ngantuk dan tertidur di pondok. Tak lama setelah itu, ayah datang dan kami pun makan berdua. Selepas makan kami duduk berdua di pondok sedangkan anakku masih tertidur.

“Yah, semalem Mas Iwan sempet curiga gara-gara aku sudah ga pake CD,” kataku memulai pembicaraan.

“Emang curiga gimana?”

“Ya dia tanya kenapa aku udah ga pake CD,”

“Terus kamu jawab gimana?”

“Untungnya semalem aku habis pipis, jadi aku alasan kena siram aja,”

“Lagian kamu pake ngajak ayah nemenin buat pipis,” kata ayah. “Ayah kan jadi pengin.”

“Emang ayah aja yang nafsuan kalo lihat aku,”

“Emang kamu ngga?”

“Ngga dong,” jawabku.

“Yakin?”

Aku mengangguk. Tanpa kuduga ayah mengeluarkan kontolnya dari celana pendeknya.

“Ayah ga pake CD ya?” tanyaku terkejut.

“Iya. Kenapa?”

“Ih, kalo bangun kan ntar kelihatan,”

“Ayah jarang pake CD sejak kecil,” katanya. “Makanya ukurannya gede.”

“Iya kayak kontol kuda,”

“Kamu tau kontol kuda?”

“Tau dong,”

“Emang gimana?” tanya ayah.

Tanganku langsung menggenggam selangkangan ayah. “Kayak gini,”

Aku mulai meremas-remas kontolnya yang perlahan kurasakan makin menegang.

“Jangan di sini,” kata ayah. “Ada anakmu.”

“Di mana?” tanyaku.

Ayah langsung bangkit. Kemudian ia melipat salah satu tikar yang ada di pondok. Ia langsung membawanya dan mengajakku. Kami berjalan menjauhi pondok sampai akhirnya tiba di salah satu sudut ladang. Sudut ini sedikit tertutup karena nyaris dikelilingi semak dan terhalang pepohonan juga. Sementara Rizal aku tinggal di pondok karena ia tak masih belum akan bangun.

Ayah langsung menggelar tikar di sana. Tangannya meraih tanganku dan aku dibawa ke dalam pelukannya. Kami pun mulai berciuman. Bibir kami saling beradu. Sementara tangan ayah bergerilya ke bagian dadaku. Kurasakan juga kontol ayah mulai menegang karena menyentuh bagian perutku. Tak tinggal diam, tanganku mulai masuk ke dalam celana pendeknya dan langsung meraih kontolnya.

Tangan ayah juga menyelinap masuk dan berusaha meraih payudaraku. Karena aku menggunakan BH, ayah mengalami kesulitan untuk meraihnya. Akhirnya ayah memintaku untuk membuka baju.

“Yah, ga ada orang kan di sini?” tanyaku pada ayah khawatir akan dilihat orang.

“Tenang aja,”

Ayah sepertinya sudah tidak sabar karena ia dengan cepat membuka baju dan BH-ku. Akhirnya bagian atas tubuhku sudah tidak tertutup apa pun. Tak mau kalah dengan ayah, aku juga memintanya untuk melepas kaosnya. Sekalian juga aku menurunkan celana pendeknya. Kontolnya pun langsung mencuat. Ayah kini sudah bertelanjang bulat. Ia pun akhirnya aku juga memintaku melepaskan pakaian bawahku hingga aku pun juga bertelanjang bulat. Ini kali pertama aku bertelanjang di area terbuka. Sungguh aneh rasanya. Apalagi khawatir ada orang yang mengintip.

Ayah memintaku berbaring di atas tikar. Aku menuruti permintaannya. Ayah pun membuka pahaku dan mulai mengarahkan kontolnya ke memekku. Pertama, ayah masih menggesek-gesekkan kontolnya di bagian bibir liang senggamaku. Cukup lama ayah melakukannya. Kadang saat kepala kontolnya menyentuh klitorisku, aku jadi menggelinjang. Setelah memekku mulai basah, ayah perlahan melakukan penetrasi. Kontolnya sedikit demi sedikit menyeruak masuk ke dalam memekku diikuti dengan desahanku.

“Aahhh…”

Akhirnya kontol ayah memenuhi seluruh ruang di memekku. Ia pun perlahan melakukan gerakan maju mundur. Kontolnya pun juga perlahan keluar masuk di memekku.

“Ahh…ahh…” desahku sambil memejamkan mata menikmati genjotan ayah mertuaku.

Ayah menundukkan kepalanya dan meraih bibirku. Kami kembali berciuman. Sementara genjotkan ayah masih terus berlanjut. Dan kurasakan semakin lama semakin cepat. Aku semakin bernafsu dengan ciuman ayah. Apalagi saat ayah mulai mendaratkan ciumannya di bagian belakang telingaku.

“Ahhh…aaa…yyahh…ee…nnaakk…” desahku saat ayah menjilati area sensitifku.

Ayah sendiri terus menggenjot memekku. Genjotannya pun kian cepat dan kuat. Aku mulai mengimbangi gerakan ayah. Pinggulku mulai mengikuti gerakan ayah sambil aku memeluk badannya.

“Ahh…ahh…yaahh…oohh…” aku terus saja mendesah.

Sambil tetap merangsangku di bagian leher, tangan kiri ayah memainkan puting susuku. Ia main-mainkan dengan jari-jarinya. Itu makin membuatku kian terangsang. Sampai akhirnya aku tak mampu menahan lagi nikmat yang aku dapatkan.

“Aahh…ahhh…yaahhh…aakk…”

Tubuhku bergetar hebat. Aku memeluk ayah dengan erat. Pinggulku sendiri mengangat ke atas menjemput kontol ayah. Ayah sendiri yang terus menggenjotku. Ia tidak menurukan ritme genjotannya.

“Aahhh…ahhh…” Kudengar desahannya makin berat.

Kurasakan genjotannya sampai membuat kontolnya mentok di rahimku. Sampai akhirnya, ayah dengan cepat langsung menarik kontolnya dan menumpahkan spermanya di bagian luar memekku. Cukup banyak sperma yang dibuang ayah. Kami pun sama-sama bisa meraih puncak kenikmatan kami.

Selepas itu kami segera kembali ke pondok dan kulihat anakku Rizal masih tertidur. Syukurlah, ucapku dalam hati. Kami berdua langsung rebahan di pondok menemani anakku. Aku tidur di tengah di antara ayah dan anakku. Sambil tiduran, tanganku masuk ke dalam celana ayah sambil memainkan kontolnya.

“Nanti kalo bangun lagi gimana?” tanya ayah.

“Ya biarin,” jawabku. “Habisnya enak sih.”

“Biar makin enak, keluarin di dalem ya?”

“Ayah mau?” tanyaku.

To be continued….
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd