Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kegagahan Ayah Mertua

Sayang banget kalo cerita ini sampe mandek atau endingnya nge gantung..semoga suhu diberikan semangat dan kesehatan biar bs menyelesaikan cerita ini sampai happy ending….
 
Ini udh tdk lanjut lagi ya?? Atau pindah ke sebelah??? Byk penulis2 bagus pindah ...
 
PENGAKUAN

Semenjak kejadian itu Mas Iwan jadi lebih banyak diam. Aku juga jadi bingung bagaimana harus bersikap. Sudah pasti diamnya Mas Iwan karena kejadian kemarin. Aku jadi merasa bersalah kepada Mas Iwan. Namun meskipun demikian, Mas Iwan tidak tampak marah padaku. Ketika aku ajak bicara, ia masih menjawab dengan seperti biasa.

Ayah sendiri bertanya padaku bagaimana kondisi Mas Iwan.

“Bagaimana si Iwan?” tanya ayah.

“Dia lebih banyak diam, Yah.”

“Apa dia marah?”

“Sepertinya ngga, Yah.”

“Mungkin dia kepikiran kejadian kemarin.”

“Pasti.” jawabku.

“Bagaimana kalo kita bikin rencana lagi?” kata ayah. Aku terkejut dengan kata-katanya itu.

“Rencana apa lagi, Yah?”

“Ayah pengin tau kenapa dia bersikap diam saja setelah kejadian itu.”

“Kenapa harus bikin rencana seperti itu lagi?”

“Itu satu-satunya cara.”

“Bagaimana rencananya?” tanyaku. Anehnya aku tidak menolak ide ayah.

“Kita buat rencana yang lebih dari kemarin.”

“Lebih gimana?”

“Nanti ayah akan membuat Iwan melihat ayah melucuti pakaianmu satu per satu.”

“Apa itu mungkin, Yah?”

“Mungkin saja.”

“Kalau Mas Iwan marah?”

“Kalo ternyata dia tidak marah?” balas ayah.

Akhirnya ayah dan aku kembali merencanakan untuk memancing Mas Iwan lagi. Suatu malam, ayah pura-pura sedang tidak enak badan. Lalu ia memanggil Mas Iwan. Tak beberapa lama Mas Iwan datang kepadaku.

“Ayah minta tolong sama kamu,” kata Mas Iwan.

“Minta tolong apa?”

“Kerokin badannya,”

“Hah?” Aku pura-pura terkejut. “Aku kan ga pernah ngerokin ayah, Mas?”

“Tapi dia minta kamu yang bantu kerokin,”

“Mas jawab gimana?”

“Aku tanya dulu. Gitu.”

“Tapi masa aku ngerokin ayah, Mas?”

“Kan cuma bantu ngerokin?”

“Mas ga takut kejadian kemarin terjadi lagi?”

Mas Iwan terdiam sejenak. “Kita lihat apa ayah bener-bener akan melakukannya.”

“Mas ga cemburu?”

“Tentu saja cemburu,” kata Mas Iwan. Tapi ia tidak mencegah ide ayah yang meminta bantuanku.

Akhirnya aku memutuskan untuk memenuhi permintaan ayah. Walaupun sebenarnya aku tahu bahwa semua ini hanyalah sandiwara semata. Aku juga penasaran bagaimana Mas Iwan akan merespon ide ayah ini. Aku menghampiri ayah di kamarnya. Kulihat ayah sedang berbaring dengan lemah. Ayah kemudian melihatku dan langsung menyuruhku masuk.

“Di mana Iwan?” tanyanya berbisik.

“Di kamar,”

“Ayah minta tolong kamu kerokin badan ayah, Yah.” Ayah langsung menjalankan perannya. Ia langsung membuka kaos yang ia kenakan dan bagian bahwanya masih dibungkus dengan sarung.

Semua perlengkapan sepertinya udah disiapkan oleh ayah. Aku pun mulai mengerok punggung ayah. Karena ayah memang sebenarnya tidak sakit, jadinya bekas kerokannya tidak terlalu merah. Aku memilih untuk diam dan tak bicara apa-apa. Hanya sesekali menjawab apabila ayah bertanya sesuatu padaku. Aku takut kalau Mas Iwan sedang mengintip kami berdua.

Selepas punggungnya dikorekin, ayah berbalik arah. Ternyata kulihat kontolnya sudah tegang. Aku bisa melihat dari gundukan di selangkangannya.

“Kamu lihat apa?” tanya ayah.

Aku menggelengkan kepala.

“Buka aja kalo pengin lihat isinya.”

Aku kembali menggelengkan kepala. Tapi ayah justru yang membukanya sendiri dan kulihat kontolnya yang tegang masih terbungkus celana dalam. Sarung ayah sendiri sudah terlepas dari badannya dan kini ia hanya mengenakan celana dalam saja. Aku juga mengerok bagian dadanya. Melihat ayah seperti itu sejujurnya hasrat seksku naik, tapi aku harus menahannya agar rencana ini terlaksana dengan baik.

Setelah hampir selesai, tiba-tiba tangan ayah beralih ke bagian dadaku.

“Ayah mau apa?” Aku pura-pura menolak perlakuannya padaku.

“Dadamu menggoda sekali,” Ayah terus memaksa memegang dadaku.

“Yah, jangan! Nanti ketahuan Mas Iwan bahaya.”

“Tenang. Dia ga akan tahu kok.”

Ayah terus memaksa dan aku terus saja pura-pura menolak. Tapi lama kelamaan aku mengendorkan penolakanku sampai akhirnya ia bisa meraih dadaku.

Kini ayah sudah bangkit dan juga duduk di pinggir tempat tidur. Namun ia mengubah posisiku untuk tidak membelakangi pintu. Kini aku menghadap ke arah pintu dan ayah yang membelakanginya. Tujuannya pasti agar Mas Iwan bisa melihat istrinya dilucuti pakaiannya oleh ayahnya sendiri.

“Wah, bener-bener menggoda.” katanya lagi.

Ayah lalu memaksaku untuk membuka dasterku. Tapi aku menolak.

“Mau apa, Yah? Jangan!”

“Buka aja,” kata ayah. “Aku pengin lihat badanmu.”

“Buat apa? Nanti ketahuan Mas Iwan. Bisa bahaya!”

“Ah, dia pasti lagi keluar!”

Ayah terus memaksaku sampai akhirnya aku tak bisa menolaknya. Dasterku pun lepas dari tubuhku dan kini aku hanya mengenakan BH dan CD.

“Wah, kamu bikin ayah makin ngaceng.”

Lalu ayah berdiri di depanku. Dia melepaskan celana dalamnya dan kontolnya langsung mencuat di hadapanku.

“Tolong bantu ayah,” katanya. “Kocokin kontol ayah.”

“Tapi, Yah…”

“Ayolah. Sebelum suamimu datang.”

Maka aku pun menuruti ucapan ayah. Tanganku langsung memegang kontolnya dan mulai mengocoknya.

“Ahh…ahh…” ayah mulai mendesah karena permainan tanganku.

Cukup lama aku mengocoknya tapi ayah belum menunjukkan tanda-tanda akan selesai. Tiba-tiba ia memintaku untuk membuka CD dan BH-ku.

“Jangan, Yah. Aku malu.”

“Ga usah malu. Kamu harus bersyukur punya tubuh yang mulus.”

Ayah langsung melakukan kemauannya. Ia langsung membuka CD dan BH-ku. Jadilah aku kini bertelanjang di depan ayah. Entah bagaimana perasaan Mas Iwan kalau dia sedang mengintip. Kenapa ia tidak marah istrinya diperlakukan seperti ini oleh ayahnya sendiri?

Kini ayah bebas mempermainkan payudaraku yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi. Kedua tangannya meremas-remas payudaraku kiri dan kanan.

Tiba-tiba ayah langsung menidurkanku. Aku kaget dengan sikapnya ini. Ini sama sekali tidak ada di rencana. Tapi entah kenapa ayah malah akan melangkah sejauh ini.

“Yah, mau apa?” bisikku pelan.

“Tenang. Kita lihat saja.”

Aku deg-degan apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah Mas Iwan akan tetap mendiamkan perlakuan ayah padaku ini? Tapi semakin ayah bertindak jauh, tetap tidak ada apa-apa. Apa jangan-jangan Mas Iwan tidak mengintip?

Akhirnya setelah itu ayah melanjutkan menyetubuhiku. Aku sendiri juga sudah tidak bisa menolaknya lagi. Sudah sejak tadi aku menahan hasratku. Ayah pun menyemburkan spermanya di dalam memekku. Sampai persetubuhanku dengan ayah selesai, tidak ada apa-apa. Saat aku keluar kamar, aku tidak menemukan Mas Iwan. Mungkin benar dia tidak mengintipku. Kulihat di kamar hanya ada anakku yang masih tertidur.

***

Pagi hari aku bangun dan menemukan Mas Iwan sudah duduk di ruang tamu.

“Mas,” sapaku. “tadi malem mas ke mana?”

“Eh…nganter uang ke rumah temen.”

“Aku nyari lho semalem.”

“Aku lihat kamu lagi sibuk ngerokin ayah, jadi aku keluar aja.”

“Kok gitu sih, Mas?”

Mas Iwan tidak menjawab. Lalu aku duduk di sampingnya.

“Mas Iwan lihat apa yang ayah lakuin sama aku?”

Mas Iwan tetap tidak menjawab.

“Aku minta maaf, Mas,” jawabku. “Aku bener-bener gak berdaya. Seolah aku langsung mau menuruti permintaannya.”

Mas Iwan hanya diam.

“Bukannya Mas Iwan yang semalem minta aku bantu kerokin ayah? Jangan marah, Mas.”

“Mas ga marah kok,” jawabnya. “Kalian berdua, dua orang yang sudah dewasa yang normal. Jadi wajar saja kalau kalian sama-sama tergoda.”

“Kenapa Mas Iwan tidak mencegah perbuatan ayah semalem?” tanyaku.

Mas Iwan langsung menunduk terdiam dan menjawab, “Aku cemburu melihatmu sama ayah. Tapi…tapi…aku juga bernafsu melihat kamu dilucuti pakaiannya oleh ayah.”

“SUDAH KUDUGA!!!!” kataku dalam hati.

Aku hanya diam saja. Bingung harus menjawab apa. Yang jelas aku harus memberitahu hal ini pada ayah.

“Apa semalem kalian melakukan hubungan intim?” tanyah Mas Iwan.

Apa maksud pertanyaannya? Apa dia tidak mengintip sampai aku keluar kamar? Atau ini hanya sekadar pancingannya?

Aku menggelengkan kepala. “Tapi hampir saja. Ayah yang menghentikannya tiba-tiba.”

“Kenapa?” tanya Mas Iwan.

“Aku ga tau.”

“Apa kamu senang diperlakukan seperti itu oleh ayah?” tanya Mas Iwan.

“Maksud pertanyaan Mas apa? Aku masih memikirkannmu, Mas.”

“Kalau seandainya ada kesempatan, apakah kamu mau berhubungan intim dengan ayah?”

Aku memandang Mas Iwan. Mas Iwan juga memandangku. Tapi entah kenapa aku tak bisa menjawab pertanyaannya. Mas Iwan pun akhirnya meninggalkanku sendiri dan ia pergi ke luar rumah.

Bersambung…
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd