Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Keluarga, sebuah kebersamaan (TAMAT)

Post 10

(POV Arfan)



Beberapa hari setelah aku mengijinkan hubungan antara Ikhsan dengan mamaku, mereka terlihat seperti pasangan yang tengah dimabuk cinta. Aku sudah menyiapkan hatiku kalau Ikhsan betul-betul mencintai mama dan sebaliknya mama juga menyukai Ikhsan. Aku pikir itu lebih baik daripada mama harus berhubungan dengan Billy.

Beberapa kali aku mendapati Ikhsan mengantar mamaku pulang. Meskipun sudah malam tapi teman karibku itu semangat sekali. Ternyata Airin dan kak Amira juga sudah mengetahuinya, bahkan mereka berhasil menginterogasi diriku untuk menjelasakan tentang hubungan mereka. Pada akhirnya mereka menerimanya.

***

Pukul 14:10, aku sudah tiba di rumah kost Dita. Rencanaku hari itu aku ingin mengajaknya menemui seseorang yang akan menjadi eksekutor dari sekenario yang sudah aku buat. Aku sudah beberapa kali mengantar Dita ke kost-nya, namun belum pernah sekalipun aku menginap di situ.

“Kamu nyantai dulu ya sayang... aku mau mandi dulu..” ujar Dita yang hanya melilitkan handuk putih di tubuhnya.

“Okey sayang.. tv nya bisa nyala kan!?” ucapku sambil duduk di depan tv miliknya.

“Bisa dong...” balasnya kemudian ke luar dari kamar menuju ke kamar mandi.

Belum lama aku duduk di depan tv tiba-tiba pintu kamarnya Dita kembali terbuka. Lalu muncullah sosok model om Julian yang aku kenal bernama Ninda. Dia memang tinggal satu kost dengan Dita.

“Dit.. Ditaa...!! eh, ada Arfan... Dita mana?”

“Mandi..” jawabku menatap Ninda yang saat itu hanya memakai bra dan celana dalam berenda warna putih semua. Cocok banget dengan karakternya.

“Ohh.. iya udah.. aku mau pinjam charge Hp aja.. ada kan Fan?” tanya Ninda cuek berdiri di depanku.

“Cari aja lah Nin..” balasku masih mengagumi tubuh molek Ninda.

Tanpa sadar Ninda membungkuk di depanku untuk mencari charge Hp milik Dita. Aku sudah mulai memperhatikan belahan pantatnya yang bulat menggoda itu. Setelah barang yang dicarinya tak ada, Ninda kemudian mencari di laci bawah meja tv. Kali ini Ninda betul-betul sudah nungging di depanku. Nampaklah memeknya yang tembem terbungkus celana dalam berenda warna putih tadi.

“Kamu lihat gak Fan?”

“Emm.. tergantung sih Nin..”

“Maksudnya??”

“Tergantung yang dilihat.. hehe..” balasku.

“Hadehh.. ponakan bos Julian udah mulai pintar ngegoda yah!? dasar mesum, hihi..” balas Ninda, namun dia masih tetap menungging di depanku karena barang yang dicarinya tidak ada.

“kalo ga ketemu pake punyaku aja Nin...” tawarku.

“Bisa masuk punyaku gak Fan??”

“Lhah.. ya bisa dong Nin.. apalagi kalu udah longgar..” balasku masih memperhatikan tembemnya memek Ninda.

“Punyaku udah longgar kok.. pasti bisa yah!?” ucap Ninda kemudian duduk dan menunjukkan smartphone miliknya.

“Lho kan.. bisa..” kataku setelah mencolokkan ujung kabel charge Hp milikku yang kubawa dalam tas.

“yaudah.. aku pinjem dulu yah.. makacihhh... cuph” Ninda berdiri lalu mencium pipiku. Dia kemudian pergi ke luar dari dalam kamar Dita.

***

Pukul 15:05, aku dan Dita sudah duduk berdua di sudut ruangan salah satu kafe yang ada pinggiran kota. Tempatnya tidak terlalu besar, tapi karena penataan ruangnya bagus jadi terlihat lapang.

Dita sore itu memakai gaun panjang warna coklat muda dengan garis warna cream untuk kedua lengannya. Dipadu dengan hijab warna putih, semakin membuatnya mirip anak remaja. Memang pakaian Dita tidak mewah, tapi malah membuatnya terlihat anggun dan sederhana. Aku sangat suka banget dengan penampilannya.

Beberapa saat lamanya aku dan Dita bercengkerama, sekaligus menghabiskan separuh minuman yang kami pesan. Saat itu juga orang yang sepakat untuk bertemu denganku akhirnya datang juga.

“Kami datang karena bos Jul yang pesan..” kata laki-laki di depanku dengan muka garangnya.

“Oke om, langsung aja ke bisnis kita.. nih orangnya..” kataku sambil meletakkan foto seorang pemuda di atas meja.

“Hemmmm...”

“Alamatnya ada di balik fotonya, sekalian nomor Hpnya juga...” kataku.

“Trus...maunya.. gini?” ucap laki-laki itu sambil membuat tanda garis mendatar di leher dengan jempolnya.

“Eitt.. jangan lah om.. di negara kita ini kan banyak hutan.. bisa tersesat kalau kita ga tau jalan..” ucapku sambil menyeruput minuman di depanku.

“Hemm.. ide menarik... deal..”

“Ini aku kasih lunas deh om..” ucapku sambil menyodorkan sebuah amplop coklat.

“kamu beneran percaya sama saya??” ujar laki-laki itu tersenyum dingin.

“Hahaha.. dari wajah dan sikap om saja aku sudah percaya kok.. apalagi om Jul yang kasih rekomendasi...”

“Hemmm... anggap saja pesanan kamu sudah dikerjakan..”

“Makasih om...”

“Oiya.. siapa namanya?”

“Billy..”

Laki-laki itu tanpa bersalaman dan tanpa pamit langsung pergi meninggalkan aku dan Dita.

“Siapa sih dia yang??” tanya Dita sambil memeluk tangan kiriku.

“Hemmh.. dia itu penyelesaian masalahku.. sudah, kita pulang aja yukk...”

Aku kemudian ke kasir dan membayar pesanana kami. Setelah itu aku dan Dita masuk ke mobil dan pergi meninggalkan tempat itu.

“Sayang... besok ikut aku gak? Aku mau ke rumah om Julian...” ucapku membuka obrolan saat di dalam mobil.

“Ikut dong... eh, ngapain ke sana?” balas Dita.

“Hehe.. ya silaturahmi lah..”

“Helehh.. pasti ada sesuatu nih... apa hayoo?”

“Enggak kok.. besok kita sama kak Amira juga..”

“Airin??”

“ga ikut dia.. katanya sih udah ada janjian sama temannya..”

“Ohh, yaudah.. kalo gitu kita ke kost dulu, ngambil baju ganti..” ajak Dita. Akupun langsung mengarahkan mobilku menyusuri jalan menuju kost Dita.

Pukul 16:35 kami sudah kembali tiba di kost Dita. Kami berdua langsung turun dari mobil dan menuju ke kamar pacarku itu. setelah berada di dalam kamar, Dita langsung menurunkan sebuah tas besar dari atas lemari bajunya.

“Sayang... emang kamu mau ke luar negeri apa?” ucapku.

“Lhah, katanya suruh bawa baju ganti?”

“bener sih.. cuma gak segitu banyak kali..”

Karena mendapat komentar negatif dariku, Dita memutuskan untuk meninggalkan tas besar itu di bawah tempat tidurnya. Dia kemudian mengambil tas yang lebih kecil dari dalam lemari. Setelah tak mendapat komentar dariku lagi dia langsung mengambil beberapa potong baju dan langsung dimasukkan ke dalam tas.

“Gak usah bawa daleman...”

“Hah!? Jangan dong sayang...”

“Udah gapapa... tinggalin aja semua, ntar aku beliin yang baru deh, hehe...”

“Benerah yah??” tanya Dita lagi, aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepala tanda setuju.

Akhirnya setelah kurayu-rayu dengan sepenuh tenagaku akhirnya Dita setuju dengan keinginanku. Dia kupaksa tidak membawa pakaian dalam apapun. Bahkan yang dia pakai saat itupun aku minta untuk dilepas. Aku ingin Dita tampil lebih berani dan percaya diri dengan bentuk tubuhnya yang seksi itu.

Setelah Dita menyiapkan keperluannya untuk perjalanan ke rumah om julian besok, kami berdua kemudian pulang ke rumahku. Malam itu Dita menginap di rumahku karena besok pagi-pagi sekali kita sudah berangkat biar gak terlalu panas di jalan.

Makan malam kali ini berasa spesial banget, karena aku ditemani oleh orang-orang yang kusayangi. Ada kak Amira, Airin maupun Dita, hanya saja mama tidak ada. Kak Amira tampak cantik dengan gaun bertali semi transparan warna hitam. Membuat kedua payudaranya yang tak terbungkus bra terlihat membayang. Belum lagi rambutnya yang panjang sebahu dia kuncir ekor kuda, memamerkan leher putihnya yang berhias bulu halus itu nampak menggairahkan.

Airin yang sedari tadi tersenyum bahagia juga terlihat cantik, namun ada kesan imut di penampilannya. Tubuh bagian atasnya memakai tanktop warna hijau terang, sedangkan bawahannya hotpants merah muda. Karena Airin juga tak memakai bra, puting susunya jelas tercetak dan buah dadanya yang bulat menggembung itu seakan ingin tumpah dari tanktop yang menahannya.

Favoritku tetaplah Dita. Karena saat itu dia tak membawa banyak baju ganti, akhirnya malam itu dia memakai sebuah kaos ukuran besar, yang ujungnya sampai di bawah pantatnya. Aku sering tersenyum saat melihatnya. Sangat menggairahkan, apalagi aku tahu di balik kaosnya itu dia sudah tak memakai apa-apa lagi. Itulah kenapa beberapa kali dia harus menarik ujung kaosnya ke bawah saat dia menunduk atau pas dia mengambil sesuatu di bawah. Awal-awalnya dia terlihat risih, tapi karena kami menganggapnya hal biasa akhirnya dia jadi ikut cuek saja. Pokoknya aku suka banget sama Dita. Ugh, wajahnya imut dan kelakuannya menggemaskan.

Selesai makan, Airin dan Dita yang kebagian membersihkan peralatan makan. Sedangan aku dan kak Amira ngobrol di depan meja makan sambil minum jus jeruk kesukaannku.

“Udah siapin barang-barang yang mau dibawa kak?”

“He’em... beres...” balas kak Amira sambil menggesek layar Hpnya.

“Mau berapa lama di sana?”

“Hemmmh.... liat aja ntar, paling sebelum masuk kuliah aku udah pulang.. eh kalu kakak pulang kamu jemput yah Fan..”

“Oke.. kakak chat aja biar aku ga lupa...”

Aku, kak Amira dan Dita meneruskan acara ngobrol kami di ruang tengah. Sedangkan Airin langsung naik menuju kamarnya untuk mengerjakan tugas yang kurang sedikit lagi selesai katanya.

Pukul 9 malam kak Amira pamit masuk kamarnya. Aku dan Dita juga naik ke lantai dua setelah memastikan semua pintu telah dikunci. Rencananya Dita malam ini mau tidur bersama Airin di kamarnya. Tapi entahlah, Airin masih sibuk dengan tugasnya hingga Dita tak mau mengganggunya.

“Sayang... kamu cantik banget hari ini” ucapku sambil membelai rambut Dita yang tiduran di sebelahku.

“Hemm.. berarti kemaren gak cantik dong!?” balasnya cemberut.

“Hahaha.. ya gak gitu.. tapi hari ini kamu pake baju ini tambah cantik”

“Berarti besok-besok aku pake kaos ginian aja ya sayang, hihi...”

“Iya dong... hehe.. trus, kalo kita udah punya rumah sendiri kamu ga usah pake apa-apa aja.. gimana?” godaku.

“Emang boleh?? Ntar ada yang ngintip gimana?”

“Ya gapapa, kan cuma ngintip aja.. biarin...”

“Hihi.. yaudah, aku ikut aja maunya kamu...”

Dita kemudian memiringkan tubuhnya lalu memagut bibirku dengan mesra. Akupun membalasnya dengan usapan lidahku di lidahnya. Tak lama kemudian kami sudah terlibat percumbuan yang panas dan menggairahkan.

Aku yang hanya memakai celana basket saja membuat batang penisku yang tegang terasa menonjol. Beberapa kali penisku juga sempat menekan paha Dita. Dengan cepat tangannya memegang ujung celana basketku lalu menariknya. Akupun tak mau kalah, kutarik juga ujung kaos longgar yang dipakai Dita sampai lepas dari tubuhnya. Hanya dalam hitungan detik saja kami berdua sudah telanjang bulat di atas tempat tidurku.

"Hemmmh... gede banget sayang... Mana udah tegang lagi, hihi.." bisiknya lembut di telingaku.

“Itu spesial buat kamu..” balasku.

Batang penisku yang berdiri tegak dipegang-pegang, bagaikan anak kecil yang baru saja menerima mainan barunya. Kedua telurku kadang dipencetnya hingga aku terpekik, atau urat-uratku yang menonjol dirabanya dengan heran, bahkan lubang kencingku disibaknya seolah mencari sesuatu. Tiba-tiba telapak tangannya diludahinya sendiri, lalu dengan tangan itu dikocoknya penisku.

“Uhhh.. kamu makin pinter aja yang...” pujiku.

Cairan ludah yang melumuri tangannya memperlancar tangan Dita bergerak naik turun. Sambil melakukan aksinya itu dia menatapku, seolah ingin mengetahui reaksi yang aku berikan. Wajah itu tampak tersenyum saat mengetahui reaksiku yang memang begitu menikmatinya.

“Iihh... kamu jadi keenakan tuuuuhhh, hihihi..." godanya, kini aku jawab dengan mengusap lembut paha mulusnya.

“Aaaaauugghhhhh... keter..laluan bang..nget sih..ka..mu. aahhh.. aku balasss..."

Aku langsung menyerang tubuhnya secara tiba-tiba. Kubalikkan tubuh Dita hingga posisinya telentang. Kutahan kedua tangannya dengan tanganku juga, lalu mulailah kusedot dan kuemut kedua puting susunya bergantian. Ahh...betapa indahnya apa yang berada di hadapanku ini, lekuk tubuh yang begitu sempurna dan putih bersih. Kusentuhkan juga ujung penisku pada celah vaginanya, Dita hanya menjerit tanpa suara.

Puas mengerjai kedua payudaranya, kini aku bergerak ke tubuh bagian bawahnya. Kepalaku sekarang sedang berada di depan pangkal pahanya. Organ kewanitaan pacarku kini telah berada di hadapanku, sepenuhnya. Kusentuh bibir vaginanya, yang secara reflek kedua pahanya membuka, mempertunjukan belahannya yang berwarna merah pucat. Bulu-bulu yang menumbuhinya masih belum begitu lebat, sepertinya Dita habis mencukurnya.

“Aaaahhh.... aduh yaang.. diapain sih!?” rintih Dita menatapku manja, sambil kedua tangannya menjambak pelan rambutku.

“Srrruuuupphhh..!!” kusedot agak kuat daging lembut yang mulai mengeluarkan cairan bening yang sedikit asin itu. Sepertinya dia agak sedikit terkejut, yang ditandai dengan gerakan bokongnya yang menyentak sesaat. Clitoris yang letaknya sedikit agak di atas juga tak luput dari sedotan mulutku, yang membuat erangannya semakin keras.

“Faaaaaaann.. aaaauuhhh.. enak yaaang.. teruuuss.. Aahhh..” rintihan dari mulutnya semakin keras.

Aku terus menjilati kemaluan Dita yang tembem dan rapat itu. Belum ada laki-laki lain yang pernah menikmati bagian itu, dan semoga hanya aku saja yang melakukannya.

“Fann... langsung dientot aja ya sayang... aku udah gak nahan nih.." rengeknya. Aku tak membalasnya, tapi terus ku oral kemaluannya seperti tanpa ada rasa puas.

Hingga akhirnya terdengar erangannya yang keras, yang kuyakini itu adalah puncak kenikmatannya yang telah dia capai.

“Hhaaaaaaaaaa......!!”

Sebuah pekikan yang panjang, dibarengi dengan bokongnya yang terangkat ke atas sehingga mulutku terbenam di dalam liang kewanitaannya. Setelahnya, gadis itu terdiam, menyisakan nafasnya yang terburu-buru. Kutatap wajahnya juga, wajah yang kini tersenyum ke arahku.

“Enak sayang??”

“Banget...” jawab Dita tersenyum manis.

Aku kemudian memposisikan tubuhku berada di atas tubuh Dita. Kini ujung batang penisku sudah menempel di mulut vaginanya.

“Ayo sayang.. langsung masukin kontolnya..." desaknya, sambil menyibak bibir vaginanya dengan kedua tangan.

Blesss..!! batang penisku amblas ke dalam liang memeknya yang telah basah oleh cairan orgasmenya, diikuti dengan desahan lembut dari bibirnya. Aku langsung menyodokkan batang penisku dengan kecepatan tinggi, hingga tubuhnya ikut terguncang-guncang secara berirama.

“Iya sayang.. ahh.. yang kenceng .. Hgghh...hgghh..hgghh......" racaunya, sambil kedua tangannya meremas bokongku, sementara kedua kakinya melingkar pada pinggulku.

Aku terus menggenjotnya dengan keras. Kuayunkan pinggulku maju mundur tanpa kenal lelah, karena rasa nikmat semakin mengalir di tubuhku. Beberapa menit kemudian terdengar lengkingannya yang keras, diikuti dengan remasan tangannya pada bokongku yang semakin kuat.

“Aaaaaaaa..... aku sampai.... aaaaahhhhhhhhh....” jeritnya. Mulut mungil tipis Dita terus menganga melepaskan hembusan nafasnya yang tersengal-sengal. Tubuhnya tengah dikuasai nafsu membara, nafsu yang pada akhirnya tertuntaskan.

Kuteruskan tusukan penisku pada liang senggama Dita. Vaginanya yang becek semakin membuat peniku terasa licin saat keluar masuk celah memeknya. Hanya beberapa menit setelahnya, aku melenguh keras, merasakan nikmatnya orgasme dari persetubuhan kami.

“Aaaaaahhhh.... aku keluar sayaaang... aaahhhhh...” desahku bersamaan dengan semburan sperma dari ujung kemaluanku di dalam liang vaginanya.

“Ahhh... Fan.. ada... ada...” ucap Dita dengan mata terbelalak kebingungan sambil tangannya menunjuk ke arah pintu.

Dengan batang penis yang masih berkedut di dalam liang vagina Dita akupun menoleh ke belakang. Sekilas kulihat bayangan seseorang yang ada di depan pintu, kuyakin itu tadi adalah Airin.

“Sayang... lepasin dong..” ujar Dita sambil mendorong badanku untuk tidak menindih lagi badannya. Dia lalu berdiri dan memakai kembali kaosnya.

“Kemana sih??”

“Nyusul Airin... tuh.. cemburu tuh adek kamu..” ucap Dita manyun, aku malah kaget dengan kalimatnya. Apa maksudnya Airin cemburu?”

Kubiarkan Dita keluar kamar dengan maksud menemui Airin. Aku masih terbaring di atas tempat tidurku tanpa menutupi ketelanjangan tubuhku. Cuek saja, paling yang melihat adalah keluargaku juga.

Beberapa menit kemudian Dita kembali dengan menggandeng Airin. Raut wajah adik perempuanku itu sepertinya kecewa, bahkan kulihat ada bekas tetesan air mata. Aku semakin bertanya-tanya kenapa dia sampai seperti itu. Apakah dia benar-benar cemburu pada hubunganku dengan Dita?

“Adeeek... jangan marah lagi doonk.." ujarku pada Airin yang duduk di sebelahku.

“...” dia hanya diam saja tak membalas ucapanku.

“Deek.. kakak sedih kalo adek marah gitu... ceritain dong” bujukku.

“Kakak tuh nyebelin...!!" akhirnya Airin membuka suara.

“Emang kakak kenapa?”

Airin kembali tak membalas pertanyaanku. Tapi matanya tertuju pada Dita yang duduk di kursi depanku. Aku langsung tau apa yang tengah dipikirkannya.

“Airin.. gini, kakak mau ngomong.. ingat, pada saatnya nanti kakak dan kamu pasti berpisah, kakak pasti menikah dan kamu juga sama..”

“Tapi Airin sayang sama kakak...” ucap Airin lalu memelukku dengan erat. Tubuhnya yang seperti biasa hanya memakai celana dalam saja membuat payudaranya langsung menempel kulit dadaku.

“Iya, kakak tau kalo Airin sayang sama kakak.. tau gak? Kakak juga sayang sama Airin.. tapi nantinya kakak punya rumah tangga, kamu pasti punya suami juga..”

“Tapi kak.. gimana nanti hubungan kita??”

“Hemm.. masih tetap sama, Airin ini adeknya kakak yang paling kakak sayangi..” jawabku.

“Iya... Dita juga sayang sama Airin, tak akan berubah selamanya.. bahkan nanti kalau Airin kangen tinggal bilang aja, pasti kak Arfan mau kok.. ya kan sayang?” tambah Dita. Mendengar kata-katanya itu aku jadi semakin mencintainya.

“iya.. Airin bilang aja, ntar kita bisa main bersama” balasku sambil mengedipkan mata sebelah pada Dita.

“Ehhh... apaan sih!? Geje...” Dita pura-pura ngambek, padahal senyum di bibirnya menyatakan suka pada ideku tadi.

“Udah ya Rin.. meskipun suatu saat nanti kakak menikah sama Dita, kamu biasa aja, kita tetap seperti ini kalau kamu mau...” kataku.

Airin kembali terdiam. Tubuhnya masih memeluk tubuhku. Aku terus berharap penjelasanku tadi bisa membuka pikirannya. Hubunganku dan Airin seharusnya adalah hubungan keluarga, tanpa embel-embel nafsu di dalamnya. Itulah kenapa aku merasa langkah kita sudah terlalu jauh masuk dalam kubangan birahi.

“Ummm.. iya Airin ngerti.. tapi aku mau bukti..” ucap gadis manis itu kemudian.

“Bukti apa sih sayang??” tanyaku keheranan.

“Bukti perkataan kakak tadi.. aku mau malam ini kita main bertiga..”

“Okeee....”

***

Pagi itu seperti yang sudah kami rencanakan, aku, Dita dan kak Amira pergi menuju rumah om Julian. Perjalanan kali ini memakai mobilku. Tentu saja harus pakai mobilku karena bawaan kak Amira ada dua koper besar, entah apa saja yang dibawanya sampai segitu banyak.

Dita duduk di depan menemaniku. Pagi itu dia memakai kemeja lengan panjang warna biru polos dengan dipadu celana bahan warna hitam. Ditambah dengan jilbab warna biru langit membuat penampilannya semakin cantik namun tidak berlebihan.

Kak Amira duduk di kursi belakang. Saat berangkat tadi dia memakai jaket jeans warna biru dengan celana pendek jeans juga yang kainnya bolong di beberapa tempat. Namun selepas kami keluar dari jalan tol tadi kak Amira melepas jaketnya. Kini nampaklah buah dadanya yang terbungkus bra berenda semi transparan warna hitam. Aku diam tak berkomentar pada kelakuannya. Moga saja orang di luar sana tak sempat melihatnya.

Pukul 08:35 pagi, setelah menempuh perjalanan selama 3 jam lebih akhirnya kami sampai pada jalanan pedesaan. Sebenarnya bukan pedesaan, tapi lebih tepatnya jalan provinsi yang di kanan kirinya dipenuhi dengan pohon jati. Jadi suasananya mirip-mirip jalan di desa. Aku sampai sekarang tak habis pikir, dengan pekerjaan om Julian seperti itu harusnya dia tinggal di kota saja. Ini malah kebalikannya, om ku itu malah tinggal di tempat yang jauh dan sepi.

“Dekk... berenti sebentar... depan...” pinta kak Amira tiba-tiba.

“Ada apa sih kak?”

“Tunggu bentar.. kakak mau foto-foto di situ” ujarnya sambil membuka pintu mobil.

Kak Amira dengan santainya keluar dari mobil, meski pakaian atasnya hanya berupa bra berenda saja. Aku yang melihatnya malah jadi takut dan khawatir bakal terjadi apa-apa. Jalan itu sepi dan jarang ada orang lewat, apalagi ternyata kak Amira berjalan masuk melewati jalan setapak. Akupun langsung mengajak Dita untuk turun dan menyusulnya.

Beberapa lama kemudian tibalah kami pada sebuah sumber mata air. Lokasinya tak jauh dari tempatku memarkir mobil tadi. Tempatnya sejuk dan asri karena dipenuhi oleh pohon-pohon dengan daun yang rindang. Apalagi dengan munculnya sinar matahari pagi yang menerobos dedaunan membuat pikiran jadi nyaman dan damai. Kak Amira kulihat mulai mengeluarkan ponselnya yang dia simpan pada sebuah tas kecil, lalu mulai selfi di beberapa lokasi yang berbeda.

Cukup lama kak Amira mengambil fotonya sendiri, tiba-tiba terdengar suara laki-laki tak jauh dari kami berada. Aku bingung pada kondisi kakak perempuanku yang hanya memakai bra untuk menutupi tubuh atasnya, tapi dia malah cuek saja. Ahh, bisa saja lekuk tubuhnya itu mengundang niat orang untuk memperkosanya, apalagi selaian dirinya ada Dita juga. Aku harus siap-siap untuk kondisi yang berbahaya.

“Pakk!!! “ dari jauh kak Mira memanggil seorang laki-laki di depannya.

Aku lihat dari penampilan bapak itu adalah seorang petani. Umurnya mungkin sudah 50 tahun lebih, tapi badannya kekar dan kulitnya menghitam karena terbakar matahari. Mendengar panggilan kak Amira bapak itupun menghentikan pekerjaan mencangkulnya dan mendekati kakak peremuanku. Aku masih melihat mereka dari jarak agak jauh.

“Iii... iya neng, ada apa ya?“ tanya bapak itu, rupanya dia agak kaget dengan penampilan kakakku.

“Di sini sering orang lewat gak ya pak?”

“Emm.. enggak neng, apalagi kalo sebelah sini, cuma saya aja yang biasa lewat” jawab bapak petani itu sambil menunjuk tepi mata air di sebelahnya.

“Kalo gitu boleh gak saya foto-foto disini?”

“Boleh aja neng..”

“Kalo foto sama bapak mau gak?” tanya kakakku lagi.

“Mm.. mau aja neng... apalagi sama neng cantik ini..” jawak bapak petani itu sambil melirik ke buah dada kak Amira. Aku mulai mencium ada aura kemesuman pada pandangan bapak itu.

“Yaudah pak.. ayo kita ke sini...”

Kak Amira dan bapak petani itu kemudian turun menuju sungai yang berada di bawah mata air. Aku dan Dita sengaja tak mengikuti mereka turun, tapi dari posisiku itu masih bisa dengan jelas melihat mereka, bahkan masih bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.

“Ditaa.. Ditaa... bantuin kakak sini...” teriak kak Amira kemudian. Dita yang dipanggil langsung berjaan mendekati kakakku dan bapak petani tadi, sedangkan aku masih mengamati perbuatan mereka agak jauh.

Kak Amira dan bapak petani tadi memulai foto bersama di pinggir sungai. Kemudian bergerak ke bawah sebuah pohon yang cukup besar dan rindang. Tanpa aku sadari kak Amira kini sudah melepas bra yang dipakainya, aduh.. kembali memancing bahaya nih kakakku yang cantik itu.

“Aaaiihh.. bapak sini dong peluk Mira yang mesra.. jangan senggol putingnya terus” jerit kak Amira.

Dadaku mulai berdegub kencang kala kulihat reaksi wajar seorang laki-laki dari bapak petani itu. Meski kak Amira hanya memperlihatkan payudaranya, tapi kuliat gundukan dibalik celana bapak petani itu semakin membesar. Aku yakin penis petani itu menegang akibat melihat dan menyentuh tubuh kakakku. Pada titik ini aku masih ragu, apakah perlu aku mengajak pergi kakakku?

“Nahh.. Dita.. sekarang fotoin lagi yah..”

Sadar dari lamunanku saat mendengar ucapan kak Amira. Tiba-tiba saja Hpku bergetar dan menunjukkan seseorang sedang menelponku. Ternyata Ikhsan yang menanyakan kabarku.

Beberapa menit lamanya Ikhsan bicara denganku, menanyakan kapan aku pulang, di rumah ada siapa, sampai kegiatan kami di rumah om Julian apa saja. Memang Ikhsan kalau sudah nyerocos susah dihentikan. Aku kemudian titip pesan padanya untuk ikut menjaga rumah, siapa tahu nanti malam aku belum pulang.

“Lhoh.. kemana mereka??” gumamku saat kusadari kak Amira dan Dita tak ada lagi di tempatnya tadi. Kini aku bingung dibuatnya.

Akupun langsung mencari keberadaan mereka di bawah pohon tadi. Namun belum sempat aku sampai tiba-tiba Dita keluar dari sebuah balik batu besar. Diikuti oleh kak Amira di belakangnya. Aku kembali merasa lega, namun mataku menangkap sesuatu yang aneh. Saat itu kancing baju Dita terbuka tiga buah dari atas, menunjukkan bayangan kedua payudaranya yang bulat menggantung.

Belum lagi kak Amira yang mendekatiku sambil mengancingkan celana pendeknya. Semakin membuatku bertanya-tanya apa saja yang mereka lakukan di sana.

“Udah kak??” tanyaku.

“Udah... yukk kita berangkat lagi..” balas kak Amira sambil memakai kembali bra hitam di badannya.

Kami bertiga kemudian melanjutkan perjalanan lagi. Meski hatiku bertanya-tanya tapi melihat Dita yang tampak gembira membuatku ikut lega. Yang penting tidak terjadi apa-apa dengannya.

***

Pukul 09:40 kami bertiga sampai juga di rumah om Julian. Tempatnya memang asik dan artistik. Halamannya luas dan dikelilingi pohon bambu sebagai pagar kedua setelah pagar tembok setinggi 2 meter di bagian luarnya. Aku baru menyadari pilihan om Julian untuk tinggal di sini adalah tempatnya tenang dan nyaman, meski buatku terlalu sepi. Jarak antara rumah om Julian dan rumah sekitarnya mungkin 1 km, jadi betul-betul rumah om ku itu menyendiri.

Begitu kami masuk di halaman rumah om Julian, pembantunya langsung mendatangi mobilku dan membuka bagasinya.

“Biar saya saja den.. silahkan masuk, udah ditungguin di ruang samping..” ucap seorang laki-laki berumur sekitar 30 tahunan.

Sebenarnya baru kali ini aku dan kakakku berkunjung ke rumah om Julian. Sedari dulu papa dan mama tak pernah mengajak kami ke sini karena alasan jarak yang jauh. Oiya, om Julian ini masih bujang, belum mau nikah sampai sekarang. Katanya sih mau mengembangkan bisnisnya dulu.

Aku kemudian menggandeng tangan Dita lalu mengajaknya masuk ke dalam rumah. Kak Amira yang terlihat bersemangat sudah masuk duluan meninggalkan kami yang membereskan barang-barang di dalam mobil tadi. Karena sudah diberitahu kalau ditunggu di ruang samping, aku dan Dita langsung menuju ke sana. Meski tak tau tempatnya tapi aku yakin saja dengan firasatku harus ke mana.

“Ehh.. sini.. duduk dulu Fan... Dita juga” ujar om Julian. Disampingnya sudah duduk pula kak Amira.

“iya om..”

“gimana perjalanannya? Lancar?”

“Lancar om.. ga macet kok..” balasku.

“Dita gimana kabarnya? Udah telat berapa bulan?”

“Eh.. gak lah om, eh boss..” jawab Dita gugup campur malu.

“Belum telat kok om.. tapi siapa tau habis dari sini langsung ada keinginan tuk membuat anak, hehehe...” candaku.

“Ehh.. apaan sih kamu yang??” sewot Dita sambil mencubit pahaku. Anjrit, rasanya panas.

Saat kami ngobrol, seorang pembantu om Julian yang lain datang dengan nampan berisi beberapa gelas minuman. Setelah meletakannya dia langsung pergi dengan tersenyum ramah pada kami. Aku perhatikan pembantu di rumah om Julian ini ternyata laki-laki semua dan umurnya masih muda.

“Ayo diminum.. biar semangat lagi dan ga capek..” ujar om Julian mempersilahkan kami.

Aku kemudian menyeruput minuman yang disajikan di hadapanku. Rasanya mirip wine, malah lebih mirip jus anggur bagiku. Efeknya langsung terasa hangat di badanku beberapa menit setelah aku meminumnya.

“Jadi Amira udah yakin mau ikut om nih?” tanya om Julian sambil melirik ke arah kakak perempuanku.

“Yakin dong om.. lulus kuliah nanti biar aku ikut om terus aja lah..” balasnya

“Mama kamu udah tau? Ntar aku dimarahin lagi..”

“Udah tau kok om.. mama cuma bilang kalau memang itu pilihan Mira ya gapapa, asal tetap keluarga yang utama..”

“Iya dong.. karena keluarga adalah sebuah kebersamaan yang dibawa sampai mati” ucap om Julian tersenyum bangga.

“Tunggu.. bentar... ini aku kok ga paham ngomong apaan sih!?” potongku.

“Arfan.. Arfan... kamu itu muka cakep, badan atletis, cuma pikiran aja yang ga bisa jalan jauh.. hahahaha....” om Julian malah mengejekku.

“Umm.. gini lho dekk, sebenarnya kakak mau ikut sama om Julian, tapi bukan jadi model.. ya ngebantu ngembangin bisnisnya om Julian gitu..”

“Emang kakak udah tau bisnis om Julian apa?” tanyaku.

“Hihi.. udah lah dek.. kan om pernah cerita..” balas kakakku tersenyum genit.

“Nahh.. itulah kenapa kakak kamu om minta datang ke sini.. ya katakan saja ada masa training-nya lahh... hehe..” imbuh om Julian.

“Ohhh gitu..” ucapku mengerti arah pembicaraan mereka tadi.

“Emm.. Mira, kamu hari ini mulai trainingnya yah.. kamu langsung aja masuk ke kamar yang tengah, yang pintunya dari kaca itu... ntar biar dibantu sama anak buah om..” ujar om Julian kemudian.

“Lhoh, mulai sekarang nih om? Okelah..” balas kak Amira. Dia lalu berjalan menuju ruang tengah dan menghilang di balik sudut ruangan.

“Arfan, Dita.. om ada produk baru, obat perangsang yang hebat banget efeknya.. mau tau gak reaksinya?” tanya om Julian sambil tersenyum licik.

“Mm..mau om..” jawabku agak gemetar, entah kenapa aku jadi berpikiran yang tidak-tidak .

Om Julian kemudian mengajak kami berdua masuk ke sebuah kamar. Isi ruangan itu hanya ada beberapa kursi saja, tidak ada meja atau perabot lainnya. Lampunya juga remang-remang, asal bisa melihat benda di sebelahnya. Namun fokus pandanganku adalah dinding kaca yang ada di kamar itu. Rupanya kaca itu mirip yang ada di ruang interogasi. Kita bisa melihat ke kamar sebelah namun orang di kamar sebelah tak bisa melihat kita.

Mataku lebih terbelalak lagi setelah lampu kamar sebelah menjadi terang. Kami bisa melihat kak Amira di atas tempat tidur dengan tangan terikat ke samping, sedangkan kedua kakinya dibiarkan bebas. Kami juga langsung bisa melihat seluruh permukaan tubuh kak Amira karena dia sudah dalam kondisi tanpa busana.

“Apa ini om??” tanyaku mulai gelisah dan penasaran.

“Tenang dulu Fan.. om jamin kakak kamu akan baik-baik saja kok..” balas om Julian mengerti kegelisahanku.

Beberapa saat kemudian masuklah seorang laki-laki ke dalam kamar yang ditempati kak Amira itu. Laki-laki itu kulihat tak sedikitpun menyentuh tubuh kak Amira, dia hanya menyemprotkan cairan dari botol berwarna merah pada kedua puting susu kak Amira dan celah vaginanya. Setelah selesai laki-laki itupun langsung pergi keluar dari kamar itu.

“EEEmmhhhhhh....” kak Amira mulai mendesah. Badannya juga mulai menggeliat seperti cacing kepanasan.

“Lihat nih Fan.. ntar kalo kamu mau pasti om kasih obatnya deh.. hehe..” ucap om Julian melirik ke arah Dita.

“Waahh... boleh tuh om, hehe..” balasku. Untungnya Dita tak paham pada arah pembicaraan kami, jadi dia masih diam saja.

Pandangan mataku kembali menatap kak Amira yang tengah terbaring telanjang di ruangan sebelah. Tubuhnya masih terus bergerak liar, kepalanya juga menoleh kanan kiri bergantian dengan cepat.

“Aahhhh.. aauuhhhhh.... uuuuuuhhhhh... “ desahannya mulai terdengar.

Beberapa menit kemudian kedua kaki kak Amira menekuk dan tiba-tiba pinggulnya menghentak-hentak ke atas dengan cepat.

“Aaaahhhhhhhhhhhh....”

Craatt... Craattt...Craattt..

Dari celah memek kak Amira menyembur keluar cairan bening banyak sekali. Aku yakin itu adalah cairan orgasmenya. Karena di keluarga kami hanya kak Amira yang bisa squirt saat puncak kenikmatan tengah dicapainya. Cairan itu begitu deras menyembur keluar dari celah vagina kak Amira, sampai-sampai tempat tidur yang ditempatinya basah seketika.

“Aahhhh... ampunn dong... aahh.. aampunn... aahhh...” rintih kak Amira, tapi kulihat wajahnya menampakkan muka yang bahagia.

Tiba- tiba tubuh kak Amira bergetar hebat dan menggelinjang lagi. Kembali kedua kakinya menekuk untuk tumpuan pinggulnya menghentak ke atas.

“Aaaaaahhhhh...... !!” jeritnya.

Sekali lagi kak Amira mengalami orgasmenya. Cairan bening kemabali muncrat dari celah memeknya dengan deras. Mungkin jumlahnya sama seperti yang pertama tadi. Aku betul-betul mengagumi kehebatan kakak perempuanku ini.

“Kamu lulus Mira.. hehehe...” ucap om Julian bangga.

“Kok bisa gitu ya om?” tanyaku kemudian.

“Itu yang dinamakan kehebatan ilmu kimia Fan.. cukup dengan sekali semprotan maka seorang wanita bisa mencapai orgasmenya.. haha..”

“Waahh.. ternyata memang om ini ahlinya..” pujiku.

“Hahaha... iya lah, kan ini salah satu keahlian om.. yaudah kita temui kakakmu dulu”

“Yukk om..”

***

Setelah kejadian di kamar itu, aku dan Dita sampai siang tak menemui kak Amira lagi. Entah dia ada dimana aku tak tahu lagi. Pokoknya tugasku mengantarnya sampai di rumah om Julian telah selesai. Sekitar jam 2 siang akupun bersiap pulang, karena kata om ku jangan sampai aku kemalaman di jalan yang di tengah hutan jati itu.

“Om, makasih ya oleh-olehnya, hehe...” ucapku pada om Julian sambil memegang benda di saku bajuku.

“Hehe.. manfaatin yang baik, jangan asal dipake Fan..”

“Iya deh om.. asal pabriknya masih ada aja”

“Ada kok.. om punya stok banyak juga”

“Hahaha... yaudah om, kita balik pulang dulu”

“Ok Fan.. hati-hati di jalan..”

***

Dua minggu kemudian....

Pukul 22:20, malam itu aku, Dita dan Airin berada di ruang tengah. Airin berada di sebelah kiri dan Dita berada di kananku. Keringat telah membasahi tubuh kami. Entah cuacanya yang panas atau memang badan kami saja yang banyak berkeringat.

“yang.. katanya kamu dapat kiriman CD yah?” tanya Dita sambil tangannya mengocook batang penisku yang sudah setengah mengeras.

“Iya tadi Airin yang nerima.. dikirim lewat paket juga kok..” jawabku.

“Isinya apaan sih kak?” tanya Airin disebelahku sambil mengusap belahan memeknya.

“ga tau.. kamu coba putar aja... kita nonton bareng..” ajakku.

Airin kemudian menuju home teather yang jadi satu dengan tv lalu memasukkan cd yang ditanyakannya tadi. Aku dan Dita dengan tenang menantikan apa yang akan tampil dalam video cd itu.

Beberapa saat kemudian tampillah tulisan besar yang merupakan judul video CD tadi. ‘Mahasiswi gangbang’ itulah tulisan yang ada di layar tv. Setelah tulisan judul itu hilang, nampaklah pemandangan pantai sebagai latar belakang pengambilan adegan. Lalu berikutnya kamera fokus pada kondisi seroang perempuan yang tengah mengangkangi seorang laki-laki. Liang vaginanya terisi oleh batang penis laki-laki di bawahnya, kemudian datang lagi laki-laki lainnya lalu menusukkan penisnya di lobang pantat perempuan itu. Adegan masih terus berlanjut sampai ada laki-laki lain yang datang kemudian memasukkan penisnya pada mulut perempuan tadi.

Begitu kamera mulai zoom dan fokus pada muka perempuan yang ada dalam video tadi kami bertiga langsung terkejut.

“Hah!? Bukannya itu kak Amira.......!!”


TAMAT

***


Udah gak bersambung lagi ya Gaes ^_^
Serius tamat ni hu? Kopi blm hbis pdhl 😁
 
Jozz hu...pengen jadi pengantar paket itu
 
please bisikin nama obat botol merahnya ke Amira dong hu 😎🙏
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd