Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Keluarga, sebuah kebersamaan (TAMAT)

Post 2

(POV Airin)

Malam ini aku dan kak Arfan kembali hanya berdua saja di rumah. Mama masih belum pulang dari urusan bisnisnya, sedangkan kak Amira keluar ada acara sama teman-temannya. Setelah makan malam dan mencuci piring kotor tiba-tiba diluaran sana hujan turun dengan deras. Parahnya lagi, listrik rumah kami ikut-ikutan padam juga.

JEDAARRRR... !!!!

“Aihhhhhh... kaakkk.....!!” aku menjerit ketakutan. Dari dulu aku memang takut dengan suara petir, apalagi saat kondisi yang gelap.

“Bentar.. kamu di situ aja..” ucap kak Arfan yang kemudian menyalakan lampu flash dari Hpnya lalu mendekatiku.

“Kakkk... aku takut kakkk....” ucapku dengan tubuh bergetar.

“Udahh... sssts.... ada kakak di sini..” tiba-tiba kakak laki-lakiku itu memeluk tubuhku dengan penuh rasa sayang, aku jadi merasa aman dibuatnya.

“Antar aku ke kamar aja kak...” pintaku kemudian. Kalau lagi gelap-gelapan gini mending tiduran di kamar saja pikirku.

Aku dan kak Arfan kini berada di dalam kamarku. Kami memilih untuk di kamar saja sampai listrik menyala kembali. Aku tengah tidur di atas ranjang dan kakakku ada di sebelah pinggir.

“Sudahlah Rin.. aku tungguin di sini sampe kamu tidur” kata kak Arfan masih mencoba menenangkan aku.

“Iya kak... makasih...” balasku. Aku bener-bener dibuat nyaman oleh kak Arfan. Hanya dia laki-laki yang aku ingin terus bersamanya, namun sayang dia bukan jodohku karena dia kakak kandungku.

“Kak..”

“Hemm.. apa?”

“Gerah banget yah...” ucapku yang mulai merasa kepanasan, karena aku sudah terbiasa menyalakan AC kalau di dalam kamar.

“Iya kan ga da listrik, AC jadi ga bisa menyala..” balas kak Afan.

“Hufftt... iya kak.. jadi ga bisa tidur kalo gini..”

“Yaudah.. kalo gerah lepasin aja bajumu kaya biasanya” ucap kakakku.

“Hah!? Maksud kakak??” tanyaku kaget campur bingung.

“Hehe.. bukannya kamu kalo tidur ga pake baju....” entah ada maksud apa dengan ucapannya itu.

“Kakak kok tau kalo aku tidur ga pake baju?”

“Lah.. siapa suruh pintunya ga ditutup..”

Aduhh.. bener-bener bodoh aku ini. Aku memang sering membiarkan pintu kamarku tak terkunci, bahkan kadang terbuka. Biasanya kalau aku sudah mengantuk dan tiduran di atas tempat tidur sudah malas mau turun lagi. Aku harus mulai merubah kebiasaanku itu.

“Iya sih kak.. udah jadi kebiasaan dari kecil, nyaman kalo ga pake baju” aku kemudian berkata jujur saja pada kakakku itu.

“Yaudah kalo gitu lepasin aja bajunya” ucap kak Arfan dengan entengnya, mungkin supaya aku merasa nyaman.

“Hemm.. beneran kak!? Gapapa !?” kataku masih ragu dengan ucapan kak Arfam tadi.

“Hahaha.. beneran.. percaya kakak deh... kakak juga mau lepas baju, gerah banget di sini”

Dalam kondisi tanpa penerangan apapun aku mulai melepas pakaian yang menutupi tubuhku. Semula aku hanya ingin melepas kaos longgar yang menutupi bagian atas tubuhku. Namun entah kenapa pikiranku tergelitik untuk mencoba tidur tanpa memakai apa-apa, asyik mungkin yah!? Akhirnya kulepas juga celana hotpans dari tubuhku.

“Udah kak...” ucapku pelan.

“yaudah... coba kita tidur aja yukk...” ajak kak Arfan kemudian. Kurasakan dia ikut tidur di samping kananku. Rasanya aku malam ini bahagia banget, nyaman dan merasa aman di samping kakakku itu.

Aku menggulung diri di dalam selimut sambil memeluk tubuh kak Arfan erat. Setiap kali petir menyambar, setiap kali itu juga aku terkejut dan memeluk kakakku semakin erat. Tanpa kusadari payudaraku yang kini tanpa pembungkus mulai menabrak lengan kirinya. Ingin aku memundurkan tubuhku tapi aku ga mau lepas dari pelukannya, tapi kalu terus-terusan gini ntar aku dikira menggodanya.

“Udahlah dek.. gapapa kok... ada kakak... tenang aja” kata kak Arfan masih berusaha menenangkanku.

Kurasakan tubuh kak Arfan berusaha melepas himpitan badan kami. Dia berusaha menata posisi tangan dan badannya supaya tak menyentuh buah dadaku lagi. Aku hanya bisa diam saja, kubiarkan kakakku menggerakkan badannya dengan perasaan tak rela.

“Ngapain sih kak!?” tanyaku yang sedari tadi ingin kusuarakan.

“Dek.. kita kan udah dewasa. Aku ga masalah kalau kamu peluk kakak. Cuma, kalau kamu tidur ga pakai baju begini bisa bikin kakak horni loh. Kamu tuh udah besar”

“Biarin..” balasku cuek.

“Loh kok biarin?”

“Biarin... aku suka tidur kayak gini... emang kakak ga suka?” emosiku mulai terpancing saat kurasakan omongan kakakku itu sedikit menyepelekan aku.

“Bukan begitu Rin.. aku ini kan kakakmu”

“Emang kenapa? Aku gak cantik dan seksi kayak gadis incaran kakak itu?” balasku tanpa bisa kutahan lagi.

JEDAARRR...!!!

Petir malam itu semakin menjadi-jadi. Aku semakin erat memeluk tubuh kakakku. Kurasakan detak jantung kak Arfan menjadi kencang meskipun tubuhnya diam. Aku yakin kakakku itu mulai terpancing nafsunya karena bulatan payudaraku berkali-kali menggesek lengan dan dadanya.

BRAKKK !! BRAKKK !!

Tiba-tiba terdengar suara gebrakan keras dari arah lantai bawah. Aku semakin takut. Pikiranku mulai dipenuhi hal-hal buruk. Aku khawatir kalau itu tadi suara pencuri mendobrak pintu rumah kami. Atau perampok keji yang bisa masuk dan menyandera kami. Bahkan aku takut kalau mereka akan memperkosaku dan menyetubuhiku bergiliran. Anehnya saat aku berpikiran seperti itu celah vaginaku jadi lembab, malah terasa cenderung basah.

“Mau kemana kak?” tanyaku saat mengetahui kak Arfan beranjak pergi keluar dari kamarku.

“Ngecek suara itu tadi, kamu dengar kan?”

“Aku ikut...” aku kemudian ikutan beranjak dari tempat tiru, mengikuti kakakku yang akan keluar dari kamar.

“Jangan.. Kamu di kamar aja...” cegahnya.

“Ga mau, aku takut kak...” kataku tetap bersikukuh.

“Yaudah, ayo...”

Kak Arfan kemudian keluar dari dalam kamarku. Aku mengekor di belakangnya dengan jarak beberapa langkah. Suasana masih gelap gulita, hanya ada lampu flash dari Hp kak Arfan saja yang menerangi jalan. Meskipun aku juga punya Hp sendiri tapi aku tak mau menggunakannya jadi senter, takut baterainya cepat habis.

Jangtungku berdegub kencang saat aku mulai melangkah keluar melewati pintu kamar. Malam ini aku memberanikan diri keluar dari dalam kamar tanpa memakai apa-apa alias bugil. Mungkin aku sudah gila untuk melakukannya, tapi aku sangat tertantang untuk merasakan sensasi telanjang sambil jalan-jalan di dalam rumah. Suasana rumah yang sepi dan gelap membuatku semakin berani. Meskipun ada kakak laki-laki ku, tapi aku percaya dia tak akan berbuat macam-macam padaku. Bahkan melihat tubuh bugilku saja dia masih tak berani.

Aku dan kak Arfan turun ke lantai satu kemudian berkeliling melihat apa saja yang mungkin bisa bersuara keras seperti tadi. Akhirnya kami ke dapur dan kak Arfan langsung melihat sebuah jendela kaca yang tertutup tapi tak terkunci. Jadi saat jendela itu terkena angin akan membuka dan menutup dengan kencang. Aku pun ikut mendekati kak Arfan yang sedang berusaha menutup jendelanya.

“Annjrrrriiiittttt... !!” teriak kak Arfan kaget sambil menyorotkan lampu flash dari Hpnya ke arahku.

“A-apaan sih kakak ini..!?” tanyaku balik karena aku juga kaget pas dia teriak tadi.

“Adduhhhhh.... apasih dek yang kamu lakuin di sini??” ucap kak Arfan yang kini mengalihkan arah lampu dari Hpnya itu dari tubuhku.

“Lha kan tadi aku ikutin kakak..” jawabku.

“Iya gapapa ngikut kesini.. cuma ngapain ga pake baju gitu?”

“Ahh.. kan ga ada siapa-siapa lagi di rumah” balasku enteng.

“Hadeuhhhh... yaudah... kita balik ke kamar..”

Tanganku kembali digandeng sama kak Arfan dengan lembut. Kurasakan tiap sentuhan kakakku itu penuh dengan kasih sayang. Akupun ikutan mendekatkan tubuhku lagi menempel badan kak Arfan sambil kita berjalan menuju ke kamar. Meskipun petir menyambar dan suasana masih gelap gulita, sudah tak begitu kupedulikan lagi. Aku sudah terhanyut dalam sentuhan sayang dari kak Arfan.

“Kamu lekas tidur aja Rin..” ucap kakakku saat sampai di depan kamar.

“Ga mau... pokoknya malam ini kakak harus temenin aku...” balasku masih bersikeras memintanya menemaniku.

Ctek !! tiba-tiba listrik menyala dan lampu penerangan rumah ikutan menyala semua.

“Nahh.. sudah menyala listriknya.. udah terang nih dek.. kamu tidur aja yah” ujar kak Arfan lagi.

Sesaat aku sempat terkejut saat lampu menyala. Cahaya yang terang dari lampu mambuat tubuh telanjangku nampak jelas di depan kakak kandungku itu. Aku berusaha tenang dan cuek, meski detak jantungku semakin naik temponya. Pandangan matanya membuatku bergetar, tiba-tiba saja aku jadi horni. Meski kulihat pandangan mata kak Arfan masih tetap teduh seperti biasanya namun entah kenapa perhatian dari kakak laki-lakiku itu membentuk rangsangan tersendiri buatku.

Tubuh kak Arfan yang malam itu hanya tertutup celana basket semakin membuatku tertarik padanya. Padahal pemandangan seperti itu sudah biasa kutemui setiap harinya. Namun entah kenapa malam itu aku jadi tertarik melihat tubuh kak Arfan, dadanya yang bidang, perutnya yang rata dan terutama tonjolan dibalik celana basketnya itu. Aku bisa perkirankan ukuran batang dibalik celana basketnya itu pasti lumayan besar.

“Yaudah deh kak... gapapa... udah terang juga kok” ujarku kemudian sambil masuk kembali ke dalam kamarku.

“Oke dekk... met tidur yah..” balas kak Arfan yang juga masuk ke dalam kamarnya.

Setelah masuk ke dalam kamar aku kunci pintu kamarku. Kubaringkan tubuhku di atas tempat tidur sambil memejamkan mataku. Kubiarkan lampu kamarku menyala untuk menerangi tubuhku yang telanjang ini. Tanpa sengaja aku kemudian melihat bayanganku di cermin. Ya ampun, ternyata tubuhku bagus juga ya. Kok aku baru sadar saat ini, padahal kan tiap mandi liatin tubuh sendiri.

Cukup lama aku memandang bayangan tubuhku sendiri. Aku memandanginya sambil senyum-senyum sendiri. Tapi tanpa sadar tanganku sudah mulai membelai-belai tubuhku sendiri. Darahku berdesir saat tanganku menyentuh puting susu milikku. Sebuah sensasi yang membuatku ketagihan. Akupun terus meremas-remas buah dadaku. Aku memejamkan mata meresapi nikmatnya sambil membayangkan kak Arfan yang melakukannya. Ahh.. mungkin aku sudah mulai gila, membayangkan kakak kandungku meraba tubuh telanjang adik perempuannya sendiri. Sunguh, rasanya luar biasa. Aku menyukainya!

Ah, tidak. Apa sih yang aku lakukan? Ini dosa. Aku gak boleh membayangkan kakakku membelai tubuhku yang mulus ini. Itu incest namanya, dan itu gak bermoral banget. Tapi.. aku kan hanya membayangkannya saja, apalagi rasanya jadi lebih nikmat banget dan bikin aku ketagihan.

Tanganku kini sudah turun membelai vaginaku sendiri. Aku ternyata tak kuasa untuk menahannya. Kuraskan celah vaginaku sudah mulai basah, ini pasti gara-gara tubuhku dilihatin terus sama kak Arfan tadi. Aku menyukai sensasi nikmat ini. Sentuhan tanganku pada vaginaku sendiri bahkan rasanya jauh lebih enak sekarang ini. Tubuhku semakin kelojotan merasakan nikmat. Aaahh… aku kembali masturbasi. Ya, aku memang sudah sering masturbasi sebelumnya. Memang masturbasi itu nikmat banget dan mambuat ketagihan. Aku jadi ingin mendapatkan nikmat itu terus menerus!

Aku terus menjamah tubuhku sendiri sambil sesekali melihat bayanganku di cermin meja rias di depan tempat tidurku. Aku jadi membayangkan seorang cowok sedang menjamahku sekarang. Anehnya… aku… justru membayangkan Kak Arfan, kakak kandungku sendiri! Aku jadi heran sendiri kenapa aku malah memikirkan dia. Aku membayangkan kulit tangannya yang kasar membelai halusnya kulit payudaraku. Ahh.. aku horni!

Aku terus masturbasi sambil membayangkan tubuhku dijamah tangan milik Kak Arfan, hingga akhirnya tubuhku kelojotan. Aku merasakan nikmat yang begitu hebat. Ahhh… aku kembali mendapat orgasme.

Setelah mendapatkan orgasme pertamaku, ada rasa menyesal yang muncul karena entah kenapa aku bisa orgasme dengan membayangkan kakak kandungku sendiri. Namun ada rasa ketagihan yang membuatku ingin melakukannya lagi. Akupun mengulanginya lagi dan lagi. Aku benar-benar ketagihan. Aku lanjut dan terus lanjut menyentuh buah dada dan vaginaku sendiri.

Malam itu aku sudah mencapai orgasme sekali. Tapi sepertinya masih ada yang kurang. Aku masih belum puas. Aku menginginkan lebih. Aku tidak bisa berpikir jernih lagi. Yang aku pikirkan saat ini hanyalah ingin terus merasakan kenikmatan!

Akhirnya aku nekat membuka pintu kamar lalu berjalan ke luar diam-diam. Untungnya malam itu di rumah hanya ada kakak laki-lakiku saja dan kondisi sedang sepi. Kulewati depan kamarnya dan kuperhatikan pintunya tak tertutup rapat. Kucoba untuk melihatnya dan ternyata kak Arfan sudah tidur pulas. Kakakku yang satu itu memang gampang sekali tidurnya dan susah kalau mau dibangunkan.

Aku kini sudah berada di ruang tamu saat ini. Aku semakin nakal. Aku malah menggesek-gesekkan lobang vaginaku ke sofa, membayangkan sedang disetubuhi kak Arfan di ruang tamu ini, hingga akupun kemudian orgasme karenanya. Akupun melakukannya lagi dan lagi. Namun semakin sering orgasme, aku bukannya semakin puas. Aku justru semakin ingin lebih, bahkan aku ingin masuk ke kamar kakakku lalu menaiki tubuhnya dan menusukkan penisnya dalam vaginaku. Aku ingin beneran dibikin puas olehnya. Ah… pikiranku kacau. Kenapa bisa gini sih aku!?

Aku mencoba bertahan dengan sisa pikiran jernih yang kupunya, tapi ternyata tubuhku beneran ingin lebih. Aku kemudian melangkahkan kaki menuju kamar mamaku. Ada satu barang hanya aku yang tahu dimana mama menyimpannya.

“Ahh.. untung ketemu..” ucapku lirih.

Aku langsung membawa dildo silikon milik mamaku itu kembali ke ruang tamu. Aku sudah tak punya pikiran lain kecuali ingin terus mereguk kenikmatanku.

“Shhhh…” desahku ketika ujung dildo berbentuk penis itu mulai menyentuh celah vaginaku.

Kugesekkan naik turun menyusuri garis celah kemaluanku terus menerus. Vaginaku kembali basah akibat rangsangan ujung dildo yang menggaruk vaginaku. Cairan orgasmeku belum sepenuhnya hilang, kini disusul oleh cairan pelumas alami yang merembes keluar menandai libidoku yang tinggi.

Aku sudah tak bisa berpikir panjang. Rasa gatal pada vaginaku semakin tak tertahankan, ingin rasanya segera kumasukkan batang dildo itu menembus ke dalam liang vaginaku. Meskipun harus kehilangan keperawananku tapi aku rela. Aku sudah kesetanan akibat pengaruh birahiku sendiri.

Namun keinginanku tak sesuai dengan kenyataan. Segala kegiatanku terpaksa harus berhenti mendadak.

Ceklek... Ceklekk !!

Suara putaran kunci pintu depan terdengar jelas. Aku yang masih duduk di kursi ruang tamu langsung meloncat menyembunyikan diriku di balik sebuah kursi di sudut ruangan. Aku tak ingin seorangpun melihatku di ruang tamu tengah telanjang bulat sambil membawa dildo. Pasti mereka akan marah dan menasehatiku sepanjang hari tanpa henti.

“Ahh.. ternyata kak Amira..” ucapku dalam hati. Padahal sempat sebelumnya aku menyangka yang datang adalah mama.

Setelah pintu terbuka kulihat kak Amira melewatinya lalu menutup pintu kembali dan menguncinya dari dalam. Sejenak kuamati kakak perempuanku itu, ada yang aneh dengan diririnya. Seingatku dia tadi berangkat pakai kemeja dan celana jeans, lengkap dengan jilbabnya. Namun kenapa sekarang dia pulang hanya memakai sebuah jaket usang di tubuhnya. Kulihat saat kak Amira jalan beberapa kali pantatnya terlihat, mungkinkah kakak perempuanku itu tidak memakai apa-apa lagi dibalik jaketnya?

Dalam posisi sembunyi aku mengamati langkah kak Amira yang berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia beberapa kali celingukan juga, seperti tak mau kehadirannya ada yang melihat. Aneh sekali gerak-gerik kakak pertamaku itu. Baru kali ini aku mengetahuinya.

Ketika kak Amira sudah masuk ke dalam kamarnya akupun mulai keluar dari tempat persembunyianku. Namun saat aku sudah mulai beranjak dari ruang tamu tiba-tiba pintu kamar kak Amira terbuka, dan muncullah kakak perempuanku itu dengan handuk yang melilit tubuhnya. Aku pikir dia mau mandi karena langkahnya menuju ke kamar mandi di dekat dapur. Kesempatan itupun aku gunakan untuk lari kembali masuk ke dalam kamarku.

“Aduhhh....” gerutuku, ternyata dildo milik mamaku tadi lupa aku kembalikan.

***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^

Saya ucapkan banyak terimakasih untuk semua teman-teman yang sudah membaca cerita ini. Mohon maaf komentarnya tak bisa saya balas satu-persatu, namun tetap saya baca. Info juga untuk Update-nya jarak sehari atau dua hari, tergantung kesibukan pekerjaan.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd