Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Keluarga, sebuah kebersamaan (TAMAT)

Post 3

(POV Arfan)

Pukul 05:50 pagi, aku sudah dibangunkan oleh Airin. Dia sudah berada di kamarku dan kini adik perempuanku itu sedang mangguncang-guncang badanku. Sebenarnya aku hari ini tidak ada kuliah jadi aku bisa bermalas-malasan dan bangun agak siang.

“Kakkk.. bangun dong kak.. udah siang nih..” ucap Airin sambil mengguncang badanku.

“Hemmmm....” kubalas dengan gumamanku, aku sengaja membuatnya terus berusaha membangunkanku.

“Kakkkk... iihhh.. bangun dong kak... aku ada tes pagi ini” ucapnya lagi.

“Iya..iya.. kakak udah bangun kok..” aku kemudian menggeliat sebentar lalu duduk di pinggir tempat tidur.

“Cepetan siap-siap kak.. aku ada tes di jam pertama”

“Eh.. aku hari ini ga da kuliah dek..” kataku sambil menatap wajah cantik Airin. Kuperhatikan dia sudah mandi dan sudah pakai make-up tipis.

“Lhah... terus gimana dong!?”

“Bawa aja mobilnya.. tuh, kuncinya ada di atas meja..” tunjukku pada meja belajar yang ada di sudut kamarku.

“Yaudah... aku langsung berangkat aja... Cupphh !!”

Aku sempat tersentak kaget saat Airin mencium pipiku sebelum dia beranjak keluar dari kamarku. Semenjak dia dewasa ini tak pernah sekalipun dia mencium pipiku, bahkan mencobanya saja tidak. Setelah Airin berangkat akupun kembali menikmati waktu tidurku.

***

Pukul 9 pagi, aku kembali terbangung dari tidurku karena perut sudah protes harus diberi isi. Dengan malas aku bangun dari tidurku kemudian duduk sambil mengembalikan kesadaranku.

“Huaaahhhhhh.. !!!”

Setelah menggeliat dan mengulur kedua tanganku ke atas aku langsung pergi ke luar kamar dan menuju dapur lantai bawah. Namun langkahku terhenti saat pemandangan yang janggal kutemui di depan kamar mama.

“Ntar siang jangan lupa yah..” suara mama dari dalam kamarnya. Beberapa detik kemudian keluarlah seorang pemuda dari balik pintu.

“Iya bu.. ntar saya jemput...” balas pemuda itu.

Tunggu, bukankah pemuda itu namanya Billy? dia kan anak buah almarhum papa. Kenapa dia bisa keluar dari dalam kamar mama? Jangan-jangan mamaku sudah ada hubungan sama si Billy itu. Tadi malam mama pulang jam berapa aku juga tidak tahu. Sekarang malah ada laki-laki keluar dari dalam kamarnya. Kenapa aku merasa semakin aneh saja kejadian di rumah ini ya?

Kuamati tiap kejadian yang berlangsung di depanku itu dari ujung tangga menuju lantai bawah. Aku sengaja sembunyi di balik pegangan tangga supaya mereka tak mengetahuinya. Demi melihat Billy keluar dari kamar mama, hatiku seperti tidak terima. Bukankah kalau memang Billy ada hubungan sama mama berarti dia telah mengkhianati papa. Suatu saat aku harus membuat perhitungan dengannya dan meminta penjelasan dari mama.

“Ehhh...” gumamku spontan saat aku akan melanjutkan langkahku namun harus terhenti.

Setelah Billy pergi, pintu kamar mama kembali terbuka, kemudian disusul mama yang menampakkan kepalanya duluan. Mungkin dia sedang mengintip kondisi di luar kamarnya. Kemudian terjadilah sesuatu yang tak pernah kupikirkan sebelum-sebelumnya. Kulihat mamaku keluar dari dalam kamarnya tanpa memakai apa-apa di tubuhnya. Ahh.. mungkin dia mengira di rumah sudah tidak ada orang lain kecuali dirinya. Bahkan Mbak Wati yang biasa masak di rumahku jam segini pasti sudah pulang juga.

Kuperhatikan mama dengan santainya berjalan keluar dari kamarnya menuju ke arah dapur. Sepertinya mamaku tak mempedulikan tubuhnya yang bugil, atau memang mamaku sengaja ingin melakukannya. Aku jadi berpikir, sepertinya Airin memang menurun kelakuan dari mama. Di umurnya yang 43 tahun, tubuh mamaku masih terlihat bagus dan terjaga bentuknya. Kedua payudaranya masih terlihat kencang dan tidak jatuh menggantung. Pinggulnya juga masih seksi meski perutnya sudah tidak rata lagi. Maklum karena mama telah mengandung sampai tiga kali.

Walau aku sudah sering melihat mama dengan baju ketat saat senam di rumah, ini pertama kalinya setelah aku dewasa kembali bisa melihat langsung seluruh kulit putih mama yang tak tertutup apa-apa. Dari posisiku berada, aku bisa melihat tubuh telanjang mama dengan jelas. Kekagetan dalam diriku tiba-tiba berubah menjadi rasa penasaran, dan kini malah membuatku terangsang. Saat aku menyadari kedua mataku tidak bisa lepas dari puting dan pantat mama, aku semakin berharap mama tidak segera mengenakan pakaian kembali.

Setelah memastikan rasa masakan yang tersedia di atas meja sudah sempurna, mama dengan santai melenggang ke mesin cuci. Sedari tadi mesin cuci itu berbunyi mengingatkan untuk segera mengambil pakaian yang sudah selesai di cuci. Bukannya berjongkok dan segera mengeluarkan seluruh baju dengan cepat, mama justru berlutut, menahan badannya dengan tangan kanan dan tangan kirinya lalu memindah satu-persatu baju dari mesin cuci ke dalam keranjang.

Aku yakin mama pasti tahu dengan posisi seperti itu pantat dan kemaluannya yang tembem terekspos langsung dari belakang, tapi mungkin karena mama menganggap saat ini dia sendirian di rumah akhirnya dengan santainya mama melakukannya. Walau seluruh baju sudah dikeluarkan ke dalam keranjang, mama tidak segera beranjak pergi, malah memainkan jari-jari tangan kirinya ke lubang di selangkangannya. Meski hanya melihatnya saja namun aku bisa perkirakan saat ini liang vagina mama pasti sudah basah.

“Aaahhh... ahh... ehmm....” desah mama mulai terdengar.

Di ujung tangga lantai dua aku masih memperhatikan dengan jelas semua gerakan yang dilakukan oleh mama. Meski jarak dengan mamaku yang ada di dapur kini mulai jauh, tapi pandanganku tetap bisa melihat jelas apa yang mama lakukan. Tanpa sadar batang penisku sudah bangun dari tidurnya dan menonjol ke depan dalam celana basket yang kupakai dari tadi malam. Memang yang ada di depanku itu adalah mama kandungku sendiri tapi dia tetap seorang perempuan juga. Apalagi dia tengah telanjang menunjukkan tubuhnya tanpa penutup apa-apa. Pastinya sebagai seorang laki-laki normal aku juga ikut terangsang. Tidak hanya posisi mama yang menyajikan keindahan segenap jengkal tubuhnya sebagai seorang perempuan, namun gerak-gerik dan erangannya juga mengisyaratkan betapa besar nafsu mama saat ini untuk segera bersetubuh.

“Aahhh... ayoo.. terus.. entootthhh.. aahh...terusss...” erangan mama semakin seru.

Tentu saja aku pernah melihat adegan yang lebih seronok dari ini di situs porno, namun ini pertama kalinya aku melihat secara langsung seorang perempuan mengekspos kemaluannya dan mengucapkan kalimat-kalimat secara vulgar betapa dia ingin digagahi. Apalagi perempuan ini adalah mamaku sendiri yang di luar atribut kekeluargaan adalah seorang perempuan cantik dengan badan yang bagus. Satu-satunya kata yang bisa aku pikirkan saat ini adalah, ternyata aku punya mama seorang perempuan yang binal. Bagaimana tidak, bibir mama yang biasanya menyampaikan salam dan nasihat kini mengucapkan kata-kata kotor sambil sesekali menghisap jari yang baru saja keluar masuk di vaginanya.

Aku yakin jika yang sedang bermasturbasi di depannya bukan mamaku, mungkin aku akan segera turun dan memberikan kepuasan yang perempuan itu cari.

“Aahhhhh... yeesssss... aaahhhhh.....” teriakan demi teriakan dari mulut mama semakin keras terdengar. Pada teriakan yang terakhir tadi disertai mengejangnya tubuh mama. Aku tak terlalu mengerti, mungkin itu yang dinamakan orgasme pada seorang perempuan.

Getaran orgasme yang melanda tubuh mama mengalahkan kemampuan tangannya untuk menahan berat badannya. Kini kepala dan bahu mama menempel di lantai sementara pantatnya masih menjulang ke atas. Mungkin mama sekarang ini tengah membayangkan seorang lelaki menusukkan penisnya dari belakang.

Setelah berhenti sesaat, mama kemudian berdiri dan membawa keranjang pakaian ke halaman belakang untuk dijemur, mungkin dia juga ingin merasakan telanjang di luar rumah. Untungnya tinggi pagar halaman belakang rumah memastikan tidak ada tetangga yang bisa melihat apa yang tengah dilakukan mama. Aku yang tak ingin kehilangan tontonan bagus itu langsung mengikutinya dan bersembunyi di balik pintu dapur yang terhubung langsung dengan halaman belakang.

Semakin lama mama menjemur baju semakin banyak juga bulir keringat akibat teriknya matahari. Pantulan cahaya pada tubuh mama yang berkeringat membuat kulitnya berkilau. Pintu kaca yang memisahkan halaman belakang dan ruang dapur menjadi cermin karena begitu terangnya cahaya luar dibanding di dalam rumah. Mama lalu duduk di rumput mengarah ke pintu kaca sambil melihat refleksi payudaranya yang sedang dia remas dan kedua kakinya yang terbuka lebar, menyajikan vaginanya yang sedang dimasuki tiga jarinya yang lentik.

Tiba-tiba akal sehatku kembali bekerja. Aku harus menghentikan perbuatanku mengintip mama, karena kalau sampai mama tahu aku ada di rumah bisa panjang urusannya. Apalagi kalau mama sampai tahu anaknya tengah mengintipnya masturbasi, apa kata dunia? Aku langsung beranjak pergi ke lantai atas lalu menelfon Ikhsan, sobat karibku.

“Broo.. lu dimane nih?”

“Di rumah.. napa?” jawab Ikhsan.

“Tolongin gua dong, lu ke rumah gua tapi gua tunggu di pos satpam yee..”

“Lahh.. ntar dulu.. gua ke rumah lu tapi lu tungguin di pos satpam..”

“udah jangan banyak tanya lu ahh.. cepetan ke sini.. ntar gua traktir” rayuku.

“Iya dehh.. lu tungguin bentar”

Setelah selesai memastikan Ikhsan bisa menjemputku, aku langsung ganti baju. Kuputuskan untuk tidak mandi, supaya mama tak mengetahui kalau aku ada di rumah. Setelah selesai mengganti baju aku langsung berjalan mengendap-endap menuju pintu depan. Aku yakin mama masih di halaman belakang memuasi dirinya.

***

Ikhsan benar-benar menjemputku. Setelah kami membeli makanan dan beberapa botol minuman bersoda, kami lanjut pergi ke rumah Ikhsan. Rencananya aku tunggu saja di rumah sobatku itu sampai mama berangkat kerja, atau sampai Airin selesai kuliah.

“Bro.. ortu lu kemana sih?”

“Lagi ke luar kota tuh.. ada undangan resepsi nikah” jawabnya sambil menenteng bungkus makanan yang kami beli tadi ke dapur.

Aku langsung naik ke kamarnya di lantai dua. Tempatnya aku hafal banget, karena aku sudah sering kali menginap di kamar ikhsan dari aku sekolah smp dulu.

“Eh, adik lu kemana nih?” tanyaku lagi saat Ikhsan masuk ke dalam kamar.

“Ikut ortu gua...”

“Lhah.. cuman lu aja yang ga diajak nih?”

“Iya.. gatau, gua di suruh jaga rumah”

“Beneran lu udah dijadiin satpam sama ortu lu sendiri..”

“Mungkin...” balas Ikhsan sambi mulai menguyah makanan yang kita beli tadi.

“Gimane kabar adik lu San?”

“Ehh.. tumben lu tanya adik gua, kepikiran lu ya?”

“iya nih.. gua jadi naksir sama adik lu.. tapi karna dia punya kakak kaya elu, ga jadi deh...” candaku.

“Anjrit.. mang gua seburuk itu!?”

“Hahaha...”

Aku dan Ikhsan terus menyantap makanan dan minuman yang kami beli tadi. Lumayan buat sarapan juga, aku tadi di rumah belum makan apa-apa, begitu juga dengan Ikhsan.

“Fan.. lu cerita dong ngapain lu tadi minta gua jemput di pos satpam??” tanya Ikhsan yang kini bersandar di tembok karena kekenyangan.

“Ga da apa-apa.. cuma gua lagi bete aja sama mama..” alasanku.

“Lahh, emang mama lu ngapain sih?”

“Pokoknya gua lagi bete aja... udah..”

“Ehh... besok gua dateng ke rumah yak.. udah lama gua ga ketemu sama mama lu Fan..”

“Iye... dateng aja San.. kaya biasanya lahh...”

Hari itu akhirnya aku menghabiskan waktu di rumah Ikhsan. Dia juga sebenarnya senang karena ada yang menemaninya di rumah. Dari main game, ngobrol, sampai main gitar kami lakukan untuk melewatkan waktu. Namun dalam pikiranku masih saja terbayang apa yang tengah dilakukan mama tadi. Apalagi tentang anak buah almarhum papa yang bernama Billy itu.

***

Pukul 3 sore akhirnya Airin menjemputku di rumah Ikhsan. Akupun pulang ke rumah bersama adik perempuanku itu, karena dia hari itu yang membawa mobilku. Ketika kami sampai di rumah sudah kudapati mobil kak Amira terparkir di garasi, berarti si empunya juga sudah pulang. Biasanya kalau kak Amira pulang pasti mama sudah berangkat ke kantor.

Setelah masuk ke rumah aku segera mandi, karena memang sedari pagi tadi aku belum mandi. Kemudian sehabis maghrib aku, Airin dan kak Amira makan malam seperti biasa tanpa kehadiran mama.

“Kak Mira ga acara?” tanyaku basa-basi.

“Enggak.. lagi pengen di rumah aja dek..” balasnya.

Malam itu kak Amira mengenakan kaos longgar warna putih dengan belahan dada yang cukup rendah, jadi setiap kali kak Amira menunduk aku bisa melihat bulatan payudaranya menggantung karena dia tak memakai bra. Sedangkan untuk bawahannya dia memakai celana pendek, yang menurutku terlalu pendek karena bentuknya hampir mirip celana dalam. Tak ayal paha putih nan mulusnya secara sengaja dia pamerkan pada yang melihatnya. Sungguh penampilan kakak perempuanku itu kontras sekali saat dia di luar rumah, setahuku dia biasanya berpakaian sopan dan tertutup.

“Kak.. ntar temenin Airin tidur lagi yah, hihi...” celetuk adik perempuanku.

“Lah.. udah gede kok minta di temenin..” balasku. Aku sempat kaget dengan kata-kata Airin itu, jangan sampai kak Amira berpikir yang tidak-tidak.

“Ehh.. gapapa Fan.. temenin aja Airin.. atau kamu mau temenin kakak, hihi..” ucap kak Amira centil.

Aku merasakan ada perubahan pada sikap kakak perempuanku itu. Kak Amira biasanya terkesan pendiam, tak responsif pada pembicaraan di sekitarnya. Memang kalau dengan orang lain dia akan ramah, apalagi kalau dengan orang yang lebih tua darinya. Namun dengan kami adik-adiknya dia akan bersikap biasa-biasa saja, bahkan cenderung cuek. Tapi bagaiamanapun juga kakak perempuanku itu tetap baik hati.

Setelah makan aku langsung isirahat. Tak ada hal yang ingin aku lakukan malam itu kecuali tidur. Ajakan Airin yang ingin ditemani tidur ternyata hanya candaanya saja, toh dia begitu masuk kamar langsung mengunci pintunya.

***

Pukul 01:05 malam, aku terbangun dari tidur karena merasa sangat haus sekali. Bahkan leherku terasa kering dan perih, mungkin aku terkena panas dalam. Tanpa pikir panjang aku langsung berjalan keluar kamar dan menuju dapur untuk mengambil air minum.

Saat aku sampai di dapur, aku sangat terkejut sekaligus terkesima. Kulihat mama sedang berbaring telentang di atas meja makan kami. Pakaiannya entah kemana dan tubuhnya begitu terbuka, seakan memamerkan buah dadanya yang masih kencang dan besar. Sementara bagian bawah tubuhnya juga tak mengenakan penutup apa-apa. Sekitar vaginanya yang berbulu lebat itu kulihat belepotan cairan putih kental sampai ke perutnya. Banyak banget. Mama tak sadar dengan kehadiranku, karena saat itu dia tengah memejamkan matanya.

Aku segera mengalihkan pandanganku dari tubuh mamaku yang mengangkang di atas meja itu. Entah kenapa sepertinya aku mudah sekali terangsang. Bisa berabe nih kalau punya keingin ngentot sama mamaku sendiri. Pandanganku kualihkan ke lemari es. Saat menatap ke arah sana aku kembali kaget. Disana berdiri si Billy, dengan tanpa pakaian apapun menutupi tubuhnya. Badannya yang tinggi dan atletis itu polos. Ahh.. rupanya dia baru saja bersetubuh dengan mama, pikirku.

“Haus ya Fan?” kata Billy menegurku. Ia masih berdiri dengan santainya sambil menenggak sebotol minuman ringan dengan tubuh telanjang bulat.

“Iya..” sahutku sambil mengangguk. Aku berusaha tenang, setenang-tenangnya.

Mamaku yang sedang berbaring lemas di atas meja makan tiba-tiba bangun dan duduk di pinggiran meja. Ia sibuk mencari-cari pakaian untuk menutupi bagian dada dan pangkal pahanya yang terbuka.

“Eh.. Arfan... ngapain bangun?” kata mama dengan ekspresi malu.

“Mau ngambil minum ma..” sahutku. Aku beraksi seperti tidak terjadi apa-apa disitu. Segera kuambil minuman dingin dari lemari es.

“Ohh.. i-iya... Fan... mama minta maaf yah..” ujar mama kemudian.

“Gapapa ma.. itu kan urusan mama sama Billy.. silahkan aja” balasku sok cool, meski dalam hati mulai terbakar api emosi.

Setelah mendapatkan minuman dingin, aku segera meninggalkan dapur. Tinggallah mamaku dan Billy disana. Aku tak tahu apakah mereka masih melanjutkan lagi permainan cabul mereka atau tidak. Yang pasti sepanjang jalan menuju kamarku, pikiranku dipenuhi dengan pemandangan vagina mama yang belepotan air mani Billy tadi.

“Gila! Gila!” rutukku dalam hati. Kok aku bisa mikirin tubuh telanjang mamaku sendiri sih? Ada apa denganku ini? Rasanya malam itu aku susah untuk tidur. Setelah membolak-balikkan badan berpuluh kali di atas ranjangku yang empuk, barulah aku bisa tertidur. Itupun setelah jarum jam menunjukkan pukul empat pagi.

***

Bersambung lagi ya gaes ^_^
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd