Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

KESEPIAN SEORANG ISTRI 2

Aku bingung bagaimana mengentaskan masalah dengan suamiku yang keras kepala dan egoisnya bukan main ini. Dia apakah tidak berpikir mengenai tumbuh kembang anak kami berdua ke depan. Apa aku bawa saja anakku ke Jakarta lalu membiarkan suamiku beraktivitas sesukanya di kampung tanpa harus aku beri jatah makan sekalipun, kecuali dia sudah mendapatkan pekerjaan? Kejam? Tidak, dia lebih kejam membiarkan aku dalam posisi sulit begini terus.

"Sudah bawa saja anakmu, kamu bisa urus dia sendiri kok, bisa dititipkan di Daycare, atau kamu bawa ke kantor"

"Aku maunya begitu, Mo, tetapi anakku sudah nempel banget sama bapaknya"

"Kamu jangan didiemin kelamaan gituu, May. Lebih baik sekarang kamu ambil keputusan, daripada kalau sudah remaja dia bisa lebih sulit lagi, atau bahkan dia lebih sayang bapaknya daripada dirimu nanti"
"Apakah kamu mau anakmu nanti beranggapan ibunya tidak sayang padanya? Meskipun kamu di Jakarta cari uang untuk dia dan bapaknya"

"Ada benernya juga, tapi aku pusing harus bagaimana, malah ibuku suka banget bantu bantu suamiku. Padahal sudah kubilang biarin aja"

"Loh kok?"

"Iya, dia kasihan denganku, anakku"

"Kamu emang enggak ada cerita ke ibu kamu soal itu?"

"Ibuku sudah tahu, tapi nalurinya sebagai ibu tetap kasihan kepada suami dan anakku"

"Duh, ribet juga yaa fuuuh... Yaudah kamu makan dulu"

Sepulang kerja Aku kembali bertemu Bimo, di sebuah tempat makan di Selatan Jakarta. Aku tak mau ia mengunjungiku di tempat kos, kendati kemarin ia terus saja memohon-mohon. Namun demi pertemanan yang tetap terjalin, ia rela menurut dan mengatakan minta maaf atas ulahnya yang lalu. Aku yang tak punya teman pas untuk bercerita saat diri sedang kalut oleh problem rumah tangga yang belum ada titik cerahnya, suka tidak suka kembali mengajak bimo ngobrol-ngobrol. Lagipula dia sudah tahu apa yang sedang kuhadapi. Dan aku tak punya pilihan lain, khawatir menimbulkan masalah baru apabila harus berkenalan lagi dengan orang baru. Teman wanita? Entah mengapa tidak pernah ada yang cocok menjalin persahabatan, aku nyamannya bicara dengan seorang laki-laki, sedihnya semustinya itu suamiku bukan orang lain.

Ketika bertemu kali ini dan pembicaraan tengah berjalan bersamaan dengan kegundahan yang aku luapkan, bimo menatapku serius sambil sesekali ia menyeruput secangkir kopi hitamnya. Aku tidak lupa menanyakan kabar dia dan pekerjaannya. Begitu pula keluarganya di kampung. Kami merasa senasib dengan masalah yang berbeda. Itu mengapa aku merasa diperlakukan adil oleh Bimo terlepas dari perbuatannya yang kelewatan. Aku tak mau menjadikan bimo sampah masalahku karena dia sudah rela dan tak bosan mendengar, serta memberi usul yang terserah aku mau menerimanya atau tidak.

"Anak kamu bagaimana?", tanyaku duduk bersebelahan dengan bimo di sebuah sofa.

"Ya sama kayak kamu, hanya saja aku berat kalau harus seperti ini terus....."
"Namun karena sayang, aku membuat keputusan untuk tetap bersama mereka walau ya harus sebulan sekali pulang menengok"

"Itu aku baru setujuu.....", aku tersenyum harus mendengar kata-kata bimo, sesuatu yang sebetulnya ingin kudengarkan juga dari lisan suamiku.

"Hehehehe", bimo menyentuh tanganku. Lekas aku menariknya.
"Aaaiisshh, tuh kan kamu, mulai?!!"

"Enggak sengaja, tadi mau nopang lengan pegel di atas meja muluk"

"Bohong, jangan ngeles ihhh. Kelihatan banget sengajanya"

"Bener, kalau sengaja itu langsung megang. Ini kecolek dikit"

"Tetep saja, Mo... kamu ih yaa masih suka ngeles"

"Kalau gak ngeles, nanti kamu marah, aku salah juga kan? Ya lebih baik ngeles lah"

"Tuh kan ketahuan bener"
"Hahahahah", sahutku terbahak. "Boleh deh nih pegang, bentar aja yaa"

"Ah nanti diprank lagi, ogah ah", bimo lantas mengelak. Ia memalingkan muka tak percaya.

"Beneran loh, ini pegang", aku menyodorkan tangan.

"Enggak! Sorry!"

"Seriusan ini...."

Ketika tangan ingin kutarik karena bimo tidak merespon, tiba-tiba salah satu tangannya menangkap tanganku. Ia menggenggam sekaligus membantah pendirian tak maunya. Aku yang terkejut merasa tersetrum dengan telapak tangan bimo yang panas dan sesekali meremas tanganku. Bimo melempar senyum kepadaku. Aku menatap makananku. Aku katakan kepadanya untuk segera melepas karena janji hanya sebentar, pun aku ingin makan lagi. Malahan, ia terus meremas dan jempolnya berupaya mengelitikki telapak tanganku yang berusaha menghindar. Bodohnya, aku yang kesepian nan malang ini yang awalnya menolak, terlebih bimo masih saja bersikeras tak mau melepas, perlahan menerima remasan tangan bimo. Ditambah ibu jariku membalas dengan mengelus punggung tangan bimo. Kugenggam erat tangannya agar jempol bimo diam tidak berulah gelisah.

"Kan kumat kan, katanya mau nurut"

"Yaudah lepasin...", lepaslah genggaman tangan kami berdua. Sialnya, kini Aku justru merasakan kehilangan sesuatu. Sebuah kesalahankah ketika aku menawarkan juluran tangan kepadanya tadi untuk digenggam?

"Kayaknya nyonya yang mesti kemari, Mo. Daripada kamu gerah kalau lagi kepengen"

"Kemari kalau kepengen saja terkesan agak gimana, May"

"Ya enggak itu saja, kalau nyonya di sini, kamu ada yang urusin, ada yang bisa kasih perhatian"

"Suamimu betah, istriku sama. Kamu lupa?"
"Jangan ajarin kucing berenang May"

"Kok kucing sih, ikan!"

"Ikannya udah dimakan kucing!"

"Hah? Kok Kucing?!"

"Iya, ini kucingnya nih, nih... aum!", bimo memperagakan gerakan seekor macam menerkam mangsa, tetapi faktanya ia seolah ingin memelukku.

"Itu harimau! Kucing hewannya lucu gemesin suka dielus"

"Miiiaaauwww", bimo mencoba coba mengeluskan kepala pundakku.

"Ihhh apaa ishhh, Kamu bisa aja ih cari kesempatannyaa..."

Sambil mengobrol serius, diselipkan candaan, itulah kelebihan Bimo yang membuatku tersanjung-sanjung, merasa terhibur dari kepenatan dan beban hidup. "Kamu mesti kuat dan sabar ya, May. Aku akan senantiasa kasih kamu solusi dan temenin kamu selama aku sanggup. Tentunya, aku gak akan mengulang yang kemarin itu demi persahabatan kita". Bimo mengatakan hal tersebut begitu yakin dan dalam walau aku sedikit ragu. Aku sejujurnya ingin menjaga jarak dengannya setelah peristiwa di kamar kosku. Akan tetapi, masalah kesepian membuatku dilematis luar biasa. Aku merasa perlu sosok bimo. Karena Dia telah berjanji sungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya, aku mau menerimanya lagi. Sepertinya benar kata Bimo. Dia butuh aku. Aku butuh dia. Sayangnya tidak untuk kebutuhan ranjang.

"Minggu depan aku dipanggil ke museum kamu lagi, kamu tahu?"

"Hah? Untuk kegiatan apa?"

"Aku belum tahu, ini baru mau dibicarain"

"Oohh, benerin peralatan kantorku mungkin?"

"Ah ada ada saja, aku bukan tukang service, hih!"

"Hihihihi. Terus apa?"

"Ya aku juga enggak tahu, kamu tanyain dong"

"Enggak ah, aku gak sepengen tahu itu"

"Tuh kamu paham"

"Oh ya besok, kamu sampai malam kerja?", tanyaku teringat beberapa paket yang kuantarkan ke beberapa orang.

"Enggak tuh, ada apa?"

"Mau temenin, anterin paket ke jakarta barat?"

"Kenapa gak kirim lewat pos atau kurir sih"

"Banyak banget, yaudah kalau kamu gak bisa"

"Bisa, sayang, bisa, untuk kamu aku usahain bisa. Hehehehh"

"Haaaaaahhh kumat lagi kamu"

Kami terus bercengkerama tak tahu waktu, mengumbar tawa dan cerita. Pengalaman masa lalu kami utarakan tak peduli sudah diceritakan atau belum, menarik atau tidak, di lain hal membicarakan topik kekinian, baik politik, budaya pop, musik, atau horror sekalipun. Terkadang menyerempet sedikit ke perkara seks karena memerhatikan seorang pasangan yang berada di meja sebelah kami bersuka ria, saling merangkul, mencium pipi dan kening, membahas isu perselingkuhan karena kesepian. Aku merasa sedang dibahas, lekas teringat bahwa yang aku lakukan bersama bimo adalah melepas kesepian yang kami derita masing-masing. Kami saling ingin kehangatan di balik hina perbuatan yang kami lakukan. Aku tak mau mengulanginya. Tak mau! Tapi... sampai kapan aku harus seperti ini? Mas Pras kamu ada berpikir gak sih dengan keadaan yang sedang kualami ini. Apakah aku harus bicara jujur supaya dia peka dan lantas marah.

Kemudian bimo menanyakan bahwa pulang nanti aku mau diantar atau pulang sendiri. Lekas kusambar dengan jawaban aku ingin pulang sendiri

"Kamu diculik loh"

"Siapa yang mau nyulik sih perempuan kayak aku?"

"Aku mau"

"Oh kamu punya pekerjaan sampingan sebagai penculik perempuan"

"Enggak, aku kan cuman jawab pertanyaan kamu"

"Sama aja"

"Enggaklah..."

"Mau ikut ke kosan?"

"Mau bangeeettt!"

"Ternyata masih yaaa..."

"Aku masih normal, jelas dong!"

"Udah ah aku mau pulang duluan"

"Ikuuuut...."

Bimo bersikeras ingin mengantarku, win win solution kami dapatkan. ia cukup mengantarku sampai gang akses masuk. Selanjutnya ia bisa pergi. Bimo punsetuju. Kemudian kami berdua meninggalkan tempat kami kongkow sembari berjalan berkeliling sedikit membahas sekitar tempat kami ngobrol ini. Berangkat ke tempat kos, Bimo memboncengi hingga gang akses masuk. Selama dibonceng aku berusaha tak merangkulnya namun sungguh besar hasrat ingin memeluk dan dipeluk. Astaghfirullah maya! Sengaja sepertinya bimo mengantarku melintas jalan jalan bebatuan penuh krikil sehingga tubuhku bergoncang dan memaksaku merangkulnya agar menghindar dari terjungklang. "Mo! Sengaja banget kamu yaah"

"Sengaja apa sih... hahaha"

"pakai tanya, itu jalan banyak yang bagus, kenapa yang dilewatin yang jelek?"

"Lagi pengen dipeluk kamu"

"Ishhh...."

Kami berpisah. Tak ada pembicaraan. Kehidupanku normal kembali. Namun mengetahui bimo sedang kepincut birahi denganku dilihat dari gelagatnya, aku berusaha sedikit menggodanya. Sehabis mencuci pakaian, beristirahat sejenak lalu mandi dan melilitkan handuk di badan, aku mengirim pesan WA ke bimo, menanyakan sudah sampai apa belum.

"Udah dong, kamu lagi apa?"

"Lagi mikirin kamu", balasku memancing.

"Bohong banget"

"Beneran, nih buktinya", aku mengirimkam foto selfie dengan lilitan handuk kuturunkan sejenak, menunjukkan aku yang sedang berbaring dengan belahan dada terpantau.

"Urghhh bikin gerah"

"Makanya mandii..."

"Udah mandi, gara gara foto tadi kepanasan deh aku, huuuuh"

"Ya mandi lagi"

"Mandiin dong"

"dah malem gak mungkin"

"Aku aja ke sana... hehe"

"Boleh"

"Beneran?"

"Tapi bohong... hihihihi...."
 
Wah terima kasih sist updatenya.. masih menarik cerita yang diberikan sist.. tetap menunggu kelanjutannya ya sist..
 
sepertinya ada yg gak nyambung dg bagian 1,
pada cerita bagian 1 si Bimo ngentotnya di kamar hotel,
dan dia sdh jadi duda.

mengapa cerita bagian ke 2,
kejadianya di ubah di kamar Kos dan Bimo masih berstatus memiliki istri.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd