Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

Meronta itu adalah penggilan untuk "diminta". . wkwkwkw

69c372fd-790a-4304-b6cf-8c45ee31e8ce
 

--------------------------------------------------------------------------------------------

Cerita 165 – Model Amatir


SINOPSIS


Berawal dari satu pemotretan. Seorang fotografer dan seorang model.
Story codes
MF, M+/F, bd, cons, exhib, humil

DISCLAIMER
Cerita ini adalah fiksi dan berisi adegan-adegan yang tidak pantas dibaca mereka yang belum dewasa..
jadi jika pembaca masih belum dewasa, harap tidak melanjutkan membaca.

Penulis sudah mengingatkan, selanjutnya adalah tanggungjawab pembaca.

Semua tokoh dalam cerita ini adalah fiktif.
Kemiripan nama tokoh, tempat, lembaga dan lain-lain hanyalah kebetulan belaka dan bukan kesengajaan.

Sebagian tokoh dalam cerita ini digambarkan memiliki latar belakang –profesi, kelas sosial, suku dll...– tertentu.
Tindakan mereka dalam cerita ini adalah fiksi..
dan belum tentu menggambarkan orang-orang berlatar belakang serupa di dunia nyata.

Pemerkosaan, pelecehan seksual, KDRT, dan trafiking di dunia nyata adalah kejahatan dan penulis menentang semua itu.
Penulis harap pembaca cukup bijak untuk dapat membedakan dunia nyata dan khayalan.

Penulis tidak memperoleh keuntungan uang apa pun dari cerita ini..
dan tidak memaksudkan cerita ini dijadikan sumber pendapatan bagi siapapun.

Cerita ini diadaptasi dari beberapa cerita lain di asstr dot org.
Terimakasih juga untuk Anne dan Tyas yang memberi ide buat perkembangannya.

Ada komentar? Ide cerita? Mau diposting di situs anda?
Silakan kontak penulis di ninjaxgaijinATyahoo dot com. Selamat membaca.

Model Amatir

-Ninja Gaijin-
--------------------------------------------------------------

“Pa, boleh minta bantuannya nggak..?”

“Ada apa, sayang..?”

“Papa tau temanku Belinda nggak..? Dia kemarin bilang ke aku, pengen bikin foto profesional.
Papa kan biasa motret, bisa nggak Papa motret dia..?”

Aku menoleh dari koran yang sedang kubaca.
Kulihat putriku dengan ekspresi muka memohon, sesudah menyampaikan permintaannya tadi.

Belinda itu teman kuliahnya. Aku sendiri memang suka memotret —tapi bukan fotografer profesional.
Buatku fotografi cuma hobi. Lumayan untuk ngisi waktu dan kesepian hati sesudah menduda.

Oh ya.. aku belum perkenalkan diri. Namaku Gamal. Duda umur 40-an tahun.
Sepuluh tahun lalu, waktu perjalanan keluar kota bersama istri dan putri tunggalku, Hedy..
—yang tadi bicara denganku— mobil kami mengalami kecelakaan di jalan tol, menabrak truk.

Hedy tidak apa-apa, tapi istriku meninggal dan aku sendiri luka berat.
Jadilah selama ini kami tinggal berdua..
aku membesarkan Hedy sendirian.. sampai sekarang dia baru masuk kuliah.

Di antara teman kuliahnya, ada yang bernama Belinda, yang tinggal tak jauh dari rumah kami.
Belinda indekos di satu rumah besar tetangga kami yang diubah jadi rumah kos;
orangtuanya ada di lain pulau.. tapi Belinda sepertinya kurang dekat dengan mereka.

Belinda dan Hedy cukup akrab.. mereka sering jalan bareng..
bahkan Belinda pernah ikut liburan bersamaku dan Hedy.

Waktu itulah aku pertamakali memotret Belinda, biar pun tak serius karena hanya foto liburan.
Kudengar dari Hedy.. Belinda sudah punya pacar tetap..
Dan mereka menjalin hubungan lumayan lama, setahun lebih. Pacarnya mahasiswa universitas lain.

“Ummm.. oke. Papa lagi banyak waktu luang sih. Kapan dia mau dipotretnya..?”
“Sore ini bisa..?” Tanya Hedy sambil memencet-mencet HP-nya..
Sepertinya sambil komunikasi dengan Belinda.

“Oke.. Boleh..” kujawab.
------oOo------

Sore itu aku ke tempat Belinda.
Dia tinggal di satu rumah kos berlantai tiga yang lumayan eksklusif.

Kalau dari cerita Hedy, Belinda itu anak orang kaya atau pejabat di pulau seberang..
makanya dia mampu bayar sewa kos yang mahal.

Belinda tinggal di satu kamar di lantai tiga.
Aku sudah bawa ‘peralatan tempur’.. tas kamera di satu tangan dan tripod di tangan satunya.

Belinda membuka pintu. “Eh, Om Gamal. Makasih ya udah datang. Ayo, masuk..” sambutnya.
Harus diakui, Belinda gadis yang berpenampilan menarik.

Kulitnya agak gelap tapi mulus, tubuhnya jangkung, rambutnya kecoklatan alami.
Jujur, anakku sendiri, Hedy, kebanting dengan temannya ini.
Di cara bicara Belinda, terselip logat yang menunjukkan daerah asalnya.

Aku masuk ke kamar kos Belinda lalu melihat sekeliling. Luas dan kelihatan cukup mewah.
“Mau minum dulu, Om..?” Belinda menawarkan.
“Oh, gak usah repot-repot..” kujawab basa-basinya.

Ketika itu Belinda mengenakan gaun santai merah bermotif kembang..
tanpa lengan dan panjangnya mencapai di atas lutut, dan kedua kakinya dibungkus stoking.
Dia juga sudah mengenakan make-up tipis, siap difoto.

“Silakan duduk dulu, Om..” kata Belinda sambil menggerakkan tangan ke arah sofa di tengah ruangan.
Aku duduk di sana, Belinda duduk di sebelahku.

“Apa Hedy udah jelasin aku mau difoto gimana..?” Tanya Belinda.
“Nggak tuh Bel, dia cuma bilang kamu minta difoto..”

“Nah, gini Om..” Belinda tersenyum sementara kedua tangannya saling genggam.
“Pacarku, Agus, besok ulang tahun. Jadi emm.. aku mau ngasih hadiah buat dia..”

Oh.. ternyata hadiah ulang tahun. Buat pacar.
Aku jadi nyengir sendiri..
membayangkan apa yang mau diberikan Belinda buat pacarnya si Agus itu.

Dengan malu-malu dan memutar-mutar Belinda menjelaskan hubungannya dengan Agus..
dan gagasan foto apa yang mau dia buat.

Dia tidak perlu memberitauku langsung..
tapi aku sudah menangkap bahwa Belinda ingin membuat foto sensual untuk pacarnya itu.
Aku senyam-senyum mengerti.

“Oke, ayo kita mulai..” kata Belinda.
“Di mana nih fotonya..?”
“Kayaknya kalau di balkon bagus juga..” usul Belinda.

Di kamar kosnya ada balkon sempit yang menghadap samping, ke arah rumahku.
Lingkungan kami rada sepi, jadi dia tidak perlu kuatir ditonton orang.

“Mumpung masih terang..”
“Iya, pakai pencahayaan alami kayaknya bagus juga..” celetukku.

Belinda berdiri dari sofa dan membuka pintu ke balkon.
Kupasang tripod dan kukeluarkan kamera.
Kubidikkan kamera ke arah Belinda yang sedang menyisir rambutnya di balkon.

Agar pemotretan lebih stabil.. aku sudah berencana..
tidak memotret dengan memencet tombol rana di badan kamera..
tapi kupasang remote control berkabel cukup panjang ke kamera.

“Udah siap. Kita coba, ya..?” Sore itu berangin.
Rambut Belinda yang lurus kecoklatan berkali-kali tertiup menutupi wajahnya.
Bando yang menahan rambutnya tidak membantu.

Dan—angin dingin itu juga membuatku sadar bahwa Belinda tidak sedang memakai bra.
Puting gadis itu mencuat di balik gaun tipisnya..

“Malah jadi ribet nih, Om..” Belinda terkikik sambil mencoba merapikan rambutnya.
Anginnya tidak membantu.

“Kalau di sofa aja gimana..?” Usulku. Belinda menutup lagi pintu balkon..
lalu berjalan dan menjatuhkan diri di sofa ke posisi duduk menyilangkan kaki.

Gaunnya tersibak menampilkan pahanya yang mulus. Kupindahkan tripod.
“Oke, kita coba lagi ya. Senyum..” kataku.

Belinda tersenyum malu-malu dan mulai berpose.
Aku mulai mengambil beberapa potret.

Anak ini ternyata ada bakat juga jadi model..
harus diakui dia pintar membawa diri di depan kamera.

Dan kuperhatikan juga pose-nya makin lama makin menggoda.
Pahanya yang mulus itu dia umbar.

Satukali dia sengaja merenggangkan pahanya cukup lebar..
Upp.. sehingga celana dalamnya mengintip.

Setelah mengambil kira-kira duabelas foto, Belinda bilang dia mau ganti baju.
Dia masuk ke kamarnya.. sementara aku melihat foto-foto yang barusan.

Ketika Belinda keluar lagi.. aku kaget melihat penampilannya yang lebih seksi.
Dia sekarang mengenakan atasan tank-top tipis putih..
–sehingga payudaranya terlihat membayang..– dan rok mini hitam tipis berenda.

Mukanya memerah waktu dia sadar aku memandanginya..
tapi tak lama kemudian tanpa malu-malu dia kembali berpose.

Aku sendiri sudah beberapakali memotret foto seksi.. jadi biasa saja dengan penampilan dia.
Meski pun harus diakui juga..
tubuh Belinda pasti menggiurkan laki-laki normal mana pun yang memandangnya.

Rasanya nggak profesional.. tapi aku terangsang juga.
Apalagi pose-posenya makin lama makin seksi.

Berdiri berkacak pinggang dengan kaki merentang.
Menggoda dengan memerosotkan satu tali bahu tank-top.
Atau menaikkan tank-top sampai batas bawah payudara.

“Aku ganti kostum sekali lagi ya Om..” kata Belinda sambil tersenyum nakal.
Dia masuk kamar sementara aku berusaha meredakan sensasi yang mulai muncul.

Celakanya..
Belinda justru muncul dengan satu set lingerie pink-hitam, bra dan celana dalam.
Lama-lama aku merasa iri juga dengan si Agus pacarnya itu.

Belinda pasti cinta berat kepada dia..
sampai-sampai mau ngasih hadiah foto-foto seksi seperti ini.

Kali ini Belinda berposisi merangkak di atas sofanya.. dan dia sudah melepas bando..
sehingga rambut panjangnya jatuh membingkai wajahnya.

Belasan foto kuambil selagi Belinda bergonta-ganti pose..
dan lensa kameraku menikmati mulusnya kulit dan bulatnya bokongnya.

Ekspresi Belinda sulit digambarkan.. malu-malu sekaligus berani.
Dia menatapku dan aku mengangguk tersenyum.

Biar pun pekerjaan ini pasti tidak dibayar..
foto-fotonya saja sudah jadi imbalan yang memadai.

“Oke, udah cukup banyak nih. Kamu mau lihat..?” Kuhentikan sebentar sesi pemotretan.
Belinda langsung beranjak dari sofa ke sampingku di belakang kamera.

Dia cukup dekat.. sehingga aku bisa mencium wewangian yang dia pakai.
Kami melihat satu per satu foto yang sudah diambil.

“Seksi nggak, Om..?”
Pertanyaan Belinda telak.. tapi anehnya tidak membuatku terkejut.

“Ya.. lumayan..” jawabku setengah jujur.
Takutnya kalau kujawab ‘iya, seksi banget’ dia bisa tersinggung.

“Tau nggak, Om.. semua yang kupakai hari ini tuh hadiah dari Agus.
Makanya aku rancang balasannya seperti ini, foto-fotoku pakai baju dari dia.
Dia bakal suka kan, Om..?” kata Belinda.

Dari celetukan itu saja aku bisa menakar hubungan antara Belinda dan Agus.
Jelas cukup akrab dan intim..

Sehingga Agus tak sungkan memberi hadiah pakaian dalam seksi untuk pacarnya.
Berani taruhan, mereka berdua pasti sudah berhubungan badan.

HP Belinda yang dari tadi ada di atas meja berbunyi.
Belinda mengambilnya, dan melihat siapa yang menelepon.
“Agus..” katanya sambil tersipu.

Dia menjawab panggilan telepon sambil berdiri agak jauh dari posisiku.
Masih mengenakan set pakaian dalam pink-hitam yang diberikan si penelepon.

“Halo sayang..” Aku tidak menyimak obrolan mereka..
Daripada nguping lebih asyik melihat-lihat lagi foto-foto seksi Belinda.

Rasanya tidak sabar ingin memindahkan semuanya ke komputer..
biar bisa ditampilkan di layar yang lebih besar.

Tapi secuplik-secuplik kata-kata sepasang kekasih itu terdengar juga.
“Lagi.. difoto..”
“Kamu lagi ngapain yang..?”

“Apa..?”
“Kok.. kok gitu sih..?”

“Kok kamu gitu sih..??”
“.......”

“Brengsek..!!”
Heh..? Kok jadi begini..?

Belinda membanting HP-nya..
lalu dia berlari masuk kamar dan membanting pintu. Terdengar jeritan.
Aku tidak tau harus berbuat apa, jadi aku cuma duduk bengong di tempat.

Beberapa menit kemudian Belinda kembali, sesenggukan dan matanya basah.
“Maaf, Om.. *hiks*” ujarnya di sela isak tangis.

“Nggak apa-apa, Bel.. Kabar kurang enak kah..?”
“Parah Om..” kata Belinda dengan nada pilu.

“Dia.. Agus.. tega banget dia. Padahal aku udah percaya banget ama dia..
sampai aku rela ngasih semuanya buat dia..”
–Betul kan dugaanku tadi..? Perawannya Belinda sudah diambil sama si Agus..–

“Tapi tadi dia putusin aku..!”
“Eee..”

“Dia ngaku dia jalan sama cewek lain, teman sekampusnya. Udah sebulan.
Padahal.. aku kurangnya apa..?? Huu~hhh..” Air mata Belinda kembali mengalir.

Di depanku ada seorang gadis yang menangis. Mau bagaimana lagi.
Refleksnya laki-laki ya pasti akan berusaha menghibur.

Dan tau-tau saja aku sudah merangkul Belinda, mengusap-usap punggung dan rambutnya.
Belinda membenamkan mukanya ke dadaku.

“Kenapa ya Om..?” Isak Belinda. “Kenapa si Agus tega ninggalin aku..?”
Mana aku tau..? Tapi ya aku nggak tega bilang begitu sama Belinda yang sedang sedih dan shock.

Tapi, ya.. Belinda baru umur 19 tahun. Agus, yang anak kuliahan juga, pastinya seumuran.
Cowok umur segitu masih labil. Bisa saja si Agus bosan, atau nemu tantangan baru..
atau takluk sama rayuan cewek yang lebih agresif—

“Tadi dia bilang dia sekarang udah jadian sama Viani.. Viani tuh temen sekampusnya.. dasar brengsek.
Dia selama ini bilang Viani temen biasa aja.. *hiks* cewek kurang ajar,
Mentang-mentang bisa ketemu setiap hari.. Apa dia gak tau Agus udah punya aku..? Uhh.. huhuhu..”

Susah juga berusaha menenangkan Belinda..
Sementara celanaku mulai terasa sempit tidak keruan..
Ya.. gara-gara tubuh Belinda yang cuma pake lingerie nempel ke tubuhku..—

“Om..” tanya Belinda, “Sebenarnya aku cantik nggak sih..?”
Waduh. Pertanyaan bahaya.

“Iya, Bel, kamu cantik kok. Cantik banget..”
Waduh. Kok aku jawabnya begitu..?

Wajah Belinda yang tadi menempel di dadaku sekarang menghadap langsung ke wajahku.
“Bener, Om..?” Pertanyaannya menuntut kepastian.

Aku mengangguk. Duh, wajahnya terlalu dekat.
*cup*
Tiba-tiba saja Belinda mengecup bibirku.

“.. Hhmm..” desahnya.
Waduhhhh.. tampangku pasti sudah seperti orang bego.

Aku melongo gara-gara tindakan Belinda barusan. Ini.. mestinya.. salah nggak sih..?
Terima ciuman dari cewek yang seumuran dengan anakku sendiri..? Pacar orang pula.

Eh.. tunggu. Dia barusan diputus pacarnya. Jadi sudah mantan pac ..
—Sebelum pikiranku sempat melanjutkan..
Belinda sudah meneruskan kecupannya tadi dengan ciuman yang lebih hangat.

Bibir dan lidahnya memaksa bibirku menerima.
Ciuman seseorang yang sedang tertekan dan butuh pelampiasan.
Dan bibirku tidak melawan.

Ada bagian otakku yang langsung menjerit melarangku macam-macam..
tapi suara bagian itu dibungkam bagian lain yang menyuruh menikmati saja.

Lagipula ciuman Belinda sungguh nikmat.. sampai-sampai aku merangkul pinggangnya erat-erat..
enggan melepas dia ketika dia melepas bibirnya dari bibirku.

Belinda tersenyum sesudah ciuman itu. Dia mengelus dadaku.
“Om..” bisiknya, “Aku tanya lagi. Menurut Om aku seksi nggak..?”

“Nggak, eh, iya, kamu seksi, Bel. Dari pertamakali masuk juga aku udah perhatiin..”
Kacau..!! Jawabanku nggak terkontrol. Belinda nyengir malu-malu lagi mendengarnya.

“Om.. aku masih mau ngirimin foto ke si Agus, tapi foto lain lagi. Biar dia tau rasa.
Masih mau bantuin aku kan, Om..?”
“Hmm.. kayak gimana nih..?” Aku mulai menebak-nebak.

“Aku pengen bikin foto yang bakal buat dia jealous.
Biar dia nyesel mutusin aku..” kata Belinda sambil tersenyum nakal.

Dia kembali naik ke sofa. Lalu dia membuka bra-nya.. sehingga payudaranya terlihat.
“Biar ngiler dia lihat ini..” gumam Belinda, nadanya penuh dendam.

Nggak usah si Agus, aku saja sudah ngiler melihatnya. Kupotret dia satukali.
“Coba lihat, Om..”

Belinda mendekat.. memeriksa foto yang barusan diambil.
Kuperhatikan di foto itu ekspresi matanya tajam sekali.

“Ah.. kurang. Agus udah tau aku kayak apa kalau telanjang. Huffh..”
Tapi aku baru tau, Bel.
“Jadi gimana nih..?”

Emm.. sebagai ayah temannya, apa aku mestinya ngasih nasihat yang lebih bijak..?
Bukan malah ikutan apa pun yang dia rencanakan..?

“Kalau dia bisa ngerangkul cewek lain, aku juga bisa nyari cowok lain..” kata Belinda.
“Om.. apa Om keberatan sama ciumanku tadi..?”

“.......” Aku tak bisa berkomentar.
“Aku.. mau minta bantuan Om yah..?”

Suara kecil di otakku yang dari tadi memperingatkan sudah tenggelam..
ditelan aliran darah yang menggelora ke seluruh tubuh dan kemaluan..

“Kamu.. perlu apa, Bel..?”
“Aku mau foto sama Om. Biar Agus cemburu..”

“Oke.. foto kayak gimana tapinya..?”
“Kameranya ada remote control kan..? Sini Om, duduk di sebelah aku..”

Belinda kembali duduk di sofa, menyediakan tempat di sampingnya.
Aku jaga-jaga dulu. “Bel, aku ga masalah, tapi nanti mukaku sendiri kusamarin ya..?
Aku ga mau aku sendiri kena masalah sama Agus atau yang lain..”

“Gak masalah Om..” kata Belinda tegas.

Aku jalan ke sofa dan duduk di sebelah Belinda.
“Om rangkul aku sambil pegang tetek aku ya..”
Siapa juga yang bakal nolak..?

Aku duduk di sebelah kiri Belinda..
jadi kulingkarkan lenganku ke belakang punggungnya..

Dan tanganku menjamah payudaranya.
Hangat.. empuk.. dan pentilnya terasa keras di antara jariku.

“Oke, foto..!” Kupencet tombol remote dengan tangan kiri.
Belinda langsung memeriksa hasilnya.
“Kurang.. Barangkali kalau lebih mesra lagi..?” Komentarnya.

“Misalnya seperti gimana..?”
“Mungkin kalau aku pegang burungnya Om..?”

“Emm..!?” Tapi sebelum aku bisa menjawab..
Belinda malah sudah berinisiatif membuka ritsleting dan merogoh ke dalam celana.

Dia tarik penisku yang sudah ereksi keluar dari celana dalam.
“Wah.. Panjang banget Om..!! Punya si Agus aja cuma sepanjang pangkal kepalanya punya Om.
Pasti bakal bikin dia ngiri..!”

Belinda menggenggam pangkal kejantananku sambil menoleh ke arah kamera.. lalu berkata..
“Foto Om..!!”

Cklik..! Aku memencet tombol. Belinda langsung memeriksa hasilnya.
“Hmm, lumayan, kayak kelihatan lagi ngocokin Om..”
Sebenarnya belum, karena tangan Belinda diam saja tadi.

“Ah.. gini aja..! Aku duduk di pangkuan Om..”
Lalu dia benar-benar mau lakukan apa yang dia katakan.

“Om buka baju ya..?” Dan aku masih terus mengikuti apa maunya.
Kubuka baju dan celanaku, sementara dia sendiri melepas celana dalamnya.

“Celana dalamnya juga sekalian Om..” pinta Belinda.
Kupelorotkan celana dalamku.. lalu aku duduk kembali.

Rrrbbb..!! Belinda lalu duduk mengangkang di pangkuanku.. memunggungiku.
Kemaluanku mencuat di depan perutnya.

“Ah.. nanggung. Sekalian aja bikin kayak aku mau dientot sama Om, ya..?”
Huihh.. makin lama makin parah. Atau makin asyik..?

Sekarang Belinda mengangkat sedikit tubuh bawahnya.. mengangkang di atas ereksiku.
Dia menggenggam kepala burungku.. menaruhnya di depan bibir kemaluannya.

Ketika dia melepas genggaman.. penisku malah terkulai ke depan.
“Eh.. kok malah copot..? Mesti dijepit nih..!”

Ctapp..!! Dia meraih kepala burungku lagi.. Slebb..!!
Kali ini mendorongnya ke dalam lipatan bibir vagina yang terasa lembab.

“Foto Om..” katanya.
Terdengar bunyi ‘klik’ dari tombol remote yang kutekan.

Tapi pada saat yang sama.. kurasa jepitan kemaluan Belinda bergeser..
Sslebb.. Clebb..!! Menelan seluruh kepala burungku.

“Foto lagi..” suruhnya.
Dia turun makin jauh.. mulutnya mengeluarkan suara mendesis.

Rrrrrbbb..!! Sekarang sudah setengah batangku di dalam vaginanya.
“Bel..?” Tanyaku dengan agak khawatir.

“Kayaknya kalau begini udah bukan pura-pura lagi deh..?”
“Aku tau, Om. Biarin aja. Foto terus..”

Tubuh Belinda turun lagi. “Uunhh..!!”
Lenguhnya selagi akhirnya.. keseluruhan kejantananku masuk ke dalam kewanitaannya.
Sial..!! Kejadian juga kan.. aku nyodok cewek yang seumuran anakku..

“Om pinjam remote kameranya..” kata Belinda sambil terengah.
Untungnya dia tidak bergerak-gerak..
Tapi.. urghh.. batangku terasa nyaman dalam jepitan daging kemaluannya yang hangat.

Belinda mengambil sendiri beberapa foto, lalu dia bertanya.
“Eh.. kameranya bisa rekam video juga nggak..?”

“Emm.. bisa sih, pake tombol yang itu..”
sambil kutunjukkan tombol untuk mengubah kamera ke mode video dan merekam.

Belinda langsung mencobanya. “Udah bisa kan..?”
Posisi kamera tepat di depan Belinda.. sehingga wajahku ketutupan.

Satu lampu kecil di kamera menyala, menunjukkan sedang merekam video.
Belinda menatap ke lensa kamera, mencibir.. mengacungkan jari tengah ke arah lensa.

Clebb.. clebb.. clebb.. clebb.. Lalu dia mulai bergerak naik turun.
“Eh.. eh..!?” Aku kaget juga.
Gawat.. si Belinda sekarang tidak cuma bikin foto seksi..

Tapi juga video porno dan aku ikut jadi pemerannya..!??
“Oh, oh.. oohh..!!” Desahan dan lenguhan Belinda mulai terdengar.

Tanganku bergerak sendiri menggenggam pinggang Belinda..
kemudian meremas payudaranya dari belakang.

“Oh.. terus Om.. panjang bangeth.. sshhh.. unhhhh..!!” Lenguhnya nikmat.
“Ah.. oh.. aduh dalam banget..!! Bel ga pernah dimasukin sedalem ini Om..”

Sudah kepalang tanggung.. nasi sudah jadi bubur.. kumakan saja buburnya sekalian.
Sekarang kedua tanganku meremas-remas buah dada Belinda dan menarik-narik kedua putingnya.

Ulekan pinggul Belinda makin gencar di pangkuanku.
Sudah lama aku tidak bersetubuh.. dan sekalinya bersetubuh, dapat yang seperti ini.

“Ah.. Bel, Om mau keluar, ayo kamu cabut..!” Untung Belinda cepat bereaksi.
Dia langsung melepaskan diri.. tepat ketika spermaku muncrat dari batang yang sedang tegak itu.

Nggak lucu kan kalau keluar di dalam, terus tahu-tahu dia hamil.
Mau taruh di mana mukaku depan Hedy kalau teman baiknya dihamili papanya sendiri.

Semburan pejuku rupanya cukup kencang.. sehingga menerpa sampai dada dan muka Belinda.
Aku nggak terpikir untuk bertanya dia dapat orgasme atau tidak; sepertinya belum.

Belinda menyetop fungsi perekam video.. lalu duduk di depan kamera..
sambil masih memegang remote, dan beberapakali memotret dirinya sendiri.

“Gimana.. Udah cukup, Bel..?” Tanyaku.
“Kayaknya udah Om. Langsung pindahin ke komputerku aja ya..?”

Belinda berjalan terhuyung-huyung ke kamarnya.
Aku ikut. Foto-foto dan video yang kami ambil langsung pindah ke komputer Belinda.

Lalu sambil bersantai.. kami lihat satu per satu foto yang diambil.
Mulai dari Belinda yang masih bergaun motif kembang sampai foto-foto terakhir..
yang ternyata memperlihatkan cipratan benihku di muka dan dada Belinda.

Kami juga menonton video pendek yang tadi Belinda ambil.
“Hihihi.. Om bisa muncrat sampai jauh begitu yah..” goda Belinda sambil mencubit lenganku.
Aku ketawa-ketawa saja.

“Jadi.. mana yang mau dikirim buat Agus..?” Kutanya.
“Nggak satu pun..” kata Belinda.

“Dipikir-pikir, buat apa juga. Paling-paling dicuekin. Biar aja dia sama si Viani.
Foto-foto ini biar kusimpan aja ya, Om..?”

“Silakan aja. Berarti mukaku masih perlu disamarin nggak..?”
“Buat apa.. Kan yang bakal lihat cuma kita berdua..” goda Belinda sambil mengecup pipiku.

Sebagian besar foto yang sudah pindah ke komputer Belinda kuhapus dari memori kameraku;
kusisakan sedikit saja foto Belinda yang berpakaian lengkap, untuk ditunjukkan ke Hedy kalau perlu.

Wah.. bakal jadi bagaimana hubunganku dengan Belinda..? CONTIECROTT..!!
-------------------------------------------------oOo-------------------------------------------
 
---------------------------------------------------------------------------------------------

Cerita 165 – Model Amatir [Part 2]

Ternyata urusanku dengan Belinda tidak berhenti sesudah pemotretan di kamar kosnya.
Sebulan sesudah pemotretan pertama itu.. Belinda menghubungiku lagi..
memintaku memotretnya untuk portofolio.

Tapi setelah kami berdiskusi lewat telepon..
aku sadar bahwa tema yang dia minta memerlukan peralatan dan studio yang aku tak punya.

Jadi aku coba hubungi beberapa teman yang fotografer profesional..
berharap ada yang mau meminjami studio.

Jordy.. salah seorang teman yang biasa mengajariku trik-trik fotografi..
bersedia meminjamkan studionya asal dia dibolehkan ikut memotret.
Kami janji bertemu di studio milik Jordy satu siang.

Selagi membuka pintu mobil dan melangkah keluar menenteng tas kamera..
aku berjanji kepada diri sendiri..
bahwa keintiman seperti yang terjadi dengan Belinda terakhirkali aku memotret dia.. tidak akan berulang.

Aku sendiri nyaris menolak permintaan Belinda, tapi dia bilang cuma aku fotografer yang bisa dia percaya.
Lagipula.. kami sama-sama suka foto-foto dari sesi pertama itu. Barangkali dia merasa cocok denganku.

Aku masuk ke studio Jordy dan mendapati Belinda sedang ngobrol dengan Jordy.
Belinda memakai kimono putih berbahan handuk. Wajahnya sudah bermake-up, siap untuk pemotretan.

Dan aku tak bisa melawan rasa penasaranku..
ingin tau apa yang dia pakai dan tidak pakai di bawah kimono itu.

Mata Belinda membelalak.
“Eh.. Om Gamal. Aku udah nyampe dari tadi.. ini lagi ngobrol sama Om Jordy.”

Dia berdiri menghadapku dan merentangkan lengan seolah-olah menawarkan pelukan..
Tapi kemudian dia mundur, seperti ragu-ragu. Bagus juga sih kami tidak pelukan.

Aku takut tidak kuat menahan godaan untuk memeluk, lalu mencium, lalu.. ya kalian tau sendirilah.
Aku terus mengingatkan diri, Jangan macam-macam dengan dia, dia temannya anakku.

“Bro, temuan lu ini lumayan juga..” Jordy si pemilik studio juga menyambutku.

Jordy seumuran denganku.. tampangnya biasa-biasa saja dengan rambut jabrik dan mata mengantuk..
tapi dia agak terkenal di dunia fotografi sebagai fotografer untuk majalah pria dewasa.

Dia sudah berpengalaman menangani model..
dan ketika aku datang sepertinya dia sedang menawari Belinda difoto untuk majalahnya.

Setelah ngobrol sebentar.. aku dan Belinda mengikuti Jordy ke ruang studio.
Jordy sudah menyiapkan semuanya, jadi Belinda tinggal berpose dan aku serta Jordy tinggal memotret.

Aku dan Jordy memasang kamera masing-masing menghadap satu latar netral.
Kamera Jordy lebih serius daripada kameraku. Kumasukkan memory card kosong ke kameraku.

Foto-foto Belinda sudah kuhapus semua;
sekarang file-file foto dia dari pemotretan di kamarnya cuma ada di komputer dia..
dan di mana pun dia menyimpannya.. yang jelas aku tidak pegang.

Kuperhatikan sekeliling.. Jordy sudah menyiapkan lampu-lampu kilat. Belinda membuka kimono putihnya.
Di bawahnya dia mengenakan gaun hitam polos yang tampak pas sekali dengan lekuk tubuhnya.

Kuperhatikan tubuh jangkungnya jadi lebih montok.
Aku bertanya-tanya, apa dia tipe yang kalau sedang stres jadi banyak makan.
Putusnya hubungan dia dengan Agus mungkin saja menyebabkan itu.

Pinggulnya terlihat lebih lebar.. dadanya juga terlihat lebih berisi..
–atau dia memakai bra yang bikin dadanya kelihatan lebih besar..–

Gaunnya terhitung sopan, sampai ke bawah lutut.
Pas sekali dengan tubuhnya, jadi lekuk-lekuk tubuhnya terlihat indah.

Waktu kuminta dia berpose dengan wajah menoleh..
aku tidak bisa tidak berpikir dia terlihat tambah menggiurkan.
Tapi aku ingat janjiku.. —jangan macam-macam selain memotret..!!

Aku memberi instruksi selagi Belinda berganti-ganti pose.
Dia punya kebiasaan menundukkan kepala atau terlalu membungkuk; maklum masih amatir.

Kusuruh dia tegakkan kepalanya.. supaya terlihat percaya diri.. dan tarik bahunya ke belakang..
supaya dadanya membusung.

Sesudah kuubah posenya..
Belinda tampak lebih menarik dan kedua payudaranya tampak mengacung ke arahku.
Maksudnya ke kamera.

Sesudah aku dan Jordy memotret beberapapuluhkali..
kami berhenti sebentar dan memeriksa foto-foto yang kami ambil.

Belinda ikut nimbrung dan melihat foto-foto itu dari belakangku.
Senyumnya dan sentuhannya di bahuku mengatakan dia suka hasilnya.
Aroma tubuhnya enak.. entah itu alami atau wewangian yang dipakainya.

Belinda ingin dipotret menggunakan beberapa busana..
dan sebelumnya dia sudah diberitau Jordy mengenai kostum-kostum yang tersedia di studionya itu.

Jadi Belinda kemudian masuk ke ruang ganti.. dan keluar lagi dengan kostum pilihannya:
Gaun pengantin gaya Barat berwarna putih murni.. dengan hiasan renda yang rumit.
Tapi dia memegangi bagian atasan korset gaun itu.

“Bantuin tutup ritsletingnya Om..” pintanya. Dia berbalik, memperlihatkan punggungnya.
Dengan hati-hati aku menarik ritsleting korset gaun pengantin itu.

Bagian depannya jadi mengencang, kedua payudaranya terdorong naik.
Kemudian Belinda berpose lagi. Ketika dia terlalu membungkuk lagi, payudaranya hampir tumpah.

Kusuruh dia berdiri tegak kembali;
Mungkin supaya tidak terjadi ‘kecelakaan’ yang bakal membuatku lupa diri.

Tentu saja.. dia memintaku membukakan lagi ritsletingnya setelah pemotretan gaun pengantin selesai.
Dia meninggalkan ruang pemotretan menuju ruang ganti sambil memegangi korset.
Kalau tidak dipegangi, bisa-bisa gaun itu merosot, menelanjangi dia selagi dia berjalan.

Waduh. Membayangkan itu saja membuatku tegang. Entah baju apa lagi yang dia pakai sesudah ini.
Gaun rumahan dua lapis.. —putih di atas kotak-kotak merah-hitam— adalah busana selanjutnya.

Bagian roknya melebar.. tapi pendek.. di atas lutut.
Kuatur kameranya untuk mengambil serentetan foto dengan cepat dan kuminta Belinda bergerak.

Dia berputar.. dan roknya terangkat oleh putaran. Seolah-olah dia tak pakai rok.
Seluruh pahanya sampai terlihat. Apa Belinda sedang menggodaku..? Semoga tidak.

Kali ini tidak ada alasan dia habis putus dengan pacarnya. Aku terfokus ke fotografi saja..
Seperti juga Jordy yang dari tadi tak banyak berkomentar dan hanya memotret.

Aku lega ketika Belinda muncul lagi dengan celana jins dan kemeja merah biasa.
Dia berpose lagi, kali ini sudah lebih baik daripada sebelumnya.
Ah.. tapi aku mulai membayangkan tubuh indah di balik pakaian itu.

Setelah aku selesai memotret.. Belinda berdiri menunggu.
“Apa udah semua..?” Kutanya. Belinda malah menoleh ke Jordy yang kemudian tersenyum.

“Satu lagi. Baju renang..” Nah.. kemaluanku tidak cuek saja sepanjang pemotretan.
Secara bertahap dia bangun, mengeras. Iyalah. Aku masih laki-laki normal.
Aku berharap semoga baju renangnya jangan yang tipe seksi, misalnya bikini kecil.

Harapanku terkabul ketika Belinda muncul lagi dari ruang ganti.
Bajunya tipe one-piece dengan bagian dada sebagian besar tertutup.. –walau ada belahannya..–
bercorak tutul macan, dan bagian bawahnya normal, tidak menyempit.

Tapi celah di bagian dadanya itu memperlihatkan belahan pertemuan kedua payudaranya.
Dan di belakang kamera.. aku menyesuaikan ereksi di dalam celana.

Belinda menggunakan bangku sebagai alat bantu pose; aku dan Jordy memotret.
“Kayaknya ada banyak foto bagus yang kita dapat hari ini..” kataku sambil menepuk kamera.

Belinda tidak pergi ke ruang ganti.. tapi malah terus duduk di bangku..
Wajahnya masam.. jari-jarinya saling genggam.

“Ada apa, Bel..?” Tanyaku.
“Nggak apa-apa..” Dia tidak menatap mataku.

Aku punya anak perempuan seumuran dia, jadi aku tau dia sedang sembunyikan sesuatu.
Belinda pergi meninggalkanku dan Jordy, masuk ke kamar ganti.

Pemotretan kami sudah selesai..
dan bersama Jordy aku memperhatikan semua foto yang kami ambil barusan.

Jordy nyengir-nyengir selagi kami menyaksikan pose-pose Belinda yang kami abadikan.
Terus terang.. aku nggak tahan.

“Jord, di mana toiletnya..?” Kutanya.
“Sono..” Jordy menunjuk pintu di sebelah ruang ganti.

Aku masuk ke sana.
Di depan kloset kubuka resleting celanaku dan kukeluarkan burungku yang tegang.

Bukan, aku bukan mau kencing..
Tapi ada bagian tubuhku yang menjerit-jerit minta dipenuhi kebutuhannya.
Itu.. yang kukeluarkan barusan. Tidak tahan dia bertemu kembali Belinda.

Di dalam toilet sempit itu.. kukocok sendiri penisku..
sambil membayangkan lagi tubuh Belinda dan foto-foto yang kuambil barusan.

Duh.. malu-maluin. Laki-laki seumurku, yang lebih pantas jadi bapaknya..
malah coli membayangkan gadis semuda dia.

Memang.. terakhirkali aku berhubungan badan itu adalah dengan Belinda..
Sebulan lalu di kamar kosnya ketika dia diputus pacarnya di tengah pemotretan.

Aku memang duda, tidak punya pacar dan tidak suka jajan..
Jadi harus diakui kebutuhan seksku tak terpuaskan.
Dan sensasi terakhir yang kudapat adalah dengan Belinda.

Biar pun semua dokumentasi kejadian itu.. —foto, video— sudah kuhapus..
tetap saja kepalaku masih kuat mengingatnya.

Apalagi pasangan seksku sebelum dia.. —mendiang istriku..— sudah lama tiada..
Jadi kenangan kami sudah terasa jauh.

Nah.. dan yang barusan kupotret itu seorang gadis muda yang sedang ranum-ranumnya.
Tubuhnya indah.. wajahnya cantik, statusnya jomblo, dan..
–berdasarkan pengalaman icip-icip sendiri..– enak digenjot.. bagaimana aku tidak konak..?

Kukocok terus penisku sambil membayangkan lagi..
bagaimana tubuh Belinda menggeliat menggelinjang di pangkuanku waktu itu.
Sambil malu sendiri.. karena biar pun sudah tua begini aku seperti bocah remaja yang baru tau cewek saja.

Tapi mendingan begini. Daripada aku nggak tahan dan malah ngajak dia begituan lagi.
“Belinda —hhh..”
Selagi membayangkan indahnya tubuh Belinda, alat kelaminku makin tegang.

Sambil menunduk di depan kloset duduk yang terbuka.. satu tangan bertumpu..
satu lagi mengocok sambil mengarahkan penisku ke bawah, ke arah lubang kloset.

Akhirnya terlampiaskan juga. “Uuuuhhhh.. Belindaa..!!” Cratt. Cratt.. cratt.. cratt..!!
Lenguhku sambil merasakan semprotan demi semprotan melesat dari penisku langsung ke arah lubang kloset.

Aku terengah-engah selagi menikmati sedapnya orgasme dadakan itu.
Dalam hati kubayangkan semburan pejuku bukan langsung masuk lubang kloset..
melainkan ke perut dan dada Belinda.

Kudengar sayup-sayup suara satu lagu populer di luar. Ringtone..? Bukan teleponku.
Barangkali HP Jordy atau Belinda. Kuacuhkan saja, selagi aku menguasai diri kembali.

Mungkin ada lima menit aku terdiam di dalam toilet studio Jordy.
Ketika kubuka pintunya untuk keluar.. aku kaget melihat Belinda berdiri di sebelah pintu.
Memang pintu ruang ganti ada di sebelah pintu toilet.

“Abis ngapain Om..?” Tanya Belinda datar.
Mukaku berubah merah. “Em, ya biasalah, tadi kebelet..”

Belinda tersenyum. “Kebelet coli ya Om..?” Kata-kata barusan membuatku merasa malu sekali.
Apa tadi eranganku yang menyebut nama Belinda terlalu keras.. sehingga terdengar dari luar..?

Aku tidak berani memperpanjang.. jadi kudiamkan dia dan aku langsung berjalan kembali ke kameraku.
Tapi celetukan Belinda sempat kudengar. “Nggak apa-apa lagi, Om..”
-----oOo-----

Pemotretan hari itu kuanggap selesai.
Aku menawarkan untuk mengantar pulang Belinda, dan kuantar dia pulang ke kosnya dengan mobilku.
Sebelum kami pergi, Jordy sempat meminta nomor telepon Belinda.

Sepanjang perjalanan pulang kami lebih sering diam. Belinda terus memperhatikanku..
sambil sekali-sekali bertanya, seperti menanyakan tentang Hedy atau Jordy.

Aku tidak banyak bicara..
karena malu sendiri tadi tidak bisa menahan nafsuku dengan Belinda sebagai objeknya.

Kuturunkan dia di depan rumah kosnya yang terletak di sebelah rumahku sendiri.
“Makasih buat hari ini, Om..” katanya.

Dan sebelum aku bisa membalas, tau-tau dia mengecup bibirku.
Aku kaget. Maksudnya apa..?

Melihat mukaku yang kaget.. Belinda terlihat kecewa.
Lalu dia keluar mobil tanpa berkata apa-apa.. kemudian langsung masuk rumah kos. Belinda..
-------oOo-------

Entah aku bertindak pintar atau bego ketika tidak menanggapi ciuman Belinda ketika itu.
Berhari-hari, berminggu-minggu kemudian tak ada kontak lagi dari Belinda.

Tidak ada permintaan pemotretan..
bahkan dia pun tidak mampir-mampir lagi ke rumah untuk menemui Hedy.

Hedy bilang Belinda masih kuliah.. tapi sering sibuk dan jadi jarang menghabiskan waktu bersamanya.
Dan menurut Hedy, Belinda jadi sukar dihubungi kalau malam.

Sesudah dua bulan, aku menemukan jejak Belinda, di satu majalah pria dewasa.
Foto-foto seksinya dimuat di majalah itu. Fotografernya, Jordy.

Bisa kubayangkan apa yang terjadi sesudah pemotretan di studio Jordy itu:
Pasti Jordy tertarik dengan hasilnya dan menawari Belinda untuk tampil di majalahnya.
Tidak heran sih, dia memang seksi.. dan jelas cocok tampil dalam fantasi lelaki..

Eh.. rasa bersalah itu kembali lagi. Aku selama ini terbiasa menganggap Belinda sebagai teman anakku..
—seseorang yang jauh lebih muda dan seharusnya bukan jadi sasaran nafsuku.

Sesudah semua yang terjadi.. apa aku seharusnya berbuat lebih banyak..? Tapi sebagai apa..?
Tetap kuperlakukan seperti teman Hedy..? Atau.. lebih..?

Bagaimana sebenarnya perasaanku terhadap Belinda..? Tapi aku tetap tidak berbuat apa-apa.
Kubiarkan keadaan mengambang terus.

Belinda juga sepertinya menjauh dari Hedy di kampus.
Dia tetap di tempat kosnya yang lama.. di rumah sebelah rumahku.. tapi dia jarang sekali kelihatan.
Mampir ke rumah pun tidak.

Dan berbulan-bulan kemudian, foto-foto dia terus bermunculan.
Dari satu majalah pria dewasa ke majalah pria dewasa lain.
Kadang-kadang scan majalah-majalah itu muncul di forum-forum internet.

Dan tiapkali aku melihatnya, selalu muncul perasaan ragu dan agak bersalah.
Seolah-olah aku telah gagal menjaga sesuatu.

Tapi kenapa..? Belinda kan bukan siapa-siapaku..?
Dia cuma teman anakku. Sekarang juga sudah tidak akrab.

Aku memang sempat menemaninya pada saat dia sedang jatuh..
dan menghiburnya dengan mengikuti kemauannya.

Mungkin aku ada andil juga dengan pekerjaan barunya sekarang sebagai model di majalah-majalah itu..
karena sudah menghubungkan dia dengan Jordy.
-------oOo-------

Hingga pada suatu hari.. Belinda menghubungiku lagi. Lewat telepon.
“Om..” katanya lirih.
“Ada apa, Bel..?”
“Om temuin aku dong sekarang..” katanya.

Waktu itu aku baru selesai makan malam bersama Hedy di rumah.
Hedy sedang membawa piring ke dapur untuk dicuci.
Kutinggalkan meja makan, sengaja supaya obrolan kami tak terdengar anakku itu.

“Di mana..?”
“Di kamarku..” kata Belinda.

“Kamu masih di sebelah kan..?”
“Iya Om..” katanya.

Kubilang ke Hedy bahwa aku ada urusan mendadak di luar.. dan kusuruh dia jaga rumah.
Aku sengaja bawa mobil supaya Hedy mengira aku pergi jauh..
padahal mobil kuparkirkan di tempat yang tidak kelihatan dari rumah.. lalu aku jalan kaki ke rumah kos Belinda.

Kuketok pintu kamar kos Belinda dan kulihat dia membukakan pintu.
Belinda mengenakan tanktop pink dan rok mini pink yang memamerkan kemulusan pundak dan pahanya..
tapi wajahnya yang cantik itu tampak sendu.

“Hai.. Om..” sapanya pelan.
Dia mempersilakanku masuk dan mengajakku duduk di sofa.
Sofa tempat dulu aku berhubungan dengan dia..

“Om ke mana aja.. Aku kok ga pernah dikontak..?”
“Eh.. Aku ..” Aku tidak tau bagaimana seharusnya menanggapi pertanyaan Belinda barusan.

“Om udah ga peduli sama Belinda lagi ya..??”
Kata-kata itu disampaikan Belinda dengan tatapan tajam.
“Ha..!?” Cuma itu yang bisa keluar dari mulutku. Kaget.

“Om ngga tau kan aku ngapain aja selama ini..? Sesudah pemotretan di studio Om Jordy..?
Om ngga pengen tau..?”
“Eh, bukan begitu, tapi ..” kulihat wajah Belinda jadi cemberut.

“Om ga peduli ya kalau aku sekarang dipake sama Om Jordy dan teman-temannya..?”
“Apa..!?” Seperti disambar geledek aku mendengar kata-katanya barusan.

Dipakai..? Oleh Jordy dan teman-temannya..?
-------oOo-------

Selanjutnya aku duduk mendengarkan Belinda bercerita mengenai semua yang telah terjadi.
Belinda bercerita sambil menyandarkan tubuhnya kepadaku.

“Tiga hari sesudah pemotretan di studio Om Jordy.. aku ditelepon sama Om Jordy lagi..
ditawari foto seksi buat di majalahnya. Om Jordy nawarin bayaran rada tinggi.. jadi aku mau.
Jadi aku terus kita foto-foto di satu villa di luar kota.
Barangkali Om Gamal udah lihat foto-fotonya di majalah..
itu yang aku difoto di balkon yang pemandangannya pegunungan..”

Ya, aku ingat foto-foto itu. Aku lihat scan edisi majalah itu di satu forum dewasa.
Dia memakai kimono merah yang sedikit demi sedikit tersingkap..
sehingga pada akhirnya menyisakan set lingerie seksi.

Dan aku ingat komentar anggota-anggota forum itu yang memuji kecantikan Belinda..
juga minta ‘umpan lambung’ dan ‘nocan’.

“Abis pemotretan.. gak tau gimana.. aku jadi nurut aja sama Om Jordy sesudah diajak ngobrol..
Tau-tau kami udah telentang aja di ranjang.. aku ditelanjangin sama Om Jordy, terus ..”

Hatiku bilang: Stop.. stop.. Belinda, aku ga mau dengar..!!
Tapi Belinda melanjutkan ceritanya..
dengan bagaimana akhirnya pemotretan itu berujung persetubuhan antara dirinya dan Jordy.

Rayuan maut Jordy rupanya berhasil membuat Belinda luluh dan membiarkan Jordy menikmati tubuhnya.
Aku mendengar dengan miris selagi Belinda menceritakan bagaimana dia terlena dan sesudahnya baru menyesal.

“Ya ampun, Bel, aku nggak nyangka Jordy seperti itu..” potongku..
sementara tanganku bergerak sendiri merangkul Belinda berusaha menghibur..
Tapi Belinda seperti tak peduli dan terus bicara.

“Habis itu.. foto-fotonya terbit di majalah. Aku mulai diajak Om Jordy untuk ikut dia ke mana-mana..
Hang out, dugem, dikenalin sama teman-temannya yang model dan fotografer juga.
Awalnya sih biasa aja, tapi lama-lama Om Jordy minta aku.. temenin klien-kliennya..”

Aku menahan nafas.
“Om Jordy itu germo..” kata Belinda singkat dan tajam.

“Dia biasa nyalurin model-modelnya. Awalnya aku nolak.. tapi terus Om Jordy maksa dan ngancem.
Dia bilang dia punya foto dan video yang bisa dia sebar di internet.
Tadinya aku nggak takut..
karena kupikir kalau foto-fotoku sendiri atau sama Om Jordy, nggak sebegitu parah. Tapi ..”

Belinda berhenti sebentar, menatapku, dan.. “Yang dia pegang itu foto dan video kita, Om..”
Aku kaget. Foto dan videoku dengan Belinda.. berarti dari pemotretan pertama itu.

“Dari mana dia dapat..?”
“Dia dapat dari HP dan komputerku, Om..
Om Jordy rupanya pernah otak-atik isi barang-barangku, dan ketemulah foto sama video kita itu..”

“Kenapa kamu simpan, Bel..??” Aku sendiri sudah menghapus semuanya.
Tapi Belinda tidak menjawab..
Dan malah menatapku seperti dia bertanya.. “Ngapain Om bicara seperti itu..”

“Om Jordy bilang dia punya teman polisi, pejabat.
Katanya kalau video porno nyebar, biasanya yang bakal dicari duluan itu pelakunya.
Aku takut Om kebawa-bawa.. jadi aku terpaksa nurut sama Om Jordy.. jadi ..
terusnya aku mulai ngelayanin orang-orang yang bayar sama Om Jordy. Di hotel, di apartemen, di mobil..
Pemotretan juga jalan terus. Kadang aku dibawa ke luar kota sama Om Jordy buat pemotretan..
tapi ujung-ujungnya tetap aja aku mesti layanin nafsu mereka..”

“Aku sebenernya pengen kabur tapi Om Jordy terus ngancam aku. Aku diawasin terus, di kampus, di sini.
Sekarang aku mesti nyalain HP terus.. nunggu ditelpon Om Jordy kalau ada yang booking.”

Ketika itulah kulihat bekas tali yang samar di sepanjang pahanya.
“Bel.. Itu..?” Tanyaku sambil menoleh ke arah paha Belinda.

Belinda memandangiku dengan tatapan sedih. “Ini bekas kemarin malam..” kata Belinda.
Dan dia pun mulai menceritakan apa yang terjadi sebelumnya.
Di antara klien-klien Jordy yang mesti dia layani, ada beberapa orang yang punya kesukaan tidak biasa.

Awalnya Jordy mengadakan satu pemotretan dengan tema ‘beda’.
Katanya temanya dia jadi korban penculikan, jadi dia difoto dalam keadaan terikat.

Tapi waktu pemotretan itu, ada orang Jepang yang hadir.
Belinda bilang orang Jepang itu temannya Jordy, dan lancar berbicara bahasa kita..
—mungkin pengusaha yang sudah lama di sini.

Belinda menyebut dia ‘Kimura-san’.
Kimura-san ini menyaksikan seluruh pemotretan bertema ‘terikat’ itu dengan antusias..
Dan pada akhirnya.. seperti yang lain-lain..
Belinda juga disuruh melayani Kimura-san. Dalam keadaan terikat.

“Kimura-san orangnya sudah agak tua, kurus, kacamatanya tebal, mulutnya menganga terus..”
kata Belinda datar.
“Anunya sudah nggak bisa bangun kecuali kalau lihat cewek diikat..”

Belinda bercerita bagaimana dalam keadaan tak berdaya, Kimura-san menggerayanginya.
“Aku jijik sama dia.. Jari-jarinya keriput, kering, kulitnya kasar dan bau, lidahnya menjijikkan..
Tapi waktu itu aku diikat tangan dan kakinya. Sebenarnya untuk pemotretan.
Ternyata itu semua Kimura-san yang minta. Aku nggak bisa apa-apa, mau teriak juga dilarang..
Jadi aku cuma bisa pasrah. Sudah gitu, Kimura-san bawa macam-macam mainan..”

Kimura-san menggerayangi Belinda dengan berbagai macam sex toy..
dalam keadaan Belinda terikat dan tak bisa menolak.

Kubayangkan film-film porno Jepang yang banyak melibatkan adegan seperti itu:
Aktrisnya merintih-rintih malu dan keenakan selagi payudaranya dan kemaluannya disentuh vibrator.

Aku tau seperti apa bunyi-bunyi yang dikeluarkan Belinda kalau dia terangsang.
Jadi fantasiku langsung menayangkan film porno Jepang dalam kepalaku..
Dengan Belinda sebagai aktrisnya..!!

Ditambah lagi.. Belinda sekarang bersandar kepadaku dan tangannya mulai mengelus tubuhku.
Aku bisa mencium wangi tubuhnya. Aduh.. Tubuhku lagi-lagi mulai bereaksi.

“Aku dibikin orgasme pake alat-alat itu, Om.. ditonton Kimura-san dan Om Jordy.
Sesudah itu aku dientot sama Kimura-san. Enggak lama, paling lima menit dia langsung crot.
Tapi habis itu dia terus nambah lagi macam-macam ikatanku.. Dia jepit pentilku..
Colokin mainan ke pantatku.. Colokin vibrator yang getar-getar terus ke dalam memekku..
Aku sampai kecapekan dibikin terangsang terus. Akhirnya dia ngentotin aku lagi sampai dia keluar..”

Kimura-san memberinya bayaran yang besar. Tapi si orang Jepang itu rupanya ketagihan.
Belinda pun dibooking lagi oleh Kimura-san untuk diikat dan dimainkan.

Sudah 3 kali; dan ketika aku bertemu dia sekarang..
dia baru saja pulang dari satu sesi bondage dengan Kimura-san.

“Kemarin sore aku dipanggil lagi sama Kimura-san.
Aku disuruh ke tempat dia, satu rumah besar yang sepi. Aku diantar Om Jordy ke sana.
Di sana ada dia dan beberapa pembantunya. Dia suruh aku buka semua baju sampai telanjang..
terus aku diikat lagi.. di dada, pinggang, perut, selangkangan, tetek aku keikat di seputar dasarnya..
jadinya mencuat, terus di belahan memekku juga keselip tali yang ngegesek ke dalam tiap kali aku jalan.
Duburku juga disumpel mainan, kecil tapi bisa nyangkut di dalam karena ketahan tali.
Aku didandanin sama satu anak buahnya Kimura-san, disuruh pakai rok mini dan sepatu hak tinggi..
terus dibawa naik mobil Kimura-san..”

Kimura-san dan Jordy membawa Belinda yang terikat berkeliling kota naik mobil.
Lalu di suatu tempat dekat pusat kota, mereka menyuruh Belinda turun dan berjalan di tengah keramaian sore.
Mereka berdua mengikuti dari jauh.

“Aku malu banget.. Aku nggak pakai pakaian dalam.. udah gitu roknya pendek banget..
hak sepatunya tinggi banget, aku takut ada yang lihat ikatan di selangkanganku.
Udah gitu aku dilihatin banyak orang.. Sampai deg-degan, takut ketemu kenalan.
Tiap langkah, talinya gesek bibir memekku. Karena diikat, tetekku juga jadi mencuat di balik baju..
Aku mesti sering banget nurunin rokku karena selalu naik tiap kali pahaku gerak..
kalau nggak selangkangan dan pantatku bakal kelihatan..”

Tapi dia tak bisa kabur.. karena Kimura-san dan Jordy tak pernah jauh.
Kalau Belinda kelihatan mau bergerak yang tak sesuai kemauan mereka..
salah seorang dari mereka bakal mendekat dan menarik Belinda.

Meski hari menjelang malam.. masih ada orang di jalan, dan Belinda merasa wajahnya memerah..
semerah blus dan lipstiknya. Dia terus menunduk karena malu.

“Aku dilihatin orang-orang di jalan soalnya didandanin terlalu seksi.. Ada yang ngelihatin terus..
ada yang buang muka. Tapi anehnya aku malah kerangsang pas jalan sambil ketakutan itu..
memekku jadi basah.. aku ngeri ada yang bocor ke bawah soalnya aku ga pake celana dalam.
Om Jordy nyuruh aku jalan terus.”

Akhirnya Kimura-san merasa cukup dan menyuruh Belinda kembali ke mobil.
Di mobil, Belinda tidak langsung dibebaskan dari ikatan.. tapi malah digerayangi..
dan dimain-mainkan oleh Kimura-san dan Jordy sepanjang perjalanan kembali ke rumah Kimura-san.

Dia dibikin klimaks oleh mereka, dan sesampai di rumah pun dia digarap lagi..
masih dalam keadaan terikat, oleh Kimura-san.

Laki-laki Jepang itu sangat terangsang melihat Belinda dipermalukan di depan umum..
sehingga dengan penuh nafsu dia menjamah model amatir yang diikat itu..
menggoda vagina Belinda dengan vibrator dan mencengkeram payudara Belinda.

Belinda hanya bisa mengerang dan mendesah.. karena tak bisa mengingkari kenikmatan yang timbul..
sehingga dia lupa akan betapa malunya dia ketika ada di jalan tadi.

Rintihan-rintihan seksinya terus berlanjut selagi orgasme demi orgasme melandanya..
sementara Kimura-san dan Jordy terus mempermalukannya..
dengan menyebut dia sundal dan pelacur dan lain-lain lagi.

“Aku ‘keluar’ sampai berapakali, aku nggak ingat lagi..
Kecapekan sampai ketiduran di tempat Kimura-san, masih diikat.
Makanya sampai ngebekas begini, Om.
Waktu bangun aku dilepas, terus diantar pulang sama Kimura-san sendiri..”

Ketika bicara begitu.. matanya menatap seolah mengharapkan sesuatu dariku.
Aku berusaha berpaling, sakit rasanya mendengar cerita pengalaman Belinda.

“Om..”
“Om..!”
Belinda mendesah.

“Ah.. benar kan, Om sudah nggak peduli aku lagi..”
“Bukan gitu Bel, aku ..”

“Nggak apa-apa, Om..” kata Belinda lirih.
“Aku juga salah kalau ngarepin Om.. Mana mungkin..”

“Ha..?”
“Mulai besok aku nggak di sini lagi, Om..” kata Belinda.

“Kimura-san minta aku tinggal di apartemennya, dia mau ngebiayain hidupku.”
Aku kaget mendengar kata-kata Belinda. Yang bisa kuucapkan cuma “Kenapa.. Bel..?”

Belinda mendesah kesal. “Hidupku udah kacau, Om.. Kuliahku berantakan.
Aku udah ga tau bisa apa lagi..
udah gitu aku juga dijual sama Om Jordy, dan.. Om Gamal udah ga peduli lagi sama aku..”

Aku tetap bingung, kenapa berkali-kali Belinda menyebutku ‘tidak peduli lagi’.
“Om..” kata Belinda. “Kenapa Om berhenti nemuin aku..?
Aku kangen Om, tapi Om nggak pernah kontak aku lagi.
Soalnya sesudah aku putus sama Agus, nggak ada lagi yang ada di hatiku selain Om..”

Hah. Ternyata ..

“Tapi nggak pernah ada kontak lagi dari Om.. Mungkin perasaanku emang cuma sebelah tangan.
Aku juga malu hubungin Om setelah dijeblosin sama Om Jordy..
Pasti Om jadi ga mau dekat-dekat aku lagi..” Belinda mulai terisak.

Seperti dulu, refleksku adalah merangkul. Tapi kali ini Belinda menepis rangkulanku.
“Nggak usah, Om..”
“Bel..”

“Aku minta Om ke sini karena aku mau pamit.. Aku mau keluar dari kehidupan Om dan Hedy..
supaya hidup kalian tenang. Aku udah nggak bisa balik jadi yang dulu.
Dan mendingan aku sama Kimura-san daripada terus ada di tangannya Om Jordy..
Kimura-san udah janji aku ga usah jadi seperti waktu sama Om Jordy, cukup sama dia aja..”

“Tapi Bel.. Kenapa harus gitu..? Apa nggak ada cara lain..?” Tanyaku putus asa.
“Om mau nawarin jalan keluar lain seperti apa..?” Tantang Belinda.

“Apa Om mau bilang, daripada sama mereka, mending sama Om Gamal aja..?”
Ah.. Dia menodongku melakukan sesuatu yang tidak bisa kulakukan.

Kalau seperti itu, jadinya bagaimana..? Aku tampung dia..? Atau cara lain lagi..?
Lantas gimana dengan Hedy..? Apa kata anakku itu nanti..?

“Om ga bisa jawab..” kata Belinda pelan.
“Aku tau. Pasti Om ga bakal berani nawarin seperti itu ke aku. Soalnya pasti berat banget buat Om..”

Belinda betul. Kalau pun dia ada perasaan kepadaku..
memang sulit sekali itu menjadi sesuatu yang serius dan mengikat, karena keadaan kami berdua.

“Yang penting, aku pengen Om tau, aku suka dan sayang sama Om..” kata Belinda.
Dia lalu mengecup pipiku, dan menjauh.

“Nggak apa-apa kalau Om nggak tau atau nggak peduli..” katanya pasrah.
“Bel ..”

“Nggak apa-apa, Om.. Ini pilihanku sendiri..”
Aku tidak tau harus berbuat apa. Apa sudah tidak ada lagi yang bisa kuperbuat..?

Terdengar bunyi ringtone HP.
Lagu yang sama seperti yang kudengar di studio Jordy beberapa bulan lalu.

Mungkinkah waktu itu.. ketika Belinda meninggalkan teleponnya di luar kamar ganti..
dan aku sedang tidak ada di tempat.. ringtone itu menarik perhatian Jordy..
Hingga kemudian membuat dia menemukan foto dan videoku bersama Belinda..?

Belinda menjawab telepon itu. “Sudah siap, aku tinggal jalan aja.. Ditunggu di depan..? Oke..”
Belinda menutup pembicaraan,, berdiri.. berjalan masuk kamar..
Dan keluar lagi menggeret koper besar beroda. Ah.. betulan. Dia mau pergi.

“Selamat tinggal, Om..” Dia mendekatiku dan mencium bibirku.
Rasa pahit dalam hatinya seperti terasa di bibirnya.

“Makasih buat semuanya, dan maafin kalau aku ada salah..”
“Bel..” Tanganku menjangkau ke depan tapi dia menjauh, menghindar dari genggamanku.

Dia menatapku untuk terakhirkali.. lalu pergi tanpa berkata apa-apa..
keluar dari kamar kos membawa semua barangnya. Kuikuti dia keluar. Dia tidak menoleh.

Di luar rumah kos, terparkir mobil mewah.
Di balik setirnya tampak seorang laki-laki berkulit kuning..
Berkacamata tebal, berumur lebih tua daripada aku. Itu Kimura-san..? Mungkin saja.

Belinda membuka pintu mobil..
Menengok ke arahku dengan tatapan tajam sekaligus sendu.. lalu masuk ke mobil.

Aku hanya bisa berdiri mematung ketika mobil itu pergi membawa Belinda.
Dadaku sakit disergap rasa bersalah dan malu. Andai saja.. TAMAT

–teriring rasa sesal-
-------------------------------------------------oOo---------------------------------------------------

End of Cerita 165..


Sampai Jumpa di Lain Cerita.. C U.. !!
:woi:
 
Terakhir diubah:
Bimabet

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Cerita 166 – Rahasia Suami Setia

Wien

“Ma, siapin air buat ngopi ya.
Pak Soleh mau dateng. Dia lagi tutup tokonya dulu..!!”
Seru Daniel suamiku.. yang baru masuk rumah sepulang kerja.

"Iihh.. si Papa. Pulang-pulang langsung main perintah aja.
Lagian tumben-tumben Pak Soleh disiapin air segala. Emang mau lama di sini..?" Balasku.

"Iya. Tadi Papa ajak main ke sini. Kasian dia kesepian.
Rumahnya yang di tempati dituntut istrinya di sidang cerai. Istrinya pengen rumah..
Pak Soleh dapet Ruko. Dia udah gak pulang-pulang dari tokonya sekarang.."
Panjang lebar suamiku menjelaskan.

Sembari menyiapkan air dan menjerangnya di kompor.. pikiranku menerawang..
melihat perubahan suamiku yang mulai dekat dengan Pak Soleh..
sejak proses perceraian Pak Soleh dengan istrinya.

Aku takut menduga-duga.. namun jika kuamati..
perubahan suamiku terjadi setelah peristiwa malam itu.

Waktu itu aku sedang menunggu suamiku pulang hingga malam di ruang TV..
berbaring di karpet mengisi waktu menonton TV.

Namun rasa kantuk membuai aku hingga terlelap di hamparan karpet.
Dan anehnya.. yang hadir dalam mimpiku justru Pak Soleh..!!

Kusaksikan dalam mimpiku..
Pak Soleh tengah mencium celana dalamku seraya mengocok penisnya.
Ia tak menyadari keberadaanku.. sibuk dengan aktifitasnya..

'Menyiksa dengan nikmat' penis dalam genggamananya.
Sementara sebelah tangannya mengusap-usap celana dalamku di wajahnya.

Hatiku bergetar melihat Palkon/penis yang kemerahan.. tampak membengkak dengan merdeka..
karena disunat.. mengkilat dalam siksaan tangan yang meremas dan mengocok-ngocoknya.

"Ohh.. Bu Wien. Aku mencintaimu..!"
Dengan cara yang aneh aku tau ucapan Pak Soleh dalam mimpiku..

Namun yang tertangkap di telingaku justru kata-kata..
"Ma.. tidurmu posisinya hot banget, bikin Papa ngaceng.."

Aku bingung dengan keanehan mimpiku.. namun Palkon penis Pak Soleh..
yang mengkilat kemerahan membius pandanganku..
hingga kurasakan ketelanjangan di tubuh bagian bawahku.

Mimpiku tak mengizinkanku melihat tubuhku sendiri..
hanya kurasakan usapan-usapan lembut di kewanitaanku.

Aku semakin bingung.. dalam mimpiku aku bisa merasakan tanganku walau pun tak bisa kulihat..
Dan bukan tanganku yang mengusapku di bawah sana.

Seiring kocokan Pak Soleh pada penisnya..
lidahnya menjilat-jilat bagian tengah celana dalamku di tangannya..

Yang anehnya.. kurasakan jilatan-jilatan pula di permukaan vaginaku..
mengirimkan sinyal kenikmatan pada tubuhku.. membuatnya menggelinjang dan basah.

"Oh.. Pak Soleh..! Kok begini..?"
Aku terkejut ketika mulai kurasakan mulut vaginaku terbelah dan terasa sesak penuh.
Sementara Pak Soleh tak bergeming dari tempatnya.

Dalam kebingunganku.. aku merasakan kocokan nikmat di vagina basahku..
seiring kocokan Pak Soleh di penisnya yang pernah dimutilasi.

"Oh.. Bu Wien. Kamu cantik sekali.."
Aku bisa memahami ucapan yang tak terdengar dari mulut Pak Soleh..
namun lagi-lagi dengan anehnya yang terdengar justru.. "Ma.. Papa mau keluar. Ohhh..!"

Dan kurasakan kocokan makin kencang di lorong vaginaku..
mengantarkan orgasme teraneh yang untungnya terjadi dalam mimpiku.

Seiring dengan rasa plong setelah orgasme.. perlahan bayangan Pak Soleh dalam mimpiku..
juga meredup hingga gelap kurasakan dalam lelap penuh.

Aku tersadar ketika silau matahari pagi membelai wajahku..
menyaksikan Daniel sudah berpakaian lengkap hendak kerja.

"Waduh, Pa. Mama telat bangun..!" Seruku kaget.
"Sudah. Gak apa-apa. Aku sudah siap kok. Tinggal Selly tuh yang perlu dibangunin..”
Ucap Daniel lembut.

"Maaf, ya, Ma. Semalem nggak bangunin Mama. Abis nafsu banget.. udah ke ubun-ubun..
sementara Mama pules banget kayaknya..” lanjutnya kemudian.

Saat itulah aku memahami keanehan mimpiku semalam.
Rupanya saat aku memimpikan Pak Soleh.. Daniel menggarapku diam-diam.

Sejak saat itulah Daniel berubah menjadi akrab dengan Pak Soleh.. sering pergi belanja ke sana..
sering menyuruh-nyuruhku pergi membeli sesuatu ke toko Pak Soleh..
Padahal aku rasa sudah cukup dengan belanja mingguanku.

Yang anehnya.. tiap disuruh pergi membeli sesuatu.. Daniel mencegah ketika aku hendak salin dulu.
Alasannya agar cepat.. padahal aku tak selalu memakai pakaian layak kalau di rumah.
Tanktop dengan celana pendek atau daster adalah pakaian keseharianku.

Ding.. Dong..!! Bunyi bel pintu membuyarkan lamunanku.
Kuberanjak dari meja dapur setelah mematikan kompor dari air mendidih yang baru saja kujerang.

Kuurungkan niatku yang hendak mengambil mantel kasual di kamarku..
untuk menutupi tanktop dan hotpants yang membalut tubuhku.

"Selamat sore, Bu Wien..” sapa Pak Soleh ketika kubuka pintu.
"Eh.. Pak Soleh sudah datang. Suruh masuk aja, Ma. Bikinin kopi, yak..!"
Suara Daniel di belakangku membungkam niatku untuk berucap.

Tanpa kata aku menyingkir dari pintu dan kembali ke dapur..
sekilas kulihat kilatan di mata Pak Soleh kedua pahaku yang telanjang hingga hampir selangkanganku.
Kedua laki-laki itu kemudian terlibat obrolan yang seru.

Kemampuan Daniel yang sesungguhnya supel..
hingga membuatnya menjadi manajer di kantornya tampak mumpuni.
Kutinggalkan mereka berdua dan menemani Selly putri kami satu-satunya.

Daniel tetap menahan Pak Soleh yang hendak pamit dan mengajaknya makan malam di rumah kami.
Setelah makan malam.. ia setengah memaksa ditemani menyaksikan siaran olahraga di TV.
Alasannya karena kami.. aku dan Selly tak suka olahraga.

Karena memang sesungguhnya tak suka menyaksikan siaran olahraga..
kutinggalkan mereka dan mengganti baju dengan baju tidur untuk tidur lebih awal.

Berbaring di tempat tidur..
aku mendesah.. mengingat kenyataan sesungguhnya hubunganku dengan Pak Soleh.

Selama ini.. hanya akulah yang tau sebab perceraian Pak Soleh.
Itu karena istrinya bersikeras tidak mau membantu Pak Soleh lagi di tokonya..
dan hendak menjadi karyawan di sebuah kantor.

Itu kuketahui saat aku tak sengaja mendengar pertengkaran mereka suatu pagi..
ketika itu aku hendak belanja mingguan.

Hanya aku pula yang pernah memergoki istri Pak Soleh.. yang tetap bekerja tanpa izin suaminya..
tengah 'digenjot' oleh teman kerjanya, di rumah pribadi mereka.

Di sela-sela persetubuhan mereka..
sempat kudengar istri Pak Soleh yang penuh nafsu karena tak pernah digauli oleh suaminya.
Sebuah alasan konyol, menurutku.. mengingat mereka sedang cekcok.. bagaimana bisa mereka bercinta.

Aku tak pernah berani mengadukan perbuatan mereka pada Pak Soleh..
karena Pak Soleh tampaknya begitu mencintai istrinya itu.

Sebagai pelanggan tetap yang selalu belanja tiap minggu..
Pak Soleh sering membawakan belanjaanku ke rumah.

Namun sejak percekcokan yang berujung pada tuntutan cerai istri Pak Soleh..
tiap mengantar belanjaan selalu minta izin menggunakan kamar mandi.

Awalnya aku tak curiga apa pun..
namun lama-kelamaan kudasari bahwa Pak Soleh ke kamar mandi pasti lama.

Suatu hari, saat Pak Soleh berhenti memakai kamar mandi, aku segera masuk kamar mandi karena kebelet.
Saat itulah aku menyadari.. bahwa tak ada tanda-tanda kalau kamar mandi ini habis dipakai..
baik untuk buang air kecil atau besar, tak ada aroma pembuangan manusia sama sekali.

Yang ada malah lamat-lamat kulihat sesuatu menempel di tembok, putih..
lengket dan kental, percikan air sperma.

Perbuatan Pak Soleh jika di kamar mandiku kuketahui dengan nyata ketika suatu hari..
tepat saat aku hendak ke toilet karena kebelet.. Daniel memaksaku membelikannya rokok..
tak peduli padaku yang sudah kebelet dia memaksa aku segera ke toko Pak Soleh.

Kesal.. hanya berbalut daster pendek aku ke toko Pak Soleh.
Dan karena memang sangat kebelet..
Aku lantas minta izin dulu pada Pak Soleh menggunakan kamar mandi tokonya.

Sialnya.. air kamar mandi Pak Soleh macet. Beruntung ada tissu di kamar mandi itu..
Hanya saja aku tak bisa mengguyur bekas kencing di toilet.

Pak Soleh memaklumi ketika kuberitau dan mengatakan bahwa memang..
hari itu ia belum sempat mengganti salahsatu pipa paralon yang patah.

Saat itulah aku menyadari tak membawa uang.. karena tadi dipaksa buru-buru oleh Daniel.
Beruntung Pak Soleh baik hati menghutangi.

Karena hanya sekedar rokok, aku takut terlupakan jika tak kubayar segera.
Maka begitu kembali ke rumah.. aku segera mengambil uang untuk membayar.

Saat di toko, tak kulihat keberadaan Pak Soleh.
Aku hampir saja berbalik jika saja tak mendengar seorang di kamar mandi.

"Bu Wien.. biarlah seperti ini aku mengagumimu. Cintaku padamu tak mungkin menyatu.."
Perlahan kumendekati kamar mandi yang pintunya sedikit terkuak itu.
Aroma pesing dari toilet yang tadi kukencingi menyeruak ketika aku mendekat.

Aku syok ketika mengintip ke dalam. Pak Sholeh tampak bersimpuh di depan toilet duduk..
yang tadi kupakai.. merebahkan kepalanya di dudukan toilet..
Sementara wajahnya tampak ditutupi tissu bekas yang kuyakini tadi kupakai untuk cebok.

"Oh.. Bu Wien. Aku mencintaimu..” ucapnya pelan. Dan kulihat ia mulai membuka kancing celananya.
Saat itulah aku melihat alat vital pribadi Pak Soleh secara langsung.

Penisnya itu. Ahhh..!! Tegak mengacung.. penis itu begitu membius pandanganku.
Karena.. itulah pertamakali aku melihat penis yang disunat untuk pertamakalinya.

Palkon yang telah dikupas itu begitu merona kemerah-merahan.. mulai dikocok oleh pemiliknya.
-----oOo-----

"Gooolll..!!!!" Pekikan kecil kedua lelaki itu sedikit mengagetkanku.
Meringkuk mengerutkan badan.. kutinggalkan mereka berdua dalam lelap sendiri.

Tengah malam aku terjaga. Tak terdengar lagi pekik seru mereka menonton olahraga.
Heran aku tak menemukan Daniel di sampingku.. apa Pak Soleh belum pulang.

Aku lalu bangkit dan beranjak dari tempat tidurku. Saat di ruang tengah.. aku sedikit terkejut..
menyaksikan TV kini menayangkan adegan film porno salahsatu koleksi Daniel..

Sementara itu Daniel tertidur di karpet.. Pak Soleh tengkurap di sampingnya..
tengah memelototi adegan di video.. dia tak menyadari kedatanganku.

"Eh, Bu Wien..!" Kaget Pak Soleh ketika aku sudah berdiri di sampingnya yang tengah tengkurap.
Bangkit dan duduk dengan cepat.. ia berusaha menjangkau remote..
yang berada tak jauh dari tangan Daniel yang mendengkur.

"Udah. Biarin aja, Pak..” kataku duduk di samping Pak Soleh.
Bertumpu pada kedua tangaku di belakang punggung.. aku selonjoran melipat kaki menghadap TV.

"Maaf, Bu Wien. Tadi Pak Daniel yang setelin, tapi malah tidur.."
"Iya, Pak. Biasa kok Daniel kayak gitu.."

Melihat Pak Soleh beberapakali salah tingkah saat menatapku..
barulah kusadari jika gaun tidur yang kupakai begitu pendek.

Selonjoran di samping Pak Soleh membuat kedua pahaku terekspose.. karena kakiku yang menyilang.
Ada sensasi tersendiri menyaksikan laki-laki kesepian ini begitu tersiksa..

Ya.. ia mendapat dua tontonan yang menggugah birahi.
Satu dari layar TV dan satu lagi pertunjukan live show dariku.

"Daniel ada-ada aja.. ngajak orang nonton bokep. Ntar kalo kepengen gimana coba..?"
Candaku mencairkan suasana.
"He he.. iya ya, Bu Wien.." Pak Soleh terkekeh mulai santai.

Selanjutnya aku menemani Pak Soleh nonton bokep.
Banyak hal yang kami obrolkan sambil nonton.. mulai dari masalah toko Pak Soleh..
hingga masalah perceraiannya dengan istrinya.

Desiran dalam hatiku seperti perasaan seorang yang hendak ditembak.
Bagaimana tidak..
Duduk menyaksikan film porno.. di samping seorang yang kuketahui sangat mencintaiku..

Belum lagi obrolan yang menunjukkan kualitas ketabahan seorang laki-laki.
Adegan-adegan romantis erotis dalam film..
kami tingkahi dengan deru nafas birahi yang kami tahan hingga film itu berakhir.

"Pak Soleh mau nonton lagi..?"
Tanyaku ketika layar TV telah pada posisi standby untuk mengganti dvd.

"Ee.. enggak, Bu Wien.." Serak kudengar suara Pak Soleh.
Selanjutnya tak ada di antara kami yang bergerak.

Layar TV kami biarkan menyala dalam kebisuan.
Yang terdengar jelas adalah suara dengkur Daniel yang memenuhi ruangan..
dan degup jantungku yang bertalu tergugah birahi.

Aku yakin.. laki-laki di samping kiriku ini pun pasti dilanda birahi akibat tontonan tadi..
namun ia hanya duduk saja..
selonjoran juga di sampingku dengan bertumpu pada kedua tangan di belakang punggung.

Dalam diam.. perlahan tangan kananku hinggap tepat di tengah-tengah selangkangan Pak Soleh..
menemukan tonjolan yang mengeras membuat gundukan di celananya.

"Bu, Wien..!?" Kaget Pak Soleh menoleh memandang wajahku.
"Kasihan, Pak. Nggak ada pelampiasan. Udah keras gini..” bisikku.

Pak Soleh meraih tanganku dan melepaskannya dari sentuhan di atas kelaminnya tadi.
"Udah biasa.. Bu Wien. Namanya juga duda..” keluhnya tabah.

"Trus.. gimana nuntasinnya..?" Tanyaku menggoda.
Pak Soleh tersenyum pahit. "Yah.. saya masih punya tangan kok, Bu Wien.."

"Bagaimana kalo sekarang tangan Pak Soleh istirahat.. biar tangan saya yang kerja.."
Tanganku kembali hinggap di selangkangan Pak Soleh.

"Jangan, Bu Wien..!" Kembali tangannya memindahkan tanganku dari selangkangannya.
"Saya tidak mau mengkhianati istri saya. Vonis cerai belum dibacakan.. saya masih suami orang.
Lagipula Bu Wien kan istri Pak Daniel.."

Aku gemas dengan kenaifan laki-laki di sampingku ini.
Ingin rasanya membongkar pengkhianatan istrinya yang pernah kupergoki beberapa waktu lalu.

Namun semua itu tak terucap dari bibirku..
hanya tanganku yang dengan nakal kembali hinggap di atas tonjolan celana Pak Soleh.

Kutepis tangannya yang hendak memindahkan tanganku.
"Kumohon, Bu Wien. Jangan.." lirihnya.

"Apa aku seperti seorang yang hendak meluluskan permohonanmu, Pak Soleh..?"
Kataku ngeyel.. meraih kancing celana Pak Soleh.. terus-menerus menepis tangannya..
yang hendak mencegahku.. hingga berhasil menguak celananya.

"Tolong hentikan, Bu Wien. Atau Pak Daniel saya bangunkan.."
Frustasi terdengar suara Pak Soleh.. yang tak berhasil mencegahku..
hingga ia mengeluarkan ancaman.

"Silakan saja, Pak Soleh..” kataku melirik matanya.

"Kondisi tidak menguntungkan Pak Soleh. Daniel tentu lebih percaya padaku..
ketika mengatakan bahwa Pak Solehlah yang ingin memperkosaku.."

Pak Soleh terdiam mendengar ancaman balikku. Tak berkutik ketika kupelorotkan celananya..
melewati paksa pantatnya.. membebaskan batang yang kini tegak mengacung.
Palkonnya yang memerah.. mengkilat ditimpa cahaya remang dari lampu teras.. yang menembus masuk.

Sambil melirik penuh kemenangan pada kondisi yang telah kukuasai..
aku mulai kocokan lembut pada kelamin lelaki ini.

"Ohh.. Bu Rien..” desah Pak Soleh tertahan.. menerima rangsangan awal dariku.

Menuruti rasa penasaranku.. mulutku segera meluncur ke bawah..
ingin segera merasakan penis yang disunat itu.
Ingin memasukkan Palkon yang telah dikupas dari kulupnya itu.

Clrupp..!! Kuawali dengan jilatan di kepala penis itu.. sensasi lain dari biasanya kurasakan.
Benar apa yang kudengar dari beberapa teman..
yang pernah mengoral penis yang disunat.. ternyata memang beda.

Tak ada rasa asin sisa kotoran yang tertinggal di kulup. Palkon penis itu terasa bersih..
Namun tak dapat kurasakan kelemputan lapisan kulup..
yang biasanya memberikan sensasi empuk di lidahku saat kujilat.

Puas menjilati lolipop erotis ini.. segera kumasukkan dalam kulumanku..
Kukocok dengan mulutku.. sesekali mentok ke pangkal mulutku.

"Ahhh... Bu Wien. Stop ..” ceracau Pak Soleh dalam bisikan.
"Kalo.. dittt..terrussin.. Aku bisa kelllluarrr..!"

Tak kupedulikan rengekan lirih Pak Soleh. Terus mengulum-ngulum.. mengocok penisnya..
Tak ingin berhenti menikmati mainan baruku ini.

"Ohhh.. Bu Rien..!" Pak Soleh mencoba mendorong kepalaku untuk melepas penisnya.
Namun aku tetap bertahan.. hingga akhirnya penis itu membengkak..

Dan tak lama kemudian berkedut-kedut di dalam mulutku..
Cratt.. crrtt.. crttt.. lalu menyemprotkan spermanya ke pangkal tenggorokanku.

"Uhuk.. huk.. huk..!!" Aku terbatuk tersedak..
hingga sperma itu bermuncratan ke mana-mana dari mulutku.. berleleran di daguku.

Plop..! Kulepaskan batang penis itu.
Ufffhh.. lalu menarik nafas dengan mata berkaca tak tertahan.

"Maaf, Bu Rien. Keluar gak bisa kutahan.."
"Gak apa-apa kok, Pak Soleh. Aku juga kepengen gitu kok..” kataku menenangkannya.

Kebingungan tak menemukan apa-apa.. kuloloskan celana dalamku untuk mengelap mulutku.
"Pak Soleh udah keluar..” ucapku sambil membersihkan mulut.
"Aku yang belum nih..!” Lanjutku sambil menunjuk selangkanganku dengan dagu.

"Bu Wien...?" Raut kebingungan di wajah Pak Soleh.
Sementara kulihat penisnya kini mengendor setelah kumanjakan dengan oralku tadi.

Kulemparkan sembarang celana dalam yang tadi kugunakan mengelap sperma di mulut dan daguku..
kemudian membaringkan diri di samping Pak Soleh.. melebarkan pahaku..

Membuat gaun tidurku otomatis tersingkap hingga pinggangku.
Memamerkan bibir kemaluanku yang kucukur setiap minggu.

"Plis, Pak Soleh. Kurasa sentuhan tangan masih belum melanggar batas pengkhiantanmu, kan..?"
Kataku meraih tangannya dan meletakkanya di atas permukaan kelaminku.

Pak Soleh beringsut hingga duduk menghadapku yang berbaring terlentang.
Bersimpuh dengan celana melorot.. ia mulai membelai bibir vaginaku.

"Tolonglah, Pak Soleh. Aku hanya butuh penyelesaian..” lirihku berucap..
sambil menjangkau pipinya dari posisi terlentang.. mengusapnya..
mencoba menghilangkan keraguan di wajah yang masih saja terlihat bingung itu.

Selanjutnya kurasakan jemari Pak Soleh mulai intens memberikan usapan lembut di belahan vaginaku.
Menekan dan memelintir pada clitoris di ujung atas belahan vaginaku.

Uhhhhh..!! Rasa geli nikmat segera merajai ragaku..
Mengirimku ke surga seksualitas yang sepenuhnya kureguk dan nikmati.

Jemari Pak Soleh begitu giat mengusap.. menekan.. memilin..
memberikan kenikmatan yang perlahan membuatku terlena.

Tanpa sadar tanganku menelusup ke belahan gaunku.. menelusup ke dalam Bh-ku..
menambah rangsangan pada diriku.. saat kutemukan putingku yang telah mengeras..
Lalu kuremas dan kumainkan dengan jariku.

Vaginaku membanjir dari rangsangan yang diberikan Pak Soleh..
membasahi jemari yang tengah memainkan kelaminku tanpa henti.

Tak dapat kutahan meraih tangan itu..
menekan-nekan tak sabaran agar lebih intens merangsangku.

Bahkan sebuah jari Pak Soleh terasa menelusup ke lorong vaginaku.. entah jari apa itu.
Yang pasti kurasakan vaginaku merasakan rangsangan jari luar dan dalam.

Merasa begitu nikmat.. kuraih kepala Pak Soleh.. ingin kutarik ke bawah..
mendamba pada jilatan-jilatan lidah yang tentu akan terasa lebih lembut..
dan lebih intens daripada belaian jari tangan.

Namun Pak Soleh sekuat tenaga menahan kepalanya.
Aku heran.. apa ia jijik..?
Bukankah tempo hari dia malah bersimpuh di toilet bekas kencingku..?

"Kenapa..? Pak Soleh jijik..?" Keluhku merasa sedikit terhina.
"Bukan begitu, Bu Wien .."
Tak lagi kudengar kebingungan dalam suara Pak Soleh.

"Aku sebetulnya sangat ingin memuaskan Bu Wien.. sebagaimana yang Bu Wien lakukan tadi..
Tapi mulutku sariawan. Aku takut nanti Bu Wien infeksi kalo pake mulut saya..” jelasnya lagi.

Aku menarik nafas dan melirik pada penis yang masih saja istirahat setelah tadi mengeluarkan isinya sekali.
"Pake ini..” kataku meraih penis itu dalam genggamanku dan bangkit dari posisi terlentang tadi.

"Maaf, Bu Wien. Itu terlalu jauh.. apa kita harus bersenggama..? Apa tanganku tak cukup..?"
Kuraih lagi pipi Pak Soleh.. mencoba meredakan ketegangannya.

"Pak Soleh.. aku sangat menginginkannya. Tanganmu sudah cukup bagus..
Tapi salahkah jika aku ingin kenikmatan yang lebih lembut dari sekedar tangan bertulang..?"

"Tapi bersenggama terlalu jauh, Bu Wien. Ini saja sudah mengkhianati pernikahan kita..” debat Pak Soleh.
"Oke.. Pak Soleh. Berbaringlah..!” Ucapku tegas. tak sabaran dengan kecerewetan laki-laki ini.

"Bu..!?" Ucapnya panik ketika aku mulai mengangkangi tubuhnya yang sudah berbaring.
"Hmmhhhh..!!" Kutarik nafas bersabar menghadapi orang ini.

"Baiklah, Pak Soleh. Kalo memang Bapak keberatan..
Bapak boleh pegang ujung penis Bapak agar tak masuk. Oke..?"
Mengalah pada keadaan.. akhirnya aku menawarkan petting saja pada Pak Soleh.

"Bu Wien.." Pak Soleh tercekat.. tak memiliki pilihan lain selain menuruti kata-kataku..
ketika aku mulai menurunkan pantatku..
mendekatkan belahan bibir vaginaku makin dekat ke batang penisnya.

Plepp..!! Belahan kemaluanku menindih penis itu melintang..
menyelimuti dengan basah batang kemaluan yang terasa kenyal di ujung lorong vaginaku itu.

Slepp.. slepp.. slepp..! Perlahan aku mulai menggerakkan pinggulku depan belakang,
Menggesekkan bagian-bagian sensitif kelaminku pada batang penis..
yang dengan erat dibelenggu kepalanya oleh si empunya.

"Auhkkh.. mmmmhhhh..!!" Aku mendesah lirih.. tak ingin membangunkan Daniel..
yang tidur pulas di samping kami.. terus bergerak menggesek-gesek penis itu.

Rasa nikmat yang menderaku tiba-tiba terasa makin meningkat..
kala kurasakan penis itu mulai membengkak dalam selimut belahan vaginaku..
semakin bengkak dan akhirnya tegang sempurna.

Menahan rangsangan dari licinnya vaginaku..
sekuat tenaga Pak Soleh menjaga kepala penisnya tetap terpegang..
agar tak bangkit dan menerobos liang vaginaku.

Akan halnya diriku.. ketika menggiling penis yang tadinya lembek di permukaan vaginaku..
kini harus kelojotan sendiri.. ketika penis itu telah berubah menjadi tegang.

Ganjalan yang tadinya kenyal lembek.. kini mengeras namun tetap kenyal dengan nikmatnya.
Rasa nikmat yang kurasakan membuat lututku bergetar.. tak mampu lagi tegak bergoyang..
Aku lantas ambruk di dada Pak Soleh.

Ingin rasanya bergoyang dengan posisi ini.. terasa sulit..
ingin bangkit dan bergoyang seperti tadi lututku sudah colaps.

"Pak Soleh di atas..” bisikku seraya menghempaskan diriku terlentang di samping Pak Soleh.
Pak Soleh perlahan bangkit dari posisinya.. melorotkan celananya semakin ke bawah.

Aku merenggangkan pahaku selebar-lebarnya..
memberikan akses seluas-luasnya pada Pak Soleh.

Beringsut Pak Soleh memposisikan dirinya di selangkanganku..
P;epp.. meletakkan batang penisnya membujur searah belahan vaginaku..

Tampaknya ia sudah nyaman dengan perselingkuhan macam ini.
Petting sepertinya sudah menjadi pilihan tepat kami.

Slepp.. sleppp.. slepp.. slepp..!! Pak Soleh mulai menggoyangkan pinggulnya..
menggesek-gesek batang penis itu di belahan kelaminku..
bergerak dalam kehangatan selimut bibir-bibir vaginaku.

Minimnya keseimbangan karena kakinya terbelenggu celana yang hanya dipelorotkan..
Pak Soleh bertumpu dengan kedua tangannya di kedua sisi tubuhku..

Hal itu menyebabkan kehilangan pegangan pada penisnya..
ia terus bergoyang berusaha mengasah birahi.

"Oh, Bu..!!!" Kagetnya.. ketika aku mencoba meraih ujung penisnya..
Kemudian menekankannya pada clitorisku.. untuk menambah kenikmatan.

"Tak apa, Pak. Biar lebih nikmat... ehhhh.." erangku ketika nikmat semakin tinggi kurasakan..
dengan tekanan licin batang penis itu di clitorisku.. sementara Pak Soleh terus begoyang.

Kubuka ikatan gaun tidurku hingga membelah..
memamerkan bagian depan tubuhku sepenuhnya di bawah tindihan Pak Soleh.

Cup BH kuangkat untuk kupilin-pilin putingnya..
meresapi nikmat yang semakin intens di alat kelaminku.

Tanpa sadar.. terkadang tanganku menekan tak tepat saat penis itu menggesek clitorisku..
Namun ketika ujungnya sedang tepat berada di liang vaginaku..
sehingga terkadang kepala penis itu sedikit tenggelam..
namun segera terpeleset keluar.. karena pemiliknya tak bisa diam.

Kondisi itu terkadang membuat tubuhku tak bisa kukontrol.. mengejar-ngejar batang penis itu..
memposisikan dirinya agar penis itu tak lagi terpeleset dan amblas ke liang vaginaku.

Sekuat tenaga kutahan agar hal itu tak terjadi.. namun entah bagaimana caranya..
pada satu saat.. posisinya begitu tepat.. kepala penis itu kutekan bukannya ke arah clitorisku..
namun justru amblas tenggelam ke dalam lorong vaginaku.

"Ahhh..!!!" Terkaget nikmat,,
aku langsung melilit pinggang Pak Soleh yang hendak menarik keluar batang penisnya.

Aku ingin meresapi sejenak rasa yang tadinya geli kosong..
kini telah tersesaki tak kalah nikmatnya. "Bu.. Wien.. mmas..masuk..!?" Panik Pak Soleh.

Kulingkarkan kedua tanganku di leher Pak Soleh..
Kemudain menarik tubuhnya hingga menindih tubuhku sepenuhnya.

Enghhhh..!! Penis itu terasa semakin melesak di kemaluanku.
"Pak Solehhh..” bisikku di sela deru nafas dalam tindihannya.

"Suka-tidak suka.. ini sudah terjadi..hhhh.. aku hanya ingin ini berlanjut sebentaarrrr saja.. plisss.
Antarkan aku beberapa goyangan saja..
setelah itu jika Pak Soleh tak berkenan bisa Pak Soleh keluarkan. Tolonglah, Pak. Oke..?"

Kulonggarkan belitan kakiku dan pelukan tanganku..
hingga Pak Soleh bisa sedikit mengangkat tindihan tubuhnya dari tubuhku.
Bertumpu pada kedua tangannnya di kedua sisi tubuhku.. ia menatap bingung ke mataku.

"Plisss..” bisikku tak bersuara. Dan selanjutnya kembali kurasakan vaginaku menari..
dalam kocokan nikmat penis yang kini sudah menerobos batas kesucian perkawinanku.
Dadaku menjadi sasaran lumatan dan kuluman bibir Pak Soleh.

Aku tak tau ia melakukannya karena suka atau ingin mempercepat aku mencapai puncak..
namun apa pun alasannya..
nikmat yang kurasakan tetap mengantarku pada ambang orgasme yang semakin dekat.

Kocokan intens Pak Soleh terus menyeruak membelah liang senggamaku..
hingga pada akhirnya mulut vaginaku menegang dan berkedut.

"Akhh..!!" Aku memekik pelan.. tak ingin membangunkan suamiku..
memeluk erat Pak Soleh menindihku dalam kuluman putingku..
yang membuatku terbang ke awang-awang.

Setelah gelombang orgasme mereda.. tak kuasa kuterima geli di putingku..
hingga kudorong tubuh Pak Soleh menjauhi dadaku.
Kupejamkan mata meresapi kelegaan setelah orgasme.

Saat semua mereda.. kurasakan Pak Soleh masih di atasku..
dengan penis masih keras.. tegang.. menancap kokoh di liang vaginaku.

Aku yakin Pak Soleh bisa merasakan orgasmeku tadi..
seharusnya ia sudah menghentikannya.. karena hal ini memang tak ia inginkan.

Namun yang kurasakan saat itu.. justru penis itu seperti makin sesak di vaginaku.
Kubuka mata dan melihat tatapan bingung laki-laki itu..

Ada rasa bersalah.. namun ada pengharapan di sana. Ada kegelisahan..
Namun ada tuntutan pula. Kurengkuh kedua pipi laki-laki itu menenangkannya.

"Pak Soleh..” panggilku menyejukkan.
"Tambahan beberapa goyangan bagiku tak memberikan perbedaan.
Ayo.. Pak Soleh selesaikan juga.." ujarku menyemangatinya.

Kuraih pinggangnya dan menggoyang-goyangkannya menghilangkan keraguannya.
Memejamkan mata seperti orang yang menghalau rasa bersalahnya..
Pak Soleh mulai menggoyangkan pinggangnya. Clebb.. clebb.. clebb.. crebb.. crebb..!!

Makin lama-makin cepat.. khas lelaki yang mengejar puncak birahinya.
Kutahan ngilu yang kurasakan..
demi rasa tenang lelaki yang telah memuaskan birahiku semenit yang lalu.

Crattt.. cratt.. cratt.. cratt..!! "Uhhh.. Bu Wien.."
keluh Pak Soleh pelan.. ketika kurasakan penis itu membengkak..

Kemudian deras menyemprotkan benih-benih spermanya ke dalam rahimku.
Ungggghhh..!! Aku sampai terpejam merasakan hangatnya semprotan itu.

Saat klimaksnya Reda.. Pak Soleh bangkit dari posisinya menindihi aku..
menyebabkan penisnya terlepas dari cengkraman vaginaku.

"Ohh.. apa yang barusan kita lakukan, Bu Wien..?"
Menelentang di sampingku.. Pak Soleh menerawang memandang langit-langit remang.

Aku bangkit dan menoleh.. memberikan senyuman padanya.
"Tak ada. Kita tak pernah melakukan apa pun..” jelasku.

"Maksud.. Bu Wien..?" Wajah Pak Soleh tampak bingung.
"Semua yang terjadi barusan tidak ada.
Kita lupakan. Jangan pikirkan lagi. Kita tidak pernah melakukan apapun.."

Sambil berbicara aku merapikan pakaianku..
menurunkan cup BHku dan mengikatkan kembali tali gaunku.

Pak Soleh juga menaikkan celananya.. tak peduli pada leleran cinta kami..
yang tentu saja belum kering di batang penisnya yang sudah mengendor.

Ia duduk di sampingku menarik nafas.
"Saya merasa bersalah pada Pak Daniel.. pada istriku.. pada perkawinan kita..” katanya pelan.
"Itulah sebabnya kita harus menganggap hal barusan tidak pernah terjadi, Pak. Kita lupakan. Oke..?"

Pak Soleh tersenyum pahit kemudian perlahan bangkit.
"Sepertinya saya harus segera pulang, Bu Wien.."
"Ya..” kataku singkat menyetujui dan ikut bangkit.

Kami berjalan dalam kebisuan menuju pintu depan.
Kubukakan kunci pintu saat Pak Soleh melangkah keluar.
"Pak Soleh..” panggilku saat Pak Soleh baru beberapa langkah. Ia menoleh.

"Bagiku.. Pak Soleh adalah seorang suami setia. Pak Soleh bukan seorang tukang serong.
Pak Soleh adalah seorang pria sejati yang sangat tabah mempertahankan kesucian perkawinannya.
Jangan biarkan dirimu tenggelam dalam rasa bersalah yang tak ada gunanya. Oke..?"

Senyum yang mengembang di bibir Pak Soleh melegakanku..
kuberikan ciuman singkat di pipinya sebelum ia melangkah meninggalkan rumah kami.

Saat itulah kurasakan sperma yang tadi menyambangi rahimku..
mengalir keluar dari mulut vaginaku.. mengalir geli di paha dalamku.

Bergegas kukunci pintu dan melangkah cepat ke kamar mandi..
meninggalkan layar TV yang masih menyala saat kulihat sekilas.

Kubersihkan sisa-sisa persetubuhan kami di kamar mandi..
hingga rasa kantuk menyerangku karena lega setelah orgasme.

Tak ada yang kuingat selain aku harus ke tempat tidur. Aku terlelap tanpa mimpi hingga pagi.
-----oOo-----

"Ma.. Ma... bangun. Udah kesiangan nih..!" Lamat-lamat aku tersadar..
ketika Selly membangunkanku tak seperti biasanya.. karena biasanya aku yang membangunkan dia.

Aku terperanjat ketika melirik ke jam dinding. "Aduh.. kita kesiangan. Kamu sudah mandi..?" Panikku.
"Sudah, Ma. Malah sudah sarapan..
tadi Papa yang siapin. Papa suruh bangunin Mama.. kita sudah mau berangkat.."

Selly beranjak meninggalkanku ke kamarnya saat aku perlahan bangkit.
Di ruang tengah kutemukan Daniel sudah rapi dengan pakaian kerjanya.

"Hallo, Ma. Sudah bangun.. Mmmh.." Sebuah ciuman hangat mendarat di dahiku.
"Kok gak bangunin..?" Kataku merapikan dasinya.

"Gak apa-apa kok. Sekali-sekali siapin sendiri gak masalahlah.."
"Ayo, Pa. Kita jalan..!" Selly sudah siap dengan tas sekolahnya.
"Oke, Ma. Kami jalan dulu ya.."

Kedua orang itu berlalu. Aku masih termangu di ruang tengah..
tempat aku semalam bergumul dengan Pak Soleh saat kudengar mobil mereka menjauh.

Perlahan aku beranjak ke kamar mandi.. duduk di toilet melepaskan kemihku.
Saat itulah lamat-lamat kulihat di keranjang cuci.. celana dalam yang kukenakan semalam..
terongkok dengan bercak-bercak sperma kering di kainnya.

Aku tak ingat memindahkannya semalam.. berarti Daniel yang membawanya kemari.
Dan mustahil ia tak menyadari bekas sperma di sana. Ahhh..!! (. ) ( .)
--------------------------------------------------oOo------------------------------------------------
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd