Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT L O C K E D

PART 15​

AKHIR SEBUAH PERJUANGAN​







Jika mengibaratkan hubungan adalah sebuah telur yg ada pada genggaman tangan, tentu kita tak boleh terlalu kuat ataupun terlalu lemah saat memperlakukan. Harus menggunakan intuisi dan perasaan, agar bukan kehancuran yg akan di dapatkan.

Hubungan adalah sesuatu yg tak bisa dipaksa, juga sesuatu yg tak bisa dibiarkan begitu saja. Tak ada cara atau jurus khusus untuk membuat hubungan berhasil dan bahagia, biarkan perasaan yg menuntun bagaimana kita memperlakukan dan menjalaninya.

Secara dasar, hubungan adalah sebuah kerumitan yg terjalin antar dua atau lebih manusia. Dan secara garis besar, ikatan dan hubungan bisa diartikan sama. Namun jika dilihat dari sisi yg berbeda, hubungan adalah garis lurus, sedang ikatan adalah lingkaran yg berisi kita didalamnya.

Hubungan itu seperti sebuah pisau yg tajam. Akan memudahkan jika kita bisa menggunakannya secara benar, tapi akan menyakiti jika kita tak hati-hati. Hubungan akan menyenangkan jika terhubung pada orang yg tepat, dan tepat adalah hal yg bisa kita buat, atau kita dapat.

Intinya, hubungan adalah sebuah hal simple namun rumit yg menyenangkan. Tapi di lain sisi, bisa juga menyakitkan.

Hal itu jugalah yg sedang di alami gadis cantik bernama Alea. kebimbangan besar sedang ia rasa tentang hal yg terjadi setelah perayaan ulang tahunya beberapa hari lalu, menyangkut hubungannya bersama beberapa orang terdekatnya.



Pesta ulang tahunya sangat lah menyengkan malam itu. Bahagia sangat dia rasakan. Sayangnya, semua harus berakhir menyakitkan dan menyedihkan, sangat jauh dari apa yg ia harapkan.

Alea tak tahu harus bagaimana menyikapi hubungannya yg tiba-tiba hancur dengan dua dari tiga pria penting dihidupnya, Danang dan Arsya. Hubungannya dengan dua pria itu sama-sama diujung tanduk saat ini. Ibarat sebuah layang-layang yg sedang terbang tak tentu arah karena angin yg kencang menerpa.

Perkembangan hubungannya dengan Arsya setelah malam itu belumlah jelas sama sekali mau dibawa kemana. Memang pria itu terus menghubungi sehari setelahnya, tapi ia sama sekali tak mau repot-repot membaca atau mengangkatnya. Jelas alasannya adalah kesal dan marah, sedang di lain hal dia juga masih merasa takut dan trauma.

Demi apapun ia masih tak menyangka jika kekasihnya bisa melakukan hal seperti itu pada dirinya. Sedikitpun tak pernah terbesit dalam pikiran jika Arsya memiliki sifat tempramen dan kasar. Sikap dan sifat yg selalu Arsya tampilkan didepannya adalah sosok sempurna penuh kasih dan sayang, sangat berlawanan dengan apa yg di tunjukkan beberapa hari silam.

Kekecewaan besar bercokol dalam diri, namun disisi lain masih ada cinta yg ia rasakan sampai saat ini. Dan hal itu berhasil membuatnya bimbang untuk memilih bertahan atau segera mengakhiri.

Cintanya masih besar untuk Arsya, tapi perlakuan yg dilakukan beberapa hari lalu bukanlah sesuatu yg bisa dianggap hal biasa. Kekerasan itu sangat luar biasa berpengaruh pada mental dan hatinya.

Dan sialnya, bukan hanya nasib asmaranya saja yg harus menjadi beban Alea saat ini, sebab masih ada satu lagi hubungan terancam hancur yg harus ikut di pikirkan. Yaitu antara dirinya dan Danang.

Danang sang sahabat sedari kecil akhirnya memutuskan untuk kembali menjauh dan mendiamkannya seperti sebelumnya, akibat dari perkataannya yg menusuk dan menyakiti hati sang sahabat.

Seperti quotes yg banyak bertebaran diluar sana tentang penyesalan yg selalu datang terakhir, Alea sekarang merasakannya. Dia akhirnya sadar bahwa sikapnya pada Danang malam itu memanglah tolol dan tak tahu diri. Sudah ditolong dan diselamatkan sedemikian rupa, balasan yg ia beri justru malah menyakiti.

Sampai sekarang ia masih mengutuk dan menyesali ucapannya yg kelewatan pada Danang terakhir kali. Otaknya tak bisa berfikir jernih setelah apa terjadi, membuat mulutnya jadi lancang berbicara dan tak sadar itu telah melukai.

Posisi Danang dalam hidupnya sangatlah luar biasa penting dan berarti, dan itu bukanlah bualan semata. Pria itu menjadi orang paling berpengaruh dalam hidupnya setelah keluarga, satu tingkat di atas Arsya yg masih dia cinta. Bahkan bisa dibilang, strata Danang dan keluarganya adalah sejajar, karena Danang memang ia anggap sudah seperti keluarganya.

Sepenting dan sebutuh itulah dirinya akan sosok Danang yg sayangnya memilih untuk kembali berjarak.

Tak ada seorangpun yg mau mengalah dan mementingkan dirinya terus-terusan selain Danang seorang. Pria yg selalu mengerti apa yg dia mau dan inginkan. Selalu mendengar keluh kesah dan curhatan tak penting darinya selama ini.

Hanya Danang seorang yg mau dan sanggup melakukan itu. Danang adalah sosok yg sangat sayang pada dirinya, bahkan sampai jatuh cinta, satu-satunya hal yg akhirnya berhasil menjauhkan mereka setelah bersama sekian lama.

Lalu apa yg harus ia lakukan sekarang? Adakah cara agar semuanya bisa membaik seperti yg ia harapkan?

Jika ada, apa? Dan bagaimana? Tolong beritahu dirinya yg sangat butuh solusi dan pencerahan saat ini.

"Aaahhh gue mumet!" Alea mengerang frustasi melampiaskan kekesalan dengan mengacak-acak rambutnya sendiri. Untungnya dia sering melakukan perwatan, sehingga rambutnya bisa kembali seperti awal dan tidak berantakan. "Mama! Kepala Alea mau pecahhh." rengek Alea berlanjut bersama ekspresi yg sangat pantas untuk dikasihani.

Sungguh jika ia sudah tak mempunyai rasa malu yg sayangnya masih di miliki sekarang, tanpa ragu dirinya pasti sudah merengek dan menangis tidak jelas. Peduli setan dengan keramain pengunjung kafe disekitarnya saat ini.

Ujian ini terlalu berat untuknya. Lebih baik dia mengahapal seluruh nama obat di dunia beserta kegunaannya dari pada harus di hadapkan permasalahan yg membingungkan seperti ini. Tapi mau tidak dipikirkan pun rasanya tidak mungkin, sebab masalah yg terjadi menyangkut dua orang penting di hidupnya.

Tiba-tiba sebuah tepukan hadir di bahu Alea, di ikuti penampakan sesosok tubuh ramping yg tertangkap ekor mata setelahnya. "Jangan gila dulu. Gue masih mau temenan sama lo."

Alea kontan menoleh dan mengikuti gerakan orang yg menepuk dan berbicara padanya. Ternyata Audrey, salah satu sahabat yg ia miliki setelah menjejakan kaki di kota ini.

"Sekarang juga ngga masalah kok." sahut satu sosok baru lagi bermuka datar yg muncul dari belakang Alea.

Kedua sosok yg memang sudah janjian dengannya untuk bertemu disini itu kompak memutari meja kemudian, sebelum akhirnya menarik kursi yg berlawanan dengan Alea.

"Ngakak gue liat lo dari jauh ngacak-ngacak rambut kayak orang gila." komentar Audrey dengan senyum gelinya yg akhirnya berhasil duduk nyaman tepat di samping orang yg datang bersamanya.

Bibir Alea indah tertetuk kebawah atas komentar tak punya perasaan temannya yg malah senang dengan kondisi sengsaranya. "Lo mah, temen stres bukanya di hibur malah diketawain."

"Apalagi sekarang Lea?" tanya satu lagi perempuan di sebelah Audrey langsung tanpa basa-basi. Fokus matanya sedang berada pada ponsel ditanganya.

Sebenarnya ada banyak hal yg harus dia urus saat ini, namun waktu masih dia sempatkan untuk Alea yg sedang terlihat tidak baik-baik saja setelah dihubungi untuk datang kesini beberapa saat lalu.

Alea menoleh pada satu sahabatnya lagi di sebelah Audrey dengan wajah yg mulai berubah sedikit ceria. Memang temanya satu itu terlihat seperti manusia paling tidak peduli di dunia jika dilihat secara permukaan, namun akan berbeda jika sudah mengenalnya cukup lama. Keyra adalah namannya, yg biasa dijuluki Elsa karena kedinginan sikap yg selalu diperlihatkannya.

"Masih masalah yg kemaren." dia sudah menceritakan pada Keyra lewat telepon keesokan hari setelah kejadian. Waktu itu minggu, jadi mereka tak bisa bertemu. Tapi alasan lain tentu adalah pipinya yg masih mengalami bengkak dan membiru. "Gue bingung banget sumpah. Ngga tahu harus ngelakuin apa."

Obrolan mereka terpaksa haru berhenti sebentar, terinterupsi oleh datangnya minuman yg Keyra dan Audrey pesan saat pertama masuk tadi oleh pelayan.

"Makasih mas." seru Audrey pada sang pelayan yg akhirnya undur diri sebelum akhirnya beralih pada Alea. "Masalah apa emang? Kok gue ngga lo ceritain sih." sama sekali ia tak tahu apa masalah yg sedang menjadi topik pembahasan saat ini.

"Dia kena kekerasan sama cowoknya waktu pesta. Cemburu liat dia pelukan sama cowok lain." terang Keyra yg tanpa melihat Audrey, masih pada ponselnya.

"Sama sahabat gue." koreksi Alea cepat sambil melotot pada Keyra. "Jangan gitu dong jelasinya Key! Bisa salah tafsir itu ntar!"

Namun Alea sama sekali tak menggubrisnya. "Kejadiannya pas kelar pesta diparkiran. Untungnya sahabatnya masih belum pulang dan ada di deket sana, jadi bisa nolongin dan bales mukulin si Arsya."

"Arsya main tangan sama lo?" Audrey jelas terkejut mendengar penjelasan dari Keyra. Dia sangat kenal dan akrab dengan Arsya. Mereka sering berkumpul bersama karena pacarnya dan Pacar Alea juga berteman sama seperti mereka. "Masa dia gitu sih? Bukannya dia keliatan baik dan penyayang gitu ya?"


"Keliatan kan apa yg diliatin, jadi belum tentu keseluruhan dan aslinya gitu." Keyra akhirnya berhasil menyelesaikan apapun urusannya itu di ponsel, sehingga bisa memindahkan tatapannya pada Alea sekilas sebelum berganti pada Audrey setelahnya. "Dan lo tau apa ketololan temen lo? Dia malah marahin sahabatnya yg udah nolong dia itu gara-gara nyuruh putus sama Arsya. Jadilah sahabatnya itu ikut marah dan jauhin temen lo yg pinternya kelewatan ini."

Alea yg merasa malu dan bersalah pun hanya bisa menundukkan kepalanya saat mendapati tatapan tak percaya dari Audrey yg jelas diberikan hanya padanya.

"Serius Lea?" Audrey sontak menggelengkan kepala tak habis pikir. "Kok lo bisa sepinter itu sih?"

"Jangan mojokin gue gitu dong." Cicit Alea semakin merasakan sedih. "Gue juga tahu kalo gue salah."

"Bagus kalo nyadar." sambar Audrey gemas. "Itu sahabat yg pernah lo ceritain bukan? Sahabat yg jatuh cinta sama lo tapi malah lo tolak karena ngga mau hubungan kalian berubah itu, dan akhirnya malah diem-dieman walaupun ngga lama ini lo bilang kalo udah baikan lagi."

Dulu sekali Alea pernah bercerita tentang sahabatnya yg jatuh cinta pada dia. Alasannya seperti yg sudah ia sebutkan tadi, tak mau jika hubungan mereka berubah walaupun ujung-ujungnya berubah dan malah saling mendiamkan juga.

"Dan sekarang balik lagi diem-dieman kayak dulu? Damn! You're the best Alea!" Sinis Audrey yg tak bisa ditahan-tahan lagi.

Alea semakin menundukkan kepala. Dua tanganya bertaut dan saling meremas di atas meja. "Gue emang bego. Gue emang ngga tahu diri. Gue tahu itu."

Suara parau bisa terdengar jelas di telinga Keyra dan Audrey walaupun dalam keramaian dan Alea mengucapkannya juga dengan pelan.

"Gue sadar itu," setetes air mata akhirnya jatuh juga. "tapi gue minta kalian dateng bukan buat mojokin dan nyalahin gue, karena gue udah sangat sadar sama sikap keterlaluan gue."

Bukan ini yg ingin ia dapatkan dari teman-temannya. Bukan ini tujuannya meminta sahabat-sahabatnya datang bertemu bersama. Sungguh dia sudah sangat sadar atas apa yg diperbuatnya pada Danang. Dia hanya butuh support dan kalaupun bisa juga sedikit solusi, dan bukannya di pojokan seperti ini.

Audrey langsung berubah panik saat melihat air mata Alea menetes semakin banyak dan jatuh ke atas meja. "Sorry Lea. Gue ngga maksud gitu." Tanganya sigap terulur menuju lengan Alea, namun tatapanya dia arahkan pada Keyra untuk meminta solusi dengan kode tanpa suara. "Gue cuma kaget aja, jadinya ngga bisa kontrol emosi."

Sesenggukan mulai terdengar, dan itu semakin membuat panik Audrey yg kontan memelototi Keyra agar segera membantu dirinya.

"Jangan nangis."

Audrey melotot semakin ganas akan ucapan Keyra yg sangat tidak membantu sama sekali. Sedang Keyra tak menghiraukan itu, memilih menarik kedua tanganya kebawah meja lalu saling bertaut tanpa sepengetahuan yg lainya.

Perasaan aneh selalu Keyra rasakan ketika melihat orang menangis didepannya. Ada sedikit kecemburuan yg dirasakan pada orang yg bisa berekspresi sesuka hati. Terutama menangis seperti yg dilakukan Alea sekarang ini.

Bukan dia tak pernah menangis. Dirinya masihlah manusia yg mempunyai rasa. Hanya saja, dia yg sekarang tak bisa bebas berekspresi sesuka hati seperti dirinya yg lalu karena beberapa alasan.

"Lo udah minta maaf sama sahabat lo. Itu udah sebuah langkah bener yg lo lakuin." Jujur Keyra tak pernah berkata-kata bijak ataupun memberikan solusi sebelumnya. Boro-boro melakukan itu, untuk berbicara cukup panjang saja harus di pancing dengan hal-hal yg menurutnya penting terlebih dahulu. "Tapi kalo menurut gue sahabat lo emang bener. Udah seharusnya lo putus sama Arsya, karena akhirnya lo bisa tau sifat aslinya."

Secara perlahan Alea mulai menaikan kepalanya, sehingga wajah sembab dan kemerahan di beberapa bagian seperti hidung dan sekitar mata bisa dilihat keduanya. "Tapi gue masih cinta sama dia. Dan dia juga ngelakuin itu karena cemburu."

Mulut Audrey seketika gatal ingin berkomentar. Namun sekuat tenaga ia tahan karena tak mau kata-kata sinis dan kasar kembali keluar dari mulut tanpa saringannya.

Keyra mengangguk paham. "Gue ngga bilang Arsya salah, tapi action yg dilakukin jelas salah. Terlepas apapun alasanya itu, udah sepatutnya kekerasan ngga boleh dilakukin ke objek apapun itu yg bernama mahluk hidup."

Dengan semangat Audrey menganggukan kepalanya, setuju dengan ucapan Keyra. Itu yg ingin dia bilang pada Alea, sayangnya bibir tipis miliknya tak bisa berkata-kata bijak dan manis seperti yg Keyra lakukan. Jadi lebih baik menyerahkan semuanya pada sang putri es.

"Emosi boleh, cemburu boleh, tapi seharusnya dibicarain kalo emang dia punya keresahan, bukan aksi tangan dengan main kekerasan."

Alea menyimak semua ucapan Keyra yg jarang-jarang bida berbicara sepanjang ini dalam diam.

"Justru disini gue malah salut sama sahabat lo, karena akhirnya ngambil keputusan yg sama sekali ngga enteng biar kalian bisa baikan lagi setelah waktu yg ngga bisa dibilang sebentar itu. Dan kira-kira lo tahu ngga apa tujuannya dia ngelakuin semua itu?"

"Ya karena dia akhirnya sadar kalo apa yg gue yakinin dan pertahanin dalam hubungan kita emang yg paling bisa bikin kita bahagia dalam waktu yg panjang. Bukan hubungan dengan cinta didalamnya kayak yg dia pengen." Jawab Alea lancar diluar kepala. Itu yg dia yakin dan percaya.

Keyra menggeleng dengan wajah datarnya. "Gue cuma sok tahu ini ya, tapi kalo menurut gue, ngga ada alesan lain selain kebahagiaan lo."

"Kebahagiaan gue?" Kontan Alea mengerutkan dahi bingung. Kurang paham untuk yg satu ini. "Gimana bisa?"

"Sekarang gue mau tanya, mungkin ngga sih dia itu tipe orang yg nyerah gitu aja setelah setahun lebih bertahan dengan apa yg dia percaya dan rasa? Kalian udah bareng dari kecil, jadi seharusnya paham banget gimana karakter satu sama lainnya." Keyra sangat santai saat bertanya, namun efeknya sangat luar biasa untuk Alea yg terhenyak seketika.

Sesuatu seperti menabrak tubuh Alea dengan cepat, menyadarkan dirinya akan opini lain yg tak pernah terpikirkan sebelumnya. Sungguh ia sama sekali tak pernah terpikirkan alasan lain tentang Danang yg akhirnya mau kembali seperti dulu selain yg baru dia jabarkan.

"Kalo ada orang yg bisa bikin dia ngalah dan nurut senurut-nurutnya, itu cuma gue." kenapa dia bisa tak sadar jika fakta ini bisa menyimpulkan sebuah hal baru. Astaga, dia sangat kelewatan.

"Oh god, that's the real love." Beo Audrey tanpa sadar, mendengar gumaman Alea barusan. "Berkorban yaa?" Lanjutnya bertanya pada Keyra yg hanya menanggapi dengan senyum tipis.

"Menurut gue tolol sih, tapi gua masih percaya kalau definisi terbesar dari cinta adalah berkorban. And that's what your best friend did Lea." Tangan Keyra yg semakin mengerat kuat di bawah meja. Dan gue pernah jadi orang tolol itu dengan cara yg berbeda.

Alea menatap Keyra dengan gelisah, perasaanya bertambah tidak enak. "Danang milih ngalah dan ngubur perasaannya biar gue bisa bahagia?"

Keyra mengendikan bahunya sekilas sebagai jawaban. Alea sudah mengerti, dan ia merasa sudah cukup panjang berbicara.

"Lea, kenapa lo ngga ngasih kesempatan buat Danang?" Audrey mengemukakan apa yg dia pikirkan. "Oke, menurut lo hubungan kalian yg terjalin dari dulu adalah bahagia yg kekal. Tapi kenapa lo bisa nyimpulin kayak gitu sedang lo sama dia ngga pernah ngerasain hubungan yg lebih dari itu. Maksud gue, lo ngga pernah ngasih dia kesempatan buat memperlakukan lo as a lover, terus gimana lo bisa nyimpulin kalo apa yg lo percaya adalah kebenaran?"

"Kesempatan ya?" walaupun matanya kembali terarah pada ponsel karena mendapatkan pesan, namun Keyra jelas mendengarkan baik-baik ucapan Audrey yg dia angguki mengerti.

"Iya, seharusnya lo ngerasain dulu dua-duanya baru bida bandingin mana yg lebih baik, tetep jadi sahabat atau lebih dari itu. Bukannya lo bertindak egois dan ngga fair kalo gitu?"

Dalam diam Alea mengamini kebenaran penjelasan Audrey. Tapi tentu dia punya alasan dibalik semua itu. "Gue takut."

Audrey mengerutkan dahi, dan Keyra mengalihkan tatapannya dari ponsel menuju Alea.

"Gue udah terlanjur nyaman dengan hubungan yg gue jalin sama Danang selama itu, bernama sahabat."

"Jadi namanya Danang." Gumam Audrey yg baru tahu kali ini. Namun di detik berikutnya matanya membulat sadar telah mengiterupsi. "Sorry, lanjutin."

"Kita ngga ada batasan. Gue bisa peluk dia sepuasnya, tidur bareng, kemanapun bareng, dan gue ngga mau itu berubah. Gue pernah pacaran beberapa kali, dan itu semua ngga berakhir baik. Endingnya gue selalu nangis dan curhat ke dia tentang mantan gue yg brengsek dan lain sebagainya. Tapi kalo dia yg ada diposisi pacar gue, terus gue harus cerita ke siapa kalo kita berantem? Nangis ke siapa? Nyenderin kepala dibahu siapa? Dan dipeluk siapa?"

Alea menatap kedua temannya bergantian. Dan mereka bisa melihat kesenduan dan ketakutan yg terpancar dari mata sembab Alea.

"Gue ngga pengen kehilangan itu dari dia. Gue ngga pengen kehilangan sosoknya. Dan dengan pacaran, chance untuk gue kehilangan semua itu besar adanya." Tanpa sadar tangan Alea tertarik dari atas kursi dan melingkar di tubuhnya sendiri, seperti orang yg merasakan sepi. Namun senyum justru terbit di bibirnya. "Walaupun tanpa itu juga sekarang gue udah kehilangan dia."

"Nah, terus apa yg harus lo takutin sekarang?" santai Keyra berucap langsung mendapatkan perhatian dari dua temannya. " kayak yg lo barusan bilang, ketakutan lo udah terjadi, Danang udah ngejauh dari lo walaupun hubungan kalian ngga berubah. Jadi kenapa ngga lakuin pilihan satunya aja."

Benar juga.

"Gue ngga tahu cinta itu tumbuh sendiri atau bisa ditumbuhin. Tapi kenapa lo ngga nyoba aja? Kasih dia kesempatan kayak yg lo kasih ke Arsya dan mantan-mantan lo sebelumnya. Kasih dia jalan buat nyoba. Malah dengan itu lo bisa narik dia buat balik lagi. Ya, meskipun resikonya lo harus relain Arsya buat pergi."

Alea terdiam, berfikir sangat keras tentang penjelasan Keyra yg memang sangat masuk akal dan patut di coba. Tapi masalahnya ada pada Arsya.

Apakah tak ada solusi lain?

Keyra jelas bisa melihat keraguan terpancar jelas diwajah Alea yg terdiam. "Lo ngga bisa milih dua-duanya Alea." dan hal itu berhasil membuat Alea menatap kaget pada Keyra yg bisa menebak pikirannya. "Lo ngga bisa ngebuat mereka berdampingan di kedua sisi lo. Mungkin sebelum ini bisa, karena Danang udah milih buat ngalah, dan ngga lagi mau ngrebut posisi yg ditempatin Arsya. Tapi sayangnya Arsya ngga mau ada orang lain selain dia di sisi lo. Dan itulah alasan kenapa Danang milih buat pergi dan ngga ngelakuin konfrontasi sekarang, biar lo ngga kena efek peperangan mereka."

Jadi itu pengorbanan yg dilakukan Danang untuknya kali ini.

"Jangan egois Lea." memang menyakitkan. Namun sebagai teman sudah tugas Keyra untuk menyadarkan. "Kali ini lo cuma bisa pilih salah satu, atau ngga sama sekali. Dan manapun yg lo pilih, lo ngga harus nentuinnya sekarang."

"But please," Audrey menyambar dengan raut seriusnya. "Kalo lo milih Arsya, biarin Danang pergi untuk nyembuhin dirinya. Dia udah berdarah-darah selama ini Lea."

Memang Audrey tak pernah mengenal siapa itu Danang sampai saat ini. Dia hanya mengenalnya lewat cerita-cerita yg di kemukakan Alea pada mereka. Namun walaupun begitu, simpati dan salut sudah sangat besar ia berikan untuk pria yg perjuangannya luar biasa keren itu.

Tangan Audrey terulur dan mengelus lengan Alea, memberikan kekuatan untuk sahabatnya. "Gue ngga pernah ngerasain cinta sama pacar-pacar gue. Cuma tertarik doang." Perhatian berhasil Audrey dapatkan dari Alea yg tiba-tiba merasakan sesuatu yg tidak mengenakan. "Tapi gue mohon sama lo. Nanti kalo akhirnya udah mutusin buat milih dan itu bukan Danang orangnya, tolong relain dia pergi dan biarin gue yg bantu nyembuhin lukanya. Ngga papa gue nunggu dan usaha bertahun-tahun biar bisa gantiin lo dihatinya. Karena dari dia, akhirnya gue sekarang tahu dan ngerasain apa itu jatuh cinta."

Ini yg Alea luput dan tak pernah pikirkan sebelumnya.

Cinta itu seperti binatang, akan pergi jika tak menemukan makanan ditempatnya sekarang.




****


Entah ada apa dengan hari ini, semuanya terasa aneh untuk Alam yg saat ini sedang berjalan bersama empat sekawan setelah beberapa menit barusan keluar dari kelas terakhir yg kembali membuatnya tertidur pulas.

Tak seperti biasanya yg penuh ceria dan canda tawa, perjalanannya bersama Danang, Virgo dan Violin yg berjejer bersama saling bersisian terasa sangat mencekam dan mengerikan kali ini. Tak ada percakapan yg terjadi, dan ia jadi takut untuk mengawali.

Sebenarnya perubahan sudah terjadi sejak hari senin, saat mereka kembali bertemu setelah terakhir kali terjadi pada malam minggu di saat pesta Alea. Namun untuk kali ini aura klenik dan mistisnya sangat kental terasa dari sebelum-sebelumnya. Sebab itulah dia akhirnya urung untuk mengeluarkan suara.

Bukan hanya dia saja, Violin yg sejak beberapa hari lalu merasakan hal yg sama pun ikut menjadi pendiam tak mau bicara didepan Virgo dan Danang yg tanpa ekspresi seperti tak punya jiwa.

Mereka berdua sempat berdiskusi tentang apa yg terjadi. Dan walaupun ia sudah menjelaskan pada Violin tentang kejadian pada waktu perempuan itu tak sadarkan diri, kebuntuan tetap didapatkan oleh mereka yg tak bisa menyimpulkan apapun.

Bukan apa-apa, ia hanya takut jika dua temannya yg masih lancar berjalan minus ekspresi itu sedang dalam pengaruh gendam yg dilakukan seseorang. Sebab ciri-ciri yg terjadi pada keduanya itu sama persis dengan video-video yg tersebar luas di internet. Dari situlah dia akhirnya menyimpulkan.

Dan masalahnya lagi, ia sama sekali tak punya channel kenalan dukun disini maupun di tempat asalnya. Sedang di kota ini, mistis adalah salah satu ciri khasnya. Jadi wajar saja kan dia berpikiran sampai sana.

Nah, Lihat saja sekarang bagaimana dua temanya itu main ngeloyor tanpa permisi menuju kendaraannya masing-masing. Untung saja Violin berangkat bersamanya, jadi sekarang masih berada di sampingnya dan ikut memperhatikan dua teman tak tahu diri itu.

Biasanya mereka pasti akan saling bertanya akan kemana atau mau melakukan apa setelah kelas berakhir. Namun kali ini, sama sekali itu tak terjadi. "Fix sih, ini kena gendam mereka."

"Lo dari kemaren gendam-gendam mulu deh!" Violin berbisik sinis menatap Alam. Tak mau berbicara keras seperti biasanya karena takut terdengar Virgo dan Danang.

"Lha terus apa dong. Kan udah gue tunjukin ke lo kemaren tentang video-video bokep Jepang."

"Mata lo!" sekuat tenaga Violin mencubit pinggang Alam karena kesal.

"Ampun woyy!!" Tubuh Alam berjengit mengikuti pelintiran Violin lengkap dengan ringisan sakit yg menghiasi wajahnya. "Maksud gue video gend-ehhh sumpah sakit ini woy!" Alam memeggangi tangan Violin dan sekuat tenaga menyingkirkannya dari pinggangnya. "Sakit anjirr! Kayak pinset jari lo tau nggak!"

"Lagian lo susana nyeremin gini masih aja ngelawak!"

"Ya kan biar ngga tegang kayak beha baru." Kilah Alam asal tanpa pikir panjang. Dan di detik berikutnya refleks cepat menghindar lagi karena mendapati tangan Violin yg bergerak menuju pinggangnya. "Udah-udah ahh. Jangan fisik napa sih! Gue bales cubit jerit juga lo."

Kontan Violin melotot bertambah ganas sambil berkacak pinggang. "Ngomong apa lo barusan?"

"Engga!" Alam cepat-cepat berjalan menuju motornya meninggalkan Violin yg masih setia memberi tatapan mengerikan. "Udah ayo pulang."

Jangan tanyakan Virgo dan Danang kemana, keduanya sudah hilang pergi dengan kendaraannya tanpa pamit sama sekali meski melewati dirinya dan Violin baru saja. Tak ada tata krama memang dua patung berjalan itu.

Lincah Alam memundurkan motornya kemudian, membuat Violin mau tak mau harus mendekat jika tak ingin ditinggal pergi dan berakhir seperti gembel di pinggir jalan.

"Nihh!" Tangan Alam terulur mengangsurkan helm tanpa melihat kebelakang, yg sigap di terima Violin kemudian. "Mau langsung balik apa kemana dulu nih?"

Wajah Violin berubah ceria. "Jalan-jalan yuk, nyari kafe yg cozi buat nongki-nongki cans. Atau kemana lah gitu."

Jarang-jarang Alam bertanya seperti itu pada dirinya, walaupun sekarang sudah sering bahkan hampir setiap hari mereka berangkat bersama. Efisiensi waktu dan keunangan jelas menjadi alasan mau menebengi dirinya. Mana mungkin Alam mau dia tebengi tanpa ada imbalan sepadan yg didapatkan. Manusia licik dan picik modelan dia jelas tidak sebaik itu.

"Pastiin tujuannya. Ogah gue jalan kalo ngga ada tujuan jelas, mending langsung balik aja." Alam sudah nangkring nyaman diatas motor, menatap Violin yg masih berusaha mengaitkan klik helm.

"Ahhh lo mah!" Wajah Violin berubah cemberut. Tanganya yg sedang mengaitkan helm langsung terkulai jatuh. "Jangan php kek."

Alam berdecak kesal, langsung menarik tubuh Violin mendekat padanya. "Udah tau panas malah ngulur-ngulur waktu lo." lalu tanganya segera mengambil alih mengaitkan klik helm Violin.

Violin ingin tersenyum, namun raut cemberut tetap dipertahankan. Dia memang sengaja agar Alam melakukan apa yg sedang dilakukan saat ini. Trik murahannya ternyata berhasil.

'Klik'

"Dah buru naik, panas ini."

Wajah judes dan kesal yg tervisualisasi di wajah Alam sangat membuat Violin ingin menyemburkan tawa. Namun dia menahannya untuk menghindari amukan Alam, dan memilih untuk segera naik ke atas motor.

Karena sudah terbiasa, Violin pun sangat lincah naik ke atas motor tinggi Alam tanpa hambatan. Lalu ia merapatkan tubuhnya kedepan di punggung berikut tangannya yg ikut melingkar erat di perut Alam.

"Jangan kenceng-kenceng! Engap gue sri handayani!" Sembur Alam menepuk pelan punggung tangan Violin di perutnya.

"Di judesin muli gue perasaan." Keluh Violin yg sangat bertolak belakang dengan ekspresi yg tertampil di wajahnya.

Hembusan napas Alam lakukan beberapa kali atas aksi Violin yg menyandarkan dagu di pundaknya. Jelas dia bisa melihat senyum cerah tertampil di wajah perempuan yg memeluknya erat lebih seperti mencekik dirinya saat ini. Untung bukan dileher, karena jika iya, sudah mati dia dari tadi.

Tanpa membuang waktu Alam segera memutar kunci motornya, lalu menghidupkan mesin dengan mestarternya, dan tak lupa melakukan ritual menggeber tiga kali setelahnya.

Alam melirik spion, melihat Violin dari sana yg untungnya juga sedang menatap dirinya. Mantul memang spionya, bukannya dipergunakan untuk melihat keadaan lalu lintas dibelakang, eh malah dia gunakan untuk bisa melihat wajah penumpangnya.

"Siap bu nyai?!"

"Siap pak raden!"

"Ngueeenggggg!!!!" Dan tanpa buang waktu Alam segera menjalankan motornya dengan iringan tawa Violin akibat suara knalpot mulut yg dilakukan Alam.




***


Dalam kecemasan dan ketakutan yg besar sedang dirasakan, Alea berjalan cepat dilorong sebuah rumah sakit ternama di kota ini untuk menuju ruangan sang kekasih yg sudah dia ketahui nomornya.

Dia langsung memutuskan kesini setelah selesai berkumpul di kafe melakukan sesi pencerahan dengan sahabat-sahabtnya.

Tenang saja, tak ada yg terjadi dengan kekasihnya. Kecemasan dan ketakutannya bukan karena keadaan Arsya sang kekasih, melainkan lebih kepada perkataan terakhir Audrey yg sampai sekarang masih terngiang-ngiang dan menganggu benaknya.

Jujur dia belum memutuskan siapa yg harus dia pilih, dan karena itulah dia berada disini. Berharap setelah dari sini semoga dirinya sedikit tercerahkan perihal arah yg akan dilalui. Kemana kendaran yg ia kemudikan harus berbelok, kekiri atau kekanan.

Dirinya sekarang memang terlihat seperti seseorang yg spesial karena secara tak langsung di inginkan oleh dua laki-laki. Namun demi dewa dewi dalam pewayangan Ramayana, sumpah dia sekarang merasa sangat terbebani.

Bukan seperti ini yg ia inginkan, tapi kenapa jadi begini takdirnya berjalan.

Kenapa harus memilih?

Apakah harus ada yg terpilih?

Alea menggelengkan kepala kuat, mengenyahkan pikirannya barusan. Dua sahabatnya sudah menerangkan dengan jelas tadi. Jadi apapun itu dan siapapun itu, dia harus cepat memutuskan. Tidak boleh terus labil seperti ini, sebab bukan sepatutnya hati jadi bahan permainan.

Namun keterkejutan tak bisa Alea tolak untuk dirasakan tak kala matanya melihat sosok yg sama sekali tak asing berjalan di depan tak jauh darinya. Sosok yg sangat ia rindukan padahal baru beberapi hari tak melihatnya.

"Danang." gumam Alea yg sontak menghentikan langkahnya.

Wajah tegas dan mata tajam bisa Alea lihat pada Danang dari posisinya sekarang walaupun hanya dari samping. Lorong di depannya berbelok kekiri, sehingga memungkinkan dirinya bisa melihat wajah pria yg berjalan tegas dan yakin itu.

Lalu apa yg membuat Danang bisa berada disini? Kenapa pria itu bisa berada disini?

Apa yg dilakukan? Menjenguk kenalan atau-

Mata Alea membulat sempurna seketika. "Ngga mungkin." Cepat dia kembali berjalan setelah sebuah pemikiran terlintas dibenaknya. Dia harus bisa segera menyusul langkah Danang dan mengikutinya.

Alea sangat berharap apa yg sedang dipikirkannya sekarang itu salah. Namun lebih baik dia memastikannya sendiri, sebab perasaanya jadi tak enak sekarang ini.

Sedang disisi lain, Danang sama sekali tak sadar jika sedang dibuntuti oleh Alea yg tak sengaja melihatnya. Matanya hanya fokus kedepan pada tujuan, dan otaknya sibuk meyakinkan diri atas pilihan yg akan direalisasikan beberapa saat lagi.

Sepulang kuliah ia langsung kemari, setelah semalam tak bisa tidur memikirkan banyak hal dan mencari solusi.

Ada banyak hal yg terjadi setelah malam itu, dan ada banyak akibat yg juga terjadi, seperti efek domino. Untungnya dia sudah bersiap diri dan berjaga-jaga sebelumnya, walaupun apa yg terjadi sekarang tentu bukan kehendak yg dia inginkan. Namun lebih baik mencegah dari pada mengobati, dan itu yg sedang ingin dia lakukan.

Tak butuh waktu lama untuk Danang akhirnya sampai di depan pintu ruang VIP yg menjadi tujuannya, kamar Arsya pacar Alea. Tanpa basa-basi dan mengetuk pintu, Danang langsung memutar gagang dan membuka pintu lebar-lebar untuk masuk kedalam.

Santai Danang berjalan, namun tentu penuh ketegasan. Ternyata tak ada orang yg berjaga di dalam, hanya ada Arsya seorang yg sedang terlelap tidur di ranjang nyaman. Hal itu sudah ia pastikan sebelumnya, dan karena itulah dia langsung kesini.

Ruangan VIP jelas berbeda dengan kamar biasa, bisa terlihat dari fasilitas yg seperti kamar hotel berbintang.

Danang berhenti di disi kanan ranjang, intens menatap Arsya yg setia terlelap. Tatapan Danang berubah dingin, rahangnya bersatu mengeras menahan emosi kuat dalam diri. Ingatannya melakukan kilas balik saat kejadian kekerasan yg dilakukan pria di depannya ini pada Alea.

Marah, murka, ingin menghajar kuat dia rasakan saat ini. Sayangnya semua emosi itu kalah dengan ingatan akan ucapan Alea terakhir kali kepadanya dimalam yg sama.

"Lo bangun apa gue buat tidur selamanya?"

Nada dingin mengerikan dari Danang berhasil membuat mata Arsya kontan terbuka. Ia memang belum pulas tertidur, sedang dalam masa transisi menuju ke Alam bawah sadar. Dan suara dingin yg terdengar jelas ditelinga barusan sangat berhasil mengagetkannya.

Arsya menoleh kesamping untuk melihat siapa yg berbicara. Dan keterkejutan tak bisa terhindarkan bertambah kuat dirasakan saat melihat wajah orang asing namun juga tak asing untuknya.

"L-lo mau apa!" Panik jelas Arsya rasakan yg langsung bangkit duduk tegak. Sial, otaknya seketika terbang kamana-mana memikirkan berbagai kemungkinan yg terjadi. "Ngapain lo disini bangsat!"

Posisinya sangat tidak menguntungkan sekali saat ini. Tak ada kerabat atau temannya yg menemani, karena belum lama tadi pamit pulang untuk membersihkan diri sebelum nanti malam balik lagi. Belum lagi tubuhnya yg masih sakit luar biasa hasil dari pertempuran kalah telaknya. Dia tak bisa melakukan perlawanan apapun sekarang dengan kondisi tangan hancur tak karuan.

Sial, sial, sial!!!

"Cabut laporan lo ke polisi." Wajah Danang tetap seperti semula, begitu juga suaranya, dan itu sangatlah mengintimidasi dan membuat Arsya ketakutan dalam hati.

"Apa maksud lo?!" Arsya berseru menantang. Mencoba tak mau kalah sangar dan tak mau terlihat jika sedang ketakutan.

Tangan Danang tertarik dari saku bersama ponsel yg ikut terggenggam. "Gue ngawasin semua pergerakan lo," lincah jari Danang bergerak di atas layar. "jadi tahu kalo lo ngelaporin kejadian malem itu ke polisi."

Danang dan Arsya tak menyadari jika ada Alea yg sedang memperhatikan dari ambang pintu dalam diam. Perempuan itu tak mau sembarangan memperlihatkan diri untuk melerai, mencoba menguping pembicaraan lah yg dia lakukan agar tahu maksud kedatangan Danang kemari. Tentu ia tak lupa bersiap diri jika hal yg ditakutkan terjadi.

Danang membalikan layar ponselnya menghadap Arsya yg otomatis langsung beralih melihatnya. "Cabut laporan lo, atau lo ikut masuk sel."

Beberapa puluh detik mereka terdiam. Arsya fokus melihat yg Danang tunjukkan, dan Danang fokus melihat ekspresi Arsya.

Mata Arsya membulat sempurna beralih menatap Danang setelah selesai melihat apa yg tertampil di layar ponsel yg adalah video berdurasi singkat. "Lo ngancam gue dengan video itu?"

Video yg Danang perlihatkan adalah rekaman cctv berisi kejadian pemukulan yg dilakukan Arsya pada Alea. Tentu video itu sudah Danang potong dan tidak memperlihatkan adegan mengerikan yg dilakukan Virgo setelahnya.

Sekuat tenaga Danang berlari secepatnya menuju ke arah Virgo yg terlihat menikmati menghancurkan tangan Arsya. "Vir stop!"

Danang sangat yakin jika teriakannya cukup keras untuk bisa terdengar oleh Virgo, namun pria itu sama sekali tak bereaksi dan terus melakukan kegiataannya.

"Woy stop!" Danang mendorong tubuh Virgo dengan kuat sesampainya di dekat pria itu, membuat Virgo langsung terhuyung kesamping dan terjerembab setelahnya.

Dada Danang naik turun dengan napas menderunya menatap Virgo yg sigap bangkit. Ketakutan besar dia rasakan sekarang pada Virgo yg menatap marah padanya.

"Lo mau bunuh dia?!" Danang berseru keras. " udah gue tadi! jangan berlebihan!"

Tak ada respon yg Danang dapatkan dari Virgo sama sekali. Pria itu hanya diam dan menatapnya tajam. Namun itu tak terjadi lama, karena setelahnya Danang langsung termundur otomatis saat Virgo mulai berjalan pelan menuju arahnya.

Intimidasi sangat kuat di rasakan oleh Danang "Vir!"

Masih tak ada respon dari Virgo, membuat Danang mau tak mau harus bersiap dengan kemungkinan buruk yg terjadi.

Ternyata benar yg Danang pikirkan, Virgo langsung berlari cepat menuju ke arahnya.

"Anjing!" maki Danang refleks saat melihat Virgo tiba-tiba meloncat tinggi dengan kaki mengarah kedepan, jelas mengincar dirinya.

Bangsat.

Fine! Dia akan buat sadar temannya yg sedang dibawah kendali emosi ini.

Danang cepat menggerakkan tubuhnnya satu langkah kesamping untuk menghindari terjangan kaki Virgo sembari menekuk tanganya kebelakang untuk bersiap.

Sayangnya Danang melakukan kesalahan. Dia terlalu cepat menghindar, sehingga Virgo yg berada di udara bisa mengetahuinya dengan jelas dalam sepersekian detik.

Ini dia.

Sekuat tenaga Danang mengayunkan tangannya kedepan menuju lintasan gerak jatuh Virgo untuk mengincar perutnya. Namun mata Danang membulat penuh tak kala melihat tangan Virgo yg juga melakukan hal sama menuju wajahnya.

'Bughh!!'

Danang berhasil melayangkan tinju kekuatan penuhnya ke perut Virgo di udara.

'Duakk!!'


Sayangnya dia juga tak bisa mengelak tinju dari Virgo dan hanya sempat menolehkan kepalanya saja.

Kekuatan pukulan yg diterima keduanya sama-sama dua kali lebih kuat dari biasanya. Tubuh Virgo yg bergerak terlontar di udara jelas menjadi penyebabnya. Kekuatan pukulannya pada Danang bertambah kuat, tapi di lain sisi itu juga menambah kuat hantaman yg diterima perutnya.

Danang terpelanting dan jatuh terjerembab kebelakang atas pukulan Virgo yg sangat kuat itu.

Dan untuk Virgo, jelas dia lebih parah. Pukulan Danang berhasil membuat keseimbangannya di udara hilang, belum lagi hambatan yg terjadi atas pukulan kuat itu. Sehingga punggung dan belakang kepala pun menjadi tumpuan pertama saat tubuhnya jatuh ke bumi.

Bangsat!

Kepala Danang pusing seketika. Pandangannya kabur, tak bisa melihat apapun dengan jelas. Dan rasa sakit baru dirasakan setelahnya tepat di atas telinga, letak dimana Virgo menyarangkan pukulannya. "Aarrgghh!!"

Di lain pihak, tak ada pergerakan yg terjadi pada Virgo tepat setelah jatuh keaspal dengan posisi yg sangat mengerikan.

"Arrgh.." Danang menjambak kuat rambutnya mencoba mengurangi pusing dikepala sambil berusaha bangkit duduk.

Susah payah akhirnya bisa duduk. Tangannya yg menjadi penyangga tubuh bergoyang hebat, sedang satu lainya tetap menjambak rambut mencoba mengurangi pusing dan buram yg masih dirasakan.

"Faaakkk!" bukannya hilang, pusing justru bertambah dirasakan saat dia menggelengkan kepala kuat.

Danang memejamkan matanya kemudian, menarik napas dalam-dalam yg dikeluarkan secara perlahan dan berulang beberapa kali.

Virgo
.

Merasa mendingan, dia membuka mata kemudian, lalu mengarahkannya kesekitar untuk mencari keberadaan Virgo.

Danang sigap bangkit meski belum pulih sepenuhnya. "Vir!" Lalu berjalan cepat sempoyongan menuju tubuh Virgo yg tergeletak menekuk.

"Virgo!" Tangan Danang langsung menarik tubuh Virgo kasar untuk direbahkan telentang. Dan setelahnya dia bisa sedikit bernapas lega tak kala melihat Virgo yg ternyata masih sadar dan membuka mata. "Lo ngga papa?!" Danang memindai wajah dan tubuh Virgo untuk mencari luka luar ataupun dalam yg bisa terlihat dengan mata.

"Sorry," gumam Virgo yg kontan membuat Danang terdiam dan beralih menatap wajah Virgo. "Thanks."

Perasaan plong langsung Danang rasakan seketika karena Virgo akhirnya bicara, yg mana itu jelas menjadi pertanda baik.

Akhirnya Virgo bisa menguasai diri juga.

"Bangsat lo emang." Danang tertuduk selonjoran seketika. Kembali mengatur napas menderunya dengan kepala yg terdongak keatas.

Apa-apaan barusan yg terjadi pada mereka. Bagaimana bisa mereka beradu pukulan padahal teman. Kenapa dia bisa terpancing dan instingnya berkata harus membalas, sedangkan cara lain banyak yg bisa dipikirkan.

"Gue punya problem sama emosi." Suara Virgo kembali Danang dengar meski pelan. "Saat emosi, gue suka lepas kontrol dan ngga sadar sama sekitar, mana yg temen sama lawan. Jadi kalo lo lihat gue gitu lagi nanti, hentiin gue pake cara apapun."

Ini hal baru untuk Danang. Ia tak tahu jika ada orang yg bisa seperti itu. Memang tadi dia sempat berfikir seperti itu pada Virgo, hanya saja itu kurang masuk akal menurutnya, jadilah ia mengenyahkan pemikiran itu.

"emang ada kayak gituan?" Danang menggerakkan kepalanya ingin melihat Virgo, sayangnya sesuatu lebih dulu mengalihkan perhatian.

Cctv.

"Vir, lo bisa ke mobil sendiri ngga?" Ini bisa menjadi masalah besar untuk mereka dalam waktu dekat. Danang mengalihkan pandangan pada Virgo. "Tunggu disana sama yg lainnya. Bilang gue baik-baik aja, dan rahasiain tentang ini, biar gue yg urus."

Virgo menggeleng samar dan susah payah mencoba duduk. "Gue harus tanggung jawab sama perbuatan yg gue lakuin. Dan gue ngga takut masuk penjara."

"Jangan konyol lo!" Danang berseru keras, jelas tak setuju dengan ucapan Virgo. "Udah lo ikutin gue aja kalo masih anggep gue temen."

Sigap Danang bangkit berdiri, lalu mengulurkan tangan pada Virgo untuk membantu pria itu bangkit yg langsung sigap diterima.

"Pokoknya lo turutin aja omongan gue tadi. Biar gue yg urus." raut serius Danang perlihatkan pada Virgo yg hanya mempeperhatikan dalam diam. Tak ada jawaban dari Virgo, dan Danang jelas sangat kesal dan was-was. "Vir?"

Hembusan kasar keluar dari Virgo setelahnya. "Fine!"

"Yaudah tunggu mobil. Biar gue yg urus dia."

Dan Danang langsung melangkah cepat meninggalkan Virgo menuju ke pintu masuk atau kemanapun untuk bisa menemukan siapapun yg bersangkutan dengan club ini. Satu hal yg pasti, semua harus dia bereskan segera tanpa celah.


Tidak susah mendapatkan apa yg diinginkan di Indonesia jika ada uang dan sedikit ucapan kebohongan. Dan itulah yg Danang lakukan malam itu sembari menelpon ambulance untuk Arsya.

Dia berhasil meminta Video pada penjaga club walaupun harus menebusnya cukup mahal. Tentu dia tak lupa menghapus file aslinya dan sedikit melakukan improvisasi-improvisasi pada penjaga yg tentu langsung menuruti karena sudah mendapat banyak imbalan.

"Lo pikir gue bakal iyain gitu aja?" seringai terbit di wajah Arsya. Sejujurnya dia takut dengan ancaman buy yg dituturkan pria brengsek didepanya ini. "gue ngga masalah masuk penjara. Seenggaknya lo sama temen anjing lo itu juga masuk, dan lebih lama."

Tangan Danang terkepal erat otomatis meski wajahnya masih terlihat sama. Dia sudah tahu tidak akan mudah membungkam pria banyak bicara didepannya ini. "Jangan bikin gue marah, inget posisi lo sekarang."

Dan perkataan Danang sukses menghilangkan seringai mengejek di wajah Arsya yg sangat mengerti maksudnya. Tak ada pilihan lain lagi. Mau tak mau ia harus mengikuti kemauan pria licik ini.

"Oke, gue bakal cabut laporannya." Arsya menatap Danang dengan intens. "Tapi jauhin tubuh najis lo dari Alea. Jangan pernah berhubungan lagi sama dia dalam hal apapun."

Seringai kembali terukir diwajah Arsya dengan indahnya. Bukan hanya Danang saja yg bisa berbuat licik dan memanfaatkan keadaan. Dia pun bisa melakukan dengan tak kalah indahnya.

Semuanya bisa terdengar jelas oleh Alea yg masih luput dari kesadaran dua orang lelaki yg sengit saling tatap. Dia ingin berjalan dan muncul di hadapan Danang dan Arsya, namun entah kenapa justru dia hanya bisa terdiam dengan jantung berdetak keras menanti jawaban yg diberikan oleh Danang.

Memang emosi meluap berkali-kali lipat dalam waktu cepat. Tangan pun terkepal erat di kedua sisi tubuh. Namun lengkungan tipis justru terbentuk di bibir Danang.

Alur yg terjadi sama persis dengan apa yg dia pikirkan semalam setelah mendapat informasi dari orang yg dia sewa untuk mengawasi semua gerak-gerik yg dilakukan Arsya. Dan inilah hal terberat yg bahkan belum bisa dia putuskan sampai saat ini. Menjauhi Alea.

Dia memang sudah melakukannya sekarang, juga satu tahun sebelumnnya. Namun sampai kapanpun dia tak akan mau dan siap melakukan. Dia tidak bisa benar-benar menjauhi Alea.

Dia memang sudah berkoar-berkoar mengalah dan merelakan Alea. Namun itu jelas tak ingin ia lakukan dengan sungguh-sungguh. Itu hal terberat, dan sampai kapanpun tak akan bisa ia lakukan.

"Janji sama gue," Danang melangkah mendekat pada Arsya. Membuat Arsya refleks bergerak menjauh meski percuma. "Jangan sakitin dia, fisik maupun perasaanya. Sayangi dan cintai dia. Jadiin dia ratu dan satu-satunya. Kasih terbaik yg bisa lo beri buat dia."

Sepertinya memang ini saatnya.

"Janji sama gue lo bakal lakuin itu semua, dan gue bakal ngilang dari hidupnya."

Hanya Alea yg dia inginkan, tapi kenapa semua tak menginginkan? dan malah menjauhkan dengan segala cara yg bisa dan ada.

Danang menunduk dan mencondongkan tubuhnya tepat di depan Arsya kemudian. Tatapan tajam dia berikan tanda sungguh-sungguh. "Tapi sekali lo langgar salah satu dari itu, gue bakal cari dan bikin pelajaran ke lo dengan cara yg ngga pernah lo bayangin sebelumnya."

Arsya benar-benar ketakutan dengan tatapan yg di berikan Danang kali ini. Dia sangat yakin pria didepannya ini serius dan akan merealisasikan ucapannya.

Susah payah ludah diteguk untuk membasahi kerongkongan. "G-gue janji."

Mata Danang kontan terpejam, senyum manis terbit dibibirnya bersamaan tubuh yg kembali tegak kemudian. Aku selesai Alea, maaf udah bebanin kamu. Mulai sekarang dan seterusnya kamu bakal bahagia karena ngga ada aku lagi di sisi kamu.

"Danang."

Mata Danang kembaki terbuka secara penuh setelah mendengar suara favorit yg sayangnya sekarang terdengar parau itu.

"Alea." Arsya sangat terkejut. sigap dia mengalihkan pandangan menuju pintu. Dan disana dia bisa melihat kekasihnya berdiri kaku dengan air mata yg deras turun. "Lo mainin gue bangsat." Arsya menggeram marah menatap Danang, merasa dipermainkan.

"Gue ngga tahu dia ada disini." Akui Danang jujur menjelaskan. "Gue udah janji, dan lo juga, tenang aja."

Segera Danang berbalik dengan senyum lebar yg coba ia perlihatkan. Perih dia rasakan pada hatinya melihat orang yg dicintai menangis seperti ini, namun apalagi yg bisa ia lakukan? Orang yg ia inginkan tak mau untuk digenggam.

Perlahan dia berjalan menuju ke arah Alea.

"Ke-kenapa?" Alea bertanya dalam sesenggukan tangisnya. Mata mereka saling tatap dalam keadaan yg berbeda. Hancur hati Alea mendengar semua ucapan Danang tadi.

Kenapa Danang malah mengiyakan permintaan Arsya agar menjauh dan bukannya menolak. Kenapa Danang mau berkorban sebesar itu demi kebahagiaannya? Kenapa ada pria setulus itu? Dan kenapa dia baru menyadari.

"Kenapa nangis?" Danang berdiri tepat didepan Alea. Tanganya bergerak ke atas menuju wajah Alea dan menghapus air mata yg sayangnya masih belum mau berhenti itu, jadi percuma saja. "Kamu denger semuanya?"

Alea memejamkan mata merasakan jari Danang yg mengusap lelehan air di wajahnya. Anggukan dia berikan sekilas sebagai jawaban.

"Jadi denger janji Arsya tadi kan." tanganya beralih menuju puncak kepala Alea dan mengelus sayang disana. Dia bahkan sudah merindukan melakukan hal seperti ini pada Alea disaat sedang melakukannya. "Kamu bakal bahagia sama dia."

Alea kontan membuka mata dan menggeleng kuat. Tangannya bergerak mencengkram baju Danang. Dia takut dengan apa yg dirasakan saat ini.

"Dia udah janji sama aku kok. Tenang aja."

Bukan itu, bukan itu maksud Alea menggelengkan kepala. "Jangan." Dia tak ingin apa yg dirasakan dan dipikirkan terjadi, yaitu Danang yg memilih pergi.

"Perjuangannku udah berakhir Alea," Senyum lebar terlihat di wajah Danang, namun tak bisa membohongi matanya yg sudah memerah. "Aku selesai."

Pelan Danang menarik kedua tangan Alea yg mencengkram bajunya. Alea menggeleng kuat, dan Danang hanya bisa tersenyum melihatnya.

"It's done."

Dan setelahnya Danang langsung berjalan cepat melewati Alea untuk pergi bersama hati dan cintanya yg sudah ia letakan disana.




Aku bukan menyerah ataupun berhenti berjuang. Aku hanya mundur, memberi jarak dan ruang dengan berada dibelakang.

~J_bOxxx~
 
Terakhir diubah:
Nggeeeeennggg!!!!

Konflik konflik konflik! Konflik teross enaknya kapan ini!

Makin complicated apa perasaan saya doang ini. Yok gimana feelnya? Syedihnya dapet ngga? Tonjok-tonjokannya lumayan ngga?

Kasih pendapat.

Tadinya mau di up setelah tahun baru, tapi kasian kalian harus nunggu setahun. Jadi ini gift buat tahun baru yaaaa!

Next year semoga lebih mantep lah buat kita semua! Jadi tahun yg lebih baik dari tahun ini.

Happy new year gaesss!!!!!
 
Bimabet
Nggeeeeennggg!!!!

Konflik konflik konflik! Konflik teross enaknya kapan ini!

Makin complicated apa perasaan saya doang ini. Yok gimana feelnya? Syedihnya dapet ngga? Tonjok-tonjokannya lumayan ngga?

Kasih pendapat.

Tadinya mau di up setelah tahun baru, tapi kasian kalian harus nunggu setahun. Jadi ini gift buat tahun baru yaaaa!

Next year semoga lebih mantep lah buat kita semua! Jadi tahun yg lebih baik dari tahun ini.

Happy new year gaesss!!!!!
Makasih hu atas pengertiannya...
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd