Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

LAST PROMISE [2019]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
“Lemah lo Zak, baru gitu doang lo udah capek. Sini lo, biar gue di bawah nih cewek, tuh lo prawani anus busuk kesukaan Deni!....” kata Zaki sambil dia mulai mengambil posisi di bawah tubuh si wanita, dan saat posisinya sudah nyaman, Felix mulai memasukkan penisnya ke dalam lubang memek si wanita.

Penis Felix yang nampak lebih besar dari penis kedua temannya, kini sudah setengah bagiannya masuk ke lubang memek si wanita.

“Zak buruan, tuh tinggal coblos!....” teriak Zaki yang mulai mendorong pantatnya memompa penis besarnya di dalam lubang memek si wanita.
Ada typo suhu, Zaki seharusnya Felix
 
Ahh masih penasatan sama geby

Ada short story kisah geby nya gak hu?
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Selanjutnya....



Tepat jam delapan malam, Tomi datang ke rumahku. Baru juga Tomi memarkirkan motornya, hujan turun begitu deras di sertai angin yang bertiup cukup kencang.

“Kampret, kanapa ini pakek hujan segala!.... Gagal deh acara malam ini....” keluh Tomi.

“Sudah, tuh kamu kunci dulu motor kamu. Kita naik mobil!....” ungkapku.

“Lo ada mobil?....” tanya Tomi.

“Ada, dah yuk!....” aku mengajak Tomi ke garasi mobil yang berada di samping rumahku.

“Nih garasi apa sorum mobil?.... Bejibun amat nih mobil!....” kesan pertama Tomi saat melihat isi garasi mobil keluargaku.

“Tuh mobil orangtuaku Tom, cuma nih mobilku!....” kataku sambil menunjuk mobil yang baru dua bulan ini di berikan Ayahku sebagai kado ulang tahunku.

“Lo tuh beneran kampret, nih mobil BMW i8, mobil semahal ini lo bilang cuma!....”




“Dah buruan masuk, dan kamu tunjukin kemana tujuan kita!....” pintaku yang sudah berada di dalam mobil.

Setelah Tomi masuk ke dalam mobilku, segera aku jalankan mobilku. Karena kondisi hujan, aku tidak terlalu dalam menekan gas mobilku, dan dengan petunjuk arah dari Tomi, dengan mudah aku menemukan tempat yang kami tuju.

Tempat yang kami tuju adalah sebuah mall 10 lantai, yang belum pernah aku kunjungi. Setelah memarkirkan mobil, Tomi segera mengajakku masuk ke dalam mall. Pacar dan teman-temannya sudah menunggu di dalam.

“Di mana tuh pacar dan teman kamu?....” tanyaku.

“Nih pacar gue baru balas pesan gue, dia nunggu di lantai empat....” jawab Tomi.

Sambil berjalan menuju lantai empat, aku cek HP ku yang tadi beberapa kali berbunyi saat aku masih di dalam mobil. Ada sekitar lima pesan, dan kebanyakan dari Amel, cuma satu pesan dari Ayu yang isi pesannya cuma menyapaku saja. Sedangkan pesan Amel, aku tidak membacanya. Bukannya aku marah atau benci dengan Amel, tapi aku ingin menghindarinya dulu, supaya aku bisa melupakan perasaanku yang salah padanya.

“Tuh mereka!....” kata Tomi, sambil menunjuk ke arah sekumpulan orang yang kebayakan mereka adalah wanita, dan saat aku mendekat ke arah mereka. Sebagian besar dari orang di kerumunan pergi ke arah lift, meninggalkan seorang wanita yang berdiri menatap ke arah kedatanganku dan Tomi.

“Lama amat sayang?....” sambut wanita yang sedari tadi seperti menunggu kedatangan kami.

“Iya nih beib, gara-gara ujan jadi telat. Untung nih sohib gue mau nganterin pakek mobilnya!....” jawab Tomi sambil memukul ringan punggungku.

“Oh iya, sampai lupa. Gue Evi, pacarnya Tomi!....” tutur wanita yang barusan ngobrol dengan Tomi, sambil dia mengulurkan tangannya mengajakku berkenalan.


Evi


“Brian!....” jawabku sambil menjabat tangannya.

“Ya dah, yuk cuz ke atas. Tuh yang lain dah duluan!....” ungkap Evi.

“Eh beib, mana nih teman lo yang mau di kenalin ke Brian?.... Kasihan nih anak orang kalau nanti di dalam cuma bengong sendirian....” kata Tomi.

“Ups, lupa gue, orangnya udah naik duluan sayang. Nanti di atas ja, gue kenalin. Sabar ya Brian ganteng!....”

“Duh, duh, jangan genit gitu beib, lo tuh dah ada gue!....”

“Gak usah cemburu gitu sayangku, semua yang ada di tubuh gue kan udah lo miliki!....”

Selesai ngobrol dengan Evi, Tomi mengajakku naik lift. Aku yang tidak tahu menau tentang tempat ini hanya mengikuti kemana mereka berdua membawaku.

“Tom, kita mau kemana?....” tanyaku saat masih di dalam lift.

“Kita pesta bro, di lantai delapan bangunan mall ini, ada tempat hiburan malamnya, tempatnya asik. Pokoknya lo harus coba!....” jawab Tomi.

Mendengar tempat hiburan malam, sudah terlalu biasa bagiku. Tempat mabuk, full musik, dan kalau udah teler, mau ngapain aja bebas. Sebelum aku pindah ke kota ini, hampir tiap malam aku ke tempat hiburan malam, ya apalagi kalau bukan untuk mabuk dan ngelupain sejenak kesedihanku waktu itu. Karena keseringan pulang malam dan mabuk, akhirnya Ibuku membawaku ke kota ini biar dia bisa merawatku secara langsung.

Tiba di lantai delapan, Tomi mengajakku menuju ruangan yang di depan pintu masuknya di jaga beberapa orang bertubuh tinggi besar, dengan mengenakan stelan baju berwarna hitam. Tepat di depan pintu, Tomi menyuruhku mengeluarkan KTP dan nunjukin ke orang berbaju hitam yang ada di depan pintu. Istilahnya, ada KTP lo silahkan masuk, gak ada KTP nge mall sono aja lo.

Setelah memeriksa KTP, semua barang yang aku bawa juga di periksa. Barulah saat semua selesai di periksa, kami bertiga di izinkan masuk, dan baru juga pintu di buka, suara musik yang cukup keras langsung menyambut kedatangan kami.

Ruangannya cukup luas, meja dan kursi di susun di bagian pinggir mengelilingi ruangan ini. Bagian tengah ruangan ini adalah tempat untuk orang yang suka menggoyangkan badannya. Ada juga satu panggung yang saat ini sedang di gunakan seorang DJ memutar musik untuk menghibur semua pengunjung.

“Bengong mulu lo tuh, sini ikut gue!....” Tomi mengajakku ke sekumpulan orang yang tadi sempat aku lihat waktu masih di bawah.

“Sayang, nih kenalin Hera teman gue!.....” kata Evi memperkenalkan temannya ke Tomi.

“Kok ke gue di kenalinnya beib, tuh kenalin ke Brian!.... Kan mereka yang mau kita comblangin....” ungkap Tomi.

“Kalau ama cowok yang satu ini gue gak perlu di comblangin juga mau. Dah ganteng, tubuhnya bagus, sempurna banget deh!....” puji Hera.

Mendapat pujian seperti itu, aku hanya tersenyum tanpa mengeluarkan satu katapun dari bibirku.

“Lihat orangnya doang lo dah klepek-klepek, gimana setelah lo tau dengan apa ni orang tadi bawa gue ke tempat ini. Bisa-bisa lo nempel terus gak mau lepas dari nih orang!....” ungkap Tomi sambil menunjuk-nunjuk ke arahku.

“Emang lo tadi kesini naik apa, sayangku?....” tanya Evi.

“Kan tadi gue dah bilang, beib. Gue tadi nih numpang mobilnya Brian!....”

“Oh, iya ya, maaf sayang, lupa gue!....”

“Tom, toilet di sebelah mana yah?.... kebelet nih!....” kataku sambil clingak-clinguk mencari pintu toilet.

“Ngapain juga ke toilet, tuh ada cewek!.... Sono lo naik ke lantai atas, ada banyak kamar yang bisa lo sewa!....”

“Ngeres otak kamu Tom, nih kebelet kecing!.....”

“Oh, hehehe.... Ya dah tuh lo belakang bartender, di sono jalan ke toiletnya. Buruan ngacir, daripada lo ngompol di mari, repot ntar, hehehehe!....”

Sambil tersenyum kecut, aku berjalan ke arah toilet yang di tunjukkan Tomi. Toilet pria dan wanita di buat terpisah di tempat ini, padahal di kota asalku, di tempat hiburan malam seperti ini, toiletnya di campur.

Di dalam toilet pria, segera aku selesaikan hajat kecilku. Setelah selesai, dengan santai aku berjalan keluar toilet. Baru keluar toilet, aku melihat pemandangan yang sebenarnya sudah terlalu biasa aku melihat. Namun akhir-akhir ini ada perasaan lain yang aku rasa saat melihat semua ini.

Amel dan pacarnya berada di tempat yang tidak jauh dari tempat Tomi. Selain Amel dan pacarnya, di tempat itu juga ada beberapa orang yang aku yakin mereka temannya Amel dan pacarnya.

“Lama banget bro, kencing apa coli lo barusan?....” tanya Tomi yang baru melihat kedatanganku.

“Tuh air kencingku masih di toilet, sono kamu lihat sekalian lo siram!....” jawabku sambil duduk di bangku kosong yang bentuknya mirip sofa.

“Gimana, lo suka gak ama Hera?.... Cantik dan tuh lo lihat bentuk tubuhnya, Evi aja lewat!....” ungkap Tomi yang ikut duduk di sampingku, sedang wanita yang sedang di bicarakan, dia sedang berada di lantai dansa, bergoyang mengikuti alunan musik.

“Kamu ambil deh Tom, tuh cewek terlalu agresif bagiku!....”

“Bisa aja tuh alasan lo bro!.... Bilang aja lo ngarep tuh cewek yang gi duduk ama cowoknya, ya kan?....” tanya Tomi sambil menunjuk ke arah Amel.

“Ngapain berharap ke pacar orang Tom, aku memang lebih suka cewek yang kalem, bukan yang agresif!....”

“Kalem, yang bisa bikin lo sange secara diam-diam ya, hohohoho, bukannya tuh kriteria ada di dua cewek teman dekat lo, si Amel dan Ayu!.....”

“Itu cuma kebetulan Tom!....”

“Gak ada yang kebetulan di dunia ini bro, semua tuh dah takdir!.....”

“Ya aku percaya sama omongan kamu Tom....”

“Lo mau minum apa atau lo mau makan?....”

“Aku balik aja Tom, gak tau kenapa perasaanku gak enak rasanya!....”

“Hahahaha..... Tuh namanya lo cemburu lihat Amel sama cowomnya, dan gue ngerti kok gimana gak enaknya rasa cemburu, karena gue juga pernah ngrasain....” ungkap Tomi sambil memukul ringan bahuku. “Ya udah, lo balik duluan sono, gak tega gue lihat muka masam lo!.... Tar biar gue balik sama Evi, oh iya, nih kunci motor gue, nitip besok bawain ke sekolah!....” imbuh Tomi sambil melempar kunci motornya.

“Hei, Brian!.... Lo mau kemana?....” tanya Evi yang kembali ke tempat duduknya setelah tadi bergoyang dengan hebohnya.

Sejenak langkahku terhenti. “Aku mau balik dulu Vi, baru keinget kalau ada urusan yang harus aku beresin malam ini!....”

“Buru-buru amat, padahal lo belum kenalan langsung tuh ama Hera!....”

“Lain kali aja Vi, masih ada banyak waktu. Lagian tuh, si Hera juga sedang asik nikmatin musik!....”

“Ya udah, gue tunggu tuh lain kalinya!....” ujar Evi, sebelum aku benar-benar berjalan keluar cafe tempat yang baru aku kunjungi.

~•°•~​

“Haahh.....” nafasku terasa begitu berat saat aku sudah berada di dalam mobilku.

Gak, aku gak cemburu!.... Brian, ingat siapa kamu dan siapa Amel. Kalian tuh berteman, dan ingat juga kalau Amel tuh dah bahagia sama pacarnya.

Dengan pikiranku yang semakin tidak karuan, aku segera memacu mobilku secepat mungkin ke arah rumah. Jalanan malam yang tidak terlalu padat, membuatku leluasa menikmati kecepatan mobilku. Aku tidak ingat berapa rambu lalu lintas yang aku terobos sebelum aku sampai di rumahku. Gak ada polisi yang mengejarku, namun besok aku yakin ada surat tilang yang di kirimkan padaku.

“Bugh!.....” bunyi tubuhku yang aku banting ke kasur kamarku.

Sambil menutup wajahku dengan bantal, aku mencoba menutup mataku. Beberapa kali HP ku berbunyi, tapi aku tidak mempedulikannya. Ibu, dan adikku tadi sempat heran saat melihatku pulang cepat, namun aku mencoba bersikap wajar di hadapan mereka.


~•°•~​


Chapter III.



Pov 3rd.



Seorang wanita yang berjalan sempoyongan karena efek minuman keras yang baru di minum, terlihat masuk ke dalam salah satu ruang hotel. Bersamanya ada seorang lelaki yang dengan gagahnya membantunya berjalan, dan tanpa sepengetahuan si wanita, di dalam kamar hotel sudah ada dua lelaki yang menantikan kedatangannya.

“Daging segar nih!....” seru seorang lelaki yang melihat si wanita masuk bersama seorang lelaki.

“Kalo dapat ginian, selain utang lo gue anggap lunas, gue kasih lo uang tambahan, asal tuh cewek bebas gue pakek asal-asalan!....” kata lelaki yang baru keluar dari kamar mandi, dan sekarang berdiri tepat di depan wanita yang masih sedikit sadar meski dalam pengaruh minuman keras.

“Silahkan kalian pakek asal-asalan, yang penting utang gue lunas. Sekalian kita pakek bertiga nih cewek!....” kata lelaki yang baru masuk bersama dengan si wanita, dan dengan begitu kasar dia mendorong tubuh wanita di sampingnya, sampai terlempar ke atas tempat tidur.

Bukannya mengaduh karena tubuhnya baru terbanting ke atas tempat tidur, si wanita justru terlihat menggeliat liat di atas tempat tidur seperti cacing kepanasan.

“He Felix, lo kasih apa nih cewek, kok aneh gitu geraknya?....” tanya lelaki yang masih dengan santainya duduk di ranjang bersebelahan dengan si wanita.

“Deni, Deni, kayak lo baru kenal nih si Felix, tuh cewek pasti dah di cekokin banyak obat!....” tutur lelaki yang kini duduk di kursi dengan hanya handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya.

“He Felix, apa benar lo dah nyekokin nih wanita dengan obat-obatan seperti kata Zaki barusan?....” tanya Deni.

“Cuma gue kasih obat perangsang doang tuh cewek!....” jawab lelaki yang bernama Felix.

“Bajingan lo emang, selain teler, nih cewek juga sange!....” ujar Deni sambil mulai meraba payudara ranum wanita yang semakin hilang kesadarannya karena pengaruh minuman dan obat yang sudah masuk ke tubuhnya.

“Minggir lo Den, gue yang pertama!....” seru Zaki yang merasa memiliki si wanita, karena Felix yang nyerahin tubuh si wanita untuk membayar hutang-hutangnya pada Zaki.

Deni yang hanya penikmatpun menyingkir dari tempat tidur, dan dia hanya duduk di tempat yang baru di tinggal Zaki.

Zaki yang sudah begitu bernafsu, segera membuka seluruh baju dan celana yang di kenakan si wanita. CD dan BH si wanita juga di buka, dan dengan sembarangan Zaki membuang CD dan BH si wanita.

“Sempurna bener nih tubuh cewek lo Lix, toketnya montok bener, dan nih memek juga mulus. Bisa ngaceng sampek pagi nih gue!....” ungkap Zaki yang begitu mengagumi tubuh telanjang si wanita.

“Udah, buruan lo sodok tuh memek, kasihan tuh si Deni, dah sange sampei ubun-ubun....” tutur Felix.

Sambil menyeringai, Zaki membuka lilitan handuk yang dia kenakan. Penisnya yang berukuran sedang, terlihat sudah tegak berdiri menghiasi selangkangannya.

Zaki mulai memposisikan dirinya di selangkangan si wanita. Dengan kasar Zaki menarik tubuh si wanita sampai berada di pinggiran tempat tidur. Di angkatnya kedua kaki si wanita dan di sandarkan ke bahunya. Zaki yang berdiri di pinggiran tempat tidur, segera memegang penisnya dan perlahan mengarahkan ke belahan memek si wanita. Sedikit demi sedikit, penis Zaki mulai masuk ke belahan memek si wanita.

“Ehmmm....aahhhh....” desah lirih si wanita, saat seluruh penis Zaki tertanam sepenuhnya ke dalam lubang memeknya.

“Anjing, sempit banget nih memek cewek lo Lix!....” ungkap Zaki yang mulai menggerakkan pinggangnya, dan terlihat penisnya begitu lancar keluar masuk lubang si wanita.

Zaki semakin mempercepat keluar masuk penisnya di dalam lobang memek si wanita. Kedua tangan Zaki juga gak tinggal diam, dengan kasarnya, kedua tangan Zaki meremas-remas kedua payudara ranum si wanita.

“Bangke nih memek cewek, kontol gue terasa di sedot-sedot!....” racau Zaki yang sepertinya hampir mencapai puncak kenikmatannya.

“Oohhhhh..... Perek, nih terima pejuh gue!.....” desah Zaki saat dia mencabut penisnya dari lubang memek si wanita, dan dengan beberapa kocokan ke penisnya, Zaki menyemburkan sperma yang begitu banyak ke arah wajah si wanita.

“Nih, giliran kalian, gue mau rehat dulu!....” kata Zaki sambil berjalan ke arah sofa yang ada di dalam kamar dengan keadaan telanjang.

Terlihat Deni mulai melucuti seluruh pakaiannya, hingga dia benar-benar telanjang. Felix yang terlihat semakin bernafsu saat melihat permainan Zaki, diapun mulai bertelanjang dan berdiri di samping Deni.

“Gue perawani juga tuh anus cewek lo!....” tutur Deni.

“Ambil Deh, gue jijik ama anus!....” timpal Felix.

“Tapi gue icip dulu memek polos tuh cewek!....” ungkap Deni yang dengan entengnya mengangkat tubuh si wanita ke bagian atas ranjang, dan begitu saja dia menimpa tubuh telanjang si wanita.

Dengan penuh nafsu, Deni mulai mencium bibir si wanita, sedangkan penisnya mulai dia arahkan ke belahan memek si wanita dengan bantuan tangan kanannya. Penis Deni yang terlihat seukuran dengan penis Zaki, perlahan mulai dia dorong masuk ke belahan memek si wanita.

Dengan begitu mudah, penis Deni menerobos masuk memek si wanita yang sudah begitu basah karena efek obat perangsang yang sudah masuk ke tubuhnya.

“Anjing, beneran sempit!....” ungkap Deni, dan dengan posisi menindih tubuh si wanita, Deni mulai mengeluar masukkan penisnya di lobang memek si wanita dengan begitu kasar. Deni semakin mengerang kenikmatan saat penisnya menikmati betapa sempit dan nikmatnya lobang memek si wanita.

“Ini lebih enak dari memek perek yang sering gue sewa. Bangkek, gue mau ngecrit, nikmat Anjing!....” racau Deni sambil meremasi payudara si wanita.

Bersamaan dengan Deni yang hampir mencapai puncak kenikmatan. Tubuh si wanita terlihat mengejang dan menggeliat. Dari lipatan memek si wanita yang terlihat memereh setelah Deni mengeluarkan penisnya, terlihat mengalir cairan bening.

“Aaaaakkkhhhhh....” sambil mengocok penisnya, Deni menyemburkan sperma kentalnya di perut rata si wanita.

“Bangke, gue kalah sama memeknya!....” tutur Deni. “Zak, tuh loh prawani deh anusnya, gue jamin cepat ngecrot lo nanti!...” kata Deni, sambil dia terduduk di tepian tempat tidur.

“Nanti dulu, gue masih capek!.... Biar tuh si Felix nikmatin memek ceweknya dulu!....” ujar Zaki.

“Lemah lo Zak, baru gitu doang lo udah capek. Sini lo, biar gue di bawah nih cewek, tuh lo prawani anus busuk kesukaan Deni!....” kata Felix sambil dia mulai mengambil posisi di bawah tubuh si wanita, dan saat posisinya sudah nyaman, Felix mulai memasukkan penisnya ke dalam lubang memek si wanita.

Penis Felix yang nampak lebih besar dari penis kedua temannya, kini sudah setengah bagiannya masuk ke lubang memek si wanita.

“Zak buruan, tuh tinggal coblos!....” teriak Zaki yang mulai mendorong pantatnya memompa penis besarnya di dalam lubang memek si wanita.

Dengan tersenyum, Zaki mulai naik ke atas ranjang, terlihat Zaki melumuri kepala penisnya dengan ludahnya sendiri, dan perlahan dia mulai mengarahkan penisnya ke lubang anus si wanita.

Kepala penis Zaki mulai masuk ke lubang anus si wanita. Terlihat bercak merah di pinggiran lubang anus si wanita yang baru di ambil keperawanannya oleh Zaki.

“Uuhhhhh, gila, sempit banget nih lubang!....” erangan Zaki yang terus mendorong penisnya semakin dalam memasuki lubang anus si wanita.

Penis Felix yang berada di lubang memek si wanita, merasakan semakin sempit dan semakin nikmatnya lubang memek si wanita.

Zaki terus berusaha menekan penisnya, dan dengan sekali dorongan yang cukup kuat, penis Zaki sepenuhnya terbenam ke dalam lubang anus si wanita.

Felix dan Zaki sama-sama mendiamkan penisnya sejenak di kedua lubang si wanita. Nampak dengan jelas mereka berdua begitu merasakan kenikmatan.

“Sakit!....” terdengar suara lirih keluar dari mulut si wanita yang mulai tersadar dari pengaruh obat perangsang yang tadi masuk ke tubuhnya.

“Sabar sayang, sebentar lagi lo juga bakal ngrasain kenikmatan!....” bisik Felix ke si wanita.

Setelah beberapa saat terdiam, Zaki mulai menarik keluar masuk penisnya di lubang anus si wanita. Felix yang menikmati memek si wanita, hanya sesekali menggerakkan penisnya, namun dia tetap merasakan kenikmatan memek si wanita.

Sekitar lima menit menyetubuhi anus si wanita, Zaki mulai merasakan cairan kenikmatan sudah berada di ujung batang penisnya. “Pantat perawan memang, Aaaahhhhh.......” desah panjang Zaki saat dia mencapai puncak kenikmatan, spermanya menyembur di dalam lubang anus si wanita.

Setelah puas, Zaki segera mencabut penisnya dari lubang anus si wanita. Terlihat dari anus si wanita yang memerah, mengalir cairan putih kental yang bercampur dengan darah dari bibir anus si wanita.

Zaki yang sudah lemas, segera duduk di sofa sambil mengatur nafasnya. Felix yang belum mencapai puncak kenikmatan, segera membalik tubuh si wanita. Setelah mengangkangkan paha si wanita, Felix kembali menghujamkan penisnya ke memek si wanita. Dengan begitu kasar, Felix memompa penisnya keluar masuk lubang memek si wanita.

“Gue hamilin lo, ahhhhhh....!....” desah panjang Felix, saat dia menyemburkan cairan spermanya di dalam memek si wanita. Seketika itu juga,tubuh Felix roboh menimpa si wanita.

“Memek lo memang paling nikmat sayang!....” bisik Felix ke si wanita, sebelum akhirnya dia mencabut penisnya dari memek sempit yang baru di nikmatinya.

“Tuh Den, lo pilih mau lubang yang mana!....” ucap Felix yang sudah turun dari tempat tidur dan mulai memakei bajunya.

“Terus lo mau kemana?....” tanya Deni yang mulai bangkit dari duduknya.

“Gue mau ke bawah bentar, beli minum, haus gue!....” jawab Felix.

“Gue ikut, sekalian mau beli makan!....” ujar Zaki, dan dengan cepat dia memakai bajunya.

Setelah kepergian dua temannya, kini di dalam kamar tinggal Deni dan si wanita yang dari mulutnya terdengar rintihan lirih.

Sambil senyum layaknya seorang iblis, Deni mulai menyobek selimut yang ada di dalam kamar, dan dengan sobekan selimut, Deni mengikat kedua tangan si wanita ke tepian tempat tidur, hingga yang terlihat kini si wanita terlentang dengan tubuh telanjangnya.

Baru selesai mengikat tangan si wanita, Deni mendengar suara HP berbunyi dari dalam tas yang ada di meja. Tas hitam kecil yang pasti itu tas milik si wanita.

“Nih, teman lo telpon!....” kata Deni sambil mendekatkan HP yang baru dia ambil dari dalam tas.

“Nih lo ngomong, tapi sebentar saja!....” kembaki Deni berkata seraya menggerakkan tubuhnya di antara dua paha si wanita.

“T.too..loo..ng... Aaakkggrrr!....” belum sempat si wanita menyelesaikan kata-katanya, Deni dengan begitu kasar menjambak rambutnya dan melempar dengan begitu keras HP si wanita ke dinding kamar.

“Bangkek, napa lo minta tolong, nih lo nikmatin kontol gue!....” kata Deni yang segera memposisikan tubuhnya lebih dekat ke selangkangan si wanita, dan dengan begitu kasar karena nafsu yang semakin memuncak, Deni mulai menghujamkan penisnya ke lubang anus si wanita.


~•°•~

Chapter IV.



Pov Brian



“Brian bangun dong!....” suara wanita terdengar di telingaku, dan aku merasa ada yang menggoyang-goyang tubuhku.

Aku membuka mataku, dan terlihat Ayu di samping tempat tidurku. Lampu kamarku masih nyala, dan aku belum melihat cahaya masuk dari arah luar kamarku.

“Hoooaahhmmmm.... Apa sih Yu, pagi-pagi gini dah bangunin aku, lagian hari ini kan minggu, kita gak sekolah!....”

“Pagi apanya, ini masih tengah malam!....”

“Dah ngerti malam, ngapain kamu bangunin aku?.... Dah kamu pulang sono, aku mau lanjut tidur!....” kataku sambil mencoba kembali memejamkan mataku.

“Brian, lo gak boleh tidur lagi, pokoknya lo harus bangun dan temanin gue cari Amel. Tuh anak belum pulang sampai jam segini!.....”

“Palingan dia juga lagi sama pacarnya, tadi aku ketemu mereka!....”

“Brian, ini tuh dah jam satu dini hari, mana mungkin dia sama pacarnya!.... Dan lagi, tadi waktu aku hubungin Amel, dia terdengar merintih dan meminta tolong, dan setelah itu nomor Amel gak aktif!.....”

Mendengar perkataan Ayu, membuatku seketika bangkit dari tduranku. “Kamu jangan bercanda Yu, itu gak lucu!....” kataku.

“Gue tuh serius, gak bercanda!.... Pokoknya, kita cari Amel sekarang, dan tadi lo ngelihat Amel di mana?....” tanya Ayu.

Mendengar pertanyaan Ayu, aku langsung teringat cafe yang tadi aku kunjungi. Degan cepat aku mengambil HP dan menghubungi Tomi, yang aku harap dia masih di cafe yang tadi aku kunjungi.

“Tom, kamu masih di cafe?....” tanyaku dengan suara keras saat Tomi menjawab panggilan teleponku.

“Kampret lo tuh, bikin kaget!.... Iya gue masih di cafe, tepatnya di hotel yang ada di atasnya cafe. Lo mau balik ke sini?....”

“Tom, kamu tadi lihat Amel gak?....”

“Gue kira lo mau apa, ternyata mau nanyain tuh cewek. Ya, tadi gue lihat, tuh cewek ngamar ma cowoknya di mari kok. Mereka tadi masuk ke kamar no 5!....” tutur Tomi.

“Ok Tom, makasih!....” jawabku sambil mematikan panggilan telepon ke Tomi.

Tubuhku terasa panas, dadakupun terasa sesak setelah mendengar informasi Tomi. Namun dari cerita Ayu, aku merasa ada yang tidak beres. Kenapa juga Amel meminta tolong, bukannya dia bersama pacarnya, dan aku yakin ini bukan pertama kalinya dia menginap di hotel dengan pacarnya.

“Aku tau di mana Amel!....” kataku ke Ayu yang terus menerus memperhatikanku.

“Ya sudah, kita ke sana!....”

Tanpa berlama-lama, aku turun dari tempat tidur dan segera berjalan keluar kamarku. Di luar kamarku ada Ibuku yang berdiri di depan pintu kamarku.

“Hati-hati, cepat bawa Amel pulang!....” kata Ibu yang sepertinya mendengar semua yang tadi aku dan Ayu bicarakan di kamarku.

“Iya Bu!....” jawabku singkat, dan dengan Ayu di belakangku, aku berjalan ke arah garasi untuk mengambil mobilku.

Setelah aku dan Ayu masuk ke dalam mobil, segera aku pacu mobilku ke arah cafe. Di jalan malam yang sangat sepi, mobilku aku pacu dengan kecepatan penuh. Suara raungan knalpot mobilku terasa memecah kesunyian malam.

~•°•~​

“Buruan Yu!....” ajakku ke Ayu saat sudah sampai di tujuanku.

Mall sudah tutup, namun tempat ini masih ramai pengunjung. Segera aku menuju lift, lantai sembilan menjadi tujuanku. Baru aku dan Ayu masuk di dalam lift, ada dua orang yang ikut masuk lift. Dua orang cowok yang salah satunya aku kenal, masuk ke dalam lift.

“Diakan pacarnya Amel!....” bisik Ayu yang menyadari siapa cowok yang ada di depannya.

Lift ini cukup gelap, sehingga keberadaanku dan Ayu yang di kenal pacar Amel tidak dia ketahui.

“Si Deni pasti dah bikin cewek lo pingsan, tadi waktu kita gangbang ja tuh cewek lo dah hampir pingsan!....”

“Biarin pingsan, nanti tinggal di siram air, terus kita pakek sampek pagi. Belum puas gue ngentotin memek tuh cewek!....”

“Hehehehe!.... Tapi tuh cewek lo bro, rela juga lo bagi-bagi lobang ceweklo ke kita-kita!....”

“Cewek bodoh gitu, setelah ini juga bakal gue tinggal. Masak gue pacaran ama bekas kalian!....”

“Anjing bener lo tuh, tapi gue suka. Kita nikmatin tuh cewek sebelum lo buang, sekalian kita bikin rusak ja tuh semua lubang cewek!....”

“Ya tuh tujuan gue nih beli botol, gue mau masukin ke memek sama anusnya, biar rusak tuh lobang cewek tolol, hahahaha....”

Biarpun cuma berbisik, aku begitu jelas mendengar perkataan mereka yang telah sepenuhnya membangkitkan amarah di tubuhku.

“Tom, buruan kamu keluar kamar, aku butuh bantuan!....” pesanku singkat yang aku kirim ke Tomi.

Tak lama, lift yang begitu lambat bergerak sampai di lantai 9. Saat pintu lift terbuka, aku bisa melihat kilauan air mata di ujung mata Ayu yang sepertinya dia juga mendengar perkataan dua lelaki tadi.

Begitu keluar lift, aku memposisikan diri di depan Ayu untuk membuatnya terlindung di belakangku. Lorong dengan banyak pintu di kanan dan kirinya, menyambut ke datanganku.

Dua orang lelaki masih berjalan di depanku. Sedikit aku mempercepat langkah kakiku, dan setelah tanganku mampu menjangkau pacar Amel di depanku, segera aku tarik punggungnya yang seketika membuatnya menoleh ke arahku. Belum sempat dia berkata, sebuah upercut tangan kananku, sudah mengarah tepat ke arah hidungnya yang seketika membuat hidungnya berdarah dan dia terlihat begitu kesakitan.

“Bangsat, lo apain teman gue?....” kata pria yang satunya sambil mencoba memukulku. Namun belum juga memukulku, tangannya sudah tertangkap oleh tangan orang yang berdiri di belakangnya.

“Hohoho, satu lawan satu bro!....” ungkap Tomi yang datang tepat waktu.

Tomi memutar tangan pria itu ke belakang, dan dengan postur tubuh yang lebih besar, tanpa ke susahan Tomi mendorong pria yang di pegangnya sampai kepala pria itu terbentur ke tembok yang seketika membuatnya limbung dan jatuh.

“Felix, gue gak nyangka lo tuh se jahat itu ke sahabat gue!....” kata Ayu yang muncul dari balik tubuhku dan menatap Felix dengan pandangan yang begitu dingin. Sedangkan Felix, dia terlihat begitu terkejut saat melihat kemunculan Ayu.

Felix hanya diam, aku melihatnya seperti pencuri yang ketangkap basah, dan sedang mencoba untuk kabur. Benar saja, sesaat kemudian Felix mencoba membalikkan badan, namun aku yang melihatnya mencoba kabur, kembali aku menariknya dan dengan sepenuh tenaga aku memukul perutnya yang seketika membuat Felix memekik dan jatuh dengan posisi memegangi perutnya.

“Tom, kamu awasi mereka berdua, aku mau urus satu lagi yang ada di dalam!....” kataku ke Tomi, yang di jawabnya dengan anggukan kepala.

“Yu, lebih baik kamu di sini dulu!....” pintaku ke Ayu.

“Aku ikut ke dalam!....” jawab Ayu.

“Sudah Yu, lo di sini, biar Brian beresin dulu yang di dalam!....” kata Tomi yang akhirnya membuat Ayu nurut menunggu di luar.

Kamar nomor lima, segera aku membuka pintu yang ternyata tidak di kunci. Setelah aku masuk, kembali aku tutup pintunya. Dari depan pintu, aku melihat pemandangan yang semakin membuatku emosi.

Seorang pria dalam keadaan telanjang bulat dengan kasar menghujamkan alat kelaminnya ke anus wanita yang juga sama-sama telanjang. Namun terlihat wanita itu sudah tidak berdaya. Tubuhnya terkulai lemas, dengan kedua tangan di ikat ke kanan dan kiri tempat tidur.

“Amel!....” kataku yang membuat pria itu menoleh ke arahku.

“He, siapa lo?....” tanya pria itu masih sambil menggoyangkan pinggangnya.

“Bangsat!.....” teriakku begitu lantang sambil aku mengarahkan tendangn ke arah tubuh pria yang masih saja mencari kenikmatan.

“BUGH!....” bunyi tubuhnya yang terlempar setelah aku menendangnya.

Pria itu mengaduh sambil memegangi bagian samping pinggangnya yang baru aku tendang. Aku yang sudah terbakar emosi, kembai menendang pria itu dengan sekuat tenaga yang membuat tubuh pria itu terlempar membentur dinding.

Melihat pria itu yang masih sadar, aku berjalan mendekatinya, dan tanpa peduli rintihannya aku menjambak dan menarik rambutnya yang membuat tubuhnya terserat. Tepat di depan pintu, aku membuka pintu dan melempar pria yang barusan aku seret ke luar kamar dengan keadaan telanjang, dan setelahnya kembali aku masuk ke dalam kamar.

Aku tidak lagi sanggup menahan air mataku saat melihat kondisi Amel. Wajahnya penuh cairan sperma yang mulai mengering, di tubuhnya aku juga melihat cairan sperma, dan yang semakin membuatku begitu tidak tega melihat kondisi Amel adalah lelehan sperma kental di vagina dan anus Amel. Bahkan di anus Amel ada cairan yang berwarna merah, yang aku yakin itu cairan darah.

Dengan cepat aku melepas ikatan tangan Amel, baju Amel yang di lempar sembarangan juga aku kumpulkan dan segera aku gunakan untuk menutup tubuh Amel. Tubuh Amel masih tidak merespon sentuhanku, panggilankupun tidak dia jawab. Aku semakin kawatir dengan kondisi Amel.

Dengan kedua tanganku, aku menggendong tubuh Amel. Saat di luar kamar, Ayu menanyaiku tentang kondisi Amel, namun aku tidak menjawabnya, aku hanya fokus menggendong Amel dan secepatnya membawanya ke rumah sakit.

Di luar kamar, aku tadi juga sempat melihat tiga orang tadi di kumpulin jadi satu oleh Tomi, dan saat aku sudah di dalam lift, Ayu, Tomi dan Evi yang ternyata sudah berada di luar kamar, ikut naik ke lift.

Tomi membantuku menahan tubuh Amel, sedangkan Evi terlihat menenangkan Ayu yang masih terus menangis. Tiga pria tadi kita tinggal begitu saja, karena aku tidak peduli juga dengan mereka.

Saat keluar dari lift dan menuju parkiran, banyak orang yang melihat ke arah kami, namun kami tidak mempedulikannya.

Sampai di mobil, aku segera menaruh tubuh Amel di tempat duduk mobilku setelah terlebih dahulu Tomi membuat rebah kursi mobilku. Ayu dan Tomi ikut mobil Evi, sedangkan mobilku yang hanya muat dua orang, aku naiki dengan Amel yang masih tidak sadarkan diri.

~•°•~​

Tak jauh dari cafe, di pinggir jalan aku melihat ada klinik 24jam. Segera mobil aku hentikan, dan dengan cepat aku menggendong tubuh Amel ke dalam klinik. Seorang perawat wanita menyambutku, dan menyuruhku meletakkan tubuh Amel di tempat tidur yang berada di ruang perawatan. Tak lama seorang dokter wanita masuk ke ruang perawatan dan perawat tadi menyuruhku menunggu di luar ruangan.

Di sebuah bangku tempat menunggu, aku duduk sambil menunggu hasil pemeriksaan Amel dengan sangat cemas. Dari pintu masuk klinik, aku melihat Ayu berlari ke arahku, di belakangnya ada Tomi dan Evi yang berjalan mengikutinya.

“Brian, Amel, gimana kondisi Amel?....” tanya Ayu begitu sudah berdiri di depanku dengan nafasnya yang terengah-engah.

Bersamaan dengan Ayu selesai bertanya, dokter yang memeriksa Amel keluar dari ruang perawatan dengan ekspresi wajah begitu datar.

“Dokter, gimana keadaan teman aku?....” tanyaku.

“Dia secara fisik tidak apa-apa, dia cuma kelelahan dan dehidrasi. Tapi secara psikis, dia sedikit mengalami trauma. Kalau boleh tau, sebenarnya apa yang terjadi, dan saya juga melihat ada bekas cairan aneh di wajah teman kamu itu?....” tanya dokter padaku.

“Yu, kamu ke dalam temani Amel, ada yang harus aku bicarakan dengan dengan Bu Dokter!....” pintaku ke Ayu, dan seketika Ayu masuk ke dalam ruangan rawat. Sedangkan Tomi dan Evi, mereka duduk di tempat tunggu pasien yang tadi aku tempati.

Di dalam ruang dokter, aku menjelaskan semua yang terjadi ke Ayu menurut apa yang aku lihat. Aku ceritakan semua ke Dokter, yang kini terlihat ekspresinya berubah setelah mendengar seluruh ceritaku. Tidak heran seorang wanita marah saat dengar ada wanita yang kehormatannya di lecehkan.

“Kamu menyayangi perempuan itu?....”

“Sejak pertama berbicara dengannya, dia sudah berhasil mencuri perhatianku. Mungkin sejak itu aku mulai menyukainya!....”

“Bahkan setelah kamu tahu semua yang terjadi dengannya, kamu akan tetap menyayanginya?....”

“Tidak ada alasan aku membencinya, aku justru semakin menyayanginya dan ingin terus menjaganya!....”

“Padahal dengan penampilan dan kepribadian kamu, akan banyak wanita di luar sana yang lebih baik, yang akan jatuh hati denganmu. Beruntung wanita itu memiliki kamu yang begitu menyayanginya!....”

Sekitar 15menit aku berbicara dengan dokter yang berjaga di klinik ini, sampai kini akhirnya aku berada di ruangan dimana Amel di rawat.

Amel sudah sadar, nampak Ayu baru membersihkan wajah Amel dengan kain yang di berikan perawat. Melihat kedatanganku, Amel terlihat membuang muka dengan ekspresi kesedihannya.

“Dengan kamu membuang muka seperti itu, kamu justru membuatku kecewa Mel!...." ujarku, namun Amel masih belum mau melihat ke arahku.

Aku melihat ke Ayu sambil tersenyum. Senyumanku seperti membuat Ayu mengerti akan mauku. Dia berdiri dari tempat duduk dan berjalan keluar ruangan meninggalkanku berdua dengan Amel.

“Apa tembok lebih menarik untuk kamu lihat daripada melihatku?....” tanyaku seraya aku duduk di kursi yang barusan di duduki Ayu.

“Brian, aku tuh cewek kotor, aku tuh menjijikkan, dan lagi aku dah bikin kamu kecewa!....”

“Apapun yang terjadi ke kamu, aku tetap menyayangimu Mel!....”

“Kamu jangan bodoh terus menyayangiku, aku dah rusak, Brian. Masih banyak cewek di luar sana yang lebih baik dariku, yang lebih sempurna dariku!....” tutur Amel yang masih membuang muka di hadapanku.

Dengan lembut, aku memegang tangan kanan Amel. “Aku memang bodoh Mel, aku memang bodoh kalau melepaskan orang yang aku sayangi, dan kamu harus tau kalau kamulah orang yang aku sayangi....”

Perlahan Amel menoleh melihat ke arahku. Air matanya terlihat menetes membasahi pipinya. Bibirnya yang masih pucat, perlahan bergerak membentuk sebuah senyuman.

“Ma.aaffin..a.akkuu..ya.yang..b.bod.doh..in.ni!....” dengan tangis sesenggukan, Amel bicara padaku.

Tak tega aku melihat orang yang aku sayangi menangis. Dengan tanganku, aku menyeka air mata Amel, dan setelahnya aku mengecup keningnya yang membuat Amel terlihat lebih tenang.

“Duh, dah main nyosor lo tuh bro!.... Ingat tuh cewek lom sehat, dan di sosor saja!....” kata Tomi yang membuatku terkejut.

Tanpa sepengetahuanku, Tomi, Evi dan Ayu ternyata sudah masuk ke dalam ruangan. Mengetahui kehadiran mereka, seketika membuat wajah Amel merona merah dan terlihat malu-malu.

“Gue bangga ama elo bro!....” ungkap Tomi yang merangkulku dari belakang.

“Gagal deh gue bikin lo jadi cowok ke dua gue!....” ujar Ayu yang aku tau dia cuma bercanda.

“Beruntung lo sist, bisa dapetin cowok se sempurna Brian!....” kata Evi yang terlihat kalau baik Evi maupun Amel mereka belum saling mengenal.

Mendengar perkataan tiga orang yang kini berdiri berjajar di sampingku, membuat wajah Amel semakin merona merah, dan tanganku yang tadi menggenggam tangannya, kini justru tanganku yang di genggam Amel dengan begitu erat.

Senyum di wajah Amel yang tengah di landa rasa malu karena perkataan orang-orang di sekitarnya. Membuatku ikut tersenyum bahagia, dan senyum kebahagiaan Amel, itulah yang akan slalu aku jaga.


~•°•~​


Chapter V.



Pov Brian.



Satu tahun telah berlalu sejak peristiwa malam kelam yang di alami Amel. Kini aku dan Amel telah resmi berpacaran, dan kami begitu bahagia. Peristiwa malam itu terasa sudah terlupakan, bahkan tiga orang yang malam itu memperkosa Amel, berkat Ayah kandungku yang seorang pengacara kondang, mereka bertiga resmi masuk penjara dengan hukuman yang sangat setimpal dengan perbuatannya.

Hubunganku dan Amel terasa semakin lengkap saat kita berdua lulus SMA, baik orangtuaku maupun orangtua Amel, mereka sama-sama merestui hubungan kami sebagai kado kelulusan.

“Yang, nih undangan Tomi, barusan di berikan Tomi padaku!....” kata Amel padaku yang sedang tiduran di tempat tidur.

“Mereka udah pada datang ya?....” tanyaku.

“Tuh, dah pada nunggu di bawah....” jawabnya.

“Kemarin baru juga kita kirim undangan, tuh anak malah balas ngasih undangan!....” kataku.

“Hihihi, habisnya kalian berdua tuh sama, eh bertiga deh, kan Ayu juga!....”

“Sama apa nih maksutnya?....”

“Ya ini, sama-sama hobi telat cabut!....”

“Oh, hehehehe, habisnya keluar di dalam tuh enak, sayangku!....” ungkapku sambil sedikit menarik tubuh Amel untuk ikut rebahan di sampingku.

“Bikinnya barengan, jadinya barengan, nikahnya juga hampir barengan!.... Persahabatan kita ber enam ini memang aneh, baru lulus SMA, ijasah belum keluar, eh dah ijab sah satu bulan lagi. Mana ini perut dah isi satu bulan!....”

“Kamu nyesal ya di takdirkan nikah muda dengan aku?....”

“Hanya orang bodoh yang menyesal. Yang ada aku justru bahagia bisa selamanya dengan kamu, orang yang sangat aku sayangi!....”

Mendengar perkataan Amel, membuatku begitu bahagia. Dengan tangan kananku, aku memeluk tubuh Amel dan membuatnya miring menghadap ke arahku. Wajahnya yang merona merah, kini tepat berada di depanku. Jari-jemari lentik Amel mulai menyentuh wajah dan membelai pipiku, dan tanpa sungkan perlahan aku mencium bibir Amel dengan begitu lembut. Bibirku hanya menempel saja ke bibirnya Amel, dan kemudian terlepas.

“Puasin aku yang!....” bisik Amel begitu lirih.

“Hei, di bawah ada orang tua kita, jangan aneh-aneh kamu tuh!....”

Selesai aku berkata, Amel menempelkan jari tekunjuknya ke bibirku sambil menggelengkan kepalanya. “Aku gak peduli, lagian pintunya udah aku kunci, gak mungkin juga ada yang bisa masuk!....” ungkap Amel yang kembali membelai pipiku.

“Sejak aku positif hamil, sekalipun kamu belum menyentuhku. Hari ini pokoknya kamu harus bikin aku puas!....” kata Amel yang begitu selesai berkata, dia mendorongku sampai aku terlentang, dan dengan cepat dia naik ke atas tubuhku.

Dengan begitu genit Amel tersenyum dan memandang ke arahku. Dengan lidahnya dia membasahi bibirnya sendiri, lalu dengan gerakan begitu luwes dia mulai mencium dan menjilati telingaku, dan perlahan jilatan Amel turun ke arah leherku.

“Aaahhhhh!.....” desahku saat Amel dengan begitu lembut mencumbu leherku.

Puas mencumbu tiap bagian leherku, Amel kembali mencium bibirku, bahkan kali ini dia dengan begitu agresif mencium dan melumat bibirku. Aku yang tidak mau kalah dengan permainan Amel, akupun membalas ciuman Amel.

“Ehmm...ehmm...ahhh...” mendapat balasan dariku, membuat Amel semakin buas mencium bibirku. Lidahnya menjulur, mencari rongga mulutku, dan dengan liarnya lidahku saling mengait dengan lidah Amel di dalam mulutku. Cukup lama kami diam dalam posisi berciuman, sampai akhirnya Amel menarik mundur kepalanya dan mengakhiri ciuman kami.

Melihat Amel yang senyam senyum menggodaku, semakin membakar birahiku. Aku bangkit dari posisi rebahan dan duduk dengan memangku Amel. Kini giliranku yang mencumbu Amel, lehernya yang putih mulus tanpa noda sedikitpun aku ciumi dan aku jilati.

“Aaahhhmm, terus sayang!.....” desah Amel saat aku terus menjilati setiap bagian lehernya.

Mendengar desahan Amel semakin membuatku bernafsu. Tanganku yang semula diam, kini mulai bergerak ke belakang tubuh Amel. Sambil terus mencumbu leher Amel, tanganku mulai menyusup masuk ke balik kaos Amel.

Perlahan tanganku bergerak ke atas mencari pengait BH Amel, begitu ketemu, dengan sekali sentak, pengait itupun terlepas. Selesai dengan pengait BH Amel, kembali aku mencium bibir Amel yang kini terasa begitu basah oleh air liur. Dengan begitu bernafsu, aku melumat bibir Amel, lidah Amel yang menjulur aku hisap dengan kuat sampai Amel terdengar merintih.

“Yang, panas nih, bantuin buka baju!....” suara Amel yang terdengar seperti orang mendesah, karena saat dia berbicara bibirnya melekat di telingaku.

Dengan penuh semangat, aku segera membuka kaos ketat Amel, seketika payudara montok Amel terlihat di depan mataku. BH Amel yang pengaitnya sudah aku lepas, aku tarik dan begitu saja aku lempar ke bawah tempat tidur. Kini aku benar-benar menikmati pemandangan payudara montok Amel yang putingnya terlihat sudah mengeras.

Tanpa berlama-lama, aku segera melumat puting payudara Amel yang sudah mengeras. “Ooohhhh.....ehmmmm...eennakkkk sayangg, teruusss...seedoottt...yangg...aahhhhh....” Amel meracau dan terus mendesah karena kenikmatan.

Sejenak aku menghentikan kulumanku, dan sambil menatap wajah Amel yang sedang memejamkan mata. Aku mulai membuka bajuku, Amel yang sepertinya melirik apa yang sedang aku lakukan, dia melucuti sisa kain yang melekat di tubuhnya, dan dengan sedikit mengangkat tubuhnya, dia membantuku melepas celana kolor beserta CD ku. Kini aku dan Amel sudah sama-sama telanjang, dengan posisi aku memangku tubuh Amel.

Amel dengan kuat kembali mendorong tubuhku, hingga aku terbaring kembali di tempat tidur. Amel terlihat merubah posisinya, kini pantatnya tepat berada di atas wajahku dengan vaginanya yang tercium begitu harum, tepat di depan hidungku.

Di bawah aku merasa Amel mulai menyentuh dan mengocok batang penisku. Aku membalasnya dengan mengelus vagina Amel yang sudah begitu basah dengan jariku. Puas mengelus dengan jari, aku mulai menjilati bibir vagina Amel. Kukuak sedikit bibir vagina Amel hingga aku melihat klitorisnya, dan dengan sedikit menahan nafas, kusedot-sedot klitoris Amel.

“Aaaggghhhhhh....saayyaanngggg!....” jeritan Amel yang terdengar cukup nyaring, bersamaan dengan itu, ada cairan yang keluar dari vagina Amel yang begitu saja aku sedot dengan mulutku tanpa rasa jijik.

Tubuh Amel jatuh berbaring di sampingku, dan terlihat tubuhnya begitu lemas. Aku yang belom memperoleh puncak kenikmatan, gak tinggal diam. Aku bangkit dari tiduranku, dan menghampiri Amel.

Aku buka lebar-lebar selangkangan Amel, hingga terlihat vagina indahnya yang begitu bersih, tanpa di tumbuhi bulu sedikitpun. Aku mulai menggesekkan kepala penisku ke bibir vagina Amel. Basah, licin dan nikmat, rasa yang ku rasakan saat ini. Amel yang sepertinya mulai merasakan kenikmatan, mulai ber reaksi dengan menggerakkan pinggulnya.

“Oohhhh.....ehhhmmm...aahhhhh....tteerruusss...ssayanggg...aaaggghhhrrr.....” desahan dan Erangan Amel semakin membuatku bernafsu untuk segera menyetubuhinya.

“Ssaayaangg..b.burruuaann..maassuuukin!.....” pinta Amel dengan wajah yang semakin terlihat memerah.

Aku yang memang sedari tadi sudah sangat bernafsu, perlahan aku mulai menggerakkan pinggangku mendorong penisku masuk ke liang vagina Amel yang merah merekah. Centi demi centi kepala penisku mulai hilang tertelan vegina Amel.

“Aаaahhh….аааuuuuww…аuw. …аuw…..” rеngеk Amel yang terdengar begutu mаnjа.

Aku terus mendorong penisku masuk ke vagina Amel. Terlihat vagina Amel sedikit mengembung saat separuh penisku sudah tertanam di vaginanya, dan dengan sekali hentakan yang cukup kuat.....

“Bless....” seluruh penisku terbenam sempurna ke vagina Amel, dan aku merasa kepala penisku menyentuh dinding rahimnya.

“Aaahhhhh.....diemin dulu sayang, ahhhhhh....punyamu kegedean!.....”tutur Amel sambil mendesah.

“Segede itukah sayang?....” tanyaku, dan aku masih mendiamkan penisku di dalam vagina Amel.

“Vagina aku sampai penuh gini sayang, rahimku terasa tertusuk-tusuk....ehhhmmmm....” desah Amel sambil menggoyangkan pinggulnya.

Meski sudah sering penisku masuk ke vagina Amel, tapi tetap saja vaginanya terasa begitu sempit, peniskupun terasa terjepit dan di remas-remas di dalam vaginanya.

Melihat Amel yang semakin intens menggerakkan pinggulnya, perlahan aku mulai menarik keluar masuk penisku.

“Ooouugghhh.. Aaaahhhh....” desahan yang keluar dari bibir Amel membuatku semakin bernafsu.

Pinggangku semakin cepat bergerak mengeluar masukkan penisku. Vagina Amel yang semakin basah, membuatku semakin mudah menghujamkan penisku ke vaginanya.

Sambil terus mengocok penisku di dalam vaginanya, kedua tanganku tidak tinggal diam. Kuremas kedua bukit kembar Amel, dan kuplintir-plintir putingnya yang membuat dia semakin meracau tidak karuan.

“Oohhh.....aaaahhhh...y.yaaanngggg...aa.aaku mauu, Oooooouuhhhhhh.....” terdengar desahaan panjang Amel, serta nafasnya yang mulai tidak beraturan “Ooohhhhh.....aaahhhhhggg!....” bersamaan dengan desah panjanganya, terlihat badan Amel bergetar, dan aku benar-benar merasakan penisku di jepit vaginanya yang berdenyut-denyut. Cairan yang begitu hangat terasa membasahi kepala penisku.

Sengaja ku diamkan penisku sebentar untuk menikmati sensasi kenikmatan vagina Amel yang baru mengalami orgasme.

“Plop....” bunyi saat penisku aku cabut dari vagina Amel. Cairan putih bening, membuat penisku terlihat mengkilap.

“Padahal aku udah dua kali keluar, tapi itu masih juga berdiri kokoh, gede lagi, uuuhhhh, capek!....” kata Amel begitu manja.

“Gitu ya, udah dapet enak-enak, karang capek, gak adil!....” ungkapku dengan nada aku buat seperti orang ngambek.

“Ih, jangan ngambek, sini-sini!....” kata Amel yang kemudian dia bangkit, dan duduk dengan menundukkan badannya sehingga penisku yang masih bangun sempurna, kini tepat di hadapan Amel.

Dengan tangannya di meraih penisku dan menggenggamnya. Tangannya yang mungil, terasa tidak cukup untuk menggenggam penisku. Kepalanya semakin di dekatkan ke selangkanganku, dengan membuka mulutnya Amel mulai mengulum buah zakarku. Lidahnya menari-nari membasahi tiap bagian buah zakarku. Perlahan, dari buah zakarku jilatan Amel naik ke batang penisku. Di jilatknya seluruh permukaan batang penisku sampai basah dengan air liurnya. Saat lidahnya mencapai kepala penisku, dia mainkan lidahnya di lubang kencingku.

“Aaahhhhh......” aku hanya bisa mendesah saat Amel mulai mengulum dan mengocok penisku dengan begitu buas.

“Sekarang kamu rebahan, biar aku yang muasin kamu!....” pinta Amel dengan tangan yang masih saja mengocok penisku.

Segera aku rebahan, dan tanpa melepas genggaman tangannya di penisku, Amel naik ke atas tubuhku dengan posisi jongkok. Vaginanya tepat berada di atas penisku. Sambil tersenyum ke arahku, masih dengan tangan kanannya, Amel membimbing penisku ke arah vaginanya. Kepala penisku beberapa kali di gesek-gesekkan ke bibir vaginanya yang terasa sudah begitu becek. Setelah puas memainkan penisku di bibir vaginanya, Amel mulai menyelipkan kepala penisku di sela-sela bibir vaginanya.

“Uuuhhhhhmmmmm.....” aku dan dia melenguh bersamaan, aku merasakan kepala penisku yang ukurannya cukup besar memenuhi gerbang vagina Amel.

“Uuuhhhh.... Sempit banget memek kamu sayang!....” desahku yang merasakan jepitan gerbang vagina Amel.

Perlahan-lahan Amel mulai bergerak menurunkan pantatnya, perlahan batang penisku mulai lenyap sedikit demi sedikit di dalam lubang vagina Amel. Aku mulai kembali merasakan seret dan sempitnya lubang vagina Amel.

“Aarrkkkkhhhh.....” rintih nikmat Amel yang terdengar di telingaku. “Oouuuuhh penis kamu kok makin besar sih sayang, memekku terasa penuh terisi penis kamu…..” racau Amel.

“Memek kamu juga seret nih yang, mirip memek perawan, padahal dah banjir gini. Ooouuhhhh!.....” desahku yang merasakan memek Amel yang sempit dan berdenyut-denyut.

Setelah seluruh batang penisku tertelan semuanya oleh vaginanya. Amel mendiamkan sebentar, dan aku merasakam otot-otot dinding vaginanya bergerak, penisku yang berada di dalam vaginanya seketika merasakan vagina yang berdenyut-denyut kuat seolah-olah sedang meremas-remas batang peniski. Aku hanya merem melek merasakan kenikmatan yang menjalar ke seluruh tubuhku.

Amel meletakkan kedua tangannya ke dadaku dan menggunakannya sebagai tumpuan. Setelah mengumbar senyuman genit padaku, Amel mulai menggerakkan pinggulnya memompa batang peniski keluar masuk di lubang vaginanya, pertama-tama gerakanya perlahan yang membuat begitu nikmat gesekan antara penisku dengan dinding vaginanya.

Amel terlihat memejamkan matanya dengan ekspresi wajah penuh kenikmatan. Posisi kedua tangannya yang bertumpu pada dadaku, membuat kedua payudaranya semakin mencuat karena terhimpit kedua tangannya. Melihat pemandangan itu semakin menambah nafsu birahiku. Dengan segera aku menyentuh payudara Amel dengan kedua tanganku, dengan begitu bernafsu kedua payudaranya mulai aku remas-remas. Tidak hanya meremas-remas payudaranya, tanganku mulai memainkan puting Amel yang mencuat dengan tegangnya.

“Ooouuuuhhh...t.tteruuss..ssaayaang....rreemmaasss..yyangg...kkuuaaat...oouuhhhh!.…” desah Amel yang semakin menjadi saat aku meremas-remas payudaranya.

Amel yang terlihat semakin merasan kenikmatan, semakin liar memompa keluar masuk penisku dilubang vaginanya. Rasa nikmat yang sangat luar biasa oleh jepitan vagina Amel yang begitu ketat melingkari penisku semakin menjadi seiring gerakan Amel yang semakin liar.

Aku melihat wajah Amel yang bersemu merah karena nafsu birahi yang semakin memuncak. Melihat ekspresi wajah Amel, membuatku ingin segera membuatnya merasakan puncak kenikmatan.

Jari jemariku yang tadi sibuk dengan payudaranya, kini turun ke vagina beceknya. Dengan segera jari-jemariku mulai memainkan klitoris vagina Amel. Aku mengelus dan kadang aku menjepit klitorisnya dengan jari telunjuk dan jempolku.

“Oouuuhhhh.....een..naaak...saayyaaang....ooouuhhh...n.naaakaal..yaahhh...k.kaamuuooohhhh....,” desah Amel yang bercampur rintihan nikmat karena menikmati permainanku, yang semakin membuat Amel begitu bernafsu memompa naik turun penisku dengan cepat.

Gerakan pinggul Amel yang semakin cepat, membuatku merasakan lubang dinding vaginanya seperti sedang menyedot-nyedot batang penisku.

“Ooouuhhhmmmm....memekmuu nyedot-nyedot penisku, aaagghhhhrr.....” aku mengerang keenakan merasakan penisku yang terus disedot-sedot vagina Amel.

“Sshhh....aaahhhhh....yaannggg...ppennissmuuu...b.beessaaar...p.paannjaaaang....ooouuhhhhmmm....m.mennttookkk...p.peenuuuhhhh...bbaaangeeeet...oouuuuhh....j.jaariim.muuu...n.nnaakaaal!.....” Amel merintih-rintih dan meracau tidak jelas menikmati peniski dan nakalnya jari-jari tanganku.

Setiap goyangan pinggul Amel, membuatku mulai merasakan detik-detik puncak kenikmatanku yang sudah diambang pintu.

“Y.yaangggg...a.akkuuu...m.maauuu...n.nyammpeek!....” racau Amel yang semakin mempercepat gerakan naik turunnya, dan semakin sering aku mendengar rintihan-rintihan nikmat keluar dari mulut Amel.

Kedua tangannya kini sudah berada di kepalaku yang sedikit terangkat karena tanganku masih sibuk di vagina Amel. Kedua tangannya sedang meremas-remas kepalaku, bahkan dia mulai menjambak rambutku. Sakit memang, tapi terasa nikmat.

Tubuh Amel bergoyang seperti seorang wanita yang sedang menunggangi banteng liar. Tubuhnya bergerak tidak beraturan, rambutnya mulai acak-acakan.

Aaahhhh....r.reemmaasss....m.maainkaan....s.suusuku...ooouuuhhh.....p.peeeniismiuu...d.daalaaam...s.seekaaalii...m.mmaaasuuuk....aaahhhh...ppiiiintuuu....rraaaaahimkuu.....arrrrggggghhhhh...eeenaaaaak sekali owh enak sekali yah ah ah ah.... racau Amel yang semakin menjadi-jadi.

Aku merasakan himpitan daging segar didalam vaginanya pada penisku. Tanganku mulai perpindah ke payudaranya, dan aku mulai meremas dan memainkan kedua payudaranya.

Akhirnya pertahananku jebol bebarengan dengan tubuh Amel yang ambruk ke arahku. Sesekali tubuhnya mengejang dan begitupula aku. Semburan spermaku bercampur dengan cairan cinta Amel di dalam vaginanya. Kami sama-sama lelah, dan dalam diam kami beristirahat.

Selang beberapa saat, Amel mengangkat pinggulnya yang membuat penisku keluar dari vaginanya. Lelehan sperma dan cairan bening terlihat menetes dari sela bibir vagina Amel. Selanjutnya, dengan tubuhnya yang terlihat lemas, Amel turun dari pangkuanku dan beringsut kebawah membersihkan sperma yang tersisa di penisku. Setelah dia membersihkan penisku dengan jilatan lidahnya, dia bergerak ke atas tubuhku, dan begitu saja berbaring di sampingku sambil tangan kanannya memeluk tubuhku.

“Capek, sayang?....” tanyaku sambil aku mengelus rambut kepala Amel.

“He em, capek, mau bubuk bentaran....” jawab Amel sambil mempererat pelukannya.

Tiba-tiba suasana kamarku terasa begitu sepi, suara desahan dan erangan yang tadi memenuhi kamarku, kini berganti dengan suara nafas halus Amel yang terlihat sudah mulai tertidur.

“Tok....tok....tok.... Kalian sudah selesai?....” pintu kamarku di ketok, dan aku mendengar suara wanita yang begitu aku kenal ada di balik pintu.

“Ayolah buruan turun, di bawah dah pada nungguin!.... Bukannya kalian yang ngusulin hari ini karaokean bareng!....” itu suara Ayu, dan pantas saja dari tadi aku mendengar suara musik yang begitu keras dari arah bawah kamarku.

“Iya sebentar lagi kami keluar!....” jawabku.

“Ya sudah buruan, gue tunggu di sini!....” kata Ayu.

Niatku membangunkan Amel, namun saat aku melihatnya, dia sudah membuka mata sambil senyum-senyum ngelihat ke arahku.

“Buruan, tuh dah di tungguin!....” kataku ke Amel.

“Uhhh, iya sayang, sabar napa sih!.... Penismu masih berasa ganjal di memekku, pasti jalanku jadi aneh!....” tutur Amel yang sudah turun dari tempat tidur, dan mencoba berjalan. Tidak ada yang aneh dari cara jalan Amel, semua terlihat biasa.

Di pungutnya satu persatu BH, CD dan seluruh pakaiannya. Tanpa rasa malu, Amel memakai seluruh penutup tubuhnya di depan mataku. Barulah setelah baju dan celana Amel sudah di pakai, aku turun dari ranjang, memungut baju serta celanaku, dan dengan cepat aku memakainya.

Setelah Amel selesai menyisir rambutnya, aku segera mengajak Amel keluar dari kamarku. Tepat di depan pintu kamarku, ada Ayu yang berdiri menunggu kami.

“Sejak kapan?....” tanya Amel ke Ayu.

“Hah, apanya yang sejak kapan?....” Ayu balik bertanya.

“Itu, ehmm kamu sejak kapan menunggu di sini?....”

“Ohhh, ya sejak lo mendesah keras gue dah di sini....” jawab Ayu yang membuatku dan Amel saling pandang. “Gak usah sok sokan kaget, biasa ja kali!.... Ngomong-ngomong, berapa ronde Mel, kelihatan lemes gitu lo sekarang?....”

“Banyak ronde, dah ah gak usah di bahas, buruan kita turun!....” jawab Amel sambil menarik Ayu turun ke lantai satu rumahku.

Di ruang keluarga rumahku, suasana begitu ramai. Terlihat Tomi dan Evi yang sedang duet menyanyikan sebuah lagu. Di sekitaran mereka ada Bima, calon suami Ayu. Selain mereka, ada juga Nisa, Ibuku, dan Ayahku. Hari itu kita rame-rame bernyanyi sampai hampir larut malam, dan malam itu semua menginap di rumahku.


~•°•~​


Satu bulan setelahnya....



Bulan ini merupakan bulan yang penuh kebahagiaan.

Di awal bulan, Tomi dan Evi resmi menjadi sepasang suamu istri. Pesta mereka berlangsung begitu mewah dan meriah. Ayah Evi yang merupakan pengusaha sukses, tidak tanggung-tanggung mengadakan pesta. Tiga hari penuh pesta pernikahan mereka berlangsung, dan karena pesta itu, aku jadi tau kalau Ayah Evi ternyata adalah rekan kerja sekaligus sahabat karib Ayah kandungku.

Seminggu berselang dari pernikahan Tomi dan Evi. Sepasang kekasih juga mengikat janji sehidup semati, siapa lagi kalau bukan Bima dan Ayu. Mereka menikah di gereja terbesar di kota ini, meski tidak semewah pesta pernikahan Tomi dan Evi, tapi tetap saja pesta mereka di gelar dengan begitu meriah.

Akhirnya datang hari ini, hari di mana aku akan resmi menjadi suami Amel, wanita yang begitu aku cintai. Dari pagi sampai sore, segala prosesi pernikahan sudah aku jalankan dengan begitu lancar. Kini tiba prosesi penutup, yaitu acara resepsi pernikahanku. Resepsi pernikahanku berlangsung cukup bahkan sangat sederhana. Tidak ada hotel, ataupun gedung, resepsi pernikahanku berlangsung di rumah, cuma ada tambahan tenda di depan rumahku yang membuat jalan kompleks sini tertutup.

Satu persatu teman SMA ku dan teman-temannya Amel datang memberikan selamat. Malam ini aku dan Amel kompak menggunakan stelan baju berwarna putih hasil rancangan Ibuku. Jika aku memakai stelan jas putih yang membuat teman-temanku memuji penampilanku, Amel memakai gaun berwarna senada denganku, yang membuat dia menjadi pusat perhatian para lelaki.

“Selamat bro, akhirnya lo nyusul juga!....” kata Tomi yang sedang menyalamiku.

“Duh, pangkling gue ngelihat kalian. Cantik dan ganteng, cocok banget!....” ungkap Evi yang bergantian menyalamiku dan Amel.

“Kalian juga cocok banget, ya kan sayang?.....” tanyaku ke Amel yang di balasnya dengan anggukan dan sebuah senyuman.

“Selamat ya Mel!....” kata Ayu yang langsung saja meluk Amel dan tak lupa mereka cipika cipiki.

Bima suami Ayu hanya menyalamiku sambil tersenyum. Aku merasa wajar dengan sikapnya, karena kami memang belum akrab. Sedangkan Ayu saat menyalamiku, masih saja aku merasa ada yang aneh dengan pandangan Ayu padaku. Namun seketika lamunanku buyar saat Amel menyentuh lenganku.

“Ayu memang menyukaimu, bahkan sejak awal dialah yang lebih dulu menyukai kamu!....” bisik Amel yang membuatku mengerti maksut dari pandangan Ayu padaku.

Acara malam ini berlangsung begitu meriah dan sangat lancar. Di sesi terakhir sebelum para tamu pulang, terlebih dahulu di adakan sesi foto bersama yang memakan waktu cukup lama. Selesai sesi foto, selesai juga semua acara resepsi pernikahanku.

Setelah semua para tamu pamit pulang, kini aku sendirian duduk di kursi yang berada di teras rumahku. Di tangaku, aku memegang HP-ku yang sedang menampilkan empat buah pesan yang tersimpan di HP-ku, empat buah pesan singkat yang di kirim Amel padaku setahun yang lalu.

“Brian, maafkan aku yang melukai perasaanmu!....” bunyi pesan pertama Amel.

“Sejujurnya aku memang menyayangimu, tapi aku bukan wanita sempurna yang pantas untuk menyanyangimu!....” bunyi pesan kedua Amel.

“Jika malam ini aku memutuskan hubungan dengan pacarku, apa kamu mau jadi penggantinya?....” bunyi pesan ketiga dari Amel yang membuatku menyesal karena malam itu aku tidak langsung membukanya.

“Apapun yang terjadi, aku selalu menyayangimu?....” bunyi pesan terakhir Amel, dan setelahnya aku duduk terdiam memikirkan egoku di masa lalu.

“Capek ya sayang?....” tanya Istriku, Amel Kinanti Putri, yang tiba-tiba muncul dan kini menemaniku duduk di teras rumahku.

“Lumayan, yang!.... Yuk istirahat!....” ajakku sambil aku memegang tangannya dan mengajaknya berjalan ke dalam rumah.

“Ingat, jangan main dulu!....” tegur Ibuku yang melihat aku dan Amel menaiki tangga.

Aku dan Amel hanya tersenyum menanggapi teguran Ibuku, dan setelahnya kami lanjut jalan ke kamar pengantin baru kami.

“Yang!....” panggil Amel saat kami berdua sudah berbaring di tempat tidur.

“Kenapa sayangku?....” kataku, sambil aku memiringkan badanku ke kiri, ke arah Amel yang kini sedang tiduran menghadap ke arahku.

“Aku masih belum percaya, kita sudah resmi jadi suami istri!....”

“Apa yang masih membuat kamu belum percaya, sayang?....”

“Aku teringat kejadian setahun yang lalu, saat tiga lelaki bajingan itu memperkosaku bergantian. Saat itu aku merasa benar-benar hancur, aku merasa sudah menjadi wanita rusak yang gak pantas hidup. Tapi, malam itu kamu datang menolongku, bukan hanya menolongku dari tiga orang itu, kamu juga menolongku keluar dari keputus asaan. Bahkan dengan begitu tulus kamu menyayangiku, di saat banyak wanita yang lebih baik dariku. Hingga malam ini, aku resmi menjadi istri kamu disaat ratusan pasang mata wanita iri dengan posisiku. Aku sampai detik ini terasa sulit mempercayai, kalau kamu lebih memilih wanita yang hina ini dari pada wanita yang lebih baik di luar sana!.....” ungkap Amel, dan aku melihat butiran air mata mulai keluar dari ujung matanya.

“Sstttt, jangan kamu merendahkan diri kamu sendiri, ingat kamu sekarang istriku, yang berarti kamutuh adalah pilihanku. Biar ada sejuta wanita yang lebih baik darimu, tapi hati ini sudah aku berikan seutuhnya untukmu, dan keberadaan mereka gak akan berarti di hadapanku....” kataku yang membuat bibir Amel melengkung membuat sebuah senyuman. “Biarlah apa yang ada di masa lalu tetap menjadi kenangan, pahit bahagia, masa lalu tetaplah masa lalu. Kini ada masa depan yang lebih baik untuk kita, jadi tidak ada alasan untuk kita terjebak dengan masa lalu....” selesai berkata, aku mendekap tubuh Amel ke dalam pelukanku.

“Terimakasih telah menerimaku jadi pendamping hidupmu!....” kata Amel begitu lirih.

“No!.... Aku yang berterimakasih karena kamu sudah mau menjadi istriku!....”

“Kamu selalu bisa membuatku bahagia. Aku pasti akan menjaga hubungan ini sampai kapanpun!....”

“Bukan hanya kamu, aku juga akan menjaga hubungan ini, selamanya!....”

“Selamanya!....” bisik Amel.

“Iya, selamanya!....” jawabku sambil mentowel hidung lancip Amel.

“I Love You, Brian!....” kata Amel sambil menengadahkan kepalanya

“I Love You Too, Amel!....” kataku, dan akupun mencium kening Amel yang berada di depanku.

Tidak ada kata yang bisa menggambarkan apa yang aku rasakan malam ini. Hanya tiga kata yang bisa sedikit menggambarkan apa yang saat ini aku rasakan.

“AKU SANGAT BAHAGIA"



~•°•TAMAT•°•~



Epilog.


Mataku yang semula terpejam, kini perlahan terbuka. Cahaya dari lampu, membuat silau mataku. Aku segera bangun dari tiduranku dan membuka mataku.

Saat mataku terbuka, aku di buat terkejut dengan apa yang aku lihat. Ini bukan di kamarku, bahkan wanita yang tadi menemani tidurku tidak ada di sampingku.

Namun, saat aku lebih teliti memperhatikan kamar yang saat ini aku tempati, membuatku teringat akan tempat yang dulu sering aku kunjungi. Hiasan-hiasan di dinding kamar, kaca rias, bahkan tempat tidur yang sekarang aku tempati, sama persis dengan tempat itu, atau jangan-jangan ini,......

“Ehmm!.... Kenapa kamu kelihatan bingung?....” suara seorang wanita begitu membuatku
semakin terkejut, dan seketika aku menoleh ke arah sumber suara.

Tubuhku terasa bergetar saat mataku melihat siapa yang barusan berkata padaku. Seorang wanita yang sangat-sangat aku kenal, kini sedang berdiri menatapku. Dengan baju berwarna hitam yang membalut tubuhnya, dan senyuman tipis yang dia arahkan padaku. Dia masih cantik, seperti saat terakhir aku melihatnya tersenyum.





“Geby!....” panggilku lirih.

“Iya, ini aku, wanita yang sudah membuat kamu bertekuk lutut karena cinta kamu padaku!....” kata Gaby sambil dia berjalan ke arahku, dan kemudian dia duduk di sampingku.

Dia menggaitkan tangannya ke lenganku, dan begitu saja menyandarkan kepalanya ke pundakku.

“Apa ini mimpi?.....”

“Mungkin ini cuma mimpi, tapi aku senang bisa datang di mimpimu!....”

“Kenapa, kenapa baru sekarang kamu datang?.... Di mana kamu saat dulu aku terpuruk karena kepergianmu?.... Kenapa saat itu kamu tidak datang ke mimpi-mimpiku?....”

“Maaf, aku telah membuatmu begitu terpuruk karena kepergianku. Tapi percayalah, di saat kamu sedih, di saat kamu begitu menderita, aku juga merasakannya. Bahkan saat sekarang kamu sedang bahagia, aku juga ikut merasakan kebahagiaanmu. Semua itu karena aku masih ada di sini, di hati kamu!....” ungkap Geby sambil meletakkan telapak tangannya di dadaku.

Mendengar semua kata yang keluar dari mulut Gaby, membuatku tidak bisa menahan air mataku. Aku tidak bisa membohongi diriku dan perasaanku. Aku sangat merindukannya, rindu saat berdua dengannya.

“Jangan menangis, karena tangisanmu juga tangisanku. Ingat, kamu sudah mempunyai Amel, wanita cantik yang begitu menyayangi kamu. Bahagiakan dia, karena itu juga akan membuatku bahagia....” kata Geby, sambil menyeka air mataku.

“Aku sangat merindukanmu!....” sebuah kata yang begitu tulus terucap dari bibirku.

“Aku tau, aku sangat tau, akupun sangat merindukanmu!....”

Selesai berkata, Gaby bergerak ke depanku, dan duduk di pangkuanku. Wajahnya kini tepat di depanku, dengan senyuman yang menghiasi bibirnya, Gaby mulai memelukku. Tangannya melingkat di leherku, dan dia membenamkan wajahku ke dadanya yang membutku hanya bisa memejamkan mataku.

“Terimakasih, terimakasih karena kamu sudah menepati permintaan terakhirku!....” kata Gaby, dan setelah mendengar itu aku merasakan rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhku, dan perlahan aku merasakan pelukan Gaby melonggar sebelum akhirnya aku tidak lagi merasakan sosok Geby di pangkuanku.


Saat kembali aku membuka mata, aku sudah kembali ke tempatku semula. Tidur di samping Amel yang kini sedang memeluk lenganku.

“Tadi beneran cuma mimpi, tapi terasa begitu nyata. Geby, jika kebahagiaanku bisa membuatmu bahagia, aku akan selalu bahagia dan membuat semua orang yang ada di sisiku bahagia!....” gumamku sambil aku mengelus kepala Amel, wanita yang sudah resmi menjadi Istriku.

“Ooeeekkkk.... Ooeeekkk.... Ooeeekkk....” suara tangisan bayi seketika membuat Amel terbangun dan bergegas menghampiri bayi perempuan yang sedang kehausan.

Dengan begitu telaten dia menyusuhi bayi kecil yang terdiam begitu merasakan air susu masuk ke tenggorokannya.

Amel terlihat tersenyum saat dia sadar aku sedang memperhatikannya.

“Geby, sosok wanita di masa laluku yang sudah menjadi bagian dari hidupku. Amel dan bayi kecilku, merekalah masa depanku dan juga merekalah kehidupanku....”

“Geby Syla Amelia, nama putri kecilku, yang membuatku bisa menepati janji terakhirku dengan Geby!....”

“Pokoknya kalau nanti anak kita cewek, harus ada namaku. Kalau cowok, juga harus ada nama kamu!....”

“Iya deh iya, terserah kamu saja!....”

“Hihihi, janji ya?....”


“Iya, aku janji!....” jawabku sambil aku memeluk dan mencium keningnya.

Sebuah janji yang aku ucap di tepian pantai saat senja sehari sebelun kepergiannya. Kini janji terakhir itu sudah aku tepati.

Perlahan aku turun dari tempat tidur, aku berjalan ke arah dua wanita yang begitu berharga di hidupku. Tiba di depan Istriku, aku mencium pipi tembem putriku yang sedang menyusu ke Ibunya, dan tak ketinggalan akupun mencium kening Amel.

Terlihat rona merah di pipi Amel, dan kembali dia tersenyum bahagia ke arahku. Senyuman kebahagiaan, itulah yang akan aku jaga keberadaannya di keluargaku, bukan untuk saat ini saja, namun untuk selamanya.



~•°•~​




Saat kita menyekesaikan sesuatu, akan ada rasa tersendiri yang kita rasakan. Begitu juga saat cerita ini selesai, ada rasa bahagia yang ane rasakan.

Masih terlalu banyak kekurangan di cerita ini. Meski banyak yang kurang, semoga cerita ini masih bisa di nikmati, dan ane ucapkan banyak-banyak terimakasih untuk siapa saja yang sudah berkenan meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini.

Tertanda : @ryan9933
Penulisnya tipe suka dengan akhir yg bahagia dan sedikit konflik..... keren dah atas kerja kerasnya dalam merangkai kata demi kata.....
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd