Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Lorem Ipsum Dolor Sit Amet (All I Wanna do is Keep on Loving You) END

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Pagi gaes ...
Maaf yah baru bisa keliatan lagi. Belakangan ini sedang agak sibuk, belum lagi banyak kejadian juga yang bikin mood naik turun.
Ini aku lagi proses bikin update selanjutnya, kok. semoga akhir pekan ini aku bisa update.
Makasih juga lho yang masih nongkrongin cerita ini.

Btw, emang mau masukin siapa lagi disini? Baru ada nama Fidly diatas. Tapi emang Fidlynya lagi enak, ya.
siapa ya.,??
gimana klo permaisurinya Lord Yusa.,
Hai...By....
 
Suhu satu ini ternyata suka otomotif juga dari awal cerita suka masukin nama dan tipe" mobil keren soalnya selain itu juga yang Bikin menarik ceritanya dikemas dengan ringan banget keren lah pokoknya.. Semangat hu
 
Maaf ya aku belum bisa update akhir pekan ini.
Ada banyak hal yang bikin aku ga bisa ngerjain ceritanya, padahal tinggal tinggal endingnya doang.
Semoga beberapa hari kedepan aku bisa update.

Suara Anin terdengar sangat lirih. Bahkan cenderung parau. Ah, sepertinya aku mengganggu Anin yang sedang beristirahat.

“Ini aku, Nin. Aku diminta oleh Puchi mengantarkan sesuatu untukmu.”

“Kak Janu?”

“Iya, Nin. Maaf aku mengganggu istirahatmu malam ini.”

Tak lama terdengar dari balik pintu seperti orang yang sedang membuka beberapa kunci. Pintu pun terbuka, Anin pun keluar dari balik pintu sembari menyambutku. Entah kenapa, wajahnya terlihat sendu, seperti sedang menahan tangis.

“Maaf mengganggu selarut ini, Nin. Aku-… “

Grep

Belum sempat aku menyelesaikan pertanyaan tersebut, Anin menerjang kearahku dan langsung memeluk. Pelukan yang semakin lama terasa semakin erat.

“Hiks ….”
 
Maaf ya aku belum bisa update akhir pekan ini.
Ada banyak hal yang bikin aku ga bisa ngerjain ceritanya, padahal tinggal tinggal endingnya doang.
Semoga beberapa hari kedepan aku bisa update.

Suara Anin terdengar sangat lirih. Bahkan cenderung parau. Ah, sepertinya aku mengganggu Anin yang sedang beristirahat.

“Ini aku, Nin. Aku diminta oleh Puchi mengantarkan sesuatu untukmu.”

“Kak Janu?”

“Iya, Nin. Maaf aku mengganggu istirahatmu malam ini.”

Tak lama terdengar dari balik pintu seperti orang yang sedang membuka beberapa kunci. Pintu pun terbuka, Anin pun keluar dari balik pintu sembari menyambutku. Entah kenapa, wajahnya terlihat sendu, seperti sedang menahan tangis.

“Maaf mengganggu selarut ini, Nin. Aku-… “

Grep

Belum sempat aku menyelesaikan pertanyaan tersebut, Anin menerjang kearahku dan langsung memeluk. Pelukan yang semakin lama terasa semakin erat.

“Hiks ….”
semangat kak januuuu! lala udah muncul lagiii!!!

tancap terus jangan kasih kendor!!!
 
Episode 15

Getaway



BZZZ BZZZ


Kembali kurogoh gawai yang berada di compartment tengah seraya membuka notifikasi yang masuk. Ternyata Puchi mengirim pesan kepadaku. Aku pun lantas membuka layar dari gawai tersebut dan mulai membaca pesan tersebut.


Langsung kujawab pesan tersebut dengan mengabarkan aku masih dalam perjalanan dan akan mengirim paket tersebut sesuai permintaannya. Aku yang baru pulang dari kerja magangku tiba-tiba saja dimintai tolong oleh Puchi mengirimkan sesuatu kepada Anin. Beruntung, tempatku magang tak terlalu jauh dari kediaman Puchi serta jalan pulang menuju rumahku melewati Apartemen Anin. Aku sendiri tak tahu menahu dengan apa yang dikirimkan Puchi kepada Anin. Aku enggan mengintip isi dari goodie bag yang kutaruh di kursi belakang.

Kembali kutaruh gawai tersebut saat lampu lalu lintas kembali berubah hijau dan langsung kupacu kembali laju mobilku, kembali membelah lalu lintas menuju apartemen milik Anin.

BZZZ BZZZ

Gawaiku kembali bergetar beberapa kali. Puchi sepertinya kembali mengirimkanku pesan. Selang beberapa saat mobilku kembali berhenti di persimpangan, aku pun lantas membuka kunci layar gawai dan kembali membuka pesan dari Puchi. Namun, aku dikagetkan dengan isi dari pesan tersebut. Puchi membahas sesuatu yang aku sendiri tidak menyangka dia mengetahui hal tersebut.


Tidak ada balasan dari Puchi setelah aku mengirimkannya pesan kembali. Entah bagaimana dia bisa tahu hubunganku dengan Lala, bahkan dengan Aby sekalipun.

TIIIN!!!

Aku yang sedang fokus menunggu balasan dari pesan yang kukirim dikejutkan oleh bunyi klakson dari belakang mobilku. Lampu lalu lintas ternyata telah berubah hijau. Aku pun menyimpan kembali gawaiku di compartment tengah dan kembali menginjak pedal gas.

Langit pun terlihat semakin gelap saat aku menelusuri jalanan ibukota menuju apartemen Anin. Beberapa kali aku mengecek gawaiku, menunggu pesan masuk dari Puchi. Selain itu, aku pun menunggu pesan dari kontak yang aku pin paling atas. Ya, Nadila Cindi Wantari. Tidak ada satu pesan pun masuk darinya. Seharusnya, malam ini aku menjemputnya ditempat magang. Namun hal tersebut urung karena jam magangnya mundur hingga larut malam. Dia sendiri akhirnya memintaku untuk tidak menjemputnya.

Jadwal kerja magang beserta libur yang berbeda membuat kami sulit mengatur jadwal untuk bertemu. Meskipun kami masih sering berhubungan via chat, telepon, mau pun video call. Terakhir kali, aku bertemu dengan nya dua pekan yang lalu, saat menjemputnya sehabis recording untuk sebuat acara talkshow di salah satu stasiun televisi. Itu pun aku hanya mengantarkannya pulang karena dia terlihat sangat lelah.

Ditengah lamunan akan Nadila, tak terasa akhirnya aku sampai di apartemen Anin. Aku langsung mengarahkan mobil masuk ke dalam basement sembari mencari tempat untuk parkir. Beberapa kali kucoba menghubungi gawai Anin, namun aku tak mendapatkan balasan apa pun.

Kuputuskan untuk langsung naik menuju lantai dimana unit apartemennya berada. Unit apartemennya terlihat lengang, seperti tak ada kehidupan didalamnya. Beberapa kali bel pintu unitnya kutekan, tak ada respon sedikitpun. Apa benar dia ada didalam apartemennya?

Sepertinya Puchi sedang mengerjaiku saat ini. Aku diminta untuk mengantar sesuatu yang tidak jelas ke unit apartemen Anin yang sedang kosong. Namun, semua prasangka buruk tersebut hilang seketika saat intercom yang berada disebelah pintu unit apartemen Anin mulai bersuara.

“Ya … siapa?”

Suara Anin terdengar sangat lirih. Bahkan cenderung parau. Ah, sepertinya aku mengganggu Anin yang sedang beristirahat.

“Ini aku, Nin. Aku diminta oleh Puchi mengantarkan sesuatu untukmu.”

“Kak Janu?”

“Iya, Nin. Maaf aku mengganggu istirahatmu malam ini.”

Tak lama terdengar dari balik pintu seperti orang yang sedang membuka beberapa kunci. Pintu pun terbuka, Anin pun keluar dari balik pintu sembari menyambutku. Entah kenapa, wajahnya terlihat sendu, seperti sedang menahan tangis.

“Maaf mengganggu selarut ini, Nin. Aku-… “

Grep

Belum sempat aku menyelesaikan pertanyaan tersebut, Anin menerjang kearahku dan langsung memeluk. Pelukan yang semakin lama terasa semakin erat.

“Hiks ….”

Tiba-tiba saja terdengar isakan dari balik pelukan tersebut. Lama-kelamaan, Anin mulai menangis. Tubuhnya pun terus bergetar, menghentak seiring dengan isak tangisnya yang tersedu. Kemeja yang kugunakan kelamaan terasa basah oleh air matanya.

“Huuu … huuu ….”

Tangis Anin kelamaan semakin menjadi. Aku yang tak tahu-menahu mengapa Anin bisa seperti ini hanya bisa mendekap tubuhnya. Kuelusi kepalanya dengan lembut, terus turun hingga menuju bahunya.

“Kita masuk dulu, ya,” ujarku sembari menuntunya masuk kedalam apartemen. Sepertinya akan menjadi masalah jika ada seseorang yang tiba-tiba saja lewat dan melihat hal ini.

“Sekarang, ceritakan apa masalahmu, Nin,” ucapku kembali sembari memegangi kedua telapak tangannya. Anin yang masih terisak lantas mulai bercerita.

“Dia jahat banget, kak …. Aku nggak tahan lagi …. Aku nggak mau ketemu dia lagi …. Huuu ….” Sepertinya, hubungannya dengan Erza sedang menemui masalah kembali.

Anin mun kembali menangis dan mendekap tubuhku. Kubalas dekapannya dengan pelukan yang cukup erat. Aku pun terus mengelusi punggung Anin yang masih menangis tersedu. Sesekali kuelus ringan kepalanya yang beberapa kali menghentak akibat isak tangisnya. Anin terus membenamkan wajahnya diatas dadaku saat dia menangis.

Selang beberapa lama, tangisan Anin pun mulai mereda. Aku pun mengangkat wajah Anin seraya tersenyum kearahnya. Kuseka sisa air mata yang berceceran di pipi hingga ekor mata Anin.

“Aku tak suka melihat gadis cantik menangis,” ucapku sembari tersenyum kepadanya. Wajah Anin malah merengut lucu mendengar ucapan tersebut.

“Aku … putus sama Erza, Kak ….”

Aku yang cukup kaget mendengar hal tersebut diam sejenak. Sepertinya masalah mereka kali ini cukup pelik.

“Kalau kamu ingin bercerita, aku siap mendengarkan seluruhnya, Nin. I’m all ears,” ucapku sembari tersenyum kepadanya. Kubimbing Anin untuk duduk bersebelahan di sofa. Kugenggam tangan Anin saat dia memulai berbicara.

“Aku … aku udah nggak sanggup buat nolerir keegoisan dia, Kak ….” Anin kemudian bercerita tentang pertengkaran hebatnya dengan Erza beberapa malam yang lalu. Anin pun akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengar Erza. Meski awalnya Erza tak menerima, namun akhirnya Anin seperti dicampakan begitu saja.

Emosinya sungguh terasa dari telapak tangannya yang terkadang menggenggam erat telapak tanganku tiba-tiba. Beberapa kali aku mencoba menenangkannya, sebelum akhirnya dia kembali berbicara. Punggung tangannya yang lembut terus kuelusi dengan jari, mencoba membuatnya nyaman selama bercerita.

“Aku capek, Kak …. Setiap ketemu berantem terus. Aku harus ngambil sikap. Aku nggak mau punya hubungan yang bikin aku sedih terus.” Anin pun mengela nafasnya cukup panjang, kemudian dia memandang dalam kearah mataku. “Aku juga pengen bahagia, Kak ….”


Aku pun tersenyum membalas tatapan tersebut. Tanganku kini bergerak naik menuju arah wajahnya, mulai mengelusi kulit pipinya yang lembut.

“Jalan apapun yang kamu pilih, aku yakin itu jalan yang terbaik untukmu, Nin. Dan ….” Sengaja kuhentikan ucapanku, sembari ikut menatap dalam kearah matanya.

“Aku bakalan selalu ada untukmu, Nin.” Mendengar ucapan tersebut. Anin kembali menyunggingkan senyum. Senyum yang terlihat sangat lepas. Anin benar-benar terlihat sangat cantik malam ini.

Tanpa aba-aba aku langsung mencium bibirnya yang ranum. Anin sendiri masih diam saat bibirnya terus kunikmati dengan lembut. Hingga beberapa saat, Anin kini mulai membalas ciumanku.

“Hhmm … cllppkkk ….”

Desahan Anin mulai terdengar ditengah lumatanku kepada bibirnya. Hembusan nafasnya yang panas kini terdengar mulai tersengal. Lidah kami kini sudah saling bertaut, saling bermain bergantian di rongga mulut kami.

Tangan Anin kini mulai meraba kepalaku, semakin menekan wajahku agar cumbuan kami semakin dalam. Tanganku sendiri mulai menggerayangi tubuhnya. Pelukanku di pinggangnya mulai naik hingga meraba lembut kedua lengannya, berlanjut menuju Pundak dan terus naik ke leher sampai kearah wajanya. Sembari mencium bibirnya yang empuk dengan penuh gairah, tanganku kini mulai membelai kedua pipinya.

Aku pun melepas cumbuan seraya menarik nafas. Sama halnya dengan Anin yang terdengar menghela nafasnya kencang. Kami berdua lantas tersenyum saat kening kami bersentuhan satu sama lain. Anin kembali menggenggam tanganku saat pipinya yang halus kuelusi dengan lembut.

Anin sedikit terbelalak saat tubuh mungilnya tiba-tiba kugendong. Dia lantas merangkul erat leherku, seraya memandang kearah wajahku. Aku pun tersenyum seraya mencium kening Anin. Entah, Anin menjadi tersipu karenanya dan langsung menyembunyikan wajahnya yang semakin merona itu.

Sesampainya didalam kamar, kurebahkan tubuhnya perlahan hingga dia terbaring diatas ranjang. Anin lantas menatap syahdu kearahku. Dia seperti pasrah dengan apa yang akan kulakukan kepadanya malam ini. Melihatnya seperti itu, aku pun kembali tersenyum kepadanya seraya ikut naik keatas ranjang, langsung merangkak diatas tubuhnya.

Kusibak rambut Anin kearah telinganya seraya kembali mengelus pipinya dengan lembut. Kutatap dalam bola matanya yang juga menatap kearah mataku. Entah, jantungku sekarang berdegup lebih kencang dari biasanya. Sama sekali aku tak ingin mengalihkan pandanganku dari wajah cantiknya.

You’re really beautiful, Nin ….” Senyuman lantas merekah dari bibir Anin sesaat setelah aku memujinya. Rona wajahnya semakin memerah. Sejenak kembali kupandangi seluruh bagian wajah Anin, seraya mendekatkan wajahku kearah wajahnya. Anin sendiri lantas memejamkan matanya saat jarak diantara wajah kami semakin dekat. Mulutnya terlihat membuka.

“Cuupphh ….”

Kembali kucium bibirnya dengan lembut. Kuresapi setiap cumbuanku kepada permukaan bibirnya yang empuk. Lama kelamaan Anin pun membalas perlakuan bibirku kepadanya. Anin mencoba melumat bibir atasku saat aku menghisapi bibir bawahnya. Semakin lama, tempo ciuman kami semakin berat, dan semakin dalam.

“Hhh … mmmhhm … ssllrrpp ….”

Dengusan nafas penuh nafsu terdengar keluar disetiap helaan nafas Anin. Cumbuan kami perlahan semakin liar. Anin sendiri meremas-remas belakang kepala hingga leherku, menekan kepalaku seakan meminta untuk mencumbu bibirnya semakin dalam. Tanganku mulai menggerayangi tubuh sintal Anin yang masih berbalut cardigan putih dan gaun tidur tipis berwarna coklat. Kutelusuri lekuk tubuh sampingnya, naik keatas hingga mencapai bongkahan payudaranya.

“Aahhmmm ….”

Anin sedikit mendesah sebelum kembali kulumat bibir manisnya saat payudaranya kuremas perlahan. Telapak tanganku seakan memegang langsung payudaranya, sepertinya Anin tak mengenakan apapun lagi untuk melindungi payudaranya selain gaun tidur yang tipis tersebut.

Tanganku terus merambat naik menuju lehernya dan langsung kusibakan rambutnya kesamping sehingga dapat kulihat dengan jelas leher dan bagian atas dadanya. Kugenggam kalung emas yang masih menggantung dilehernya. Entah kenapa Anin masih menggunakan kalung pemberian dari mantan kekasihnya tersebut.

“Akan kubuat kamu melupakan Erza, Nin ….”

Anin sedikit terkejut saat aku menarik kalung tersebut hingga lepas dan langsung kulempar sembarangan. Namun, hal tersebut tak berlangsung lama karena aku kembali mencumbu lehernya. Kuciumi seluruh area lehernya yang terlihat putih bersih, hingga turun menuju tulang selangka dan bagian atas dadanya yang tak tertutupi gaun tidur.

Anin sendiri semakin mendekap erat belakang kepalaku. Sepertinya dia sangat menikmati seluruh rangsangan yang kuberikan kepadanya, mulai dari cumbuan bibir hingga belaian tanganku. Desahannya kelamaan terdengar semakin seksi.

“Kaak … shhh ….”

Sambil terus mencumbu leher dan tulang selangkanya, tanganku mulai menarik bahu kardigan beserta tali gaun tidur yang dia gunakan kesamping. Anin yang mengerti akan hal tersebut kemudian membantuku menurunkan pakaiannya, sehingga seluruh pakaian atasnya kini turun hingga bagian perut. Payudaranya yang memang tak ditutupi oleh bra kini terpampang indah dihadapanku.

Tubuh atasnya yang tidak tertutup apa-apa lagi membuatku semakin bebas menggerayangi tubuhnya. Bibirku kini semakin liar menjelajahi seluruh lekuk tubuh Anin. Bibir, leher, dagu, Pundak, tulang selangka hingga dadanya kini basah oleh cumbuan dan hisapan bibirku. Anin sendiri tampak semakin terangsang dibuatnya. Desahan yang keluar dari mulutnya terdengar semakin kencang. Beberapa kali Anin tampak menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan kenikmatan yang semakin mendera tubuhnya.

“Nngghh kak uuhh ….”

Dengusan nafas Anin terdengar kencang saat aku melumat puting payudara kanannya tiba-tiba. Tubuhnya bergidik. Jemarinya kini semakin kencang meremas kedua bahuku saat kedua putingnya kurangsang bersamaan. Ketika puting kanannya kuhisap, puting kirinya kupilin sembari meremas bongkahan dadanya. Begitu pun sebaliknya. Tubuhnya pun terus menggeliat karenanya.

“Ahhh … geli kaakk … mmhh ….”

Cumbuanku kembali turun menuju bawah dadanya. Sambil menarik turun kardigan dan gaun tidurnya, kucumbui perutnya yang sedikit berlemak. Tubuhnya kini sekarang hanya berbalut celana dalam berwarna putih yang sudah terlihat basah ditengah selangkangannya. Namun, itu pun tak lama karena aku langsung menarik celana dalam tersebut hingga terlepas.

Pinggul Anin mengejan saat jemariku membelai belahan bibir vaginanya yang telah basah. Anin mencoba menutup kedua pahanya, namun mampu kutahan hingga kini kedua pahanya mengangkang lebar dihadapanku yang duduk bersimpuh didepannya.

Relax, Nin ….”

Anin pun hanya mengangguk saat aku menatap wajahnya sembari tersenyum. Sambil mengelusi kulit pahanya yang mulus, Aku pun mulai menciumi paha bagian dalam Anin dari kanan kekiri, perlahan terus merambat turun menuju arah vaginanya. Sesampainya di selangkangan Anin, kumulai menciumi vaginanya pelan-pelan. Harum tubuhnya terasa menjalar hinga vagina tersebut. Langsung kulumat bibir vaginanya yang empuk dengan bibir.

“Sshhh aahhh … Kak Januuuhh ….”

Anin terus mendesah saat kumainkan bibir luar vaginanya dengan lidahku. Telapak tangannya kini menggenggam rambutku dan terus mendorong kepalaku agar semakin dalam merangsang vaginanya. Terasa pahanya kini mulai menjepit kepalaku.

“Kaakk … uuhhh geliiihhh aahhh ….”

Lidahku kini bermain di area klitorisnya saat jari tengah dan manisku mulai mempenetrasi liang vaginanya yang semakin terasa basah. Desahannya terus terdengar kencang seiring dengan bertambah basahnya rongga vaginanya yang mulai berkedut. Tubuh Anin pun terus menggeliat. Sepertinya, dia akan segera orgasme. Aku pun terus mempercepat kocokan jemariku hingga terdengar suara kecipak karena vaginanya yang semakin terasa basah.

“Kaaak … uuhh … NNNGGHHH!!!”

Kedua paha Anin tiba-tiba menegang sesaat, menjepit kuat kepalaku saat dia melenguh dengan kencang. Pinggulnya mengejan saat vaginanya menyemburkan cairan cintanya membasahi jemariku yang masih berada didalam liang basah tersebut. Anin terlihat mendongak sembari menggigit bibir bawah saat aku mendelik kearah wajahnya. Lelehan putih terlihat keluar saat aku mencabut jemariku dari liang vaginanya yang merekah.

“Hhh … hhh ….”

Anin terlihat menghela nafas sembari terus meresapi dera orgasme yang baru saja melanda tubuhnya. Tubuhnya kembang kempis saat dia mencoba mengatur nafasnya kembali. Keringat terlihat bercucuran diatas kulit tubuhnya yang terlihat sangat putih. Rambutnya pun terlihat lepek dan berantakan.

Feels good, Nin?

Anin hanya mengangguk sembari tersenyum lemah kepadaku. Namun, dari senyumnya aku bisa merasakan kebahagiaan terpancar didalamnya. Aku pun berbaring disampingnya sembari menopang tubuhku dengan siku. Kubelai rambutnya yang berantakan sembari menyibak rambut yang menghalangi wajahnya ke samping.

Kami pun berpandangan cukup lama, sebelum akhirnya kami kembali berciuman. Entah siapa yang berinisiatif terlebih dahulu. Namun, ciuman kami kali ini semakin lama semakin liar. Anin yang kini kembali berada dibawahku kini mencoba melucuti pakaianku. Aku sendiri kembali menggerayangi tubuhnya. Desahan dan dengusan nafas yang tertahan terus terdengar bercampur dengan decak ludah percumbuan mulut kami, seraya seluruh pakaian yang menempel ditubuhku berhasil dia lepaskan. Kini, kami berdua benar-benar telanjang bulat diatas ranjang, berpelukan erat menikmati sensasi tubuh masing-masing, sembari terus bercumbu panas.

Penisku yang sudah sangat tegang kini terus bergesekan diantara bibir vaginanya. Terasa basah dan lembab, sepertinya Anin mulai kembali terangsang hingga cairan cintanya mulai merembes keluar. Terasa pinggulnya terus bergoyang, terus mencoba menggesek penisku disela bibir vaginanya.

Aku pun lantas menghentikan cumbuanku dan menatap kearah wajahnya. Anin menatapku dengan tatapan sayu sembari menggigit bibir bawahnya. Wajahnya pun terlihat merona. Melihatnya seperti itu, aku pun mulai memposisikan kepala penisku tepat disela-sela bibir vaginanya.

“Ngghh kaakk ….”

Anin kembali melenguh saat kepala penisku mulai membelah bibir vaginanya. Kembali kucium bibirnya sembari tetap mendorong penisku agar terus menyeruak masuk kedalam rongga vaginanya yang basah dan hangat. Deru nafas Anin pun terdengar semakin berat dan cepat seiring dengan semakin dalamnya penisku masuk. Bibirku sedikit tergigit olehnya, sepertinya dia mencoba menahan sakit akibat penisku yang berusaha menjejali vaginanya yang sempit.

Aku pun kembali mengelus bahunya agar dia semakin tenang. Merasa bahunya mulai mengendur, aku mulai menggoyangkan pinggulku. Aku pun mulai meningkatkan tempo goyangan pinggulku beberapa saat setelah penetrasi awalku. Sepertinya dia sudah terbiasa, terlihat dari wajahnya yang mulai menunjukkan kenikmatan akibat penisku yang mulai merangsang titik-titik sensitif dari bagian paling intim milik Anin itu.

Kembali kucumbi seluruh bagian atas tubuh Anin. Bibir, wajah, leher hingga bagian atas dadanya terlihat basah akibat campuran liurku dan keringatnya. Payudaranya yang berguncang bebas tak luput dari serangan bibirku. Kedua putingnya kulumat dan kukulum secara bergantian, sembari tanganku ikut meremasi bongkahan payudaranya dengan lembut.

“Aaawwhh … kaakk … ssshh aaahh ….”

Anin terus meracau ditengah genjotanku yang semakin cepat. Wajahnya kembali meringis seperti menahan sesuatu. Tangannnya dengan erat merangkul leherku. Sepertinya dia akan kembali orgasme. Semakin dalam kuhujam penisku kedalam rongga vaginanya yang semakin basah. Hingga akhirnya Anin pun melenguh dengan cukup kencang.

“NNNGGHHH Kaakkk!!!”

Ditengah lenguhannya, pinggul Anin mengejan cukup kuat. Dia kembali orgasme. Kakinya menahan pantatku cukup kuat hingga penisku seperti menancap sangat dalam di vaginanya yang kini terasa lebih hangat dan basah. Aku pun berinisiatif meremasi payudara Anin dan menciumi lehernya, memberikan rangsangan tambahan agar orgasmenya terasa semakin nikmat.

Erangan kecil keluar dari mulut Anin saat penisku yang masih tegang sempurna keluar dari rongga vaginanya. Cairan cinta Anin kembali keluar dari bibir vaginanya yang merekah, turun membasahi bagian dalam paha hingga ke pantatnya. Nafasnya yang tersengal kini mulai kembali normal saat badai orgasme keduanya mereda. Anin sendiri sekarang terlihat tak berdaya setelah orgasmenya yang cukup hebat tersebut.

Melihatnya kelelahan seperti itu, muncul rasa iba dari dalam diriku. Sepertinya kusudahi saja permainan ini. Aku pun lantas berbaring disamping Anin. Kini, dia pun ikut membalikan tubuhnya kearahku. Kami pun kembali berciuman dengan lembut. Kami pun kembali saling bertatapan selepas ciuman tersebut.

“Makasih, ya … Kak Janu …” ucap Anin tiba-tiba sembari menggenggam tanganku. “Kakak selalu bisa bikin aku bahagia ….” Anin pun kembali mencium bibirku. Ciuman yang entah mengapa terasa menenangkan.

Sambil tersenyum, aku pun membelai lembut kepala Anin. Kusibak rambut lepek yang menghalangi wajah cantiknya. Entah, aku sendiri betah berlama-lama hanya memandangi wajah gadis yang berada dihadapanku ini.

Kami pun kembali berciuman. Bermula dari kecupan-kecupan kecil diantara bibir kami, namun lama kelamaan kecupan tersebut menjadi pagutan yang kembali panas. Kembali kutindih Anin seraya tanganku menggerayangi lekuk tubuhnya. Hembusan nafas Anin lambat laun kembali terdengar berat. Desahan-desahan kecil mulai keluar dari mulutnya saat payudaranya yang kenyal terus kuremasi.

Tangan Anin sekarang mulai menggenggam penisku. Dikocoknya penis tersebut seraya diurutnya dengan cukup kencang. Sontak hal tersebut membuat rasa nikmat menjalar menuju ujung penisku. Cairan pre-cum ku yang keluar lantas dia balurkan keseluruh kepala penisku dengan telapak tangannya, membuat penisku yang menegang terasa amat geli.

“Cuuphh … mmpuuahh …. Lagi, Nin?” Tanyaku selepas cumbuan kami. Anin hanya mengangguk sembari tetap menggenggam penisku. Tatapannya terlihat sayu. Sepertinya, Anin sudah kembali terangsang. Langsung kubalikan tubuhnya hingga dia merangkak membelakangiku. Anin yang mengerti keinginanku lantas menungging dan menopangkan tubuhnya diatas kedua sikutnya.

Pantat Anin yang kini berada dihadapanku kuremasi hingga dia kembali mendesah. Belum cukup, tanganku kini mulai mengelusi bagian belakang tubuhnya yang terlihat sangat seksi. Dapat kulihat Anin menikmati seluruh belaian tanganku. Dia nampak memejamkan mata sembari menggigit bibir bawahnya, dan terpantul didalam cermin yang berada tepat disamping ranjang.

Aku pun semakin bernafsu melihat hal tersebut. Sambil memegangi pinggul Anin dengan tangan kiri, tangan kananku mengarahkan penis yang sudah mengacung tegak untuk berada tepat di bibir vagina Anin. Perlahan, kudorong pinggulku hingga penisku kembali masuk.

“Aaahhh!!! Hhmmppttt!!!”

Anin lantas berteriak mendesah cukup kencang saat kuhentakan pinggul tiba-tiba, menusukkan penisku ke sisi terdalam vaginanya. Dia mendongak sembari memejamkan mata, menggigit bibirnya dengan kuat menahan rangsangan yang tiba-tiba itu.

Kembali kupompakan penisku kedalam vaginanya yang semakin lama terasa semakin basah. Anin sendiri hanya bisa pasrah menerima setiap tusukan penis tersebut, mendesah menikmati setiap gesekan antara kulit penisku dan dinding dalam rongga vaginanya. Tak jauh berbeda, aku pun sungguh menikmati hangatnya pijatan vagina Anin ini. Entah kenapa, semakin kupompa, rongga vaginanya terasa semakin menjepit dan semakin terasa nikmat.

Kurebahkan tubuhku kearah tubuh Anin seraya menyibakan rambutnya kesamping. Tengkuknya yang mulus dan penuh keringat kini kucumbui dengan penuh nafsu. Kucumbu dan kujilati seluruh area tengkuknya, terus naik hingga kukulum daun telinganya.

“Aahhh … sshhh kaaakk …. Gelii uuhh ….”

Tangan Anin kini menggenggam tanganku dan mengarahkan tangan tersebut menuju payudaranya yang sedari tadi berguncang bebas. Langsung kuturuti gestur tersebut dengan meremasi payudara yang terus berguncang akibat sodokan penisku kedalam vaginanya.

Kupegangi pantat Anin agar tubuhnya tetap stabil saat liang vaginanya kupompa tanpa henti. Tanganku pun terus-menerus merangsang payudaranya, meremasi bongkahan payudara tersebut dan sesekali memilin putingnya yang sudah mengeras.

Tubuh Anin semakin lama semakin meronta seakan ingin melepaskan diri. Desahannya pun terdengar semakin lama semakin kencang. Vaginanya pun mulai berkedut dan hangat. Sepertinya, dia kembali akan orgasme. Aku pun semakin mempercepat pompaanku.

“Nnngghh kaa-AAHHH!!”

Tak lama kemudian, Anin mendesah cukup kencang ditengah pompaanku. Dia kembali orgasme. Kepalanya mendongak saat punggungnya menegang sesaat, sebelum akhirnya tubuhnya terlihat lemas. Wajahnya kini terbenam diatas ranjang karena tangannya tak mampu menopang beban tubuhnya.

Dinding vaginanya kembali terasa hangat dan berkedut memijati penisku yang berada didalamnya. Pijatan dari dinding vagina tersebut akhirnya membuat rasa gatal di penisku semakin memuncak. Aku pun semakin dekat dengan orgasmeku.

“Nin nngghh … didalam?”

Anin yang sudah membenamkan kepalanya diatas ranjang hanya mengangguk lemah menjawab pertanyaanku. Aku lantas mempercepat sodokan penisku, mencoba meraih puncak kenikmatanku. Setelah beberapa lama menggenjot. Orgasmeku akhirnya datang. Kusodokan penisku dalam-dalam lalu kusemprotkan benih spermaku kedalam rongga vaginanya sembari meremas bongkahan pantatnya dengan kuat.

Beberapa kali kupompa kembali penisku sembari terus menembakan sperma kedalam liang vagina Anin. Hingga akhirnya, kudorong penisku hingga tertahan masuk dalam-dalam di liang vaginanya nikmat.

Beberapa saat kutahan posisi ini, membiarkan penisku terus mendapat pijatan hingga akhirya orgasme ku mereda. Kutarik pinggulku kebelakang hingga penisku yang sudah cukup mengecil keluar dari rongga vaginanya. Lelehan spermaku yang bercampur dengan cairan cinta Anin ikut menetes keluar. Anin sendiri langsung menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang.

Aku pun lantas merebahkan diri disampingnya. Langsung kudekap Anin dari belakang sehingga kini tubuh seksinya seakan tenggelam dalam pelukanku. Kubelai rambut Anin yang sekarang menjadikan lengan kiriku sebagai alas kepalanya.

“Makasih … kak Jan ….”

Anin pun menarik ikut memegangi punggung tanganku yang sedari tadi mengelus rambut dan wajahnya. Selang beberapa lama, cumbuanku mulai berhenti, menyisakan tubuhnya yang sudah lemas berada didekapanku. Kami berdua pun melewati sisa malam tersebut didalam pelukan yang hangat.

.

.

.

Begitu tenang, saat kuperhatikan wajah Anin yang masih terlelap ketika aku mulai membuka mata. Dia sendiri entah mengapa tertidur dengan mengenakan kemeja kerjaku. Kemeja yang memang terlalu besar untuk tubuh Anin menutupi hingga setengah pahanya.

Anin terlihat sangat seksi dalam balutan kemeja itu. Payudaranya yang tidak berbalut apa pun lagi terlihat tercetak dari balik kemeja, karena kemeja tersebut tertarik kebawah dan tertindih oleh pahanya. Belahan dadanya pun terlihat cukup jelas karena bagian atas kemeja yang dia gunakan terbuka hingga dua kancing. Penisku yang sensitif dipagi hari ini pun mulai bereaksi.

Alih-alih menggerayangi payudaranya, tanganku mulai mengelus kepala gadis manis yang tertidur dihadapanku ini. Rambutnya yang halus terus kuelusi dengan lembut.

Tak lama aku mengelusi kepala Anin, perlahan kelopak matanya terbuka. Muka bantalnya yang masih lemas terlihat sangat menggemaskan. Anin pun langsung tersenyum kearahku saat pipinya mulai kubelai manja.

“Maaf, Nin. Kamu jadi terbangun karenaku.” Anin menggelengkan kepalanya. Dia pun lantas menggenggam tanganku yang masih berada dipipinya.

“Nggak apa-apa, Kak Janu …. Makasih banyak, ya ….” Anin pun menutup matanya sembari meremas tanganku dengan kuat. Terlihat dia seperti meresapi setiap sentuhan jemari, terutama jempolku yang terus mengelus pipinya yang terasa sangat lembut dan hangat. Entah, aku pun merasa tenang melihatnya seperti ini. Aku tak ingin waktu cepat berlalu.

Namun, sepertinya sayang sekali jika aku melewatkan hari sabtu yang cerah ini hanya untuk bermalas-malasan diatas ranjang seperti ini.

“Bagaimana dengan jadwalmu hari ini, Nin? Apa kamu harus perform hari ini?” Tanyaku. Yang aku tahu, Anin mendapat jatah menjadi tiga tim di JKT48, yang memungkinkan dia harus lebih sering perform di teater. Bahkan, dia pun pernah tampil setiap hari pada satu pekan.

“Hari ini aku libur, Kak.”

“Ah, bagaimana kalau kita berjalan-jalan hari ini, Nin? Akan kutemani kemanapun kau inginkan.” Wajah Anin pun terlihat sumringah mengangguk mendengar ajakanku.

“Beneran, Kak?” Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaannya tersebut. Rona wajah Anin kemudian terlihat amat bersinar. Melihatnya seperti itu, sontak kudekati wajahnya dan kukecup keningnya. Hal tersebut lantas membuat Anin terlihat tersipu.

“Ya sudah, Nin. Kita bersiap saja terlebih dahulu, ya. Biar aku ambil pakaian gantiku dimobil. Apa sekalian aku pesan saja sarapan untuk kita berdua?” Tanyaku sembari mulai beranjak dari atas ranjang.

“Nggak usah, Kak. Biar aku aja masakin buat kakak, ya? Kakak belum pernah nyobain masakan aku, kan?” Pinta Anin sembari ikut beranjak dari ranjang. Aku pun hanya mengangguk sembari mulai mengenakan celanaku.

Baru saja aku selesai mengenakan celana, Anin kembali memeluk tubuhku. Pelukan yang hangat, dan kelamaan makin terasa erat.

“Makasih banyak, Kak Jan ….” Aku pun membalas pelukan tersebut sembari mengelus ringan kepalanya.

.

.

.

Matahari sudah mulai terbenam ke ufuk barat saat aku berada disalah satu pusat kecantikan yang cukup terkenal. Aku sendiri menemani Anin yang tiba-tiba saja ingin merubah penampilannya. Anin sendiri sekarang berada di ruang perawatan, sedangkan aku sendiri menunggunya di lounge yang telah disediakan. Sudah berulang kali aku mengecek gawaiku. Hampir seluruh notifikasi di seluruh aplikasi media sosialku kulihat hingga bosan.

Tak lama, gadis yang kutunggu akhirnya muncul dari balik pintu. Aku sedikit terpana melihat penampilan barunya, terutama rambutnya yang sekarang dia potong cukup pendek hingga sebatas bahu, serta dia pun kembali mewarnai rambutnya menjadi hitam.


“Gimana, Kak Jan?” Tanya Anin sembari tersenyum kearahku.

“Ah ….” Aku sendiri hanya bisa terpana melihat penampilan Anin yang benar-benar berbeda. Anin sekarang terlihat lebih cantik, lebih dewasa dari sebelumnya. Aku sendiri tidak begitu menyukai perempuan dengan rambut pendek. Namun, kali ini, aku harus menelan ludahku sendiri.

“Kok malah diem, Kak? Jelek ya aku kaya gini?” Melihatku hanya bengong menatap kearahnya, Anin terlihat murung. Wajah cantiknya yang kini merengut malah terlihat semakin lucu.

“Tidak, Nin. Kamu terlihat amat cantik. Rambut barumu terlihat sangat cocok. Aku suka.” Mata Anin seketika berkedut mendengar ucapanku barusan.

“Makasih, Kak. Syukur deh kalo Kakak suka juga,” ujar Anin sembari sedikit tertunduk. Dia terlihat tersipu karena ucapanku tadi. Damn! Sepertinya kalimat terakhir tidak seharusnya kulontarkan.

Entah, suasana menjadi sedikit canggung setelahnya. Kami berdua seperti malu-malu, bahkan untuk saling menatap pun terasa aneh. Kualihkan pandanganku keluar ruangan. Terlihat matahari sudah mulai kembali ke peraduannya di ufuk timur. Tak terasa, sudah hampir seharian aku menemaninya pergi berjalan-jalan di akhir pekan ini.

Aku kembali menatap kearah Anin. Dia pun ikut membalas tatapanku sembari tersenyum. Moodnya terlihat semakin membaik setelah hampir seharian penuh aku menemaninya memanjakan diri. Dimulai dari makan siang bersama, dilanjut dengan aku menemaninya berbelanja di sebuah Mall yang cukup besar, hingga akhirnya sore ini kami berada di salah satu pusat kecantikan.

“Sudah mulai petang, Nin. Bagaimana kalu kita makan malam bersama?” Tanyaku sembari tersenyum lembut kearahnya.

Mata Anin terlihat berkedut saat mendengar pertanyaanku, seperti terkejut. Namun, di kembali tersenyum. Dia pun hanya mengangguk mengiyakan ajakanku.

Aku pun langsung menggenggam tangannya, sembari mulai mengajaknya pergi. “Yuk, kita berangkat.” Anin sendiri terlihat tersipu dan hanya mengikutiku. Kami pun akhirnya mulai berjalan pergi meninggalkan lobi pusat kecantikan ini, menuju tempat dimana mobilku terparkir. Tak lama mobil pun melaju pergi meninggalkan pusat kecantikan yang cukup terkenal itu.

Sebelum menuju hotel, kami mampir ke sebuah butik untuk membeli baju yang lebih proper. Karena kurasa pakaian yang kami gunakan sebelumnya terlihat tidak akan cocok dengan restoran tempat dimana kami akan Dinner bersama.

Anin sendiri terlihat mempesona dengan balutan gaun berwarna hitam yang sedang dia pakai sekarang. Gaun yang cukup memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Entah berapa pasang mata yang memandang kearah kami berjalan masuk kedalam restoran. Lebih tepatnya, beberapa pasang mata yang merupakan mata lelaki melirik kearah Anin yang merangkul lenganku.

Aku pun langsung mempersilahkan Anin untuk duduk begitu kami menghampiri meja yang sudah kami pesan. Tak lama setelah kami selesai memesan makanan, kami pun menikmati hidangan yang waitress hidangkan diatas meja, sembari mengobrol ringan tentang hari ini. Sungguh tepat rasanya menutup hari ini dengan Dinner bersama ditempat yang cukup elegan. Selain makanannya yang baik, suasananya yang tenang dan temaram pun sepertinya sukses menutup hari ini dengan sempurna.

Namun tiba-tiba, Anin menaruh sendok yang sedang dia gunakan dan memandang kedua mataku. Raut wajahnya seketika berubah menjadi sendu. Kurasa, ada hal yang ingin dia ceritakan kepadaku.

“Makasih banyak, ya … Kak Janu. Udah mau nemenin aku seharian ini …. Maaf juga, Kak …. Kakak malah jadi pelampiasannya aku …” lanjutnya lirih.

Anin tertuduk setelah berhenti bicara. Perlahan dia tarik tangannya, mencoba melepaskan genggaman tangan kami. Namun, sebelum genggamannya terlepas, kutarik tangan Anin seraya mengeratkan genggaman tanganku. Anin yang menatap kearahku terlihat terkejut. Sontak dia kembali menatap kearahku.

Don’t be silly, Nin,” jawabku lembut sembari mengelus punggung tangannya. “Aku sama sekali tak merasa menjadi pelampiasanmu hari ini. Aku bahagia bisa menemanimu seharian ini.”

Wajah Anin yang masih terlihat bengong kini mulai merona. Matanya membulat sebelum akhirnya dia tersipu malu dan kembali mengalihkan pandangannya dariku.

“Sudah cukup malam, Nin. Kamu mau kuantarkan pulang?” Tanyaku. Anin pun hanya mengangguk. Kami pun akhirnya pergi meninggalkan restoran setelah selesai makan dan langsung menuju apartemen Anin.

Perjalanan dari restoran menuju apartemen Anin terasa sangat singkat. Beberapa ratus meter sebelum kami sampai, Anin tiba-tiba saja menggenggam tanganku. Aku pun memelankan laju mobilku seraya menatap kearahnya.

“Kak Jan, jangan pulang dulu, ya? Aku punya sesuatu untuk Kakak,” ucap Anin sembari menatap langsung kearah mataku. Aku pun hanya mengangguk menanggapi permintaanya sembari tersenyum. Anin pun ikut tersenyum setelahnya.

Kami pun sampai di kawasan apartemen Anin. Langsung kuarahkan mobilku ke basemen dan kuparkirkan mobil tersebut. Selama perjalanan menuju unit apartemennya, genggaman tangan kami seakan tak pernah lepas. Entah kenapa, jantungku berdegup dengan cukup kencang. Beberapa kali kupandangi Anin yang ikut memandangiku sembari tersenyum. God, Anin terlihat amat cantik hari ini.

Kami langsung masuk kedalam unit apartemen Anin sesampainya dilantai yang dituju. “Kakak tungguin aja disini, ya …” ujar Anin sembari mengedipkan matanya dan bergegas masuk kedalam kamarnya. Dia tampak menenteng salah satu goodie bag berlogo pakaian dalam wanita yang cukup terkenal. Ya, tadi siang aku pun menemaninya membeli baju tidur yang sampai sekarang aku pun tidak tahu bagaimana bentuknya.

“Kak Jan ….” Tiba-tiba saja Anin memanggilku dari dalam kamarnya. “Masuk, sini ….”

“Okay
, Nin.” Aku pun berjalan kedepan kamarnya. Baru saja kubuka pintu kamar Anin, aku dibuat kaget dengan apa yang dia tampilkan untukku. Anin sekarang sedang berdiri membelakangiku menghadap jendela besar yang menempel pada lemarinya, menggunakan lingerie merah yang amat seksi.



“Gimana, Kak?” Tanya Anin sembari menoleh kebelakang tanpa membalikan badannya. Anin pun tersenyum sembari menyibakan rambutnya kesamping.

“Kamu terlihat sangat seksi, Nin.” Raut wajah Anin terlihat tersipu malu mendengar pujianku. Aku pun mendekat kearahnya, kemudian kupeluk tubuh mungilnya dari belakang. Kudekatkan wajahku kearah wajahnya hingga pipi kami bersentuhan. Tangan kanan Anin yang lembut kini membelai pipiku, sedangkan tangan kirinya mengelusi lenganku yang cukup erat.

Kugenggam pinggul Anin yang berisi seraya mencoba membalikan tubuhnya kearahku. Belum sempat dia menghadap kearahku dengan sempurna, kakinya terlihat menyenggol salah satu goodie bag yang berada di lantai hingga terjatuh. Suara plastik yang terdengar berhamburan terdengar cukup keras akibat hal tersebut.

“Itu apa, Nin?” Tanyaku sembari mengecek kedalam goodie bag tersebut. Didalamnya terdapat sebuah kotak besar dan secarik kertas yang dilipat.

“Oh iya, itu yang Puchi kasih kemaren, kak. Aku juga belum buka,” jawab Anin. Dia pun lantas mengambil surat tersebut. Dibukanya kertas tersebut kemudian dia baca surat tersebut tanpa bersuara. Aku yang penasaran lantas mendekat kearahnya dan ikut membaca kertas tersebut.

“Maaf ya syg aku belum bisa ngehibur kamu malam ini. Buat gantinya, aku kirimin sesuatu yang spesial buat kamu. Anggap aja itu aku, ya!! Himnae syg”

Anin pun lantas mengambil kotak yang berada didalam goodie bag tersebut kemudian membukanya. Wajahnya langsung terbelalak saat melihat isi dari kotak yang diberikan oleh Puchi. Tak jauh berbeda, aku pun benar-benar kaget setelah mengetahui apa yang berada didalam kotak tersebut.



“Nin, ini?” Anin pun hanya memandang kearahku. Raut wajahnya masih tak berubah. Namun, terlihat wajahnya kelamaan menjadi merona. Sepertinya dia memikirkan banyak hal dengan apa yang ada didalam kotak tersebut.

Lebih tepatnya, apa saja yang berada didalam kotak tersebut. Sepertinya, permainan kami malam ini akan semakin panas karenanya.

.

.

.

tbc
 
Terakhir diubah:
Akhirnya, setelah lewat dari satu bulan aku bisa update juga gaes.
Semoga updatean kali ini bisa menghibur dikala pengetatan PSBB lagi, ya.
Aku juga berterima kasih banget kalian masih mau nungguin cerita ini, dikala castnya hampir semua kena masalah.

Ga ada yang spesial dari lanjutan cerita ini, sepertinya. Tapi mungkin kalian semua bisa nebak alur ceritanya bakalan gimana.
Tipikal drama percintaan pada umumnya, lah.

Btw, lala udah comeback, ya? Akhirnya aku bisa liat lagi dia unitsong coklat.
ehehe'
Sayangnya Anin absen terus di Tim J belakangan.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd