Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Lorem Ipsum Dolor Sit Amet (All I Wanna do is Keep on Loving You) END

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Iya sih, developmentnya mau ada sesuatu yang spesial diantara janu sama aninnya. Jadi agak aneh kalo tiba-tiba Anin di GB sama Janu dan teman-temannya.
Masalah GB, Orgy, 5some, nanti juga ada bagiannya. Anin punya hubungan sama Freshpeach juga, kan? Ya kalo ada cast baru, kemungkinan ga jauh dari situ-situ juga, sih.

Btw, mohon maaf kalo updateannya lama. Baru mau mulai mengembangkan kerangka eps 17.
Oh, iya. Aku juga berencana menampilkan cerita ini ke platform oren. Disini tetep bakal sampe tamat, disana juga. Ada sedikit alteration juga, sih. Dan ada kemungkinan si endingnya bakalan berbeda.
So, kalo emang tertarik, bisa follow aku di alshawn_.

Terima kasih, mohon bantuannya.
Hajar hu, ditunggu part anin selanjutnya hahaa
 
Cieee Promosi, udah di follow juragon... jan lupa palaw back
sudah dong bang
Kalala mantap
lala memang mantap
mantap hu ceritanya
makasih, kak.
semoga betah nungguin part selanjutnya.
Hajar hu, ditunggu part anin selanjutnya hahaa
tau aja anin yang bakal ada di part selanjutnya.
eh, malah jadi spoiler.
Sippp...dah ya
siap kak, makasih ya.
menunggu part ndl di-GB
Nadila gimana ada GBnya, kak?
ketemunya aja susah sama janu.
Iya hu mau anin dikasarin nihhh... Ah bacolkuuu.. hu ada bacolan anin gkkk??
Astaga, jahat banget sama anin sampe mau dikasarin.
Wah, bacolan gimananya, nih?
Aku juga mau kalo ada.
 
sudah dong bang

lala memang mantap

makasih, kak.
semoga betah nungguin part selanjutnya.

tau aja anin yang bakal ada di part selanjutnya.
eh, malah jadi spoiler.

siap kak, makasih ya.

Nadila gimana ada GBnya, kak?
ketemunya aja susah sama janu.

Astaga, jahat banget sama anin sampe mau dikasarin.
Wah, bacolan gimananya, nih?
Aku juga mau kalo ada.
Aduh jadi ga sabar
 
Pagi kakak-kakak semua.
Kira-kira kalo bulan ramadhan gini mau tetep update? kalo iya, ntar malem aku update.

Btw, udah baca yang di WP? eps duanya agak berbeda, lho.
Siapa tau tertarik baca.
Jangan lupa vote dan comment juga ya, disana.
Itu juga kalo kakak-kakak semua suka dengan ceritanya.

Sedikit spoiler untuk update nanti malam (kalo pada mau)

Sambil mengusap wajah, aku pun mengangkat telepon tersebut.

“Iya, ada apa, Boy?”

“Masih tidur elu, Jan? Sorry gue ganggu,” ucap Boy dibalik telepon.

“Tak apa …. Thanks for waking me up, anyway.”

“Ya udah, gue langsung aja, Jan. Elu bisa ngentotin Lala lagi?” Pinta Boy tanpa berbasa-basi. Aku hanya terbelalak mendengar permintaan tersebut. Saking kagetnya, bahkan sekarang kesadaranku hampir seluruhnya pulih.

“Aku tak salah dengar, kan?”

“Nggak lah, Jan …. Tapi, gue pengen yang lebih dari ini, Jan. Dengerin gue ….”

Apa yang kemudian dijelaskan oleh Boy sungguh diluar akal sehatku. Aku hanya bisa menggeleng mendengarnya.

“You’re really fucked up this time, Boy.”
 
Episode 17

Confused Man



“Fyuh ….”

Kuhela nafas sembari mengambil duduk disalah satu kursi ruangan rapat ini. Akhirnya aku bisa beristirahat setelah rapat besar direktorat tempatku magang selesai. Rapat yang benar-benar menyita waktuku selama sepekan kebelakang ini berakhir dengan cukup baik dan menuai banyak pujian. Aku pun semakin senang ketika supervisorku mengatakan kepada beberapa pejabat bahwa akulah yang mempersiapkan hampir seluruh kebutuhan maupun data yang dibutuhkan untuk keberhasilan rapat tersebut.

Pukul empat belas lebih lima puluh enam menit, waktu yang ditunjukkan oleh layar smartwatch. Beruntung, setelah rapat ini selesai aku diperbolehkan untuk pulang. Aku pun lantas mengecek gawai yang sedari pagi tak kusentuh sedikitpun. Langsung kubuka seluruh akun media sosial dan aplikasi pesan yang ada di gawai tersebut.

Setelah mengecek dan membalas beberapa pesan yang masuk, aku pun menemukan sebaris nama yang tenggelam cukup jauh. Nadila Cindi. Selain karena kesibukanku mempersiapkan rapat ini, Nadila pun sulit untuk kuhubungi. Bahkan pesanku tiga hari yang lalu tidak pernah dia balas.

Sepertinya aku harus menghubunginya sekarang. Jujur, aku pun rindu kepadanya. Pertemuan kami terakhir bisa dibilang cukup singkat. Kami hanya menyempatkan makan siang bersama disela-sela waktu istirahatku dan kegiatannya yang kebetulan berada dekat dari kantor. Itu pun sedikit diburu waktu karena dia harus cepat melanjutkan kegiatannya sebagai member JKT48.

Cukup lama aku menunggu, Nadila tak kunjung mengangkat telepon. Entah apa yang sedang dia kerjakan. Padahal, sekarang jelas-jelas belum masuk waktunya bekerja. Kegiatannya sebagai anggota JKT48 pun hari ini sepertinya lowong.

BZZZ BZZZ

Tiba-tiba saja gawai yang sedang kugenggam bergetar. Aku sedikit excited, berharap Nadila yang mencoba menelepon balik. Namun, excitement tersebut buyar saat melihat nama yang tertera diatas layar.

Puti Nadhira Is Calling

Ternyata Puchi yang mencoba menghubungi. Untuk beberapa saat aku hanya menatap sembari berpikir, apakah akan mengangkat telepon tersebut atau tidak.

Pada akhirnya aku mengangkat telepon tersebut.

“Ha-,”

LAMA AMAT SIH! TIMBANG ANGKAT TELPON DOANG!” Aku langsung menjauhkan gawai tersebut dari telinga saat Puchi memotong omonganku sembari setengah berteriak.

“Ma-maaf, Puch …. Aku sedang berada di kantor, soalnya,” jawabku. Mendengar jawaban tersebut, Puchi pun sedikit menurunkan nada bicaranya.

Oh, gitu …. Sorry dah gue nggak tau …” ucapnya. “Elu sibuk, nggak? Gue mau minta tolong lagi, nih.

“Pekerjaanku hari ini telah selesai, Puch. Apa yang bisa kubantu?”

Ntar sore Kak Janu bisa jemput Anin di stasiun tv? Gue lagi nemenin dia shooting nih … cuman gue harus cabut bentar lagi,” jelas Puchi.

“Oh, begitu …. Sekarang juga, Puch?”

“Secepetnye ‘ae lah, Kak. Die beres shooting paling sejam lagi. Elu bisa, Kan?” Tanya Puchi.

“Oke, Puch. Kebetulan sekali aku bisa pulang cepat, hari ini.”

Mantep dah. Ya udah, ntar gue bilangin ke Aninnya elu mau jemput, ya ….”

Okay, Puch ….”

Sip …. Thanks, ya … Kak Janu.”

Sambungan telepon kami pun terputus. Entah kenapa aku tak bisa menolak permintaan dari Puchi, apalagi mengenai Anin.

Sigh

Kembali aku hanya bisa menghela nafas. Baik Nadila maupun Anin terus menerus berputar-putar didalam pikiranku. Nadila yang semakin lama terasa semakin menjauh dan sulit untuk kuikuti, serta Anin yang sering aku pikirkan belakangan ini. Mungkin lebih baik jika aku hanya mengerjakan apa yang sedang ada didepan mata, menjemput Anin yang urusannya selesai satu jam lagi.

Sepertinya aku harus pergi dari sekarang. Lalu lintas Kota Jakarta akan semakin gemas apabila mendekati jam pulang kerja. Kubereskan seluruh barang bawaanku, kemudian meminta ijin kepada supervisor dan langsung pergi meninggalkan gedung kantor ini.

.

.

.

Aku pun sampai di gedung salah satu stasiun TV ternama setelah menempuh perjalanan hampir lebih dari satu jam. Anin sendiri sebelumnya sudah memberikan pesan bahwa seluruh rangkaian shootingnya hari ini telah selesai, dan dia menunggu di salah satu kedai kopi yang berada di dalam area stasiun TV tersebut.

Aku pun langsung pergi menuju kedai selepas memarkirkan mobil. Kedai tersebut terletak di taman yang berada di sebelah timur komplek stasiun televisi ini. Dari kejauhan nampak kedai tersebut cukup ramai oleh pengunjung, yang rata-rata merupakan karyawan dari stasiun televisi ini jika dilihat dari seragam dan nametag yang mereka gunakan.

Aku pun menemukan Anin sedang duduk di salah satu meja didalam kedai tersebut. Terlihat dia sedang asik bercengkrama dengan dua pria berada satu meja dengannya. Aku sendiri tak mengetahui siapa kedua pria tersebut karena mereka duduk memunggungiku.

“Kak Jan … Siniii ….”

Anin yang menyadari keberadaanku dari jauh langsung tersenyum lebar sembari melambaikan tangannya. Melihatnya tersenyum seperti itu, aku pun ikut tersenyum. Kedua pria yang berada dihadapan Anin pun ikut menoleh kearahku.

“Jadi ini, Nin? Cowok baru elu?” celetuk pria yang berwajah culas saat aku tiba di meja mereka.

“Diih … kepo banget deh …” ucap Anin sembari mendengus kearah pria tersebut. Kemudian, Anin kembali menatap kearahku sembari tersenyum. “Sini, Kak Jan. Duduk ….” Anin pun sedikit bergeser kearah dalam sofa yang sedang dia duduki, dia pun menepuk jok sofa sebelahnya, mengisyaratkan agar aku mengambil duduk disana.



Anin terlihat cantik dengan gaun terusan coklat yang dia gunakan. Gaun diatas lutut tersebut sangat pas dengan ukuran tubuhnya, sehingga membuat Anin terlihat lebih seksi. Nampak pria berwajah culas itu sesekali mencuri pandang kearah lekuk tubuhnya.

“Kenalin, Kak Jan. Ini Kak Mamet,” ucapnya sembari menunjuk pria berkacamata yang berperawakan lebih kurus dari pria yang terlihat culas disebelahnya. “Yang ini mah nggak usah lah, ya. Norak soalnya,” cemooh Anin yang langsung disambut dengan tawa oleh Mamet.

“Yah, kok gitu sih, Nin. Gue juga mau kenalan sama bule. Siapa tau bisa dapet pasangan bule juga kayak elu,” balas pria tersebut ketus.

“Elu juga pengen punya cowok bule, Jan?! Gue jadi serem dah, shooting bareng sama elu,” ucap Tomi kepada pria tersebut. Sontak Anin dan Tomi kembali tertawa melihat pria culas itu semakin cemberut.

Kami pun kembali mengobrol. Pria culas yang ternyata bernama Ojan itu tenyata sangat asyik diajak berkelakar. Mereka berdua merupakan caster e-sport yang sudah cukup terkenal, dan menjadi host di salah satu acara yang tayang di stasiun TV ini. Anin sendiri kedapatan menjadi bintang tamu disalah satu episodenya.

Langit tampak bertambah gelap seiring dengan asyiknya kami mengobrol. Anin sendiri nampak asyik bercanda dengan Tomi. Bahkan sesekali mereka seperti saling merayu satu sama lain. Entah kenapa membuatku sedikit tidak nyaman.

“Met, Met ….” Tiba-tiba saja Ojan menyenggol bahu Mamet. Mereka pun sedikit berbisik sembari sesekali melirik kearahku. Sungguh, hal tersebut membuatku semakin tidak nyaman.

“Eh, Nin … kayaknya gue harus cabut, deh. Gue ada janji abis ini,” ucap Mamet tiba-tiba.

“Iya, Nin …. Gue juga cabut, yah. Gue harus ngasih makan si Dino, tokek gue,” sambung Ojan.

“Oh … oke deh, Kak Mamet, Kak Ojan. Gue baru tau kalo Kak Ojan pelihara tokek dirumah,” ujar Anin sembari menatap kearah Todi.

“Gue baru beli tadi, Nin. Online,” jawab Todi sekenanya. “Dah yah, kita cabut dulu.”

Mereka berdua pun pergi meninggalkan kami berdua. Selepas mereka pergi, Anin pun menatap kearahku sembari tersenyum. Senyumannya memang cantik, namun terlihat menjengkelkan. Seolah menyiratkan bahwa dia sedang mengolok-olok diriku.

“Kok Cemberut, Kak? Cemburu yaaa?” Tanya Anin tiba-tiba. Aku sendiri hanya bisa tersenyum kecut tanpa bisa membalas olokannya. Anin terus menggodaku. Namun aku sendiri hanya bisa diam karena memang aku sendiri tak paham kenapa aku bisa seperti ini kepadanya.

“Sudah, Nin. Kita pulang sekarang, ya?” Ajakku. Namun, sepertinya Anin memiliki rencana lain.

“Kita makan dulu ya, Kak? Aku pengen shabu-shabu.”

Okay, Nin.” Anin pun langsung terlihat sumringah. Setelah dia memasukkan seluruh barangnya kedalam tas, kami pun langsung pergi menuju area parkir tempat mobilku tersimpan. Kami pun langsung meluncur ke salah satu restoran yang berada dekat dengan apartemen Anin.

Tak terlalu banyak yang kami bicarakan selama menikmati makan malam. Dia sedikit bercerita tentang shooting yang tadi dia lakukan, dan juga tentang e-sports yang merupakan salah satu passionnya. Bahkan, sama seperti Nadila, Anin pun menginisiasi terbentuknya salah satu sub-unit JKT48. Bersama beberapa member yang lain, dia membentuk Valkyrie48, sebuah sub-unit yang memfokuskan membernya untuk menjadi e-girls.

Selepas makan malam dan berbincang, kami pun langsung meninggalkan restoran menuju apartemen Anin. Saat berjalan menuju parkiran, tiba-tiba Anin menarik tanganku dan bersembunyi di balik tembok.

“Kak Janu, bentar …” ucapnya setengah berbisik. Dia pun menoleh kearah parkiran. Raut wajahnya terlihat aneh. Aku yang kaget langsung berpikir, apakah ada fansnya yang memergoki kami sedang bersama? Seketika aku pun khawatir dan ikut menoleh kesekeliling.

“Ada apa, Nin?” Tanyaku. Tapi tak dia gubris dan terus melihat kearah parkiran. Dia lantas mengambil foto ke salah satu mobil yang ada di parkiran itu, dimana terdapat seorang gadis yang sedang dituntun masuk kedalam mobil oleh seorang pria. Tak lama, pria itu pun ikut masuk kedalam mobil. Mobil tersebut pun meninggalkan tempat ini.

“Kok bisa, ya?” gumam Anin. Hal tersebut semakin membuatku penasaran.

“Bisa kamu jelaskan apa yang terjadi, Nin?” tanyaku sembari menepuk pundaknya.

“E-eh … iya, Kak … aku jelasin sambil jalan, ya.” Aku hanya mengangguk.

Kami berdua pun akhirnya masuk mobil dan meninggalkan tempat ini. Dijalan, Anin kemudian bercerita. Ternyata yang kami temui tadi adalah temannya sesama member JKT48.

“Oh, jadi gadis yang bersama pria tadi bernama Gracia?” Anin mengangguk. Dia pun meneruskan ceritanya. “Aku aneh aja, Kak. Kok dia bisa jalan sama cowok lain. Perasaan cowoknya Gre itu Kak Yos, deh.”

“Mungkin dia sedang menemani saudaranya, Nin,” tukasku sembari mengemudi.

“Iya kali, ya? Tapi kayaknya aku pernah liat cowok itu, deh. Dimana, ya?” Anin pun seperti berpikir. Dia pun kemudian mengecek gawainya. Suasana di mobil pun seketika hening. Hanya alunan lagu menemani perjalanan kami membelah kemacetan Jakarta ini.

“Kak Janu ….” Tiba-tiba saja Anin memanggil namaku. Aku pun langsung menoleh singkat kepadanya sembari menggumam sebelum kembali menatap kedepan.

“Kak Janu beneran cemburu?” Tanya Anin mencoba menanyakan kembali hal yang terjadi tadi sore. Aku yang sedikit kaget menoleh kearahnya. Entah kenapa pandangan Anin terlihat seperti berharap akan sesuatu.

“Kenapa memangnya, Nin?”

“Ini Kak Tomi chat aku, Kak. Katanya minta maaf ke Kak Janu udah godain aku didepan pacarnya,” Sambungnya lagi.

“Aku bukan siapa-siapamu, Nin,” Jawabku sembari tersenyum kecil. Terlihat dia tidak puas dengan jawaban diplomatis itu. Wajahnya nampak merengut.

“Ya udah, kalo misalnya … Kak Janu cowok aku, Kak Janu cemburu nggak?” Dia kembali bertanya. Entah kenapa Anin menjadi tersipu setelah menanyakan hal tersebut. Senyuman lebarnya tak mampu menyembunyikan hal tersebut.

Aku pun ikut tersenyum melihatnya kelakuannya. Anin terlihat sangat menggemaskan apabila sedang bertingkah seperti ini. Kuhela nafas cukup panjang, sebelum menatap dan mulai menjawab pertanyaan retorisnya tersebut.

“Jika kasusnya seperti itu, jawabannya jelas iya, Nin.” Senyum Anin menjadi semakin lebar mendengar jawabanku. Belum lagi pipinya yang semakin merona. Jantungku mulai berdegup lebih kencang dari biasanya. “Lelaki mana yang bisa tahan melihat kekasihnya digoda oleh pria lain seperti tadi, Nin.”

Usai mengucapkan kalimat tersebut, aku tersenyum kepadanya dan kembali menatap ke depan. Sebentar lagi kami akan sampai di gedung apartemennya.

Cuph

Anin tiba-tiba saja mencium pipiku. Sejenak aku terkejut, dan kembali menoleh kearahnya. Dia sendiri nampak menundukkan kepala, mencoba menyembunyikan wajahnya yang benar-benar merah padam.

Aku pun menjadi tersipu malu. Udara disekitar kami pun seperti menghangat. Padahal, indikator AC mobil terlihat sangat dingin. Aku seperti tak sanggup memandang kearahnya.

Tak terasa, kami pun sampai di depan lobi apartemen Anin. Aku berhenti tepat didepan pintu masuk apartemen tersebut.

“Kita sudah sampai, Nin. Jangan tidur terlalu larut, ya. Istirahatlah,” ucapku sembari menatap kearahnya. Anin terlihat menerawang, seperti memikirkan sesuatu.

Anin pun kemudian menoleh. Dia seperti ingin mengucapkan sesuatu namun tertahan.

“Kenapa, Nin?”

Tanpa aba-aba, Anin mengecup bibirku. Tangannya yang halus ikut mengelus pipiku. Kecupan yang cukup singkat karena kami menyadari bahwa ini masih ditempat umum.

Nafsuku mulai terlecut akibat cumbuan tadi. Tanpa banyak bicara aku pun mengarahkan mobil menuju basemen apartemen Anin. Sialnya, parkiran basemen cukup penuh sehingga aku harus memarkirkan mobilku cukup jauh kebawah. Namun, hal tersebut rupanya memberikan keuntungan lain.

Ya lantai paling bawah basemen apartemen Anin terlihat sangat sepi. Aku yang sudah tidak sabar langsung mencium bibirnya selepas memarkirkan mobil. Anin yang sepertinya juga sudah tidak sabar hanya memejamkan mata. Dia pun memiringkan kepalanya agar dapat membalas ciumanku dengan lebih dalam.

“Cuupphh … ssllrrpp … mmhhh ….”

Pahanya yang mulus dan putih mulai kugerayangi. Belum sempat aku menelusup masuk kedalam gaun terusan coklat yang dia gunakan, Anin tiba-tiba menggenggam tanganku. Dia pun ikut melepas cumbuannya.

Sambil menghela nafas yang terdengar memburu, dia pun menatap kearahku seraya berkata, “jangan disini, Kak Janu ….”

.

.

.

Kami pun masuk kedalam unit apartemen Anin sembari berpegangan tangan. Baru saja pintu tertutup, Anin langsung berjinjit dan mencium bibirku. Ciuman yang terasa sangat liar. Dia bahkan menghisap bibir seakan ingin menghabiskan seluruh saliva yang ada dalam mulutku. Aku pun membalas mencium bibir Anin yang memang

“Aku kangen banget sama Kak Janu,” ucap Anin saat ciuman kami terlepas. “Nggak ada yang bisa bikin aku puas banget selain Kakak.”

Aku sendiri hanya tersenyum mendengar pujian Anin. Dia lantas menuntunku menuju kamarnya. Sembari tersenyum nakal, dia mendorong tubuhku hingga terjerembab keatas ranjang. Anin pun lantas merangkak naik keatas tubuhku.

Dia pun langsung mencium bibirku dengan liar dan langsung kubalas dengan tak kalah ganasnya. Desahan dan erangan keluar dari mulutnya saat payudara dan pantatnya kuremasi. Matanya terpejam, bahkan terkadang mengerjap menikmati seluruh perlakuanku.

“Nngg … Kaak …. Nakal, ih!” protes Anin saat cumbuan kami terlepas, berbanding terbalik dengan senyuman kepuasan yang tersungging dibibir seksinya itu.

Anin sekarang mulai menciumi belakang telinga sembari membuka kancing kemejaku. Ciumannya pun terus turun saat kemejaku berhasil dia buka, menyelusur ke dagu, leher hingga dada. Diciuminya area dadaku hingga menuju putingnya. Sambil menatap nakal kearah, diciumnya puting tersebut, kemudian dijilatnya bahkan sesekali dia gigit. Tak sadar aku sampai mendesah menerima seluruh perlakuan liar tersebut.

“Aahhh Nin ….”

Rasanya seperti Anin ingin mengendalikan permainan ini. Kubiarkan saja sembari kunikmati seluruh perlakuannya kepadaku. Anin sekarang menurunkan seluruh ciuman dan jilatannya ke perutku sembari membuka ikat pinggang yang kugunakan. Dia pun langsung menurunkan celanaku saat ikat pinggangnya terlepas.

Bibirnya kini sampai dihadapan penisku yang sudah mengacung tegak. Digenggamnya penis yang terasa besar untuk kedua tangannya itu, lalu dia jilat dari ujung penis hingga kepangkalnya. Sesekali Anin meludahi penis tersebut, kemudian dia kocok dengan kedua tangannya.

Dia mulai memasukkan penis tersebut kedalam mulutnya. Terasa hangat dan basah. Lidahnya seperti menjilati batang penisku saat berada didalam mulutnya. Kepalanya bergerak naik turun, hingga tak terasa penisku sudah masuk tiga perempatnya. Entah, Anin seperti semakin mahir dalam memanjakan penisku. Kuluman mulutnya terasa semakin nikmat.

“Sshhh ….”

Raut wajah Anin berubah seperti tersenyum saat mendengarku mendesis keenakan. Dia pun melepas kulumannya sembari menyeringai. Tangannya tetap aktif mengocok dan meremas penisku.

“Hihihi ….”

Anin tertawa kecil melihatku kelojotan seperti ini. Tak lama, dia pun kembali memainkan penisku. Kali ini, dia mengulum dan menjilati buah zakarku sembari tetap mengocok nikmat batang penisku yang terasa semakin berkedut. Tak lama, dia pun kembali melahap penisku. Cukup dalam hingga terasa kepala penisku menyentuh ujung tenggorokannya.

“Aahh … Nin ….”

Aku yang merasa keenakan kemudian menahan kepala Anin, mencoba menikmati Deepthroat yang dia berikan lebih lama. Aku pun melepaskan peganganku saat Anin terlihat kehabisan nafas dan kewalahan. Kemudian memintanya melakukan hal yang sama hingga beberapa kali. Anin sendiri terlihat lemas setelahnya.

“Hhh … bentar hhh … Kak ….”

Dia pun melepas kulumannya seraya berbaring diatas ranjang. Tubuhnya terlihat kembang kempis. Gaun terusan coklat yang dia gunakan pun tampak basah oleh keringat. Begitu pula dengan leher dan wajahnya.

Seketika aku teringat dengan satu set benda yang diberikan oleh Puchi tempo hari. Aku pun kemudian bertanya kepada Anin mengenai benda tersebut. “Mainan yang diberikan oleh Puchi kamu taruh dimana, Nin?”

Anin pun menoleh sembari menjawab pertanyaanku. “Dilemari, Kak. Bagian bawah. Kakak mau ngapain?”

“Boleh kugunakan sekarang?” Anin hanya mengangguk sembari tersenyum lemah. Aku pun membuka laci lemari Anin yang paling bawah, dan menemukan kotak berisi mainan dewasa tersebut. Aku pun mengambil sebuah vibrator, dua buah anal plug dan lubricant dari dalam kotak tersebut.

Anin sendiri hanya menatap sayu kearahku. Dia seperti pasrah dengan apa yang akan kulakukan kepadanya.

“Biar kubuka bajumu, ya,” pintaku yang kembali hanya dibalas dengan anggukan. Dia pun mengangkat tubuhnya saat kucoba untuk menarik gaunnya keatas. Tak lupa aku pun melepas bra beserta celana dalam yang ternyata sudah terasa basah. Tubuh mulus Anin yang putih dan menggoda sekarang terpampang polos dihadapanku.

Aku pun menyalakan vibrator dan mendekatkannya ke puting kiri Anin. Anin sendiri hanya memejamkan mata sembari menggigit bibir bawah akibat rasa geli yang bercampur nikmat dari vibrator tersebut.

“Nnngg aahhh … geliii aaahhh ….”

Anin sendiri menggeliat dan mencoba menarik vibrator tersebut dari payudaranya. Namun, langsung kutarik dan kutahan kedua tangan Anin diatas kepalanya. Ketiaknya yang mulus pun terekspos dengan jelas dan sangat menggoda.

“Aaahhh … aaahhhh ….”

Anin terus mendesah. Desahannya semakin kencang saat vibrator tersebut terus berpindah dari puting kiri dan kanannya bergantian. Terlihat kedua putingnya pun semakin menegang. Tubuhnya pun menggeliat, meronta menahan kegelian tersebut.

Kupindahkan vibrator tersebut keseluruh tubuhnya. Terus turun menelusuri perut, pinggang, paha, hingga kini sampai ke area selangkangannya.

“Kak Jaanaahhh!!”

Anin berteriak cukup kencang saat vibrator tersebut sampai di vaginanya. Kupegangi pahanya agar tetap mengangkang. Anin sendiri sekarang hanya bisa meremas bahuku, yang semakin lama semakin terasa lemah. Dia pun terus mendesah saat kecepatan vibrator tersebut kunaikkan.

“Aaahh Kak Jaan geliii-Uuuhhh ….”

Anin terus meronta sembari mendesah kencang. Remasan tangannya pun terasa semakin kuat. Wajahnya seperti sedang menahan sesuatu. Sepertinya dia akan orgasme. Vibrator tersebut pun semakin kutekan kuat ke bibir vaginanya.

“AAAHHH!!!”

Anin mendesah panjang sembari mengejan. Cairan bening langsung menyemprot keluar dari vaginanya. Dia Squirt! Pinggulnya beberapa kali bergetar. Anin pun terlihat kepayahan setelah orgasme hebat itu. Tubuhnya terkulai lemah bercucuran keringat. Nafasnya pun terdengar sangat pelan.

“How was it, Nin?”

Anin hanya memandangiku dengan tatapan yang sayu. Dia pun hanya tersenyum kecil. Senyuman yang sepertinya menandakan bahwa dia juga sangat menikmati perlakuan tersebut.

“Sini, Kak …” lirih Anin sembari mengangkat tangannya. Kuraih tangan tersebut sembari berbaring menyamping disisi Anin. Kami pun saling bertatapan sebelum akhirnya bibir kami kembali bertemu. Kami kembali berciuman. Ciuman yang terasa sangat lembut, seperti saling menyalurkan kasih sayang satu sama lain.

Tangan kami pun saling membelai satu sama lain. Aku pun menindih tubuh Anin sembari terus mencumbunya. Penisku yang sudah sangat tegang mulai menggesek bibir vagina Anin. Perlahan, kuarahkan penis tersebut masuk kedalam vaginanya.

“Mmhuaahh … ccllppkkk … hhmmm ….”

Mata Anin terbelalak saat penisku melesak masuk dan menjejali liang kewanitaannya. Terasa sangat becek. Namun, entah kenapa dinding vaginanya masih terasa sangat menjepit. Sambil terus berciuman, aku pun mulai menggerakan pinggulku.

Keringat mulai mengucur dari tubuhku, menetes dan bercampur dengan keringat dari tubuh Anin. Anin sendiri hanya memejamkan mata, menikmati seluruh persetubuhan kami. Tangannya tak lepas memeluk tubuhku, terkadang jemarinya mencengkram kuat, mungkin penisku berhasil menyentuh titik sensitifnya beberapa kali.

Payudaranya yang berguncang bebas pun tak luput dari remasanku. Semakin lama, kugerakkan pinggulku semakin cepat, bahkan terkadang cenderung kasar. Aku sendiri cukup sulit mengendalikan permainan ini, melihat Anin yang sangat terangsang membuatku harus mampu mengendalikan diri agar tidak cepat keluar. Aku masih ingin menikmati Anin lebih lama lagi.

“Cepethin … kaaakh …” pinta Anin sembari mendesah. Sepertinya, dia akan kembali orgasme. Aku pun mempercepat sodokanku. Vagina Anin terasa terus berdenyut.

“AAAHHH! MMM!!” Anin mendesah kencang kemudian menggigit bibir bawahnya. Dia kembali orgasme. Kedua pahanya terasa mengapit kuat. Dapat kurasakan cairan mengalir didalam vaginanya, membasahi penisku yang masih berada didalam liang tersebut.

Kupelankan tempo sodokanku sembari mencium kembali bibirnya. Bibir yang merupakan salah satu hal yang paling kusuka dari Anin. Kusingkirkan rambut yang menghalangi wajah cantiknya. Kami pun saling berpandangan dan tersenyum.

“Kulanjutkan lagi, ya?” pintaku kepadanya. Anin hanya mengangguk.

Kuangkat tubuhnya hingga kami sekarang duduk berhadapan. Anin sendiri sekarang duduk dipangkuanku. Tanpa menunggu lama, aku pun menggerakan pinggul, membuat penisku keluar masuk vaginanya dengan tempo yang langsung tinggi. Tak butuh waktu lama hingga erangan dan desahan kembali menggaung didalam ruangan ini.

Anin memeluk tubuhku sembari ikut menggoyangkan pinggulnya. Kupegangi pinggulnya agar tetap stabil saat kami berdua saling bergoyang liar. Dalam posisi ini, dinding vagina anin terasa lebih menjepit. Penisku pun seperti mentok menyentuh mulut rahimnya.

Rasa gatal semakin memuncak menuju ujung kepala penisku. Aku akan berejakulasi sebentar lagi. Lenguhanku semakin jelas terdengar, seiring dengan semakin cepatnya aku menggoyangkan pinggulku yang bergerak semakin tak beraturan.

“Aku mau keluar, Nin nngghh ….”

“Bareng aja, Kakh.”

Nafas kami yang semakin memburu terdengar saling bersahutan, seiring dengan semakin cepatnya kami memacu persetubuhan ini. Rasa nikmat pun tak bisa lagi kutahan.

Kutekan kuat pinggul Anin sebelum mengangkat tubuhnya. Namun, Anin sendiri tak bergeming. Dia menahan tubuhnya sembari terus bergoyang. Sepertinya, Anin pun ikut mengejar orgasme, dan dia pun tak peduli aku menyemprotkan sperma kedalam rahimnya.

“NNGGHH!!” Sambil menggeram, kutembakan spermaku didalam rongga vaginanya. Pinggulku mengejan, saat spermaku terus keluar memenuhi rongga vaginanya. Terasa vaginanya pun ikut berkedut.

“Cuupphh … mmmhhmm ….”

Anin malah memegangi kepala dan mencium bibirku. Dia kembali orgasme. Aku pun memeluk erat tubuhnya yang basah oleh keringat.

Kulepas pelukanku sembari merebahkan tubuhnya keatas ranjang. Penisku pun terlepas dari liang vaginanya saat aku ikut berbaring disamping Anin. Dia pun tersenyum sembari memandang kearahku. Kusibakkan kembali rambut yang menghalangi wajah Anin. Anin pun ikut mengelus wajahku dengan lembut.

Kami saling berpandangan tanpa mengucap sepatah kata pun. Entah, aku sendiri sulit mengatakan apa yang sedang terjadi saat ini. Tapi aku sendiri seperti senang berada disampingnya.

“Kita istirahat, ya.” Anin pun hanya mengangguk. Aku pun menarik selimut ranjangnya, karena semakin lama udara terasa semakin dingin. Kukecup kening Anin yang sekarang mulai memejamkan mata didalam dekapanku, seraya ikut terpejam.

.

.

.

BZZZ BZZZ

Suara gawai yang bergetar membuatku terbangun. Anin sendiri masih tertidur disampingku. Wajah tidurnya terlihat sangat menggemaskan. Sungguh berbeda dengan kemarin malam yang terasa sangat liar. Aku pun hanya bisa tersenyum melihat wajah tersebut.

BZZZ BZZZ

Gawai yang tadi membangunkanku masih saja bergetar. Sepertinya gawai tersebut milikku. Jarum jam menunjuk ke angka delapan saat aku menoleh kearah jam tersebut. Siapa yang menelepon sepagi ini?

Aku pun turun dari ranjang dan langsung mengambil gawai di saku celana. Ternyata Boy Cassano, kekasih Lala yang menelepon.

Sambil mengusap wajah, aku pun mengangkat telepon tersebut.

“Iya, ada apa, Boy?”

“Masih tidur elu, Jan? Sorry gue ganggu,” ucap Boy dibalik telepon.

“Tak apa …. Thanks for waking me up, anyway.”

“Ya udah, gue langsung aja, Jan. Elu bisa ngentotin Lala lagi?” Pinta Boy tanpa berbasa-basi. Aku hanya terbelalak mendengar permintaan tersebut. Saking kagetnya, bahkan sekarang kesadaranku hampir seluruhnya pulih.

“Aku tak salah dengar, kan?”

“Nggak lah, Jan …. Tapi, gue pengen yang lebih dari ini, Jan. Dengerin gue ….”

Apa yang kemudian dijelaskan oleh Boy sungguh diluar akal sehatku. Aku hanya bisa menggeleng mendengarnya.

“You’re really fucked up this time, Boy.”

.

.

.

tbc
 
Sampe juga ke sweet seventeen.
ehehe'

Nggak usah banyak bicara lagi, silahkan nikmati eps 17.
Ada hint buat bikin project baru disini, dimananya cari tahu sendiri aja, ya.
ehehe'

btw, yang di WP juga udah sampe eps 3, dan cukup banyak perubahan disana.
Ditunggu komen sama vote disana, ya.

kalo bisa disini juga, sih.

ehehe'
 
Wah mantap update alhirnya ada part anin lg, wah next anin dibawa ke tempat lala kah? Ahhaa
 
Udah update ternyata, anin lagi ehehe

Project baru, hmm... apa nih, side story? Cerita baru?
 
Makasih updatenya hihihi
sama sama kak
semoga terhibur
Wah mantap update alhirnya ada part anin lg, wah next anin dibawa ke tempat lala kah? Ahhaa
nah, itu belum tau.
yang jelas, part berikutnya ada hubungannya dengan lala.
Udah update ternyata, anin lagi ehehe

Project baru, hmm... apa nih, side story? Cerita baru?
side story, sih.
disana kan anin mergokin seseorang, tuh.

nah ceritanya bakalan itu, rencananya.
nunggu rame lagi, sih.


btw, udah pada liat yang di WP?
ceritanya agak berbeda dari ini, siapa tau mau baca dari awal tapi pengen refresh.
tapi alurnya ga berubah.
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd