Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Lorem Ipsum Dolor Sit Amet (All I Wanna do is Keep on Loving You) END

Status
Please reply by conversation.
Min update aninn mau coliii
ditunggu aja kak,
tahan dulu.

pake lagi celananya.
Sisca Aurelnya manaaaa~~~ hayuuu
hayuuu kak
Huuufftttt
masih nunggu aby, kak?
udah ini, deh.

sepertinya.
Waduh anin lagi, langsung gaskeun
siap, ditunggu kak, ini editornya lama.
he hehehe anin hehe

Ditunggu arc dia yg udah potong rambut, penasaran karakternya sama atau ngga. Soalnya kalo diliat dari tiktok dia abis potong rambut jadi agak sedikit "bitchy" gitu, dia juga bilang sendiri ditwit**ter hehe
iya kak, makin menggoda lama kelamaan,
ehehe'
update ntar malem, masih diedit nih. Lagi nambahin scene UMA merkosa janu.
buruan dong kak, udah jangan ditambah yang aneh aneh lah.

ayennya ga jadi nih ....
 
Buruan buruan, emang gampang ngedit, si bucin juga tuh ikut2an bikin trit, jadi double job kan saiya tuan.
Awas yak Ayen gak jadi, request banned lah.
 
Episode 13

Conundrum





BBZZZ BBZZZ


Bunyi dari getaran gawai yang kutaruh diatas meja membuat fokusku yang sedang bermain FIFA buyar seketika. Kutekan tombol pause seraya mengecek layar dari gawaiku. Ternyata Nadila mencoba menelepon. Kupasang airpods sambil menekan sensornya.

“Halo, Jan ….”

“Halo, Nad. Ada apa?”

“Aku cuma mau denger suara kamu, Jan.” Suaranya terdengar sangat manja. Entah kenapa aku tersenyum mendengar ucapannya tersebut.

“Ah, aku kira kamu kenapa-kenapa. Acaramu sudah selesai, Nad?” Tanyaku. Nadila sendiri sekarang sedang menjadi bintang tamu di sebuah acara TV swasta bersama beberapa member JKT48 lainnya.

“Masih ada dua segment lagi, Jan.” Jawabnya pelan.

“Jangan terlalu lelah, Nad. Semangat ya,” ucapku menyemangatinya.

“Makasih ya, sayang …. Besok jadi?” Tanyanya dibalik telepon. Dua hari yang lalu aku berjanji akan mengantarnya membeli gitar listrik.

“Jadi, Nad. Besok sore aku jemput, ya.”

“Makasih ya, sayang. Udah ya, aku mau take lagi, love you, Jan.”

Love you too, Nad.”

Sambungan telepon pun terputus. Entah kenapa, selesai menelepon, muncul perasaan aneh menyelimuti pikiranku. Pertandingan FIFA yang sedari tadi kumenangkan kini terasa hambar. Langsung kumatikan konsol dan televisi yang ada di depanku, seraya merebahkan diri diatas sofa.

Kubuka aplikasi pemutar musik di gawaiku. The Sigit? Band macam apa itu? Ah, rekomendasi dari aplikasi ini tak pernah salah. Kutekan tombol play.


How could you say you paid attention?

Keep making the same mistake

How could you say you paid attention?


Kuhela nafas cukup panjang. Lirik terakhir dari lagu tersebut terus terngiang didalam kepalaku. Pikiranku mulai menerawang sembari menatap kosong kearah langit-langit. Sudah dua pekan semenjak pertengkaranku dan Nadila di hotel berlalu. Seperti biasa juga, besoknya kami langsung berbaikan dan kembali menjalani hari tanpa mengungkit hal yang telah terjadi. Aku mulai merasa bosan dengan hal ini.

BBZZZ BBZZZ

Kembali gawaiku bergetar. Nada dering pun terdengar dari keluar dari airpods yang masih terpasang di telingaku. Dengan malas, aku kembali menekan sensor untuk mengangkat telepon tersebut.

“Halo.” Dengan sedikit ketus aku menjawab telepon tersebut. Aku sendiri tak tahu siapa yang menelepon karena aku aku tak mengecek layar gawai terlebih dahulu.

“Halo, Kak Jan?” Suara yang tidak begitu asing sontak membuatku bangkit. “Kak Janu lagi apa?”

Langsung aku mengecek layar gawai, mencoba memastikan apakah tebakanku akan suara ini benar atau tidak. Dan ternyata, tebakanku tepat.

“ANINDHITA RAHMA”

“Halo, Nin. Aku habis bermain game. Kenapa, Nin? Ada yang bisa kubantu?” Aku menjadi sedikit antusias begitu tahu ternyata Anin menghubungi.

“Oh, gitu. Kakak lagi sibuk, nggak? Kalo nggak, aku mau minta jemput, boleh? Aku lagi diluar bareng sama temen-temenku,” pinta Anin dari balik telepon.

“Oh, boleh, Nin. Kamu dimana sekarang? Aku jemput pukul berapa?”

“Kayaknya bentar lagi juga mau pada pulang, Kak. Kalo boleh, sekarang aja, Kak. Aku di GI.”

Okay, Nin. Aku bersiap dulu sebentar, ya.”

Oke, Kak. Aku tunggu, ya. Bye ….

Sambungan telepon pun terputus. Semangatku kembali muncul. Aku pun langsung menuju kamarku untuk merapikan diri. Entah kenapa aku ingin menampilkan yang terbaik ketika akan bertemu dengan Anin.

Selang beberapa saat, aku pun siap untuk pergi. Ingin rasanya aku mengendarai LFA yang baru saja kubeli, namun sepertinya akan lebih santai jika aku menggunakan G30 saja. Lagipula, untuk mengeluarkan LFA perlu sedikit effort karena mobil terhalang oleh F87 yang terparkir di depannya. Tanpa suara, mobil yang kukendarai pun akhirnya melaju, mengantarku pergi menuju tempat dimana Anin berada.

.

.

.

Aku pun hampir sampai ke tempat tujuan, sebuah pusat perbelanjaan di jantung kota Jakarta. Tak ingin lama menunggu, Kutelepon Anin sebelum tiba di depan pintu masuk Mall. Hal ini kulakukan agar Anin menungguku didepan lobi Mall saja.

“Halo, Nin,” ucapku sesaat setelah teleponku tersambung.

“Halo, Kak Jan. Udah dimana?”

“Sebentar lagi aku tiba, Nin.”

Oh, Aku tunggu didepan lobi ya, Kak.”

Okay, Nin. Aku sudah masuk ke pelataran Mallnya,” tutupku sembari mengakhiri sambungan telepon.

Semakin mendekati lobi, aku dapat melihat jelas Anin yang sedang berdiri melihat kearah mobilku di depan pintu masuk. Raut wajahnya seketika berubah, sepertinya dia pun menyadari akan kedatangan mobilku.

Anin langsung membuka pintu depan saat mobilku berhenti. Dia pun lantas menatap ke arahku dengan senyuman yang amat manis.



“Maaf jadi ngerepotin, ya, Kak,” ucap Anin. “Temenku boleh nebeng ya, kak?”

“Tak apa, Nin,” jawabku sembari tersenyum kearahnya. Melihatnya menatapku, aku menjadi semakin bersemangat. “Oh, boleh. Langsung masuk saja ke belakang, ya,” lanjutku.

Anin pun terlihat berbincang dengan temannya, kemudian dia duduk di kursi penumpang disebelah supir. Temannya pun kemudian masuk dan duduk di kursi penumpang tepat dibelakang Anin.

“Kenalin, Kak. Namanya Lala.”

Lala pun menganggukan kepalanya saat kutoleh. “Maaf ya, Kak. Aku jadi ngerepotin.”



It’s really okay.” Aku pun tersenyum kepada Lala. Dia pun hanya ikut tersenyum. Lala sendiri memiliki perawakan yang tak jauh berbeda dengan Anin. Hanya saja, Lala terlihat lebih berisi karena pipi yang gembil, dan juga potongan sebahunya. Matanya pun terlihat lebih teduh daripada Anin.

Mobil pun kembali melaju membelah jalanan ibukota. Kali ini, aku mengemudi dengan lebih santai. Tak baik juga aku mengemudi ugal-ugalan ketika membawa dua gadis cantik ini bersamaku.

Anin seperti tak putus bercerita kepadaku selama perjalanan menuju apartemennya. Hampir semua dia ceritakan kepadaku tentang aktivitasnya belakangan ini. Mulai dari kegiatannya di JKT48 maupun perkuliahannya. Dia seperti senang bercengkrama denganku, begitu pun sebaliknya.

Dia pun menceritakan tentang pertemuannya tadi bersama teman-teman bekas tim T nya yang akhir tahun lalu dibubarkan.

“Yang lain pada nginep, sih, Kak. Aku sendiri besok ada urusan lain. Takut kecapean,” jelas Anin kepadaku.

“Oh, begitu. Berarti, Lala member jeketi juga?” Tanyaku kepada Lala yang berada di bangku belakang. Semenjak tadi, Lala yang berada dibelakang tidak begitu aktif. Dia hanya mendengarkan kami mengobrol, sesekali dia pun ikut tertawa kecil.

“E-eh …. Iya, kak.” Lala yang seperti kaget karena aku bertanya kepadanya. Bahkan dia terlihat gugup saat menjawab pertanyaan tersebut.

“Ngelamunin apa kamu, La?” Tanya Anin sembari menoleh kearahnya.

“Nggak kok, Kak. Aku cuman agak capek aja,” jawab Lala sembari tersenyum.

“Kamu istirahat saja dulu, La. Biar nanti aku antar sampai tempat tinggalmu.” Aku menawarkan diri untuk mengantarkannya pulang. Mendengar ucapanku, wajah Lala yang tadinya lesu, kini terlihat sedikit berenergi.

“Yang bener, Kak? Tapi, nggak apa-apa, nih, sama Kak Aninnya?” Lala terlihat menoleh ke Arah Anin, seperti meminta persetujuan darinya.

“Ya nggak apa-apa, La. Tadi anak-anak udah nitipin kamu ke aku. Aku juga percaya sama Kak Janu, dia pasti bakal nganterin kamu pulang.” Aku pun hanya mengangguk saat Anin menatap kearahku.

“Waah … makasih banyak Kak Janu, Kak Anin.” Lala pun tersenyum lebar sembari memicingkan matanya. Lucu sekali. “Beruntung banget ya, Kak Anin. Punya cowok baiiik banget. Udah gitu ganteng, lagi.”

Mendengar ucapan Lala, Anin nampak kaget. Dengan agak gelagapan, dia pun menyangkal ucapan Lala. “A-apaan sih, La. Kak Janu tuh bukan pacar aku.”

“Eh, masa sih, Kak? Padahal kalian cocok banget, deh.” Balasan dari Lala membuat Anin semakin salah tingkah. Aku pun hanya tertawa kecil melihatnya kebingungan seperti itu.

“Iiihh Kak Janu mah, malah ketawa. Bantuin ngomong, kek,” dengus Anin yang terlihat semakin kesal.

“Haha … bagaimana aku menjelaskannya, ya?” Lala pun terlihat menatap kearahku, mencoba menyimak. “Aku dan Anin itu seperti tak punya ikatan khusus, kami hanya saling mengisi kekosongan saat pasangan kami tak mampu memenuhi apa yang kami inginkan.”

“Hoo … Jadi Kak Janu sama Kak Anin masing-masing udah punya pacar, ya? Kok bisa sih, main dibelakang gitu?”

Keheningan langsung menyeruak setelah Lala melontarkan pertanyaan tersebut. Entah kenapa, aku pun ikut memikirkan hal tersebut. Sepertinya, Anin pun memikirkan hal yang sama denganku. Dia terlihat menatap keluar jendela mobil. Namun pantulan raut wajahnya yang sendu samar terlihat dari kaca mobil.

“Kayaknya pertanyaanku salah, ya? Maafin aku ya, Kak Anin, Kak Janu.” Lala yang sepertinya tidak enak akan pertanyaannya kemudian meminta maaf kepada kami berdua.

“Eh, nggak kok, La. Pertanyaan kamu nggak salah. Memang kita berdua main di belakang pacar masing-masing, Kok. Kamu tau FWB? Semacam itu lah.” Mendengar penjelasan Anin, Lala mengangguk seolah mengerti.

“Kok bisa sih, Kak Anin, Kak Janu?” Pertanyaan Lala yang tersebut sontak membuatku kaget. Tak terkecuali Anin, dia pun agak tersentak mendengar pertanyaan tersebut.

“Ya, aku nggak munafik, La. Ada saatnya cowokku nggak bisa menuhin semua kebutuhanku, bahkan sampe ML sekalipun. Kak Janu, juga. Kamu tau sendiri kan Kak Nadila sibuknya kaya gimana. Yah … kita saling tolong aja, satu sama lain.” Aku pun mengangguk, mengamini seluruh penjelasan Anin.

“K-Kak Nadila? J-jadi Kak Janu tuh pacarnya Kak Nadila?” Lala kembali kaget mendengar penjelasan tersebut. Dia seakan tak percaya mendengar hal itu.

“Biasa aja, kali, La. Kamu gimana?” Tanya Anin kembali kepadanya.

“Gimana apanya, Kak Anin?” Lala terlihat kebingungan mendengar pertanyaan dari Anin tersebut.

“Ya kamu gimana, La? Masa iya kamu nggak pernah kepikiran yang begituan?”

“Eh … itu ….” Lala seperti tersipu, tertunduk malu saat ditekan dengan pertanyaan menjurus oleh Anin. Anin pun semakin gencar menggoda Lala hingga dia semakin tertunduk.

“Ya sama, Kak Anin …. Aku juga pasti kepikiran yang begituan,” jawab Lala pelan. “Aku juga udah pernah gituan, kok. Sebelum masuk jeketi. Tapi dulu, sama cowokku di Lampung.”

“Kalo sekarang, gimana, La? Masa iya sekarang juga ga pernah ada rasa kepengen,” goda Anin sembari tersenyum tipis kearah Lala.

“A … aku main sendiri, Kak Anin,” jawab Lala sembari tersipu.

“Main sendiri gimana, La?”

“Ya … ya gitu, Kak. Aku pegang-pegang sendiri, aku elus sendiri,” Lala terus menjawab pelan sembari tertunduk. “Dulu pernah, Kak. waktu masih audisi, aku sempet gituan lewat video call sama cowok aku di Lampung pas lagi pengen-pengennya.”

Mendengar Lala bercerita dengan polosnya, aku jadi ingin tertawa. Sepertinya Anin pun sama. Namun dia terus menggoda Lala kembali.

“Emang puas, ya. Cuma dielus-elus doang? Kan kamu juga tau dong, La, sensasinya beda sama ditusuk beneran”

“Ya … ya enggak, Kak. Kalo bener-bener kepingin banget … ya aku pake mainan ….” Lala semakin tersipu saat berkata seperti itu. Berbanding terbalik dengan Anin yang semakin gencar menggodanya. “Mainan apa, La? Masa kamu pengen ML malah main game?”

“Iiihh … Kak Anin mah, itu loh. Yang bentuknya kayak burung.” Melihat kepolosan dari Lala dalam mendeskripsikan dildo, aku semakin sulit menahan tawaku, begitu pula dengan Anin. Dia sampe harus menutup mulutnya dengan tangan.

“Mainan burung tuh kaya gimana, La?” Aku hanya menggelengkan kepala melihat Anin yang terus-menerus menggoda Lala. Padahal aku sendiri yakin Anin pun sudah mengerti.

Lala yang kebingungan pun kemudian merogoh tas yang dia bawa. Pelan-pelan, dia pun mengeluarkan dildo berwarna merah muda dari dalam tas tersebut.

“I-ini, Kak Anin. Aku pake ini.”

Sontak aku pun tertawa kencang melihat Lala yang tertunduk malu sembari memperlihatkan dildo yang dia bawa, begitu pun dengan Anin. Aku sendiri tak menyangka gadis yang terlihat polos seperti Lala membawa benda tabu tersebut didalam tasnya.

“Udah dong, Kak Anin, Kak Janu ….” Lala merajuk. “Aku beneran malu, nih ….” Wajahnya benar-benar merah seperti tomat masak, mencoba menahan malu. Disembunyikannya lagi dildo yang dia bawa kedalam tasnya dengan tergesa-gesa.

“Maaf, La,” ucapku meminta maaf setelah aku berhasil menahan tawaku kembali.

“Hihihi … maafin aku juga, ya, La. Habisnya kamu lucu, deh.” Anin pun ikut meminta maaf kepada Lala.

“Tapi, rasanya gimana, Kak Anin? Aku nggak pernah FWB kaya gitu, soalnya. Emang bisa, ya? ML sama yang bukan cowok sendiri?” Cerocos Lala kemudian kepada Anin.

“Ya … gitu deh, La. Aku juga susah ngejelasinnya.” Anin seperti kebingungan mencoba menjelaskan kepada Lala.

“Aahh, aku jadi kepikiran sesuatu, deh.” Anin pun kemudian berbisik. Dia merencanakan sesuatu. Sesuatu yang benar-benar membuatku terkejut karenanya. Namun, sepertinya rencana tersebut cukup menarik. Aku hanya mengangguk saat Anin menatap kearahku meminta persetujuan. Kemudian, dia pun menoleh kearah Lala.

“Gimana kalo kamu coba aja, La?”

.

.

.

Ting

Lift pun langsung terbuka saat kami bertiga sampai di lantai yang memang kami tuju. Kami sekarang berada di sebuah hotel yang berada di bilangan Kuningan. Lala dan Anin berjalan dibelakangku berdampingan, mengekorku hingga kami sampai di depan kamar yang telah kami sewa.

Aku pun dengan sopan mempersilahkan Anin dan Lala untuk masuk terlebih dahulu. Langsung kututup pintu kamar saat kami semua sudah berada di dalam. Aku sendiri langsung mengambil minum di meja.

Langkah Lala mendadak terhenti. Dia terlihat memperhatikan sekelilingnya seperti kebingungan. Anin yang menyadari hal tersebut lalu berusaha menenangkannya.

“Kenapa, La?” Tanya Anin sembari memegangi tangan Lala.

“Aku malu, Kak Anin. Aku pulang aja, ya,” ucap Lala yang terlihat tak nyaman dengan semua ini. Ya, Anin tiba-tiba saja mengajakku untuk “bermain” bersama Lala malam ini. Lala pun sepertinya tertarik akan ide tersebut. Namun, semakin lama, dia terlihat ragu.

“Rileks aja, La. Kalo kamu emang nggak nyaman, kamu boleh pulang, kok,” ucap Anin sembari mengelus bahu Lala.

Lala mengangguk, dia lantas duduk di sofa yang menghadap ranjang. Anin kemudian menatap kearahku, mendelikan pandangannya kearah Lala memberi kode untuk menggarapnya terlebih dahulu.

“Eh!?” Lala sedikit kaget saat aku duduk disampingnya kemudian menatap kearahku. Kupegangi pipinya yang agak merona karena tersipu, agar tatapannya terus mengarah kepadaku. Jarak diantara wajah kami pun terus terpangkas.

“Cuph ….”

Mata Lala terpejam sesaat setelah bibir kami bersentuhan. Kami pun berpagutan singkat sebelum terlepas karena Lala tiba-tiba saja menunduk. Pipi gembilnya benar-benar merona. Kembali kuelusi pipinya yang lembut tersebut.

Relax, La.”

Kuangkat dagunya agar dia kembali menatap kearahku. Nafas Lala terdengar sangat memburu. Perlahan, jarak diantara wajah kami semakin dekat. Bibir kami pun akhirnya kembali bertemu. Pada awalnya, Lala masih diam saat aku menjamah bibirnya.

“Hhhmmp!!”

Hisapanku kepada bibir bawahnya yang tiba-tiba membuat tubuhnya kembali tegang. Langsung kuelusi punggung dan bahunya, mencoba membuatnya kembali rileks. Perlahan, Lala mulai membalas cumbuanku. Cumbuan yang awalnya terasa kaku, semakin lama semakin terasa lembut.

“Cuupphh … mmhh … ssllrpp ….”

Lala akhirnya dapat mengimbangi setiap cumbuanku kepada bibirnya. Dari arah yang berlawanan, terlihat Anin terus mengelusi bahu dan paha Lala, mencoba membuatnya lebih santai dan membangun birahinya. Benar saja, Lala yang sepertinya sudah sangat bernafsu sekarang memegangi kepalaku, meminta agar bibirku lebih dalam mencumbunya.

Tanganku pun sekarang mulai menggerayangi tubuh sintal Lala. Lala mengangkat tangannya saat kucoba untuk melepas kaus hitam oversized yang dia gunakan. Bra hitam yang dia gunakan pun kusingkap hingga payudaranya yang besar kini terlihat jelas. Meski tak seputih Anin, kulit tubuhnya yang mulus pun tetap terlihat menggiurkan.

Kurogoh payudaranya dari balik bra hitam yang dia gunakan. Langsung kuremas-remas sembari tetap mencumbu bibirnya. Sama seperti Anin, dia ciumi leher dan tengkuk Lala. Tangannya kini mulai masuk ke sela-sela celana denim pendek yang Lala gunakan.

“Hhhmmmpp!!”

Lala tiba-tiba menggeliat sembari terpekik. Nafasnya semakin tersengal. Sepertinya tangan Anin mulai memainkan klitorisnya. Terlihat gerakan tangan Anin yang seperti berputar didalam celana Lala.

“Lepas saja, Nin.” Mendengar perintahku, Anin pun menarik denim pendek beserta celana dalam yang Lala gunakan. Lala yang mengerti ikut mengangkat pantatnya sehingga celana tersebut dengan mudahnya terlepas dan kini tercecer sembarang diatas lantai.

Anin pun menarik tanganku. Kemudian, dia kulum jari manis dan tengahku hingga basah. Dia pun mengarahkan jari tersebut masuk kedalam vagina Lala. Lala terbelalak, terlihat ingin menjerit namun tertahan oleh cumbuanku.

Langsung kuaduk isi vagina Lala hingga dia sepertinya kegelian karenanya. Klitorisnya pun kugesek-gesek dengan jempol, membuat kedua pahanya semakin terbuka lebar. Dia seperti menginginkanku memainkan vaginanya dengan lebih bebas lagi.

“Mhhpaahh … uuhhh … aahhh … aahhh ….” Desahan Lala menyeruak saat ciuman kami terlepas. Lala sepertinya tidak menahan diri. Desahannya semakin lama semakin terdengar kencang menggema didalam kamar hotel yang cukup luas ini.

Anin pun menarik kepalaku agar menghadap kewajahnya. Kemudian dia mencium bibirku dengan ganas. Tak lama, Anin pun melepas cumbuan kami. Dia sekarang ikut merangsang tubuh Lala yang sedari tadi sudah menggeliat liar. Sama sepertiku, mulutnya pun mulai menggerayangi puting payudara Lala. Puting yang sudah mencuat tersebut kami cucup, hisap dan jilat hingga Lala benar-benar kepayahan menahan kenikmatan yang terus mendera sekujur tubuhnya. Leher hingga dadanya kini basah kuyup oleh bekas jilatan dan ludahku dan Anin.

“Uuhhh … sshhh Kaak Jaann … Kakk Aniinnn Aaahhh ….”

Kurasakan jariku seakan terhisap kedalam vaginanya yang sedang kuaduk. Dia akan segera orgasme. Kupercepat lagi tempo kocokan jariku kepada vaginanya. Kedua tangannya terangkat, lalu menggenggam erat dudukan sofa dibelakangnya. Nafasnya terdengar semakin berat, tubuhnya pun semakin menggelinjang.

“Ahh … uhh … Kaakk-NNGG!!!”

Paha dan pinggulnya bergetar saat jariku kucabut dari lubang vaginanya. Lala orgasme. Badannya membusung, pantatnya pun terangkat. Bola matanya pun berputar, memutih sesaat. Cairan putih terlihat merembes keluar dari liang vaginanya yang merekah merah.

“Hhh … enak banget … Hhh ….”

Lala pun tersenyum pasrah, tubuhnya lelah menghadapi orgasme pertamanya hari ini. Nafasnya masih terengah-engah.

“Kak Jan …”

Anin pun bangkit setelah memanggil namaku dan beranjak menuju ranjang. Dia kemudian membalikan badan dan menatap kearahku. Tatapannya seakan menggoda ku untuk mendekat kearahnya. Tanpa banyak bicara, aku pun mendekat kearah Anin yang berada diantara separator ruangan kamar hotel ini.

Anin pun bergerak mundur hingga kakinya kini menyentuh kursi panjang yang berada didepan ranjang. Dia sudah tidak bisa mundur lagi saat aku semakin mendekat kearahnya.

Langsung kurangkul pinggang Anin, lalu kutekan hingga tubuh bawah kami sekarang menempel. Kusisir rambut yang sedikit menghalangi wajahnya. Anin pun terus memperhatikan wajahku tanpa menatap kearah matanya. Tangannya sekarang berada di pipiku, saat jempolnya yang terasa halus terus bergerak mengelusi pipiku.

“Kenapa, Nin?” Entah kenapa aku bisa merasakan degup jantung Anin yang terdengar cukup kencang. Wajahnya pun sedikit tersipu.

“Nggak tau, Kak. Aku jadi deg-degan diliatin tuh.”

Mata Anin terpejam sesaat setelah bibir kami bersentuhan. Dia terlihat menikmati setiap lumatan bibirku kepada bibirnya yang tebal. Ciuman yang awalnya lembut, perlahan menjadi semakin panas dan intens. Aku yang mulai terbawa suasana kini semakin liar menggagahi bibir Anin yang memang terasa sangat nikmat. Tak mau kalah, Anin pun membalas seluruh pagutan dan lumatanku dengan tak kalah liar.

“Cllppkk … hhmmpp … sslrpp ….”

Semakin terbawa nafsu, kudorong tubuh Anin hingga terjerembap diatas ranjang tanpa melepas cumbuan kami sedikit pun. Sambil menindih tubuh mungilnya, tanganku mulai berusaha membuka pakaian yang dia gunakan. Tak jauh berbeda, Anin pun sekarang berusaha melepas seluruh kancing kemejaku dengan tergesa-gesa.

Dalam sekejap kami tubuh kami yang saling menindih sekarang tak berbalut sehelai benang pun. Pakaian kami sekarang berceceran, baik diatas ranjang maupun tergeletak sembarang diatas lantai. Kulit tubuhnya yang benar-benar putih bersih semakin membuatku bernafsu menggumulinya. Pagutan kami pun semakin liar dan panas. Lidah kami sekarang saling bertaut mesra didalam mulutnya, mencoba merangsang saliva agar terus keluar.

“Ccllppkk … ssllrrpp … hhmmm … mmmhh ….”

Hanya suara decak ludah yang bercampur dengan lenguh desah kami berdua yang terdengar semakin kencang. Hembusan nafas panas pun ikut terdengar saling meniup menerpa diantara percumbuan bibir kami. Tak bosan sepertinya aku untuk terus menikmati bibirnya yang memang sungguh seksi.

Tanganku kini berada tepat diatas buah dada ranum milik Anin. Terasa lembut dan kenyal membuatku betah untuk memainkan bongkahan daging tersebut. Sambil mulai meremas payudara tersebut, cumbuanku kini terus turun menyapu dagu hingga lehernya. Kusibak rambut yang menghalangi, lalu kuendus lehernya. Kucumbui leher yang putih bersih, kuhisap dan kucucup hingga Anin terus-menerus mendesah.

“Uuhhh … kaaakk … jangan ditanda-aahh ….”

Protesnya membuatku beralih turun merangsang bongkahan dadanya. Kuhisapi puting payudaranya secara bergantian. Tangan Anin kutarik keatas kepalanya lalu kutahan, membuat payudaranya terasa semakin tertarik dan membusung. Sesekali lidahku bermain disela-sela hisapan, menari memutari areola Anin hingga bunyi kecipak liurku terdengar cukup kencang. Beberapa kali kuberi gigitan kecil di sekitar areolanya hingga membuat Anin mendesis pelan.

“Sshhh … Kaakk Jan … jangan digigitin-uuuhhsss ….”

Puas menggerayangi payudaranya. Aku pun bangkit dan bersimpuh dihadapannya. Kuangkat kedua kaki Anin dan kutopangkan kedua kaki tersebut di pundakku. Tanpa aba-aba, langsung kubenamkan wajahku ke depan vaginanya. Bibir vaginanya yang sedikit berbulu menjadi fokus jilatanku. Lidahku terus menjelajahi bibir kemaluannya, menjilati bibir hingga rongga vaginanya tersebut. Kedua kakinya yang terus bergerak kupegangi saat lidahku menyapu setiap detail vaginanya, dan perlahan mulai naik mencari klitorisnya.

“OUHHH Kaakk … iyaahh ituu sshhh ….”

Anin menghentak saat klitorisnya kutemukan dan langsung kujilati dengan penuh nafsu. Anin pun semakin menekan kepalaku saat klitorisnya kuhisapi. Desahannya semakin menjadi, tubuhnya pun semakin menggeliat tak karuan saat hisapanku kepada kuncup klitorisnya kuhisapi dan kugigiti hingga terasa mengeras.

“Aahhh … ssiihhh … gelii banget kaak … udah uuhhh ….”

Desahan demi desahan Anin terus terdengar kencang saat klitorisnya terus kurangsang. Kedua pahanya kini semakin kuat mengamit leherku. Tangannya pun semakin erat meremas bahuku. Dapat kurasakan vagina anin mulai mengeluarkan cairan yang berbau khas. Sepertinya dia akan orgasme sebentar lagi.

“NNNGG AAAHH!!”

Paha Anin bergetar cukup hebat. Terasa pinggulnya pun mengejan. Dia orgasme. Langsung kuhisap seluruh cairan cinta yang keluar, dan juga menjilati sisa cairan disekitar vaginanya. Tubuh Anin menggeliat, mungkin vaginanya masih sehabis orgasme tadi.

“Hhh … hhh … enak banget Kak ….” Anin yang mulai bernafas normal kini menatap kearahku. Kukocok penisku yang sudah menegang sempurna dihadapan Anin yang sekarang menatap kearah penisku. Tanpa kupinta, Anin pun beranjak dari ranjang dan langsung bersimpuh dihadapan penisku.

“Kita ketemu lagi, dek,” ujar Anin sembari terkikih.

Tangannya mulai mengurut-ngurut penisku dengan cukup kencang. Anin pun menjilati mengemut pangkal penis hingga testisku, tangannya pun tak henti mengocok-ngocok penisku. Sensasi lidahnya yang basah membuat bulu kudukku meremang. Aku pun sampai tak bisa menahan lenguhanku karenanya.

“Nnngghhh … Niinn ….”

Anin seperti tersenyum puas mendengar lenguhanku tersebut. Selepas tersenyum, Anin membuka lebar mulutnya, dimasukannya penisku ke sela bibirnya yang empuk. Diemut-emutnya penisku nikmat. Sambil memegangi pahaku, dikulumnya penis tersebut, maju-mundur kedalam mulutnya yang hangat dan basah. Dia pun menggenggam bagian penis yang tidak masuk kedalam mulut. Dia urut dan kocok bagian yang kemudian ikut basah oleh liurnya.

“Ccllppkkk … ccllppkk ….”

Decak ludah akibat pergesekan bibirnya dan kulit kelaminku di mulut Anin terdengar begitu menggairahkan. Sambil memegangi rambutnya, aku pun ikut menggerakkan pinggulku maju-mundur, menyodok mulutnya dengan penisku.

“Mmmhh … mmmhhh ….”

Desahnya yang terdengar tertahan keluar dari mulutnya terdengar sangat seksi. Lidahnya yang terasa ikut menyapu bawah penisku seakan menambah kenikmatan menjadi berkali-kali lipat. Damn! Anin semakin lihai dalam memanjakan penisku dengan mulutnya. Belum lagi dengan mata nakalnya yang sesekali melirik menggoda kearahku.

“Sshhh … Niinn ….” Mendengar aku mendesis, Anin pun melepas kulumannya.

“Enak banget, Kak?” Tanya Anin sembari tak henti mengocok penisku. Aku hanya mengangguk. Ditengah kocokannya tersebut, lidah dan bibirnya dengan ganas kembali melahap penisku. Penisku terus dia jilati, ciumi, bahkan dia kulum, memberikan sensasi nikmat yang benar-benar sulit diungkapkan. Aku yang semakin bernafsu menekan kepala Anin hingga penisku masuk hingga tiga perempat kedalam mulutnya. Tak kuacuhkan Anin yang tersendak. Kutahan beberapa saat untuk menikmati hangat dan basahnya mulut Anin yang benar-benar nikmat ini.

“Aawwnngg!”

Tiba-tiba saja aku dikagetkan dengan suara desah yang cukup melengking. Aku sedikit terkejut saat menoleh ke arah suara tersebut. Lala yang sedari tadi tidak kuperhatikan, kini sedang mengangkang diatas sofa dan kembali mengocok vaginanya sendiri! Matanya sendu menatap kearah kami sembari menggigit bibir-bawahnya gemas. Jarinya terlihat cepat keluar masuk mengocok liang vaginanya yang sudah sangat basah.

Pahaku mulai menegang. Segala perlakuan mesum Anin ditambah pemandangan erotis Lala membuatku mencapai klimaks. Terasa penisku berkedut. Hisapan dari mulut Anin secara mendadak membuatku tak kuasa menahan ledakan sperma yang akan keluar.

“Aargghh!” Sambil menggeram, kutembakan spermaku didalam mulut Anin. Anin sendiri terbelalak kaget mendapat semburan tersebut. Dengan cepat dia cabut kuluman mulutnya. Beberapa tembakan sperma masih berlanjut saat penisku sudah lepas dari kuluman Anin, membuat sperma kini tercecer diwajah bahkan mengenai sebagian rambutnya.

“Iiihh! Kalo mau keluar bilang, dong, Kaak!”

Tak kugubris protes Anin tersebut. Aku sendiri terus melongo melihat Lala yang terus-menerus memainkan vaginanya sembari mendesah nikmat. Kuakui Anin memang seksi. Namun, gadis yang berada jauh diatas sofa yang sedang bermanstrubasi ria itu memiliki aura yang berbeda.

Grep!

“Adu-duh-duh! Sakit, Nin ….”

Anin meremas kencang penisku, membuatku mengaduh dan menoleh kembali kearahnya.

“Iii … Kak Janu mah …. Malah melototin cewek lain!” Anin merengut menatap kearahku. Dilipatnya kedua tangan diatas dadanya, yang malah membuat kedua payudaranya semakin menyembul. Wajahnya yang berceceran sperma malah membuatnya semakin terlihat menggairahkan.

“Maaf, Nin. Hehe ….” Aku meminta maaf kepadanya sembari terkekeh. Anin pun lantas menyeka sperma yang menodai mukanya. Melihatnya sibuk seperti itu, aku pun mendekat kearah Lala yang masih mengangkang diatas sofa.

“Eh!?” Lala sedikit kaget saat aku duduk disampingnya kemudian menatap kearahku. Belum sempat hilang raut kebingungan dari wajahnya, mulutnya yang agak terbuka langsung kulumat dengan ganas.

“Cllppkk … ssllrrpp ….”

Sempat kelimpungan, Lala dengan mudahnya mengimbangi setiap cumbuanku kepada bibirnya. Lala yang sepertinya sudah sangat bernafsu sekarang memegangi kepalaku, meminta agar bibirku lebih dalam mencumbunya. Sikap Lala yang seperti ini kembali membangkitkan nafsu birahiku.

Kulepas cumbuan bibirku seraya berdiri dihadapannya. Penisku yang sudah setengah menegang kini kuarahkan kearah muka Lala. Lala kemudian menatap penisku dengan tatapan sayu.

“Schlpp …. Schlppp ….”

Tanpa ku suruh, Lala mulai menjilati penisku dengan telaten. Dia cucupi lubang kencingku pelan, sesekali lidahnya menyapu seluruh batang penisku. Dia terus melakukan itu tanpa berkata apapun, seakan terhipnotis oleh penisku. Aku pun menikmati servisnya sambil melihat matanya yang sayu menatap ke arahku. Sungguh sensasi yang luar biasa. Wajahnya yang terlihat polos membuat semua ini terasa semakin nikmat, sehingga penisku mulai menegang kembali. Aku pun perlahan mengelus rambutnya, memberikan gestur pujian atas servisnya.

“Slrpph …. Slrpphh ….”

Suara decakan dan hisapan terus keluar dari mulut Lala. Tiba-tiba saja, Anin menghampiri dan duduk di samping Lala. Lala yang terkejut sejenak menghentikan aktivitasnya dan menatap ke Anin. Anin pun sedikit mendengus ketika mata mereka bertatapan, kemudian mengarahkan pandangannya kepadaku.

“Huft!” Dia pun kembali mendengus kecil kemudian memalingkan pandangannya dariku. Aku dan Lala pun kebingungan melihat perilaku Anin. Belum selesai dari kebingunganku, tiba-tiba saja Anin mulai menjilati penisku dengan liar.

“Sllpppp … slrrpp …. Shlppp ….”

“Ahh ….” Aku pun mengerang kecil, terkejut dengan serangan tiba-tiba Anin. Berbeda dengan Lala yang pelan-pelan dan telaten, Anin menjilati dan menghisap penisku dengan liar. Lala sendiri masih terpaku dalam kebingungannya.

“La-lanjutkan, La,” Ujarku sambil mengelus pelan rambutnya.

Tanpa berkata sedikitpun, Lala kemudian melanjutkan kulumannya. Di hadapanku kini ada dua gadis cantik yang menjilati seluruh permukaan penisku. Mereka berdua seperti anak kecil yang berebut permen lolipop. Sungguh surga dunia, pikirku. Aku pun hanya bisa mengerang pelan sambil terus mengelus rambut mereka perlahan.

“Slrrpp ... slrrpp ….”

Kedua gadis ini terus bersaing menjilati penisku. Penisku sekarang sudah penuh dengan campuran liur kedua gadis itu. Wajah dan dada mereka pun sudah basah oleh air liur mereka berdua dan cairan precumku yang mulai keluar. Jilatan mereka yang semakin cepat dan liar membuat payudara mereka yang cukup besar bergoyang, bahkan bergesekan satu sama lain. Melihat hal itu, aku pun dengan spontan menyuruh Lala melakukan sesuatu.

“Gunakan payudaramu, La,” Ujarku pelan sambil terus mengelusi rambutnya

Kedua gadis itu pun berhenti sejenak mendengar permintaanku. Anin terbelalak kaget, sedangkan Lala seperti kebingungan dengan permintaanku.

“Jepit penisku dengan kedua payudaramu, La.”

Meski terlihat kebingungan, Lala mulai mengikuti seluruh arahanku. Dia pun berdiri diatas kedua lututnya menghadap kearahku, memposisikan agar penisku sejajar dengan kedua buah dadanya. Dibusungkannya buah dada yang sekal tersebut, lalu dia jepit penisku diantara kedua bongkahan dadanya yang sangat ranum.

“Gini, Kak?” Tanya Lala dengan wajahnya yang polos.

Yes … Good, La …. Sekarang gerakan tubuhmu naik-turun dengan tetap menekan payudaramu.” Lala pun mengerakkan tubuh nya naik-turun sembari tetap menekan kedua payudaranya.

“Bentar, Kak, keset banget.” Lala pun kemudian meludahi belahan dadanya tersebut, kemudian dia oles ke permukaan dalam dadanya. Setelah dirasa cukup basah, dia pun kembali menjepit penisku dengan kedua payudaranya tersebut.

“Ssshhh … aahh Laa …. Jilat juga, La…”

Tak kuasa aku menahan desah saat kedua payudara Lala mulai mengocok nikmat penisku. Sesekali lidah Lala pun menjilat kepala penisku yang keluar masuk di sela-sela payudaranya yang memang cukup besar. Kenikmatan dari jepitan payudara, serta lidahnya yang terus menggelitik liang kencingku benar-benar membuatku merasakan sensasi nikmat yang luar biasa. Penisku kembali terasa menegang sempurna karenanya.

Tiba-tiba Anin ikut merangkak kearah penisku. Tanpa berbicara apa-apa, sama seperti Lala, dia pun membusungkan dadanya kearah penisku, membuat penisku kini dijepit oleh empat bongkahan dada yang hampir sama besarnya. Tubuh mereka berdua kini meliuk-liuk naik turun sembari menjepitkan payudara mereka, memberikan kenikmatan yang luar biasa kepada penisku.

Terkadang lidah mereka bersentuhan ketika menjilati ujung penisku. Terkadang juga puting kedua gadis itu bersentuhan, membuat mereka berdua sedikit mengerang. Diberi perlakuan seperti ini oleh dua gadis seksi sekaligus sungguh memberikan kenikmatan yang tak mampu kuungkapkan dengan kalimat apapun. Rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh ini membuatku mendongak sembari memejamkan mata.

“Ssshh ….” Aku pun menarik penisku dari himpitan buah dada mereka. Aku belum mau kecolongan, kembali berejakulasi sebelum menikmati hidangan utama. Lala hanya bengong kebingungan, sementara Anin tersenyum.

Seakan tahu apa yang kuinginkan, tanpa banyak berkata Anin pun menatap manja sembari menarikku keatas ranjang. dia pun langsung menungging membelakangiku. Pantatnya yang mencuat seakan menggodaku untuk menggagahinya. Aku pun bangkit dan langsung bersimpuh menghadapi pantat yang terlihat sensual itu. Kuelus kulit pantatnya yang terasa sangat lembut hingga membuat Anin sedikit mengerang.

Kugesek-gesek sebentar bibir vaginanya sebelum kudorong penisku masuk kedalam vaginanya. Vagina Anin terasa berkedut saat penisku menyeruak masuk kedalam liang intimnya yang terasa lebih menjepit daripada milik Lala.

“Uuhh … shhh … ahh kaakkh ….”

Anin terus mendesah keenakan berbarengan dengan tubuhnya yang tersentak-sentak akibat sodokan penisku. Pantatnya pun terus berguncang saat selangkanganku menabraknya. Kulit pantat kencang Anin yang terasa halus dan kencang pun tak luput dari elusan tanganku.

Plok Plok Plok

Aku terus menggenjot penisku lebih cepat, lebih dalam lagi hingga menyentak pangkal vagina Anin. Sensasi nikmat yang ditimbulkan seakan menjalar keseluruh tubuhku. Tak jauh berbeda dengan apa yang Anin rasakan, desahannya yang semakin kencang bisa mewakili kenikmatan yang dia rasakan. Vaginanya semakin lama terasa semakin menyempit, bahkan terasa menghisap penisku yang berada didalam rongga basah tersebut.

“Sshh … Nin ….”

“Uuhh … aahh kaakk …. terusshh ….”

Anin terlihat mencengkram sprei dengan kuat. Tubuhnya sudah bermandikan peluh. Kenikmatan sepertinya sudah mulai memuncak di selangkangannya. Tanganku kini mulai meremas-remas payudaranya yang sedari tadi berguncang hebat, membantunya untuk segera mencapai puncak.

“Kaak … kaaak akuu mau nngghh ….”

“Tahan, Nin.”

Dengan bergegas ku balikkan badan Anin sehingga kami berhadapan. Kucium dia sejenak, kemudian kembali kuhujam vaginanya berulang-ulang. Wajah cantiknya sudah penuh peluh dan memerah. Anin pun mengalungkan tangannya di leherku. Napasnya sudah benar-benar terengah-engah. Hanya lenguhan dan desahan yang terdengar dari bibir merahnya. Melihat pemandangan ini, terasa puncak orgasme ku sudah semakin dekat.

“Ahhh ... kak … NNGGAAHH!!!”

Terasa cairan bening membasahi penisku yang masih menghujam vaginanya berulang-ulang. Cengkraman vaginanya menguat di penisku. Sungguh perasaan yang luar biasa. Anin orgasme. Tubuhnya terasa melemas. Tangannya pun terlepas dari leherku dan dia terlentang pasrah di atas kasur.

“Ah ... ahhh!!! Kak ... jangan dulu, kak ... akkkhhh!!!!”

Alih-alih berhenti, aku justru mempercepat genjotanku. Aku pun berusaha mengejar puncak orgasmeku yang rasanya akan tiba sebentar lagi. Anin mulai meronta. Namun tubuhnya yang lemas sepertinya tak mampu untuk berbuat lebih jauh.

“Kaak Jaan … uuhhh … sshhh geli banget … udah duluuu ….”

Tak kugubris protesnya tersebut. Anin sendiri hanya pasrah saat tubuhnya tersentak kedepan. Suara desahannya pun semakin lama semakin pelan. Pinggulku pun terus kesentakan keras-keras hingga penisku terasa menghujam ke bagian terdalam vaginanya.

“Aahhh … Ahhh ….”

Desahan Anin kembali terdengar semakin intens. Vaginanya pun kembali terasa becek. Sepertinya, Anin sudah mulai kembali menuju puncak kenikmatannya. Terasa dari dinding vaginanya yang mulai berkedut. Kedutan tersebut seakan memijati nikmat penisku yang terus menggesek keluar-masuk dinding vaginanya.

PLOK! PLOK! PLOK!

Suara tumbukan antara selangkangan kami semakin kencang terdengar, saat tempo sodokanku semakin kencang tak beraturan. Tak lama, kurasakan tubuh Anin mengejang hebat, dinding vaginanya pun mulai berkontraksi.

“Kaak … aku-AAAAHHH!!”

Anin kembali orgasme. Vaginanya seakan menghisap penisku saat pinggulnya mengejan. Fuck! Nikmat sekali. Terasa cairan cintanya kembali mulai membanjiri penisku. Aku yang sudah tidak bisa menahan aliran sperma pun segera mencabut penisku.

“AAAAAAHHHHHHHHH!”

Cairan bening vagina Anin menyembur keluar dengan kencang hinga membasahi wajahku. Tubuhnya mengejang hebat dan vaginanya terus berkedut sambil terus menyemprotkan cairan cintanya. Aku pun mengocok penisku yang sudah diambang ejakulasi sambil melihat pemandangan ini. Ku dekatkan penisku ke arah wajah Anin yang sudah terlentang tak berdaya.

CROTT!!!

Aku pun menodai wajah cantiknya dengan spermaku yang kental. Anin hanya terdiam pasrah terengah-engah sambil sesekali masih mengejang. Terasa masih banyak semprotan yang akan keluar, aku pun bergegas mengarahkan penisku ke payudara, perut dan paha nya.

CROT!! CROT!! CROTTTT!!!

Anin hanya sedikit mengejang setiap kali spermaku menodai tubuh cantiknya. Kini seluruh tubuhnya sudah penuh dengan sperma kentalku. Orgasme kedua yang kurasakan kali ini terasa sangat nikmat. Pahaku yang awalnya mengejan, kini terasa sedikit lemas

“Hhh … hhh ….”

Aku pun menghela nafas panjang sembari menatap kearah Anin yang terlentang pasrah dengan tatapan nanar. Tubuhnya bergerak naik-turun seirama dengan nafasnya yang tersengal. Kilauan cahaya lampu yang memantul dari peluh yang menetes di kulit tubuhnya yang putih mulus dan spermaku yang menodai tubuhnya. Aku pun menghampiri Anin, kemudian mengarahkan penisku yang masih berlumuran sperma ke arah mulutnya. Tanpa banyak bicara, Anin pun menjilati dan membersihkan sisa-sisa sperma di penisku.

Pemandangan yang begitu sensual ini ditambah rangsangan lidah Anin membuat penisku mulai kembali menegak. Namun tidak mungkin aku kembali melampiaskan ini kepada Anin yang sudah tidak berdaya. Aku pun menatap kearah Lala yang sepertinya terhenyak melihat persetubuhanku dengan Anin tadi.

Lala sedikit mundur saat aku hendak menarik lengannya. Sepertinya dia masih syok dengan permainanku bersama Anin barusan. Maklum, ini merupakan dunia baru untuknya. Sepertinya aku harus lebih tenang lagi menghadapinya.

“Kamu takut, La?” Tanyaku lembut. Lala tak menjawab pertanyaan tersebut. Dia hanya memandang kearahku dengan tatapan kebingungan.

Aku pun tersenyum kearahnya. Kembali, tanganku mencoba untuk mendekat. Lala pun diam saat tanganku sekarang mengelus-elus bahunya yang tegang. Elusanku membuat bahunya terasa semakin mengendur

“Tenang, La.” Kudekatkan tubuhku kearahnya. Tanganku sekarang mulai membelai pipinya dengan lembut. Kuangkat dagunya seraya mendekatkan wajahku kepadanya.

“Cuph ….”

Kucium bibirnya singkat, mencoba melihat respon yang akan dia keluarkan. Lala tak membalas, namun juga tak menolak ciumanku. Aku pun kembali mencium bibirnya dengan lembut. Aku pun menggenggam tangan Lala, lalu kuelus punggung tangannya. Perlahan, nafas Lala mulai terdengar berat. Sedikit demi sedikit dia pun mulai membalas ciumanku.

Perlahan, aku pun merebahkan tubuh Lala diatas ranjang sembari menindih tubuh sintalnya. Langsung kucumbui kembali bibirnya. Lala yang sudah semakin bernfasu, lama-kelamaan ikut membalas cumbuanku. Tak lama, Aku pun mulai mengarahkan penisku untuk masuk kedalam liang vaginanya.

“Aku masukin, ya ….” Lala pun mengangguk.

“Ssshhh … pelaan, Kaak ….” Lala mendesah saat penisku mulai menyeruak masuk kedalam liang vaginanya. Dia pun menggigit bibir bawahnya gemas, saat dinding vaginanya bergesekan dengan kulit penisku. Vaginanya sendiri terasa lebih longgar dari milik Anin. Namun, hangat dan basahnya tetap memberikan kenikmatan pada penisku.

“Aahhh … Kaaakk ….”

Lala terlihat menikmati setiap genjotan penisku yang mulai keluar-masuk vaginanya. Matanya terpejam, tangannya pun terangkat dan mencengkram divan yang berada dibelakang kepalanya. Tubuhnya yang putih mulus yang mulai kembali berkeringat semakin membuatku bernafsu menggagahinya.

Vaginanya pun terasa seperti menghisap-hisap penisku ketika aku menggenjot. Aku pun langsung menghujamkan penisku dengan tempo kencang. Entah kenapa aku seperti ingin memainkan birahi Lala. Saat dia terlihat sudah keenakan, kupelankan tempo sodokanku. Selang beberapa lama, kukencangkan kembali tempo sodokanku kepada liang vaginanya. Beberapa kali kuulang hingga Lala sepertinya mulai terlihat kesal karenanya.

“Jangan berenti-berenti, kaakk ...” rengek Lala sembari menekan pinggulku dengan kedua kakinya. Sepertinya dia mulai menggila karena permainanku yang tanggung tadi.

Akupun langsung mempercepat genjotan penisku. Lala pun kembali mendesah kencang sembari terpejam karenanya. Tubuhnya mulai menggelinjang liar. Tangannya pun terlihat meremas sprei kasus dengan cukup kencang.

Vaginanya kembali berkedut tanda orgasmenya sebentar lagi tiba. Kembali aku mempercepat gerakan pinggulku tanpa jeda, membuat tubuh Lala semakin kelojotan.

“Aaahhh … Kaaak Jaann …. Uuhhh … AAAHHH!!!” Lala mendesah keras. Badannya pun bergetar, menghentak beberapa kali. Penisku pun terlepas dari liang vaginanya. Lala pun memiringkan tubuhnya yang masih terhentak-hentak saat gelombang orgasmenya semakin mereda.

Orgasme yang hebat tersebut sepertinya cukup menguras tenaganya. Terlihat dari tubuhnya yang terbaring lemas menghadap kearah jendela. Aku sendiri tak mampu melihat ekspresi wajahnya yang tertutup oleh rambutnya yang lepek berantakan.

Aku pun mengangkat tubuh Lala sembari duduk bersila diatas ranjang. Kuposisikan Lala agar duduk diatas pangkuanku. Pantatnya yang bulat kini menopang di pahaku. Kusibak rambut yang menghalangi wajahnya. Lala pun langsung tersenyum lemah kearahku saat tatapan mata kami bertemu.

“Cuupph … cuupphh ….”

Bibir kami pun kembali berpagut mesra. Kupegangi punggungnya agar dia tidak jatuh, seraya kuelusi punggungnya yang terasa lembut itu. Lala pun mengalungkan kedua tangannya keleherku, bahkan mulai menekan leherku agar semakin dalam mencumbu bibirnya.

Kugoyang-goyang pinggulku hingga penisku yang masih mengacung tegak kini menggesek bibi vaginanya. Nafas Lala terdengar semakin memburu dan terus mencumbui bibirku dengan penuh nafsu. Sepertinya vagina Lala mulai kembali gatal. Dia pun mulai mengurut penisku dengan tangan kanannya.

“Masukin lagi, ya, Kak?” Pinta Lala dengan sembari menatap nanar kearahku. Pipinya terlihat merona, nafsu sudah benar-benar menguasai pikirannya. Aku hanya mengangguk.

Lala lantas membimbing penis yang sudah sangat tegang tersebut masuk menuju liang vaginanya. Digesek-gesekan kepala penisku ke bibir vaginanya yang mulai basah. Tak lama, dia pun menekan pantatnya, membuat penisku melesak masuk kedalam vaginanya. Beberapa kali dia menggoyangkan pantatnya hingga penisku bisa masuk seluruhnya kedalam vaginanya.

“Ssshh … Aahh … burungnya gedhe banget, Kak ….” Lala pun dibuat merem-melek karenanya.

Perlahan, Lala mulai menaik-turunkan pantatnya. Penisku mulai menggaruk liang vaginanya yang basah. Kembali, lenguh desah mengalun merdi keluar dari mulut Lala. Dalam posisi ini, vaginanya terasa lebih menjepit. Setiap gerakan naik-turunnya tak begitu cepat, namun terasa cukup nikmat.

Semakin lama, Lala mulai menggenjot dengan tempo yang lebih cepat. Payudaranya yang bulat dan besar pun mulai berguncang dengan hebat. Kuraih salah satu payudaranya yang berguncang itu dan langsung kuremas-remas. Seluruh rangsangan yang kuberikan semakin membuatnya mendesa-desah tak karuan.

Kupegangi wajah Lala, kuelusi pipinya yang terasa lembut. Tak kusangka Lala malah mengulum jempolku saat kuarahkan kedekat mulutnya. Dikulumnya jempol tersebut sembari pinggulnya terus menerus memompa penisku didalam vaginanya.

“Ssllrrpp mmmhhh … aahhmmpp ….”

Tubuh Lala yang bercucuran peluh terus menerus bergerak naik-turun dengan cepat. Sepertinya dia mulai mengejar puncak kenikmatan yang sebentar lagi menghampirinya. Terasa liang vaginanya bertambah hangat seiring dengan gerakan pinggulnya yang semakin tak beraturan.

“Aahh … aku nyam-NNGGHHH!!”

Lala melenguh kencang, vaginanya terasa berkedut. Dia orgasme. Tubuhnya mengejang dan menekuk keatas. Tak mampu kulihat wajahnya yang sepertinya sangat seksi karena dia mendongak. Kupegangi tubuhnya yang lemas sehingga dia pun jatuh kearah tubuhku yang sedikit condong belekang.

Tubuh lala yang lemas sehabis orgasme pun akhirnya ambruk diatas dadaku. Putingnya terasa menggesek-gesek dadaku saat tubuhnya tersengal mengambil nafas. Kuelusi punggungnya dengan lembut, sesekali kuciumi pangkal kepalanya.

Sambil terus mengelusi rambutnya yang lembut, kembali kuciumi bibirnya. Lala pun membalas ciuman tersebut. Kedua tangan Lala pun kini memegangi pipiku. Jempolnya yang sangat lembut kini terasa mengelusi kedua pipiku.

“Cuupphh … cuuphh-aakk!!” Cumbuanku dan Lala mendadak terlepas karena bantal yang tiba-tiba terbang menimpuk kami. Sontak kami berdua melirik kearah dimana bantal itu berasal.

“Anin?!”

“K-Kak Anin??”

Dari samping, terlihat Anin menatap kearah kami sembari mendengus kesal. Matanya pun terus menatap kearah kami sembari merengut dan melipat kedua tangannya dibawah dada.

Lala pun dengan tergesa bangkit dari pangkuanku, membuat penisku tercabut dari vaginanya. Cairan cinta Lala terlihat sedikit menetes saat penisku keluar. Lala lantas duduk bersimpuh diatas ranjang sembari menatap kearah Anin dengan raut wajah sedikit ketakutan

“Ma-maafin aku, Kak Anin. Ka-kakak marah, ya, gara-gara aku main sama Kak Janu nggak ijin dulu?” Tiba-tiba saja Lala meminta maaf kepada Anin.

Sontak aku menoleh kearah Lala setelah dia mengucapkan kalimat tersebut. Aku sendiri heran kenapa dia bisa berpikiran seperti itu.

“HAHAHA ….”

Tiba-tiba saja Anin tertawa dengan cukup kencang. Saat kembali kutoleh, raut wajahnya sudah kembali berubah.

“Hahaha … aduh, La. Kamu emang lucu banget, deh,” ujar Anin yang mendekat kearahnya. Dia pun langsung mencubit pipi Lala dengan gemas. “Enggak, kok, La. Bukan karena kamu nggak ijin dulu ke aku. Hihihi …” Anin pun kemudian mengelus-elus rambut Lala dengan lembut. Bahu Lala yang awalnya terlihat tegang, kini mulai mengendur.

Melihat Anin yang sudah tidak gusar, sontak aku pun bertanya kepadanya.

“Lalu, tadi kamu kenapa, Nin?” Jujur, Aku sama sekali tidak paham,” Tanyaku yang penasaran tentang perubahan emosinya yang tiba-tiba itu. Aku pun mencoba mendekat kearahnya.

Anin terlihat sedikit terkejut, kemudian terdiam sejenak seakan kebingungan harus menjawab apa.

“Mmm ... abisnya ... Kak Jan main ama Lala tadi so sweet banget, sih. Pas sama aku tadi kasar gitu ... Aku, jadinya …” ucap Anin sambil merajuk. Namun, dia seperti tak berani menatap kearahku saat mengatakan hal tersebut. Wajahnya yang cemberut tetap tak bisa menyembunyikan fakta bahwa dia tersipu malu. Ekspresinya sungguh menggemaskan.

Melihatnya merajuk lucu seperti itu, aku hanya bisa tersenyum. Tanpa pikir panjang, langsung kucium bibir Anin yang sedang cemberut. Awalnya Anin tampak terkejut dengan ciumanku yang tiba-tiba. Namun tak lama, dia mulai membalas ciumanku mesra.

Ciuman kami lama-kelamaan menjadi semakin panas. Kurebahkan tubuhnya diatas ranjang. Kembali kukecup bibir Anin seraya merangkak keatas tubuhnya. Cukup lama kami saling mengecup bibir, menikmati pagutan satu sama lain. Semakin kencang kuhisap bibir merahnya yang ranum dan sangat empuk ini. Lidahku mulai memasuki dan menjelajahi rongga mulutnya, mengecap liur sembari berusaha mencari lidahnya.

“Mmmhhh … hhhmmmppp ….”

Lidah kami pun bertaut. Langsung kujilati lidah Anin. Dia pun membalas menjilati rongga mulutku. Suara decakan mulai terdengar seiring lidah yang mulai saling berkait dan liur yang mulai saling bercampur. Napas kami pun mulai sedikit terengah-engah seiring dengan nafsu yang mulai memuncak.

“Mmhh… ahhh ….”

Cumbuan kami terlepas karena kami kehabisan nafas. Sambil menghela nafas, Anin memandangiku nanar. Tatapan yang seakan pasrah dengan apa yang akan aku lakukan kelak kepadanya.

You’re really beautiful, Nin,” ucapku sambil menyisir rambut yang mulai menghalangi wajahnya.

“Gombal banget,” dengusnya. Namun, terlihat pipinya merona, dia menyukai pujian tersebut.

Kami pun kembali bergumul mesra. AC yang awalnya terasa cukup dingin, kini seakan tak terasa. Keringat mulai bercucuran dan bercampur diantara permukaan kulit kami yang terus bergesekkan.

“Cuupphh … nnngghhh … sslllrrpp … mmmhh ….”

Anin mengerang diantara cumbuan panas kami, saat penisku yang sudah mengacung tegak mulai kugesek-gesek ke bibir vaginanya. Terasa basah, mungkin cairan vagina Anin mulai meluber keluar. Nafasnya terus memburu, berhembus hangat ke permukaan wajahku. Tatapan Anin pun terlihat sendu, seakan meminta penisku untuk mulai menerobos liang kewanitaannya yang sudah sangat basah.

“Masukiin, Kaakk …” rengek Anin manja. Dia pun menggoyang-goyangkan pinggulnya, berharap penisku segera masuk dan menggaruk vaginanya yang terasa sangat gatal.

“Uuhhh, ssshhh ….”

Sambil melenguh, Anin merangkul leherku dengan kuat, saat penisku mulai menjejali rongga vaginanya. Penisku dengan mudah masuk kedalam liang yang memang sudah sangat basah tersebut. Anin yang seperti mengejan membuat penisku seakan terhisap masuk lebih dalam.

“Ahh … Niin ….”

Sambil terus mendorong pantat, kurebahkan tubuhku hingga menindih tubuh mungilnya diranjang. Badan kami seakan menjadi satu, disaat seluruh penisku terbenam didalam liang vagina Anin.

Kami pun kembali bercumbu. Cumbuan yang seakan menjadi tanda agar aku mulai menggerakan pinggulku. Gerakan memompa dengan tempo yang cukup pelan, namun cukup kuat hingga tubuh mungil Anin terhentak seirama dengan tusukanku.

“Aaahh … kaaakk … sshhhh ….”

Cumbuan kami terlepas saat kutingkatkan tempo sodokanku. Anin mendesis nikmat sembari menengadah, membuat lehernya yang putih mulus penuh peluh tertentang.

“La, mainkan payudaranya.” Perintahku kepada Lala yang sedari tadi hanya menonton persetubuhan kami. Lala mengangguk, kemudian merangkak mendekat kearah tubuh Anin yang terus terhentak.

“Uuuhhh … Laa … sshh ….”

Racau desah Anin semakin terdengar kencang saat Lala mulai meremasi bongkahan payudaranya. Lala terlihat memilin puting payudara kanan Anin, sedangkan mulutnya sibuk menghisap dan menjilat puting payudara yang satunya. Variasi remasan, pilinan dan permainan mulut Lala di area payudaranya semakin membuat Anin menggelinjang keenakan.

“Awwhh … ssshhh Laaa …. Kaaakk Jaann … teruss uunnghhh ….”

Anin semakin meracau menerima seluruh rangsangan Lala dan sodokan penisku. Vaginanya pun terasa semakin basah. Anin semakin mendekati orgasme. Vaginanya mulai berkedut, memijati penisku yang berada didalam vagina sempit tersebut.

“Kemari, La. Jilati klitorisnya.” Lala yang mendengar perintah tersebut lalu mendekatkan wajahnya kearah selangkangan kami. Lidahnya kini bermain-main diantara klitoris Anin dan pangkal penisku. Dia pun kemudian menghisap area klitoris Anin yang ditumbuhi bulu-bulu halus.

“Kaakk aku … ak-NNGGHHH!!!”

Tangan Anin dengan kuat mencengkram lenganku. Pinggangnya menegang saat tubuh bawahnya mengejan. Anin orgasme, lagi. Vaginanya dengan hebat berkedut, memijat penisku nikmat.

Kucabut penisku dari liang vagina Anin yang merekah merah. Langsung kusuruh Lala menggosok klitoris Anin.

“NNNGGG!!!” Anin meringis saat vaginanya menyemprotkan cairan bening dengan cukup kencang. Telapak tangannya mengepal kuat. Rangsangan jemari Lala terhadap klitoris Anin membuatnya kembali squirt. Anin melenguh kencang saat squirtnya berhenti, tubuhnya pun terlihat terhentak beberapa kali karenanya.

Penisku pun terasa semakin gatal. Orgasmeku sebentar lagi akan segera tiba. Kuarahkan penisku ke depan wajah Anin yang masih terbaring.

“Kemari, La.” Kutarik tubuh Lala hingga dia berbaring menyamping di sebelah Anin. Langsung kukocok penisku dihadapan wajah mereka yang beredekatan. Seakan mengerti maksudku yang ingin menembakan sperma diwajah mereka, mereka berdua memejamkan mata, bahkan Lala terlihat membuka mulutnya.

“NGGHHH!!!”

Sambil menggeram, Penisku menembakan spermanya. Spermaku menyembur membasahi wajah, leher hingga rambut kedua gadis yang berada dihadapanku ini. Padahal ini merupakan orgasme ketigaku, namun tetap saja sperma yang keluar masih cukup banyak hingga wajah cantik kedua gadis ini berlumuran spermaku.

“Uuhh … Laa ….”

Sambil memejamkan mata karena ceceran sperma yang mengenai matanya, Lala kembali mengulum penisku. Anin pun ikut mengemut batang penisku dari bawah. Akumulasi rasa geli dari ejakulasiku yang ketiga ditambah permainan mulut Anin dan Lala membuat penisku menjadi sedikit linu. Pahaku mengejan, menggelinjang menahan rasa geli yang sedikit linu itu.

Selesai membersihkan penisku, mereka berdua kemudian menyeka sperma yang berceceran diantara wajah mereka. Setelah itu, mereka malah saling mengulum jari satu sama lain sembari menjilati sperma yang berada diantara jari mereka. Dimainkannya sperma yang sudah bercampur dengan liur tersebut sebelum mereka menelan sperma yang ditampung di mulut mereka masing-masing.

.

.

.

Selepas persetubuhan panas tersebut, kami pun bersiap untuk beristirahat. Baik Lala maupun Anin sekarang sudah membersihkan diri, mengenakan jubah mandi dan duduk diatas ranjang. Aku sendiri tak begitu memperhatikan apa yang mereka bicarakan hingga mereka tertawa kecil saat mengobrol.

Sama seperti mereka, aku yang sudah mengenakan jubah mandi kini duduk dikursi putar sembari menghadap kearah jendela. Pemandangan kota malam hari dengan kerlipan lampu jalan dan mobil selalu menarik perhatianku.

Sayup-sayup obrolan Anin dan Lala terdengar semakin hilang. Saat aku toleh, ternyata mereka berdua sudah berbaring. Entah berapa lama mereka sudah terlelap.

Aku pun beranjak dari kursi, kemudian berjalan menuju sofa untuk ikut beristirahat. Kutepuk kedua tanganku untuk mematikan lampu, seraya merebahkan tubuh diatas sofa.

.

.

.

tbc
 
Terakhir diubah:
Komeng dulu, baru bubuk hehehehe
Makasih apdetnya hu
Pertamax kah??
 
Yeay, aku bisa update lagi setelah sekian lama.
Ada tokoh baru lagi, semoga bisa berkenan buat ngikutinnya kakak-kakak semua.

Oh iya, kalo ada yang mau tanya mobilnya Janu, aku kasih tau deh. Jadi Janu punya empat mobil. tiga mobil yang udah dia punya dari lama (BMW M2 F87, BMW 318i E46 SW, BMW 530e G30) sama yang baru dia beli (LEXUS LFA).
Nggak penting, ya? biarin dah. yang punya dia ini bukan aku.
ehehe'

Ngomong apa lagi, ya? ah udah lah, bising kalian bosen juga, udah mah baca updatean 7.3k words ditambah trivia yang nggak penting kaya gini.
Semoga update kedepannya ga terlalu lama, aku udah kangen Aby, soalnya. Janu lama banget sih, ketemu Aby. Kasian gitu dia dianggurin.
 
wuooohh nice update! lagi2 sangat tidak terduga ya 3somenya, padahal tujuannya mau nganter pulang. ya mau gimana lagi, manusia berencana, setan yang menentukan :bacol: ditunggu update selanjutnya
 
Aduduh trisum lagi dong, mantep bangeet, itu pas adegan dijepit sama tete nya anin sama lala hot banget, asli. Dan anin nya lagi-lagi.... hah, kehabisan kata2 saya ahaha

Kalo baca dialog pas bagian janu ngomong rasanya pengen nyautin "kaku amat bro kek kanebo kering" wkwkw

Anin pun kembali mendesah kencang sembari terpejam karenanya.
Kembali aku mempercepat gerakan pinggulku tanpa jeda, membuat tubuh Anin semakin kelojotan.
Btw, ini salah tulis nama apa gimana? Harusnya lala kan ya? Apa saya yg ga fokus gara2 baca pas jam segini wkwk
 
Wakacau threesome anin lg, lebih mantap sama lala, mantap2 emang anin, next anin feat sisca mantap sih hahhaa
 
Komeng dulu, baru bubuk hehehehe
Makasih apdetnya hu
Pertamax kah??
Pertamax Turbo kayanya, kak.
Komennya malah sebelum saya posting trivia,
ehehe'

Selamat menikmati, kak.
wuooohh nice update! lagi2 sangat tidak terduga ya 3somenya, padahal tujuannya mau nganter pulang. ya mau gimana lagi, manusia berencana, setan yang menentukan :bacol: ditunggu update selanjutnya
Nanti juga pada dianterin pulang kok, masa iya mau dihotel terus.
ehehe'
Namanya juga rencana, kak. kadang suka jauh berbeda dengan realisasinya.
Aduduh trisum lagi dong, mantep bangeet, itu pas adegan dijepit sama tete nya anin sama lala hot banget, asli. Dan anin nya lagi-lagi.... hah, kehabisan kata2 saya ahaha

Kalo baca dialog pas bagian janu ngomong rasanya pengen nyautin "kaku amat bro kek kanebo kering" wkwkw



Btw, ini salah tulis nama apa gimana? Harusnya lala kan ya? Apa saya yg ga fokus gara2 baca pas jam segini wkwk
Bener itu, kak. aku yang salah.
Maklum, diedit lagi malemnya sebelum posting.
Makasih koreksinya, Kak.

Udah sering dibilangin sama temennya juga itu, Kak. Sama Bang Ahmad malah disebut robot, sama puchi juga kalo nggak salah.
Ehehe'

Orang ganteng bin kaya mah bebas. Gitu aja banyak yang mau.
Wakacau threesome anin lg, lebih mantap sama lala, mantap2 emang anin, next anin feat sisca mantap sih hahhaa
Weleh-weleh, kok jadi Sisca, ya?
Tapi pekan kemaren Tim J, yang bawain US Kuchi Utsushi Lala-Anin-Sisca, ya?

Disini emang pada nungguin Sisca semua banyaknya?

Lanjuuuuttt suhuu
Siap, Kak SKM ...
Aduh awas Anin baper bisa repot deh hihihi
Nah, itu mah urusan Kak Janu.
Aku mah hanya mengetik saja, Kak.
ehehe'
wah gila gila panas banget nih 3s anin sama lala
Dua-duanya enak, sih, Kak.
ehehe'
ini janu mau ngambil semua member lagu coklat bibir apa gimana?
Nah ini, bisa di list siapa aja yang pernah bawain US Coklat?
Ada Ariel, Cindy, Feni, Michelle, Gaby, Sisca, Amel, Julie. Mau yang mana?
kurang eril aja nih..
Biar jadi US coklat, ya, Kak?
ehehe'
Panas banget panas
Pake AC dong, Kak.
ehehe'
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd