Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Lorem Ipsum Dolor Sit Amet (All I Wanna do is Keep on Loving You) END

Status
Please reply by conversation.
Terbaik emang lorem ipsum:semangat::semangat:
makasih banyak, Kak.
Ada part yang paling memorable nggak, Kak?
Wwuuuhhh ajib bnggeeettt
Makasih banget dah nongkrong terus disini, Kak.
Mau ada ex nya? Terus biyel ikut? Wah harus ada kalo gitu mah wkwkw
Kalo ga bisa dipost disini ya di wp aja hu
Ditunggu updatenya hehe
Yang disini emang rada bingung, sih.
Cast sisanya kurang menarik, harusnya tetep ada Vanka juga.
Atau Ayana, misalnya.

Siap kak, ditunggu aja, meski belum disentuh sedikit pun.
Suwun apdetnya
Sama-sama, Kak.
Makasih juga udah sering mampir.
Pesta lg mantap deh
Abis pesta mending ada afterpartynya ga sih?
Mantap hu orgynya, sayang banget kurang rinanda aja nih padahal udah legal juga dia
Waduh, saya baru tau malah Rinanda udah legal.
Belum kepikiran tapi gimana dia.
ehehe'

Btw, Thanks udah mampir, Kak.
Widih fresh peach wkwk
Yang fresh emang ajib.
landjoetken :papi:
Siap, Kak.
 
Update lagi, kakak-kakak semua.
Sebenernya aku udah bisa update 2 minggu kemaren, cuman gegara forumnya gangguan, aku update dulu di tempat yang lain.

Ada sedikit perbedaan cast disini sama disana, soalnya disesuaikan dengan peraturan yang berlaku di masing-masing tempat.

Btw, semoga bisa terhibur sama update kali ini, soalnya agak ribet juga ternyata pas bikinnya. Dan semoga situasinya juga kegambarin sama kakak-kakak semuanya.

Sekali lagi, terima kasih yang udah mau nungguin sama pantengin cerita ini, yang sebentar lagi bakalan tamat.
Sebelah mana hu klo boleh tau
 
Seruuu bangeeet huuu orgy di chapter terakhir. Apakah karena Janu yg tersisa bakal jadi harem nextnya? 😍
 
jngan berakhir huuu:( masih banyak yang bisa diexplore sama januuu:(
 
Episode 22

All I Wanna do is Keep on Loving You



“Silahkan.”


Aku pun tersenyum sembari mengambil kartu debit dari kasir. Sang kasir pun menyodorkan barang belanjaanku, hadiah ulang tahun untuk Anin, yang berada di counter.

“Terima kasih atas kunjungannya,” ujar kasir tersebut sembari membungkuk. Aku pun lantas mengambil dua buah goodie bag yang berada di atas meja dan langsung berjalan keluar. Kurogoh gawai dari saku dalam blazer yang kugunakan dan langsung mengecek notifikasi yang masuk.



Aku lantas membalas pesan tersebut dan langsung melihat jam. Waktu pertunjukkan Anin seharusnya sudah selesai saat ini. Sepertinya aku harus bergegas pergi menuju fX Sudirman. Aku lantas mempercepat langkah menuju lobi Mall. Beruntung aku menggunakan jasa valet sehingga mobilku mudah keluar dari dalam Mall. Aku pun langsung memacu mobil saat sudah berada didalamnya, menuju Mall dimana Anin sudah menungguku.

Sudah lebih dari sepekan semenjak aku terakhir bertemu dengan Anin, saat mengantarkannya ke bandara. Aku sendiri tak sempat menjemputnya ketika dia kembali ke Jakarta karena harus menyelesaikan beberapa dokumen untuk pergi ke Irlandia, dua hari yang lalu. Entah mengapa, selama dia berada di Palembang, hubungan kami terasa semakin intens. Hampir setiap hari kami terus berhubungan, entah menggunakan sambungan telepon maupun video call.

Aku sendiri sangat tak sabar untuk kembali bertemu dengannya. Butuh waktu sekitar setengah jam hingga aku tiba di tempat dimana Anin sudah menunggu. Anin pun berkata bahwa dia langsung bergegas turun saat kukabari aku sudah tiba. Benar saja, baru saja aku sampai ke basemen lantai empat, terlihat Anin keluar dari lift yang berada di basemen ini.

Anin sedikit melirik kesana kemari sebelum akhirnya menemukan dimana mobilku berada. Dia pun langsung tersenyum sembari melambaikan tangannnya saat menyadari mobilku bergerak kearah dia berdiri, tepat didepan lift.

“Maaf membuatmu menunggu, Nin ...” ucapku meminta maaf saat Anin membuka pintu mobilku.



“Nggak apa-apa, Kak Jan,” balasnya sembari tersenyum. Tanpa banyak bicara, dia pun langsung duduk diatas kursi penumpang. Wajahnya nampak lemas. Mungkin show sekaligus perayaan ulang tahunnya cukup menguras tenaga. Kuelus rambutnya yang masih agak basah.

“Yuk, kak … jalan,” ucap Anin sembari menoleh kearahku.

Wait, I’ve got somethin’ for you.” Aku pun langsung mengambil dua buah goodie bag dari kursi belakang.

“Apa ini, Kak Jan?” Anin pun mengambil salah satu box yang tersimpan didalam goodie bag tersebut kemudian membukanya. Sejenak Anin terdiam. Matanya nampak berkedut melihat isi dari kotak itu.

Happy Birthday, Aninditha.”

“Cantik banget, Kak Jan,” ucap Anin yang nampak terpesona dengan isi didalam kotak tersebut, sebuah kalung berlapis emas berwarna rosegold yang menggantung sebuah pendant dengan mata berlian ditengahnya.

Allow me.

Langsung kuambil kalung tersebut dari dalam kotak. Anin pun kemudian membalikkan badan sembari menyibak rambut yang sedikit menghalangi tengkuk. Langsung kukalungkan perhiasan tersebut kepada lehernya.

Anin membalikkan tubuhnya, kembali menatap kearahku.

It looks good on you, Aninditha …” pujiku. Senyum tersungging dari wajah manis Anin. Kubelai pipinya dengan lembut, dia pun ikut mengelus tanganku. “Makasih, ya … Kak Janu.”

Jarak antara wajah kami pun semakin menghilang. Bibirnya perlahan terbuka. Anin memejamkan mata saat bibir kami semakin mendekat. Kumiringkan wajahku sembari tersenyum melihat Anin yang seperti pasrah. Tanganku beralih memegangi belakang kepala Anin hingga akhirnya bibir kami pun bertemu.

Cuph

Ciuman yang terasa sangat lembut, penuh kasih sayang. Bibirnya yang tebal dan empuk selalu menjadi candu untukku. Kami saling mencumbu bibir satu sama lain untuk beberapa saat sebelum pagutan kami terlepas. Anin membalas pandangan mataku dengan hangat sembari tersenyum. Tangannya terasa hangat membelai pipiku. Jantungku entah kenapa berdegup cukup kencang karenanya.

Anin sendiri nampak tersipu. Wajahnya merona. Nafasnya terdengar semakin berat. Sepertinya, kami akan melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar berciuman jika masih terus dalam situasi seperti ini. Dan tempat ini rasanya tidak akan aman. Lagipula, pesawat yang akan kami tumpangi akan berangkat tak lama lagi.

“Kau membawa passportmu, kan?” Anin mengangguk. “Good. Kita bisa pergi sekarang.”

“Emangnya kita bakalan pergi kemana, Kak?” tanya Anin. Aku hanya tersenyum sembari mulai mengemudi.

“You’ll see ….”

.

.

.

We have arrived, sir.” Ucap si pengemudi taksi setelah menepikan mobilnya di depan lobi sebuah hotel. Hotel yang memiliki tiga tower beserta dek observasi berbentuk kapal pesiar yang seakan menyatukan tiga tower tersebut diatasnya.

Ya, kami sekarang berada di Singapura. Anin tanpa ragu langsung mengiyakan ajakanku untuk menghabiskan waktu bersama selama dua hari di Negara yang terkenal dengan Patung Merlionnya ini. Beruntung jadwal pertunjukan Anin kosong hingga tiga hari kedepan. Perkuliahan kami pun masing-masing sedang memasuki masa libur sehingga kami tak perlu memikirkan apapun selain bersenang-senang bersama.

Kuambil beberapa lembar dollar Singapura yang sempat kuambil di ATM bandara dan langsung kuberikan kepada si pengemudi. “Here, keep the change.”

Thank you, Sir …. Have a nice holiday.

Kami pun keluar dari Taksi dan langsung masuk kedalam lobi hotel. Anin sendiri nampak bersemangat. Wajahnya terus menerus sumringah, bahkan hingga memasuki kamar hotel yang sudah kupesan sebelumnya. Beruntung, hotel sendiri tak terlalu penuh sehingga kami bisa mendapat kamar yang cukup baik dengan jendela yang langsung menghadap ke taman yang ikonik beserta laut lepas.

“Waahh … cantik banget!” ucap Anin saat memandangi keluar jendela, dimana Matahari mulai terbit dari balik lautan lepas. Matanya nampak berbinar melihat pemandangan indah diluar kamar. Begitu pun denganku, yang selalu terpesona dengan kecantikan Anin, seperti saat ini.

“Eh, Kak ….” Anin baru menyadari saat aku mulai melingkarkan kedua tanganku kepada perutnya. Dia pun menoleh kearah wajahku yang sekarang sedang memeluk tubuh mungilnya dari belakang.

“Makasih banyak ya, Kak Janu ….” Sembari memegangi pipiku, dia mencium bibirku. Ciuman yang ringan sebelum dia kembali menatap kearah jendela. “Ini bakalan jadi kado ultah terbaik buat aku seumur hidup.”

Tangan Anin yang hangat terus membelai pipiku dengan lembut. Aku pun semakin mengeratkan pelukanku, sesekali kucium pangkal kepalanya ringan. Kembali, waktu berjalan sangat lambat saat bersama dengannya. Kurasakan kembali jantungku berdegup kencang.

“Nyaman ….”

Lirihan pelan dari Anin membuatku menoleh kearahnya. Anin hanya terus menatap kearah jendela sembari kembali berbicara. “Dipeluk sama Kak Janu kayak gini buat hatiku ngerasa damai.”

Kubalikkan tubuh Anin sehingga menghadap kearahku. Wajahnya kembali merona saat pandangan kami bertemu. Kedua tanganku kembali memegangi sisi wajah Anin, disaat jempolku mengelusi pipinya yang gembil.

Kruk ….”

“Eh … maaf, Kak Janu.” Anin yang tersipu malu lantas memalingkan wajahnya dariku. Dia pegangi perutnya yang baru saja berbunyi. Wajar, selepas tiba di bandara pagi tadi, perut kami belum terisi sedikit pun.

“Kita bersih-bersih dulu, Nin. Nanti biar aku panggilkan butler untuk mengurus sarapan untuk kita, disini.”

Anin pun mengangguk mendengar penjelasanku. “Setelah sarapan, aku akan mengajakmu pergi berjalan-jalan keluar, mengelilingi kota ini.”

“Aku mau ke US, Kak,” pinta Anin. Aku mengangguk mengiyakan permintaannya. Wajahnya kembali terlihat sumringah. Dia pun langsung bergegas masuk kedalam kamar tidur, dimana kamar mandi berada. Aku sendiri langsung meraih telepon yang berada di meja, meminta room service menyiapkan sarapan kami. Setelahnya, aku pun ikut masuk kedalam kamar tidur, ikut mempersiapkan diri bersama Anin.

With adding a round, maybe.

.

.

.

Sepertinya, aku memilih waktu yang tepat untuk bertamasya ke taman bermain seperti ini. Jumlah pengunjung pada weekdays tentunya tidak sebanyak jumlah pengunjung saat weekend. Kami pun dapat bermain sepuasnya tanpa perlu berlama-lama berada dalam antrian.



Hampir semua wahana yang berada di area taman bermain ini kami naiki satu persatu. Mulai dari Carousel yang bertemakan tokoh kartun hingga wahana yang cukup memacu adrenalin, seperti Roller Coaster yang akan kami naiki saat ini.

“Kenapa, Nin?” tanyaku saat melihatnya seperti cemas melihat wahana yang menjulang dihadapannya. “Kamu takut?”

Anin menatap sembari menggeleng. Namun, raut wajahnya tetap tidak berubah. Aku pun tersenyum sembari menggenggam tangan Anin. Anin nampak terkejut.

“Tenang saja, Aninditha. You’ll be safe with me.”

Anin pun mengangguk sembari tersipu. Kami pun kembali berjalan sembari terus berpegangan tangan, bahkan hingga kami duduk di wahana tersebut.

Genggaman tangannya terasa erat saat wahana mulai berjalan. Wajahnya pun terlihat pucat, saat kami sampai ke titik tertinggi wahana sebelum meluncur dengan bebas. Aku pun menarik tangan Anin hingga dia menoleh kearahku.

“Kita berteriak bersama-sama … okay?” Tepat sebelum Anin membalas, rollercoaster turun dan melaju kencang.

“AAAKKKK!!!”

.

.

.

“Aaakkk!” Pekik Anin sembari meringis sembari memegang kepala. “Sakiitt ….”

“Pelan-pelan, Nin.” Sepertinya, dia mengalami brain freeze saat melahap satu sendok penuh eskrim dengan tergesa-gesa. Kuelusi kepala Anin sembari menyeka beberapa tetes eskrim yang meleleh mengenai bibirnya.

“Hehe ….” Anin yang duduk di bangku seberangku hanya terkekeh. Dia pun menengadah manja saat bibirnya kuusap menggunakan tisu. Selepas bermain dan makan siang didalam taman bermain, kami pun meneruskan kencan kami menuju beberapa pusat perbelanjaan di pusat kota Singapura. Setelah cukup puas berbelanja, kini kami duduk di depan sebuah dermaga, menyantap eskrim sembari menikmati keindahan matahari yang mulai tenggelam di ufuk barat.

“Aku ingin bertanya sesuatu, Nin.” Ucapan tersebut sontak membuat fokus Anin sekarang pindah kepadaku. Aku lantas melirik kearah bawah, tepatnya kepada sneakers yang kami gunakan. Dia memintaku untuk membeli sneakers yang sama persis untukku dan untuknya. Sneakers tersebut langsung kami pakai setelahnya.

“Aaah, ini ….” Anin seperti mengerti pertanyaan yang akan kuutarakan. Ya, aku ingin bertanya kenapa dia ingin membeli sneakers secara couple denganku. Anin tersenyum manis menatapku, memastikan apa benar hal tersebut yang menjadi rasa penasaranku. Aku pun mengangguk. Tak lama, dia pun menjawab pertanyaan tersebut.

“Aku pengen punya barang couple dengan Kak Janu. Tapi aku nggak tau Kak janu sukanya apaan. Kak Janu kan mantan atlet, ya udah aja aku minta sneakers aja. Kenapa, Kak Janu nggak suka?”

Aku menggeleng. “Tidak, Nin. Aku suka dengan ini. Terima kasih, ya ….”

“Aku yang harusnya berterima kasih, Kak. Kak Janu udah ngajak aku kesini, udah mau ngerayain ulang tahun bareng aku. Aku seneng banget, Kak …” ujarnya sembari tersenyum. Anin pun memegang tanganku. “Makasih banyak ya, Kak Janu.”

Aku hanya tersenyum membalas semua ucapan tersebut sembari membalas genggaman tangannya. Kembali, kami pun menikmati senja di kota ini. Terasa cukup menyenangkan bisa menghabiskan waktu bersama Anin sebebas ini.

Set

Tiba-tiba saja terbersit bayangan seseorang didalam benakku. Entah, tiba-tiba saja aku memikirkan banyak hal.

“Kak ….” Panggilan dari Anin membuat lamunanku buyar. “Kak Janu kenapa?” tanya Anin yang nampak khawatir saat aku menoleh kearahnya. Sepertinya, dia menyadari aku memikirkan sesuatu hal.

“Aku nggak kenapa-kenapa, Nin.” Raut wajah cemasnya mulai memudar saat aku kembali tersenyum kearahnya. Tangan kami pun kembali saling menggenggam.

“Kita naik itu, yuk …” Tiba-tiba saja Anin menunjuk kearah dermaga, dimana sebuah Ferris wheel berukuran sangat besar berada.

“Boleh.”

Kami pun langsung pergi menuju Ferris wheel tersebut. Setelah mengantri, tibalah giliran kami untuk masuk kedalam cart yang hanya diisi oleh kami berdua dengan posisi duduk berhadapan.

Pemandangan langit kota Singapura yang mulai gelap kini menjadi pemandangan kami seiring dengan semakin tingginya cart naik. Perlahan, kerlip lampu mulai menghiasi seluruh penjuru kota, menggantikan cahaya yang sebelumnya terpancar dari atas.

“Cantik banget ya ….” Anin kembali takjub dengan keindahan yang disajikan oleh kota Singapura. Tak jauh beda, aku pun sama. Aku pun terpesona dengan kecantikan gadis yang berada dihadapanku ini.

Aku tak ingin dia pergi jauh dariku.

Grep

Mata Anin membulat saat kedua tangannnya kugenggam.

“Kau terlihat amat cantik, Nin.”

Pandanganku serasa tak ingin lepas dari wajah ini, wajah yang selalu dapat membuatku tenang. Aku menyukainya, Aninditha Rahma.

“Aku menyukaimu, Aninditha.”

Anin sedikit terhenyak setelah mendengar ucapan tersebut. Tak lama, dia pun mulai tersenyum. Senyuman yang terlihat sangat manis. Senyuman yang bahkan pemandangan malam kota Singapura yang indah pun tak mampu menyainginya.

“Aku juga suka sama Kakak.”

Didalam cart yang sudah mencapai puncak tertinggi, diatas kerlip lampu kota Singapura, kami berciuman.

.

.

.

Kencan kami pun dilanjutkan dengan makan malam bersama di salah satu restoran yang berada di dalam hotel tempat kami menginap. Selepas makan malam, kami pun kembali kedalam kamar, dimana kami akan menghabiskan malam ini bersama.



Anin nampak cantik dengan gaun yang dia gunakan. Gaun yang tak terlalu seksi, namun dapat mempertegas lekuk tubuhnya yang cukup indah. Kalung berwarna emas yang menempel di leher seakan menambah anggun penampilannya malam ini.

Kupeluk tubuh mungil Anin dengan erat, lebih erat dari seharusnya. Dapat kurasakan Anin meyenderkan kepalanya diatas bahuku. Semuanya terasa sangat nyaman.

Selang beberapa saat, Anin pun mengangkat wajahnya. Dia mendongkak, menatap kearahku yang ikut menunduk kearah wajahnya.

Kami kembali berciuman. Ciuman yang benar-benar terasa sangat intim, seakan menautkan kemesraan yang terasa diantara kami. Bibir kami saling berpagut, mencium, hingga melumat satu sama lain.

Tanganku mulai bergerilya disaat bibir kami masih bertaut satu sama lain. Payudaranya yang masih terbungkus gaun kubelai, sesekali kuremas dengan lembut hingga membuat Anin mendesah disela cumbuan kami.

“Kubuka, ya?” tanyaku sembari memegangi tali gaun milik Anin. Dia hanya mengangguk. Kuloloskan kedua tali yang berada dibahunya itu. Gaun sutra yang sedari tadi menutup tubuh Anin dengan mudah jatuh, memperlihatkan tubuh indahnya yang masih tertutup strapless bra dan celana dalam berwarna senada.

Anin mulai menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang. Dia pun mundur kearah headboard, mencari posisi yang cukup nyaman. Dia topang tubuhnya dengan sikut untuk menjaga tubuhnya tetap setengah merebah. Tatapan matanya terus mengunci kearahku, seakan memintaku untuk ikut naik keatas ranjang.

Aku pun melepas seluruh pakaian yang kugunakan seraya ikut merangkak keatas ranjang. Anin nampak tersenyum kecil saat tubuhnya sekarang berada tepat dibawah tubuhku. Tangannya kini membelai pipiku.

“Miliki aku malam ini, Kak ….”

Kurebahkan tubuhku hingga bibirku dan bibir Anin kembali melumat. Anin mengangkat punggung saat aku mencoba meraih kaitan bra dibelakang tubuhnya. Dengan mudah bra tersebut terlepas, membuat buah dada Anin yang ranum kini tak lagi terbungkus.

“Cuuppaahh- hhmmm … sslllrrpp ….”

Erangan-erangan kecil kembali keluar dari mulut Anin ketika remasan dan cengkraman tanganku mulai menyasar payudara kenyalnya. Sepertinya birahi Anin semakin lama semakin membuncah, terlihat dari puting payudaranya yang mulai mencuat dan mengeras ditengah remasanku.

“Hmm … cuupphh ….”

Lenguhan Anin yang awalnya lembut kini berubah menjadi semakin kencang dan penuh pelampiasan, seiring dengan payudaranya yang semakin intens aku mainkan. Cumbuan kami pun sampai terlepas karena dia menengadah dan langsung mendesah kencang.

“Aaahhh … uusshh!! Aawhhh!!!”

Bibirku kini mulai menyasar turun dari wajahnya. Kecupanku turun menuju leher Anin. bermain-main diatas kulit leher dan tulang selangkanya yang mulus, dan terus turun menuju payudaranya.

“Aawuuhh! Ngghhh!” Anin mendesah cukup kencang saat bibirku mulai menangkup puting payudaranya. Dia nampak menahan desahan tersebut dengan menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan rasa nikmat saat lidahku mulai bermain-main disalah satu area sensitif miliknya itu.

Puting coklat mudanya yang mencuat kumainkan dengan lidah. Kukulum dan kuhisap-hisap serta kujilati berputar saat puting tersebut berada didalam mulutku. Tubuhnya Anin menggeliat kegelian. Terasa tangannya mulai meremas rambutku, menekan kepalaku kearah dadanya seakan membantuku menikmati payudaranya itu.

Tanganku kini kembali turun menyusuri perut Anin. Langsung kutarik turun celana dalam yang masih menempel di area selangkangannya. Anin kembali ikut membantu, dia angkat pantatnya sehingga celana dalam itu kini terlepas. Tubuh kami berdua kini sama-sama telanjang tak tertutup sehelai benang pun.

Kuelusi betis Anin yang halus itu, terus naik menuju paha hingga sekarang berada di area selangkangannya. Jemariku kini sudah berada didepan bibir vagina Anin. Terasa cukup lembab. Sudah basah, ternyata.

Sembari terus menggerayangi area intim milik Anin, kutarik turun tangan Anin kearah selangkanganku. Anin yang mengerti lantas mulai memegangi batang penisku dengan tangan lembutnya.

Kembali, aku merangkak naik hingga wajahku dan wajah Anin kembali sejajar. Bibir kami kembali saling memagut disaat jemari kami saling merangsang bagian paling intim diantara kedua tubuh kami.

Elusan tangan Anin lambat laun berubah menjadi kocokan yang lembut. Terasa dia meremas batang tersebut hingga cairan pre-cumku keluar. Anin pun kemudian melumasi batang kejantananku dengan cairan tersebut, sehingga membuat kocokannya terasa semakin licin dan nikmat.

Tak jauh berbeda, jemariku ikut mengelusi bibir vaginanya yang terasa semakin licin dan basah. Sepertinya, lubang tersebut sudah siap untuk kupenetrasi.

Bibir dan lidah kami semakin lama semakin liar mencumbu satu sama lain. Anin terasa mulai membalas seluruh pagutanku dengan tak kalah liar. Nafsu sepertinya sudah mulai menguasai pikiran Anin.

“Ssllrrpp … aahhmmpph … ccupphh ….”

“Aawhh … ssshhh …. Ccllppkkhh ….”

Bunyi erangan serta desahan terus terdengar diantara kecipak ludah percumbuan kami. Deru nafas berat ikut bersahutan, saling berhembus menerpa wajah yang basah akibat peluh diantara kami.

“Aku mulai, ya?”

Anin hanya mengangguk. Dia gigit bibir bawahnya. Wajahnya seperti berharap akan sesuatu saat kubuka kedua pahanya dengan lebar. Kuarahkan penisku menuju bibir vaginanya. Anin sendiri nampak tak sabar, tangannya terasa ikut membantuku mengarahkan penis agar segera masuk kedalam vaginanya yang mungkin sudah terasa gatal.

“Aah- mmmpphh ….”

Anin nampak menahan nafas sembari menengadah saat penisku mulai membelah bibir vaginanya. Perlahan-lahan, kudorong pinggul sehingga membuat penisku tertancap semakin dalam. Mata Anin terpejam. Raut wajahnya berubah seakan dia menikmati setiap gesekan penetrasi penisku itu.

“Pelaan … Kak. Yang lembuut ….”

Sepertinya, liang vagina Anin belum sepenuhnya mampu kupenetrasi. Penisku seakan tertahan saat sudah masuk setengahnya. Rasanya sunggah sangat menjepit.

“Nngghh ...” Anin nampak meringis saat kucoba untuk menembus liang vaginanya lebih jauh. Entah kenapa, vagina Anin lebih menjepit dari biasanya.

Kutarik pinggulku sebelum kembali mencoba mendorong penisku dengan lembut kedalam vaginanya. Mata Anin terpejam. Wajahnya seperti meringis kesakitan. Beberapa kali kucoba memaju-mundurkan pinggulku dengan lembut, mencoba membuka jalan agar penetrasiku bisa semakin mulus.

Sepertinya Anin terlalu excited sehingga membuat tubuhnya tegang. Kembali kucumbu bibirnya, mencoba membuatnya kembali rileks. Cumbuan yang awalnya menyasar bibir kini mulai berpindah ke seluruh tubuhnya. Pipi, pundak hingga lehernya menjadi sasaran pagutanku. Kedua payudara beserta putingnya pun tak luput dari remasan hingga cubitan. Hingga akhirnya jalur penetrasiku terasa semakin mudah.

“Mmhhh … aaahhh … aahhh … mmhhh ….”

Anin yang sudah dimabuk kenikmatan hanya mendesah seiring dengan genjotanku yang semakin cepat. Aku sendiri mulai kepayahan menahan kenikmatan dari vagina Anin yang, entah kenapa benar-benar terasa amat nikmat. Dinding vaginanya yang hangat seakan terus menjepit, berkedut memijati batang kemaluanku yang semakin lama semakin cepat mengaduk lubang tersebut.

“Enak, Nin?”

“Iya-aahhh … uuuhhh ….”

Paha Anin semakin lama terasa semakin meregang, membuat penisku bisa sepenuhnya masuk hingga selangkangan kami bisa saling bertumbuk. Sepertinya Anin sengaja agar penisku bisa leluasa melesak keluar-masuk kedalam rongga vaginanya.

Mulut Anin terbuka lebar, mendesah, mengerang terus menerus tanpa henti seiring dengan genjotan pinggulku yang semakin intens. Nafasnya terdengar semakin tersengal dikala tubuhnya terhentak-hentak akibat sodokanku yang memang menghujam cukup dalam.

“Kaaak … terush …. Lagiih … enaa- aahhh ….”

Anin terus meracau ditengah nikmat desahannya. Racauan yang seakan memberiku tenaga untuk menggenjotnya lebih kencang lagi. Vaginanya mulai terasa berkedut. Sepertinya, dia akan segera orgasme.

Anin terus melenguh dan mendesah lirih. Beberapa kali pinggulnya menegang ditengah geliat akibat menahan kegelian sodokanku. Anin pun memeluk serta mulai menciumi sekujur tubuh. Leher, pundak, dada, hingga bibirku tak luput dari ciumannya.

“Kaakk … aku hhh … akuu .... AAHHH!!!”

Anin menjerit cukup kencang. Seluruh tubuhnya nampak menegang. Dia orgasme. Dinding vaginanya terasa meremas penisku yang masih keluar masuk, dan terasa basah akibat semprotan cairan cinta miliknya. Beberapa kali kusodok kembali vaginanya sebelum kutekan penisku dalam-dalam. Anin hanya bisa menengadah sembari terpejam, menahan setiap kenikmatan yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

Kucumbu dengan liar leher Anin yang terekspos akibat kepalanya yang masih mendongak keatas. Kuhisap-hisap sembari tanganku meremas payudaranya yang basah oleh keringat. Bibir kami akhirnya kembali bertemu dan langsung saling memagut mesra. Kucoba untuk terus memberinya rangsangan ekstra agar orgasmenya benar-benar terasa nikmat.

Anin pun memandangku sayu saat orgasmenya mereda. Senyuman puas tersungging dari balik bibirnya walau masih terlihat lemas. Setelah membalas senyuman itu, aku pun merebahkan tubuh untuk memeluk tubuhnya. Begitu pun dengan Anin, yang mengelus punggung saat membalas pelukanku.

Kami pun berbaring diatas ranjang setelah permainan tadi. Anin sendiri sekarang merebahkan kepalanya diatas lengan sembari bergelayut manja didalam dekapan tubuhku. Beberapa kali Anin menggerakan tubuhnya, mencari posisi nyaman didalam dekapan tersebut, hingga terasa payudaranya menggesek-gesek kulit tubuhku.

Aku pun mulai dapat mengendalikan nafsu ketika bersamanya. Padahal, aku sendiri belum orgasme. Aku pun tak ingin memaksakan Anin untuk segera menuntaskan nafsuku karena dia ingin beristirahat sejenak.

“Kak Janu …” lirih Anin pelan saat aku terus mengelus rambutnya dengan lembut.

“Hmm?” Aku hanya menggumam untuk menandakan bahwa dia mendapatkan perhatianku. Namun, Anin tetap diam sembari memainkan jemarinya.

“Kita ini apa, Kak?” tanya Anin tanpa menoleh. Entah kenapa, tiba-tiba saja aku teringat tentang bayangan masa laluku. Bahkan, aku teringat dengan hubungan yang pernah kujalani sebelumnya.

Pertanyaan yang sama dengan yang pernah dilontarkan oleh seseorang yang mengkhianatiku. Ya, pertanyaan yang sama pernah diutarakan oleh Nadila diawal-awal hubunganku dengannya. Sekarang, Anin menanyakan hal yang sama. Entah kenapa, pertanyaan itu membuatku tercekat, tak mampu berkata apa pun. Pikiranku pun menjadi sedikit kalut karenanya.

“Kak?”

Anin yang tiba-tiba memanggil membuatku menoleh kearahnya. Anin nampak menatapku dengan raut wajah cemas. “Kenapa, Kak?”

“Aku tak kenapa-kenapa, Aninditha,” jawabku seraya mencium kembali pangkal kepalanya. Namun jelas, aku mulai terpikir banyak, terutama tentang hubungan kami.

“Ah, gitu … ya.” Anin seakan tak puas dengan jawabanku. Dia kembali menurunkan pandangannya. Melihatnya seperti itu, kudekap tubuhnya dengan lebih erat didalam pelukanku.

“Aku menyayangimu, Nin.”

Anin pun ikut memeluk tubuhku. Semakin lama terasa semakin erat.

“Aku juga sayang ama Kak Janu.”

Kembali kuelusi rambut Anin yang kini membenamkan wajahnya keatas dadaku. Tubuhnya terus menekan, akibat pelukannya yang semakin erat.

“Tapi, aku rasa, akan lebih baik jika kita tetap seperti ini, Aninditha.”

Anin kembali menoleh. Dia pun menatapku dalam diam.

“Setidaknya, untuk saat ini.”

Kutatap dalam kedua bola matanya yang jernih itu. Mencoba menyampaikan semua perasaanku kepadanya. Tak lama, Anin pun tersenyum.

“Aku juga kepikiran hal yang sama, Kak Janu.”

“Aku juga masih takut kalo harus ngejalanin hubungan yang serius, Kak …. Aku takut aku gagal lagi. Apalagi sama Kak Janu …. Kakak terlalu spesial buatku ….”

Kami pun kembali berpandangan. Anin tersenyum. Senyuman yang memancarkan kelegaan didalamnya. Rasanya sungguh menenangkan. Sepertinya, percakapan barusan cukup membuat kami mengerti perasaan satu sama lain.

“Mari kita jalani terlebih dahulu saja hubungan seperti ini … Nin.” Langsung kupeluk tubuh mungil Anin sehingga dia seperti tenggelam didalam pangkuanku. Anin yang awalnya terkejut lantas tersenyum. Dia pun semakin membenamkan tubuhnya lebih dalam lagi dalam pelukan tersebut, membiarkanku terus mengusap rambutnya lembut.

Sesekali aku pun mengecup kening Anin, dengan mencuri kesempatan untuk mencium pipinya.

“Kak Janu genit, ih!” protesnya sembari memukul manja dadaku.

“Habisnya, kamu terlalu cantik, Aninditha.”

“Hih! Gombal,” ucap Anin kembali sembari tersipu. Wajahnya benar-benar manis sehingga membuatku sudah tak sabar. Kembali aku pun mencium bibirnya yang semakin terasa nikmat.

Anin terkikih sembari mencoba meronta. Namun, kelamaan dia pun membalas pagutanku dengan tak kalah ganas. Kami pun saling mencumbu, membelai tubuh masing-masing sembari terus melenguh. Hingga akhirnya Anin kembali tersenyum, sepertinya menyadari penisku yang mulai kembali berdiri.

Anin pun melepas pelukan kami seraya mendorong tubuhku agar terlentang diatas ranjang. Dia kemudian berlutut dihadapanku. Tubuhnya yang sintal membuat penisku semakin berkedut, ingin segera dipuaskan. Anin yang melihat pergerakan kecil dari penisku lantas menyeringai kecil.

Glek

Aku hanya bisa menelan ludah saat Anin mulai merangkak diatas tubuhku. Dia pun mulai mencumbu area leherku, sesekali mencucup beberapa bagian yang membuatku bergidik geli. Tangannya ikut menggerayang keseluruh tubuhku, seraya cumbuan bibirnya yang empuk terus menyusur turun menuju selangkangan.

“Aahh … ngghh ….” Aku melenguh saat Anin tiba-tiba saja meremas penisku dengan cukup kuat.

“Hihihi ….” Dia hanya terkekeh melihat hal tersebut dan mulai mengocok penisku sembari mengerling nakal. Beberapa kali Anin pun meneteskan liurnya ke ujung kepala penisku agar kocokannya tetap licin. Tak lama, Anin memposisikan diri untuk merangkak tepat didepan selangkangan, seraya mulai menjilati batang berurat yang menjulang itu.

Sambil terus menggenggam batang penisku, Anin mulai memasukkan kepala penis itu kedalam mulutnya. Kepalanya naik-turun mengocok penis yang sudah setengah masuk kedalam mulutnya. Saat mengulum, terasa mulutnya ikut menghisapi penisku, memberikan kenikmatan tambahan yang sebelumnya kudapat dari rongga mulutnya yang sempit dan hangat.

Tangan kanan Anin pun ikut aktif mengocok batang penis yang tak mampu dia tampung didalam mulutnya. Saat mulutnya mengocok bagian kepala hingga setengah batang penis, tangannya yang halus juga dengan cepat menggosok sisa batang penis hingga pangkalnya. Bunyi kecipak terdengar sangat jelas, menandakan betapa basah dan nikmatnya blowjob yang diberikan oleh Anin. Liur pun nampak meleleh keluar disela-sela bibir seksinya, turun membasahi tangannya dan batang penisku.

Cukup lama Anin memberikanku blowjob hingga akhirnya dia melepas kulumannya. Sambil terus mengocok penisku yang sudah sangat tegang, Anin menoleh kearahku. Tatapannya seakan meminta melanjutkan permainan ke menu utama. Aku hanya mengangguk.

Sembari tersenyum nakal, gadis berambut sebahu itu mulai naik dan menduduki selangkanganku. Digeseknya sebentar bibir vaginanya kepada batang penisku. Terasa lembab. Anin sudah kembali terangsang. Sambil menoleh kebawah, dia pun mulai menuntun kejantananku memasuki kewanitaannya.

“Aaahh ….” Anin mendesah sembari menengadah. Matanya mengerjap saat penisku mulai menjejali rongga vaginanya. Wajahnya memasang senyum saat kembali menatap kearahku. Senyuman yang paling cantik selama aku mengenal dirinya.

Anin pun menundukkan tubuhnya saat seluruh penisku sudah masuk. Dia pun mengecup leherku yang mulai berpeluh. Kemudian dia pun berbisik. “Just enjoy it, Kak Janu.”

Anin kembali duduk tegak diatas selangkanganku. Pinggulnya mulai bergerak. Perutnya nampak berkontraksi saat tubuhnya terus bergoyang diatasku.

Anin pun tersenyum, kedua tangannya lantas bertumpu diatas dadaku. Perlahan, dia mulai mempercepat gerakannya, membuat buah dadanya yang ranum berguncang hebat. Mulutnya terus mengeluarkan erangan maupun desahan yang terdengar sangat seksi. Matanya pun terpejam dikala wajahnya merona akibat birahi yang terus mendera.

Tubuh Anin terus meliuk dan menggelinjang indah diatas tubuhku. Payudaranya nampak berkilauan cahaya lampu yang terpantul dari peluh yang membasahi. Setelahnya, nafsu birahilah yang mengontrol permainan kami, yang terus bersahutan menggapai puncak kenikmatan selama semalam penuh.

.

.

.

“Dah sampe, nih … Jan,” ucap Randi selepas menepikan mobilnya di area drop-off bandara. Sudah tiga kali dalam sepekan aku pergi ketempat ini. Dua kali saat aku berlibur bersama Anin tiga hari yang lalu, dan hari ini, hari keberangkatanku menuju Irlandia. Beruntung, Randi mau mengantarku menuju bandara. Aku pun mengambil ransel yang kutaruh di deret kursi paling belakang.

“Ini beneran udah semua, Kak Janu,” tanya Anin yang ikut mengecek seluruh barang bawaanku. “Masa mau pergi jauh cuma bawa segini doang, Kak?” sambungnya. Hari ini, dia turut serta mengantarku pergi ke bandara. Setelahnya, Randi akan langsung mengantarkannya menuju teater.

Aku sendiri hanya membawa satu buah ransel berukuran tiga puluh lima liter. “Aku tak suka membawa terlalu banyak barang. Lagipula, semua kebutuhanku masih tersedia dirumah kakek,” jawabku.

Anin tak menanggapi jawaban tersebut. Dia hanya memandang kearahku sembari tersenyum getir. Rasanya, dia seperti enggan untuk melepasku pergi jauh.

“Huft ….” Tak lama, Anin menghela nafas cukup panjang. Melihatnya seperti itu, aku pun mencoba memberi pengertian kepadanya. Kugenggam tangannya, mencoba untuk mengatakan bahwa kami akan baik-baik saja.

“Aku tak akan pergi lama, Nin …. Aku akan segera pulang selepas balapanku selesai,” ucapku sembari tersenyum. Anin pun hanya mengangguk. Dia pun turun membelai tanganku yang sekarang ikut mengeratkan genggamannya.

Aku sendiri berangkat ke Irlandia dengan berbagai macam agenda. Selain untuk mengunjungi Kakek, aku pun akan mengikuti Rallycross yang diadakan di Kent, Inggris.

“Elu ngapain make ikutan balapan segala, sih? Kasian kan pacar baru elu ditinggal sendirian disini.” Randi yang berada didepan malah kembali memanaskan suasana.

Hubunganku dengan Anin menjadi lebih baik sepulangnya kami dari Singapura. Hampir semua orang yang berada didekat kami menganggap bahwa kami sudah berpacaran, padahal sebenarnya tidak ada status apa pun diantara kami. Meski, kami berdua pun tak pernah mencoba menyangkal, atau pun mengiyakan seluruh anggapan tersebut.

Kami merasa, untuk saling menyayangi kami tak membutuhkan status apa pun. Kami bisa saling bahagia, bersama-sama. Meski tak memiliki komitmen, aku selalu ingin dapat membahagiakan Anin. begitu pun sebaliknya, dia selalu mencoba untuk membuatku bahagia, tanpa ada tekanan apa pun.

“Baek-baek ya, ntar disana …” sambungnya lagi. “Jangan ampe kecantol ama bule. Kasian dia, ntar.” Randi pun menunjuk kearah Anin yang duduk disebelahku. Lagi-lagi, dia malah mengucap hal-hal yang akan menambah panas suasana diatara kami.

“Apaan sih, Kak?!” protes Anin sembari merengut. Meski demikian, wajahnya sedikit merona akibat godaan tersebut. Dia pun menimpuk Randi dengan bantal yang berada didekatnya.

Aku dan Randi pun tertawa melihat tingkah laku Anin. “Ya sudah. Aku berangkat dulu, ya.”

Suasana yang tadinya ramai tiba-tiba berubah menjadi lebih tenang. Anin yang awalnya nampak kesal kini mulai tersenyum lembut kearahku. “Hati-hati ya, disana. Jangan lupa hubungi aku pas udah nyampe.”

I will, Aninditha.”

Aku pun turun dari mobil kemudian langsung berjalan masuk menuju pintu bandara. Belum jauh aku melangkah, nampak jendela belakang mobil Randi terbuka. Kepala Anin pun muncul dari balik jendela tersebut.

“Jangan lupa pulang, ya … Kak Janu.”

Aku hanya tersenyum sembari mengangguk. Anin kembali tersenyum, senyuman yang terlihat sangat menggemaskan. Matanya terpejam saat kuusap-usap pangkal kepalanya dengan lembut.

Aku pun mulai berjalan menuju pintu bandara. Kembali aku menoleh kearah dimana mobil Randi berhenti. Anin dengan wajah yang berseri terus melambaikan tangannya kearahku. Kembali, aku pun melangkah masuk kedalam bandara. Kupasang airpods seraya memainkan lagu lewat gawaiku.


I won't ask you for no guarantees

You know our love don't need no warranty

All I wanna do is keep on lovin' you

All I wanna do is keep on lovin' you

All I wanna do is keep on lovin' you

end
 
Finally, episode terakhir.
Setelah satu tahun delapan bulan, akhirnya seluruh ceritanya selesai.
Terima kasih buat Kakak-Kakak yang udah setia baca sampe akhir.

Lega rasanya ada cerita yang bisa beres, setelah dua cerita sebelum dan sesudah cerita ini masih agak mandeg.
Semoga Kakak-Kakak semua bisa terhibur selama baca cerita ini.

Terima kasih, sekali lagi.
 
Lah lah, kok udah tamat, bukannya masih ada beberapa part lagi ya kalo diliat dari garis besarnya yg dulu itu, atau yg itu mau dibikin jadi part tersendiri, kayak spin off gitu mungkin
 
Seruuu bangeeet huuu orgy di chapter terakhir. Apakah karena Janu yg tersisa bakal jadi harem nextnya? 😍
waah maap, udah tamat kak ceritanya.
jngan berakhir huuu:( masih banyak yang bisa diexplore sama januuu:(
Masih banyak yang bisa dieksplose selain janu, semoga aja bisa ada cerita baru.
tamat ieu teh?
Anggeus mang.
Loh loh... Blom ada title tamatnya nih.
Sudah kak.
Mantapppp om suhu
Makasih kak, semoga selama ini bisa menghibur.
Yah tamat😭😭😭 cerita terbaik yg pernah ada👏👏👏
Makasih banyak, kak.
Maaf kalo endingnya nggak terlalu wah.
Lah lah, kok udah tamat, bukannya masih ada beberapa part lagi ya kalo diliat dari garis besarnya yg dulu itu, atau yg itu mau dibikin jadi part tersendiri, kayak spin off gitu mungkin
Yang di grup, ya?
Aku nggak pake plot cerita yang kemaren. kepanjangan soalnya.
Tapi nanti mau ada cerita baru, mungkin.
Itu yang Nadila sama Renaldy gak dibikin spin off hu ?
Belum kepikiran, sih.
Mau ada cerita apa juga, kak.
 
Bimabet
Yang di grup, ya?
Aku nggak pake plot cerita yang kemaren. kepanjangan soalnya.
Tapi nanti mau ada cerita baru, mungkin.
Oh gitu, ya ga masalah sih, gini juga udah bagus endingnya, happy ending gini malah enak ga perlu pake sedih sedihan wkwkw
Cerita baru? Waini, ditunggu ceritanya

btw, monreia gimana, masih lanjut?
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd