Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Love and Passion ( Annisa Chibi )

lordasgard

Suka Semprot
Daftar
15 Apr 2012
Post
15
Like diterima
3
Bimabet
“Ded, kamu tidur di kamar sebelah saja sana!” seru Stevie tanpa mengalihkan pandangannya dari iPad yang sedang ia genggam.

“Hei, cuma ada satu tempat tidur disana. Lagi pula, aku tidak mau tidur dengan Andra. Aku bisa habis jadi bahan keisengannya!” Dedi menolak dengan tegas. Tidur dengan Andra selalu menjadi malapetaka baginya.

“Ayolah! Aku akan membelikanmu BB yang baru.” Stevie terus membujuk.

“Benarkah?” Dedi tiba-tiba saja tertarik. Hanya pindah ke kamar Andra kan? Setidaknya ia tidak akan mati di tangan laki-laki itu. “Tapi hanya pindah kamar kan?” tanyanya untuk meyakinkan.

“Kau mau aku suruh apa lagi?” tanya Stevie, mulai hilang kesabaran.

“Baiklah, baiklah!” seru Dedi buru-buru. Hanya pindah kamar dan mendapatkan BB baru? Hal yang mudah. “Sekarang?” tanyanya lagi.

“Nanti, kalau kiamat datang!” seru Stevie ketus.

“Oh, oke! Tapi tumben kamu mau tidur sendiri?” ini memang bukan kebiasaan normal Stevie.

“Aku mau mengacak-acak kamarku! Kamu tidak suka kamar yang berantakan, kan? Pergi saja sana!” sengit Stevie.

Spontan Dedi menggaruk-garuk kepalanya. Ada apa dengan Stevie hari ini? Aneh.

Dedi pun bergegas menuju kamar Andra yang terletak persis di sebelah kamar itu. Tepat sebelum dia menekan gagang pintu, tiba-tiba Stevie memanggilnya.

“Eh, Ded!”

Yang dipanggil pun berbalik. “Ada apa?”

“Benar kamar Cherry Belle ada di lantai ini?” tanya Stevie.

“Tadi dua jam yang lalu aku melihat gerombolan mereka lewat sini. Pacarmu bilang, mereka baru dari kamar dan berniat pergi mencari makan.” jawab Dedi.

“Oh, ya sudah, sana pergi!” Stevie kembali menekuri iPad-nya.

Kembali Dedi menggaruk kepalanya, mengangkat kedua bahunya dan bersikap masa bodoh dengan gelagat Stevie yang terbilang aneh.

***

Hampir setengah jam Stevie berdiri di dekat pintu. Sesekali ia menengok keadaan di luar melalui lubang kecil di pintu, namun sosok yang ditunggu sama sekali tidak muncul. Ia kembali menengok ponselnya, tidak ada balasan sms. Haruskah gadis itu mematikan ponselnya selama di luar?

“Kalau sampai aku tahu kamarnya bukan di lantai ini, akan kucincang si Dedi!” geram Stevie pelan.

Tapi sepertinya ia tidak perlu melakukan hal tersebut karena sekarang ia mendengar cekikikan suara perempuan yang semakin lama semakin terdengar lebih keras. Stevie pun segera mengintip. Benar saja, Kezia, Stefi dan Angel sedang tertawa saat melewati kamarnya. Kemudian ia melihat Christy yang berjalan sambil membaca sebuah buku, Felly dan Cherly yang tengah berdansa ria, Auryn yang sedang bergelayut manja pada Gigi.

Sungguh Tuhan tahu apa yang Stevie mau. Anisa sedang berjalan sendirian di posisi paling belakang rombongan sambil mendengarkan music melalui iPod-nya.

Stevie pun membuka pintu kamarnya dengan cepat tanpa menimbulkan suara dan menarik gadis itu masuk dengan tak kalah cepat. Ia bungkam mulut Anisa agar tidak berteriak. Auryn menyadari perbuatannya, tapi tidak mencegah. Gadis itu hanya tersenyum penuh arti dan kembali merajuk manja pada Gigi seolah ia tidak melihat apa-apa. Stevie berterima kasih untuk itu.

Gitaris Andra and The BackBone itu pun menutup pintu pelan-pelan. Anisa sedikit meringis kesakitan saat merasakan kepalanya terbentur kerasnya dinding kamar. Gadis itu terkejut. Tapi rasa takut dan rasa sakitnya hilang seketika begitu melihat siapa yang ada di depannya.

“Stevie!” Spontan tangan rampingnya memeluk erat leher sang kekasih.

Stevie juga mengalungkan tangannya di pinggang ramping Anisa. “Kamu rindu padaku, sayang?” tanyanya sambil memandang lekat wajah cantik gadis itu.

“Sangat!” sahut Anisa penuh cinta.

“Lalu kenapa ponselmu tidak aktif selama dua hari ini?” tanya Stevie dengan wajah makin mendekat ke arah gadis yang bernama lengkap Anisa Rahma itu.

“Manajer menahan ponsel kami.” jawab Anisa jujur, tidak menolak saat bibir Stevie mulai menempel di bibirnya.

Tanpa menunggu lama, bibir mereka pun menyatu, saling melumat dengan lembut untuk meluapkan segala rasa rindu mereka melalui ciuman yang hangat dan basah.

“Aku sangat merindukanmu!” bisik Stevie mesra, tangannya melingkar di bulatan pantat Anisa dan meremasnya pelan. Benda itu terasa begitu empuk dan kenyal.

“Kau pikir aku tidak?” balas Anisa tak kalah mesra, ia menekan gundukan payudaranya ke dada Stevie yang bidang agar kekasihnya itu bisa merasakan betapa padat dan kerasnya benda itu sekarang.

“Penampilanmu keren sekali hari ini, sayang!” Stevie berkata mengagumi, remasannya di pantat bulat Anisa semakin menjadi-jadi.

“Aghhh...” membuat Anisa sedikit merintih lirih karenanya. ”K-kau melihatku?” wajah gadis berumur 22 tahun itu merona.

“Dari belakang panggung.” Stevie mengakui.

“Aku minta maaf karena aku tidak melihat penampilanmu.” Anisa membelai pelan rambut panjang sang kekasih yang tergerai hingga ke punggung.

“Tidak masalah! Sekarang kau sudah melihat pangeranmu yang tampan ini, kan?” sambil berkata, Stevie menyatukan kembali bibir mereka. Rekahan bibir basah Anisa terlihat begitu menggoda, sukar untuk dibiarkan menganggur lama-lama.

”Ehmph...” melenguh keenakan, Anisa menarik tengkuk Stevie dan menekannya kuat-kuat, membuat ciuman mereka menjadi semakin panas dan dalam. Stevie terus melumat bibir tipis Anisa, atas dan bawah, sambil sesekali berusaha memasukkan lidahnya ke dalam mulut gadis itu. Anisa dengan senang hati menerimanya. Lidah mereka pun menyatu untuk saling bertaut dan bertukar air liur. Tanpa sadar mereka melenguh pelan di sela-sela ciuman itu.

”Ahh... hpmh!”

Stevie semakin merapatkan tubuhnya pada tubuh mulus Anisa sehingga personil Cherry Belle itu pun terhimpit tak bisa bergerak diantara dinding dan tubuh sang pacar. Stevie menarik lidahnya untuk melumat bibir bawah Anisa. Tangannya telah masuk ke dalam kaus besar gadis itu dan mengusap pelan pinggang Anisa yang ramping. Lalu tangannya perlahan semakin naik dan dengan berani Stevie meremas lembut payudara Anisa yang masih terbungkus bra nilon tipis.

“Ahhh… hmmpp...” Anisa mendesah. Ia remas rambut panjang milik sang kekasih dan menekannya, lalu mencium Stevie dengan begitu gencar.

Anisa mengangkat sebelah kakinya dan melingkarkannya di kaki Stevie. Tangan Stevie yang tadinya sibuk beraktivitas di dadanya, kini turun untuk kembali bekerja di tempat yang lain. Dia yang hanya mengenakan hot pans super pendek, merasakan sensasi yang begitu nikmat saat tangan nakal gitaris Deadsquad itu mulai mengusap belahan pahanya.

Anisa memejamkan matanya saat ciuman Stevie turun menuju lehernya. Sengaja ia menjenjangkan lehernya agar laki-laki itu bisa lebih leluasa melakukannya. “Ssshh…” desah Anisa sembari menggigit bibir bawahnya sendiri.

“Jangan ditahan, sayang! Tidak akan ada yang mendengar kecuali kita berdua,” bisik Stevie dengan nafas sudah mulai berat.

Anisa pun mendesah lebih keras saat Stevie kembali menjilat dan melumat lehernya. Ditariknya rambut panjang laki-laki itu dan ditatapnya mata Stevie yang penuh nafsu dengan manja. “Jangan di situ, Stev! Aku takut ketahuan!” ia melarang.

“Di tempat lain?” tanya Stevie sambil meremas lembut payudara kanan Anisa.

“Terserah, asal jangan leherku.” jawab Anisa pasrah. Remasan Stevie kini sudah berpindah ke payudaranya yang sebelah kiri. ”Aku ada jadwal besok di Inbox.” jelasnya.

Stevie mengangkat tubuh mungil Anisa dan dengan cepat Anisa mengalungkan kakinya di pinggang laki-laki itu. Bibir mereka kembali beradu saat Stevie berjalan menggendongnya menuju tempat tidur. Stevie merebahkan tubuh mulus Anisa dengan perlahan di atas ranjang tanpa melepas pagutan bibir mereka. Stevie mengunci tubuh Anisa dengan menindih tubuh gadis itu.

“Sudah bangun, ya?” goda Anisa sambil meremas penis milik Stevie yang masih terbungkus celana jeans.

“Sejak tadi!” jawab Stevie sambil semakin mencium Anisa penuh nafsu begitu merasakan sentuhan di batang miliknya.

Dengan cepat Stevie melepas kaus yang dipakainya, dan Anisa pun melakukan hal yang sama. Stevie menarik tubuh ramping Anisa untuk kembali menyatukan tubuh mereka yang kini sudah sama-sama telanjang. Bibir mereka kembali menyatu dan saling melumat satu sama lain. Tangan Stevie mengusap bulatan payudara Anisa yang meski tidak begitu besar tapi terasa mengganjal di dadanya, tetap mampu membuatnya merinding dan menelan ludah.

Stevie mendorong bahu Anisa hingga gadis itu semakin telentang, sedangkan ia menaikkan tubuhnya sedikit sehingga apa yang ia lihat kini di depannya adalah dua gundukan indah yang sangat bulat dan mempesona. Tidak terlihat kendor ataupun turun karena Anisa memang belum pernah menyusui. Benda itu masih tampak masih utuh dan sangat sempurna. Dengan gemas, Stevie segera memegang dan meremas-remasnya, membuat Anisa kembali mendesah dibuatnya.

”Ahh... Stev, ughh.. ughh.. ahhh..” tubuhnya mengejang dan menggeliat-liat kesana kemari saat Stevie mulai melumat dan menjilat putingnya. “Ohhh.. Stev, ahhh…” racaunya sembari menekan kepala Stevie semakin dalam, menuntut agar laki-laki itu menghisap dan mencucup semakin kuat.

Sambil melakukannya, tangan Stevie juga tidak tinggal diam. Ia bekerja di bawah, meraba vagina Anisa yang terasa sudah begitu licin dan basah. Dengan telaten, Stevie mengusap-usap dan menggelitiknya, membuatnya menjadi semakin lengket dan lembab.

“Ngghh… sshhh…” Anisa menggelinjang hebat. Ia meremas sprei hotel dengan kencang. Rasa geli dan nikmat bersatu padu memenuhi tubuhnya. Apalagi saat Stevie tak henti-hentinya menciumi payudaranya sambil di saat yang bersamaan tangannya bergerak untuk mengusap dan memijit-mijit klitorisnya. Ia serasa terbang di awang-awang.

Ciuman Stevie kini turun. Dia membuka kaki Anisa lebar-lebar dan menempatkan mukanya tepat di depan selangkangan gadis itu. Diperhatikannya kemaluan Anisa yang sempit dan basah, benda itu tampak begitu lengket dan penuh cairan. Stevie menarik nafas panjang untuk menghirup aromanya yang khas. Ia melakukannya beberapa saat sebelum akhirnya ia benamkan mukanya untuk mulai mencium dan menjilati benda itu.

Perbuatannya membuat Anisa merintih kegelian. “Stev, ahhh... jangan menggodaku! Aku sudah tidak tahan!” ia pegangi kepala Stevie agar lidah laki-laki itu tidak mencucuk semakin dalam ke lubang kemaluannya.

Tapi Stevie yang kesetanan, tidak mengindahkan keinginan Anisa. Lidahnya masih terus bergerak menelusuri belahan vagina sang kekasih. Sengaja ia ingin memancing birahi sang pacar terlebih dahulu.

“Stev! Hentikan!” Anisa kembali merengek. Apalagi saat sambil menjilat, Stevie juga kembali meremas-remas bongkahan payudaranya, membuat ia semakin tak tahan.

“Diamlah, sayang, sebentar lagi!” tanpa membuang waktu, lidah Stevie terus bergerak menelusuri garis tengah diantara paha sang kekasih. Ia cucup lipatan bibir vagina Anisa, juga dinding-dindingnya yang hangat dan basah, dan terutama menggigiti klitorisnya yang tampak merah menggemaskan. Anisa semakin dibuat merintih karenanya. Pinggulnya yang bulat bergerak kesana kemari saat Stevie menjilat semakin cepat. Mau tidak mau Stevie harus memeganginya kalau tidak mau lidahnya kehilangan sasaran.

“Ahhhhh… Stev! Ssssshhh…” racau Anisa penuh kenikmatan. Tubuhnya bergerak makin liar begitu merasakan dua jari Stevie masuk ke dalam lubang kenikmatannya. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan sensasi saat Stevie sambil terus menjilat klitorisnya, mulai memaju-mundurkan jarinya untuk mengocok. Anisa merasa kewalahan. Ia begitu tersiksa oleh kenikmatan yang diberikan oleh sang kekasih.

“Ohhh.. S-Stev.. akuuu… ahhhhhhhhhhh…” terdengar desah nafas lega dari Anisa bersamaan dengan cairan bening yang menyemprot keluar dari liang vaginanya. Stevie menjilatnya sebagian. Sebagian lagi ia biarkan meleleh membasahi sprei dan ranjang hotel. Terengah-engah, Anisa meremas-remas payudaranya sendiri sambil menatap sang kekasih. Ia sengaja menggoda Stevie agar segera menyetubuhinya.

Dengan buru-buru, sebelum cairan orgasme Anisa mengering, Stevie mengambil posisi untuk memasukkan penisnya ke lubang kenikmatan milik sang kekasih. Tapi Anisa justru mencegahnya. ”Tunggu!” teriak gadis itu.

“Kenapa?” tanya Stevie tak mengerti. Ujung penisnya kini sudah tenggelam sebagian di vagina Anisa yang sempit. Terasa begitu basah dan hangat disana.

“Kamu tidak mau dihisap dulu?” goda Anisa sambil mengusap pangkal penis sang kekasih.

“Kapan-kapan saja! Aku sudah tidak tahan melihat tubuhmu yang begitu menggoda.” sehabis berkata begitu, Stevie segera meneruskan tusukannya. Penisnya melesat masuk begitu mulus. Mereka berdua mendesah pelan secara bersamaan. Setelah dirasa vagina Anisa sudah mulai bisa menerima kehadiran penisnya, ia pun segera memaju-mundurkan pinggulnya dengan pelan. Anisa melakukan hal yang sama dengan ikut menggoyangkan bokongnya, tapi berlawanan arah dengan genjotan Stevie yang semakin lama terasa semakin cepat.

“Ssshh… kira-kira sudah berapa lama kita tidak bertemu? Ouhh…” tanya Stevie di sela-sela desahannya. Sambil menggoyang, tangannya asyik mempermainkan puting payudara Anisa yang terlihat lucu dan menggemaskan.

“Dua bulan. Rasanya aku mau gila tidak bertemu dengamu selama itu. Hhmm…” balas Anisa.

“benarkah?” Stevie menunduk dan menjilati benda mungil itu.

“Ahhh...” Anisa mendesah pelan sebelum menjawab. ”Kau meragukanku?” tanyanya balik.

“Aku tidak merasa ragu pada gadis yang tengah kupacari.” Stevie menghisap dan mencucupnya pelan sambil tetap menjaga irama hentakannya.

Pipi Anisa merona. Ia tarik tengkuk leher Stevie dan melumat bibir tipis laki-laki itu dengan lembut dan penuh kasih sayang. “Aku mencintaimu, Stev!” bisiknya mesra di telinga sang kekasih.

“Dan kau tahu bagaimana perasaanku padamu, Anisa Chibi!” balas Stevie sambil mulai mempercepat genjotannya. Ia sudah merasa di ambang batas. Begitu juga dengan Anisa. Gesekan antar kelamin mereka terasa begitu nikmat, sukar untuk ditahan lebih lama lagi.

”Aghhh... ahh... uhh.. uhh.. oughhh...” mereka berdua meracau hebat. Jika saja ruangan itu tidak kedap suara, mungkin akan memancing perhatian orang dari luar atau kamar sebelah.

“Ahhh… terus, Stev! Rasanya aku sudah hampir sampai!!” jerit Anisa. Tempat tidur pun bergoyang karena gerakan mereka. Stevie kembali mempercepat genjotannya. Mereka berdua mendesah begitu keras sebagai bentuk ekspresi kenikmatan yang mereka rasakan.

“Nghhh… aku juga tidak tahan, sayang! Ahhhh…” teriak Stevie begitu merasakan miliknya juga hampir klimaks.

“Stev, goyang lebih cepat! Tusuk aku lebih dalam! Ngghhhh… agghhhh...” racau Anisa tak karuan.

Stevie segera membungkam mulut gadis itu dengan bibirnya. Mereka saling melumat kasar agar teriakan Anisa sedikit teredam. Hingga akhirnya Anisa merasakan sesuatu berkedut di dalam kemaluannya dan Stevie merasakan miliknya terjepit nikmat. Mereka mencapai klimaks di saat yang bersamaan.

”Ahhh.. hah.. hahh.. hahh..” terengah-engah, Stevie ambruk di sebelah sang kekasih setelah ia mencabut penisnya. Rasa lelah menerjang tubuhnya. Diperhatikannya Anisa yang memutar tubuhnya untuk memeluk dan menutup tubuh mereka dengan selimut. Dari kemaluan gadis itu tampak meleleh cairan putih kental yang amat banyak. Cairan sperma Stevie.

“Kapan sih kantung matamu hilang?” tanya Anisa memecah keheningan. Ia sibak rambut panjang Stevie yang menutupi kening pria itu.

“Tidak tahu. Kau tidak suka?” tanya Stevie.

“Kapan aku bilang aku tidak suka?” Anisa mengecup pipi Stevie sebagai perwujudan rasa sayang.

“Kata-katamu tadi seolah bilang kau tidak suka.” Stevie melingkarkan tangannya di dada Anisa agar ia bisa kembali memegang bulatan payudara gadis itu. Entah kenapa, meski tidak begitu besar, tapi ia menyukainya.

“Susah memang menyembunyikan sesuatu darimu. Aku bukan tidak suka, hanya saja kantung matamu membuatku khawatir. Aku dengar, selama konser tourmu di 30 kota, kamu hanya tidur 4 jam.” Anisa meraba penis Stevie yang kini mulai mengkerut dan melembek.

“Ah, jangan percaya gosip!” dengan jari telunjuk dan ibu jarinya, Stevie menjepit dan memilin-milin kedua puting Anisa, kiri dan kanan.

“Ahh,” membuat Anisa menggelinjang kegelian. ”Jangan terlalu memforsir tenagamu. Aku tidak mau kamu masuk rumah sakit lagi seperti setahun yang lalu.”

Anisa menangkupkan tangannya di penis sang kekasih. Dan Stevie meletakkan tangan miliknya di atas tangan Anisa yang kini mulai mengusap batangnya dengan lembut. Mereka tersenyum. Betapa bahagianya Stevie mendapat perhatian lebih dari sang pacar.

“Aku tidak mau membuatmu khawatir!” Stevie mencium mesra bibir gadis itu.

“Makanya turuti permintaanku!” sahut Anisa sambil membalas pagutan sang pacar.

“Yes, ma’am!” Stevie menutup matanya untuk meresapi belaian Anisa pada batang penisnya yang begitu menggairahkan. Sebentar saja, benda itu sudah bangkit berdiri, mengeras kembali. Anisa tersenyum memandanginya.

”Siap untuk ronde kedua?” tanya Stevie menggoda.

”Kenapa tidak?” Anisa melebarkan pahanya saat melihat laki-laki itu mulai naik ke atas tubuhnya.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bimabet
MANTAP ..... Lanjutkan Kreatifitasmu, Sobat.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd