Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Malaikat Paling Sempurna Diantara Lima Malaikat (by : meguriaufutari)

Bimabet
Cerita ini di awalin dari 3 wanita aneh. Nyambung ke malaikat paling sempurna diantara lima malaikat. Baru ke true love & true lust
 
EPISODE 5 : Dinner

Sudah seminggu sejak kejadian nikmat bersama Martha itu. Betul-betul kenangan yang menyenangkan, sampai-sampai detail dan rasanya masih belum bisa kulupakan sedikitpun walaupun sudah seminggu berlalu. Karena itu, aku sering sekali bengong karena terus-menerus membayangkan hal itu. Aahh, kira-kira kapan ya Martha akan memberiku jatah lagi.

"JAAY!" Teriak seorang wanita.

Aku langsung tersentak mendengar teriakan itu. Aku langsung menoleh, dan ternyata Ibu Diana yang memanggilku.

"Eh, ibu. Ada apa?" Tanyaku.

Mendengar pertanyaanku itu, raut wajah Bu Diana berubah dari marah menjadi bingung. Kemudian, ia melihat-lihat ke seluruh anggota timku. Aku pun juga melihat kearah mereka. Mereka berlima tampak bingung dan kebingungan mereka tampak tertuju padaku. Hanya saja, diantara mereka berlima aku merasakan adanya suatu tawa kecil yang ditujukan kepadaku. Ya, tidak lain dan tidak bukan, adalah Martha. Ia pasti tahu mengapa aku bengong terus.

"Kok ada apa sih? Daritadi Devina manggilin kamu terus tau! Karena saking nggak beraninya ganggu kamu, dia sampe tanya sama saya, apakah harus dicolek ato nggak." Kata Bu Diana.

"Oh, begitu." Kataku.

"Kenapa, Dev?" Tanyaku.

"Eh, Jay. Bentar. Kamu kenapa bengong seharian?" Tanya Bu Diana.

"Hehehe. Masalah personal, bu." Kataku.

"Ah, paling juga mikirin yang mesum-mesum." Kata Bu Diana.

"Nah, tuh ibu tau." Kataku.

"Halah, dasar. Mikir mesum terserah, tapi masa sampe nggak denger itu kamu dipanggil berulang-ulang? Mikirnya terlalu mesum ya?" Tanya Bu Diana.

"Kayanya sih iya, bu." Kataku.

"Halah. Ya udah, clear ya, Dev." Kata Bu Diana.

"Iya, bu. Terima kasih, bu." Kata Devina.

Kemudian, Bu Diana pergi dan kembali ke ruangan tempat ia bekerja.

"Ada apa, Dev?" Tanyaku.

"Ini ko. Aku mao koko minta tolong cek untuk design dan spesifikasi fitur-nya. Udah betul belum ya?" Tanya Devina.

"Mana soft copy nya? Kirim ke aku ya." Kataku.

"Hmmm, udah ko. Tadi aku kirim lewat chat." Kata Devina.

"Oh, oke." Kataku.

Ups, ternyata Devina sudah mengirimkannya dari sejam yang lalu. Aku tidak percaya aku melamun selama itu. Yah tidak heran sih. Melamun tentang seks memang bisa lama. Apalagi seks bersama Martha. Nikmatnya itu tidak tertahankan. Ah, kapan ya aku bisa berhubungan seks bersama Martha lagi? Pengalaman pertama berhubungan seks memang begitu indah hehehe.

Ah, untuk sementara ini, lebih baik kembali kerja lagi dulu. Aku memeriksa dokumen yang dikirimkan oleh Devina. Dokumen itu berisi SDS dari project. Sekedar pengetahuan, SDS atau Software Design Specification adalah suatu dokumen yang berisi tentang desain arsitektur suatu aplikasi perangkat lunak, dari jalannya/flow suatu program sampai desain teknis komponen-komponen program. Dalam timku, Devina bekerja sebagai Software Designer, sehingga dia lah yang membuat dokumen dan desain perangkat lunak suatu project. Hmm, jika kulihat sih spesifikasi desain nya sudah bagus. Dari dulu kuliah, dia memang pintar sih. Devina, Villy, dan Valensia selalu mendapat nilai yang sangat tinggi dalam pelajaran teknis.

"Oke, sudah bagus, Dev. Tunggu sebentar ya." Aku mengirim chat pada Devina.

"Ok ko..." Chat Devina.

"Val, lagi ngerjain apa sekarang?" Aku mengirim chat ke Valensia.

"Baru aja selesai bikin fitur search, ko." Chat Valensia.

"Oke. Ini Devina udah nyelesain design spec untuk fitur display search. Kira-kira bisa kamu mulai implementasi?" Chat-ku.

"Bisa dong, ko." Chat Valensia.

Kemudian, aku mengirim dokumen dari Devina kepada Valensia. Dalam timku, Valensia bekerja sebagai software developer. Setelah SDS dibuat oleh Devi, maka Valensia-lah yang bertugas untuk mengimplementasikan atau memprogram aplikasi yang sesuai dengan SDS. Valensia memiliki logika yang sangat kuat dibanding siapapun diantara mereka berlima. Untuk membuat program perangkat lunak, diperlukan logika yang kuat, karena itulah Valensia sangat cocok untuk pekerjaan ini.

"Dev, aku udah kirim SDS kamu ke Valensia. Dia lagi kerjain sekarang. Aku lagi lihat-lihat spesifikasi project EXPMAN ini. Jadi untuk sementara, kamu tolong riset dulu ya." Chat-ku.

"Ok ko..." Chat Devina.

"Ko..." Chat Devina lagi.

"Kenapa Dev?" Chat-ku.

"Hmmm, tar malem ke rumahku yuk... Makan malem ditempatku..." Chat Devina.

"Hah? Dalem rangka apa Dev?" Chat-ku.

"Gpp, ko... Kepingin ngobrol ajah..." Chat Devina.

"Hmmm. Aku doang? Ato sama yang lain?" Chat-ku.

"Koko doang..." Chat Devina.

Waduh, ada apa nih Devina mengajakku makan malam. Mana di rumahnya pula. Salah-salah bisa nyosor nih sama kaya Martha kemarin. Yang lebih gawatnya, tubuh Devina itu lebih seksi dari Martha, secara Devina itu yang paling seksi diantara The Five Angels itu.

"Tapi, Dev. Janganlah, nanti orang tua kamu mikir macem-macem loh." Chat-ku.

"Nggak lah ko... Kan orang tuaku di Malang." Chat Devina.

"Oh, iya. Aku lupa Dev kalo kamu orang Malang hahaha. Tapi lebih gawat lagi, Dev. Emang gak papa kalo aku ke rumahmu? Cuma berdua loh. Emang percaya sama aku?" Chat-ku.

"Percaya ko... Karena kalo niat koko jahat, nggak mungkin koko nanya gitu. Pasti langsung mau." Chat Devina.

Haiyah, aku merasa seperti deja vu. Ya, sebelumnya kalau tidak salah Martha juga melakukan hal yang sejenis. Hmmm, apakah nanti akhirnya juga akan sejenis? Waduuuhhh. Sama Martha saja nikmatnya bukan main, apalagi sama Devina. Eh tapi tunggu dulu, tubuh seksi tidak menjamin kenikmatan sih. Tubuh seksi tapi pasif di ranjang sih, sama saja bohong. Martha bisa memberikanku kenikmatan yang begitu berlebih karena dia aktif di ranjang. Waduh, pikiran kotorku sudah keluar saja. Ah, lebih baik jangan berharap aneh-aneh dulu deh. Nanti kalau tidak dapat jatah malah kecewa lagi.

"Yah, terserah sih Dev. Aku nggak ada acara nanti malem. Boleh aja." Chat-ku.

"Ok ko... Makasih ya udah mao dateng..." Chat Devina.

"Lah, kok kamu yang makasih? Ada juga aku yang makasih karena dikasih makan. Eh tunggu, gratis kan? Udah bilang makasih karena mao dikasih makan, eh nggak taunya bayar lagi hahahaha." Chat-ku.

"Hahahaha. Gratis laah ko..." Chat Devina.

"Oke deh Dev. Oh iya, aku sekalian anter kamu pulang aja habis pulang kerja. Aku nggak tau rumah kamu dimana. Ato gimana baeknya?" Chat-ku.

"Hmmm, kalo nggak ngerepotin sih gpp ko..." Chat Devina.

"Nggak repot lah. Malah bagus, mengurangi kemungkinan aku nyasar hahaha." Chat-ku.

"Hahaha. Ok deh ko... Bareng ya ko pulangnya..." Chat Devina.

"Oke." Chat-ku.

Singkat kata, setelah pulang kerja, aku dan Devina naik mobilku bersama-sama menuju rumah Devina. Rumahnya terletak di daerah Pondok Indah. Aku baru tahu. Kalau Pondok Indah sih cukup dekat dengan rumahku yah.

"Pulang tiap hari naik apa Dev?" Tanyaku.

"Transjakarta ko." Kata Devina.

"Hmmm, dari Sudirman ke Harmoni, terus dari Harmoni naik ke yang Lebak Bulus?" Tanyaku.

"Iya ko." Kata Devina.

"Aku baru tau rumah kamu di Pondok Indah. Kalo gitu sebetulnya mah pergi sama pulang tuh kamu bisa ikut aku Dev. Rumahku di Pondok Cabe. Tiap hari lewat Pondok Indah, kok." Kataku.

"Ohh, gitu ko. Tapi nggak usah lah ko. Nanti aja kalo aku udah bosen naik transjakarta hehehe." Kata Devina.

"Oh, ya terserah kamu sih Dev. Kalo kamu nggak mao, aku nggak akan maksa." Kataku.

"Bukan maksudnya nolak sih ko. Tapi aku pengen membiasakan diri untuk mandiri. Aku nggak mao jadi suka ketergantungan ama orang." Kata Devina.

"Hmmm, ada alasan khusus Dev kenapa begitu?" Tanyaku.

"Yah, aku kan pada akhirnya akan jadi istri dari seseorang ko. Sebagai istri, aku mao jadi yang mandiri. Soalnya aku tahu nih temanku, dia itu nggak bisa apa-apa kalo sendirian, selalu ngerepotin suaminya. Aku nggak mao sih seperti itu." Kata Devina.

"Yah, tapi sebenernya sih Dev, wanita itu kan emang pada dasarnya lebih lemah daripada laki-laki. Wajar sih kalau wanita selalu membutuhkan bantuan laki-laki dalam banyak hal. Apalagi setelah menjadi suami-istri." Kataku.

"Nah itu, aku sih nggak mao jadi kaya gitu ko. Karena kalo kita mendedikasikan sesuatu untuk keluarga, harusnya kita berjuang sekuat mungkin untuk nggak ngerepotin anggota keluarga yang lain, selama kita masih bisa." Kata Devina.

"Hmmm, resolusi kamu bagus sih Dev. Tapi, misalkan nanti kamu dapet suami yang nggak bisa apa-apa, selalu ngerepotin kamu. Kamu udah siap?" Tanyaku.

"Siap sih ko. Selama aku milih dia sebagai suami, pastinya udah melewati pertimbangan-pertimbangan matang dari aku. Kalo masalah dia selalu ngerepotin aku nantinya, aku udah biasa ko di keluargaku hehehe." Kata Devina.

"Oh, oke sih kalo begitu." Kataku.

Wow, beruntung amat yak yang jadi suaminya hahaha. Udah punya tubuh seksoy kaya begitu, mandiri dan mengayomi pula.

Pada pukul 18.45, kami pun sampai di rumah Devina di daerah Pondok Indah. Rumahnya ya tipikal rumah Pondok Indah, besar seperti istana. Wah-wah, keluarganya di Malang. Lalu, Devina diberikan rumah seperti ini hanya untuk tinggal saja di Jakarta. Apa pekerjaan orang tuanya ya? Pasti mereka sangat kaya-raya. Devina turun dari mobilku dan membuka pintu pagar lebar-lebar dan memberi kode kepadaku agar aku memasukkan mobilku ke garasi rumahnya. Hmmm, jika dia membuka pintu sendiri, artinya dia tidak memiliki pembantu atau satpam ya? Setelah aku turun dari mobilku, aku bertanya pada Devina.

"Dev, kok buka sendiri? Nggak ada satpam ato pembantu?" Tanyaku.

Devina hanya menggeleng sambil tersenyum. Wah, gile. Capek juga kali ngurusin rumah segede gini tanpa pembantu. Devina pun mempersilakan aku masuk ke rumahnya. Wow, interior rumahnya ini betul-betul megah. Rumahku sih kalah jauh dari miliknya. Interior dan eksterior rumahnya seperti bangunan Eropa. Aku menyadari bahwa beberapa rumah di Pondok Indah memang seperti itu.

"Tunggu sebentar ya ko. Aku siapin makanan dulu." Kata Devina.

"Oke. Perlu bantuan?" Tanyaku.

"Nggak ko hehehe." Kata Devina.

"Oke. Teriak aja kalo butuh bantuan ya." Kataku.

Kemudian, Devina pergi ke dapur. Aku mengikutinya untuk mengintip dari kaca dapurnya. Wah, kupikir dia hanya tinggal memanaskan makanan saja. Rupanya dia memulai segalanya dari awal. Dari memasak nasi, memotong sayuran dan daging, serta meramu bumbu. Weh, terus beres-beres rumahnya kapan? Yah, karena dia tidak membutuhkan bantuanku, aku kembali ke ruang tamu dan duduk di sofa. Aku mulai berpikir banyak hal... mengenai kehidupanku... mengenai Martha... mengenai Devina... Dan hingga akhirnya aku memejamkan mataku.

CUP. Aku terbangun karena merasakan ciuman hangat di keningku. Saat aku membuka mataku, ternyata Devina sudah berdiri dihadapanku. Ia kini hanya mengenakan kaos putih dan celana pendek. Buah dadanya yang bulat dan besar itu tercetak jelas di kaosnya. Pahanya pun begitu putih. Wah, belum apa-apa batang kontolku sudah tegang nih.

"Udah siap ko makanannya. Yuk, makan." Kata Devina sambil berjalan ke ruang makan.

"Oh oke." Kataku sambil bangun dari sofa dan mengikuti Devina.

Ruang makannya berada di tengah rumah. Meja makannya pun panjang dan dihiasi dengan dekorasi-dekorasi kaca. Di meja, sudah tersedia nasi, sayur kuah, dan lauk sapi lada hitam yang tampilannya sangat menarik. Waduh, aku jadi makin lapar nih. Devina mengambil tempat duduk di ujung meja makan. Aku pun mengambil tempat duduk diseberang Devina. Devina mengambilkanku nasi, sayur, dan lauk dengan porsi yang cukup besar, lebih besar dari porsi orang dewasa pada umumnya. Kemudian, dia mengambil bagiannya sendiri. Kini, nasi, sayur, dan lauk itu sudah habis tak bersisa karena sudah seluruhnya pindah ke piring kami berdua. Aku dan Devina mulai menyantap makan malam yang sudah tersaji di piring kami.

"Gile Dev, enak loh." Kataku.

"Hehehe. Makasih ko." Kata Devina.

"Oke. Mao ngomongin apa Dev? Sambil makan mungkin." Tanyaku.

"Iya nih ko, sambil makan aja. Umm, aku mao tanya nih ko. Koko suka ama Martha ya?" Tanya Devina.

"Hmmm, kenapa Martha, Dev?" Tanyaku.

Jika Devina bertanya apakah aku menyukai Valensia, masih mungkin. Waktu kuliah, diantara mereka berlima, aku paling dekat dengan Valensia. Karena otak kami sama-sama otak software programmer, jadinya entah kenapa omonganku dengannya selalu nyambung. Dia pun juga tipe wanita yang seperti laki-laki, lebih bermain logika ketimbang perasaan. Karena itu juga, aku sangat cocok dengannya. Sering sekali aku curhat dan jalan bareng dengan Valensia.

"Lho, habisnya?" Tanya Devina.

"Kalo kamu nyebut Valensia, masih make sense Dev. Tapi kenapa kamu nyebut Martha, pasti ada sesuatu yang ngebuat kamu bertanya gitu." Kataku.

"Ooohh, ga sih ko. Habisnya koko selama semingguan ini sering ngeliatin Martha." Kata Devina.

Oh, sialan. Mungkin dia ada benarnya kalo begitu.

"Ooohh. Emang sering ya aku ngeliatin dia? Hmmm, emang ada yang aneh sih ama si Martha. Entah yang aneh itu dia, ato hatiku Dev. Aku juga nggak ngerti. Mungkin aja tiba-tiba aku suka sama dia. Segala sesuatunya mungkin kan?" Tanyaku sambil mengunyah makanan yang lezat ini.

"Aku dukung kok ko." Kata Devina.

"Haah? Yakin kamu ngomong gitu?" Tanyaku.

"Loh, emang kenapa nggak yakin?" Tanya Devina.

"Kamu tahu dong kalo Martha udah punya cowok?" Tanyaku.

Mendengar pernyataanku itu, raut wajah Devina berubah. Ia seperti sedang berpikir sesuatu dengan keras, tapi kemudian raut wajahnya kembali normal. Ia pun melanjutkan makan malamnya.

"Intinya, aku dukung kok kalo koko suka sama Martha." Kata Devina.

"Oke. Ini seandainya loh ya Dev. Seandainya... ingat seandainya. Seandainya, aku betul-betul suka sama Martha, kenapa kamu dukung aku?" Tanyaku.

"Kenapa aku nggak dukung?" Tanya Devina.

"Yah, kalo Valensia mungkin udah kenal aku sepenuhnya. Martha dan Senja, mungkin sedikit kenal sama aku. Tapi dari dulu, bahkan sampe sekarang pun, aku nggak gitu deket sama kamu dan Villy. Jadi, gimana kamu bisa bilang kalo kamu dukung aku disaat kamu nggak tau jati diriku yang sebenernya?" Tanyaku.

"Logis sih pertanyaan koko. Tapi maaf nih, aku nggak bisa ngasih jawaban logis." Kata Devina.

"Gak papa Dev. Kasih jawaban ilogis juga aku terima kok hehehe." Kataku.

Devina tersenyum manis mendengar perkataanku.

"Ko, Martha itu tersiksa, dan yang lebih parahnya dia tuh nggak sadar kalo dia tersiksa. Walaupun aku nggak kenal koko, tapi aku tahu koko itu orangnya jujur dan nggak munafik. Betul?" Tanya Devina.

"Hmmm, jujur dan nggak munafik itu sih menurutku cuma orang lain ya yang bisa nilai Dev. Kalo masalah jujur sih, aku juga pernah bohong kok. Kalo masalah munafik, menurutku nih ya Dev, semua orang itu pasti ada kalanya dalam hidup mereka harus munafik paling tidak sekali." Kataku.

"Nah itu jujur koko. Mengakui bahwa koko nggak jujur dan nggak munafik adalah suatu bentuk ketidakmunafikan, iya kan?" Tanya Devina.

"Gimana kalo aku cuma pura-pura jujur biar nggak disangka munafik sama kamu?" Tanyaku.

"Tapi pilihan kata-kata koko nggak menunjukkan itu tuh." Kata Devina.

Buset, ini orang psikolog dan detektif ya? Kemampuan deduksinya bagus amat. Walaupun aku belum tahu sih apakah deduksinya betul atau salah.

"Pilihan kata gimana?" Tanyaku.

"Pilihan, cara ngomong, dan gestur koko itu ngasihtau bahwa koko itu apa adanya, nggak nyembunyiin apapun." Kata Devina.

"Hmmm, gitu yah? Aku nggak sadar tuh Dev. Hahaha" Kataku.

"Hahaha. Koko mah emang..." Kata Devina.

Kami terus melanjutkan makan malam kami, hingga akhirnya makan malam kami masing-masing sudah habis.

"Weh, udah habis aja. Saking enaknya Dev, aku terus makan dan nggak sadar kalo udah habis hahaha." Kataku.

"Hahaha. Koko bisa aja nih. Oh iya, ko, sekarang saatnya ngomongin pembayaran buat makan malem." Kata Devina.

Hmmm? Pembayaran? Apakah itu "puaskan aku di ranjang!"? Batang kontolku sudah tegang saja memikirkan hal itu hahaha.

"Aku cuma minta hal yang simple aja, ko. Kalo koko emang bener-bener suka sama Martha, tolong perjuangin dia. Karena aku yakin, dua personality koko yang jujur dan nggak munafik itu bisa nyelamatin Martha dari keterpurukannya." Kata Devina.

"Oh iya, Dev. Keterpurukan apa sih? Emang Martha itu menderita kenapa? Karena cowoknya?" Tanyaku.

"Udah nggak usah pura-pura nanya ko. Aku yakin koko tau bahwa aku nggak bohong. Kalo emang koko beneran suka sama dia, pasti koko bakal cari tahu sendiri maksud dari perkataanku. Iya nggak?" Tanya Devina.

"Hahaha. Betul sih, Dev. Itu kalo aku bener-bener suka sama dia ya." Kataku.

"Iya, ko." Kata Devina.

Kemudian, kami membereskan meja makan dan mencuci piring makan kami masing-masing. Setelah itu, aku berpamitan kepada Devina.

"Dadaah Dev. Kapan-kapan aku makan lagi ya di rumah kamu. Enak banget sih masakan kamu." Kataku.

"Hahahaha. Iya ko. Kalo mao diskusi tentang Martha, kapan pun boleh kok." Kata Devina sambil tertawa.

"Halah. Oke deh, aku tampung saran kamu." Kataku sambil mengeluarkan mobilku.

Setelah sampai diluar, Devina menutup pintu pagar rumahnya. Kemudian, aku melambaikan tangan kepada Devina. Hmmm, apakah aku suka dengan Martha? Itu memang suatu tanda tanya besar dalam hatiku. Memang, aku tertarik padanya. Tapi apakah ketertarikan itu hanya berupa nafsu birahi belaka, atau ada yang lain? Aku memang merasakan sesuatu yang lain saat ngentot dengannya. Tapi, apakah itu semua hanya bagian dari nafsu birahi? Entahlah, aku sendiri juga bingung.

Tiba-tiba, telpon genggamku berdering. Aku lihat, Bu Diana yang menelpon. Maka, aku langsung mengangkatnya.

"Malam, bu." Kataku.

"Malam, Jay. Singkat aja nggak lama-lama. Aku cuma mao tanya, kamu bermasalah nggak kalo ditugaskan keluar kota untuk tiga hari?" Tanya Bu Diana di telpon.

"Hmmm, nggak sih. Ada apa ya, bu?" Tanyaku.

"Ini berhubungan dengan project yang kamu handle. Menurut Bu Novi, ada klien yang tertarik untuk dibuatkan sistem yang serupa dengan EXPMAN. Malah, klien itu merupakan anak perusahaan yang memesan EXPMAN. Akan tetapi, anak perusahaan itu memerlukan beberapa modifikasi. Bagaimana?" Tanya Bu Diana.

"Nggak masalah sih, bu. Kemana dan kapan ya bu?" Tanyaku.

"Kapan kamu kesana kita bahas besok. Tujuan kamu Palembang." Kata Bu Diana.

"Siap, bu." Kataku.

"Oke, Jay. Makasih ya. Good night." Kata Bu Diana.

"Nite, bu." Kataku sambil menutup telpon.

Hmmm, Palembang? Setahuku salah satu kota penghasil pempek di Indonesia. Selain itu, juga terkenal dengan salah satu kota penghasil wanita cantik di Indonesia. Not bad lah.

BERSAMBUNG KE EPISODE-6
 
Asikk updateee.. Mari bacaa

Kirain Devina nya bakal kena "ncusss" Koko..
 
Terakhir diubah:
akhirnya update juga, makaisih suhu
yah kenapa devina gak kena exe?
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Keren nih..

Habis ini ke kota mPemPek sama bu diana
Trus anu
:D
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Sorry min maaf bukan maksudnya mendahukui sih.. Cuma mengingatkan sama yang pengen devina itu masih lama banget.. Blum senja harmoni digarapnya.. Blum yang sebelumnya senja masih ada dua villy dan valensia.. Hadeeh.. Sudah tunggu aja mereka semua baru si devina yang chubby imut innocent dan moga perawan ting ting..

Hmmm
Belum tentu bener juga sih hehehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd