Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Malaikat Paling Sempurna Diantara Lima Malaikat (by : meguriaufutari)

Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
EPISODE 8 : Palembang, Day 2

Aku terbangun di pagi hari. Ya, hari ini adalah hari kedua di Palembang, hari dimana aku harus meeting bersama mafia ilmu pengetahuan itu dalam rangka ekspansi proyek EXP-MAN. Jujur, karena seluruh definisi teknis proyek EXP-MAN ada di dalam kepalaku, aku tidak menyiapkan bahan apapun. Aku segera bersiap-siap, mandi, mengenakan pakaian resmi untuk meeting. Kemudian, aku mengetuk kamar Villy melalui connecting door penghubung kamar kami. Villy membuka connecting door itu, dan sepertinya ia sudah siap. Ia mengenakan blazer hitam, kemeja putih, dan rok bahan hitam.

Setelah itu, kami turun kebawah untuk sarapan di hotel. Makanan disini boleh dikatakan enak. Aku cukup menikmati makanan buffet yang disajikan sebagai sarapan dari pihak hotel. Villy pun juga sepertinya cukup cocok dengan makanan hotel. Setelah kami cukup kenyang sarapan, kami segera keluar dari restoran tempat kami sarapan, kemudian kami kembali ke kamar masing-masing untuk final checking.

Setelah selesai final checking, kami keluar kamar bareng dan menuju elevator untuk turun ke lobby hotel. Sesampainya di lobby hotel, kami segera meminta bantuan untuk transportasi ke tempat yang telah dijanjikan untuk meeting oleh klien perusahaan kami. Jujur, aku cukup grogi menghadapi meeting kali ini. Sepertinya Villy menyadari bahwa aku sedang grogi. Ia pun menggenggam tanganku.

"Nggak apa-apa, ko. Aku kan disini sama koko." Kata Villy.

"Iya, makasih Vil." Kataku.

Jujur saja, perlakuan Villy itu membuatku sedikit lebih tenang. Yah memang tidak seharusnya aku grogi sih. Tapi seumur-umur, baru kali ini aku menjadi seorang pemimpin meeting. Meeting dengan mafia pula. Pengalaman pertama memimpin meeting langsung disuruh meeting dengan mafia begini, yah mungkin wajar ya kalau grogi.

Ternyata, gedung tempat kami meeting itu tidak jauh dari hotel. Kami sudah sampai hanya dalam waktu lima belas menit saja. Setelah supir berhenti di lobby gedung itu, aku dan Villy segera turun dari mobil dan masuk ke gedung itu. Gedung ini cukup besar. Dihadapan kami adalah meja dan operator gedung.

"Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?" Tanya wanita operator itu.

"Selamat siang, tidak ada, mbak. Apa kira-kira ada yang bisa saya bantu?" Tanyaku.

"Apa bapak hendak menuju ruang bawah tanah?" Tanya operator itu.

"Tidak, saya hendak naik lift." Kataku.

"Terima kasih, bapak Jay. Silakan naik elevator yang ada dibelakang elevator utama." Kata operator itu.

Kemudian, tanpa berkata apapun, aku dan Villy segera menuju elevator dibelakang elevator utama. Setelah kami memencet tombol elevator, elevator itu pun terbuka. Dalam elevator itu, tidak ada tombol apapun. Elevator itu bergerak secara otomatis membawa kami ke suatu tempat. Aku rasakan pergerakannya, elevator itu menuju kebawah, yang artinya ruang dibawah lantai ground. Hmmm, persis sekali seperti kantorku yang sekarang mekanismenya.

Pintu elevator pun terbuka, dan dihadapan kami sudah berdiri lima orang laki-laki berpakaian jas lengkap. Mereka berlima langsung mempersilakan aku dan Villy masuk ke suatu ruangan besar. Ruangan ini sepertinya adalah ruang meeting, karena ada sebuah meja panjang besar dan banyak kursi yang menghadap ke meja itu. Aku dan Villy mengambil tempat di dekat pintu ruangan, sementara lima laki-laki itu mengambil tempat diseberang kami sehingga kami saling berhadapan. Mereka mengambil lima kursi, dengan mengosongkan kursi yang ada di tengah-tengah mereka. Aku menduga, itu adalah tempat bagi bos mereka.

Tidak lama kemudian, seorang pria berumur kira-kira lima puluhan masuk ke ruangan, dan mengambil tempat di kursi di tengah-tengah mereka yang kosong itu. Dari penampilan dan tekanan auranya, aku tahu bahwa pria ini bukan orang sembarangan. Hanya dengan bertatapan mata saja, aku merasakan tekanan yang luar biasa. Hup, tenang Jay, jangan gugup. Pria itu kemudian memberi suatu tanda kepadaku untuk memulai meeting ini. Aku pun berdiri.

"Selamat siang para hadirin sekalian. Perkenalkan, saya Jay..." Kataku.

"Stop." Kata pria itu.

Aku pun menghentikan mulutku. Ya ampun, belum selesai ngomong, sudah dipotong.

"Kita tunggu bosmu." Kata pria itu.

"Maaf, pak. Saya disini hanya berdua saja dengan rekan saya yang bernama Villy ini." Kataku.

"Apa katamu? Heh, sombong sekali mereka, mengirimkan pion yang hanya bisa dibuang seperti dirimu kemari." Kata pria itu.

Hmmm, aku sih sudah menduga sebelumnya bahwa memang meeting ini tidak akan berjalan mulus.

"Maaf, pak. Tapi apa maksud bapak ya?" Tanyaku.

"Mengirimkan orang yang masih hijau seperti dirimu adalah bukti dari ketidakprofesionalan perusahaan kalian. Kecuali kalau perusahaan kalian menganggap bahwa kalian berdua adalah pion yang bisa dibuang hanya untuk mengukur kapabilitas kami." Kata pria itu.

Aku masih berusaha tenang. Villy pun mengusap-usap tanganku dengan lembut untuk menenangkanku.

"Bapak tidak perlu khawatir. Disini agenda kita adalah membahas proyek EXP-MAN, disertai dengan modifikasi-modifikasi yang bapak minta, bukan? Kalau dalam hal itu, saya adalah person in charge dari proyek EXP-MAN. Saya sudah tahu seluk-beluk proyek ini." Kataku.

"Tapi, dilihat dari penampilanmu, jelas kamu itu hanyalah seorang naif yang tidak tahu apa-apa. Bagaimana aku bisa yakin untuk membahas proyek serahasia ini dengan pion kecil seperti dirimu?" Tanya pria itu.

Wah, mendengar kata-kata itu, darah panasku langsung naik ke kepala. Tapi, tenang Jay, kamu bukanlah orang yang mudah dimakan emosi. Jika memang harus menyerang balik, seranglah dengan bijak.

"Disini, saya adalah orang yang bertugas memegang proyek EXP-MAN. Proyek ini bukan proyek sembarangan, seperti otak bapak." Kataku dengan pelan.

"Hooo, coba jabarkan, sesembarangan apa otak saya." Kata pria itu dengan tenang.

"Baik, pak. Bapak tentunya adalah seorang pemimpin dari perusahaan rahasia dunia bawah yang besar seperti perusahaan bapak." Kataku.

"Apa kamu tahu perusahaan apa ini?" Tanya pria itu.

"Ya, perusahaan bapak adalah anak dari perusahaan yang melakukan eksperimentasi pada manusia. Perusahaan bapak ini adalah perusahaan yang bertugas sebagai divisi khusus dalam eksperimentasi yang ekstrim." Kataku.

"Hooo, boleh juga pengetahuanmu, rupanya kamu tidak datang kesini dengan telanjang." Kata pria itu.

"Tapi tidak mengubah fakta tentang ketidakprofesionalan perusahaanmu, yang hanya mengirim pion yang bisa dibuang kapan saja dan juga pelacurnya." Kata pria itu.

Aku bisa merasakan aura milik Villy agak berubah. Aku yakin tentu saja ia marah mendapat perkataan seperti itu. Aku pun juga marah mendengar perkataannya. Baiklah, sudah cukup. Aku merasa tidak perlu bernegosiasi dengan perusahaan seperti ini. Aku pun berdiri dari kursiku.

"Biar kukatakan satu hal. Villy ini adalah rekan kerjaku yang bisa diandalkan dan sangat bertanggungjawab. Dan tentu saja, dia bukan pelacur, tidak seperti pelacur-pelacur yang telah kalian eksperimen-kan, ataupun seperti pelacur-pelacur yang telah kalian sewa untuk memuaskan hasrat kalian." Kataku tetap dengan tenang.

Yah, begitulah diriku. Aku bukan tipe orang yang suka marah-marah seperti orang gila, tapi aku tetap berusaha untuk tetap tenang sambil menyerang lawanku dengan memilih kata-kata.Kemudian, aku meninggalkan ruangan itu. Villy pun mengikutiku. Kami naik elevator dan kembali ke lantai ground. Kami segera meninggalkan gedung itu, dan kembali ke hotel.

Sekembalinya ke hotel, aku langsung merebahkan diriku di kasur kamarku. Ah gila, meeting ini tidak berjalan sesuai dengan rencana. Tidak hanya tidak berjalan sesuai rencana, bahkan lebih buruk dari rencana backup yang sudah disiapkan perusahaanku seandainya terjadi ketidaklancaran. Yah, mungkin memang aku belum siap untuk ini. Haah, aku betul-betul down rasanya tidak bisa memenuhi ekspektasi perusahaan. Ekspektasi Bu Novi, ekspektasi Pak Jent, dan ekspektasi Ci Diana. Tiba-tiba, aku merasakan ada yang mengelus-elus dahiku dengan lembut.

"Udahlah, ko." Kata Villy sambil tersenyum dengan lembut.

Senyumannya sangat lembut. Jujur saja, aku seperti melihat wanita dengan kecantikan yang sangat murni pada Villy dengan senyuman lembutnya itu.

"Eh, Vil. Kamu masih disini toh." Kataku.

"Iya, abis kayanya koko butuh temen. Ato pengen sendiri?" Tanya Villy.

"Hmmm, terserah sih Vil. Tapi mumpung kamu disini, aku pengen nanya sesuatu nih Vil." Kataku.

"Iyah ko." Kata Villy.

"Menurut kamu, kenapa perusahaan mengutus aku yang kurang pengalaman begini ya untuk meeting dengan klien penting?" Tanyaku.

"Hmmm..." Kata Villy.

"Mungkinkah ada permainan politik?" Tanyaku.

"Politik sih kayanya kecil kemungkinan, ko. Soalnya kalo emang alasannya adalah politik, mereka yang posisinya diatas koko pasti kena dong karena mengirim orang yang belum berpengalaman ke medan lapangan." Kata Villy.

"Hmmm, kamu ada benernya sih, Vil." Kataku.

"Aku juga sama sekali nggak ada pengalaman sih ko dalam hal ini. Tapi mereka tadi emang bener-bener nggak tahu diri sih. Kalo aku denger dari temen-temenku dari perusahaan lain yang suka meeting dengan klien lain, klien nya baik-baik semua kok. Memang pasti ada perdebatan, tapi nggak kaya gitu tadi. Kalo yang tadi sih, belum-belum udah merendahkan kita." Kata Villy.

"Hmmm, kamu pikir juga gitu ya?" Tanyaku.

"Ya iyalah, ko. Seumur-umur aku diajak meeting dengan Bu Diana, klien-klien perusahaan ini juga nggak ada yang separah itu kok." Kata Villy.

Haah, aku cukup lega mendengarnya. Ternyata memang klien kali ini agak tidak waras. Tunggu, jangan-jangan Ci Diana sudah tahu bahwa klien ini tidak waras, makanya ia mengirimku. Kalo itu bener sih, kurang ajar si cici itu karena sudah mengerjaiku. Akan kukerjai balik nanti ketika aku sudah balik Jakarta hahaha.

"Ko, kali ini gantian aku yang nanya dong." Kata Villy.

"Kenapa Vil?" Tanyaku.

"Tadi koko kenapa ngebelain aku?" Tanya Villy.

"Hmmm, simpel aja sih. Aku memang ga suka kalo temen ceweku dikatain pelacur. Kayanya ga tepat aja deh." Kataku.

"Hmmm, walaupun temen koko itu sebenernya juga adalah pelacur?" Tanya Villy.

"Hmmm, ga tau yah, Vil. Belum pernah mengalami kejadian kaya gitu. Tapi kamu kan bukan pelacur, Vil." Kataku.

"Hmmm, aku kemarin bilang kan ko kalo aku pun sama kaya Martha, nyerahin mahkota paling berharga aku buat orang yang bukan suamiku." Kata Villy.

"Iya, lalu?" Tanyaku.

"Yah, kurasa itu udah cukup ko untuk menjadikan aku seorang pelacur." Kata Villy.

"Villy... Villy... Kamu kayanya terlalu rendah diri." Kataku.

"Hah? Maksud koko?" Tanya Villy.

"Aku sih kurang setuju yah dengan statement itu. Karena kan pelacur itu orang yang menyerahkan tubuhnya demi uang. Setuju?" Tanyaku.

"Hmmm, iyah ko." Kata Villy.

"Emang waktu itu kamu nyerahin tubuh kamu demi uang? Bukan dong?" Tanyaku.

"Bukan sih, ko." Kata Villy.

"Yaudah. Aku sih ga membenarkan apa yang udah kamu lakuin. Dari sudut pandang manapun, di mata orang awam seperti aku, kamu tetep salah. Tapi, sekarang tinggal kenapa kamu nyerahin tubuh kamu. Kalo karena rasa sayang, sebetulnya itu cukup wajar, karena banyak terjadi dimana-mana yah sekarang-sekarang ini. Kalo karena hawa nafsu, kamu bukan disebut pelacur, melainkan seorang yang hypersex. See? Bukan pelacur kan?" Tanyaku.

"Hmmm, gitu ya ko?" Tanya Villy.

"Iya." Kataku.

"Yaah, kalo dari sepintas lihat sih, kamu mah hypersex, Vil." Kataku.

"Haah? Beneran koo?!" Tanya Villy dengan kaget.

"Becanda lah." Kataku dengan santai.

Villy menabok tanganku dengan muka ngambek, kemudian ia memalingkan tubuhnya kearah lain.

"Tapi, koko bener sih. Aku ini emang hypersex." Kata Villy.

"Oh, gitu." Kataku.

"Hah? Koko nggak kaget?" Tanya Villy dengan heran.

"Hmmm, ga gitu kaget sih. Kenapa mesti kaget juga?" Tanyaku.

"Emang menurut koko, itu normal?" Tanya Villy.

"Ah, bodo amat normal ato ga. Yang penting kamu tetep jadi diri kamu sendiri, kamu tetep menjadi anak yang berbakti sama orang tua, bangsa, dan negara. Ingat Tuhan. Sisanya mah bodo amat dah Vil." Kataku.

"Tapi, apakah seorang hypersex adalah orang yang berbakti sama orang tua, bangsa, dan negara? Apakah dia pantas disebut sebagai hamba Tuhan?" Tanya Villy.

"Coba sekarang aku tanya. Kalo kamu punya anak, dan dia itu amit-amit ya... adalah seorang hypersex atau autis, apakah kamu ga akan menganggap dia sebagai anak?" Tanyaku.

"Yaah, ga gitu juga sih ko." Kataku.

"Apakah siapa saja yang berdosa, serta merta dimasukkan ke neraka oleh Tuhan? Yah, sebenernya sih ini pertanyaan yang ga pantes ditanyakan ato dijawab sih." Kataku.

"Yah, semua orang itu punya kelemahan, Vil. Tinggal bagaimana kita caranya memperbaiki kelemahan kita itu. Atau memang jika kelemahan itu tidak bisa disembuhkan, tinggal bagaimana kita memiliki kebaikan yang jauh melebihi kelemahan itu. Begitu sih menurutku." Kataku.

Mendengar perkataanku, Villy langsung menangis terisak-isak.

"Lho? Aku salah ngomong ya Vil? Sorry banget nih ya, soalnya aku emang ga peka, dan mungkin hampir ga punya perasaan. Tapi, percaya deh. Aku ga berusaha memojokkan kamu atau nyalahin kamu kok." Kataku.

"Ng... nggaakk koo... Justru a... akuuhh... bahagiaa bangeett..." Kata Villy sambil menangis terisak-isak.

"Loh? Kok malah bahagia?" Tanyaku.

Villy terus menangis terisak-isak. Ia berusaha menyeka air matanya, dan berusaha menghentikan tangisannya. Entah kenapa, apa yang mendorongku, aku memeluk tubuhnya di tempat tidur.

"Udah, Vil. Kalo mao nangis, nangis aja." Kataku.

Setelah itu, Villy melepaskan tangisannya yang begitu hebat. Tangisannya itu berlangsung kira-kira selama sepuluh menit. Setelah itu, dia kembali tegar.

"Makasih ya, ko. Aku udah nggak apa-apa kok sekarang. Aku ngerasa bahagia banget, soalnya selama ini, yang bisa nerima aku dengan kelainanku ini, cuma kedua orang tuaku, empat orang yang merupakan anggota tim kita, dan terakhir ini koko." Kata Villy.

"Ah, gitu doang. Udahlah, Vil. Kamu ga separah yang kamu kira kok." Kataku.

"Iya, makasih banget ya ko. Kedua kalinya aku bener-bener ditolong oleh koko." Kata Villy.

"Udah, ga usah diinget-inget lah. Aku juga ga nolong sampe segimana juga kok." Kataku.

"Mungkin koko ngerasa gitu, tapi aku merasa tertolong banget loh." Kata Villy.

"Oh, syukurlah kalo begitu." Kataku.

"Gimana ko? Masih stress ama meeting tadi?" Tanya Villy.

"Masih sih, tapi ga se-stress tadi, Vil. Kayanya ngobrol ama kamu membuat jadi lebih baik." Kataku.

Villy tersenyum lembut mendengar perkataanku. Kemudian, tanpa kuduga, ia memajukan wajahnya. Aku hanya bisa diam saja, sampai akhirnya bibirnya yang kenyal menyentuh bibirku dan melumatnya dengan lembut. Sejujurnya, aku sangat kaget mendapat "serangan" yang mendadak ini. Malah, permainan bibirnya yang hangat dan kenyal ini berhasil membangkitkan rasa berdebar-debar dan birahiku perlahan-lahan. Dengan refleks pun, aku ikut membalas serangannya menggunakan bibirku. Kini, bibir kami berdua saling berpagutan. Harus kuakui bahwa Villy sangat pintar memainkan bibirnya di bibirku.

Lama kelamaan, ia mulai menjulurkan lidahnya untuk menggelitik seluruh rongga dalam mulutku. Lidahnya begitu hangat dan kenyal. Berputar diseluruh rongga mulutku, dan terkadang menggelitiki lidahku, sehingga lidahku pun ikut bermain dibuatnya. Claap... cleep... claapp... cleepp... Begitulah suara lidah kami yang saling terus beradu dalam cipokan ini. Dengan reflek juga, aku menarik tubuh Villy dalam perlukanku. Aku mulai membelai dengan lembut rambutnya yang agak keriting, sementara bibir dan lidah kami masih saling beradu. Aku bisa merasakan tubuhnya yang menempel dengan tubuhku sekarang. Walaupun masih tertutup baju dan celana, aku bisa merasakan kehangatan yang mulai menjalar ke tubuhku, dan juga kekenyalan tubuhnya karena Villy cenderung tidak kurus. Ah, aku bisa merasakan batang kontolku mulai tegang.

Tidak lama kemudian, Villy melepaskan ciumannya dari bibirku. Kemudian, ia menyandarkan kepalanya ke dadaku, sementara kedua tangannya memeluk punggungku. Tangan kananku masih memeluk tubuhnya, sementara tangan kiriku masih membelai-belai rambutnya. Kini, dada Villy menempel dengan tubuhku, sehingga aku bisa merasakan kekenyalan buah dadanya. Seperti dugaanku memang, buah dada Villy ini tidak terlalu besar.

"Semoga bisa ngurangin stress-nya, ko." Kata Villy.

"Kenapa kamu ngelakuin ini sama aku Vil?" Tanyaku.

"Koko pernah nanya nggak ke Martha, kenapa Martha mau ngelakuin itu sama koko?" Tanya Villy.

"Pernah." Kataku.

"Dan jawaban dia?" Tanya Villy.

"Pertama, aku emang nggak keberatan, malah aku kepengen. Kedua dan ketiga, aku masih belum bisa kasihtau alasannya. Akan kukasihtau pada saat yang tepat." Kataku sambil mengutip jawaban Martha waktu itu.

"Oohh, gitu. Jawabanku cuma poin kedua dan ketiga Martha. Poin kedua Martha adalah karena aku entah kenapa nggak masalah melakukannya kalo sama koko. Poin ketiga, itu belum bisa kukasihtau sekarang." Kata Villy.

"Halaah, kalian itu emang demen main rahasia-rahasiaan ya." Kataku sambil tetap membelai rambut Villy.

"A secret makes a woman woman. (Rahasia membuat seorang wanita menjadi wanita.)" Kata Villy sambil tersenyum dan memandang wajahku.

Senyumannya berbeda dengan senyuman lembut biasa yang selalu ia tunjukkan. Senyuman ini... adalah setengah senyuman lembut yang biasa ia tunjukkan. Setengahnya lagi adalah senyum menggoda. Akan tetapi, jujur saja, senyuman itu lumayan membuatku makin bernafsu.

"And what exactly that secret is? (Dan rahasia apa sebenarnya itu?)" Tanyaku.

Villy, melepaskan dirinya dari pelukanku. Kemudian, ia mendorong tubuhku sehingga kini aku berbaring di ranjang. Villy merangkak diatas tubuhku, kepalanya tepat menghadap kepalaku.

"Why don't koko try to find out? (Kenapa koko tidak coba cari tahu?)" Kata Villy dengan senyumannya yang sama seperti barusan.

Seluruh kata-katanya, gerakan tubuhnya, wajah menggodanya, dan suasana kamar ini membuat pikiranku betul-betul kabur. Nafsu birahi makin menguasaiku dengan hebat. Maka, aku yang sudah mulai dikuasai oleh birahi ini, menarik tubuh Villy kebawah, kedalam pelukanku sehingga kini tubuh Villy menindih tubuhku. Aku kembali mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Kulumat dengan nafsu bibirnya, sementara lidahku kujulurkan ke dalam mulutnya. Villy pun ikut membalas ciumanku dengan sama bernafsunya. Bibir dan lidah kami kembali saling beradu dengan hebatnya. Napas kami berdua pun mulai terengah-engah, sampai-sampai napas hangat kami masing-masing menyembur ke kulit wajah kami masing-masing. Napas Villy yang begitu hangat dan dipenuhi birahi itu mampu membuat birahiku semakin naik lagi.

Aku baru saja hendak membuka kemeja putih yang Villy kenakan. Akan tetapi, sebelum tanganku sempat bergerak, tangan Villy bergerak duluan dan membuka seluruh kancing kemejaku dengan cepat. Begitu cepat, tetapi tidak tergesa-gesa... begitu lembut, tapi tidak lambat. Setelah seluruh kancing kemejaku terbuka, ia langsung menyingkirkan kemeja yang kukenakan itu dari tubuhku. Dengan telaten pun, ia langsung membuka kaos dalam yang kukenakan sehingga kini aku sudah bertelanjang dada.

Villy meletakkan kedua tangannya di kedua pundakku, kemudian kepalanya mulai bergerilya untuk menjilati seluruh tubuhku. Mulai dari leher, turun ke dada, ke puting dadaku, sampai ke perutku. Setiap kali lidahnya menyentuh kulitku, aku merasakan hangat dan geli yang luar biasa. Apalagi saat lidah kenyal miliknya itu menyentuh leher dan puting dadaku, begitu geli dan nikmat.

Setelah puas dengan area bagian atasku, ia membuka ikat pinggang dan resleting celana panjang yang kukenakan. Aku hanya bisa pasrah saja mendapat perlakuan seperti ini. Setelah itu, ia menarik celana panjang dan celana dalam yang kukenakan hanya dengan beberapa kali tarik. Kini, tubuhku sudah telanjang bulat dihadapannya. Batang kontolku yang sudah tegang langsung mengacung keatas karena posisiku sekarang sedang berbaring. Aku bisa melihat Villy memandangi batang kontolku dengan perasaan kagum. Kemudian, ia melihat kearahku, dan tersenyum. Aku hanya bisa membalas senyumannya.

Villy langsung mengambil posisi. Seluruh tubuhnya berada di dekat area selangkanganku. Tangan kanannya mulai menggenggam batang kontolku, sementara kepalanya ia majukan sedikit. Aku merasakan nikmat dan geli yang luar biasa ketika tangannya mulai menggenggam batang kontolku. Kemudian, tangan yang kuat itu mulai mengocok-ngocok batang kontolku dengan telaten. Aku memejamkan mataku untuk menahan kenikmatan yang mulai membakar kesadaranku dengan perlahan. Naik... turun... naik... turun... Aku bisa merasakan telapak tangan Villy bergesekkan dengan batang kontolku. Makin lama, kocokan tangannya semakin kencang, tetapi tidak asal-asalan. Mataku masih terpejam menahan kenikmatan ini, sementara napasku makin memburu, dan mulutku mulai mengeluarkan desahan kecil. Sungguh, kocokan tanganku sendiri pada saat masturbasi tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan teknik kocokan milik Villy.

Saat mataku masih terpejam, aku merasakan batang kontolku dilumat oleh sesuatu yang sangat hangat dan basah. Aku membuka mataku untuk melihat apa yang terjadi. Rupanya, Villy sekarang sedang mengulum batang kontolku.

"Ooohhh... Uaaaahhhh..." Desahanku keluar secara otomatis saat melihat pemandangan yang begitu erotis ini dan merasakan kenikmatan yang dihasilkan dari perbuatan Villy.

Kepalanya terus turun naik karena ia sedang mengulum dan menyepong batang kontolku dengan telaten. Batang kontolku semakin tegang. Aku merasakan bahwa sepertinya ada sesuatu yang berusaha keluar dari batang kontolku.

"Ooohhhh... Viillll.... Nikmaaattt bangeeettt..." Erangku.

Aku semakin tidak bisa membendung sesuatu yang akan keluar dari batang kontolku itu. Akan tetapi, disaat sesuatu itu akan keluar dari batang kontolku, Villy malah mencabut mulutnya. Dalam sekejap, kenikmatan yang kudapat itu berubah menjadi perasaan campuran antara kecewa, tanggung, dan ngebet. Akan tetapi, apa yang terjadi kemudian benar-benar diluar perkiraanku. Villy mulai membuka pakaiannya satu demi satu, sehingga kini ia pun sama telanjangnya denganku. Ooohh, aku bisa melihat tubuh telanjang yang begitu indah didepanku. Seluruh kulitnya putih bersih. Ia tidak terlalu kurus, dan ada sedikit tumpukan lemak diseluruh tubuhnya. Akan tetapi, kombinasi wajah dan tubuhnya memang sangat pas menurutku. Mungkin ia lebih bagus begini dibandingkan jika ia kurus langsing. Buah dadanya memang tidak terlalu besar, mungkin hanya sekitar 34A. Puting susunya berwarna merah muda, dan sangat indah. Di selangkangannya, aku bisa melihat ada sedikit rambut yang tertata dengan rapi, juga adanya gundukkan lubang kemaluannya. Pahanya betul-betul sangat indah dan menggoda.

Ia kemudian merangkak kearah tubuhku, dan menindih tubuhku. Bibir dan lidah kami kembali saling berpagutan. Kali ini, aku betul-betul merasakan tubuh Villy tanpa ditutupi oleh sehelai benangpun di tubuhku. Begitu hangat dan kenyal. Birahiku yang tadinya sempat drop akibat perlakuan tanggung darinya, kini kembali naik meroket kembali seperti tadi. Kami terus berciuman dengan nafsu. Peluh dan keringat mulai mengalir dari tubuh kami dan berbaur di tubuh kami masing-masing.

Setelah itu, Villy mengarahkan tangan kanannya kebelakang, kearah batang kontolku dan menggenggamnya. Kemudian ia memposisikan pantatnya didepan batang kontolku. Tanpa membuang-buang waktu, ia langsung mendorong pantatnya kebelakang sehingga lubang kemaluannya langsung melahap batang kontolku. Bleesss... Sungguh kenikmatan tak terkira yang kurasakan begitu lubang kemaluan Villy yang hangat dan becek itu melahap batang kontolku.

Setelah selesai melahap batang kontolku dengan lubang kemaluannya, ia mulai menggoyang-goyang pantatnya dengan irama yang teratur. Aku merasakan batang kontolku seperti dipijat-pijat dan dipelintir oleh rongga dalam vaginanya. Aku yang merasakan kenikmatan tingkat tinggi itu hanya bisa merem melek.

"Viilll... Enaak bangeeettt...." Erangku sambil mencium bibir Villy dengan penuh nafsu.

"Ooohhh... Titiit kokoooh jugaa enaaakk... bangeett..." Erang Villy dengan mata yang terpejam dan wajah yang penuh nafsu.

Lama-lama, putaran pantat Villy berubah menjadi hujaman. Lubang vaginanya terus menghujam-hujam batang kontolku. Sementara kami berdua saling memeluk tubuh kami masing-masing dengan erat, dan bibir kami saling berpagutan. Keringat semakin deras mengucur dari tubuh kami berdua. Setelah jeda beberapa menit, aku merasakan napas Villy semakin memburu. Pantatnya semakin kencang menghujam-hujamkan batang kontolku. Aku bisa merasakan tubuhnya bergetar dengan hebat.

"Koohhh... Akuu maoo keluaaarrr niiihhh..." Erang Villy.

Melihat Villy yang hampir orgasme, aku segera menggulung tubuhku sehingga posisinya kini berbalik, aku diatas dan Villy dibawah. Dengan tubuh diatas Villy, aku menghujam-hujamkan pantatku dengan keras ke selangkangan Villy. Villy pun juga balas menggoyang-goyang pantatnya untuk menyelaraskan irama hujamanku. Tidak lama kemudian, seluruh tubuhnya mengejang. Ia memeluk tubuhku dengan sangat erat, sementara pantatnya ia naikkan kuat-kuat sehingga batang kontolku terbenam jauh kedalam rongga dasar vaginanya.

"Oooooohhhhhh.... Akuu keluaarrr kooohhhh!" Erang Villy.

Saat itu juga, aku merasakan adanya aliran cairan yang menyemprot batang kontolku dari dalam lubang kemaluan Villy. Lubang kemaluan Villy berdenyut-denyut dengan sangat hebat sehingga batang kontolku serasa dipijat-pijat dengan sangat kuat. Napasnya sangat tidak teratur dan mengalir kedalam mulutku. Aku yang merasakan kenikmatan kuat itu secara bersamaan, merasa bahwa aku benar-benar tidak sanggup menahan cairan spermaku dari dalam batang kontolku. Maka, aku kembali menghujam-hujamkan batang kontolku dengan keras ke lubang kemaluan Villy. Aku juga semakin liar mencium bibirnya, sementara kedua tanganku memeluk tubuhnya dengan sangat erat.

"Viillll... Akuuhh... maoo keluaarr jugaa... sayaaannggg...." Erangku.

Melihat aku yang hampir keluar, Villy semakin liar menggoyang-goyang pantatnya. Kedua tangannya memeluk punggungku dengan sangat erat, sementara bibirnya semakin liar mencium bibirku. Dan tidak lama kemudian, aku merasakan kenikmatan yang terpusat di batang kontolku serasa keluar dengan membludak. Crooottt crooottt croootttt... Aku memuntahkan spermaku dalam lubang kemaluan Villy.

"Uuuuhhhh.... uuuggghhhh..." Erangku setiap kali gelombang sperma itu menyemprot dari batang kontolku.

Setelah kurang lebih tujuh kali semprotan gelombang spermaku, aku merasakan perasaan lega yang begitu hebat. Tubuhku masih menindih tubuh Villy. Bibir kami pun masih saling berciuman, sementara keringat kami masih terus mengalir.

"Viil... aku sayang kamu." Kataku sambil membelai-belai rambutnya dengan lembut.

"Aku juga sayang sama koko." Kata Villy sambil memejamkan matanya.

Kemudian, aku merebahkan tubuhku diatas tubuh Villy. Kami sama-sama berusaha mengatur napas kami masing-masing.

"Kamu hebat banget, Vil." Kataku.

"Ah, koko juga hebat kok." Kata Villy.

Dalam kondisi masih berpelukan, kami melancarkan ciuman terakhir ke bibir kami masing-masing sebelum akhirnya kami tertidur. Kami tertidur dengan kondisi masih berpelukan, sementara batang kontolku masih tertanam dalam lubang kemaluan Villy.

BERSAMBUNG KE EPISODE-9
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Alurnya hampir sama dengan karya sebelumnya...

Atau hanya perasaan saya saja?
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd