Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Menyiksa Bu Gendut

antoketiak

Semprot Kecil
Daftar
5 Feb 2012
Post
54
Like diterima
54
Lokasi
Jogja
Bimabet


Sudah lama aku suka BDSM (Bondage (Perbudakan) & Discipline (Disiplin) atau disingkat BD, Domination (dominasi) & Submission (Subordinat) atau disingkat DS, Sadism (Sadisme) & Masacochism (Masakokis) atau disingkat SM). Dalam permainan ini aku mengambil peran sebagai Master alias yang mendominasi. Dan sudah cukup lama aku mencari slave cewek yang mau jadi partnerku. Sampai suatu kali aku mendapatkannya dalam sebuah milis BDSM. Awalnya kami hanya bermain BDSM pura-pura saja, alias cuma di YM. Aku menjadikan dia sebagai hewan piaraanku. Namanya Inez. Tinggal di Jakarta. Ia mengaku sebagai seorang ibu rumah tangga. Umurnya 42 tahun. Kebetulan. Aku suka dengan wanita berumur. Berbulan-bulan kami hanya bermain BDSM lewat YM. Aku pura-pura menyiksanya. Dan sepanjang perkenalan itu ia tak mau memakai cam. Katanya malu karena jelek dan takut aku tak mau berteman dengannya. Padahal aku sudah bilang, cantik atau jelek tak masalah, yang penting mau menjadi budakku yang penurut.

Sampai suatu ketika akhirnya ia mau bertemu asal aku mau datang ke Jakarta. Aku langsung mengiyakan. Aku mau datang ke Jakarta untuk menyiksanya. Tapi dia bilang, "Kamu jangan lari ya kalau bertemu denganku. Aku jelek dan gemuk."
"Tenang saja. Aku akan menjadikanmu slaveku. Aku tak peduli kamu cantik atau jelek. Kurus atau gemuk. Asal kamu mau menuruti perintahku."
"Gak percaya. Pasti kamu gak suka kalau lihat aku."
"Bener. Aku gak peduli!"

Akhirnya di hari yang disepakati kami bertemu di sebuah hotel. Terus terang aku deg-degan. Sibuk menerka seperti apa wujud daru Bu Inez slave imajinerku selama ini. Kalau jelek sejelek apa. Jangan-jangan memang jelek banget. Kalau soal gendut sih aku gak masalah. Aku suka cewek gendut.

Singkat kata Bu Inez mengetuk pintu kamarku. Aku segera membuka pintu. Dan memang wajahnya tidak cantik. Tapi juga tidak jelek-jelek amat. Dan tubuhnya gemuk banget. Mungkin 80an kilo lebih. Dan yang mengagetkanku dia berjilbab. Wow.

"Ayo masuk, Bu." Sambutku ramah. Dia dengan malu-malu masuk.
"Benerkan kan aku jelek dan gemuk." Katanya.
"Iya! Kamu jelek dan gemuk! Dan karena itu kamu harus tuan hukum!" Aku langsung saja berperan sebagai Master tanpa nunggu lebih lama lagi.
"Baik, Tuan." Jawabnya pelan.
"Berlutut!" Bentakku keras. Bu Inez pun segera berlutut.
"Kamu tahu hukuman apa yang akan tuan berikan pada slave jelek dan gemuk macam kamu?"
"Ampun, tuan, hamba tak tahu." Jawabnya dengan nada ketakutan dan memelas.
"Kamu akan tuan sembeleh!" Aku mengancamnya.
"Ampun tuan! Jangan!" Ia bergerak memegang kakiku.
"Karena kamu gembrot kayak babi. Jadi kamu pantesnya disembeleh!"
"Ampun tuan. Jangan. Jangan sembeleh hamba tuan. Kasihanilah hamba." Ia merengek minta ampun.
"Oke baiklah. Tuan tak akan sembeleh kamu. Tapi kamu harus nurut sama tuanmu ini."
"Iya tuan. Hamba nurut..."
"Bagus! Sekarang buka bajumu! Cepat!"

Bu Inez segera melepas bajunya. Gaun terusannya segera ia lepas dan taruh dengan rapi di sampingnya berlutut. Ia kini hanya memakai celana dalam dan singlet saja. Jilbabnya sengaja tidak aku minta untuk dibuka. Tubuhnya yang gemuk itu ternyata sudah dibasahi keringat.
"Sekarang angkat kedua tanganmu ke atas!"
Ia mengangkat kedua tangannya ke atas. Kedua ketiaknya pun terbuka. Hmmm... Bulu keteknya sangat lebat. Aku semakin bernafsu.
"Dasar slave jorok. Bulu ketek sampai kayak hutan gitu!" Aku pura-pura marah. Padahal nafsu berat.
"Ampun tuan!" Ia segera menurunkan tangannya. mungkin karena malu aku ejek-ejek seperti itu.
"Heh! Siapa bilang boleh turunkan tangan???" Aku bentak dia.
Ia segera mengangkat lagi kedua tangannya.
"Lebih tinggi!"
Ia angkat lebih tinggi lagi. Kedua keteknya makin terbuka. Bulu-bulu keteknya tampak basah oleh keringat.
"Taruh kedua tanganmu di belakang kepala!" Ia menurut. Dan aku segera mengeluarkan tali. Lalu kuikat dia.

Dia hanya menurut.
"Sekarang kamu hisap anu tuan!" Aku buka celanaku dan keluarkan anuku.
"Baik tuan..." Bu gendut itu pun mulai menghisap punyaku.
"Yang lembut ******!" Aku bentak dia.
"Baik tuan!"
Dan ia pun mulai menghisap dengan lembut.
"Good! Kamu slave yang baik!"
Ia terus mengulum punyaku.
"Cukup! Sekarang kamu jilat anus tuan!"
Ia kaget dan seperti mau menolak. Aku pelototin dia.
"Mau kusembeleh"
"Jangan. Ampun tuan. Ampuuun."
"Kalu begitu jilat anusku cepat!"
Ia melaksanakan perintahku segera.

Pertemuan kami yang pertama lebih banyak kuhabiskan dengan menyuruh dia menjilat-jilat seperti anjing dalam keadaan terikat. Dan aku sangat menikmati penderitaannya. Slaveku yang gemuk ini ternyata sangat seksi dalam keadaan terikat tak berdaya seperti itu.

Ceritanya sampai sini dulu. Sambung lagi lain waktu :)
 
Terakhir diubah:
Wah .. , tanggung bgt cerita nya gan .. , di tunggu ap det nya gan ..
 
Tanggung ya. Nanti aku lanjut. Terimakasih atas perhatian semproter. Pasti dilanjut
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
link ke page2 blon ada nih? kentangggg nihh
 
Tambah ilustrasi dulu. Lanjutan ceritanya nyusul segera
 
Pertemuan kedua dengan Bu Gendut



Setelah pada pertemuan saja aku menguji kesetiaan Bu Gendut sebagai slaveku kami merancang pertemuan selanjutnya. Pada pertemuan pertama aku sengaja hanya memperbudak dan mempermalukannya saja dengan menjadi anjingku. Telanjang, terikat, dan menjilati penis dan anusku. Dan tampaknya, meski masih canggung dan malu, ia sangat menikmatinya.

Pertemuan kedua berlangsung bulan berikutnya. Kami berjanji bertemu di hotel yang sama. Aku minta dia memakai tanktop putih dan celana jeans. Dan dia harus berangkat naik angkutan umum dengan baju tersebut. Aku menambah larangan: Dia gak boleh pakai parfum atau deodoran sama sekali hari itu dan selama sebulan dari pertemuan pertama hingga pertemuan kedua ini ia tidak boleh mencukur bulu keteknya.

Ya bisa saja dia menipu saja, ngaku-ngaku pakai tanktop dari rumah, yang peting masuk ke kamar hotel pakai pakaian itu. Bisa saja. Tapi kalau ia slave beneran ia akan melakukannya. Mempermalukan dirinya dengan pakaian seperti itu di depan umum, pakaian seksi yang jelas gak cocok dengan badannya yang gembrot seberat 145 kg itu. Kalau pun ia bohong gak papa juga. Yang penting dia pakai baju slave itu di hadapanku.

Aku tiduran di kamar sambil menunggu Bu Gendut. Jam 7 malam ia harus datang mengetuk pintu kamar. Kalau tidak ia akan mendapat hukuman tambahan. Semoga saja ia patuh. Dua jam lalu ia sudah memberitahu bahwa ia sudah berangkat dari rumahnya. Dan naik angkot. Tentu itu pengalaman pertamanya naik angkutan umum kelas umum yang baginya angkutan kelas kambing. Ha ha biar sekarang ia merasakan jadi kambing yang selama ini dihinanya. Sebagai seorang wanita karir dengan beberapa perusahaan keluarga tentu bisa dibayangkan ia tak pernah mengalami kesulitan hidup yang berarti. Sejak kecil ia tumbuh dalam keluarga yang sangat berkecukupan, hidup mewah, kuliah ke luar negeri, dan makan banyak. Makanya badannya bisa segembrot itu.

Sambil tiduran aku membayang Bu Inez Gendut berdesakan di angkot. Orang-orang tentu akan menatapnya dengan wajah heran. Bagaimamana seorang wanita setengah banyak yang gemuk luar biasa memilih memakai tanktop. Apa ia ingin memamerkan tubuhnya yang berlemak itu pada orang-orang. Dan badannya tentu bersimbah keringat karena panas dan juga karena menahan malu sepanjang jalan. Dan bau keringat yang tak sedap akan keluar dari tubuhnya. Tentu ia akan merasa tak nyaman dalam keadaan seperti itu. Aku tersenyum-senyum membayangkannya.

Sudah jam 7 malam. Tapi tak ada tanda-tanda kedatangannya. Mungkin ia terlambat karena macet. Atau tersesat karena belum biasa naik kendaraan umum. Ia yang biasanya diantar ke mana-mana oleh sopir tentu kebingungan ketika harus berangkat sendirian di belantara ibukota yang lalulintasnya kacau balau. Ya, bisa saja. Aku dengan sabar menunggunya. Hitung-hitung jadi punya alasan untuk menambah hukumannya. Waktu terus berjalan dan Bu Inez belum juga datang. Aku mulai merasa cemas jangan-jangan ia berbohong dan tak jadi datang. Aku telpon nomornya. Tidak aktif. Jam 8 ia belum juga menampakan tubuh gembrotnya. Aku bertambah cemas dan sebel. Merasa dibohongi.

Tapi jam 8.30 malam, pintu diketuk keras. Aku segera bangkit dari ranjang dan membuka. Dan Bu Inez sudah berdiri di depan pintu. Wajahnya tampak keruh. Mungkin baru saja menangis. Ada bekas air mata di pipinya meski sudah tampak mengering. Tapi bekas air mata itu membekas, merusak make upnya. Dan benar seperti dugaanku, seluruh tubuhnya basah oleh keringat. Bau kecut segera bertiup dari tubuhnya masuk ke kamar.

“Masuk!”
Tanpa berkata apa-apa ia segera masuk. Aku segera mengunci pintu. Belum sempat aku menanyakan alasan keterlambatannya ia sudah memelukku sambil menangis. Aku cukup kaget. Tak menyangka dia akan memelukku. Tubuhnya yang basah keringat itu memeluk tubuhku. Ia menangis sesenggukan. Sejenak aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Tapi sebagai master aku harus menjaga wibawaku. Tubuhnya yang bau itu tak boleh memeluk tubuhku seenaknya dan tanpa ijinku. Ia terus menangis.

“Heh! Apa-apaan ini. main peluk-peluk saja! Lepas!” Bentakku. Ia kaget dan segera melepaskan pelukannya.
“Jongkok di lantai!” perintahku. Ia dengan perasaan canggung segera jongkok menuruti perintahku. Ia berusaha menahan tangisnya.
“Kenapa terlambat? Jawab!” Bu Inez tak langsung menjawab. Tangisnya malah pecah lagi.
“Jawab, ******! Malah mewek!” Akhirnya setelah bisa menguasai tangisnya ia bercerita kenapa ia sampai terlambat.
“Saya menuruti perintah, Mas. Pakai tanktop dari rumah. Naik angkot ke sini. Semua orang menatap jijik badan saya. Tapi saya terlambat bukan karena itu. Waktu jalan kaki turun dari angkot beberapa orang preman merampok saya. Ada 3 orang. Mereka mengancam saya dengan pisau di sebuah gang sepi. Mereka merampas perhiasaan saya dengan paksa. Dompet dan hp saya juga dirampas. Mereka juga menguras duit saya di atm. Saya dipaksa memberikan pin-pin atm saya, Mas. Hu hu hu….” Bu Gendut kembali menangis.

Mendengar cerita itu sebenarnya aku kasihan juga. Demi menuruti perintahku ia sampai dirampok orang di jalan. Tapi sekali lagi aku master. Aku adalah majikannya. Maka aku berpura-pura tidak kasihan padanya. Malah aku harus menghukumnya.

“Bohong! Alasan saja! Supaya kamu tidak kena hukuman karena terlambat! Iya kan?”
“Bener, Mas, saya tidak bohong. Demi Tuhan saya tidak bohong. Mereka merampok saya. Mengancam akan menyembeleh saya kalau tidak memberikan yang mereka minta. Saya tidak bohong, Ampuni saya, Mas, ampuni saya. Hu hu hu….” Ia menangis terisak-isak.

“Terserah kamu mau pakai alasan apa. Aku tidak perduli. Yang jelas kamu terlambat. Dan kamu harus dihukum berat!” Aku mengambil rotan yang sudah kusiapkan.
“Buka celana! Cepat!” Dengan sedih Bu Gendut melepas celana jeansnya. Kini ia hanya pakai tanktop dan celana dalam.
“Nungging!” Ia menurut. Ia menungging. Pantatnya yang besar terpampang di hadapanku.
“Hukuman keterlambatanmu adalah 20 pukulan di pantat dengan rotan. Ngerti! dan panggil saya Tuan! Bukan Mas! Atau hukumanmu akan tambah lagi. Jelas???”
“Baik, Tuan.” Bu Inez menjawab dengan pasrah.
“Dan selama hukuman ini kamu harus menghitung dengan jelas setiap pukulan yang kamu dapat. Ngerti?”
“Ngerti, Tuan.” Tanpa menunggu lebih lama lagi aku segera merotan pantat lebarnya.
Plak!
“Auuuuh. Sakit, Mas. Eh, Tuan. Ampuuun!” Bu Inez menjerit kesakitan. Mungkin seumur-umur baru kali itu ia merasakan pukulan keras di pantatnya.
“Hitung, ******! Atau aku akan ulang lagi!”
“Iya iya… Ampun, Tuan. Satu.”
Plak!
“Aaaaaahhhh. Duaaaa….”
Plak! Aku rotan pantatnya makin keras lagi. Bu Inez menjerit dan menangis makin keras.
“Berisik, Monyong! Kamu mau seluruh penginap di hotel ini ke mari?”
“Ampuuun… Ampuunnn Tuaaan… Sakit sekali. Ampuuunnn…”
“Tahan, ******!”
Plak! Aku menghajar pantatnya sampai 20 kali.
“Cukup. Jongkok lagi!”
Bu Inez jongkok seperti posisi semula.
“Angkat kedua tanganmu dan taruh di belakang kepala. Bu Inez segera menuruti perintahku. Ia tahu aku akan mengecek ketiaknya. Apakah ia benar-benar tidak mencukur bulu keteknya.
Kedua keteknya yang berlemak dan basah keringat itu segera terpampang. Bulu-bulu halus dan lebat segera tampak. Dan bau kecut yang tajam segera tercium oleh hidungku. Kontolku menegang. Bau macam inilah yang merangsangku. Tapi aku pura-pura biasa saja.
“Bagus. Kamu sudah menurut tidak mencukur bulu ketekmu. Kamu slave yang penurut.”
“Terimakasih, Tuan.”
“Tapi bau ketekmu itu menjijikkan. Ngerti?”
“Ampun, Tuan. Saya memang tidak pakai parfum dan deodoran.”
“Iya. Tuan ngerti. kamu memang gak boleh pakai parfum dan deodoran. Tapi ketekmu juga tidak boleh bau seperti ini. Ngerti? Kamu akan kena hukuman atas bau ketekmu!”
“Ampun, Tuan. Maafkan saya…”
“Maaf apa?”
“Maaf karena ketek saya bau”
“Tidak ada ampunan. Kamu sudah terlambat. Sudah membuang waktu Tuan. Dan sekarang kamu pamerin ketek kamu yang bau. Kamu akan Tuan hukum.”
“Ya, Tuan. Saya siap menerima hukuman.”
“Bagus!”

Teman-teman, kira-kira hukuman apa yang pantas buat Bu Inez Gendut yang bau ketek ini? kalau ada usulan smapaikan ya, untuk melanjutkan cerita ini. Sampai bertemu di sambungan cerita berikutnya.
 
lanjutkan...
lanjutkan...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd