Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT METAMORFOSIS DAN POHON PALEM (By : FigurX)

FigurX

Pendekar Semprot
Daftar
27 Feb 2012
Post
1.590
Like diterima
6.700
Lokasi
Sawah
Bimabet

Update 1 : Tanggal 3 April 2012

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air RepublikSemprot yang saya hormati dan saya banggakan...Demi menambah khasanah perbendaharaan arsip forum yang semakin hari semakin beraneka ragam, maka dengan segenap senyum dan kerlingan mata...dengan bangga saya hadirkan karya saya yang terbaru berjudul : METAMORFOSIS DAN POHON PALEM.

Selamat menikmati, meresapi, dan menghayati...
Semoga memuaskan..



Salam Keren,
* FigurX * in Action...
…...........................................................................
…...........................................................................






BRUAKK...(Suara meja di pukul keras)
“Apa-apaan sih Rika ??, mau kamu tuh apa?...ini permen karet pasti kamu yang pasang!!!” Suara Citra melengking dan begitu terdengar panas ditelinga. Suara 7 oktaf di atas nada dasar itu sangat melengking mirip vokalis stillheart saat menyanyikan lagu she's gone.


“Ih kamseupay...biasa aja kalee Citt...heboh amat sih lu udikk...lu orang mikir sana dulu di WC baru ngomong !!..ngapain juga gue ngejahilin lu...najis ahh !!” Jawab lawan bicara Citra yang bernama Rika dengan nada sombong, congkak, dan penuh keangkuhan yang tiada tara.


Memang teriakan Citra itu bukan tiada alasan. Baru 5 menit yang lalu kursi duduknya ditempelin ranjau permen karet oleh Rika. Dan berita buruknya, Citra dengan sukses terkena ranjau itu sehingga membuat celana katun warna creamnya lengket. Nyata sekali nampaknya noda itu menghinggapi bagian pantat celana Citra, menodai keseksian pantat Citra yang sebelumnya terlihat padat menggoda apalagi dengan dipadu kain katun warna cream yang membuat bagian bumpernya itu terlihat bersih menggiurkan.


Rika and the gank memang terbiasa memanggil nama Citra bukan seperti yang tercetak di KTP Citra, tapi mereka lebih senang memanggil Citra dengan sebutan CITT. Mereka memberikan julukan itu dengan mengartikan bahwa CIT adalah CITRA dan T yang terakhir adalah TENGIK sehingga jika digabungkan menjadi CITRA TENGIK. Sungguh julukan yang sangat tidak manusiawi.


Di kampus, Rika and the gank terkenal sebagai biang onar dan murni kaum jahiliyah (suka jahil). Kemana dan dimanapun Rika berada, pasti keributan akan timbul disana. Nama Rika sudah cukup terkenal di seputar kampus. Kecantikannya dan 'Kebrengsekan' nya membuat ia laksana bintang di setiap obrolan warga kampus. Dua Lusin Kaum Adam yang pernah naksir kecantikannya, satu persatu mundur teratur setelah akhirnya merasakan mual dan berbagai efek samping lainnya saat melihat kejahilan, keusilan, keributan, keonaran, dan keangkuhan Rika.


“Hei...cewek usil...jelas-jelas lu yang tukang bikin jebakan...masih nyangkal juga !” Teriak seorang cowok kepada Rika setelah melihat pertikaian mulut antara Citra dan Rika.


“Yee...penggemar Citt ngebelain tuh...hihihi...iihh ganteng-ganteng kok mau ya sama Citt yang ndeso itu hihihihi...” Sambut Rika dengan tertawa geli.


“Hehh...kalo ngomong dijaga dong...kamu sukanya bikin gosip murahan tau ga ??!!!” Bentak Citra dengan tangan terkepal dan penuh amarah.


“Upss...maaf tuan putri udik...maaf....hahahaha...!!!” Jawab Rika dengan menghina dan kemudian ngacir pergi meninggalkan Citra dan Si Cowok “pembela' yang masih dirundung kekesalan akibat ulah Rika.


>>>>>>>>>>>




Bingung ?
Dibaca lagi aja yukk...




Seorang laki-laki bernama Lintang Timur adalah seorang dosen serabutan alias honorer di Kampus Ungu. Ia mengajar pelajaran tambahan komputer secara part time. Pelajaran komputer memang tidak menjadi mata kuliah di kampus ungu, UTS ataupun UAS juga tidak ada di pelajaran komputer. Namun, pihak kampus memberikan keleluasaan sebesar-besarnya pada para mahasiswa dan mahasiswinya untuk belajar komputer meski tak ada satupun jurusan tentang komputer disana. Perkembangan teknologi yang semakin maju menuntut setiap manusia di bumi ini untuk mengenal komputer. Oleh karena itulah, setiap siapa saja di kampus ungu tersebut diperbolehkan mempelajari komputer dengan terlebih dahulu mendaftar sebagai peserta pelajaran agar jadwal pembelajaran bisa disusun dengan rapi.


Kembali pada sosok Lintang Timur. Usianya belum tua, baru memasuki usia 26 tahun pada Februari 2012 kemarin. Orangnya smart dan telaten. Meski demikian, dandanannya tidak lantas kucel dan tidak pula berwajah wajah kutu buku banget. Ahli komputer ini terlihat sangat fleksibel dan santai. Wajah yang lumayan membuat cewek terkiwir-kiwir, pakaian yang selalu terlihat santai namun sopan, dilengkapi dengan potongan rambut cepak dan sebuah kacamata minus yang nangkring di hidungnya yang mancung membuat cowok yang satu ini terlihat begitu bersinar di usianya yang cukup dewasa. Cowok inilah yang telah menjadi 'pembela' Citra.


“Udah...biarin aja...cewek aneh macam itu ga perlu dipikirin...yang waras yang mengalah ya...” Ucap Lintang pada Citra yang masih saja memanyunkan bibirnya yang mungil imut hingga tujuh kilometer.


“Nyebelin banget tuh anak...huhh..!” Balas Citra dengan kesal.


“Tenanglah Citra...aku akan selalu menjagamu..” Batin Lintang dengan memandang lekat-lekat wajah cantik putih yang ada dihadapannya.


Sejak tiga bulan yang lalu saat pertama kali Lintang menginjakkan kaki di kampus ungu, wajah Citra Ida Harun sudah demikian menyita perhatiannya. Wajah cantik, kulit putih mulus, hidung mancung, rambut hitam panjang laksana gadis sunsilk, bentuk dada yang menarik meski tidak terlalu besar, dan bongkahan buah pantat yang seksi saat sesekali terlihat waktu Citra memakai celana panjang ketat sungguh benar-benar membuat Lintang 'kemecer'.


Lain sekali dengan Rika Ratih si tukang onar. Wajah jutek bin ngeselin selalu berpadu dengan tingkah laku yang cenderung negatif. Selalu saja ada keributan akibat tingkah laku Rika yang kelewat menyebalkan. Wajah Rika sebenarnya tak kalah cantik dibanding Citra. Namun sikap dan kelakuannya selalu saja 'memaksa' berbagai pejantan yang menyukainya menjadi berpindah haluan dan pergi.


>>>>>>>>>>>>>





Suatu hari di suatu siang. Udara segar menyeruak dan berhembus menyejukkan. Udara sejuk dan segar tersebut terus berputar-putar di sekeliling kampus ungu dan siap membius setiap tubuh yang rela menyumbangkan matanya untuk mengikuti kegiatan mengantuk ber-regu.


Tak terkecuali, kelas pembelajaran komputer yang siang itu sedang berlangsung dibawah asuhan lintang juga menerima serangan udara sejuk. Beberapa mata mahasiswa sudah mulai terlihat sayu dan siap terlelap.


JEPRETTT...
“Waduuhh...!!!” Teriak seorang mahasiswi bernama Dina. Awalnya ia sudah demikian terkantuk-kantuk di kursinya. Namun sebuah karet gelang yang menumbuk pipinya dengan keras membuatnya menjadi terkaget-kaget setengah mati.


“Hihihi...rasain lu tukang tidur...!!!” Ucap si pelaku penjepretan karet dengan pelan karena takut ketahuan Lintang yang sedang berdiri di muka kelas.


“Heiii...lagi-lagi kamu yah bikin onar..*** bisa diem apa?” Teriak seorang cewek yang ternyata adalah Citra dengan lantang karena merasa tidak terima atas perlakuan Rika terhadap Dina, sahabatnya.


“Aduhh Putri udik...ndeso...udah deh...ikut-ikutan nyamber kayak kompor aja lu ! Kampungan banget !!” Balas Rika dengan lantang pula.


“Apa kamu bilang ???” Citra terpancing dan berdiri karena marah.


“Ehh...apa-apaan ya kalian...ini jam belajar...!!!” Bentak Lintang setelah tahu keributan yang terjadi di kursi belakang.


“Pak Lintang yang terhormat...bagaimanakah menurut anda jika ada mahasiswi anda yang tidur saat pelajaran anda berlangsung???” Ucap Rika dengan mencibir.


“Sudah !!!....saya tidak mau tahu siapa yang salah dan siapa yang benar !! Rika...Kamu saya minta...DIAMM !! buat yang lain...silahkan cuci muka kalian bila mengantuk dan segera kembali kesini lagi !!” Hardik Lintang dengan emosi.


Pelajaran kembali berlangsung. Waktu pelajaran yang kurang 30 menit dirasakan Lintang sungguh begitu lama. Ia sudah tak terkonsentrasi lagi pada penyampaian materi. Penguasaan emosi bagi seorang Lintang Timur yang masih muda dalam dunia mengajar sungguh begitu sulit. Perasaan marah terhadap kelakuan Rika yang tidak menghargai jam pembelajarannya Lintang dan juga perasaan perhatian terhadap Citra sungguh sangat mengusik konsentrasi mengajarnya. Untuk menjadi pengajar yang baik memerlukan jam terbang yang tak sedikit.


>>>>>>>>>>>>>>>





Denting Piano
kala-jemari menari
nada merambat pelan
di kesunyian malam
saat datang rintik hujan
bersama sebuah bayang
yang pernah terlupakan

hati kecil berbisik
untuk kembali padanya
s'ribu kata menggoda
s'ribu sesal di depan mata
seperti menjelma
saat aku tertawa
kala memberimu dosa

ooo...maafkanlah
ooo...maafkanlah

reff: rasa sesal di dasar hati
diam tak mau pergi
haruskah aku lari dari
kenyataan ini
pernah kumencoba tuk sembunyi
namun senyummu
tetap mengikuti*



Alunan lagu Iwan Fals berjudul Denting Piano sayup terdengar dari tape compo Lintang yangg tergeletak di atas meja belajarnya. Lintang belum tidur, pikirannya melayang mencari jawaban dan cara merengkuh hati Citra yang sudah menyesakkan jiwanya. Semakin lama ia berpikir, semakin jauh khayalannya melayang tak tentu arah. Bahkan hingga ia berandai-andai jika Citra menjadi istrinya, melahirkan anak-anak mereka, dan setumpuk khayalan tingkat tinggi yang terus saja membumbung hingga serasa memenuhi seluruh ruangan kamarnya.


>>>>>>>>>>>>>>>>>>





“Citra, kubuka seluruh pakaianmu ya...” Ucap Lintang lirih disamping telinga Citra sehingga terasa sangat menggelikan dan membuat bulu remang Citra berdiri.


“Lakukan mas...lakukan untukku...semuanya buat kamu mas...ahh” Bisik Citra dengan lembut diiringi desahan tertahan akibat nafsu yang kian meninggi.


Dengan lembut, Lintang melepas satu persatu penutup tubuh Citra yang masih tersisa. Sejurus kemudian telah terlihat tubuh polos Citra tanpa terbungkus apapun. Wajah Citra yang dihiasi senyuman penuh godaan membuat mata Lintang seakan melompat. Tubuhnya terlihat begitu indah menawan. Rambut panjangnya tergerai indah terbelah leher jenjang nan mulus. Rambut itu terus menjuntai menyusuri tepi kanan dan kiri leher Citra dan menggantung bebas didepan dada Citra seakan rambut itu mencumbui dan menikmati sendiri keindahan buad dada mancung dengan hiasan puting bulat mungil.


Perut rata dan langsing milik seorang pesenam aerobik terpampang di depan Lintang. Pinggul yang ramping terus beralur menurun dan kemudian menanjak membentuk belokan curam dan melekuk indah menjadi sepasang buah pantat yang sungguh membuat jantung berdebar. Tepat dibalik buah pantat yang menggetarkan jiwa tersebut, bertengger serumpun rerumputan perdu yang tertata rapi dan menarik. Rerumputan itu terus berjajar kebawah dan berpisah di sebuah ceruk yang menjorok kedalam. Disamping kanan dan kiri ceruk itu tersusun manis beberapa bongkahan kecil seperti daging yang seakan menari-nari dan memanggil Lintang untuk mendekat dan mendekat.


Lintang sudah tak sabar lagi. Dengan tergesa ia tanggalkan sendiri pakaian yang menutupi tubuhnya. Kini Lintang dan Citra sudah sama-sama bugil dan saling berhadapan satu sama lain. Dengan tergesa pula ia rengkuh tubuh mulus indah dihadapannya. Dikecupnya bibir mungil Citra dengan penuh nafsu meraja lela. Citra dibuat kelabakan dibuatnya. Nafas Citra memburu seakan berpacu dengan dengus nafas Lintang yang sekian waktu terus menghembus menembus kerongkongan Citra. Lidah saling bertaut, daun bibir saling memagut, kecipak air mulut yang saling berebut menghisap dan mengulum terdengar bagai irama lagu tanpa nada.


Kedua tangan dalam sokongan dua lengan kekar Lintang yang semula tergantung bebas kini mulai 'berulah' dibawah perintah sang otak. Kedua telapaknya menengadah. Kembang kempis kumpulan jemarinya mencari gugusan gunung mancung yang tidak terlalu besar itu namun sangat menarik dan indah dipandang mata. Tak lama berselang, kini kedua telapak tangan berikut kesepuluh jemari Lintang telah asyik bermain dengan dua barang kenyal yang lembut halus laksana puding yang sangat menggiurkan untuk di kunyah dan ditelan.


“Uhhhm...” Citra mendesah lirih dalam keadaan menikmati perlakuan manja pada bibir dan buah dadanya. Lintang semakin giat dan penuh 'kerelaan' mengumbar hasratnya merengkuh gayung demi gayung mutira kenikmatan bercinta yang semakin deras tercurah dari liuk tubuh, desahan, dan pelukan Citra yang semakin lama semakin panas.


Tak tahan merasakan semua rasa yang kian menyesak memenuhi alam pikirnya, Lintang segera membawa Citra pada sebuah kursi. Didudukkannya Citra dengan berhadapan di pangkuannya. Dimintanya Citra agak berdiri sejenak, diarahkannya sang batang Pens kelubang yang sudah siap dam menganga diatasnya. Suasana hening sejenak. Desahan Citra yang tadinya menyeruak sesaat sirna. Masing-masing sedaang sibuk saling membantu terlesakkannya si Pens ke sarang barunya. Setelah berusaha beberapa saat lamanya, akhirnya dengan sukses si Pens dapat tertelan sepenuhnya ke Vegs Citra.


“Uhh...hkk” Teriak Citra tercekat dikerongkongan saat merasakan Vegs nya berhasil menelan penuh batang Pens Lintang. Sesaat mereka terdiam sejenak meresapi suasana baru dan penuh perkenalan.


Lintang seketika mengangkat buah pantat Citra dan melepaskannya kembali berulang kali. Otomatis terjadilah peristiwa tusuk tarik yang menggetarkan jiwa.


“auhh auh..” Citra hanya menjerit tertahan setiap kali batang Lintang habis ditelan Vegs nya. Citra mendongak-dongakkan kepala semakin kebelakang setiap kali merasakan kenikmatan. Mendongaknya Citra membuat buah dadanya semain terlihat membusung menggoda tepat di depan hidung Lintang. Dengan buas Lintang menyambut buah dada itu dan mengenyotnya dengan penuh nafsu.


Tangan Citra meremas rambut dikepala Lintang dengan gemas. Ia acak-acak rambut Lintang sambil terus saja mulutnya mendesis dan merancau tak jelas. Terkadang terdengar suara Citra seperti menyebut nama Lintang namun kemudian hilang kembali ditelan raungan nikmat yang terlontar dari bibirnya yang mungil imut.


“Mass..Lin..tang...auhh sshh” Begitulag suara Citra setiap kali ia merasakan kenikmatan tak berujung yang terus dan terus saja menderanya tiada henti. Lintang pun tak tahu apakah Citra sudah mencapai orgasm nya atau belum. Atau bahkan sudah berulang kali mencapai orgasm, Lintang juga tak menyadarinya. Mereka berdua merasakan kenimtana yang amat sangat pada 'perkenalan” perdana ini. Orgasm Citra belum menjadi perhatian yang serius bagi mereka. Bagi mereka, yang penting mereka terus saja mereguk dan mereguk apapun kenikmatan yang ada seakan tiada mau berhenti.


Kelelahan dan cucuran peluh tak menyurutkan nafsu mereka. Gerak tubuh dan ayunan pinggul seakan kompak seirama demi menggapai puncak yang sangat tinggi. Semakin di daki, puncak itu semakin meninggi dan terus meninggi. Seperti puncak yang tiada berujung. Kepuasan yang seakan tak pernah mau berhenti mencari titik balik.


Tiba-tiba Lintang merasakan kedutan dahsyat yang bergulung kian mendekat. Semakin Lintang menghindar, gulungan denyut itu semakin mengejar. Hingga akhirnya Lintang pun menyerah, tenaganya serasa telah habis untuk terus menghindar. Gulungan denyut itu menggempur tubuh Lintang dengan keras. Deras semburan terlontar dari sela Pens nya. Laksana lahar hangat bergulung datang dan meleleh memenuhi lubang Vegs Citra. Sebagian lagi mengalir di paha Lintang.


Lelehan itu terus saja mengalir membentuk anak sungai di paha Lintang dan semakin lama terasa seperti celana pendek Lintang basah...


Dan Lintang pun terbangun...


Huffhh...Ternyata yang dialami Lintang hanyalah mimpi. Lintang baru saja merasakan mimpi basah yang luar biasa. Khayalan dalam mimpi itu timbul setelah semalaman Lintang melamunkan Citra dengan segala keinginan yang belum bisa terpenuhi.


>>>>>>>>>>>>>>>>




Hari ini Lintang sudah bertekat untuk memberikan perhatian yang lebih pada Citra. Langkah kakinya dengan mantap dan yakin menyusuri lorong kampus ungu menuju lab komputer yang terletak diujung lorong.


“Rika...tahu Citra dimana gak?” Tanya Lintang pada Rika setelah tiba di tempat yang ia tuju namun tak menemukan sosok seorang Citra disana. Hanya ada Rika yang sibuk browsing dan membuka sebuah toko online di internet.


“Tau...!! Pulang kampung ke ndeso kalii...!!” Jawab Rika dengan asal.


“Ih kamu ya...ditanyai juga...huhh..!!!” Balas Lintang dengan cemberut kemudian segera berlalu keluar untuk melanjutkan mencari Citra.


Langkah yakin Lintang terhenti. Sekitar 10 meter dihadapannya tengah duduk seorang Citra bersama dengan seorang mahasiswa. Mereka terlihat begitu akrab. Sendau gurau mereka terdengar sangat asyik dan seru sekali. Sesekali nampak si cowok mencolek pinggang Citra seperti hendak menggelitik. Tangan Citra kemudian terlihat membalas perlakuan si cowok dengan memberikan hadiah cubitan di lengan.


Lintang tertegun. Matanya begitu tajam memandang kedua insan tersebut. Tatapan mata dingin sedingin es tergambar di balik kelopak mata Lintang. Hatinya berdesir-desir menyuarakan teriakan kepedihan yang tak cukup kuat untuk ia lontarkan melalui mulutnya yang masih terlihat terkunci dengan rapat tanpa mampu berucap. Sekejap pandangan dan rona muka Lintang berubah menjadi dingin dan datar. Tatapan mata tanpa cinta, kosong, penuh kebencian...



Lalu bagaimana ?


Apakah begini ?


Ataukah begitu ?


Silahkan ditunggu...:p
 
Terakhir diubah oleh moderator:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
lanjutt....keren ceritanya...ada romantisnya juga dong gan,jangan hanya sex melulu!
 
wiiidiiih punya cerita baru ga bilang-bilang :D

keren gan :jempol::jempol:

ane tunggu kelanjutannya :Peace:
 
Behsyettt penghuni cerita panas dihantam lagi dengan cerita baru yg DAHSYAT LALALA YEYEYE LALALA YEYEYE LALALA YEYEYE :)
 
Anjrit makin banyak aja penulis maestro di room ini :ampun:

makanya ente ikutan nulis mod biar makin seru.. Meet and great nya gimenong ntuh?

@FigurX: Ati2 kena syndrome badmood bro.. Gue udah megap2 neh, mana kena flu berat lagi haddew!
 
makanya ente ikutan nulis mod biar makin seru.. Meet and great nya gimenong ntuh?
Mau ikutan nulis cuma minim inspirasi dan fantasi :(

Masalah meet greet ntar belum gw rapihin lg gimana konsepnya.. Klo soal waktunya kapan, coba lu tanyakan dulu pada rumput yg bergoyang :joget:
 
hebat...keren..fantastis..bombastis...:mantap::mantap:
 
Ada pembaca yang bilang : "berasa ngikutin cerita di tipi...."

Sinetron Putih Abu-abu maksudnya ???? hehehe...tentu tidak...kan sudah minum c*mbantrin...!!! hehehe.




Update 2 : tanggal 5 April 2012


Apakah saudara-saudara sekalian penasaran tentang kelanjutan cerita ini?

Kenapa kok penasaran?

Emang mau apa kalo penasaran ?


Mau lanjut.....????


YUKKK MARII....



Salam Keren aja deh,
* FigurX * in Action...


…...................................................................
…...................................................................






PRAKKK...BUKK..BUKK!!!
Tiga bogem mentah Lintang melayang tanpa permisi ke rahang dan perut mahasiswa teman Citra. Setelah pukulan itu berhenti, Citra dan Lintang menjadi saling pandang. Begitu juga dengan si mahasiswa korban Lintang, ia memandang heran ke arah Lintang kemudian berganti memandang Citra dengan penuh tanda tanya. Lintang sendiri bingung dengan keadaan dirinya, dengan apa yang sudah dilakukannya, dan dengan kekalutannya. Ia seperti sedang bermimpi, namun semua ini nyata adanya. Dan sekarang, seorang korban telah berdiri tegak di depan Lintang untuk bersiap menuntut balas.


“Apa-apaan sih lu Pak? Main pukul aja tanpa alasan !!!” Bentak si mahasiswa bernama Sonny dengan berang sekaligus tengsin karena beberapa mahasiswa lain memperhatikan kejadian itu dari jauh.


Lintang hanya terdiam tanpa ada sepatah katapun terucap. Lidahnya seperti kelu, mulutnya terkunci. Hanya binar matanya yang masih menyiratkan sebuah amarah yang terbelenggu dalam ruang hampa dan terletak nun jauh di kotak berkelambu dalam dada Lintang, sebuah kotak tempat berkeluhnya. Sebuah kotak berkelambu yang disebut dengan sebongkah daging bernama hati.


“Hei...!!! ngomong....!!!” Bentak Sonny lagi dengan gusar dan penuh kekecewaan.


“Mas Lintang...ada apa mas??? kenapa mas???” Imbuh Citra dengan lembut namun sungguh menggetarkan hati sanubari Lintang yang dikala itu sedang kelam. Sekelam awan yang berarak mendung diatas sana.


Hati Lintang kembali pilu tatkala suara Citra kembali menyeruak dan mengalir di lubang telinganya. Menghempas keras menumbuk gendang telinganya. Lalu kemudian merasuk jauh...jauh hingga dasar samudera hati yang gelap tanpa cahaya.


“Pak...maunya apa? Hahh!!!” PRAKKK !!!!, satu hadiah bogem mentah Sonny mengarah tepat di tulang hidung Lintang akibat kegusaran Sonny yang sudah di ubun-ubun. Lintang terdorong tiga langkah kebelakang. Darah segar mengalir pelan menyusuri lubang hidungnya dan menjalar pelan hingga menyentuh bibir atas Lintang.


Citra terpekik. Ia begitu kaget dengan kejadian mendadak tersebut. Tanpa ada alasan dan juga tanpa ada ucapan sepatah katapun dari Lintang, namun begitu membuat takut Citra yang berhati lembut. Seketika Citra menangis demi menghadapi pertengkaran tanpa nama tersebut. Sonny hanya terdiam ditempatnya berdiri tanpa mengucapkan kata apa-apa. Terlintas dari sorot matanya menyiratkan kepuasan karena telah melakukan pembalasan atas perbuatan 'gila' Lintang.


“Sudah...!!!!...hikk..hiiiik” Citra berteriak dan menangis.


Dengan tatapan kosong, Lintang berusaha memperbaiki posisinya berdiri. Sedetik kemudian terlihat ia berjalan menjauh dan pergi tanpa mengucapkan apapun. Citra dan Sonny saling berpandangan penuh tanda tanya. Sepasang mata dibalik gedung kampus memandang dengan iba pada kejadian itu.



>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>






Satu minggu setelah kejadian. Jam pembelajaran komputer kembali berjalan. Hingga hari itu, tak ada satupun obrolan antara Lintang dan Citra. Meski Citra berusaha mendekat dan mengajak berbicara Lintang, tetap tak ada tanggapan. Tetap saja mata Lintang kini telah berubah. Tatapan mata tanpa cinta, kosong, penuh kebencian...


Dalam hati Citra bertanya-tanya, apakah ada kesalahan Citra yang begitu membuat Lintang gelap mata?. Namun Citra seperti tak menemukan titik terang. Citra dibuat bingung sendiri oleh tingkah aneh Lintang.

Hari itu Lintang pulang dengan wajah kuyu dan lesu. Tak ada gairah dan api semangat di matanya. Semuanya terlihat hampa. Setelah menyalakan mobil Katana kesayangannya, Lintang segera meluncur meninggalkan kampus ungu. Tiba di kosannya, Lintang lantas menjatuhkan tubuhnya di atas kasur tanpa melepas sepatu maupun berganti pakaian. Tak terasa airmatanya mengalir. Bukan airmata cengeng, melainkan airmata duka yang begitu dalam dan berat tak terhingga.

….......................
Apa dan apa...
Pikiran dan hatiku berkutat pada kata 'apa',
Apa yang kujalani?
Apa yang kurindui?
Apa dan apa ku tak tahu lagi.


Gelisah menggelepar di sisi tiang pancang gantungan,
Rinduku meradang,
kisahku malang,
binarku gersang.


Bisik nuraniku sudah tak bekerja lagi,
Teriakan hatiku telah mati,
jiwa bengisku lahir kini,
mengikis perih menjadi pilu,
menghunus kasih menjadi sendu,


Jiwaku kosong,
Berjalang sempoyong,
memapah keranda cinta,
mengubur rasa...

….................................................



Bunyi tuts keypad HP Lintang bersahutan, berbait-bait puisi luka ia torehkan di notepad HP nya. Kepedihan yang dirasakannya seperti telah menguap dan pergi seiring dengan tertulisnya bait demi bait puisi curahan jerit hati. Lama matanya nanar memandang kesekeliling ruangan kamarnya tanpa ada gairah. Perut lapar yang sedari pagi belum terisi tak diacuhkan pula oleh Lintang. Nyala api jiwanya seperti telah padam, sirna, dan tenggelam di dasar laut terdalam yang gelap, kelam, dan nista.


TOKK..TOK.TOOKK !!!
Suara Pintu kamar Lintang diketuk seseorang dari luar sana. Lintang berdiri, dengan langkah gontai ia putar gagang pintu.


“Mas Lintang...mas....perbolehkan aku masuk..!!!” Suara lembut seorang cewek yang pernah menggetarkan jiwa Lintang tiba-tiba menyeruak di ruangan kamar Lintang. Citra telah berdiri dengan cemas dihadapan Lintang, di ambang pintu kamar Lintang.


Lintang hanya berdiri tanpa suara. Langkahnya berputar dan kembali ia menuju tempat tidur tanpa memperdulikan kehadiran Citra. Citra segera menyusul Lintang dan menutup pintu kamar Lintang. Sesaat kemudian terlihat Citra duduk di tempat tidur, sekitar satu meter disamping Lintang yang juga duduk dengan tertunduk. Mata Lintang masih kosong menatap silang silih garis ubin yang sedari dulu memang sudah bergaris seperti itu.


“Mas...mas...Mas Lintang ada apa sih...??? cerita ke Citra dong..!!” Ucap Citra membuka pembicaraan. Namun Lintang tetap saja diam, diam dan diam tanpa suara.


“Mas...ngomongg dong !!!”


“Mas...!!!”


“Uhh Mas Lintang kok gitu sih...”


“Citra sudah capek-capek naik taksi ngejar mobil mas sampai kesini...eh disuguhin sama DIEM doang !!”


“Ayo dong mas...”


“Mas...Mas Lintangg !!!”


“Ma........”


Suara Citra yang terakhir tak berlanjut karena dengan cepat tiba-tiba Lintang merengkuh tubuh Citra dan dengan kasar memaksa Citra untuk rebah di tempat tidur. Citra panik, namun keadaan telah membelenggu Citra dengan ketidak berdayaan. Dengan mudah Lintang merebahkan Citra dan sekejab kemudian Lintang telah berada di atas tubuh Citra.


Citra terus saja meronta dan mencoba melepaskan diri dari terkaman Lintang namun semakin ia meronta, semakin erat pula himpitan yang diberikan Lintang. Dengan kasar, Lintang memaksa mencium bibir Citra. Citra tak bergeming, mulutnya terkatup rapat. Namun tangan kiri Lintang beranjak membantu dan memaksa menekan rahang Citra untuk membuka. Akhirnya dengan kaku Lintang berhasil mengulum dan melumat wanita cantik yang sedang ada dalam kekuasaannya.

“Ehmm Mas...jangan...!!!” Citra berteriak demikian panik diantara ronjokan lidah Lintang yang berusaha terus menyodok relung bibir Citra. Citra semakin gelagapan dan hilang nafas akibat perbuatan paksa Lintang.


“Ufhh...jang...ngan..” Terus saja Citra meminta Lintang untuk menghentikan aksi gilanya. Namun Lintang seperti sudah gelap mata.


Pada satu kesempatan, kaki Citra berhasil menekan mundur perut Lintang yang sedang menindihnya. Kesempatan itu dimanfaatkan Citra untuk segera bangun dan beringsut menghindar. Tapi kekuatan Lintang lebih cepat, kembali ia menindih dan menghimpit sehingga Citra yang sudah hampir bangun menjadi terhempas kembali ke tempat tidur dengan keras.


“Aduuhh Mas kok begini sih hiikks hikk” Citra mengaduh kesakitan saat kepalanya berasa seperti terpelanting ke kasur. Tangisan mulai terdengar lirih di sela bibir Citra yang mungil.


Dengan kasar Lintang memaksa membuka kaos yang dipakai Citra. Tak berhenti di situ saja, celana jeans yang melekat seksi di kaki jenjang Citra ditarik paksa oleh Lintang agar terlepas. Kini Citra hanya terlihat mengenakan Bra dan CD yang sangat minim dan tak cukup sempurna menutupi bagian-bagian menarik di tubuh indah Citra.


Buah dada yang mancung terbungkus Bra warna coklat tua sungguh terlihat menggemaskan dan pantang untuk tidak dicoba kekenyalannya. CD mini berwarna putih dibagian bawah tubuh Citra yang membungkus ketat bagian Vegs intimnya terlihat sangat kurang bisa menutupi bagian mahkota kewanitaan Citra. Beberapa bulu pubis tipis menyembul nakal di sisi samping kanan dan kiri CD nya. Tubuh yang putih dan bulatan buah pantat yang menggoda menambah keindahan tubuh semi bugil Citra.


Citra berusaha menutup kedua pakaian terakhirnya dengan tangan dan lengan. Namun tentu saja tak membuahkan hasil, bahkan hanya membuat Lintang semakin kalap karena ketidak patuhan Citra padanya.


“Jangan mas...jangan diteruskan...ampuunnn !!! hikkss huaaa” Citra berteriak dan menangis memohon agar Lintang melepaskannya. Lintang hanya menoleh sesaat dan kemudian kembali melanjutkan serangan demi serangan brutalnya.


Tak bertahan lama, akhirnya terlepaslah penutup buah dada Citra dengan satu tarikan pada kaitan bra Citra yang terletak di depan dadanya. Dengan satu tarikan panjang pula Lintang mampu menarik paksa CD Citra hingga terbetot lepas dengan cepat dan tanpa sopan dari kaki Citra yang mulus.


Demi melihat tubuh molek Citra, Lintang bergidik menggila. Dengan posisi masih menindih tubuh Citra, Lintang melepaskan satu persatu pakaiannya sendiri. Sekejab Lintang telah bugil dengan sempurna. Batang Pens nya yang sudah berdiri mengeras terihat berkilat bagian kepalanya akibat lelehan pelumas yang sepertinya sudah beberapa kali mengucur keluar karena begitu tergiurnya mata Lintang pada lekuk indah dan seksi dari tubuh Citra.


Posisi Lintang yang sedikit condong kedepan dalam menghimpit tubuh Citra membuat Pens Lintang menekan bagian perut Citra. Citra begitu terkaget dibuatnya. Ia sangat kalut. Ia tak tahu lagi apakah yang akan dilakukannya setelah ini. Apakah ia harus terus meronta tanpa daya?. Ataukah ia pasrah saja menerima ini semua?, toh ini juga permainan nikmat yang disukai orang dewasa manapun. Dan lagi Citra juga sudah tidak perawan lagi akibat persetubuhannya dengan mantan pacar kala SMA dahulu. Pikiran Citra terus berkecamuk antara berlaku menolak perbuatan Lintang dan menerima kenikmatan yang diberikan Lintang. Pikiran Citra sudah demikian kusut untuk bisa menentukan pilihan. Ia hanya bisa terombang-ambing terhempas dalam ketidak kuasaan diri.


Lintang dengan kasar dan keras meremas bagian buah dada Citra. Citra hanya mengaduh menerima perlakuan kasar Lintang. Perlakuan yang sama sekali jauh dari kata lembut, mesra, dan geli. Semuanya begitu terasa menyiksa bagi Citra. Meski dari dalam lubuk hatinya terasa sebuah getaran aneh yang seakan meluluskan setiap tindakan kasar Lintang kepadanya. Ia merasakan sebuah sensasi langka, unik, berdesir, namun juga menyakitkan.


Lintang sudah seperti harimau lapar yang siap menerkam mangsanya yang tak berdaya. Ia telah lupa pada cita-cita dan lamunannya untuk memperistri dan menggauli Citra dengan lembut. Angan-angan untuk memiliki rumah tangga dan anak bersama Citra seperti telah ditelan gulungan ombak keruh dan sirna tanpa bekas.


“Jangannnn !!!” Citra meronta tiada henti meski upaya apapun tak akan membantunya terselamatkan dari terkaman harimau bernama Lintang Timur.


Meski Citra kini telah 'sedikit' terbiasa dan 'sedikit' pula menikmati perlakuan aneh Lintang kepadanya, namun akal sehat Citra lebih berkuasa menumbuhkan hasrat untuk membela harkatnya sebagai wanita. Ia juga sangat tidak menginginkan Lintang berubah seperti ini. Lintang yang sekarang bukan seperti Lintang smart dan lembut yang dikenal Citra. Lintang yang sekarang adalah Lintang yang seperti kerasukan Jin harimau dari gunung merapi yang dijaga mak lampir. Begitu gahar, beringas, dan tak mengenal kebaikan sedikitpun.


Perlahan terlihat Lintang beringsut maju. Nampak Lintang menyodorkan batang Pens nya ke arah mulut Citra seakan sedang menyuapi seorang bayi dengan sebuah pisang raja yang besar mengenyangkan. Citra mendelik super kaget dibuatnya. Namun sisa-sisa kesadarannya mampu menumbuk otak dan pemikirannya untuk melakukan sebuah rencana jitu demi untuk melumpuhkan kebuasan sang harimau dari merapi.


Dengan patuh Citra membuka mulutnya seakan siap sedia menerima persetubuhan antara batang Pens Lintang dan rongga mulutnya. Perlahan namun pasti batang Pens Lintang yang kekar berurat menerobos menyusuri milimeter demi milimeter rongga mulut Citra. Nafas Citra tertahan, jantungnya berdegup dengan kencang. Perasaan takutnya demikian besar meyeruak dan berulang kali seperti sedang menekan-nekan tombol sirine tanda bahaya. Namun hati Citra berusaha sekuat mungkin untuk tidak goyah. Dengan berani dan penuh semangat ia terima ronjokan batang Pens Lintang.


Satu...Dua...Tiga tusukan Pens ke mulut Citra berhasil berjalan dengan mulus dibalik empotan bibir dan lidah Citra. Jujur sebenarnya Citra mulai menyukai tugas barunya itu. Namun Rencana besar tengah ia siapkan demi untuk menyadarkan seorang Lintang. Rencana apaan sih ???.


Masuk pada tusukan ke 4, Dengan cepat Citra MENGGIGIT sekuat-kuatnya batang nikmat Lintang. Meski diakui Citra tak menggigit terlalu keras seperti hendak memutuskan batang tersebut. Namun tindakan cepat dan meyakitkan itu sontak membuat Lintang kaget dan menjerit bukan kepalang.


“Addduhhh !!!!” Lintang melengking dengan keras dan kencang merasakan siksaan pada bagian tengah batang jantannya. Ini adalah ucapan pertama yang keluar dari mulut Lintang terhadap Citra setelah terakhir Citra ngobrol dengan Lintang sekitar seminggu yang lalu sebelum terjadi peristiwa pemukulan itu.


Seketika terlihat Lintang melompat turun dari tempat tidur dan beringsut ke pojok kamar. Sejurus kemudian terlihat ia berjongkok dan memegangi batangnya yang dirasa sangat sakit. Awalnya Citra merasakan takut yang luar biasa, ia takut jika Lintang semakin marah dan tak terkontrol yang kemudian berlaku sadis kepadanya akibat perlakuan 'menggigit' Citra.


Suasana menjadi hening seketika. Sesekali hanya terdengar suara lirih Lintang yang mengaduh menahan rasa sakit yang sepertinya belum juga hilang.


“Mas...sadarlah mass...Mas Lintanggg !!!” Citra berteriak galau kepada Lintang dengan mengerahkan sisa-sisa keberaniannya.


Lintang mengangkat mukanya dengan lemah. Ia pandang wajah Citra lekat-lekat. Citra diam menunggu reaksi yang dilakukan Lintang. Beberapa detik kemudian, Lintang terlihat tersedu. Bukan karena rasa sakit amat sangat yang menderanya, namun lebih pada bentuk bukti penyesalan yang dalam karena perbuatan bejatnya. Isak tangisnya begitu membuat hati Citra teriris. Isak tangis penuh kepiluan dan kedukaan yang sangat mendalam.


“Kenapa mas berlaku seperti ini mas??...Kenapa???” Sambung Citra mengisi diam diantara mereka.


Suasana kembali hening kembali tanpa ada ucapan jawaban dari Lintang. Senyap, hanya terdengar dengus dan isak Lintang yang seperti ditahannya. Suara kipas angin yang terus berputar dan telah menjadi saksi bisu kejadian itu mengiringi isak Lintang.


Semuanya diam dan saling menunggu. Lintang masih berjongkok di sudut ruangan. Citra juga masih terpekur membisu di atas ranjang Lintang. Ia telah lupa bahwa ia masih dalam keadaan bugil. Namun gejolak perubahan Lintang yang di inginkan Citra mengalahkan rasa malu akan ketelanjangan Citra.


“Aku....aa..aku...Cinta sama kamu...!!!” Ucapan Lintang terbata memecahkan keheningan dan mengagetkan Citra.


“Aku cemburu dengan....Sonny yang kupukul itu...Maaf...!!!” Lanjut Lintang lagi dan semakin membuat kaget Citra yang menampakkan wajah heran plus bingung tujuh turunan.


Seorang lelaki yang sedang dirundung cinta kadangkala berubah menjadi irasional dan lebih meningkat sensitifitas dalam jiwanya. Kadangkala sensitifitas itu akan semakin berlipat ganda jika dilumuri oleh duka dan sakit hati yang mendalam. Tak terkecuali pada apa yang telah dirasakan Lintang. Bukan ia gila, bukan pula ia posesif atau pencemburu akut, tapi ini adalah murni bersitan reflek jiwa yang terkadang hadir membawa kalut tak berujung tanpa bisa menemukan jalan keluar bagi masalah yang dihadapinya. Ini bisa saja terjadi pada siapapun meski dalam kadar dan prosentase sensitifitas yang berbeda-beda.





Intermezo :

[ Nona-nona, mbak-mbak, ibu-ibu, dan semua perempuan di negeri ini...jika (weleh2 jangan sampai !) misalnya terpaksa telah terjadi pemerkosaan terhadap diri anda, silahkan dicoba trik Citra diatas. Dijamin tokcer kwadrat ampuhnya. …silahkan bagikan trik ini kepada siapapun kerabat dan kenalan anda yang cewek demi menyelamatkan harkat dan martabat perempuan di negeri tercinta kita. Intermezo ini hanya sekedar saran belaka tanpa ada unsur paksaan sedikitpun.]





“Citra, Lihatlah aku disini...melawan getirnya takdirku sendiri...tanpamu...aku lemah dan tiada berarti...!!!” Lanjut Lintang dengan menirukan potongan syair lagu Naff yang sangat dalam dan menyentuh.


“Mas Lintang...dengerin aku mas...tatap mataku !! aku tak ada hubungan cinta dengan Sonny, malahan dia itu adalah anak tanteku mas...tapi....sebenarnya jujur...aku sudah punya tunangan di kotaku sana yang kata Rika disebut ndeso atau udik itu !!....sebentar mas jangan kaget dulu....sebenarnya aku juga menaruh simpatik pada sosok mas Lintang...terus terang aku ga bisa menjanjikan ikatan hubungan apa-apa sama mas untuk saat ini, Meski begitu...aku mau kok mas jalan bareng sama mas di sini !!...toh tunanganku juga jauh disana...tapi sekali lagi plisss...jangan menganggap aku memanfaatkan mas atau menduakan mas...aku hanya ingin murni bisa menjalani kisah bersama mas meski tanpa ikatan...roda itu bulat dan bisa berputar mas...mas mau kan???” Ungkap Citra dengan gamblang tanpa tedeng aling-aling.


Lintang hanya diam dan memandang wajah cantik Citra lekat-lekat. Tak ada lagi ucapan yang keluar dari bibirnya. Anggukan kepalanya mewakili semua perkataan yang tak mampu lagi terlontar dari bibirnya. Matanya masih berkaca-kaca. Kisah cintanya telah menemukan labuhan meski tak sepenuhnya memuaskan kejiwaannya. Namun yang pasti, hal itu sedikit banyak telah menyelamatkan keterpurukan dan kekelaman hati Lintang yang awalnya sudah tak berpayungkan keteduhan.


Perlahan Citra bangkit, ia kenakan kembali pakaiannya. Tak lupa, onggokan pakaian Lintang yang tergeletak di lantai ia angsurkan ke arah Lintang untuk juga dikenakan. Beberapa saat mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing dalam berbenah pakaian. Kesakitan yang diderita Lintang sepertinya telah berangsur-angsur membaik. Untunglah tak ada luka disana. Sekilas Citra melihat guratan bekas giginya membentuk alur cekung di pertengahan batang Pens Lintang.


Citra beringsut maju ke arah Lintang. Dengan penuh perasaan ia rengkuh tubuh kekar dihadapannya. Mereka saling berpelukan hangat. Isak tangis Citra kembali berderai membunuh keheningan di ruangan kamar Lintang. Sedangkan Lintang, ia masih sulit berkata-kata. Kenyataan yang baru saja ia dapatkan dan ia hadapi begitu cepat melintas dan membuatnya begitu shock. Namun keadaan Lintang sudah jauh lebih baik sekarang. Ketenangan wajah Lintang yang seminggu ini telah hilang, kini telah kembali. Senyum tipis menghiasi bibirnya meski guratan keletihan dan kesedihan masih belum sepenuhnya sirna dari keningnya. Berkali-kali ia lepas dan pakai kembali kacamata minusnya hanya untuk menyeka lelehan airmata yang sudah hampir surut.


“Terimakasih banyak Citra...aku tak tahu lagi harus ngomong apa...setelah ini tolong kamu pulang dulu ya...aku butuh waktu sebentar untuk sendiri !!!” Ucap Lintang dengan pelan.


Citra Memeluk Lintang dengan erat. Sebentar kemudian ia kecup pipi lelaki gagah itu dengan cepat dan kemudian beranjak pergi meninggalkan kamar Lintang dengan sebelumnya melambaikan tangan halusnya kearah Lintang. Tubuh indah Citra hilang dibalik pintu kamar Lintang diiringi tatapan mata Lintang yang terus mengikuti langkah Citra.


>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>







….........................................
Waktu terus berlalu
Tanpa kusadari yang ada hanya aku dan kenangan
Masih teringat jelas
Senyum terakhir yang kau beri untukku
Tak pernah ku mencoba
Dan tak ingin ku mengisi hati ku dengan cinta yang lain
Kan kubiarkan ruang hampa didalam hidupku

Bila aku harus mencintai dan berbagi hati itu hanya denganmu,
Namun bila kuharus tanpamu,
Akan tetap kuarungi hidup tanpa bercinta

Hanya dirimu yang pernah tenangkanku
Dalam pelukmu saat ku menangis

…........................................



Lintang menyalakan tape componya dan memutar sebuah lagu berjudul : Rahasia Hati yang dipopulerkan oleh grup band Element. Bait demi bait syair pada lagu itu ia resapi dalam keheningan jiwa. Sayup laksana burung-burung mulai bernyanyi kembali dalam lubuk hati Lintang yang gersang dan kosong. Dedaunan hijau yang rindang mulai kembali bersemi di pematang jiwanya. Angin sepoi sejuk membelah puing-puing keretakan jiwa dan mengeras disana membentuk tebing dinding kelambu jiwa baru yang bersih dan bercahaya.




TOKK TOKK TOK !!!


Pintu kamar Lintang kembali terdengar diketuk dari luar. Dengan berat hati kembali Lintang berjalan menuju pintu.


“Aden....!!!” Seorang kakek-kakek sekitar berumur 73,5 tahun muncul diambang pintu kamar Lintang.


“Oh kakek...silahkan kek masuk...maaf berantakan...” Ucap Lintang begitu tahu siapa yang menjadi tamunya kali itu. Sang kakek adalah induk semang atau istilah lainnya adalah bapak kos Lintang. Bapak tua itu adalah pemilik tunggal rumah kos Lintang. Ketiga anaknya telah berkeluarga dan tinggal diluar kota. Hari-hari sang kakek hanya di isi dengan kesibukan mengurus kosan miliknya.


“Aden...tadi saya lihat teman cewekmu itu kok pulang sambil menangis...ada apa aden ??? cerita sama kakek saja....kamu sudah kakek anggap seperti cucu kakek sendiri !!!” Lanjut sang kakek bernama Kakek Seno itu setelah duduk di kursi yang berada di depan meja belajar Lintang.


“Hehehe...iya kek...Lintang sedang menghadapi masalah percintaan...biasalah kek...sedang sibuk-sibuknya mencari pendamping hidup...” Jawab Lintang dengan senyum ramahnya.


“Ceritanya begini kek....Lintang jatuh cinta pada salah satu mahasiswi di Kampus tempat Lintang bekerja part time.....” Lanjut Lintang namun segera dipotong oleh sang kakek dengan tiba-tiba.


“Sik...sik..sik....prat apa itu tadi...prat tem kuwi opooo???...itu apa den...??? kakek orang kuno...jangan diajak bicara pakai bahasa planet macam itu tohh!!!” Cerocos kakek Seno dengan menggaruk-garuk kepala.


“Hehe...iya kek maaf...jadi begini kek...Lintang jatuh cinta sama seorang mahasiswi di kampus tempat Lintang bekerja sambilan....Nah cewek itu ternyata sudah memiliki tunangan kek...tapi dia sebenarnya juga menaruh simpatik ke saya...jadi akhirnya tadi kita sepakat untuk...ya katakanlah pacaran...meski tanpa ada simbol ikatan cinta....bisa dibilang kalau si cewek yang Lintang taksir ini mendua bersama Lintang kek...!!...terus terang lintang cemburu dan iri bila melihat cewek yang Lintang cintai dekat atau bahkan milik orang lain kek...ya...namanya cinta buta kek...!!!” Ungkap Lintang dengan runtut dan tanpa menggunakan istilah kebarat-baratan lagi.


“Oalah begitu...!! Aden, coba dengarkan cerita kakek tentang kisah cinta dalam pewayangan ini.....Kamu tahu Arjuna kan den??? Dia memang ganteng, gagah, ehhhmm...istilah anak jaman sekarang itu keren dan fangki lah.....tapi kelemahan seorang Arjuna adalah memiliki sifat iri. Pada suatu cerita, dikisahkan bahwa Arjuna iri terhadap kemampuan memanah Ekalaya. Bahkan juga iri terhadap Ekalaya yang beristri cantik jelita dan setia bernama Dewi Anggraeni. Namun keiriannya ini berakibat fatal den...Ibu jari Ekalaya menjadi putus dan tak bisa digunakan untuk memanah lagi gara-gara pertikaian dengan Arjuna....Selain itu, Arjuna juga dikenal sebagai lelaki Thukmis...tahu apa itu thukmis???....bukan gethuk manis lho ya...!!! Thukmis itu sifat suka lirak-lirik dan PDKT....setiap melihat ada cewek cling sedikit langsung saja disambar...Sok ganteng...sok gagah....!!!. Jadi den, pesan kakek....janganlah kamu tiru tabiat buruk Arjuna...bolehlah kamu sama nggantengnya seperti Arjuna...tapi biarkanlah kekasih barumu itu dekat sama lelaki mana saja termasuk dengan tunangannya...jangan kau iri melihatnya....wanita sejagad erat ini masih buanyuak denn !!!....Mau model apa saja aden bisa pilih sesuka hati...belajarlah untuk memiliki jiwa besar!!” Kakek Seno berpetuah dengan bijak. Suaranya terdengar telah renta, namun tarikan nafas dan tekanan suara yang berat sungguh membuat Lintang tertunduk seperti kerbau ditusuk hidungnya.


Lintang sadar. Semua yang telah dilakukannya semata hanyalah ulah nurani dan pikiran Lintang yang terkungkung dalam sebuah kerajaan Egosentris. Tak memiliki empati, simpati, atau juga tepo sliro. Lintang hanya mengejar keinginannya tanpa memperdulikan perasaan orang lain. Baginya, apapun yang ia inginkan harus ia dapatkan. Sifat iri dan cemburu yang mengharu biru telah membutakan mata hati dan jiwa Lintang. Namun dalam hati Lintang masih cukup berat untuk meninggalkan Citra. Baru saja ia hendak merangkai kisah indah bersama Citra. Apakah harus ia gugurkan niatan itu?.


“Terimakasih kek....Lintang menjadi paham...” Sambut Lintang setelah kakek Seno mengakhiri ceritanya.


“Tapi....saya belum siap untuk meninggalkan Citra kek...saya akan tetap menjalani ini sambil terus berpikir untuk menemukan jalan keluar yang tercipta dari alam pikir dan jiwa saya sendiri...bukan karena dorongan dari orang lain...!!!” Lanjut Lintang namun hanya membatin dalam hati tanpa mengucapkannya secara verbal kepada kakek Seno.


>>>>>>>>>>>>>>>>>>>






Satu bulan telah berlalu. Kedekatan antara Lintang dan Citra tetap terjalin hangat-hangat kuku. Keceriaan Lintang telah kembali pulih seperti sedia kala. Tak ada lagi noda derita yang mengotori lubuk hatinya. Bunga-bunga dimana -mana...


Siang hari ketika pembelajaran komputer telah selesai, Lintang segera melakukan kontrol pada setiap komputer. Setelah dirasa semuanya beres, Lintang segera men-shut down setiap komputer dan bersiap untuk segera pulang. Suasana sudah lengang saat Lintang melangkahkan kaki menuju tempat parkir mobilnya. Saat melewati ruang klinik kesehatan sempat ia sapa nona Sonya si penjaga gawang klinik. Nampak ia sedang sendirian mengisi shift dua siang itu. Lambaian tangan dan senyum manis nona Sonya mengiringi langkah ringan Lintang yang terus berlalu menuju mobilnya. Sebagian besar mahasiswa telah pulang. Di kejauhan hanya terlihat kelompok Mapala (Mahasiswa pecinta alam) yang sedang asyik berlatih panjat tebing dan bermain flying fox.


Tiba disamping pintu mobil, Lintang dikejutkan dengan tarikan sebuah tangan kekar di bahu kanannya. Saat Lintang berbalik, terlihat empat orang berbadan gelap kekar dan berpakaian lusuh berdiri bengis memandang Lintang dengan jarak tak kurang dari dua meter.


“Ada apa ya mas???” tanya Lintang sopan pada ke empat pria sangar tersebut. Seorang sangar terlihat tengah memukul-mukulkan sebilah kayu berukuran sedang ke telapak tangannya yang lain. Satu orang lainnya sibuk memutar-mutar sebuah rantai besar seukuran ikat pinggang.


Tanpa mengucapkan satu katapun, ke empat pria aneh tersebut menghambur ke arah Lintang dengan ganas. Demi melihat gelagat kurang baik, Lintang segera memasang kuda-kuda. Salah satu dari ke empat pria tersebut melesakkan satu pukulan keras ke arah rahang Lintang, dengan gesit Lintang menghindar dan beringsut kesamping kanan. Disamping kanannya telah menunggu satu orang lagi yang dengan cepat menyabetkan kayu yang dipegangnya ke arah Lintang. Dengan gerakan martial art yang pernah ia pelajari sejak SD hingga SMP, Lintang sekali lagi menghindar. Satu hentakan kakinya segera melayang mematahkan serangan kibas kayu. Kayu tersebut pun terpelanting ke tanah dengan keras. Tanpa membuang waktu, Lintang secepat kilat menendang jauh kayu tersebut. Namun malang bagi Lintang, meski ia cukup berpengalaman dan berbakat dalam kemampuan beladiri, tetap saja ia bukanlah Iko Uwais sang maestro martial art atau di Indonesia di sebut dengan silat. Saat Lintang sibuk mengurus kegiatan si tukang kayu, dari arah belakangnya terlontar sebuah pukulan rantai yang secara telak menghantam pelipisnya hingga lebam dan memar. Lintang tersungkur, sekonyong-konyong ke empat pria tak berprikemanusiaan itu mengerubuti Lintang dan menghujamkan belasan tendangan ke sekujur badan Lintang. Na'as dialami Lintang, sebuah sepatu bertepian tajam milik salah satu pria biadab itu menggores lengan dan pahanya. Darah bercucuran membasahi baju dan celana Lintang.


“Heiii...apa yang kalian lakukan ???!!! Saya panggilkan security kalian !!!” Sebuah suara cewek yang lembut terlontar dari kejauhan. Nampak nona Sonya berlari-lari kecil kearah Lintang. Sontak pria-pria jahanam tersebut bubar dan lari tak tentu arah. Lintang hanya bisa meringis dalam posisi masih tersungkur di atas tanah. Sekelebat terlihat wajah Sonny di ujung tempat parkir tersenyum sinis dan mengisyaratkan jari tengahnya ke arah Lintang sebelum kemudian pergi menghilang dibalik rerimbunan gedung kampus ungu yang menjulang dan saling berhimpit satu sama lain.


>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>







Lalu bagaimana ?


Apakah begini ?


Ataukah begitu ?


Silahkan ditunggu... :p




Saya harapkan ada sedikit dua dikit yang mau berbagi terimakasih dan secangkir cendol ijo royo-royo pada saya yang hina ini...
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd