Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Minyambouw [LKTCP 2021]

Setelah memastikan lokasi target, semua pasukan keluar dari panser dan mengambil posisi siaga, Letnan Anton memberikan kode kepada pasukannya untuk berpencar dengan formasi melingkar, dua pertiga pasukan mengendap dan kemudian berlari runduk menuju bagian belakang target, sisanya merunduk mendekati target dari depan, Letnan Anton juga meminta empat orang sniper membidikkan senjatanya ke arah jalan masuk target.

Dengan kode tangannya, Letnan Anton memerintahkan Pasukan yang berada dibelakang target menyerbu masuk, terdengar suara pintu didobrak dan rentetan tembakan senjata, seketika jeritan terdengar dari rumah, beberapa orang terlihat berlarian menuju pintu keluar, sniper melepaskan tembakan untuk membuat mereka semakin berpencar tak tentu arah, pasukan yang berada di bagian depan langsung menyerbu, dan mengamankan beberapa orang yang tiarap di tanah.

Namun tanpa diduga dari arah kiri lokasi, ternyata ada beberapa anggota komplotan yang cukup banyak, rupanya ada dua lokasi tempat persembunyian para kompoltan pemberontak itu, mereka kalap menyerang dengan pasukan yang berada di dalam rumah, terdengar kembali suara tembakan bersahutan di dalam rumah, beberapa anggota kelompok yang berusaha kabur dapat dibekuk dengan mudah oleh para prajurit, 3 orang yang diduga pimpinan komplotan berhasil ditangkap dan dibawa ke hadapan Letnan Anton, salah satu yang tertangkap adalah si rambut gimbal Keli Pigai!

Beberapa prajurit terlihat menggandeng rekannya yang terkena bacokan parang dan tertusuk panah para pemberontak, Letnan Anton memerintahkan sebagian pasukan kembali ke markas untuk memberikan pertolongan pada prajurit yang terluka.

Letnan Anton kemudian menginterogasi 3 orang tadi, si rambut gimbal dengan gigi hitam tersenyum mengejek, dan meludahi wajah Letnan Anton, sebuah hantaman popor senjata mendarat di mulut si rambut gimbal, beberapa giginya terlepas, mulutnya mengeluarkan darah. Kedua orang yang ikut tertangkap ketakutan melihat kejadian itu.

“Kalau kalian masih tak mau memberikan informasi dimana tawanan kalian itu, maka satu persatu dari kalian akan kami berikan perawatan gigi dan kuku.” Ujar Letnan Anton mengangguk kepada salah seorang prajuritnya.

Prajurit itu mendekati salah seorang komplotan itu, dengan cepat dia menarik tangan pemberontak, dan mulai memasangkan mulut tang ke kuku orang itu. “Kamu, kalau kamu mau kerjasama, kamu gak akan tersiksa, gak mau kan merasakan kukumu dicabut dengan tang itu.” Ucap Letnan Anton.

Wajah pemberontak itu terlihat pucat ketakutan, si rambut gimbal kemudian berteriak. “gak usah takut mereka hanya mengancam saja, jangan takut.”

Tak lama terdengar jeritan menyayat hati dari salah seorang pemberontak, kuku jari telunjuknya lepas dan mengeluarkan darah. “Hei kalian melanggar HAM, ini melanggar konfrensi jenewa..” teriak si rambut gimbal.

Letnan Anton cukup terkejut mendengar ucapan si rambut gimbal itu, sepertinya dia bukan pemberontak biasa. “Upps maaf gak sengaja bro.” ucap Letnan Anton enteng.

“Gimana kami gak main-main kan, tunjukkan dimana tawanan kalian, maka kalian akan kami lepaskan.” Ketegaran pemberontak yang dicabut kukunya itu semakin goyah.

“Baik-baik, saya akan tunjukkan tempatnya bapak, tolong jangan cabut kuku saya lagi.” Ucapnya memelas hampir menangis. Salah seorang pemberontak terlihat basah di celananya.

“Dasar lemah kau, bangsat kau! Penghianat!” teriakan terakhir si rambut gimbal, karena kemudian kepalanya terkulai pecah di tembus peluru, darah si rambut gimbal terpapar di wajah pemberontak yang celananya basah tadi, pemberontak itu kemudian menjerit histeris ketakutan.

“Kalau kau bohong, maka kepalamu akan sama seperti si jelek itu paham kau!” ucap Letnan Anton geram.

“Ya ya bapak, saya gak akan bohong, tolong bapak biarkan saya hidup, anak saya banyak bapak..tolong bapak, saya akan bantu bapak..” Ucap pemberontak itu.

“Ikat orang yang pingsan ini, untuk mayat si gimbal biarkan dulu mereka disini, kita menuju lokasi tawanan mereka, ayo..” Letnan Anton menarik tubuh pemberontak dengan gemas.

***​

“Kau yakin disini..” Tanya Letnan Anton saat mereka tiba di pinggir ngarai.

“Ya bapak, tentara itu melompat ke dalam sana, dia menggendong seorang perempuan berpakaian putih, kami tidak menangkap mereka, saat kami kejar, tiba-tiba mereka nekat melompat kesana.” Jawab si pemberontak.

Letnan Anton memperhatikan raut wajah si pemberontak, tak terlihat kebohongan di matanya, apalagi dia dalam posisi ketakutan, tak mungkin dia berbohong, tiba-tiba salah seorang anggota pasukan berteriak memanggilnya, Letnan Anton bergegas menghampiri.

Sebuah sepatu berwarna krem ditemukan tak jauh dari bibir ngarai, Letnan Anton memeriksa sepatu itu, sepertinya ini sepatu merek mahal, dia yakin ini milik Dokter Frieska, letnan Anton seolah bisa melihat kejadian sebelumnya, di bayangannya Dokter Frieska terjatuh atau tersandung, lalu Mayor Pram menggendongnya, dan mereka melompat ke dalam ngarai itu saat posisi mereka terdesak.

“Letnan saya menemukan sebuah pistol.” Teriak salah seorang prajurit, Letna Anton bergegas mendekati prajurit itu, sekitar 5 kaki dari bibir ngarai ditemukan pistol milik Mayor Pram, “sepertinya Mayor Pram berusaha memberitahu jejak terakhirnya sebelum melompat.” Batin Letnan Anton.

Letnan Anton melihat ke arah bawah ngarai, ngarai ini cukup curam dan dipenuhi rimbunan pohon, tiba-tiba hati letnan Anton berdesir, dia khawatir kedua orang itu telah tewas, namun dia tahu benar komandannya itu, pasti telah memperhitungkan resikonya saat melompat. “Aku Yakin Mayor Pram dan Dokter Frieska masih hidup, sebaiknya aku memberitahu MPO untuk membantu evakuasi komandan dan Dokter Frieska. Mau gak mau itu jalan satu-satunya.”

Letnan Anton memerintahkan pasukannya untuk kembali ke markas dan membawa semua tawanan dan mayat si gimbal.

***​

Mayor Pram terjaga pagi itu, dilihatnya Dokter Frieska masih tertidur menyender pada sebuah batu besar dibelakangnya, Perlahan Mayor Pram turun dari batu besar tempat mereka berdua duduk sepanjang malam tadi, dia tak ingin membuat Dokter Frieska terbangun.

Mayor Pram mengambil kantung airnya dari dalam ransel, berjalan perlahan keluar dari gua, sungguh terasa segar udara pagi itu di luar gua, tanah yang basah akibat sisa hujan semalaman membuat aroma lembab menyergap di hidung Mayor Pram, butiran air di dedaunan yang tertiup angin menyapanya pagi ini.

Mayor Pram mengulet sejenak, pinggangnya terasa kaku karena tidur dalam posisi duduk, entah sampai jam berapa Mayor Pram dan Dokter Frieska selesai mengobrol tadi malam, Mayor Pram memeriksa ranting yang dikumpulkannya kemaren, ranting-ranting itu basah dan itu artinya tak bisa membuat perapian untuk masak.

Mayor Pram berjalan menuju parit, setelah mengisi kantung airnya dengan penuh, Mayor Pram kembali memanjat pohon murbei, dikumpulkannya buah murbei itu di dalam kaos yang dikenakannya, setelah dirasanya cukup, Mayor Pram turun kembali.

Mayor Pram membuka seluruh pakaiannya hingga tak ada yang tersisa satupun, dia lalu masuk kedalam parit, air parit yang dingin membuat dirinya terkejut, namun tak lama tubuhnya bisa beradaptasi, Mayor Pram memejamkan mata menikmati kesegaran air parit membasuh pori-pori kulitnya.

Sambil membersihkan setiap jengkal tubuhnya, Mayor Pram memperhatikan sekeliling tempatnya berada, sejauh matanya memandang hanya terhampar batang-batang pohon besar dan rerimbunan semak, tiba-tiba hatinya menjadi sedikit khawatir dan ragu apakah mereka berdua bisa keluar dari tempat ini, bahan makanan tinggal sedikit, apalagi sepertinya hujan mulai sering turun, tandanya sulit untuk menemukan ranting yang bisa dijadikan kayu bakar, udara di gua cukup lembab, rasanya gak mungkin terus-terusan berlindung di dalam gua itu.

Mayor Pram memandang aliran air parit ini, entah kemana aliran ini menuju, rasanya akan sia-sia jika mengikuti aliran air parit ini, Mayor Pram tak yakin parit ini bisa membantunya mencari jalan keluar dari tempat ini, dia tahu ini adalah sebuah ngarai atau jurang, untuk keluar dari tempat ini dia harus mendaki naik keatas, dengan kondisi kaki Dokter Frieska yang terluka akan butuh waktu baginya untuk bisa berjalan normal, “Dalam Kondisi kakinya sehatpun, aku gak yakin Dokter Frieska bisa memanjat, apalagi dalam kondisi terluka seperti sekarang.” Batin Mayor Pram.

Mayor Pram berusaha menyingkirkan semua keraguan dalam hatinya, keraguan itu akan menimbun rasa prustasi nantinya, dan apabila rasa prustasi memuncak maka pikirannya akan menjadi tidak waras nantinya, mirip seperti orang yang terkena syndrome dendrophobia, teringat saat pendidikan survival dulu, ada teman seangkatannya yang menjadi seperti orang gila, menyangka kalau pepohonan sedang mengejar dia, bahkan setangkai mawar yang indah dalam penglihatannya seolah seperti ingin menerkamnya.

“Aku harus optimis, pasti ada jalan keluar dari tempat ini, dan aku yakin Anak buahku cukup cerdas membaca tanda-tanda yang kutinggalkan diatas.” Mayor Pram keluar dari parit dan mengenakan pakaiannya kembali, tadi saat di parit, matanya menangkap ada rimbunan pohon bambu tak jauh dari parit, Mayor Pram memutuskan kembali ke gua untuk membawa kantung air dan buah murbei yang dipetiknya tadi, agak siangan nanti dia akan berusaha mencabut sebagian pohon bambu tadi.

Saat masuk kegua, telinganya sayup-sayup mendengar suara isak tangis, dilihatnya Dokter Frieska tertunduk menyembunyikan wajahnya dalam lipatan kakinya, Mayor Pram bergegas menghampiri dokter itu, saat tahu yang datang Mayor Pram, Dokter Frieska memeluk Mayor Pram dengan erat, tangisnya pecah dipelukan Mayor Pram.

“Ada apa bu? Kenapa ibu seperti ketakutan?” Tanya Mayor Pram.

“Saya kira Mas telah pergi meninggalkan saya, tolong jangan tinggalkan saya mas, saya takut…” Kembali tangisan dokter itu pecah dipelukan Mayor Pram.

Sepertinya Dokter Frieska mulai dihantui berbagai halusinasi, sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan dari dirinya, Mayor Pram mengelus lembut rambut Dokter Frieska, “Saya gak akan meninggalkan bu dokter, tak akan pernah bu.”

Dokter Frieska memandang wajah Mayor Pram, wajah Dokter Frieska terlihat kusut, matanya bengkak akibat menangis, Satu sisi lemah dokter tegar itu terpampang di hadapan Mayor Pram, rasa iba dan ingin melindungi perlahan timbul di sanubari Mayor Pram.

Jempol tangan Mayor Pram menghapus jejak bening di kelopak mata Dokter Frieska, “Jangan punya pikiran konyol, sejak awal saya tak pernah meninggalkan bu dokter, dan saya tak akan memulainya sekarang bu..”

Wajah cantik itu kembali terbenam dalam pelukan pria gagah didepannya, rasa nyaman menjalar di segenap aliran darahnya, dalam pelukan Mayor Pram, Dokter Frieska menemukan sesuatu yang selama ini tak pernah dia rasakan, Cinta!! Perlahan dengan pasti Dokter Frieska mulai bergantung dengan Mayor Pram, bukan hanya fisik, pria gagah ini bahkan telah menggenggam erat hatinya.

Kedua insan berlainan jenis ini saling berpelukan dengan erat, keduanya terdiam dalam kenyamanan, hati mereka saling bicara satu sama lain, keduanya tenggelam dalam hasrat, gairah dan kenyamanan, bibir Mayor Pram menyentuh lembut bibir Dokter Frieska, mata keduanya saling memandang , kilat gairah terpancar di mata keduanya, Bibir Dokter Frieska menjemput bibir pria yang telah mencuri hatinya itu.

Keduanya saling melumat dalam gairah, Dokter Frieska melingkarkan tangannya erat ke leher Mayor Pram, mereka berdua saling mencumbu dan melumat, Dokter Frieska mengerang lirih saat bibir dan lidah Mayor Pram menyapu leher jenjangnya, Dokter Frieska berusaha membuka celana yang dikenakan Mayor Pram, begitupun Mayor Pram yang sedang mengangkat lepas kaos loreng yang dikenakan dokter cantik itu.

Mayor Pram tertegun memandang payudara indah dokter cantik dihadapannya ini, bongkahan payudara putih bersih dengan putting bulat berwarna pink membuat syahwatnya semakin naik, Mayor Pram meremas lembut bongkahan payudara mulus itu, Dokter Frieska menatapnya dengan sayu, desis pelan terdengar dari bibir indahnya.

Mulut Mayor Pram menghisap rakus putting berwarna pink tersebut, hisapannya liar dikuasi birahi, Dokter Frieska merintih dan mengerang, “Pelan-pelan sayang..” rintihnya saat putingnya terasa perih, namun dokter itu malah menekan kepala Mayor ram semakin dalam ke payudaranya, lidah Mayor Pram terus melata histeris di sekujur kulit mulus dokter cantik itu.

Entah sejak kapan celana Mayor Pram lepas, penis besarnya menjuntai menyentuh tangan halus dokter cantik itu, tangan lembut Dokter Frieska menangkap penis Mayor Pram yang telah tegang sempurna, hampir dua tahun Mayor Pram tak melepaskan syahwatnya, kini seolah semua gairah dan birahinya berkumpul dalam aliran darah di sekujur penisnya.

Dokter Frieska mengocok liar penis besar di genggamannya itu, mulut kedua saling melumat satu sama lain, Dokter Frieska mendorong tubuh gagah didepannya ini, Mayor Pram mengerti apa yang dikehendaki waanita cantik ini, Mayor Pram kemudian berbaring dengan alas matrasnya, Dokter Frieska dengan gerakan erotis dan tatapan nakal mulai membuka satu-satunya kain yang masih melekat ditubuhnya.

Tatapan Mata Mayor Pram tak berkedip melihat tubuh telanjang Dokter Frieska, tubuhnya terlihat sempurna, walau usianya sudah tak muda lagi, namun tubuh Dokter Frieska yang terawat bagaikan pualam yang berkilat, “Ahhhh..” Mayor Pram mengerang, dia terkejut saat tiba-tiba Dokter Frieska menggengam dam mengocok penisnya dengan kasar, belum sempat Mayor Pram bicara, kini kembali erangannya keluar, penisnya kini tengah dijilati lembut oleh lidah dokter cantik itu.

Mayor Pram mencoba untuk melihat apa yang sedang dilakukan dokter cantik itu, ahh, rasa ngilu dan geli kini dirasakannya, ujung lidah Dokter Frieska tengah mengorek lubang kencingnya, Ahhh luar biasa dokter ini, Mayor Pram mengangkat sedikit bahunya, dilihatnya Dokter Frieska tengah menghisap penisnya dengan kuat, Ahhh ini luar biasa…belum pernah Mayor Pram merasakan hal seperti ini, selama ini hubungan intim dengan istrinya hanya biasa saja, tak pernah sekalipun istrinya menghisap kemaluannya seperti yang dokter cantik ini lakukan.

Dokter Frieska bagai wanita jalang yang sedang kerasukan birahi, tanpa sungkan dan jijik dia melahap kepala penis Mayor Pram, dihisapnya penis besar itu kuat-kuat, dikoreknya semua cairan precum yang semakin banyak keluar, bahkan kantung pelir Mayor Pram dilumatnya dengan kuat, Dokter Frieska menyukai erangan dan rintihan mayor gagah itu, setelah puas, dia kemudian berdiri mengangkangi penis Mayor Pram, perlahan Dokter Frieska berjongkok mengambil batang penis besar itu, dituntunnya masuk kedalam lubang senggamanya, Dokter Frieska menringis nyeri saat batang penis itu mulai masuk, namun dia tak peduli perihnya, di dudukinya penis besar itu hingga amblas menghilang di dalam lubang senggamanya, kini keduanya saling menyatu sempurna dalam balutan syahwat yang menggelora.

Dokter Frieska mulai menggerakkan pantatnya naik turun, gerakannya perlahan karena penis itu sungguh penuh di dalam vaginanya, Dokter Frieska mencoba menikmati setiap tumbukan penis itu didalam rongga vaginanya, tanganya bertumpu pada dada bidang Mayor Pram, setelah beberapa saat, Dokter Frieska mulai memeprcepat gerakannya, dia mengerang dan mendesis lirih seiring dengan semakin cepat gerakaannya, namun sepertinya tenaga Dokter Frieska tak mampu mengimbangi hasrat birahinya, dokter cantik itu mulai kehabisa tenaga untuk memompa kenikmatannya.

Mayor Pram kemudian menarik tubuh telanjang Dokter Frieska ke pelukannya, di peluknya erat punggung dokter cantik yang mulai dipenuhi peluh itu, dengan gerakan cepat, Mayor Pram mulai menyodok vagina Dokter Frieska dari bawah, hentakan demi hentakan mayotr pram membuat Dokter Frieska menggila dalam serangan birahinya, tumbukan penis Mayor Pram terasa begitu dalam mengorek vaginanya, keduanya kembali saling melumat dalam posisi Dokter Frieska terkulai diatas tubuh Mayor Pram.

Tenaga Mayor Pram sungguh luar biasa, mungkin karena sudah begitu lama syahwatnya tak tersalur, kini semuanya seolah berkumpul dalam hubungan intim ini, dengan gerakan cepat dan memababi buta, pantat Mayor Pram memompa penisnya tanpa ampun ke dalam vagina Dokter Frieska, tentu saja dokter cantik itu kewalahan mengimbangi gelombang birahinya yang semakin meninggi, tak lama Dokter Frieska menjerit tertahan, tubuhnya mengejang gemetaran dlama pelukan erat Mayor Pram.

Terasa cairan pipis Dokter Frieska mengalir di kantung pelir Mayor Pram, namun seolah tak kenal belas kasihan, Mayor Pram sama sekali tak menghentikan pompaannya, malah pompaannya semakin cepat saat dirasakan puncak syahwatnya telah berkumpul diujung penisnya, dengan hentakan kuat dan eraman yang menyeramkan benih-benih Mayor Pram melompat keluar berebutan berusaha membuahi rahim dokter fieska.

Napas keduanya tersengal, punggung Dokter Frieska yang basah oleh peluh terlihat bergerak cepat mengatur napasnya yang terengah-engah, keduanya saling berpelukan bermandikan peluh, Dokter Frieska menatap wajah Mayor Pram, keduanya saling tersenyum penuh kepuasan, mereka saling berciuman singkat, Dokter Frieska merebahkan kepalanya didada bidang mayor gagah itu, seulas senyum bahagia tersungging di wajah cantiknya.

***

Berita hilangnya Mayor Pram dan Dokter Frieska mulai menyebar kemana-mana, pihak militer akhirnya melakukan konfrensi pers untuk mengkonfirmasi kebenaran berita tersebut, namun pihak militer belum memberikan penjelasan mengenai kronologi insiden tersebut, dengan beralasan saat ini yang terpenting adalah upaya menemukan keberadaan Mayor Pram dan Dokter Frieska.

Presiden yang sedang melaksanakan kunjungan kerja di Timika, memerintahkan pusat komando operasi untuk melakukan segala upaya untuk menemukan keberadaan Mayor Pram dan Dokter Frieska apapun kondisinya.

Pihak Angkatan Darat kemudian membentuk tim khusus yang terdiri dari prajurit-prajurit yang telah berpengalaman dalam berbagai operasi penyelamatan, bersama peralatan dan perlengkapan medis tim itu dikirim segera ke lokasi dengan menggunakan helikopter.

Letnan Anton Sihombing di beri tugas sebagai komandan tim penyelamat, Letnan Anton kemudian membentuk tim penyelamat menjadi 2 regu, setiap regu akan bergantian turun ke ngarai, tenda besar akan dipersiapkan di pinggir ngarai, sejumlah relawan juga siap membantu evakuasi, Letnan Sihombing akan mencari selama 24 jam hingga keduanya bisa ditemukan.

Sejumlah persiapan dilakukan prajurit, tak jauh dari lokasi terakhir Mayor Pram di duga berada, savana terbuka tengah dipersiapkan sebagai landasan heli untuk mengangkut kedua korban, sejumlah alat berat mulai berdatangan untuk membabat semak-semak belukar diarea sekitar itu.

Di markas Satgas grup 3, Letnan Anton memimpin persiapan terakhir untuk Evakuasi, rencananya siang ini mereka akan mulai membangun tenda di pinggir ngarai, namun melihat cuaca yang gelap dan kemungkinan hujan lebat, Letnan Anton memutuskan untuk mulai evakuasi keesokan esok, sekitar pukul 5 pagi, malam ini Letnan Sihombing memutuskan untuk mengadakan doa bersama untuk keselamatan dan kelancaran proses evakuasi, terutama untuk keselamatan Mayor Pram dan Dokter Frieska.

Sebagian relawan pesimis dengan kondisi Mayor Pram dan Dokter Frieska, sudah empat hari mereka hilang, apalagi ngarai yang cukup curam ditambah hujan lebat beberapa hari ini, membuat mereka tak yakin keduanya masih hidup.

Letnan Anton dan beberapa petugas tengah memeriksa peralatan yang akan digunakan untuk evakuasi, ada genset pembangkit untuk keperluan penerangan, thermal scanner untuk melacak panas, kacamata night vision, tandu, serta peralatan panjat tebing, setelah yakin semua sudah lengkap, Letnan Anton memerintahkan seluruh tim untuk istirahat sebagai persiapan evakuasi besok.

Letnan Anton memacu motornya menuju bukit, dalam pandangannya, sosok komandannya yang selalu ke bukit tiap hari seolah masih berada disana, Letnan Anton juga pesimis dengan keadaan mereka berdua, namun dia juga tak ingin larut dalam perasaannya, kini dia bertekad untuk menemukan komandannya dalam kondisi apapun

***​

Hujan turun lebat di ngarai tempat Mayor Pram dan Dokter Frieska berada, air hujan yang menetes deras dari batang pohon membuat tanah menjadi becek dan licin, Mayor Pram bergegas memikul beberapa bambu yang berhasil di cabut, tak lupa dia juga menenteng satu tandan kecil pisang yang sebelumnya dia petik, pakaiannya telah basah kuyup campuran keringat dan air hujan, walau lebatnya hujan masih terhalang oleh rimbunnya daun, namun udara disekitar menjadi turun drastis.

Mayor Pram terpeleset saat berlari, dia mencoba bangun, rasa nyeri terasa di pergelangan kakinya, “sepertinya kakiku terkilir.” Ucapnya lirih, di letakkannya bambu yang dipetiknya tadi, dia hanya menyeret tandan pisang dengan jalan tertatih, dengan susah payah akhirnya Mayor Pram berhasil sampai ke goa kembali.

Melihat kedatangan Mayor Pram, Dokter Frieska bergegas menyambutnya, Dokter Frieska cukup terkejut melihat keadaan Mayor Pram yang basah kuyup dengan bibir menggigil, tampak bibir Mayor Pram mulai sedikit membiru.

“Bu dokter, saya bawa pisang untuk makan malam kita, sepertinya kita gak bisa buat api malam ini.” Ujar Mayor Pram tersenyum, wajahnya terlihat pucat.

“Kaki mas kenapa?” Dokter Frieska membantu membawa pisang yang di pegang Mayor Pram, dilihatnya Mayor Pram berjalan terpincang-pincang.

“Saya jatuh kepleset tadi bu.” Ujar Mayor Pram, sambil membuka pakaiannya yang basah.

“Kenapa mas gak pakai baju, itu ada baju tersisa masih kering.” Ujar Dokter Frieska mengambilkan sebuah kaos untuk Mayor Pram.

“Gak apa bu, itu buat bu dokter besok pagi, saya gak apa-apa gak pakai baju.” Ucap Mayor Pram kemudian berbaring diatas matras.

Tipuan Angin dingin masuk kedalam gua membuat Dokter Frieska sedikit menggigil, “duh mas, cuaca dingin seperti ini, jangan konyol deh, ini pakai.” Tak ada jawaban dari Mayor Pram.

Dokter Frieska menghampiri Mayor Pram yang tertidur, wajah Mayor Pram pucat dengan bibir sedikit membiru, tubuhnya menggigil, Dokter Frieska menyelimuti tubuh Mayor Pram dengan selimut, disentuhnya tubuh pria yang tengah berbaring itu, tubuhnya dingin seperti es. Wajah Dokter Frieska mulai khawatir.

Dirabanya leher Mayor Pram, Dokter Frieska melihat jam tangan Mayor Pram dan mulai berkonsentrasi, tak lama wajah dokter cantik itu menjadi tegang setelah mengetahui denyut nadi Mayor Pram terasa lemah, dan tak normal.

“Hipotermia!!” gumam Dokter Frieska.

Dokter Frieska melihat sekelilingnya, di bongkarnya tas ransel Mayor Pram, ada sebuah kantung tidur yang belum pernah digunakan, Dokter Frieska membawa kantung tidur itu di samping Mayor Pram, dengan bersusah payah Dokter Frieska berusaha mengenakan pakaian kering ke tubuh Mayor Pram, tubuh Mayor Pram terasa sangat dingin, bibirnya kini mulai bergetar.

Terdengar gumaman dari bibir Mayor Pram, sepertinya Mayor Pram mulai berhalusinasi dan maracau tak jelas, Dokter Frieska mengusap peluhnya, memakaikan pakaian ke tubuh Mayor Pram membuat energinya habis, Dokter Frieska membuka resleting kantung tidur itu, lalu dengan susah payah dia menggulingkan tubuh Mayor Pram hingga masuk kedalam kantung tidur, bergegas dia berusaha keras mengancingkan resleting kantung tidur itu.

Gumaman dan racauan tak jelas kembali terdengar dari bibir Mayor Pram yang membiru, dokter cantik itu sedikit panik dan hampir menangis melihat kondisi pria yang dicintainya, “Jangan, aku gak boleh panik, aku adalah dokter berpengalaman.” Dokter Frieska berusaha melawan kegelisahannya. Namun dia tak mampu berbuat apa-apa, tidak ada peralatan yang cukup memadai paling tidak untuk pertolongan pertama, Dokter Frieska menyelimuti kantung tidur Mayor Pram, lalu dia berbaring disamping pria itu, dipeluknya tubuh kantung tidur Mayor Pram dengan erat, “Mas pliss jangan tinggalin aku…mas janji akan mengeluarkan kita berdua, mas…” Dokter Frieska sesekali menggosok tangannya hingga hangat lalu dibalurkan ke pipi lelaki yang telah menggenggam hatinya ini.

***​

Dokter Frieska terjaga pagi itu, tangannya meraba kembali kening Mayor Pram, masih terasa dingin, berdasarkan pengalamannya, kemunginan suhu tubuh Mayor Pram sudah diambang mengkhawatirkan, satu-satunya cara yang efektif adalah mengkompresnya dengan air hangat.

Dokter Frieska menyelimuti Mayor Pram serapat mungkin, dia lalu keluar dari goa membawa rantang makanan yang telah bersih, parfumnya dan juga korek api, bagaimanapub caranya dia harus membuat air panas untuk mengkompress.

Setelah mengambil air dari parit, Dokter Frieska bergegas menuju ke tempat perapian lama yang dibuat Mayor Pram, masih terdapat unggukan arang dari ranting bekas pembakaran, matanya celingukan mencari ranting-ranting yang ada, ada seoonggok ranting di sekitar perapian itu, namun ranting-ranting itu terlihat basah, dengan menangis putus asa Dokter Frieska memilih ranting yang terasa kering, dia hanya butuh untuk memanaskan air saja untuk kompres.

Dokter Frieska berusaha mengingat pelajaran survival yang pernah dia ikuti dulu, ditumpuknya ranting yang terlihat agak kering, lalu dibakarnya parafin yang dibawanya menggunakan korek api, diletakkan parafin itu dibawah onggokan ranting, Dokter Frieska membuka parfumnya yang mengandung alkohol, harapannya alkohol bisa membantu mempercepat munculnya api, perlahan asap mulai terlihat muncul disela-sela ranting, dengan sekuat tenaga Dokter Frieska mengipasi asap itu dengan rompi anti peluru yang ada disana

“Ya Tuhan tolong aku, jangan biarkan terjadi apapun pada Mas Pram, tolong Tuhan, aku tahu sudah begitu lama aku tak pernah ikut kebaktian, bahkan aku tak pernah lagi mengingatMU, namun tolonglah diriku sekali ini saja, jika memang harus ada yang Kau ambil, ambil saja aku, jangan Mas Pram, dia adalah pria yang baik, tolong Tuhan, aku mohon..”

Tiba-tiba secercah api muncul, tak lama apipun semakin membesar, “Terima kasih Tuhan.” Ucap Dokter Frieska sambil menunduk dan mengepalkan kedua tangannya.

Dokter Frieska meletakkan rantang tempat makan yang berisi air ke gantungan tempat pembakaran, api menjilat rantang itu, jemari dokter frieska terus memantau panasnya air dalam rantang itu, setelah dirasakannya cukup Dokter Frieska bergegas membawa rantang itu ke dalam goa, dengan menggunakan kaos bekas pakai Mayor Pram, Dokter Frieska mulai mengkompres kening Mayor Pram, lalu bergantian mengkompres lehernya.

Saat air di dalam rantang mulai dingin, Dokter Frieska bergegas menghangatkan kembali rantang itu di perapian, untung saja rantingnya cukup bertahan menahan api menjadi tak padam, setelah cukup hangat kembali Dokter Frieska membawanya ke dalam goa untuk mengkompres Mayor Pram.

Baru saja dia mengkompress leher Mayor Pram, hujan lebat kembali turun, petir menggelegar bersahutan, Dokter Frieska menghela napasnya, sungguh benci dirinya saat itu dengan hujan. Diletakkan kaos hangat itu ke kening Mayor Pram, dipandangi wajah pria di hadapannya ini, wajah pria itu semakin tampan di pandangannya, dibelainya pipi pria itu dengan lembut, Dokter Frieska merasa tubuh Mayor Pram sudah tak sedingin tadi, bahkan denyut nadinya mulai terasa normal, Dokter Frieska menarik napas lega.

Rasa lelah bolak balik menghangatkan air baru terasa olehnya, Dokter Frieska berbaring di samping Mayor Pram. Hatinya kembali berdoa..

‘Hgghhhh…airr…” Dokter Frieska tersentak mendengar suara Mayor Pram, seulas senyum tersungging di bibirnya, “Mas…” Dokter Frieska menghambur memeluk pria yang terbungkus kantung tidur itu.

***​

“Jadi ibu yang menaruh saya di kantung tidur?” tanya Mayor Pram sambil melahap pisang yang disuapi Dokter Frieska.

“Ho oh..” jawab Dokter Frieska singkat sambil kembali memasukkan potongan pisang ke mulut Mayor Pram.

“Kuat juga ya ibu..” ucap Mayor Pram.

“Pasti karena kekuatan cinta mas..” ujar Dokter Frieska memandang lembut Mayor Pram. Keduanya saling menatap.

Hujan lebat disertai gemuruh petir saling bersahutan, kilatan petir sesekali menerangi wajah mereka berdua. Mayor Pram membelai lembut pipi Dokter Frieska, tangan besar itu segera ditangkap oleh Dokter Frieska, tangan itu memberi kehangatan di seluruh jiwanya yang selama ini dingin, jemari kedua insan itu saling bertaut tanpa suara, Dokter Frieska menyurukkan kepalanya ke bahu Mayor Pram.

“Kemaren saya takut gak bisa keluar dari tempat ini, namun sekarang saya takut mereka akan menemukan kita, karena saat mereka menemukan kita, semua ini hanyalah mimpi mas, kita akan kembali ke kenyataan, mas akan kembali ke keluarga mas, dan semua kisah ini akan berakhir.” Ujar Dokter Frieska membelai jemari besar Mayor Pram.

Mayor Pram hanya diam tak merespon. sungguh dia tak tahu hendak bicara apa, pikirannya kini sama seperti Dokter Frieska, saat mereka ditemukan, maka semua ini akan berakhir, dia akan kembali ke kehidupannya sedia kala, menunggu penempatan baru di kota baru.

Di luar, Hujan semakin deras membasahi bumi, petir saling bersahutan menyeramkan, di dalam goa, kedua insan yang saling berbeda dalam segala hal saling berpelukan satu sama lain, cinta mempersatukan semua perbedaan mereka berdua, Mayor Pram dan Dokter Frieska tak pernah menyangka mereka akan menemukan cinta di tempat dan situasi seperti ini, sejenak mereka melupakan semua yang mereka tinggalkan, meupakan semua problem yang terjadi dalam hidup mereka, tempat ini telah menyembuhkan luka hati mereka, andaikan hidup mereka harus berakhir di tempat ini, mereka rela dan ikhlas, karena mereka telah menemukan apa yang ingin ditemukan setiap orang didunia ini, yaitu cinta sejati, cinta yang menghidupkan setiap hasrat dan gelora jiwa mereka, bukan cinta yang berbelas iba dan kepalsuan.

***​

Hujan perlahan reda saat hari mulai beranjak gelap, Letnan Anton tanpa membuang waktu segera memerintahkan 10 orang prajurit untuk bersiap turun ke ngarai, Letnan Anton memutuskan akan bergabung dengan mereka, Tim pertama yang akan turun mulai mempersiapkan segala sesuatunya, antara lain kaca mata night vision, thermal scanner, rompi anti peluru serta senjata lengkap , Letnan Anton bersiap maksimal untuk menghadapi berbagai kemungkinan di bawah, dua orang prajurit menggendong tandu portabel dipunggungnya.

Sebelumnya mereka telah memantau kedalaman ngarai ini melalui sebuah alat sling baja, ternyata ngarai ini cukup dalam, lebih dari 10 meter kebawah, dan kini para prajurit yang tergabung dalam tim pertama tengah bergantian meluncur ke bawah, satu persatu prajurit meluncur dan Letnan Anton menjadi orang terakhir yang turun.

Tanah yang mereka pijak di dasar ngarai terasa lembab dan licin, sepasang kaki salah seorang anggota tim terbenam kedalam tanah yang mirip lumpur saat melompat, rekannya beramai-ramai membantu menarik dari benaman lumpur tersebut.

“Hati-hati, lihat jalan kalian, dan tetap waspada dengan sekitar!” Ucap Letnan Anton. Jalan yang akan dilalui mereka sedikit menurun, Mereka berjalan perlahan dengan penuh kewaspadaan, hujan membuat medan yang mereka lalui menjadi berat, menurun dan licin, melalui kacamata night vision, mereka bisa memantau keadaan sekitar yang gelap gulita, Letnan Anton mengepalkan tangannya ke atas, pertanda pasukan untuk berhenti sejenak, Letnan Anton berjongkok mengambil potongan kain yang tersangkut di ranting pohon yang melintang, “sepertinya Ini potongan pakaian Dokter Frieska.”

Tiba-tiba suara senapan menyalak mengagetkan semua pasukan, Letnan Anton menoleh ke prajurit yang melepaskan tembakan, “Ada ular pak di arah jam 12.” Ujar prajurir tersebut, Letnan Anton melihat seekor Ular sepertinya berjenis Cobra terkapar. Letnan Anton mengacungkan jempolnya dan mengucapkan terima kasih kepada prajurit tersebut.

Letnan Anton kemudian memerintahkan pasukannya untuk kembali berjalan, hati letnan Anton menjadi tak karuan, membayangkan Mayor Pram dan Dokter Frieska terjatuh dari atas dan menghantam ranting dan batu berserakan, Letnan Anton mulai merasa pesimis dengan keselamatan Mayor Pram dan Dokter Frieska, ditambah potongan kain yang tadi ditemukannya, cukup menjadi gambaran betapa dahsyatnya benturan yang dialami mereka berdua.

Hampir satu jam mereka telah berada di dalam ngarai, kini mereka merasa jalan yang mereka lalui mulai melandai dan akhirnya datar, sepertinya mereka telah mencapai dasar ngarai, Letnan Anton memutuskan untuk berhenti sejenak, sepatu yang mereka pakai terasa berat oleh lumpur yang menempel.

Sambil membersihkan sepatunya dengan belati, Letnan Anton melihat sekeliling tempatnya berada, pandangannya seketika melotot melihat tonggak perapian sekitar 50 meter di sebelah kanan tempatnya duduk.

“Lihat..” teriak Letnan anton, seluruh prajurit melihat kearah yang ditunjuk oleh komandannya, mereka saling berpandangan, senyum lebar tersungging di wajah mereka, bergegas mereka mendekati tonggak perapian itu.

Seluruh prajurit memeriksa setiap sudut di sekitar tonggak perapian itu, pakaian loreng milik Mayor Pram tergeletak di tanah, ranting-ranting basah yang rapih ditumpuk, seorang prajurit memeriksa pembakaran, “Let, ini parafin seperti milik kita.” Ucapnya pada Letnan Anton.

Letnan Anton memeriksa parafin itu, dia manggut-manggut, letnan Anton mulai memasang thermal scanner yang mampu memantau hawa panas tubuh dalam radius 50 meter. Dalam citra tampilan di layar thermal, hanya ada sepuluh hawa panas yang terdeteksi, rasa khawatir mulai menghinggapi perasaan letnan Anton. Membayangkan jatuh dari ketinggian dan terhantam batu atau ranting, pasti Mayor Pram dan Dokter Frieska terluka, “apa jangan-jangan…”

“Letnan..cepat kesini, disana ada aliran air dan sebuah gua..” teriak salah seorang prajurit, Letnan Anton dan seluruh prajurit bergegas menuju tempat prajurit itu berdiri, mereka serentak melihat ke arah yang ditunjuk prajurit itu.

Tanpa membuang waktu Letnan Anton berlari menuju ke goa, jalan masuk goa terbuka lebar, goa itu gelap gulita, dari kaca mata night visionnya letnan Anton tak menemukan sosok yang dicarinya, dia kembali menyalakan thermal scannernya, tampak di scanner dua orang berbaring berdekatan satu sama lain. Letnan Anton menghela napas lega. “Kita menemukan Mereka!” Teriak Letnan Anton.

Melihat keadaan Mayor Pram dan Dokter Frieska tengah tidur berpelukan mesra membuat Letnan Anton sedikit tak enak dengan para prajurit, “Kalau ada yang membocorkan apa yang kalian lihat disini, saya bersumpah akan mencari kalian dan membuat hidup kalian sengsara, paham!” teriak letnan Anton lantang. “Siap Pak!” ucap Para prajurit serempak.

Kebisingan di gua membuat Mayor Pram dan Dokter Frieska terjaga, suasana gelap membuat mereka tak bisa melihat siapa yang datang, Dokter Frieska memeluk erat Mayor Pram, mereka menyangka para pemberontak datang menemukan mereka, namun seketika Mayor Pram terkejut saat mengenali suara orang yang sedang berteriak tadi, “Anton…apakah itu kamu?”

“Ya Ndan kami datang untuk menjemput komandan, maaf kalau saya terlambat ndan.” Ucap Letnan Anton memegang tangan Mayor Pram, keduanya saling berpelukan, tangis Mayor Pram pecah dipelukan Letnan Anton.

***​

2 hari kemudian

Berita ditemukannya Mayor Pram dan Dokter Frieska menjadi headline semua surat kabar dan televisi, proses evakuasi yang dramatis menjadi pelengkap berita, video saat tandu yang membawa Mayor Pram dan Dokter Frieska dimasukkan ke dalam helikopter menjadi video epic yang sungguh dramatis.

Mayor Pram di kamar perawatannya mematikan televisi, dia turun dari ranjang sambil membawa infusnya, dia menuju kamar sebelah, tempat Dokter Frieska di rawat, dari balik kaca dia melihat seorang pria dan seorang anak perempuan tengah menemani Dokter Frieska, Mayor Pram tahu siapa mereka, Dokter Frieska tersenyum berbincang dengan anak perempuan itu.

Dari balik kaca, Mayor Pram tersenyum melihat wajah Dokter Frieska yang telah pulih, wajah cantiknya begitu segar saat ini, Dokter Frieska memandang Mayor Pram, namun tak lama Dokter Frieska memalingkan wajahnya kembali seolah tak mengenal Mayor Pram, hati Mayor Pram sedikit tersentak, dia kembali berjalan ke kamarnya, “ternyata hanya cinta sesaat.” Gumamnya sambil melangkah.

Dokter Frieska kembali melihat ke arah jendela, namun wajah yang dirindukannya itu sudah menghilang, Dokter Frieska berusaha menahan tangisnya, dia berusaha menanggapi kelakar putrinya, “Maafkan aku mas, bukannya aku cuek, tapi aku berusaha menahan diri untuk tak memelukmu, aku tak ingin kerinduanku ini menyulitkanmu.” Sebutir air mata menetes diujung mata cantiknya.

***​



1 Bulan Kemudian


Pagi hari yang cerah rutinitas berjalan normal di Markas Besar TNI Cilangkap, di dalam kantornya Mayor Pram sedang memeriksa beberapa dokumen yang baru disinya, sebentar lagi dia akan mengikuti pendidikan Seskoad, karena kabar santer Mayor Pram akan ditugaskan sebagai Kasdam di wilayah Sulawesi, dari hpnya terdengar suara notifikasi chat whatsapp, dua kali beruntun notifikasi itu masuk, mengusik konsentrasi Mayor Pram.

“Aku tunggu nanti jam 4 sore di restoran xxx bogor, ini lokasinya aku share” sebuah gambar peta lokasi dikirim di bawah chat itu, “Aku sangat menanti kehadiranmu mas, jika kamu gak datang, maka aku tidak akan menghubungi kamu lagi selamanya..f.”

Mayor Pram melihat nomor yang asing sebagai pengirimnya, tidak ada nama, berarti nomor ini tak pernah dia simpan, namun Mayor Pram sangat tahu siapa gerangan yang mengirimkan Chat ini. Mayor Pram meletakkan hpnya kembali ke meja, tak lama terdengar kembali notifikasi chat whatsapp, Mayor Pram segera mengambil Hpnya, namun ada sedikit raut kecewa setelah tahu ternyata atasannya yang mengirimkan chat, “Mayor, segera ke ruangan saya!”

Di Ruangan Atasannya kembali Mayor Pram terbayang sosok yang mengirimkan whatsapp tadi, walaupun terlihat penuh perhatian mendengar ucapan atasannya, namun ucapan Atasannya itu bagaikan gumaman di pikiran dan telinganya, seluruh benaknya dipenuhi sosok yang dia rindukan, sosok yang selama ini selalu merasuk dalam setiap mimpinya, dan sosok itu sekarang ingin bertemu dengannya.

“Anda paham maksud saya Mayor?” suara atasannya mengejutkan lamunannya, “Siap Pak, maaf saya kurang konsentrasi tadi.” Jawab Mayor Pram.

“Apa kamu baik-baik saja? Sepertinya kamu kurang sehat, wajahmu terlihat pucat, ya sudahlah kita bicarakan nanti, kamu kembali ke ruanganmu, kalau kamu kurang enak badan, izin saja, ini perintah!” ucap atasannya lagi.

“Siap Pak!” Mayor Pram kembali keruangannya.

“Apa ya dia yang mengirimkan chat itu?” Gumam Mayor Pram, walau nomornya tak dia kenal, namun Mayor Pram sangat yakin dengan firasatnya.

“Ah sudahlah, untuk apa aku memikirkan romansa singkat itu, sebentar lagi aku akan promosi, satu-satunya yang harus aku hindari ya ini, terlibat affair..no gak mungkin, gak usah diladeni saja, biar saja dia menghilang dari benakku dan juga hidupku, ya itu pilihan terbaik untukku.” Tekad Mayor Pram.

***​

Mayor Pram sesekali melihat G-Shock di pergelangan tangannya, sudah hampir pukul setengah empat sore, Mayor Pram melajukan kendaraannya dengan cukup kencang di jalan tol Jagorawi, melalui gps hpnya yang terpasang di atas dashboard , jarak posisinya sekarang dengan lokasi yang dishare oleh pengirim chat tadi sekitar 30 menit lagi.

Sekali lagi hatinya diliputi kebimbangan, dua sisi batinnya bergejolak saling mempengaruhi niatnya, satu sisi dia ingin menuntaskan kerinduan yang selama ini menyiksanya, di sisi lain bayangan kariernya yang kemungkinan akan hancur, atau bahkan mungkin juga rumah tangganya, semua itu membuat hati Mayor Pram berdesir tak karuan.

Tanpa disadarinya, mobilnya kini telah masuk ke halaman restoran tempat pengirim chat tadi menunggu, Mayor Pram terpekur di balik kemudinya, dilihatnya jam tangannya menunjukkan jam 15.55, dengan menghela napas Mayor Pram turun dari mobil.

Seorang pelayan wanita bergegas menyambut kedatangan Mayor Pram, “Pak Pram kan, mari silahkan ikut saya, ibu sudah menunggu di atas.” Mayor Pram mengikuti langkah pelayan tersebut.

Di lantai dua restoran ini, Mayor Pram melihat sosok perempuan menggunakan hijab melambaikan tangannya, Mayor Pram memicingkan matanya mencoba mengenali siapa gerangan perempuan itu, langkahnya semakin dekat.

“Silahkan Pak..” pelayan Wanita tadi kemudian meminta izin untuk menyiapkan hidangan.

“Apa kabar mas Mayor..pangling ya atau emang udah lupa denganku?” tanya perempuan berhijab dan berkacamata hitam itu.

Mayor Pram kini bisa melihat jelas, walau berkacamata hitam dan mengenakan hijab, namun wajah cantik itu tak akan pernah bisa dia lupakan, “Saya pangling aja, gak nyangka pakai hijab.”

“Hihihi, ya saya soalnya menjaga kehormatan Mas Mayor, eh apa udah naik pangkat?” Tanya wanita itu.

Mayor Pram menggeleng, “ Bu dokter sendiri apa kabarnya..”

“Kalau fisik, saya baik-baik saja, namun dari sisi perasaan, saya gak bisa bilang baik-baik saja mas.” Jawab Perempuan itu.

“Apa ada yang menganggu ibu?” Tanya Mayor Pram

“Menurut mas, apa kira-kira yang menganggu perasaan saya?” Perempuan didepannya malah balas bertanya.

Mayor Pram menatap tajam perempuan yang duduk dihadapannya ini, perempuan itu membuka kaca matanya, “Bisa jawab Mas?”

Mayor Pram menggeleng, “Sebenarnya apa yang bu dokter inginkan? sehingga jauh-jauh menyuruh saya kesini.”

Para pelayan datang menghentikan sejenak perbincangan kedua insan berlainan jenis itu, mereka menghidangkan makanan dan minuman di meja, setelah semua tertata rapih, pelayan-pelayan tersebut meninggalkan mereka berdua.

“Silahkan mas..” ucap Dokter Frieska, Mayor Pram meminum es lemon tea yang disajikan.

“Ada apa bu dokter meminta saya datang? Apa yang Bu Dokter inginkan?” Tanya Mayor Pram menatap tajam mata Dokter Frieska.

“Sama seperti yang mas inginkan.” Jawab Dokter Frieska

“Seperti yang saya inginkan? Emangnya apa yang saya inginkan, Bu dokter sok tahu!” ucap Mayor Pram dengan senyum sinis.

“Saya gak sok tahu, tapi saya tahu.” Balas Dkter Frieska singkat.

“Emangnya apa yang saya inginkan? Coba saya mau tahu..” ucap Mayor Pram tertawa.

“Sama seperti saya, mas Pram ingin bertemu saya! sama seperti yang saya rasakan, mas Pram begitu merindukan saya, sama seperti yang saya alami, mas Pram sering terbangun karena begitu tersiksa di dera kerinduan, apa perlu saya lanjutkan..” Ucap Dokter Frieska dengan nada bergetar.

Mayor Pram sesaat tertegun dengan ucapan emosional Dokter Frieska, namun dia tak ingin membiarkan dirinya larut, “sok tahu.” Ucap Mayor Pram, sesaat kemudian Mayor Pram memejamkan matanya, dia merasa menyesal berkata seperti itu.

“Gak sok tahu..mas mayor sendiri yang bilang.” Sahut Dokter Frieska.

“Saya gak ngomong apa-apa kok.” Ucap Mayor Pram

“Mata Mas Mayor telah mengungkap semua yang ada dihati mas!” ujar Dokter Frieska. Ucapan dokter cantik itu bagaikan sebuah pukulan keras yang menampar wajah Mayor Pram, setiap kata yang dokter cantik itu ucapkan, adalah semua hal yang mayor Pram rasakan.

Mayor Pram terdiam menunduk, jari telunjuknya memutar diameter gelas yang ada dihadapannya.

“Apa ucapanku salah mas?” Kejar Dokter Frieska.

Mayor Pram menatap wajah perempuan cantik didepannya itu, “Kalau benar, trus mau gimana?” Mayor Pram menghela napasnya.

“Ada satu lagi yang aku perlu buktikan untuk memantapkan perasaanku mas.” Ucap Dokter Frieska sambil balas menatap mata pria yang jadi lawan bicaranya itu.

“Aku ingin mengulang kejadian di goa tempo hari.” Ucap Dokter Frieska kali ini suaranya terdengar parau.

Wajah Mayor Pram sedikit merah mendengar ucapan dokter cantik itu, dia tak menyangka Dokter Frieska bisa berkata seperti itu.

“Apa yang bu dokter katakan? Ini gila bu!”

“Gila! Kenapa ini gila? Apa karena kita sudah mempunyai pasangan masing-masing?”

“Ya itu salah satunya, selain itu apa yang akan terjadi setelah ini, bagaimana dengan karier bu dokter, karier saya, andai semua orang tahu apa yang terjadi diantara kita?”

“Saya juga gak tahu!!!”

“Saya juga gak tahu mas, saya cuman gak ingin menjadi gila di dera kerinduan yang menyiksa ini, semua perasaan ini sungguh membuat saya tersiksa mas..5 hari itu membuat hidup saya berubah total, saya menjadi ahhh…gak tahulah..” Bu dokter menundukkan wajahnya, kedua tangannya menutup wajah cantiknya itu, terdengar senggukan tangis disana.

Mayor Pram juga menundukkan wajah, dia tak tahu harus berkata apa, “Saya juga sama bu..sama tersiksanya dengan kerinduan ini, 5 hari itu adalah hari terbaik yang pernah saya lalui..Tapi saya juga gak berani melangkah lebih dari itu bu..maafkan saya.” Ucap Mayor Pram dalam hati.

***​

Di sebuah kamar hotel

Kepala Dokter Frieska rebah di dada Mayor Pram, keduanya tersengal-sengal setelah bergumul hebat melepaskan segenap rindu dan hasrat yang tertahan, jemari lentik Dokter Frieska berputar di sekitar puting Mayor Bram. Bibir Dokter Frieska mencium lembut dada Mayor Pram yang penuh peluh.

“Sejak bayi aku telah menjadi orang kaya Mas, semua hidupku gampang ditebak, sejak kecil aku diproyeksikan menjadi dokter seperti papahku, tanpa kusadari aku kehilangan sisi emosional, aku memilih sesuatu bukan karena aku ingin, tapi karena itu yang terbaik, aku menikah tanpa cinta mas, memang aku dijodohkan, cuman waktu itu aku merasa kalau suamiku adalah orang yang lebih baik dari diriku dari segi karier dan materi, saat aku sadar hidupku membosankan, aku mulai mencari hal lain, aku ikut menjadi relawan di daerah konflik, disana aku menemukan keasikan sendiri, aku menemukan dunia yang berbeda, dunia yang berwarna dari hidupku selama ini, aku menemukan kebahagian disana mas, hidupku jadi lebih balance.” Ujar Dokter Frieska sambil memainkan putting Mayor Pram.

“Apa saat jadi relawan di daerah konflik, kamu juga melakukan hal yang eghhhhhhhh yang kaya di goa itu sama prajurit?” tanya Mayor Pram.

Dokter Frieska duduk dan memandang wajah Mayor Pram dengan bibir cemberut, sesaat berikutnya cubitan mendarat di perut Mayor Pram, membuat Mayor Pram teriak kesakitan.

“Aduh kok dicubit..” Tanya Mayor Pram mengusap perutnya.

“Rasain, kamu kalo ngomong pedes banget sih, makanya tuh pedes gak cubitanku..aku tuh gak mikirin hal-hal kaya gitu saat jadi relawan, Cuma ma kamu tau gak! Kamu pikir aku perempuan gatel apa?” jawab Dokter Frieska dengan nada gusar.

Mayor Pram mengusap punggung telanjang dokter cantik itu dengan lembut, “sori-sori aku cuman becanda kok sayang..”

“Awas kalau ngomong kaya gitu lagi..cie udah manggil sayang nih..jadi kita udah resmi jadian dong..hihihi..” ucap Dokter Frieska yang secepat itu merasa bahagia.

“Hmmm seperti yang kamu bilang aku perlu pembuktian untuk memantapkan perasaanku..” ujar Mayor Pram

Dokter Frieska kembali cemberut dan mengernyitkan keningnya, “Pembuktian?”

“Ya yuk sekali lagi wik-wik…biar tambah yakin..” ucap Mayor Pram sambil merengkuh tubuh mulus Dokter Frieska. “biar tambah yakin perlu uji sekali lagi…..” Mayor Pram menarik selimut menutup tubuh mereka berdua, terdengar cekikikan manja Dokter Frieska..”Masss..duhhh iya iya geli..hihihi massss.”

-----------

TAMAT.
Juara oom 👍🏻👍🏻🙏🏻
 
Setelah memastikan lokasi target, semua pasukan keluar dari panser dan mengambil posisi siaga, Letnan Anton memberikan kode kepada pasukannya untuk berpencar dengan formasi melingkar, dua pertiga pasukan mengendap dan kemudian berlari runduk menuju bagian belakang target, sisanya merunduk mendekati target dari depan, Letnan Anton juga meminta empat orang sniper membidikkan senjatanya ke arah jalan masuk target.

Dengan kode tangannya, Letnan Anton memerintahkan Pasukan yang berada dibelakang target menyerbu masuk, terdengar suara pintu didobrak dan rentetan tembakan senjata, seketika jeritan terdengar dari rumah, beberapa orang terlihat berlarian menuju pintu keluar, sniper melepaskan tembakan untuk membuat mereka semakin berpencar tak tentu arah, pasukan yang berada di bagian depan langsung menyerbu, dan mengamankan beberapa orang yang tiarap di tanah.

Namun tanpa diduga dari arah kiri lokasi, ternyata ada beberapa anggota komplotan yang cukup banyak, rupanya ada dua lokasi tempat persembunyian para kompoltan pemberontak itu, mereka kalap menyerang dengan pasukan yang berada di dalam rumah, terdengar kembali suara tembakan bersahutan di dalam rumah, beberapa anggota kelompok yang berusaha kabur dapat dibekuk dengan mudah oleh para prajurit, 3 orang yang diduga pimpinan komplotan berhasil ditangkap dan dibawa ke hadapan Letnan Anton, salah satu yang tertangkap adalah si rambut gimbal Keli Pigai!

Beberapa prajurit terlihat menggandeng rekannya yang terkena bacokan parang dan tertusuk panah para pemberontak, Letnan Anton memerintahkan sebagian pasukan kembali ke markas untuk memberikan pertolongan pada prajurit yang terluka.

Letnan Anton kemudian menginterogasi 3 orang tadi, si rambut gimbal dengan gigi hitam tersenyum mengejek, dan meludahi wajah Letnan Anton, sebuah hantaman popor senjata mendarat di mulut si rambut gimbal, beberapa giginya terlepas, mulutnya mengeluarkan darah. Kedua orang yang ikut tertangkap ketakutan melihat kejadian itu.

“Kalau kalian masih tak mau memberikan informasi dimana tawanan kalian itu, maka satu persatu dari kalian akan kami berikan perawatan gigi dan kuku.” Ujar Letnan Anton mengangguk kepada salah seorang prajuritnya.

Prajurit itu mendekati salah seorang komplotan itu, dengan cepat dia menarik tangan pemberontak, dan mulai memasangkan mulut tang ke kuku orang itu. “Kamu, kalau kamu mau kerjasama, kamu gak akan tersiksa, gak mau kan merasakan kukumu dicabut dengan tang itu.” Ucap Letnan Anton.

Wajah pemberontak itu terlihat pucat ketakutan, si rambut gimbal kemudian berteriak. “gak usah takut mereka hanya mengancam saja, jangan takut.”

Tak lama terdengar jeritan menyayat hati dari salah seorang pemberontak, kuku jari telunjuknya lepas dan mengeluarkan darah. “Hei kalian melanggar HAM, ini melanggar konfrensi jenewa..” teriak si rambut gimbal.

Letnan Anton cukup terkejut mendengar ucapan si rambut gimbal itu, sepertinya dia bukan pemberontak biasa. “Upps maaf gak sengaja bro.” ucap Letnan Anton enteng.

“Gimana kami gak main-main kan, tunjukkan dimana tawanan kalian, maka kalian akan kami lepaskan.” Ketegaran pemberontak yang dicabut kukunya itu semakin goyah.

“Baik-baik, saya akan tunjukkan tempatnya bapak, tolong jangan cabut kuku saya lagi.” Ucapnya memelas hampir menangis. Salah seorang pemberontak terlihat basah di celananya.

“Dasar lemah kau, bangsat kau! Penghianat!” teriakan terakhir si rambut gimbal, karena kemudian kepalanya terkulai pecah di tembus peluru, darah si rambut gimbal terpapar di wajah pemberontak yang celananya basah tadi, pemberontak itu kemudian menjerit histeris ketakutan.

“Kalau kau bohong, maka kepalamu akan sama seperti si jelek itu paham kau!” ucap Letnan Anton geram.

“Ya ya bapak, saya gak akan bohong, tolong bapak biarkan saya hidup, anak saya banyak bapak..tolong bapak, saya akan bantu bapak..” Ucap pemberontak itu.

“Ikat orang yang pingsan ini, untuk mayat si gimbal biarkan dulu mereka disini, kita menuju lokasi tawanan mereka, ayo..” Letnan Anton menarik tubuh pemberontak dengan gemas.

***​

“Kau yakin disini..” Tanya Letnan Anton saat mereka tiba di pinggir ngarai.

“Ya bapak, tentara itu melompat ke dalam sana, dia menggendong seorang perempuan berpakaian putih, kami tidak menangkap mereka, saat kami kejar, tiba-tiba mereka nekat melompat kesana.” Jawab si pemberontak.

Letnan Anton memperhatikan raut wajah si pemberontak, tak terlihat kebohongan di matanya, apalagi dia dalam posisi ketakutan, tak mungkin dia berbohong, tiba-tiba salah seorang anggota pasukan berteriak memanggilnya, Letnan Anton bergegas menghampiri.

Sebuah sepatu berwarna krem ditemukan tak jauh dari bibir ngarai, Letnan Anton memeriksa sepatu itu, sepertinya ini sepatu merek mahal, dia yakin ini milik Dokter Frieska, letnan Anton seolah bisa melihat kejadian sebelumnya, di bayangannya Dokter Frieska terjatuh atau tersandung, lalu Mayor Pram menggendongnya, dan mereka melompat ke dalam ngarai itu saat posisi mereka terdesak.

“Letnan saya menemukan sebuah pistol.” Teriak salah seorang prajurit, Letna Anton bergegas mendekati prajurit itu, sekitar 5 kaki dari bibir ngarai ditemukan pistol milik Mayor Pram, “sepertinya Mayor Pram berusaha memberitahu jejak terakhirnya sebelum melompat.” Batin Letnan Anton.

Letnan Anton melihat ke arah bawah ngarai, ngarai ini cukup curam dan dipenuhi rimbunan pohon, tiba-tiba hati letnan Anton berdesir, dia khawatir kedua orang itu telah tewas, namun dia tahu benar komandannya itu, pasti telah memperhitungkan resikonya saat melompat. “Aku Yakin Mayor Pram dan Dokter Frieska masih hidup, sebaiknya aku memberitahu MPO untuk membantu evakuasi komandan dan Dokter Frieska. Mau gak mau itu jalan satu-satunya.”

Letnan Anton memerintahkan pasukannya untuk kembali ke markas dan membawa semua tawanan dan mayat si gimbal.

***​

Mayor Pram terjaga pagi itu, dilihatnya Dokter Frieska masih tertidur menyender pada sebuah batu besar dibelakangnya, Perlahan Mayor Pram turun dari batu besar tempat mereka berdua duduk sepanjang malam tadi, dia tak ingin membuat Dokter Frieska terbangun.

Mayor Pram mengambil kantung airnya dari dalam ransel, berjalan perlahan keluar dari gua, sungguh terasa segar udara pagi itu di luar gua, tanah yang basah akibat sisa hujan semalaman membuat aroma lembab menyergap di hidung Mayor Pram, butiran air di dedaunan yang tertiup angin menyapanya pagi ini.

Mayor Pram mengulet sejenak, pinggangnya terasa kaku karena tidur dalam posisi duduk, entah sampai jam berapa Mayor Pram dan Dokter Frieska selesai mengobrol tadi malam, Mayor Pram memeriksa ranting yang dikumpulkannya kemaren, ranting-ranting itu basah dan itu artinya tak bisa membuat perapian untuk masak.

Mayor Pram berjalan menuju parit, setelah mengisi kantung airnya dengan penuh, Mayor Pram kembali memanjat pohon murbei, dikumpulkannya buah murbei itu di dalam kaos yang dikenakannya, setelah dirasanya cukup, Mayor Pram turun kembali.

Mayor Pram membuka seluruh pakaiannya hingga tak ada yang tersisa satupun, dia lalu masuk kedalam parit, air parit yang dingin membuat dirinya terkejut, namun tak lama tubuhnya bisa beradaptasi, Mayor Pram memejamkan mata menikmati kesegaran air parit membasuh pori-pori kulitnya.

Sambil membersihkan setiap jengkal tubuhnya, Mayor Pram memperhatikan sekeliling tempatnya berada, sejauh matanya memandang hanya terhampar batang-batang pohon besar dan rerimbunan semak, tiba-tiba hatinya menjadi sedikit khawatir dan ragu apakah mereka berdua bisa keluar dari tempat ini, bahan makanan tinggal sedikit, apalagi sepertinya hujan mulai sering turun, tandanya sulit untuk menemukan ranting yang bisa dijadikan kayu bakar, udara di gua cukup lembab, rasanya gak mungkin terus-terusan berlindung di dalam gua itu.

Mayor Pram memandang aliran air parit ini, entah kemana aliran ini menuju, rasanya akan sia-sia jika mengikuti aliran air parit ini, Mayor Pram tak yakin parit ini bisa membantunya mencari jalan keluar dari tempat ini, dia tahu ini adalah sebuah ngarai atau jurang, untuk keluar dari tempat ini dia harus mendaki naik keatas, dengan kondisi kaki Dokter Frieska yang terluka akan butuh waktu baginya untuk bisa berjalan normal, “Dalam Kondisi kakinya sehatpun, aku gak yakin Dokter Frieska bisa memanjat, apalagi dalam kondisi terluka seperti sekarang.” Batin Mayor Pram.

Mayor Pram berusaha menyingkirkan semua keraguan dalam hatinya, keraguan itu akan menimbun rasa prustasi nantinya, dan apabila rasa prustasi memuncak maka pikirannya akan menjadi tidak waras nantinya, mirip seperti orang yang terkena syndrome dendrophobia, teringat saat pendidikan survival dulu, ada teman seangkatannya yang menjadi seperti orang gila, menyangka kalau pepohonan sedang mengejar dia, bahkan setangkai mawar yang indah dalam penglihatannya seolah seperti ingin menerkamnya.

“Aku harus optimis, pasti ada jalan keluar dari tempat ini, dan aku yakin Anak buahku cukup cerdas membaca tanda-tanda yang kutinggalkan diatas.” Mayor Pram keluar dari parit dan mengenakan pakaiannya kembali, tadi saat di parit, matanya menangkap ada rimbunan pohon bambu tak jauh dari parit, Mayor Pram memutuskan kembali ke gua untuk membawa kantung air dan buah murbei yang dipetiknya tadi, agak siangan nanti dia akan berusaha mencabut sebagian pohon bambu tadi.

Saat masuk kegua, telinganya sayup-sayup mendengar suara isak tangis, dilihatnya Dokter Frieska tertunduk menyembunyikan wajahnya dalam lipatan kakinya, Mayor Pram bergegas menghampiri dokter itu, saat tahu yang datang Mayor Pram, Dokter Frieska memeluk Mayor Pram dengan erat, tangisnya pecah dipelukan Mayor Pram.

“Ada apa bu? Kenapa ibu seperti ketakutan?” Tanya Mayor Pram.

“Saya kira Mas telah pergi meninggalkan saya, tolong jangan tinggalkan saya mas, saya takut…” Kembali tangisan dokter itu pecah dipelukan Mayor Pram.

Sepertinya Dokter Frieska mulai dihantui berbagai halusinasi, sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan dari dirinya, Mayor Pram mengelus lembut rambut Dokter Frieska, “Saya gak akan meninggalkan bu dokter, tak akan pernah bu.”

Dokter Frieska memandang wajah Mayor Pram, wajah Dokter Frieska terlihat kusut, matanya bengkak akibat menangis, Satu sisi lemah dokter tegar itu terpampang di hadapan Mayor Pram, rasa iba dan ingin melindungi perlahan timbul di sanubari Mayor Pram.

Jempol tangan Mayor Pram menghapus jejak bening di kelopak mata Dokter Frieska, “Jangan punya pikiran konyol, sejak awal saya tak pernah meninggalkan bu dokter, dan saya tak akan memulainya sekarang bu..”

Wajah cantik itu kembali terbenam dalam pelukan pria gagah didepannya, rasa nyaman menjalar di segenap aliran darahnya, dalam pelukan Mayor Pram, Dokter Frieska menemukan sesuatu yang selama ini tak pernah dia rasakan, Cinta!! Perlahan dengan pasti Dokter Frieska mulai bergantung dengan Mayor Pram, bukan hanya fisik, pria gagah ini bahkan telah menggenggam erat hatinya.

Kedua insan berlainan jenis ini saling berpelukan dengan erat, keduanya terdiam dalam kenyamanan, hati mereka saling bicara satu sama lain, keduanya tenggelam dalam hasrat, gairah dan kenyamanan, bibir Mayor Pram menyentuh lembut bibir Dokter Frieska, mata keduanya saling memandang , kilat gairah terpancar di mata keduanya, Bibir Dokter Frieska menjemput bibir pria yang telah mencuri hatinya itu.

Keduanya saling melumat dalam gairah, Dokter Frieska melingkarkan tangannya erat ke leher Mayor Pram, mereka berdua saling mencumbu dan melumat, Dokter Frieska mengerang lirih saat bibir dan lidah Mayor Pram menyapu leher jenjangnya, Dokter Frieska berusaha membuka celana yang dikenakan Mayor Pram, begitupun Mayor Pram yang sedang mengangkat lepas kaos loreng yang dikenakan dokter cantik itu.

Mayor Pram tertegun memandang payudara indah dokter cantik dihadapannya ini, bongkahan payudara putih bersih dengan putting bulat berwarna pink membuat syahwatnya semakin naik, Mayor Pram meremas lembut bongkahan payudara mulus itu, Dokter Frieska menatapnya dengan sayu, desis pelan terdengar dari bibir indahnya.

Mulut Mayor Pram menghisap rakus putting berwarna pink tersebut, hisapannya liar dikuasi birahi, Dokter Frieska merintih dan mengerang, “Pelan-pelan sayang..” rintihnya saat putingnya terasa perih, namun dokter itu malah menekan kepala Mayor ram semakin dalam ke payudaranya, lidah Mayor Pram terus melata histeris di sekujur kulit mulus dokter cantik itu.

Entah sejak kapan celana Mayor Pram lepas, penis besarnya menjuntai menyentuh tangan halus dokter cantik itu, tangan lembut Dokter Frieska menangkap penis Mayor Pram yang telah tegang sempurna, hampir dua tahun Mayor Pram tak melepaskan syahwatnya, kini seolah semua gairah dan birahinya berkumpul dalam aliran darah di sekujur penisnya.

Dokter Frieska mengocok liar penis besar di genggamannya itu, mulut kedua saling melumat satu sama lain, Dokter Frieska mendorong tubuh gagah didepannya ini, Mayor Pram mengerti apa yang dikehendaki waanita cantik ini, Mayor Pram kemudian berbaring dengan alas matrasnya, Dokter Frieska dengan gerakan erotis dan tatapan nakal mulai membuka satu-satunya kain yang masih melekat ditubuhnya.

Tatapan Mata Mayor Pram tak berkedip melihat tubuh telanjang Dokter Frieska, tubuhnya terlihat sempurna, walau usianya sudah tak muda lagi, namun tubuh Dokter Frieska yang terawat bagaikan pualam yang berkilat, “Ahhhh..” Mayor Pram mengerang, dia terkejut saat tiba-tiba Dokter Frieska menggengam dam mengocok penisnya dengan kasar, belum sempat Mayor Pram bicara, kini kembali erangannya keluar, penisnya kini tengah dijilati lembut oleh lidah dokter cantik itu.

Mayor Pram mencoba untuk melihat apa yang sedang dilakukan dokter cantik itu, ahh, rasa ngilu dan geli kini dirasakannya, ujung lidah Dokter Frieska tengah mengorek lubang kencingnya, Ahhh luar biasa dokter ini, Mayor Pram mengangkat sedikit bahunya, dilihatnya Dokter Frieska tengah menghisap penisnya dengan kuat, Ahhh ini luar biasa…belum pernah Mayor Pram merasakan hal seperti ini, selama ini hubungan intim dengan istrinya hanya biasa saja, tak pernah sekalipun istrinya menghisap kemaluannya seperti yang dokter cantik ini lakukan.

Dokter Frieska bagai wanita jalang yang sedang kerasukan birahi, tanpa sungkan dan jijik dia melahap kepala penis Mayor Pram, dihisapnya penis besar itu kuat-kuat, dikoreknya semua cairan precum yang semakin banyak keluar, bahkan kantung pelir Mayor Pram dilumatnya dengan kuat, Dokter Frieska menyukai erangan dan rintihan mayor gagah itu, setelah puas, dia kemudian berdiri mengangkangi penis Mayor Pram, perlahan Dokter Frieska berjongkok mengambil batang penis besar itu, dituntunnya masuk kedalam lubang senggamanya, Dokter Frieska menringis nyeri saat batang penis itu mulai masuk, namun dia tak peduli perihnya, di dudukinya penis besar itu hingga amblas menghilang di dalam lubang senggamanya, kini keduanya saling menyatu sempurna dalam balutan syahwat yang menggelora.

Dokter Frieska mulai menggerakkan pantatnya naik turun, gerakannya perlahan karena penis itu sungguh penuh di dalam vaginanya, Dokter Frieska mencoba menikmati setiap tumbukan penis itu didalam rongga vaginanya, tanganya bertumpu pada dada bidang Mayor Pram, setelah beberapa saat, Dokter Frieska mulai memeprcepat gerakannya, dia mengerang dan mendesis lirih seiring dengan semakin cepat gerakaannya, namun sepertinya tenaga Dokter Frieska tak mampu mengimbangi hasrat birahinya, dokter cantik itu mulai kehabisa tenaga untuk memompa kenikmatannya.

Mayor Pram kemudian menarik tubuh telanjang Dokter Frieska ke pelukannya, di peluknya erat punggung dokter cantik yang mulai dipenuhi peluh itu, dengan gerakan cepat, Mayor Pram mulai menyodok vagina Dokter Frieska dari bawah, hentakan demi hentakan mayotr pram membuat Dokter Frieska menggila dalam serangan birahinya, tumbukan penis Mayor Pram terasa begitu dalam mengorek vaginanya, keduanya kembali saling melumat dalam posisi Dokter Frieska terkulai diatas tubuh Mayor Pram.

Tenaga Mayor Pram sungguh luar biasa, mungkin karena sudah begitu lama syahwatnya tak tersalur, kini semuanya seolah berkumpul dalam hubungan intim ini, dengan gerakan cepat dan memababi buta, pantat Mayor Pram memompa penisnya tanpa ampun ke dalam vagina Dokter Frieska, tentu saja dokter cantik itu kewalahan mengimbangi gelombang birahinya yang semakin meninggi, tak lama Dokter Frieska menjerit tertahan, tubuhnya mengejang gemetaran dlama pelukan erat Mayor Pram.

Terasa cairan pipis Dokter Frieska mengalir di kantung pelir Mayor Pram, namun seolah tak kenal belas kasihan, Mayor Pram sama sekali tak menghentikan pompaannya, malah pompaannya semakin cepat saat dirasakan puncak syahwatnya telah berkumpul diujung penisnya, dengan hentakan kuat dan eraman yang menyeramkan benih-benih Mayor Pram melompat keluar berebutan berusaha membuahi rahim dokter fieska.

Napas keduanya tersengal, punggung Dokter Frieska yang basah oleh peluh terlihat bergerak cepat mengatur napasnya yang terengah-engah, keduanya saling berpelukan bermandikan peluh, Dokter Frieska menatap wajah Mayor Pram, keduanya saling tersenyum penuh kepuasan, mereka saling berciuman singkat, Dokter Frieska merebahkan kepalanya didada bidang mayor gagah itu, seulas senyum bahagia tersungging di wajah cantiknya.

***

Berita hilangnya Mayor Pram dan Dokter Frieska mulai menyebar kemana-mana, pihak militer akhirnya melakukan konfrensi pers untuk mengkonfirmasi kebenaran berita tersebut, namun pihak militer belum memberikan penjelasan mengenai kronologi insiden tersebut, dengan beralasan saat ini yang terpenting adalah upaya menemukan keberadaan Mayor Pram dan Dokter Frieska.

Presiden yang sedang melaksanakan kunjungan kerja di Timika, memerintahkan pusat komando operasi untuk melakukan segala upaya untuk menemukan keberadaan Mayor Pram dan Dokter Frieska apapun kondisinya.

Pihak Angkatan Darat kemudian membentuk tim khusus yang terdiri dari prajurit-prajurit yang telah berpengalaman dalam berbagai operasi penyelamatan, bersama peralatan dan perlengkapan medis tim itu dikirim segera ke lokasi dengan menggunakan helikopter.

Letnan Anton Sihombing di beri tugas sebagai komandan tim penyelamat, Letnan Anton kemudian membentuk tim penyelamat menjadi 2 regu, setiap regu akan bergantian turun ke ngarai, tenda besar akan dipersiapkan di pinggir ngarai, sejumlah relawan juga siap membantu evakuasi, Letnan Sihombing akan mencari selama 24 jam hingga keduanya bisa ditemukan.

Sejumlah persiapan dilakukan prajurit, tak jauh dari lokasi terakhir Mayor Pram di duga berada, savana terbuka tengah dipersiapkan sebagai landasan heli untuk mengangkut kedua korban, sejumlah alat berat mulai berdatangan untuk membabat semak-semak belukar diarea sekitar itu.

Di markas Satgas grup 3, Letnan Anton memimpin persiapan terakhir untuk Evakuasi, rencananya siang ini mereka akan mulai membangun tenda di pinggir ngarai, namun melihat cuaca yang gelap dan kemungkinan hujan lebat, Letnan Anton memutuskan untuk mulai evakuasi keesokan esok, sekitar pukul 5 pagi, malam ini Letnan Sihombing memutuskan untuk mengadakan doa bersama untuk keselamatan dan kelancaran proses evakuasi, terutama untuk keselamatan Mayor Pram dan Dokter Frieska.

Sebagian relawan pesimis dengan kondisi Mayor Pram dan Dokter Frieska, sudah empat hari mereka hilang, apalagi ngarai yang cukup curam ditambah hujan lebat beberapa hari ini, membuat mereka tak yakin keduanya masih hidup.

Letnan Anton dan beberapa petugas tengah memeriksa peralatan yang akan digunakan untuk evakuasi, ada genset pembangkit untuk keperluan penerangan, thermal scanner untuk melacak panas, kacamata night vision, tandu, serta peralatan panjat tebing, setelah yakin semua sudah lengkap, Letnan Anton memerintahkan seluruh tim untuk istirahat sebagai persiapan evakuasi besok.

Letnan Anton memacu motornya menuju bukit, dalam pandangannya, sosok komandannya yang selalu ke bukit tiap hari seolah masih berada disana, Letnan Anton juga pesimis dengan keadaan mereka berdua, namun dia juga tak ingin larut dalam perasaannya, kini dia bertekad untuk menemukan komandannya dalam kondisi apapun

***​

Hujan turun lebat di ngarai tempat Mayor Pram dan Dokter Frieska berada, air hujan yang menetes deras dari batang pohon membuat tanah menjadi becek dan licin, Mayor Pram bergegas memikul beberapa bambu yang berhasil di cabut, tak lupa dia juga menenteng satu tandan kecil pisang yang sebelumnya dia petik, pakaiannya telah basah kuyup campuran keringat dan air hujan, walau lebatnya hujan masih terhalang oleh rimbunnya daun, namun udara disekitar menjadi turun drastis.

Mayor Pram terpeleset saat berlari, dia mencoba bangun, rasa nyeri terasa di pergelangan kakinya, “sepertinya kakiku terkilir.” Ucapnya lirih, di letakkannya bambu yang dipetiknya tadi, dia hanya menyeret tandan pisang dengan jalan tertatih, dengan susah payah akhirnya Mayor Pram berhasil sampai ke goa kembali.

Melihat kedatangan Mayor Pram, Dokter Frieska bergegas menyambutnya, Dokter Frieska cukup terkejut melihat keadaan Mayor Pram yang basah kuyup dengan bibir menggigil, tampak bibir Mayor Pram mulai sedikit membiru.

“Bu dokter, saya bawa pisang untuk makan malam kita, sepertinya kita gak bisa buat api malam ini.” Ujar Mayor Pram tersenyum, wajahnya terlihat pucat.

“Kaki mas kenapa?” Dokter Frieska membantu membawa pisang yang di pegang Mayor Pram, dilihatnya Mayor Pram berjalan terpincang-pincang.

“Saya jatuh kepleset tadi bu.” Ujar Mayor Pram, sambil membuka pakaiannya yang basah.

“Kenapa mas gak pakai baju, itu ada baju tersisa masih kering.” Ujar Dokter Frieska mengambilkan sebuah kaos untuk Mayor Pram.

“Gak apa bu, itu buat bu dokter besok pagi, saya gak apa-apa gak pakai baju.” Ucap Mayor Pram kemudian berbaring diatas matras.

Tipuan Angin dingin masuk kedalam gua membuat Dokter Frieska sedikit menggigil, “duh mas, cuaca dingin seperti ini, jangan konyol deh, ini pakai.” Tak ada jawaban dari Mayor Pram.

Dokter Frieska menghampiri Mayor Pram yang tertidur, wajah Mayor Pram pucat dengan bibir sedikit membiru, tubuhnya menggigil, Dokter Frieska menyelimuti tubuh Mayor Pram dengan selimut, disentuhnya tubuh pria yang tengah berbaring itu, tubuhnya dingin seperti es. Wajah Dokter Frieska mulai khawatir.

Dirabanya leher Mayor Pram, Dokter Frieska melihat jam tangan Mayor Pram dan mulai berkonsentrasi, tak lama wajah dokter cantik itu menjadi tegang setelah mengetahui denyut nadi Mayor Pram terasa lemah, dan tak normal.

“Hipotermia!!” gumam Dokter Frieska.

Dokter Frieska melihat sekelilingnya, di bongkarnya tas ransel Mayor Pram, ada sebuah kantung tidur yang belum pernah digunakan, Dokter Frieska membawa kantung tidur itu di samping Mayor Pram, dengan bersusah payah Dokter Frieska berusaha mengenakan pakaian kering ke tubuh Mayor Pram, tubuh Mayor Pram terasa sangat dingin, bibirnya kini mulai bergetar.

Terdengar gumaman dari bibir Mayor Pram, sepertinya Mayor Pram mulai berhalusinasi dan maracau tak jelas, Dokter Frieska mengusap peluhnya, memakaikan pakaian ke tubuh Mayor Pram membuat energinya habis, Dokter Frieska membuka resleting kantung tidur itu, lalu dengan susah payah dia menggulingkan tubuh Mayor Pram hingga masuk kedalam kantung tidur, bergegas dia berusaha keras mengancingkan resleting kantung tidur itu.

Gumaman dan racauan tak jelas kembali terdengar dari bibir Mayor Pram yang membiru, dokter cantik itu sedikit panik dan hampir menangis melihat kondisi pria yang dicintainya, “Jangan, aku gak boleh panik, aku adalah dokter berpengalaman.” Dokter Frieska berusaha melawan kegelisahannya. Namun dia tak mampu berbuat apa-apa, tidak ada peralatan yang cukup memadai paling tidak untuk pertolongan pertama, Dokter Frieska menyelimuti kantung tidur Mayor Pram, lalu dia berbaring disamping pria itu, dipeluknya tubuh kantung tidur Mayor Pram dengan erat, “Mas pliss jangan tinggalin aku…mas janji akan mengeluarkan kita berdua, mas…” Dokter Frieska sesekali menggosok tangannya hingga hangat lalu dibalurkan ke pipi lelaki yang telah menggenggam hatinya ini.

***​

Dokter Frieska terjaga pagi itu, tangannya meraba kembali kening Mayor Pram, masih terasa dingin, berdasarkan pengalamannya, kemunginan suhu tubuh Mayor Pram sudah diambang mengkhawatirkan, satu-satunya cara yang efektif adalah mengkompresnya dengan air hangat.

Dokter Frieska menyelimuti Mayor Pram serapat mungkin, dia lalu keluar dari goa membawa rantang makanan yang telah bersih, parfumnya dan juga korek api, bagaimanapub caranya dia harus membuat air panas untuk mengkompress.

Setelah mengambil air dari parit, Dokter Frieska bergegas menuju ke tempat perapian lama yang dibuat Mayor Pram, masih terdapat unggukan arang dari ranting bekas pembakaran, matanya celingukan mencari ranting-ranting yang ada, ada seoonggok ranting di sekitar perapian itu, namun ranting-ranting itu terlihat basah, dengan menangis putus asa Dokter Frieska memilih ranting yang terasa kering, dia hanya butuh untuk memanaskan air saja untuk kompres.

Dokter Frieska berusaha mengingat pelajaran survival yang pernah dia ikuti dulu, ditumpuknya ranting yang terlihat agak kering, lalu dibakarnya parafin yang dibawanya menggunakan korek api, diletakkan parafin itu dibawah onggokan ranting, Dokter Frieska membuka parfumnya yang mengandung alkohol, harapannya alkohol bisa membantu mempercepat munculnya api, perlahan asap mulai terlihat muncul disela-sela ranting, dengan sekuat tenaga Dokter Frieska mengipasi asap itu dengan rompi anti peluru yang ada disana

“Ya Tuhan tolong aku, jangan biarkan terjadi apapun pada Mas Pram, tolong Tuhan, aku tahu sudah begitu lama aku tak pernah ikut kebaktian, bahkan aku tak pernah lagi mengingatMU, namun tolonglah diriku sekali ini saja, jika memang harus ada yang Kau ambil, ambil saja aku, jangan Mas Pram, dia adalah pria yang baik, tolong Tuhan, aku mohon..”

Tiba-tiba secercah api muncul, tak lama apipun semakin membesar, “Terima kasih Tuhan.” Ucap Dokter Frieska sambil menunduk dan mengepalkan kedua tangannya.

Dokter Frieska meletakkan rantang tempat makan yang berisi air ke gantungan tempat pembakaran, api menjilat rantang itu, jemari dokter frieska terus memantau panasnya air dalam rantang itu, setelah dirasakannya cukup Dokter Frieska bergegas membawa rantang itu ke dalam goa, dengan menggunakan kaos bekas pakai Mayor Pram, Dokter Frieska mulai mengkompres kening Mayor Pram, lalu bergantian mengkompres lehernya.

Saat air di dalam rantang mulai dingin, Dokter Frieska bergegas menghangatkan kembali rantang itu di perapian, untung saja rantingnya cukup bertahan menahan api menjadi tak padam, setelah cukup hangat kembali Dokter Frieska membawanya ke dalam goa untuk mengkompres Mayor Pram.

Baru saja dia mengkompress leher Mayor Pram, hujan lebat kembali turun, petir menggelegar bersahutan, Dokter Frieska menghela napasnya, sungguh benci dirinya saat itu dengan hujan. Diletakkan kaos hangat itu ke kening Mayor Pram, dipandangi wajah pria di hadapannya ini, wajah pria itu semakin tampan di pandangannya, dibelainya pipi pria itu dengan lembut, Dokter Frieska merasa tubuh Mayor Pram sudah tak sedingin tadi, bahkan denyut nadinya mulai terasa normal, Dokter Frieska menarik napas lega.

Rasa lelah bolak balik menghangatkan air baru terasa olehnya, Dokter Frieska berbaring di samping Mayor Pram. Hatinya kembali berdoa..

‘Hgghhhh…airr…” Dokter Frieska tersentak mendengar suara Mayor Pram, seulas senyum tersungging di bibirnya, “Mas…” Dokter Frieska menghambur memeluk pria yang terbungkus kantung tidur itu.

***​

“Jadi ibu yang menaruh saya di kantung tidur?” tanya Mayor Pram sambil melahap pisang yang disuapi Dokter Frieska.

“Ho oh..” jawab Dokter Frieska singkat sambil kembali memasukkan potongan pisang ke mulut Mayor Pram.

“Kuat juga ya ibu..” ucap Mayor Pram.

“Pasti karena kekuatan cinta mas..” ujar Dokter Frieska memandang lembut Mayor Pram. Keduanya saling menatap.

Hujan lebat disertai gemuruh petir saling bersahutan, kilatan petir sesekali menerangi wajah mereka berdua. Mayor Pram membelai lembut pipi Dokter Frieska, tangan besar itu segera ditangkap oleh Dokter Frieska, tangan itu memberi kehangatan di seluruh jiwanya yang selama ini dingin, jemari kedua insan itu saling bertaut tanpa suara, Dokter Frieska menyurukkan kepalanya ke bahu Mayor Pram.

“Kemaren saya takut gak bisa keluar dari tempat ini, namun sekarang saya takut mereka akan menemukan kita, karena saat mereka menemukan kita, semua ini hanyalah mimpi mas, kita akan kembali ke kenyataan, mas akan kembali ke keluarga mas, dan semua kisah ini akan berakhir.” Ujar Dokter Frieska membelai jemari besar Mayor Pram.

Mayor Pram hanya diam tak merespon. sungguh dia tak tahu hendak bicara apa, pikirannya kini sama seperti Dokter Frieska, saat mereka ditemukan, maka semua ini akan berakhir, dia akan kembali ke kehidupannya sedia kala, menunggu penempatan baru di kota baru.

Di luar, Hujan semakin deras membasahi bumi, petir saling bersahutan menyeramkan, di dalam goa, kedua insan yang saling berbeda dalam segala hal saling berpelukan satu sama lain, cinta mempersatukan semua perbedaan mereka berdua, Mayor Pram dan Dokter Frieska tak pernah menyangka mereka akan menemukan cinta di tempat dan situasi seperti ini, sejenak mereka melupakan semua yang mereka tinggalkan, meupakan semua problem yang terjadi dalam hidup mereka, tempat ini telah menyembuhkan luka hati mereka, andaikan hidup mereka harus berakhir di tempat ini, mereka rela dan ikhlas, karena mereka telah menemukan apa yang ingin ditemukan setiap orang didunia ini, yaitu cinta sejati, cinta yang menghidupkan setiap hasrat dan gelora jiwa mereka, bukan cinta yang berbelas iba dan kepalsuan.

***​

Hujan perlahan reda saat hari mulai beranjak gelap, Letnan Anton tanpa membuang waktu segera memerintahkan 10 orang prajurit untuk bersiap turun ke ngarai, Letnan Anton memutuskan akan bergabung dengan mereka, Tim pertama yang akan turun mulai mempersiapkan segala sesuatunya, antara lain kaca mata night vision, thermal scanner, rompi anti peluru serta senjata lengkap , Letnan Anton bersiap maksimal untuk menghadapi berbagai kemungkinan di bawah, dua orang prajurit menggendong tandu portabel dipunggungnya.

Sebelumnya mereka telah memantau kedalaman ngarai ini melalui sebuah alat sling baja, ternyata ngarai ini cukup dalam, lebih dari 10 meter kebawah, dan kini para prajurit yang tergabung dalam tim pertama tengah bergantian meluncur ke bawah, satu persatu prajurit meluncur dan Letnan Anton menjadi orang terakhir yang turun.

Tanah yang mereka pijak di dasar ngarai terasa lembab dan licin, sepasang kaki salah seorang anggota tim terbenam kedalam tanah yang mirip lumpur saat melompat, rekannya beramai-ramai membantu menarik dari benaman lumpur tersebut.

“Hati-hati, lihat jalan kalian, dan tetap waspada dengan sekitar!” Ucap Letnan Anton. Jalan yang akan dilalui mereka sedikit menurun, Mereka berjalan perlahan dengan penuh kewaspadaan, hujan membuat medan yang mereka lalui menjadi berat, menurun dan licin, melalui kacamata night vision, mereka bisa memantau keadaan sekitar yang gelap gulita, Letnan Anton mengepalkan tangannya ke atas, pertanda pasukan untuk berhenti sejenak, Letnan Anton berjongkok mengambil potongan kain yang tersangkut di ranting pohon yang melintang, “sepertinya Ini potongan pakaian Dokter Frieska.”

Tiba-tiba suara senapan menyalak mengagetkan semua pasukan, Letnan Anton menoleh ke prajurit yang melepaskan tembakan, “Ada ular pak di arah jam 12.” Ujar prajurir tersebut, Letnan Anton melihat seekor Ular sepertinya berjenis Cobra terkapar. Letnan Anton mengacungkan jempolnya dan mengucapkan terima kasih kepada prajurit tersebut.

Letnan Anton kemudian memerintahkan pasukannya untuk kembali berjalan, hati letnan Anton menjadi tak karuan, membayangkan Mayor Pram dan Dokter Frieska terjatuh dari atas dan menghantam ranting dan batu berserakan, Letnan Anton mulai merasa pesimis dengan keselamatan Mayor Pram dan Dokter Frieska, ditambah potongan kain yang tadi ditemukannya, cukup menjadi gambaran betapa dahsyatnya benturan yang dialami mereka berdua.

Hampir satu jam mereka telah berada di dalam ngarai, kini mereka merasa jalan yang mereka lalui mulai melandai dan akhirnya datar, sepertinya mereka telah mencapai dasar ngarai, Letnan Anton memutuskan untuk berhenti sejenak, sepatu yang mereka pakai terasa berat oleh lumpur yang menempel.

Sambil membersihkan sepatunya dengan belati, Letnan Anton melihat sekeliling tempatnya berada, pandangannya seketika melotot melihat tonggak perapian sekitar 50 meter di sebelah kanan tempatnya duduk.

“Lihat..” teriak Letnan anton, seluruh prajurit melihat kearah yang ditunjuk oleh komandannya, mereka saling berpandangan, senyum lebar tersungging di wajah mereka, bergegas mereka mendekati tonggak perapian itu.

Seluruh prajurit memeriksa setiap sudut di sekitar tonggak perapian itu, pakaian loreng milik Mayor Pram tergeletak di tanah, ranting-ranting basah yang rapih ditumpuk, seorang prajurit memeriksa pembakaran, “Let, ini parafin seperti milik kita.” Ucapnya pada Letnan Anton.

Letnan Anton memeriksa parafin itu, dia manggut-manggut, letnan Anton mulai memasang thermal scanner yang mampu memantau hawa panas tubuh dalam radius 50 meter. Dalam citra tampilan di layar thermal, hanya ada sepuluh hawa panas yang terdeteksi, rasa khawatir mulai menghinggapi perasaan letnan Anton. Membayangkan jatuh dari ketinggian dan terhantam batu atau ranting, pasti Mayor Pram dan Dokter Frieska terluka, “apa jangan-jangan…”

“Letnan..cepat kesini, disana ada aliran air dan sebuah gua..” teriak salah seorang prajurit, Letnan Anton dan seluruh prajurit bergegas menuju tempat prajurit itu berdiri, mereka serentak melihat ke arah yang ditunjuk prajurit itu.

Tanpa membuang waktu Letnan Anton berlari menuju ke goa, jalan masuk goa terbuka lebar, goa itu gelap gulita, dari kaca mata night visionnya letnan Anton tak menemukan sosok yang dicarinya, dia kembali menyalakan thermal scannernya, tampak di scanner dua orang berbaring berdekatan satu sama lain. Letnan Anton menghela napas lega. “Kita menemukan Mereka!” Teriak Letnan Anton.

Melihat keadaan Mayor Pram dan Dokter Frieska tengah tidur berpelukan mesra membuat Letnan Anton sedikit tak enak dengan para prajurit, “Kalau ada yang membocorkan apa yang kalian lihat disini, saya bersumpah akan mencari kalian dan membuat hidup kalian sengsara, paham!” teriak letnan Anton lantang. “Siap Pak!” ucap Para prajurit serempak.

Kebisingan di gua membuat Mayor Pram dan Dokter Frieska terjaga, suasana gelap membuat mereka tak bisa melihat siapa yang datang, Dokter Frieska memeluk erat Mayor Pram, mereka menyangka para pemberontak datang menemukan mereka, namun seketika Mayor Pram terkejut saat mengenali suara orang yang sedang berteriak tadi, “Anton…apakah itu kamu?”

“Ya Ndan kami datang untuk menjemput komandan, maaf kalau saya terlambat ndan.” Ucap Letnan Anton memegang tangan Mayor Pram, keduanya saling berpelukan, tangis Mayor Pram pecah dipelukan Letnan Anton.

***​

2 hari kemudian

Berita ditemukannya Mayor Pram dan Dokter Frieska menjadi headline semua surat kabar dan televisi, proses evakuasi yang dramatis menjadi pelengkap berita, video saat tandu yang membawa Mayor Pram dan Dokter Frieska dimasukkan ke dalam helikopter menjadi video epic yang sungguh dramatis.

Mayor Pram di kamar perawatannya mematikan televisi, dia turun dari ranjang sambil membawa infusnya, dia menuju kamar sebelah, tempat Dokter Frieska di rawat, dari balik kaca dia melihat seorang pria dan seorang anak perempuan tengah menemani Dokter Frieska, Mayor Pram tahu siapa mereka, Dokter Frieska tersenyum berbincang dengan anak perempuan itu.

Dari balik kaca, Mayor Pram tersenyum melihat wajah Dokter Frieska yang telah pulih, wajah cantiknya begitu segar saat ini, Dokter Frieska memandang Mayor Pram, namun tak lama Dokter Frieska memalingkan wajahnya kembali seolah tak mengenal Mayor Pram, hati Mayor Pram sedikit tersentak, dia kembali berjalan ke kamarnya, “ternyata hanya cinta sesaat.” Gumamnya sambil melangkah.

Dokter Frieska kembali melihat ke arah jendela, namun wajah yang dirindukannya itu sudah menghilang, Dokter Frieska berusaha menahan tangisnya, dia berusaha menanggapi kelakar putrinya, “Maafkan aku mas, bukannya aku cuek, tapi aku berusaha menahan diri untuk tak memelukmu, aku tak ingin kerinduanku ini menyulitkanmu.” Sebutir air mata menetes diujung mata cantiknya.

***​



1 Bulan Kemudian


Pagi hari yang cerah rutinitas berjalan normal di Markas Besar TNI Cilangkap, di dalam kantornya Mayor Pram sedang memeriksa beberapa dokumen yang baru disinya, sebentar lagi dia akan mengikuti pendidikan Seskoad, karena kabar santer Mayor Pram akan ditugaskan sebagai Kasdam di wilayah Sulawesi, dari hpnya terdengar suara notifikasi chat whatsapp, dua kali beruntun notifikasi itu masuk, mengusik konsentrasi Mayor Pram.

“Aku tunggu nanti jam 4 sore di restoran xxx bogor, ini lokasinya aku share” sebuah gambar peta lokasi dikirim di bawah chat itu, “Aku sangat menanti kehadiranmu mas, jika kamu gak datang, maka aku tidak akan menghubungi kamu lagi selamanya..f.”

Mayor Pram melihat nomor yang asing sebagai pengirimnya, tidak ada nama, berarti nomor ini tak pernah dia simpan, namun Mayor Pram sangat tahu siapa gerangan yang mengirimkan Chat ini. Mayor Pram meletakkan hpnya kembali ke meja, tak lama terdengar kembali notifikasi chat whatsapp, Mayor Pram segera mengambil Hpnya, namun ada sedikit raut kecewa setelah tahu ternyata atasannya yang mengirimkan chat, “Mayor, segera ke ruangan saya!”

Di Ruangan Atasannya kembali Mayor Pram terbayang sosok yang mengirimkan whatsapp tadi, walaupun terlihat penuh perhatian mendengar ucapan atasannya, namun ucapan Atasannya itu bagaikan gumaman di pikiran dan telinganya, seluruh benaknya dipenuhi sosok yang dia rindukan, sosok yang selama ini selalu merasuk dalam setiap mimpinya, dan sosok itu sekarang ingin bertemu dengannya.

“Anda paham maksud saya Mayor?” suara atasannya mengejutkan lamunannya, “Siap Pak, maaf saya kurang konsentrasi tadi.” Jawab Mayor Pram.

“Apa kamu baik-baik saja? Sepertinya kamu kurang sehat, wajahmu terlihat pucat, ya sudahlah kita bicarakan nanti, kamu kembali ke ruanganmu, kalau kamu kurang enak badan, izin saja, ini perintah!” ucap atasannya lagi.

“Siap Pak!” Mayor Pram kembali keruangannya.

“Apa ya dia yang mengirimkan chat itu?” Gumam Mayor Pram, walau nomornya tak dia kenal, namun Mayor Pram sangat yakin dengan firasatnya.

“Ah sudahlah, untuk apa aku memikirkan romansa singkat itu, sebentar lagi aku akan promosi, satu-satunya yang harus aku hindari ya ini, terlibat affair..no gak mungkin, gak usah diladeni saja, biar saja dia menghilang dari benakku dan juga hidupku, ya itu pilihan terbaik untukku.” Tekad Mayor Pram.

***​

Mayor Pram sesekali melihat G-Shock di pergelangan tangannya, sudah hampir pukul setengah empat sore, Mayor Pram melajukan kendaraannya dengan cukup kencang di jalan tol Jagorawi, melalui gps hpnya yang terpasang di atas dashboard , jarak posisinya sekarang dengan lokasi yang dishare oleh pengirim chat tadi sekitar 30 menit lagi.

Sekali lagi hatinya diliputi kebimbangan, dua sisi batinnya bergejolak saling mempengaruhi niatnya, satu sisi dia ingin menuntaskan kerinduan yang selama ini menyiksanya, di sisi lain bayangan kariernya yang kemungkinan akan hancur, atau bahkan mungkin juga rumah tangganya, semua itu membuat hati Mayor Pram berdesir tak karuan.

Tanpa disadarinya, mobilnya kini telah masuk ke halaman restoran tempat pengirim chat tadi menunggu, Mayor Pram terpekur di balik kemudinya, dilihatnya jam tangannya menunjukkan jam 15.55, dengan menghela napas Mayor Pram turun dari mobil.

Seorang pelayan wanita bergegas menyambut kedatangan Mayor Pram, “Pak Pram kan, mari silahkan ikut saya, ibu sudah menunggu di atas.” Mayor Pram mengikuti langkah pelayan tersebut.

Di lantai dua restoran ini, Mayor Pram melihat sosok perempuan menggunakan hijab melambaikan tangannya, Mayor Pram memicingkan matanya mencoba mengenali siapa gerangan perempuan itu, langkahnya semakin dekat.

“Silahkan Pak..” pelayan Wanita tadi kemudian meminta izin untuk menyiapkan hidangan.

“Apa kabar mas Mayor..pangling ya atau emang udah lupa denganku?” tanya perempuan berhijab dan berkacamata hitam itu.

Mayor Pram kini bisa melihat jelas, walau berkacamata hitam dan mengenakan hijab, namun wajah cantik itu tak akan pernah bisa dia lupakan, “Saya pangling aja, gak nyangka pakai hijab.”

“Hihihi, ya saya soalnya menjaga kehormatan Mas Mayor, eh apa udah naik pangkat?” Tanya wanita itu.

Mayor Pram menggeleng, “ Bu dokter sendiri apa kabarnya..”

“Kalau fisik, saya baik-baik saja, namun dari sisi perasaan, saya gak bisa bilang baik-baik saja mas.” Jawab Perempuan itu.

“Apa ada yang menganggu ibu?” Tanya Mayor Pram

“Menurut mas, apa kira-kira yang menganggu perasaan saya?” Perempuan didepannya malah balas bertanya.

Mayor Pram menatap tajam perempuan yang duduk dihadapannya ini, perempuan itu membuka kaca matanya, “Bisa jawab Mas?”

Mayor Pram menggeleng, “Sebenarnya apa yang bu dokter inginkan? sehingga jauh-jauh menyuruh saya kesini.”

Para pelayan datang menghentikan sejenak perbincangan kedua insan berlainan jenis itu, mereka menghidangkan makanan dan minuman di meja, setelah semua tertata rapih, pelayan-pelayan tersebut meninggalkan mereka berdua.

“Silahkan mas..” ucap Dokter Frieska, Mayor Pram meminum es lemon tea yang disajikan.

“Ada apa bu dokter meminta saya datang? Apa yang Bu Dokter inginkan?” Tanya Mayor Pram menatap tajam mata Dokter Frieska.

“Sama seperti yang mas inginkan.” Jawab Dokter Frieska

“Seperti yang saya inginkan? Emangnya apa yang saya inginkan, Bu dokter sok tahu!” ucap Mayor Pram dengan senyum sinis.

“Saya gak sok tahu, tapi saya tahu.” Balas Dkter Frieska singkat.

“Emangnya apa yang saya inginkan? Coba saya mau tahu..” ucap Mayor Pram tertawa.

“Sama seperti saya, mas Pram ingin bertemu saya! sama seperti yang saya rasakan, mas Pram begitu merindukan saya, sama seperti yang saya alami, mas Pram sering terbangun karena begitu tersiksa di dera kerinduan, apa perlu saya lanjutkan..” Ucap Dokter Frieska dengan nada bergetar.

Mayor Pram sesaat tertegun dengan ucapan emosional Dokter Frieska, namun dia tak ingin membiarkan dirinya larut, “sok tahu.” Ucap Mayor Pram, sesaat kemudian Mayor Pram memejamkan matanya, dia merasa menyesal berkata seperti itu.

“Gak sok tahu..mas mayor sendiri yang bilang.” Sahut Dokter Frieska.

“Saya gak ngomong apa-apa kok.” Ucap Mayor Pram

“Mata Mas Mayor telah mengungkap semua yang ada dihati mas!” ujar Dokter Frieska. Ucapan dokter cantik itu bagaikan sebuah pukulan keras yang menampar wajah Mayor Pram, setiap kata yang dokter cantik itu ucapkan, adalah semua hal yang mayor Pram rasakan.

Mayor Pram terdiam menunduk, jari telunjuknya memutar diameter gelas yang ada dihadapannya.

“Apa ucapanku salah mas?” Kejar Dokter Frieska.

Mayor Pram menatap wajah perempuan cantik didepannya itu, “Kalau benar, trus mau gimana?” Mayor Pram menghela napasnya.

“Ada satu lagi yang aku perlu buktikan untuk memantapkan perasaanku mas.” Ucap Dokter Frieska sambil balas menatap mata pria yang jadi lawan bicaranya itu.

“Aku ingin mengulang kejadian di goa tempo hari.” Ucap Dokter Frieska kali ini suaranya terdengar parau.

Wajah Mayor Pram sedikit merah mendengar ucapan dokter cantik itu, dia tak menyangka Dokter Frieska bisa berkata seperti itu.

“Apa yang bu dokter katakan? Ini gila bu!”

“Gila! Kenapa ini gila? Apa karena kita sudah mempunyai pasangan masing-masing?”

“Ya itu salah satunya, selain itu apa yang akan terjadi setelah ini, bagaimana dengan karier bu dokter, karier saya, andai semua orang tahu apa yang terjadi diantara kita?”

“Saya juga gak tahu!!!”

“Saya juga gak tahu mas, saya cuman gak ingin menjadi gila di dera kerinduan yang menyiksa ini, semua perasaan ini sungguh membuat saya tersiksa mas..5 hari itu membuat hidup saya berubah total, saya menjadi ahhh…gak tahulah..” Bu dokter menundukkan wajahnya, kedua tangannya menutup wajah cantiknya itu, terdengar senggukan tangis disana.

Mayor Pram juga menundukkan wajah, dia tak tahu harus berkata apa, “Saya juga sama bu..sama tersiksanya dengan kerinduan ini, 5 hari itu adalah hari terbaik yang pernah saya lalui..Tapi saya juga gak berani melangkah lebih dari itu bu..maafkan saya.” Ucap Mayor Pram dalam hati.

***​

Di sebuah kamar hotel

Kepala Dokter Frieska rebah di dada Mayor Pram, keduanya tersengal-sengal setelah bergumul hebat melepaskan segenap rindu dan hasrat yang tertahan, jemari lentik Dokter Frieska berputar di sekitar puting Mayor Bram. Bibir Dokter Frieska mencium lembut dada Mayor Pram yang penuh peluh.

“Sejak bayi aku telah menjadi orang kaya Mas, semua hidupku gampang ditebak, sejak kecil aku diproyeksikan menjadi dokter seperti papahku, tanpa kusadari aku kehilangan sisi emosional, aku memilih sesuatu bukan karena aku ingin, tapi karena itu yang terbaik, aku menikah tanpa cinta mas, memang aku dijodohkan, cuman waktu itu aku merasa kalau suamiku adalah orang yang lebih baik dari diriku dari segi karier dan materi, saat aku sadar hidupku membosankan, aku mulai mencari hal lain, aku ikut menjadi relawan di daerah konflik, disana aku menemukan keasikan sendiri, aku menemukan dunia yang berbeda, dunia yang berwarna dari hidupku selama ini, aku menemukan kebahagian disana mas, hidupku jadi lebih balance.” Ujar Dokter Frieska sambil memainkan putting Mayor Pram.

“Apa saat jadi relawan di daerah konflik, kamu juga melakukan hal yang eghhhhhhhh yang kaya di goa itu sama prajurit?” tanya Mayor Pram.

Dokter Frieska duduk dan memandang wajah Mayor Pram dengan bibir cemberut, sesaat berikutnya cubitan mendarat di perut Mayor Pram, membuat Mayor Pram teriak kesakitan.

“Aduh kok dicubit..” Tanya Mayor Pram mengusap perutnya.

“Rasain, kamu kalo ngomong pedes banget sih, makanya tuh pedes gak cubitanku..aku tuh gak mikirin hal-hal kaya gitu saat jadi relawan, Cuma ma kamu tau gak! Kamu pikir aku perempuan gatel apa?” jawab Dokter Frieska dengan nada gusar.

Mayor Pram mengusap punggung telanjang dokter cantik itu dengan lembut, “sori-sori aku cuman becanda kok sayang..”

“Awas kalau ngomong kaya gitu lagi..cie udah manggil sayang nih..jadi kita udah resmi jadian dong..hihihi..” ucap Dokter Frieska yang secepat itu merasa bahagia.

“Hmmm seperti yang kamu bilang aku perlu pembuktian untuk memantapkan perasaanku..” ujar Mayor Pram

Dokter Frieska kembali cemberut dan mengernyitkan keningnya, “Pembuktian?”

“Ya yuk sekali lagi wik-wik…biar tambah yakin..” ucap Mayor Pram sambil merengkuh tubuh mulus Dokter Frieska. “biar tambah yakin perlu uji sekali lagi…..” Mayor Pram menarik selimut menutup tubuh mereka berdua, terdengar cekikikan manja Dokter Frieska..”Masss..duhhh iya iya geli..hihihi massss.”

-----------

TAMAT.
Sy suka banget cerita ini...
 
salam, komandan, ijin untuk berkomentar dahulu disini :spy:


kayaknya cerita soal relawan2 di pedalaman gini menarik nih buat dibaca pas lg senggang

btw selamat buat partisipasinya di LKTCP tahun lalu :beer:
 
waduh waduh waduh, bermula dari insiden sok heroik nya si bu dokter jadi berujung ke kamar hotel bareng mayor


semisal mereka gak jatoh ke ngarai mungkin kagak bakal ada yg sampe begini2 nih. tapi ya namanya rejeki buat mereka berdua ya kan wkwkwkwk :pandaketawa: :pandaketawa:



btw selamat sekali lg buat partisipasinya, ane demen bgt sama si dokter frieska, ngangenin bgt :klove::klove:
 
suka ceritanya, hu....menarik, meskipun bisa di kembangkan menjadi cerbung....biar emaosi nya lebih dapet...
 
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd