9.5 – Stay By My Side
Langit Bandung sore ini sedang tidak bersahabat. Gerimis menemani sejak perjalanan kami dari Jakarta. Aku segera turun dari mobil bersama dengan Chaeyoung yang sudah mengenakan jas hujan, sementara aku hanya memakai hoodie berwarna navy favoritku. Tangan kananku menggenggam seikat bunga, sementara tangan kiriku memegang kunci mobil. Kami tiba di sebuah petak, yang langsung disambut dengan sebuah kalimat.
“Rest In Peace
Hyun Jieun.
1964 - 1994”
Semua ditulis dengan huruf
Hangul, begitupun daftar keluarga yang ditinggalkan.
Chaeyoung langsung berlutut didepan makam ibuku. Aku meletakan bunga itu disamping nisannya, lalu kembali berdiri.
“
Eomma..” Jemari Chaeyoung mengusap nisan itu.
“Aku baru tau nama asli Kenan.
Dia suka ganti-ganti nama tau, sebel aku ma.
Dia gapernah ngaku punya nama Korea coba, kesel kan aku.” Chaeyoung melirikku dengan tatapan sinisnya. Aku hanya tertawa kecil.
“Dulu, waktu di baptis, dia juga ikut ganti nama coba. Kan Chae kesel ya!
Tapi, itu keinginan
appanya, jadi ya Chae gak masalah.
Cuman, nama Indo nya udah keren, eh harus ganti lagi coba.”
Aku hanya diam memperhatikan Chaeyoung yang jika kutinggal sendiri terlihat seperti orang gila.
“
Eomma..
Aku mau minta izin buat jagain Kenan terus ya.” Tangan Chae meraih jemariku, membuatku ikut berjongkok didepan makam itu.
“Hari ini, besok, dan selamanya.
Chae mohon, ijinin ya.
Chae janji bakal ngerawat Kenan dengan baik.”
Air mata menetes dari pelupuk mata Chaeyoung. Hujan sedikit bertambah deras.
“Iya, mama ijinin katanya.” Aku berbisik kepada Chaeyoung yang masih menangis. Ia menatapku, lalu tersenyum.
“Bentar, satu lagi belum.” Chaeyoung sedikit berdiri, lalu menggeser posisinya.
Nisan lain berada di sebelah makam ibuku.
“Rest in Peace
Park Junghoon (Christ Mirza Pradipa)
1955 – 1995”
“
Appa!” Chaeyoung sedikit berteriak. Aku hanya menggeleng melihat tingkahnya.
“Pasti tadi udah denger yang Chae bilang kan?” Chaeyoung mengusap nisan itu sembari mengeluarkan bahasa Koreanya. Nada bicaranya sungguh gemas.
“Ya, intinya gitu ya Appa! Hehe.” Ia lalu bangkit berdiri. Aku menatapnya heran.
“UDAH?”
Ia mengangguk kecil.
“Eh, nama Korea kamu bagus padahal.” Kepalanya berputar, kembali menghadap sebuah nisan kecil diantara makam orangtua kandungku. Nisan daftar nama yang ditinggalkan, dan hanya ada satu nama disana.
Park Jungeun (Kenan Artama) – Son
“Udah, udah, ayo pulang. Hujannya takut makin deres.” Aku mendorong tubuh Chaeyoung menuju mobil yang diparkir sedikit diluar.
Aku memacu mobil keluar dari komplek pemakaman itu, berbelok kearah kiri lalu melewati daerah macet menuju pintu tol Pasteur.
***