Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

NENEK by Arczre

arczre

Pendekar Semprot
Daftar
18 Jan 2014
Post
1.870
Like diterima
2.038
Lokasi
Sekarang di Indonesia
Bimabet
NENEK

Obat nyamuk itu sudah terbakar setengah. Bau khasnya bisa membuatku mual, paling juga nanti pagi perutku bakal mules dan siap untuk mengeluarkan sisa makanan hari ini. Hari ini, aku menemani nenek. Beliau boleh dibilang sudah sangat tua, usianya sudah kepala tujuh. Rambutnya putih disanggul. Perawakannya kurus dan sedikit membungkuk. Nenekku ini misterius semasa hidupnya. Aku sendiri tak tahu apa yang terjadi dengan masa muda beliau, tapi kata ibuku beliau sangat menyayangiku.

Aku dididik keras oleh ayahku. Maklum beliau seorang tentara. Mungkin bukan keras kata-kata yang tepat, melainkan tegas. Setiap aku melakukan kesalahan pasti akan dihukum. Ayahku memberlakukanku sangat disiplin. Ya, sangat disiplin. Tak terkecuali adikku yang perempuan juga mendapatkan perlakuan yang sama. Dan aku baru saja melakukan kesalahan. Mungkin karena kesalahanku terlalu besar sehingga mengakibatkan beliau menghukumku untuk menghabiskan waktuku selama dua minggu berada di rumah nenek.

Hari itu aku naik sepeda motor. Mungkin hal biasa bagi anak sekolah sepertiku naik sepeda motor, tapi yang luar biasa adalah aku melakukan balap liar. Ya, aku melakukannya hingga menyebabkan aku menabrak seorang nenek-nenek yang sedang menyebrang. Syukurlah sang nenek nggak apa-apa, hanya lecet saja. Aku juga tak apa-apa, hanya saja sang nenek sempat dirawat di rumah sakit sehari. Sedangkan aku hanya menderita luka lecet.

Tentu saja ayahku murka. Kalau ayah sudah murka aku pasti bakalan dihukum. Ya, aku dihukum. Hukumannya nggak main-main. Merawat nenekku selama liburan. Arghh...!

Nenek tinggal di desa. Di desa ini nenek tinggal di sebuah rumah yang cukup besar, kamar-kamarnya banyak. Malah rumahnya terkesan menyeramkan untuk ditinggali. Bangunannya tua, ornamen-ornamen klasiknya menyiratkan bahwa nenek ini dulunya punya suami seorang tentara. Memang benar, kakekku juga seorang tentara. Bahkan beliau adalah seorang pejuang. Ayahku dididik oleh kakekku untuk menjadi seorang patriot. Di masa tuanya kakek dan nenek tinggal di rumah ini, hingga beberapa tahun yang lalu kakek wafat. Karena nenek tinggal sendiri, akhirnya kami menyewa seorang pembantu yang menjaga nenek. Kebetulan pembantu ini boleh dibilang masih muda dan masih ada hubungan keluarga dengan kami. Namanya Yuni.

Mbak Yuni aku memanggilnya, umurnya seusiaku. Ia tinggal di rumah nenek, menjaga nenek, mempersiapkan segala kebutuhan nenek, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Dalam usia yang sudah tidak muda lagi nenek juga terkadang masih melakukan kegiatan yang tidak biasa, seperti berkebun, jalan-jalan di sepanjang jalan kampung, bahkan terkadang masih kuat untuk menimba air sendiri di sumur tua yang berada di belakang rumah.

Aku baru tiba tadi pagi, dan setelah itu ayah langsung meninggalkanku. Ibuku berkata kalau hukumanku terlalu keras, tapi ayah bersikeras bahwa aku harus menerima hukuman ini sebagai pelajaran atas perilakuku selama ini.

Ah, ayah. Begitulah wataknya. Tegas. Aku memang terkenal sebagai anak bandel.

Nenek, tentu saja sangat senang aku berada di sini. Melihat cucunya di saat-saat usia senja seperti ini sudah pasti bisa membuat hatinya yang rindu akan kehadiranku bisa terobati.

Tahu apa yang membuatku takjub ketika masuk ke rumah nenek? Foto-foto yang ada di dinding. Ada mungkin lebih dari lima puluh pigura dipajang di dinding. Jaman sudah berubah. Kalau sekarang ada Picasa, maka nenek masih old fashion. Beliau juga terkadang masih duduk di kursi goyangnya. Tahu kan kursi goyang yang biasanya dipakai untuk scene film-film horror yang mana kursi itu bisa goyang-goyang sendiri kalau ada hantu duduk di atasnya? Tapi tenang saja, kamu tak akan mendapati suasana mencekam atau horror di rumah ini. Walaupun memang terkadang agak sedikit menakutkan. Memang kalau dikatakan menakutkan memang menakutkan terutama pigura-pigura yang sebagian dibuat dengan lukisan tangan seorang pelukis ternama.

Rumah nenek selain luas, halamannya pun tampak tertata rapi. Beliau memperkerjakan seorang penjaga kebun yang lihai dan ahli dalam merawat tanaman. Usianya sudah sama seperti usia ayah. Namanya Bapak Suryo. Rumahnya tak jauh dari rumah nenek dan tugasnya tiap hari adalah berkebun. Ayah membayar uang yang cukup bagi bapak beranak tiga ini hingga sanggup membiayai sekolah ketiga anaknya. Ada beberapa tanaman di halaman rumah seperti buah naga, beberapa petak tanah yang dibuat untuk menanam bunga mawar, bawang, wortel dan kentang. Di samping rumah ada pohon anggur yang dirawat dengan baik yang mana setiap musim anggur selalu berbuah. Nenek terkadang menyuruhku membawanya ketika setiap lebaran kami singgah ke rumah ini.

Setelah datang ke rumah ini aku langsung masuk ke kamar. Barang-barang belum aku keluarkan. Aku terlalu mengantuk. Obat nyamuk bakar itu satu-satunya yang mengisi udara di kamar ini. Agaknya aku tak perlu khawatir akan nyamuk di tempat ini, aku sendiri mules ketika menghirup asapnya. Sudah pasti nyamuk-nyamuk itu juga merasakan hal yang serupa. Makanya semalaman mereka tak pernah menggigitku.

Pagi sekali aku sudah dengar suara ribut-ribut. Bukan ribut apa, hanya saja ribut Mbak Yuni sedang bekerja. Memasak air, menyapu, membersihkan sofa, pigura dan lain-lain. Aku pun terbangun. Kulihat nenek ada di mushola rumah ini. Beliau sedang sholat Subuh. Setidaknya suasana rumah ini juga lebih religius daripada terkesan angker.

Mbak Yuni aku lihat sedang menyapu. Rumah sebesar ini dia sapu sendirian?

"Sini mbak saya bantu," aku berinisiatif.

"Halah, nggak usah mas. Udah biasa saya begini," katanya.

Aku cukup takjub dengan telatennya Mbak Yuni mengurus rumah ini sendirian. Tapi tentunya aku tak akan lupa akan tugasku di sini, yaitu menjaga dan merawat nenek selama liburan ini.

Agaknya hawa dingin membuatku lebih baik mandi siang hari saja daripada mandi pagi. Aku cukup menggigil ketika kurasakan air kamar mandi yang begitu dingin menusuk kulit. Nenek masih duduk di kursi goyangnya sambil membuka-buka buku album. Aku pun penasaran.

"Foto album nek?" tanyaku.

"Iya, sini nenek tunjukin sesuatu!" kata beliau.

Aku pun menghampirinya. Beliau memakai kacamata silinder, sambil sesekali membenarkan letak kacamatanya aku melihat tangannya yang sudah keriput menunjuk ke sebuah foto. Ada seorang perwira yang gagah sedang memberikan salut.

"Kamu tahu, ini itu kakekmu," katanya.

Foto lama itu sungguh sebuah hal yang langka. Aku baru tahu kalau kakekku dulu segagah ini.

"Dulu, kakekmu benar-benar lelaki yang luar biasa. Nenek mau cerita sedikit. Duduklah di kursi itu, geser kemari!"

Aku melihat sebuah kursi yang tak jauh dari sofa. Aku pun menggeser kursi itu untuk mendekat di kursi goyang nenek. Beliau pun mulai bercerita.

"Dulu semasa perang kemerdekaan, nenek menjadi petugas palang merah. Darah sudah tak asing lagi bagi nenek. Bau anyirnya, bau mayat, bahkan bau nanah dari luka-luka para tentara sudah menjadi hal yang biasa bagi nenek. Mungkin nenek sudah cerita, maafkan nenek. Tapi kalau belum coba dengarkan baik-baik, dulu ketika Westerling datang kakekmu diburu olehnya. Westerling memang mencari para perwira yang berjuang dengan perang gerilya.

"Nenek tak pernah menyangka kalau suatu ketika nenek bakalan bertemu dengan kakekmu dalam keadaan seperti itu. Westerling dan pasukannya saat itu sedang mencari para perwira dengan kedok mencari perampok, mencari pemberontak. Sejatinya mereka adalah para pejuang. Entah bagaimana nenek waktu itu bisa bersama kakekmu, dia terluka ketika terjadi bentrok dengan tentara KNIL. Nenek beserta teman-teman nenek merawatnya. Saat itu kondisi sangat mencekam karena tentara Westerling terus mengejar kami, masuk ke kampung-kampung dan melakukan pembantaian. Sungguh itu masa-masa yang tak bisa dibayangkan untuk saat seperti sekarang ini. Tapi syukurlah, aku dan kakekmu selamat.

"Kami kemudian pergi ke Jawa, mencari kehidupan baru. Aku dan kakekmu kemudian menikah. Paling tidak suasana mencekam itu sudah tidak ada lagi. Kudengar juga Westerling ingin berencana melakukan kudeta setelah itu dengan membentuk APRA. Nenek tak tahu lagi kabarnya orang yang paling sadis itu, entah masih hidup ataukah sudah mati. Kabar terakhir ia kembali ke negaranya."

Nenek bercerita seolah-olah beliau melihat semuanya.

"Kalau dari berita sih dia sudah meninggal nek, sakit jantung," kataku.

"Oh, begitu. Rasanya tidak sepadan orang seperti itu mati di atas tempat tidur. Kamu sudah tahu kenapa ayahmu menyuruhmu ke sini?"

"Itu sih...karena aku dihukum."

Nenek tersenyum. "Bukan hanya karena itu."

"Hah? Trus?"

"Coba lihat, banyak foto-foto bersejarah di sini. Coba kamu selidiki semua foto-foto ini, kemudian ceritakan kepada nenek!"

"Hah? Yang benar nek?"

"Untuk itulah ayahmu mengirimmu ke sini. Kalau kamu ingin tahu semua jawabannya, lakukanlah. Nenek akan menunggumu sampai kamu bisa menceritakan semua yang kamu ketahui tentang foto-foto ini. Di loteng ada sebuah kotak, di sana banyak buku-buku dan arsip-arsip koran lama. Kamu akan tahu semuanya."

Aku menelan ludah. Kenapa ayahku ingin aku mengetahui ini semua? Aku heran dengan ini semua, hal itu malah membuat nenek tersenyum.

Ah, baiklah. Lagipula tak ada yang harus aku lakukan liburan ini.


*****​


Tugas dari nenek ini sangat aneh. Tapi kalau dilihat pigura-pigura yang ada di dinding ini pasti ada sejarahnya. Sejarah dari tiap-tiap foto itu. Dari foto seorang berpakaian putih dengan songkok yang sedang menyalami kakek. Entah siapa dia, sepertinya aku pernah melihatnya. Juga beberapa foto-foto yang entah bagaimana nenek bisa mendapatkannya.

Baiklah, aku pun mulai pergi ke loteng. Bangunan tua ini selalu berderit ketika ubinnya yang terbuat dari kayu aku pijak, seolah-olah menandakan usia bangunan ini sudah sama seusia nenekku. Kunyalakan lampu seukuran dua puluh watt, seketika ruangan itu pun terang dengan satu-satunya penerangan di tempat ini. Ada sebuah kotak yang dimaksudkan oleh nenek. Rasa penasaranku akan kotak itu pun akhirnya membuatku melangkah maju untuk membukanya.

Superb! Aku seperti membuka sebuah arsip lama berdebu. Tapi di dalamnya banyak sekali barang-barang. Aku pun mulai mengambil sebuah buku tua berwarna coklat yang mana sampulnya terbuat dari kulit. Aku pun mencoba mengambil dan membacanya. Oh, ternyata ini sebuah agenda. Tulisan siapa ini? Tulisan nenek? Bukan ini tulisan kakek. Di sana ada nama Burhan. Aku mulai membaca...

11 April 1949

Agaknja gelagat Westerling oentoek memboeat kekacaoean di Indonesia jang baroe saja merdeka ini baroe dimoelai. Masih teringat saat akoe melihat bagaimana pasoekan Westerling membantai seboeah kampoeng lantaran tidak mendapatikoe ada di antara mereka. Sekarang ketika mereka memboeat Angkatan Perang Ratoe Adil, itoe semoea adalah rencana oentoek menoembangkan pemerintahan jang sah.

Agaknja akoe haroes bertemoe dengan Pak Karno. Orang-orang jang direkroet Si Toerki ini orang-orang sangat berbahaja bagi Repoeblik Indonesia Serikat. Semoeanja tahoe bahwa 18 faksi anti repoeblik tidak mendoekoeng Soekarno. Sebaiknja besok akoe haroes bertemu dengan Soekarno.


Bertemu dengan Pak Karno? Wow. Kakek pernah bertemu dengan sang proklamator? Ahh! Aku ingat foto yang ada di pigura itu! Jangan-jangan, semua isi kotak ini adalah isi sejarah!

Dengan semangat 45 aku segera mengaduk-aduk isi kotak besar itu. Banyak hal yang aku baca, namun banyak hal yang membuatku berpikir ulang tentang apa yang aku lakukan selama ini. Kakek, seorang pejuang. Nenek juga seorang pejuang. Beliau mendampingi kakek baik suka maupun duka. Saat perang kemerdekaan, saat mereka diusir, saat para pejuang sudah tidak dihargai lagi, nenek selalu mendampingi kakek. Luar biasa.

Aku membaca semuanya, semua kliping, semua sejarah hingga terkadang aku sendiri lupa waktu, lupa makan. Hampir setiap hari aku habiskan waktuku di loteng, kemudian aku mengambil kertas aku tulis satu persatu yang menjelaskan tentang foto yang ada di pigura itu. Aku tulis semuanya, semua pigura yang menceritakan satu per satu riwayat hidup dari nenek. Melihat ketekunanku nenek senang. Dia hanya memperhatikan keseriusanku ketika melakukan hal ini. Beliau pun akhirnya mendadak sakit kami panik tentu saja. Segera saja kami bawa beliau ke rumah sakit. Ternyata darah tinggi beliau kumat, apalagi ditambah dengan gula. Klop.

Ayah sudah kuhubungi. Beliau segera datang ketika kukabari keadaan nenek. Dalam sekejap saudara-saudara jauh pun berdatangan. Rumah sakit jadi ramai. Kamar VIP yang hanya berukuran 3x3meter ini pun mulai dipenuhi oleh pihak keluarga dari anak-anak nenek. Aku melihat paman-paman dan bibi-bibiku. Nenek memang punya banyak anak, aku juga melihat sepupu-sepupuku.

"Bagaimana keadaannya?" tanya ayah kepada Om Soekanto adik ayahku.

"Menurut dokter kondisinya sempat kritis, tapi sekarang sudah membaik," jawab Om Soekanto.

"Yani, sini!" panggil ibuku yang duduk di samping nenek. Sepertinya nenek ingin bicara denganku.

Beliau membuka matanya walaupun lemah. Memang sudah sewajarnya orang tua itu sakit, tapi tidak begini juga kan kondisinya. Kalau dalam cerita-cerita sinetron, hal seperti ini biasanya diikuti dengan hal yang tidak baik, seperti kehilangan orang yang dicintai. Aku tak ingin seperti itu, paling tidak untuk saat ini.

Semua mata tertuju kepadaku ketika aku melangkah maju mendekati nenek yang terbaring di atas ranjang. Dia kemudian memegang tanganku. Matanya sendu menatapku, "Sudah kamu ketahui semua isi dari fot-foto di pigura-pigura itu?"

"Hampir semua nek," jawabku.

"Ceritakan kepada nenek, apa saja yang kamu ketahui!?"

"Baiklah." Aku melihat wajah semua orang. Sebenarnya aku masih bingung kenapa nenek menyuruhku untuk membongkar kotak besar yang ada di loteng. Mempelajari kliping-kliping, surat kabar, dan berbagai hal. Merangkai satu demi satu peristiwa yang terjadi di foto-foto yang terpampang di dinding rumah nenek.

Aku pun menceritakan semua hal yang aku ketahui satu per satu pigura yang sudah aku ketahui makna di balik foto-foto tersebut. Di sana ada foto seorang anak perempuan sedang bersandar di pagar bambu dengan sandal jepit, baju lusuh. Itu adalah nenek. Di sana adalah tempat kelahiran nenek, kampung halamannya di Makasar. Sejak kecil ternyata nenek bukan anak desa biasa, ia sangat cerdas, berpendidikan, belajar menjadi perawat hingga kemudian terjun menjadi anggota palang merah. Membantu korban-korban perang, hingga kemudian bertemu dengan kakek. Siapa sangka juga kakek dekat dengan sang proklamator. Itulah foto yang aku lihat pertama kali, wajah orang memakai songkok itu tak asing, dia adalah Pak Soekarno, bapak proklamator.

Foto-foto yang lain juga memperlihatkan tentang panser-panser, tank-tank serta orang-orang yang tersenyum ketika mereka membawa bedil-bedil kuno. Mereka adalah para tentara yang berjuang pada perang kemerdekaan. Seluruh foto-foto itu kuceritakan, tentang bagaimana dan kapan terjadinya. Sebagian orang yang ada di ruangan itu menangis. Nenek malah tersenyum. Mungkin pikirannya sekarang kembali kepada masa-masa lalu. Hingga ada ada satu foto yang aku tak bisa menceritakannya. Sebuah peti mati yang dikelilingi oleh para perwira TNI.

"Kamu tahu Yani, kenapa nenek tidak ada di foto-foto yang lain kecuali satu foto?" tanya nenek.

Aku menggeleng. "Pertama, neneklah memotret semua peristiwa itu. Kemanapun kakekmu pergi nenek pasti mendampingi, dan teman nenek adalah sebuah kamera. Kedua, satu-satunya ketika nenek dipotret adalah ketika saat itu nenek masih kecil, itu foto pertama nenek."

Jadi...nenekku??

"Semenjak kakekmu tiada, nenek sudah tidak memotret lagi. Foto peti mati itu adalah foto terakhir nenek. Semua foto-foto yang ada di pigura-pigura itu adalah saksi sejarah bagaimana nenek satu-satunya perempuan yang memotret peristiwa-peristiwa sepanjang hidup. Rasanya seperti kembali lagi ke masa dulu. Sekarang, kamu mengerti kenapa nenek menyuruhmu menceritakannya?"

Sejujurnya aku belum mengerti.

Tapi aku kemudian mulai berpikir. Kakek yang ditemani oleh nenek sampai akhir hidupnya. Semua ini menandakan satu hal, beliau ingin aku menyadari bahwa hidup itu adalah perjuangan. Berjuang dan berjuang. Pengorbanan yang dilakukan oleh para pahlawan, hingga mereka berkubang darah dan nanah, hanya untuk memperjuangkan hak mereka untuk merdeka. Ketika nenek menyuruhku untuk menyelidiki semua foto-foto itu kurasa nenek ingin mengajarkanku sesuatu, yaitu sebuah nilai. Nilai dari kehidupan, bahwa hidup itu hanya sekali. Kalau engkau tak gunakan untuk sesuatu kebaikan, sesuatu yang layak untuk diperjuangkan maka hidupmu akan sia-sia.

Nenek mengabadikan seluruh kehidupan ini di dalam kameranya, semuanya untuk pelajaran anak cucunya kelak. Dan kini beliau telah mengajariku. Dengan mantab aku mengangguk. "Aku mengerti nek"

Nenekku tersenyum, "Cucu nenek, jadilah seorang pejuang. Pejuang tak harus memanggul senjata, tapi pejuang tetap berjuang untuk sesuatu yang berguna bagi orang lain."


****​


Kata-kata terakhir nenekku itu telah mengubah hidupku. Kini aku tak lagi hidup berhura-hura. Semuanya aku jalani dengan semangat, perhitungan dan rencana. Aku menjalani hari-hariku setelah itu dengan menatap masa depan cerah, berjuang untuk negeri, untuk semua orang. Aku menjadi lebih rajin, tekun belajar dan tidak menyia-nyiakan waktuku lagi.

Yang paling bersedih kehilangan nenek bukan aku, ayah atau pun keluarga yang lain, tapi Mbak Yuni. Dia mendapatkan pelajaran banyak dari nenek semasa hidupnya. Barangkali keputusanku tidaklah salah untuk mengajaknya tinggal bersamaku. Lagipula aku pun menyukainya. Selain ia sangat telaten merawat nenekku, aku sudah menyukainya sejak pandangan pertama. Tapi untuk urusan berikutnya aku tak begitu memikirkannya, aku masih sekolah dan kuharap aku bisa menjadi lelaki yang dibanggakan suatu saat nanti seperti kakekku.

Nenek, pelajaran hidup darimu tak akan aku sia-siakan. Akan aku ingat selalu.

Kuletakkan kamera peninggalan nenekku, di atas meja belajarku. Sebuah kamera yang menjadi kunci sejarah selama ini. Selamat tinggal nek. Semoga engkau tenang di sana.

Oooo sekian oooO​
 
Terakhir diubah:
:baca: dulu suhu
pertamax di cerita penulis fav ane :haha:

Mbak Yuni aku memanggilnya, umurnya seusiaku. Ia tinggal di rumah nenek, menjaga nenek, mempersiapkan segala kebutuhan nenek, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Dalam usia yang sudah tidak tua lagi nenek juga
bukannya tidak muda lgi suhu ?
 
oya bener, sudah tidak muda maksudnya :D
 
udah itu aja.
 
Seperti biasa selalu mantap karya2nya agan satu ini..:jempol:
 
nubi jadi keranjingan baca karya suhu yang satu ini.
Selalu ada pesan.

TERUS BERKARYA SUHU
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
NENEK

....
Tapi aku kemudian mulai berpikir. Kakek yang ditemani oleh nenek sampai akhir hidupnya. Semua ini menandakan satu hal, beliau ingin aku menyadari bahwa hidup itu adalah perjuangan. Berjuang dan berjuang. Pengorbanan yang dilakukan oleh para pahlawan, hingga mereka berkubang darah dan nanah, hanya untuk memperjuangkan hak mereka untuk merdeka. Ketika nenek menyuruhku untuk menyelidiki semua foto-foto itu kurasa nenek ingin mengajarkanku sesuatu, yaitu sebuah nilai. Nilai dari kehidupan, bahwa hidup itu hanya sekali. Kalau engkau tak gunakan untuk sesuatu kebaikan, sesuatu yang layak untuk diperjuangkan maka hidupmu akan sia-sia.
....
Nenekku tersenyum, "Cucu nenek, jadilah seorang pejuang. Pejuang tak harus memanggul senjata, tapi pejuang tetap berjuang untuk sesuatu yang berguna bagi orang lain."

....
Yang paling bersedih kehilangan nenek bukan aku, ayah atau pun keluarga yang lain, tapi Mbak Yuni. Dia mendapatkan pelajaran banyak dari nenek semasa hidupnya. Barangkali keputusanku tidaklah salah untuk mengajaknya tinggal bersamaku. Lagipula aku pun menyukainya. Selain ia sangat telaten merawat nenekku, aku sudah menyukainya sejak pandangan pertama. Tapi untuk urusan berikutnya aku tak begitu memikirkannya, aku masih sekolah dan kuharap aku bisa menjadi lelaki yang dibanggakan suatu saat nanti seperti kakekku.

yani dan yuni gmn suhu ?? menikah kah?? ato ttm ??

jadi paham nilai kehidupan suhu. terima kasih..
 
Nggak diceritain lanjutannya silakan berimajinasi :D
 
Nilai moral nya mantab suhu. Anak muda jaman sekarang dengan jaman dulu berbeda.
Nice story..
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd