Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Penjaga Rumah

jagbar

Semprot Lover
Daftar
20 Mar 2012
Post
237
Like diterima
812
Bimabet
Penjaga Rumah

Suatu hari aku diminta (tepatnya disuruh) kakakku menghuni rumahnya selama weekend. Tujuannya agar rumah tersebut tidak kosong alias tak berpenghuni terlalu lama. Ia mempunyai kepercayaan (yang berasal dari ortu kami) bahwa rumah yang dibiarkan kosong terlalu lama akan diisi oleh penunggu makhluk halus, selain juga memang bakal rawan terhadap maling. Minggu ini ia harus bekerja lembur Sabtu Minggu di kantornya. Untuk itu ia harus tetap tinggal di kosnya yang dekat dengan kantornya.

Sebenarnya aku keberatan memenuhi permintaannya karena aku selalu punya acara sendiri saat weekend. Entah pergi dengan teman-teman kos untuk menghilangkan stress setelah seminggu penuh kerja. Atau PDKT dengan cewek yang sedang aku taksir (maklum lagi jomblo). Sementara rumah itu cukup jauh dari tempatku biasa main. Tapi akhirnya aku bersedia melewatkan Sabtu malam di rumahnya.

Aku tak tahu terlalu banyak tentang rumah itu. Yang kutahu sekitar enam bulan lalu ia membelinya. Lalu tiap weekend ia menghabiskan waktu disana. Selebihnya aku tak tahu menahu.

Memang hubungan kami saat ini tak terlalu dekat. Meski kantor dan tempat kos kami cukup dekat namun jarang bertemu. Selain sibuk dengan urusan masing-masing juga terus terang memang aku sendiri tak mau terlalu sering berhubungan dengannya. Karena tiap kali selalu ada saja aku disuruh ini itu. Hahaha. Contohnya ya sekarang ini.

Sekilas tentang kakakku: ia dua tahun lebih tua dariku. Usianya 27 tahun. Masih single. Dari segi karir, kuakui ia termasuk hebat. Gaji besar dan bonus tiap tahunnya gede banget. Di samping itu juga masih punya bisnis sampingan. Orangnya memang cukup ambisius. Singkatnya ia adalah tipikal wanita bisnis dan karir.

Saat ini aku tak melihat ada tanda-tanda ia punya cowok. Meskipun aku yakin pasti banyak yang suka sama dia. Karena orangnya sebenarnya cukup cantik dan penampilannya juga cukup menarik. Tapi saat ini ia terlalu fokus di kerjaannya.

Anyway, Sabtu siang itu aku datang ke rumahnya untuk pertama kalinya. Ternyata ukurannya cukup besar juga. Ada ruang tamu, ruang tengah, dua kamar tidur, dapur, serta halaman belakang. Meski termasuk rumah lama namun semuanya terlihat cukup terawat. Karena tak tahu mau ngapain sendirian, akhirnya aku tertidur. Yang pasti nanti malam aku mau nyobain beberapa kuliner di sekitar sini.

Aku terbangun saat waktu sudah menjelang maghrib. Aku teringat di luar sana tadi ada kulkas. Aku pun langsung keluar karena kini merasa agak haus. Saat berada di dekat meja makan, kulihat ada seseorang muncul dari arah dapur yang nyambung dengan halaman belakang. Seorang pria yang usianya sekitar awal 40 tahunan. Penampilannya seperti orang yang baru datang dari desa tapi aku tak terlalu yakin juga. Saat melihatku ia tersenyum dan membungkuk dengan hormat.

"Selamat sore," katanya ramah.
"Selamat sore," jawabku dengan sikap waspada karena aku tidak expect untuk ketemu seseorang disini. Siapa orang ini, batinku.
"Bapak siapa?" tanyaku mengeluarkan pertanyaan dalam diriku.
"Saya Warso, penjaga rumah ini," jawabnya dengan senyum mengembang.
"Oh!" seruku. "Sudah lama Pak Warso menjaga disini?" tanyaku heran. Karena kakakku tidak bilang kalau rumahnya ini ada penjaganya.
"Wah sudah lama sekali. Sejak sebelum Nonik Angeline beli rumah ini, saya sudah disini. Disuruh jaga oleh pemilik rumah sebelumnya."
"Ok. Tapi tadi waktu datang saya tak melihat Pak Warso," kataku sambil berusaha menyelidik.
"Karena tadi saya sedang diluar," jawabnya spontan. "Karena memang saya tidak selalu ada disini. Rumah saya gubug dekat sini. Saya datang kemari kalau lagi ada perlu saja."
"Oh begitu. Memang kapan Pak Warso biasanya datang kesini?" tanyaku lagi.
"Hanya akhir pekan saja. Karena Nonik Angeline datangnya khan juga akhir pekan. Jadi waktu-waktu itu saya selalu ada disini juga. Karena daerah sini kalau sudah lewah tengah malam sepi sekali dan cukup rawan. Sementara Nonik Angeline tinggal sendirian saja."
Oooh, berarti saat hari kerja rumah ini memang selalu kosong karena bapak ini pun juga datangnya hanya saat weekend saja. Oleh karena itu wajar kalau kakakku selalu datang tiap weekend supaya rumah tidak kosong terlalu lama, begitu pikirku saat itu mengikuti alur logika ucapan Pak Warso ini (sementara gagal mencermati hal lain yang seharusnya justru kucermati).

"Oh ya mohon maaf, kalau sinyo sendiri siapa?" lanjutnya.
"Saya adiknya Angeline. Nama saya Marcel," jawabku sambil menjulurkan tangan untuk menyalaminya.
"Ooh, maaf tangan saya agak kotor," katanya dengan sikap sopan menolak menyambut tanganku. "Maaf, maaf bukannya saya tidak sopan, tapi tangan saya sedang kotor karena tak mengira akan bertemu sinyo disini," jawabnya sambil membungkuk dengan hormat. Sikapnya membuatku tak ingin memaksanya lebih lanjut.

"Ayo silakan duduk Pak Warso," kataku mempersilahkannya sambil aku kemudian duduk di kursi meja makan itu.
"Ah, biar saya berdiri saja," katanya sopan sambil tetap berdiri di seberang meja berhadapan denganku. Dalam hati aku membatin, Pak Warso ini mungkin menganggapku sebagai adik dari majikannya jadi ia menganggap dirinya tak layak duduk semeja denganku. Padahal sekarang adalah jaman modern. Kita semua sederajat, batinku. Namun sikap sopannya entah kenapa membuatku jadi sungkan untuk memaksanya. Jadinya kita ngobrol berhadapan dengan dipisah oleh meja makan persegi itu.

Seolah mampu membaca pikiranku, Pak Warso lalu berkata, "Oooh, rupanya Nonik Angeline adalah cie-cie-nya sinyo toh," sambil ia tersenyum.
"Pak Warso asalnya dari mana?" tanyaku penasaran. Panggilan "nonik" dan "sinyo" tidaklah lazim di Jakarta ini. Dugaanku ia datang dari Jawa.
"Saya asalnya Ngawi Jawa Timur," katanya.
"Wah papa saya asalnya dari Madiun, Pak. Tidak terlalu jauh tentunya dengan tempat Bapak."
"Oh iya. Nonik Angeline pernah cerita. Papanya lahirnya di Madiun tapi kemudian pindah ke Semarang ya. Karena mama kalian orang Semarang."
"Iya betul," jawabku.

"Ini teh Pak Warso," kataku memberikan teh kotak dari dalam kulkas tadi sambil aku meminum satu. Entah kenapa, orang ini somehow membuatku merasa nyaman. Membuatku jadi tertarik berbincang-bincang dengan orang ini. Meski ia "hanyalah" seorang penjaga rumah saja. Bahkan saking asyiknya, kita terus berbincang di tengah kegelapan karena hari telah berubah gelap.
"Oh maaf. Terima kasih," jawabnya sopan. Hmm, lagi-lagi ia merasa sungkan batinku. Sementara entah kenapa aku juga tak mendesaknya lebih lanjut.

Perbincangan lalu berlanjut ke hal-hal lain mulai dari tentang keluarganya di desa, ke hal-hal terkait sekitar tempat rumah ini dan hal-hal lain sebelum kemudian balik tentang kakakku lagi.
"Cie Angeline tiap minggu selalu datang kesini ya?" tanyaku.
"Iya selalu. Biasanya kalau tidak Jumat malam ya Sabtunya dia datang. Kadang sama temannya atau sendirian," katanya. "Cuman minggu ini saja tidak datang. Mungkin sibuk kali ya."
"Iya minggu ini Cie-Cie lagi sibuk di kerjaannya. Makanya kali ini aku yang datang kesini," jawabku. "Tapi kadang dia datang sama temannya juga?" tanyaku kepo.
"Iya pernah tiga kali sama dua teman ceweknya. Nginap disini juga. Tapi seringnya sih Nonik Angeline datang sendirian. Cuman belakangan ini pacarnya suka datang kemari," imbuhnya lagi.
"Pacarnya?!" tanyaku. Hmm Cie Angeline punya pacar toh. Aku malah nggak tahu. Sementara orang ini justru lebih tau dibanding adiknya sendiri, gumamku.
"Sudah lama?" tanyaku lagi.
"Sekitar tiga bulanan ini," katanya.
Hmmm, agak aneh juga, pikirku. Kalau ia tak mengatakannya ke aku, itu wajar karena toh memang kita tak terlalu dekat. Tapi tidakkah ia seharusnya cerita ke ortu terutama mama? Apalagi selama ini mereka cukup sering menanyakan hal tersebut (sekaligus mengharapkan) karena usianya sudah tidak bisa dikatakan terlalu muda lagi. Tidakkah seharusnya "berita baik" ini langsung disampaikan ke mereka?

"Masa sih pacarnya," kataku penasaran. "Atau mungkin teman cowok biasa yang nyamperin dia disini?"
"Mohon maaf, bukannya saya ingin mencampuri urusan Nonik Angeline. Tapi kalau menurut saya sih itu pacarnya. Karena beda khan perlakuan terhadap pacar dan teman cowok biasa," katanya membuat wajahku terasa agak panas. Untungnya suasana gelap jadi ia tak dapat melihat perubahan wajahku. Karena memang betul juga apa yang ia ucapkan.
"Kalau datang apakah pacarnya menginap juga disini?" tanyaku super kepo. Bagaimanapun Cie Angeline adalah kakak perempuanku yang statusnya masih single. Kalau ada apa-apa nanti nama keluarga bisa rusak.
"Wah kalau itu maaf... saya kurang tahu karena saya selalu tidur cepat. Biasanya mereka masih ada disini saat saya tidur. Sementara pagi-pagi subuh saya sudah harus balik ke rumah saya sendiri. Jadi saya tidak tahu, "kilahnya dengan santun sambil berusaha menghindar.
"Nonik Angeline itu orang baik," lanjutnya seolah mampu membaca apa yang ada dalam pikiranku. Seolah secara halus orang ini mengingatkanku, jangan berpikir yang aneh-aneh mengenai kakakku ini.

"Agak aneh saja dia tak berbicara sedikitpun tentang pacarnya itu kepada keluarga kami. Apalagi sudah berjalan tiga bulan," gumamku.
"Mungkin karena Nonik Angeline belum siap saja untuk diperkenalkan ke keluarga. Nanti kalau sudah siap tentu akan dikenalkannya," kata Pak Warso sambil tersenyum. (Entah kenapa aku mempunyai impresi ia sedang tersenyum saat mengatakan itu padahal ruangan gelap dan aku tak dapat melihat wajahnya).
Hmm, bisa jadi, pikirku mengamininya. Karena memang kakakku bukan tipe orang yang grusa-grusu apalagi urusan cowok. Bahkan setahuku ia hanya pernah dua kali sempat "hampir pacaran" dengan teman cowoknya tapi pada akhirnya kedua cowok itu ditolaknya. Karena memang kakakku ini tipe cewek yang pemilih banget.

"Omong-omong, pacar Cie Angeline itu seperti apa orangnya, Pak Warso?" tanyaku lagi-lagi kepo.
"Ah kalau tentang itu, mohon maaf saya tak ingin ikut campur urusan keluarga Sinyo Marcel dan Nonik Angeline. Mungkin ini bisa ditanyakan kepada Nonik Angeline saja secara langsung," katanya kembali berusaha menghindar. Aku berusaha mendesaknya namun ia tetap bergeming dengan posisinya. Bahkan kemudian ia berbalik sikap dengan mengatakan bahwa bisa jadi dugaan tentang pacar itu ternyata salah. Saat didesak lebih lanjut kembali ia menganjurkan untuk menanyakan kepada kakakku secara langsung saja.

Sikap perubahan Pak Warso ini membuatku lalu berpikir.... Bisa jadi cowoknya ini adalah sosok yang sekiranya bakal mendapat tentangan keras dari orang tuaku. Karena itu ia menyembunyikannya. Entah mungkin beda agama dan etnis, beda usia yang terlalu jauh, status sosial yang jauh dibawah, atau jangan-jangan pria yang telah beristri. Atau malah kombinasi dari beberapa hal itu. Yang pasti orang ini tahu tentang sesuatu sehubungan dengan kehidupan pribadi kakakku namun ia tak ingin mengatakannya kepadaku.

"Hehehehe......", kudengar Pak Warso tertawa kecil sendiri. Seolah ia sedang mentertawai apa yang sedang kupikirkan ini.
"Sudah tenang saja Nyo. Nanti kalau waktunya sudah tepat tentu Nonik Angeline akan mengatakannya sendiri kok," katanya lagi.

Akhirnya pembicaraan kita terhenti disitu. Hari telah semakin malam dan perutku mulai terasa lapar. Tak lama setelah itu aku keluar rumah untuk keliling mencoba beberapa makanan sebelum pulang balik saat hari agak larut malam. Malam itu aku tak bertemu Pak Warso lagi karena ia telah tertidur. Memang sebelumnya ia telah pamitan kepadaku karena ia tidur cepat. Namun keesokan harinya pun aku juga tak melihatnya lagi sampai aku meninggalkan tempat itu dan balik kembali ke kosku.

Minggu depannya aku tak sempat bertemu kakakku karena kita sama-sama sibuk. Sementara kunci rumahnya kutitipkan ke resepsionis di kantornya. Namun pikiranku masih terus teringat akan perbincanganku dengan Pak Warso itu. Terutama tentang pacarnya itu. Namun aku agak segan untuk bertanya langsung karena selain tak terlalu dekat juga tak ingin dianggap kepo. Lagipula meski kutanya juga belum tentu ia mau cerita juga.

Sementara kini aku mulai menyadari ada beberapa hal-hal aneh dalam diri Pak Warso ini. Entah kenapa saat itu segala sesuatunya seperti mengalir saja. Namun kini aku mulai menyadari ketidak-wajarannya.

Pak Warso terlihat cukup tahu banyak tentang kakakku dan juga keluarga kami. Meskipun pengetahuannya sebatas hal-hal yang sifatnya umum namun tetap saja agak aneh untuk ukuran seorang penjaga rumah biasa. Artinya ini menandakan kalau dia dan kakakku pernah berbincang agak lama lebih dari sekedar satu dua kali.

Sikap orang ini di satu sisi selalu penuh hormat kepadaku seperti menganggapku sebagai majikannya juga. Namun ada satu hal yang sulit diungkapkan dengan kata-kata... Sikap percaya diri dan kematangannya membuat sebenarnya dialah yang mengontrol dan mendominasi suasana dan arah pembicaraan saat itu. Boleh dibilang saat itu aku bagaikan terhipnotis olehnya. Seperti saat ia menolak menjabat tanganku aku pun jadi segan memaksanya. Demikian pula dengan tawaran teh kotak itu. Namun yang paling aneh, saat kita berbincang suasana ruangan gelap gulita namun segala sesuatunya kurasakan normal-normal saja saat itu. Orang ini seperti memiliki kemampuan untuk mengendalikan orang lain.

Tak hanya mampu mengendalikan, namun ia juga seolah bisa mengetahui isi dalam pikiran orang lain. Lalu.. mungkinkah ia melakukan hal serupa terhadap kakakku? Entah bagaimana caranya membuat kakakku takluk dan melupakan segalanya. Ditambah dengan faktor stress dalam kerjaan selama seminggu, membuat mental dan pikirannya bisa melemah. Apalagi kakakku seorang cewek yang cukup cantik, sehingga tidak heran kalau pria mempunyai modus terhadap dirinya.

Kini aku teringat ucapannya, "Karena Nonik Angeline datangnya khan juga akhir pekan. Jadi waktu-waktu itu saya selalu ada disini juga." Artinya ia selalu tinggal di dalam rumah itu tiap kali kakakku ada disana. Nah, tidakkah ini cukup janggal? Kakakku perempuan dan dia laki-laki. Tidakkah aneh dua orang berlainan jenis tinggal serumah berdua (sebelum ada pacarnya)? Meski ia tidur di kamar pembantu di belakang sementara kakakku tidur di ruang tidur di dalam. Apalagi usia orang itu juga masih belum tua-tua amat. Hal-hal yang tak diinginkan sangat mungkin terjadi apabila ia punya niat buruk. Anehnya kakakku oke-oke saja dengan hal ini buktinya tiap minggu ia bolak-balik kesana.

Kalau dibilang seluruh ucapan orang itu hanya membual dan mengada-ada belaka rasanya tidak masuk akal juga. Lagipula untuk apa ia berbohong kepadaku sementara nantinya dapat dengan mudah diketahui kebohongannya. Begitu pula dengan kemungkinan orang itu sebenarnya adalah maling yang karena kepergok olehku lalu pura-pura mengaku sebagai penjaga rumah. Karena bagaimana mungkin ia tahu cukup banyak tentang kakakku dan juga keluarga kami.

Jangan-jangan pacar kakakku itu ya Pak Warso itu sendiri?!! Secara teori ini adalah pikiran gila dan mustahil. Tak mungkin kakakku jatuh hati dengan orang seperti dia. Perbedaannya terlalu jomplang sekali. Tapi secara logika juga, ini adalah satu-satunya penjelasan yang masuk akal berdasarkan apa yang terjadi. Bisa jadi awalnya hubungan mereka sebatas penjaga rumah dan majikan belaka. Tapi kemudian lama-lama jadi dekat lalu sejak tiga bulan terakhir mereka diam-diam berpacaran. Hati orang siapa dapat menduga? Apalagi kalau ternyata orang ini menggunakan ilmu yang aneh-aneh.

Tentang kedatangan Pak Warso hari itu, entah mungkin ada salah komunikasi atau apa. Mungkin ia melihat ada orang di dalam yang kemudian dikiranya kakakku yang datang seperti biasanya. Tak mengira kalau rupanya yang datang adalah aku, adik cowoknya.

---@@@@---

Dua minggu kemudian, tepatnya pada hari Minggu siang, tiba-tiba kakakku kirim pesan ke HP-ku. Mendadak ia mengajakku bertemu.

Saat kita duduk di St*rb*cks sambil nyeruput Frapp*cc*no, awalnya ia berbicara ngalor ngidur. Sebelum kemudian masuk ke pokok pembicaraan. Intinya ingin memperkenalkan cowoknya kepadaku. Hmm, ternyata ucapan Pak Warso betul adanya bahwa ia telah punya pacar yang diakuinya sudah berjalan hampir empat bulan. Pagi tadi ia telah mengatakan ke mamaku lalu kini ia mengajakku bertemu dengannya. Hatiku berdebar saat menunggu kedatangan cowoknya. Sekaligus mempersiapkan mental sekaligus jantung seandainya orang yang muncul betul adalah Pak Warso adanya! Hahaha...

Pada akhirnya.... antiklimaks-lah yang terjadi. Ternyata yang datang sama sekali bukan Pak Warso. Seluruh dugaan gilaku sama sekali tak terjadi. Cowoknya setahun lebih tua darinya dan tidak ada sesuatu yang diluar dugaan pada dirinya. Ternyata ucapan Pak Warso saat itu benar adanya bahwa kakakku tak ingin memberitahu kita sebelum ia betul-betul merasa mantap dengan pilihannya. Long story short, hubungan mereka berlanjut. Keluargaku tak ada masalah dengannya. Demikian pula dengan keluarganya. Sampai akhirnya mereka berdua resmi menikah.

Namun ada satu hal yang masih tersisa dan mengusik pikiranku. Kakakku bersikeras ia tak pernah memakai orang untuk menjaga rumahnya. Juga ia tak mengenal adanya seorang bernama Warso. Sebaliknya justru ia menganggapku mengarang-ngarang cerita saat kubilang tentang pertemuanku dengan Pak Warso waktu itu, dengan modus supaya aku tak disuruh menjaga rumahnya lagi. Karena selama ia tinggal di rumah itu setiap minggunya selama berbulan-bulan tak pernah sekalipun ada sosok bernama Pak Warso ini.

Jadi siapakah (atau apakah) Pak Warso???

Aku kini menyadari kenyataan lain. Selama pertemuanku dengannya saat itu, tak pernah kulihat adanya kontak fisik antara dirinya dengan benda berwujud apapun yang ada di sekitarnya. Saat pertama kali ia muncul dari arah dapur, aku hanya melihat bagian atas tubuhnya saja. Sementara pandanganku ke bagian kakinya terhalang oleh meja makan.

Saat aku mengajaknya berjabat tangan, ia dengan sopan namun kukuh menolaknya.
Saat kupersilahkan duduk, ia kembali menolaknya. Untuk duduk, tentu ia harus menarik kursi itu terlebih dahulu. Mungkinkah ia menolak karena tak mampu menggerakkan benda fisik?
Saat kutawari teh kotak, ia lagi-lagi menolaknya. Mungkinkah karena ia memang tak butuh minum?
Kelima, hampir seluruh waktu saat aku berbicara dengannya berlangsung dalam suasana gelap dimana aku hanya bisa melihat sosok bayangan hitamnya saja.

Kini aku teringat pernyataannya ini: "Hanya akhir pekan saja. Karena Nonik Angeline datangnya khan juga akhir pekan. Jadi waktu-waktu itu saya selalu ada disini juga. Karena daerah sini kalau sudah lewah tengah malam sepi sekali dan cukup rawan. Sementara Nonik Angeline tinggal sendirian saja."
Mungkinkah ia selalu berada disana terutama saat malam hari karena ingin menjaga kakakku dari gangguan orang jahat? Sementara keberadaan mereka berdua dalam satu rumah tak pernah menjadi masalah karena "Pak Warso ini" hidup di alam yang berbeda.

Malam itu saat sedang makan nasi goreng di warung pinggir jalan, sempat aku berbincang dengan petugas ronda malam. Saat kubilang aku tinggal di rumah kakakku itu, ia langsung mengenalinya. Kemudian nyeletuk, "Oh kalau rumah itu mah aman. Tak ada maling yang berani menyatroninya," katanya penuh arti. Saat itu aku tak terlalu ngeh dengan maksud ucapannya karena kukira ia membanggakan tugasnya meronda sehingga rumah itu aman. Akupun tak bertanya lebih lanjut. Namun kini aku menduga kemungkinan lain. Bisa jadi ia mendengar pernah ada orang jahat yang ingin masuk ke dalam namun ada "sesuatu" yang membuatnya lari terbirit-birit.

Pada akhirnya hanya ada dua kemungkinan.
Pertama, Pak Warso adalah manusia yang beneran ada. Hanya saja kakakku sengaja menutupinya dengan berbohong dan berkata tak pernah bertemu dengannya. Entah apa pun alasannya.
Kedua, kakakku tak berbohong dan memang sesungguhnya bagi dirinya Pak Warso ini tak pernah ada. Namun sebaliknya, "Pak Warso" sering "bertemu" dengan kakakku. Jadi keduanya sama-sama mengatakan kebenaran menurut sudut pandang masing-masing. Itu sebabnya ia tahu banyak hal-hal umum mengenai kakakku dan keluargaku. Bisa jadi karena ia selalu "mendengar" tiap kali kakakku berbicara dengan cowoknya disitu. Dan entah mengapa pada saat itu ia ingin "bertemu" denganku.

Lalu manakah yang benar??
 
Penjaga Rumah

Suatu hari aku diminta (tepatnya disuruh) kakakku menghuni rumahnya selama weekend. Tujuannya agar rumah tersebut tidak kosong alias tak berpenghuni terlalu lama. Ia mempunyai kepercayaan (yang berasal dari ortu kami) bahwa rumah yang dibiarkan kosong terlalu lama akan diisi oleh penunggu makhluk halus, selain juga memang bakal rawan terhadap maling. Minggu ini ia harus bekerja lembur Sabtu Minggu di kantornya. Untuk itu ia harus tetap tinggal di kosnya yang dekat dengan kantornya.

Sebenarnya aku keberatan memenuhi permintaannya karena aku selalu punya acara sendiri saat weekend. Entah pergi dengan teman-teman kos untuk menghilangkan stress setelah seminggu penuh kerja. Atau PDKT dengan cewek yang sedang aku taksir (maklum lagi jomblo). Sementara rumah itu cukup jauh dari tempatku biasa main. Tapi akhirnya aku bersedia melewatkan Sabtu malam di rumahnya.

Aku tak tahu terlalu banyak tentang rumah itu. Yang kutahu sekitar enam bulan lalu ia membelinya. Lalu tiap weekend ia menghabiskan waktu disana. Selebihnya aku tak tahu menahu.

Memang hubungan kami saat ini tak terlalu dekat. Meski kantor dan tempat kos kami cukup dekat namun jarang bertemu. Selain sibuk dengan urusan masing-masing juga terus terang memang aku sendiri tak mau terlalu sering berhubungan dengannya. Karena tiap kali selalu ada saja aku disuruh ini itu. Hahaha. Contohnya ya sekarang ini.

Sekilas tentang kakakku: ia dua tahun lebih tua dariku. Usianya 27 tahun. Masih single. Dari segi karir, kuakui ia termasuk hebat. Gaji besar dan bonus tiap tahunnya gede banget. Di samping itu juga masih punya bisnis sampingan. Orangnya memang cukup ambisius. Singkatnya ia adalah tipikal wanita bisnis dan karir.

Saat ini aku tak melihat ada tanda-tanda ia punya cowok. Meskipun aku yakin pasti banyak yang suka sama dia. Karena orangnya sebenarnya cukup cantik dan penampilannya juga cukup menarik. Tapi saat ini ia terlalu fokus di kerjaannya.

Anyway, Sabtu siang itu aku datang ke rumahnya untuk pertama kalinya. Ternyata ukurannya cukup besar juga. Ada ruang tamu, ruang tengah, dua kamar tidur, dapur, serta halaman belakang. Meski termasuk rumah lama namun semuanya terlihat cukup terawat. Karena tak tahu mau ngapain sendirian, akhirnya aku tertidur. Yang pasti nanti malam aku mau nyobain beberapa kuliner di sekitar sini.

Aku terbangun saat waktu sudah menjelang maghrib. Aku teringat di luar sana tadi ada kulkas. Aku pun langsung keluar karena kini merasa agak haus. Saat berada di dekat meja makan, kulihat ada seseorang muncul dari arah dapur yang nyambung dengan halaman belakang. Seorang pria yang usianya sekitar awal 40 tahunan. Penampilannya seperti orang yang baru datang dari desa tapi aku tak terlalu yakin juga. Saat melihatku ia tersenyum dan membungkuk dengan hormat.

"Selamat sore," katanya ramah.
"Selamat sore," jawabku dengan sikap waspada karena aku tidak expect untuk ketemu seseorang disini. Siapa orang ini, batinku.
"Bapak siapa?" tanyaku mengeluarkan pertanyaan dalam diriku.
"Saya Warso, penjaga rumah ini," jawabnya dengan senyum mengembang.
"Oh!" seruku. "Sudah lama Pak Warso menjaga disini?" tanyaku heran. Karena kakakku tidak bilang kalau rumahnya ini ada penjaganya.
"Wah sudah lama sekali. Sejak sebelum Nonik Angeline beli rumah ini, saya sudah disini. Disuruh jaga oleh pemilik rumah sebelumnya."
"Ok. Tapi tadi waktu datang saya tak melihat Pak Warso," kataku sambil berusaha menyelidik.
"Karena tadi saya sedang diluar," jawabnya spontan. "Karena memang saya tidak selalu ada disini. Rumah saya gubug dekat sini. Saya datang kemari kalau lagi ada perlu saja."
"Oh begitu. Memang kapan Pak Warso biasanya datang kesini?" tanyaku lagi.
"Hanya akhir pekan saja. Karena Nonik Angeline datangnya khan juga akhir pekan. Jadi waktu-waktu itu saya selalu ada disini juga. Karena daerah sini kalau sudah lewah tengah malam sepi sekali dan cukup rawan. Sementara Nonik Angeline tinggal sendirian saja."
Oooh, berarti saat hari kerja rumah ini memang selalu kosong karena bapak ini pun juga datangnya hanya saat weekend saja. Oleh karena itu wajar kalau kakakku selalu datang tiap weekend supaya rumah tidak kosong terlalu lama, begitu pikirku saat itu mengikuti alur logika ucapan Pak Warso ini (sementara gagal mencermati hal lain yang seharusnya justru kucermati).

"Oh ya mohon maaf, kalau sinyo sendiri siapa?" lanjutnya.
"Saya adiknya Angeline. Nama saya Marcel," jawabku sambil menjulurkan tangan untuk menyalaminya.
"Ooh, maaf tangan saya agak kotor," katanya dengan sikap sopan menolak menyambut tanganku. "Maaf, maaf bukannya saya tidak sopan, tapi tangan saya sedang kotor karena tak mengira akan bertemu sinyo disini," jawabnya sambil membungkuk dengan hormat. Sikapnya membuatku tak ingin memaksanya lebih lanjut.

"Ayo silakan duduk Pak Warso," kataku mempersilahkannya sambil aku kemudian duduk di kursi meja makan itu.
"Ah, biar saya berdiri saja," katanya sopan sambil tetap berdiri di seberang meja berhadapan denganku. Dalam hati aku membatin, Pak Warso ini mungkin menganggapku sebagai adik dari majikannya jadi ia menganggap dirinya tak layak duduk semeja denganku. Padahal sekarang adalah jaman modern. Kita semua sederajat, batinku. Namun sikap sopannya entah kenapa membuatku jadi sungkan untuk memaksanya. Jadinya kita ngobrol berhadapan dengan dipisah oleh meja makan persegi itu.

Seolah mampu membaca pikiranku, Pak Warso lalu berkata, "Oooh, rupanya Nonik Angeline adalah cie-cie-nya sinyo toh," sambil ia tersenyum.
"Pak Warso asalnya dari mana?" tanyaku penasaran. Panggilan "nonik" dan "sinyo" tidaklah lazim di Jakarta ini. Dugaanku ia datang dari Jawa.
"Saya asalnya Ngawi Jawa Timur," katanya.
"Wah papa saya asalnya dari Madiun, Pak. Tidak terlalu jauh tentunya dengan tempat Bapak."
"Oh iya. Nonik Angeline pernah cerita. Papanya lahirnya di Madiun tapi kemudian pindah ke Semarang ya. Karena mama kalian orang Semarang."
"Iya betul," jawabku.

"Ini teh Pak Warso," kataku memberikan teh kotak dari dalam kulkas tadi sambil aku meminum satu. Entah kenapa, orang ini somehow membuatku merasa nyaman. Membuatku jadi tertarik berbincang-bincang dengan orang ini. Meski ia "hanyalah" seorang penjaga rumah saja. Bahkan saking asyiknya, kita terus berbincang di tengah kegelapan karena hari telah berubah gelap.
"Oh maaf. Terima kasih," jawabnya sopan. Hmm, lagi-lagi ia merasa sungkan batinku. Sementara entah kenapa aku juga tak mendesaknya lebih lanjut.

Perbincangan lalu berlanjut ke hal-hal lain mulai dari tentang keluarganya di desa, ke hal-hal terkait sekitar tempat rumah ini dan hal-hal lain sebelum kemudian balik tentang kakakku lagi.
"Cie Angeline tiap minggu selalu datang kesini ya?" tanyaku.
"Iya selalu. Biasanya kalau tidak Jumat malam ya Sabtunya dia datang. Kadang sama temannya atau sendirian," katanya. "Cuman minggu ini saja tidak datang. Mungkin sibuk kali ya."
"Iya minggu ini Cie-Cie lagi sibuk di kerjaannya. Makanya kali ini aku yang datang kesini," jawabku. "Tapi kadang dia datang sama temannya juga?" tanyaku kepo.
"Iya pernah tiga kali sama dua teman ceweknya. Nginap disini juga. Tapi seringnya sih Nonik Angeline datang sendirian. Cuman belakangan ini pacarnya suka datang kemari," imbuhnya lagi.
"Pacarnya?!" tanyaku. Hmm Cie Angeline punya pacar toh. Aku malah nggak tahu. Sementara orang ini justru lebih tau dibanding adiknya sendiri, gumamku.
"Sudah lama?" tanyaku lagi.
"Sekitar tiga bulanan ini," katanya.
Hmmm, agak aneh juga, pikirku. Kalau ia tak mengatakannya ke aku, itu wajar karena toh memang kita tak terlalu dekat. Tapi tidakkah ia seharusnya cerita ke ortu terutama mama? Apalagi selama ini mereka cukup sering menanyakan hal tersebut (sekaligus mengharapkan) karena usianya sudah tidak bisa dikatakan terlalu muda lagi. Tidakkah seharusnya "berita baik" ini langsung disampaikan ke mereka?

"Masa sih pacarnya," kataku penasaran. "Atau mungkin teman cowok biasa yang nyamperin dia disini?"
"Mohon maaf, bukannya saya ingin mencampuri urusan Nonik Angeline. Tapi kalau menurut saya sih itu pacarnya. Karena beda khan perlakuan terhadap pacar dan teman cowok biasa," katanya membuat wajahku terasa agak panas. Untungnya suasana gelap jadi ia tak dapat melihat perubahan wajahku. Karena memang betul juga apa yang ia ucapkan.
"Kalau datang apakah pacarnya menginap juga disini?" tanyaku super kepo. Bagaimanapun Cie Angeline adalah kakak perempuanku yang statusnya masih single. Kalau ada apa-apa nanti nama keluarga bisa rusak.
"Wah kalau itu maaf... saya kurang tahu karena saya selalu tidur cepat. Biasanya mereka masih ada disini saat saya tidur. Sementara pagi-pagi subuh saya sudah harus balik ke rumah saya sendiri. Jadi saya tidak tahu, "kilahnya dengan santun sambil berusaha menghindar.
"Nonik Angeline itu orang baik," lanjutnya seolah mampu membaca apa yang ada dalam pikiranku. Seolah secara halus orang ini mengingatkanku, jangan berpikir yang aneh-aneh mengenai kakakku ini.

"Agak aneh saja dia tak berbicara sedikitpun tentang pacarnya itu kepada keluarga kami. Apalagi sudah berjalan tiga bulan," gumamku.
"Mungkin karena Nonik Angeline belum siap saja untuk diperkenalkan ke keluarga. Nanti kalau sudah siap tentu akan dikenalkannya," kata Pak Warso sambil tersenyum. (Entah kenapa aku mempunyai impresi ia sedang tersenyum saat mengatakan itu padahal ruangan gelap dan aku tak dapat melihat wajahnya).
Hmm, bisa jadi, pikirku mengamininya. Karena memang kakakku bukan tipe orang yang grusa-grusu apalagi urusan cowok. Bahkan setahuku ia hanya pernah dua kali sempat "hampir pacaran" dengan teman cowoknya tapi pada akhirnya kedua cowok itu ditolaknya. Karena memang kakakku ini tipe cewek yang pemilih banget.

"Omong-omong, pacar Cie Angeline itu seperti apa orangnya, Pak Warso?" tanyaku lagi-lagi kepo.
"Ah kalau tentang itu, mohon maaf saya tak ingin ikut campur urusan keluarga Sinyo Marcel dan Nonik Angeline. Mungkin ini bisa ditanyakan kepada Nonik Angeline saja secara langsung," katanya kembali berusaha menghindar. Aku berusaha mendesaknya namun ia tetap bergeming dengan posisinya. Bahkan kemudian ia berbalik sikap dengan mengatakan bahwa bisa jadi dugaan tentang pacar itu ternyata salah. Saat didesak lebih lanjut kembali ia menganjurkan untuk menanyakan kepada kakakku secara langsung saja.

Sikap perubahan Pak Warso ini membuatku lalu berpikir.... Bisa jadi cowoknya ini adalah sosok yang sekiranya bakal mendapat tentangan keras dari orang tuaku. Karena itu ia menyembunyikannya. Entah mungkin beda agama dan etnis, beda usia yang terlalu jauh, status sosial yang jauh dibawah, atau jangan-jangan pria yang telah beristri. Atau malah kombinasi dari beberapa hal itu. Yang pasti orang ini tahu tentang sesuatu sehubungan dengan kehidupan pribadi kakakku namun ia tak ingin mengatakannya kepadaku.

"Hehehehe......", kudengar Pak Warso tertawa kecil sendiri. Seolah ia sedang mentertawai apa yang sedang kupikirkan ini.
"Sudah tenang saja Nyo. Nanti kalau waktunya sudah tepat tentu Nonik Angeline akan mengatakannya sendiri kok," katanya lagi.

Akhirnya pembicaraan kita terhenti disitu. Hari telah semakin malam dan perutku mulai terasa lapar. Tak lama setelah itu aku keluar rumah untuk keliling mencoba beberapa makanan sebelum pulang balik saat hari agak larut malam. Malam itu aku tak bertemu Pak Warso lagi karena ia telah tertidur. Memang sebelumnya ia telah pamitan kepadaku karena ia tidur cepat. Namun keesokan harinya pun aku juga tak melihatnya lagi sampai aku meninggalkan tempat itu dan balik kembali ke kosku.

Minggu depannya aku tak sempat bertemu kakakku karena kita sama-sama sibuk. Sementara kunci rumahnya kutitipkan ke resepsionis di kantornya. Namun pikiranku masih terus teringat akan perbincanganku dengan Pak Warso itu. Terutama tentang pacarnya itu. Namun aku agak segan untuk bertanya langsung karena selain tak terlalu dekat juga tak ingin dianggap kepo. Lagipula meski kutanya juga belum tentu ia mau cerita juga.

Sementara kini aku mulai menyadari ada beberapa hal-hal aneh dalam diri Pak Warso ini. Entah kenapa saat itu segala sesuatunya seperti mengalir saja. Namun kini aku mulai menyadari ketidak-wajarannya.

Pak Warso terlihat cukup tahu banyak tentang kakakku dan juga keluarga kami. Meskipun pengetahuannya sebatas hal-hal yang sifatnya umum namun tetap saja agak aneh untuk ukuran seorang penjaga rumah biasa. Artinya ini menandakan kalau dia dan kakakku pernah berbincang agak lama lebih dari sekedar satu dua kali.

Sikap orang ini di satu sisi selalu penuh hormat kepadaku seperti menganggapku sebagai majikannya juga. Namun ada satu hal yang sulit diungkapkan dengan kata-kata... Sikap percaya diri dan kematangannya membuat sebenarnya dialah yang mengontrol dan mendominasi suasana dan arah pembicaraan saat itu. Boleh dibilang saat itu aku bagaikan terhipnotis olehnya. Seperti saat ia menolak menjabat tanganku aku pun jadi segan memaksanya. Demikian pula dengan tawaran teh kotak itu. Namun yang paling aneh, saat kita berbincang suasana ruangan gelap gulita namun segala sesuatunya kurasakan normal-normal saja saat itu. Orang ini seperti memiliki kemampuan untuk mengendalikan orang lain.

Tak hanya mampu mengendalikan, namun ia juga seolah bisa mengetahui isi dalam pikiran orang lain. Lalu.. mungkinkah ia melakukan hal serupa terhadap kakakku? Entah bagaimana caranya membuat kakakku takluk dan melupakan segalanya. Ditambah dengan faktor stress dalam kerjaan selama seminggu, membuat mental dan pikirannya bisa melemah. Apalagi kakakku seorang cewek yang cukup cantik, sehingga tidak heran kalau pria mempunyai modus terhadap dirinya.

Kini aku teringat ucapannya, "Karena Nonik Angeline datangnya khan juga akhir pekan. Jadi waktu-waktu itu saya selalu ada disini juga." Artinya ia selalu tinggal di dalam rumah itu tiap kali kakakku ada disana. Nah, tidakkah ini cukup janggal? Kakakku perempuan dan dia laki-laki. Tidakkah aneh dua orang berlainan jenis tinggal serumah berdua (sebelum ada pacarnya)? Meski ia tidur di kamar pembantu di belakang sementara kakakku tidur di ruang tidur di dalam. Apalagi usia orang itu juga masih belum tua-tua amat. Hal-hal yang tak diinginkan sangat mungkin terjadi apabila ia punya niat buruk. Anehnya kakakku oke-oke saja dengan hal ini buktinya tiap minggu ia bolak-balik kesana.

Kalau dibilang seluruh ucapan orang itu hanya membual dan mengada-ada belaka rasanya tidak masuk akal juga. Lagipula untuk apa ia berbohong kepadaku sementara nantinya dapat dengan mudah diketahui kebohongannya. Begitu pula dengan kemungkinan orang itu sebenarnya adalah maling yang karena kepergok olehku lalu pura-pura mengaku sebagai penjaga rumah. Karena bagaimana mungkin ia tahu cukup banyak tentang kakakku dan juga keluarga kami.

Jangan-jangan pacar kakakku itu ya Pak Warso itu sendiri?!! Secara teori ini adalah pikiran gila dan mustahil. Tak mungkin kakakku jatuh hati dengan orang seperti dia. Perbedaannya terlalu jomplang sekali. Tapi secara logika juga, ini adalah satu-satunya penjelasan yang masuk akal berdasarkan apa yang terjadi. Bisa jadi awalnya hubungan mereka sebatas penjaga rumah dan majikan belaka. Tapi kemudian lama-lama jadi dekat lalu sejak tiga bulan terakhir mereka diam-diam berpacaran. Hati orang siapa dapat menduga? Apalagi kalau ternyata orang ini menggunakan ilmu yang aneh-aneh.

Tentang kedatangan Pak Warso hari itu, entah mungkin ada salah komunikasi atau apa. Mungkin ia melihat ada orang di dalam yang kemudian dikiranya kakakku yang datang seperti biasanya. Tak mengira kalau rupanya yang datang adalah aku, adik cowoknya.

---@@@@---

Dua minggu kemudian, tepatnya pada hari Minggu siang, tiba-tiba kakakku kirim pesan ke HP-ku. Mendadak ia mengajakku bertemu.

Saat kita duduk di St*rb*cks sambil nyeruput Frapp*cc*no, awalnya ia berbicara ngalor ngidur. Sebelum kemudian masuk ke pokok pembicaraan. Intinya ingin memperkenalkan cowoknya kepadaku. Hmm, ternyata ucapan Pak Warso betul adanya bahwa ia telah punya pacar yang diakuinya sudah berjalan hampir empat bulan. Pagi tadi ia telah mengatakan ke mamaku lalu kini ia mengajakku bertemu dengannya. Hatiku berdebar saat menunggu kedatangan cowoknya. Sekaligus mempersiapkan mental sekaligus jantung seandainya orang yang muncul betul adalah Pak Warso adanya! Hahaha...

Pada akhirnya.... antiklimaks-lah yang terjadi. Ternyata yang datang sama sekali bukan Pak Warso. Seluruh dugaan gilaku sama sekali tak terjadi. Cowoknya setahun lebih tua darinya dan tidak ada sesuatu yang diluar dugaan pada dirinya. Ternyata ucapan Pak Warso saat itu benar adanya bahwa kakakku tak ingin memberitahu kita sebelum ia betul-betul merasa mantap dengan pilihannya. Long story short, hubungan mereka berlanjut. Keluargaku tak ada masalah dengannya. Demikian pula dengan keluarganya. Sampai akhirnya mereka berdua resmi menikah.

Namun ada satu hal yang masih tersisa dan mengusik pikiranku. Kakakku bersikeras ia tak pernah memakai orang untuk menjaga rumahnya. Juga ia tak mengenal adanya seorang bernama Warso. Sebaliknya justru ia menganggapku mengarang-ngarang cerita saat kubilang tentang pertemuanku dengan Pak Warso waktu itu, dengan modus supaya aku tak disuruh menjaga rumahnya lagi. Karena selama ia tinggal di rumah itu setiap minggunya selama berbulan-bulan tak pernah sekalipun ada sosok bernama Pak Warso ini.

Jadi siapakah (atau apakah) Pak Warso???

Aku kini menyadari kenyataan lain. Selama pertemuanku dengannya saat itu, tak pernah kulihat adanya kontak fisik antara dirinya dengan benda berwujud apapun yang ada di sekitarnya. Saat pertama kali ia muncul dari arah dapur, aku hanya melihat bagian atas tubuhnya saja. Sementara pandanganku ke bagian kakinya terhalang oleh meja makan.

Saat aku mengajaknya berjabat tangan, ia dengan sopan namun kukuh menolaknya.
Saat kupersilahkan duduk, ia kembali menolaknya. Untuk duduk, tentu ia harus menarik kursi itu terlebih dahulu. Mungkinkah ia menolak karena tak mampu menggerakkan benda fisik?
Saat kutawari teh kotak, ia lagi-lagi menolaknya. Mungkinkah karena ia memang tak butuh minum?
Kelima, hampir seluruh waktu saat aku berbicara dengannya berlangsung dalam suasana gelap dimana aku hanya bisa melihat sosok bayangan hitamnya saja.

Kini aku teringat pernyataannya ini: "Hanya akhir pekan saja. Karena Nonik Angeline datangnya khan juga akhir pekan. Jadi waktu-waktu itu saya selalu ada disini juga. Karena daerah sini kalau sudah lewah tengah malam sepi sekali dan cukup rawan. Sementara Nonik Angeline tinggal sendirian saja."
Mungkinkah ia selalu berada disana terutama saat malam hari karena ingin menjaga kakakku dari gangguan orang jahat? Sementara keberadaan mereka berdua dalam satu rumah tak pernah menjadi masalah karena "Pak Warso ini" hidup di alam yang berbeda.

Malam itu saat sedang makan nasi goreng di warung pinggir jalan, sempat aku berbincang dengan petugas ronda malam. Saat kubilang aku tinggal di rumah kakakku itu, ia langsung mengenalinya. Kemudian nyeletuk, "Oh kalau rumah itu mah aman. Tak ada maling yang berani menyatroninya," katanya penuh arti. Saat itu aku tak terlalu ngeh dengan maksud ucapannya karena kukira ia membanggakan tugasnya meronda sehingga rumah itu aman. Akupun tak bertanya lebih lanjut. Namun kini aku menduga kemungkinan lain. Bisa jadi ia mendengar pernah ada orang jahat yang ingin masuk ke dalam namun ada "sesuatu" yang membuatnya lari terbirit-birit.

Pada akhirnya hanya ada dua kemungkinan.
Pertama, Pak Warso adalah manusia yang beneran ada. Hanya saja kakakku sengaja menutupinya dengan berbohong dan berkata tak pernah bertemu dengannya. Entah apa pun alasannya.
Kedua, kakakku tak berbohong dan memang sesungguhnya bagi dirinya Pak Warso ini tak pernah ada. Namun sebaliknya, "Pak Warso" sering "bertemu" dengan kakakku. Jadi keduanya sama-sama mengatakan kebenaran menurut sudut pandang masing-masing. Itu sebabnya ia tahu banyak hal-hal umum mengenai kakakku dan keluargaku. Bisa jadi karena ia selalu "mendengar" tiap kali kakakku berbicara dengan cowoknya disitu. Dan entah mengapa pada saat itu ia ingin "bertemu" denganku.

Lalu manakah yang benar??
Penasaran saya,siapa pak Warso??hmm
 
Langsung tertarik dengan cerita ini. Misteri yg dikemas dgn apik. Kapan apdet Huu
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd