Episode 9
Bintang keluar dari kapal , berjalan menghampiriku. Ia mengenakan seragam lengkap dengan helmnya. Bahkan dengan seragam itu , ia sangat menawan. Ia berdiri di sampingku , menatap planet biru rumah asalnya. Ia menoleh kepadaku sepertinya berusaha berbicara padaku. Aku raih panel kontrol di tangannya lalu aku bantu dia menghubungkan jaringan komunikasi pribadi dari helmnya ke helmku.
“ nah sekarang kamu bisa bicara “
Aku melepaskan tangannya. Bintang masih kebingungan dengan apa yang terjadi
“ aneh , kenapa tadi tidak bisa?”
Tanyanya bingung
“ Tidak ada udara di bulan ini. Jadi kalau kita ingin berbicara satu sama lain , kita perlu komunikator. “
Jelasku
“ ah begitu. Tuan pintar sekali. Sebenarnya aku masih bingung “
Aku pun tersenyum.
“ planet yang indah bukan. Itulah tempat asalmu “
Bintang pun mengangguk.
“ Aku belum pernah melihat pemandangan semenakjubkan ini. “
Celetuknya. Ia menoleh ke sekitarnya , melihat angkasa yang gelap , dan bulan yang tandus
“ seperti inilah duniaku Bintang , hampa , gelap dan tanpa warna. Tak seperti duniamu yang indah. “
Bintang menatap wajahku serius. Lagi-lagi aku seperti melihat Dewi dari tatapan matanya
“ Tuan. Dunia tempat tuan berasal itu , seperti apa?”
Sebenarnya aku bingung menjelaskannya. Karena bagi orang dari planet ini , kehidupan di dunia kami mungkin akan terdengar mustahil dan tidak masuk akal
“ kau janji tidak akan tertawa ?”
“ Tuan. Aku berlayar di angkasa hari ini , dan sekarang aku berjalan di bulan. Kurasa tak ada hal yang omong kosong di dunia ini “
Aku mulai menceritakan seperti apa Dunia asalku , Planet Indahpura
Aku berasal dari planet yang hampir sama dengan planet tempat asal Bintang. Hanya saja langit di planet ini berwarna kuning kemerahan , dengan awan yang gelap. Planet kami hanya memiliki satu benua dengan iklim dan kondisi lingkungan seperti Africa. Aku menjelaskannya pada Bintang jika dahulu Planet kami juga memiliki berbagai macam hewan , Padang rumput yang indah , dan pantai yang mempesona. Namun perusahaan-perusahaan pertambangan di dunia kami , merusaknya hanya dalam puluhan tahun.
“ perusahaan itu apa? “
Tanyanya dengan wajah polos. Sudah kuduga ia akan bertanya itu. Kurasa aku punya penjelasan yang tepat untuk yang satu ini.
“ mereka sekumpulan orang rakus , yang hanya peduli dengan uang. Atau katakan saja emas Intan permata. Apapun mereka raup, mereka rampas , demi kekayaan “
Perusahaan hanya peduli tentang bagaimana meraup keuntungan besar untuk membangun sebuah planet penuh dengan berlian , daripada kesehatan ekosistem ataupun Jagad Raya.
“ aku tidak mengerti, apa mereka tidak malu dengan arwah leluhur mereka? “
“ Mereka tidak peduli Nona “
Bahkan aku ragu mereka punya agama. Orang seperti itu biasanya tidak takut apapun kecuali kehilangan hartanya.
Orang-orang miskin di dunia kami tinggal di Bulan-bulan , planet-planet dan stasiun luar angkasa yang tidak layak huni. Di Indahpura , orang miskin tinggal di semacam rumah susun di dekat lokasi pertambangan yang seribu kali lebih kumuh dari rumah susun paling kumuh di dunia kalian. Bahkan dijalanan. Tempatnya tidak aman , dan penculikan , pemerkosaan , pembunuhan sudah menjadi hal biasa.
Di sisi lain orang kaya tinggal di perkotaan dengan menara-menara tinggi berdinding kaca yang indah , taman dalam ruangan yang indah , dengan sepeda-sepeda , kereta-kereta yang melayang di udara. Indahpura salah satu dari sedikit kota besar di dunia kami. Hampir seluruh kota besar di dunia kami terdapat di planet Brahmaloka, Ibu Kota Dinasti Raja. Planet Brahmaloka sama seperti Bumi dan masih memiliki pantai Indah. Namun hutan dan Padang rumput hampir semua telah diubah menjadi perumahan mewah dan kondomonium mewah. Kurang lebih seperti Dubai , New York , Moscow di dunia kalian. Namun bayangkan sebuah kota yang terbentang dari semenanjung Iberia (Spanyol) hingga ke benua Australia. Seperti itulah Brahmaloka. Kota para Dewa dengan menara tinggi menjulang menembus awan.
Kesenjangan sosial di dunia kami begitu terasa. Kaya semakin kaya , miskin semakin miskin. Yang kaya hanya tinggal dan berkumpul dengan orang kaya, yang miskin hanya tinggal sesama orang miskin. Yang kaya sibuk mengunggah video ke media sosial , memamerkan kekayaan mereka. Mereka senang , mereka bangga dengan harta yang mereka kuras , mereka curi dari orang tak berdosa. Akibatnya tidak ada keakuran diantara keduanya. Iri dengki seperti hal biasa , begitunya dengan stigma negatif dari kaum kaya terhadap orang miskin. Itu adalah satu dari sedikit realita pahit di dunia kami.
“ kaya miskin itu apasih?”
Tanya Bintang bingung
Maya tinggal di sebuah stasiun bekas penjara yang disulap menjadi rumah bordir. Ia sudah terbiasa dan paham sekali cara memuaskan pria. Sepertinya Dewa berniat menyimpannya setelah perjalanan ini. Githa tinggal di sebuah kota kecil di planet Himaraja , satu dari sekian banyak planet beku di dunia kami , sebagai tukang pijat panggilan kelas menengah. Ia sudah sering keluar masuk tempat tinggal orang lain , mulai dari kabin murahan milik buruh , sampai kondomonium orang kaya di Himaraja
Ia dijual oleh orang tuanya saat berusia 19 tahun hanya untuk ditelanjangi dan diperkosa berbulan-bulan oleh seorang pengusaha kecil di sana. Kemajuan teknologi tidak menghapus pemikiran radikal di dunia kami. Keengganan memiliki anak perempuan contohnya. Ia lalu dijual lagi dan akhirnya bekerja sebagai tukang pijat panggilan. Ia sangat ceria dan baik mengingat masa lalunya yang cukup sulit . Benar-benar wanita yang kuat.
Indra mantan taruna angkatan laut yang diberhentikan karena meninju komandannya sampai cacat. Dewa dulu sainganku tapi akhirnya kami berteman. Rama adalah anak buruh di sebuah stasiun penambang asteroid namun entah bagaimana dapat masuk ke sekolah pelayaran. Ia sebelumnya bekerja di pelayaran sipil. Sedangkan Saras , tidak pernah sekolah , tidak pernah masuk sekolah pelayaran , namun sudah bekerja di kapal antariksa sejak berusia 12 tahun. Meskipun manis tak terhitung berapa bajingan dan aparat yang ia bunuh
“ aku mendengar banyak tentang dunia Tuan malam ini , atau sore ini. Sebenarnya aku tidak tahu ini malam atau sore karena tidak ada matahari “
Kami berdua tertawa. Ia kini tahu tentang duniaku namun ia tidak tahu mau berkomentar apa. Dunia kami membingungkan bagi orang seperti Bintang. Namun sepertinya ia menangkap beberapa yang aku ceritakan. Melati lalu muncul lalu menunjukkan sebuah papan logam yang ia lukis gambar-gambar binatang.
“ gambar yang bagus Nona melati “
Namun ia menggeleng kepalanya. Ia berbicara namun tentu saja aku tidak bisa mendengarnya
“ Oh! Maksudnya , ia bertanya kalian sedang apa?”
Bintang menerjemahkan arti gambaran Nona Melati
“ ah , begitu. Maaf aku tidak tahu. Kami sedang bicara tentang duniaku. Sini mari aku atur komunikatornya “
Aku mengatur komunikator milik Nona Melati dan tak lama ia bisa ikut bicara dengan kami berdua
“ akhirnya kalian dapat mendengarku “
Kami berbicara bertiga sambil menatap bumi , tempat tinggal mereka. Aku menceritakan padanya tentang tempat asalku . Mulai dari Indahpura sampai ke bagian Brahmaloka. Ia paling antusias ketika aku menceritakan tentang Brahmaloka.
“ menara tinggi menembus langit? Kapal-kapal terbang ? Kita harus ke sana! Aku mau lihat “
Akan jadi masalah jika aku mengajak mereka ke dunia kami karena mereka makhluk asing , tentu saja tidak ada tanda pengenal , apalagi paspor atau izin tinggal. Tapi jika dengan cara ilegal , mungkin saja bisa.
“ ide bagus. “
Jawabku
“ benarkah? Memangnya berapa hari berlayar dari dunia kami ke dunia kalian “
Tentu saja perjalanan ke galaksi kami akan memakan waktu perjalanan dari 10 hari hingga setengah bulan. Tapi jika ke wilayah seberang laut , maksudku galaksi Bima sakti , mungkin dalam hitungan menit , hitungan jam sampai dengan seminggu untuk ke ujung galaksi.
“ ah dua minggu. Tidak begitu lama. Aku dengar leluhur kami mengarungi samudra hingga bermusim-musim “
Sahut Bintang. Peradaban mereka ternyata telah mengenal pelayaran. Namun mungkin masih sangat primitif. Bisa saja kapal mereka masih mengarungi lautan , samudra tanpa tenaga mesin. Melainkan dengan tenaga angin atau bahkan dayung.
Kami kembali masuk ke kapal untuk makan malam. Gerbang ramp door ditutup. Kami makan bersama-sama di kabin kapal , seperti biasa , ransum dengan lauk mie dan bakso aci.
“ Hambar sekali! Makanan apa ini?!”
Melati terkejut waktu pertama kali menyantap ransum itu. Sudah kuduga. Sayangnya kami tidak ada makanan lain. Hanya ada buah pemberian Bintang.
“ ini ransum , makanan awak kapal selama berlayar menjelajah antariksa. Maaf kami tidak menyimpan makanan lain. “
Bintang menyantapnya walaupun ia tidak terbiasa.
“ tidak apa-apa. Kurasa aku pernah makan makanan yang lebih buruk. Waktu aku pertama kali memasak sup jamur “
Celetuknya. Pertama kalinya aku mengajak mereka makan malam , namun sayangnya aku tidak punya makanan yang lebih baik lagi. Di samping semua itu mereka menghabiskan makanan mereka , walaupun mereka tidak menyukainya. Dewa dan Maya terkenal tidak pernah menghabiskan makanan mereka. Itu artinya mereka mungkin tidak mau menyia-nyiakan makanan mereka meski mereka tidak menyukainya.
Aku pikir mereka dapat mencoba tidur di kapsul. Kalian tahu kami punya empat kapsul yang masing-masing cukup untuk dua orang. Rama tidur bersama Saras , Dewa dengan Maya , Indra dengan Githa jadi masih ada satu yang kosong , yang seharusnya kapsul milikku. Namun mereka dapat bermalam di sana. Tidak terlalu empuk namun setidaknya lebih empuk dari kasur di dunia mereka yang masih terbuat dari bambu dengan kulit hewan sebagai selimut.
“ wah rasanya seperti tidur di awan!”
Celetuk Melati. Ia menepuk-nepuk kasur itu , kagum dengan keempukannya. Bintang hanya tersenyum malu. Maya mengajari mereka cara membuka dan menutup kapsul sehingga mereka mengerti.
“ Selamat malam Tuan , selamat tidur “
“ Sampai jumpa Sakti “
Kapsul itu menutup dan mereka pun tidur. Githa dan Maya juga mengajari cara menggunakan kamar mandi dan semoga saja mereka mengerti. Atau , kurasa aku harus membersihkan kamar mandi. Seperti biasa aku tidur di kursi kemudiku
Malam itu sunyi sama seperti saat aku biasa berlayar. Semuanya tidur sedangkan aku merebahkan tubuh di kursi kemudia , sekaligus bersiaga jika ada sesuatu terjadi. Teman-temanku mungkin sedang melakukan sex dengan pasangan mereka. Kedua gadis itu pasti sudah tertidur lelap. Di kondisi seperti inilah terkadang aku memikirkan , membayangkan Dewi.
Pintu ruang kemudi terbuka. Seseorang masuk ke ruang kemudi dan berjalan mendekatiku. Aku segera bangkit dan menoleh. Bintang berdiri di sana menatapku dengan serius. Aku baru sadar dia sangat mirip dengan Dewi dengan baju piyama itu. Tidak , lagi-lagi aku membandingkannya dengan Dewi. Aku harus berhenti melakukannya
“ Nona Bintang ?”
“ Tuan, sebenarnya dari tadi aku ingin bicara berdua saja. “
Aku lalu mengunci ruang kemudi agar tidak asa yang masuk.
“ ada apa Nona? “
Bintang tiba-tiba berlutut lalu menunduk menyembunyikan wajahnya
“ Sudah dua kali Tuan menyelamatkan nyawaku. Aku tidak punya apa-apa untuk membalas budi baik Tuan. Rumah pun aku tidak punya. Pakaian ini pun milik orang lain. Tuan membahayakan nyawa Tuan demi gadis yang diasingkan ini. Maafkan kelancanganku , tapi , aku mohon , kawinilah aku. Hanya raga dan tubuh inilah , yang mampu hamba persembahkan kepada Tuan “
Ia bahkan merendahkan dirinya , dengan membuka Piyama itu , dan bugil tanpa busana dihadapanku. Aku seketika sedih. Entah kenapa aku tidak mau memulai hubungan dengan cara seperti ini.
“ Tuan , izinkan aku menjadi Adindamu “
Aku ambil selimutku lalu kututupi tubuh polosnya itu.
“ Tidak Bintang. Aku tidak bisa menerimanya “
Matanya mulai meneteskan air mata. Dengan wajah sedihnya ia menjawab
“ Tuan , apakah Tuan tidak mencintaiku ? Apa aku kurang cantik?
Aku langsung memeluknya.
“ bukan begitu maksudku Bintang. Kau gadis paling sempurna di hidupku. Aku hanya ingin, kau menikahi bukan karena balas saja. Aku ingin kau menikahiku tulus karena cinta “
Bintang pun menunduk membuang wajahnya , tak berani menatap wajahku.
“ Tuan , maafkan aku. Aku hanya bingung. Aku tak tahu harus apa. Kau mempertaruhkan nyawamu untukku. Kau memberiku perhiasan yang indah. Sedangkan aku... aku.... “
Kucium keningnya dan ia pun seketika terdiam. Kuhapus air matanya lalu kupeluk ia erat-erat. Ia terdiam seribu bahasa. Waktu seketika berhenti. Aku sudah menunggu saat-saat seperti ini. Untuk sejenak aku menghibur diriku sendiri , berandai sedang memeluk Dewi seperti dulu.