Episode 17
Kami mendarat di pelabuhan Antariksa Sarasvati. Pelabuhan yang dinamakan atas nama Istri Direktur Utama Ravi puluhan tahun yang lalu. Kami mendarat memasuki sebuah hangar. Ketika kapal berhasil mendarat sempurna , prosedur bongkar muat serta penyimpanan kapal pun di mulai.
Kami semua turun dengan membawa bagasi kami masing-masing. Melati masih membawa kantung tradisional. Bintang sudah menggunakan tas modern serta pakaian-pakaiannya karena kami sudah belanja di bintang merah. Melati keluar dengan kantung tradisional yang berisi buah-buahan serta perbekalannya. Nanti rencananya aku ingin mengajaknya belanja bersama Bintang.
Dengan elevator kami turun ke dermaga kedatangan. Kami berbaris di imigrasi dan satu persatu di periksa dengan teliti. Aku sudah bilang kepada Melati dan Bintang untuk mengikuti persis seperti yang lain lakukan. Dan untungnya berhasil. Kami keluar dari imigrasi dan memasukkan bagasi kami ke mesin scanner. Kebanyakan mereka tidak peduli dengan pekerjaan mereka sehingga semuanya berjalan mulus.
“ woooah “
“ Astaga “
Ketika kami keluar meninggalkan dermaga kedatangan, Melati dan Bintang terkejut dengan apa yang ia lihat. Sebuah kota dengan menara-menara tinggi menembus langit. Kendaraan-kendaraan terbang yang berlalu-lalang seperti sekerumunan burung di dunia mereka. Kota ini menjadikan Brahmaloka sebagai kiblat pembangunannya. Sehingga kendaraan terbang lebih dominan daripada kendaraan darat. Kami mengantre di terminal penerbangan dalam kota , untuk naik kereta terbang menuju Kondomonium sewaan kami.
“ Tuan , ini lebih indah dari yang aku bayangkan “
Ucap Bintang dengan antusias
“ aku senang kau menyukainya “
Sahutku. Melati hanya diam menikmati apa yang ia lihat. Maya dan Githa lalu mendekatinya dan mereka pun mengobrol. Ketika kereta itu datang , kami berjalan masuk membawa bagasi kami masing-masing.
Kondomonium kami berada sekitar 68 km dari pelabuhan udara. Dengan kereta listrik (mobil) kira-kira memakan waktu satu setengah jam dengan jalan bebas hambatan. Namun dengan penerbangan dalam kota, hanya butuh 15 menit. Kami terbang diantara menara-menara tinggi itu. Mereka yang punya tempat tinggal di kota ini dapat terbang menggunakan kapal-kapal mereka. Namun mereka yang berwisata atau tidak memiliki izin tinggal , harus berlabuh di pelabuhan dan menggunakan transportasi umum. Meskipun aku dengar beberapa berandalan mempunyai cara sendiri sehingga mereka dapat terbang dan mendarat sesuka mereka.
Kami tiba di Plaza Adira , tempat di mana kami menginap. Plaza itu berada di dekat Menara Ravi , sehingga dengan kata lain berada di pusat kota. Kami turun dari kereta itu , lalu berjalan keluar stasiun. Kami keluar tepat di depan gedung pusat Ravi. Melati dan Bintang masih terkagum-kagum, melihat-lihat ke sekitar mereka. Bahkan ada danau dan hutan buatan yang cukup besar di sana. Kami berjalan menuju Adira Kondomonium, di mana aku telah menyewa Kondo dengan lima kamar.
“ waaah mewah sekali!”
“ Woohoo ini namanya Liburan “
Sekarang tinggal Githa dan Maya yang terkagum-kagum. Selama ini kami tinggal di kapal , di kabin murahan sehingga mereka cukup terkejut ketika aku menyewa tempat tinggal seperti ini. Aku memang tidak bilang kami akan menginap di mana. Namun dari raut wajahnya mereka tidak menyangka kami akan tinggal di tempat seperti ini.
“ Nona Bintang , Nona Melati. Ini kamar kalian “
Yang lain sudah berlari ke kamar mereka masing-masing-masing. Aku mengantar Bintang dan Melati ke kamar mereka lalu sebelum pergi aku mengajari mereka satu persatu cara menggunakan perabotan di kamar itu. Seperti cara menggunakan prosesor , cara menggunakan layar hiburan , cara menggunakan kamar mandi sampai cara bermain Gaming konsol jika mereka tertarik memainkannya.
Aku lalu istirahat sendirian di kamarku. Kami sudah dekat sekali dari rumah dan rencananya di kota ini , aku ingin melamar Bintang , lalu mengajaknya hidup bersamaku di Indahpura. Meskipun ucapannya masih menghantui pikiranku. Aku mungkin akan mengurus izin tinggal di Brahmaloka dan mengajaknya tinggal ke sana. Namun seketika aku bangun dari tempat tidurku.
“ bagaimana dengan Melati?”
Aku sering bermimpi yang tidak-tidak tentang Melati. Aku bahkan masih ragu siapa dia sebenarnya. Aku ragu apakah mimpi waktu itu nyata. Tapi ia telah rela meninggalkan dunianya jadi aku harus pikirkan juga bagaimana nasibnya. Apakah ia akan ikut denganku? Tapi kurasa itu tidak mungkin. Ia tidak akan nyaman.
“ Setidaknya ribuan prajurit gugur dalam bertugas dalam tragedi kecelakaan saat latihan yang terjadi di ladang Asteroid Bintang merah. Laksamana Madya Raj membantah isu yang beredar di masyarakat tentang penyergapan yang gagal yang mengakibatkan tewasnya ribuan prajurit Angkatan Luat di Wilayah Seberang laut “
“ Pelaku-pelaku penyebaran berita palsu tersebut, telah ditangkap oleh pihak yang berwenang, dan ini menjadi pelajaran bagi kita semua untuk tidak mudah percaya terhadap berita yang belum pasti kebenarannya. Saya menyayangkan sekali , atas terjadinya kasus berita palsu ini. Dan saya turut berduka , atas gugurnya anak-anak kita yang gagah dan pemberani. Terima kasih atas jasa Kalian , untuk negeri ini”
Persis seperti biasanya. Angkatan laut selalu membantah kekalahannya. Tapi rakyat tahu apa yang terjadi. Sayang sekali, prajurit-prajurit itu bertempur dengan misi mulia. Melindungi keluarga yang mereka cintai di kampung halaman mereka. Namun orang-orang busuk seperti Laksamana Raj , merusak mereka demi kepentingan mereka. Aku sering merasa buruk , merasa jahat saat membunuh mereka dengan meriam dan rudal yang aku puntahkan dari kapalku. Namun mengingat apa yang mereka lakukan, bahkan setiap nyawa di Angkatan bersenjata Brahma , tidak akan bisa menggantinya.
“ hei Sakti, Sudah lihat berita?”
Indra menghubungi lewat komunikatorku. Aku sempat bingung karena identitas yang digunakannya itu masih baru namun setelah mengingat-ingat lagi aku baru sadar jika itu memang Indra.
“ Begitulah “
Sahutku
“ ‘Turut berduka kawan’ “
Ia menggunakan tanda kutip yang artinya adalah kebalikannya. Ia sangat senang dengan kematian para prajurit yang kami bunuh. Ia bahkan tidak menyesal sedikit pun. Ia mengirim emot menangis , seolah menggambarkan jika ia sangat bahagia mengetahui kemenangan besar kami.
“ Terima kasih. Mau bertemu?”
Jawabku sambil menggeleng-geleng kepala.
“ Gak, aku lagi nyantai sama Githa. Malam nanti saja”
Dan tiba-tiba seseorang masuk ke kamarku.
“ Melati “
“ Sakti “
Ia menutup pintu lalu duduk di sampingku.
“ ada apa Melati ? “
“ tidak , Bintang tadi tertidur. Tapi aku bosan , jadi aku membuka layar hiburan , dan tak sengaja melihat berita itu. “
Ia juga melihat berita itu. Dia tentu tahu jika kami yang melakukannya, karena secara tidak langsung ia juga terlibat.
“ aku , aku merasa sedih dengan orang-orang itu. “
Bisiknya
“ Mereka mendapat apa yang mereka pantas. Itu ulah mereka sendiri “
Jawabku dingin. Melati memegang tanganku.
“ Ada apa dengan tatap mata itu Sakti? Aku tidak pernah melihat kau sebenci itu? “
Entah kenapa nada bicaranya berubah. Persis seperti di mimpi-mimpiku. Apa aku sedang bermimpi lagi?
“ entahlah Melati. “
Sahutku. Ia pegang daguku lalu ia menatapku serius, seperti tatapannya pada waktu malam itu ketika kami bercumbu. Jadi , apa semua itu nyata ?
“ ceritakan padaku apa yang terjadi? “
Aku pun menunduk. Aku sudah sering menceritakan itu pada orang lain. Aku pernah menceritakannya pada Indra , Rama , Saras dan tentu saja Dewi. Indra biasa saja ketika aku menceritakannya sedangkan Rama dan Saras sangat terkejut dan tak menyangka apa yang aku ceritakan. Dewi sempat terdiam namun akhirnya ia menerima apa yang terjadi.
Aku memulai cerita itu dengan menunjukkan sebuah data tersembunyi dari komunikatorku. Data yang telah aku simpan sejak bertahun-tahun yang lalu. Data yang sempat membuatku depresi hingga nyaris mengakhiri hidupku sendiri. Mulanya sungguh sakit ketika aku membukanya. Namun lama kelamaan , kurasa aku sudah terbiasa. Aku menunjukkan data itu kepada Melati
“ Apa ini Sakti?”
Ia melihat data itu cukup lama , yang membuatku cukup yakin jika ia sebenarnya mengerti huruf Sansekerta dan ia bukan manusia bumi. Setidaknya bukan manusia biasa.
“ Itu artikel , tentang pembunuhan keluargaku di Wilayah terbatas “
Data itu berisi sebuah artikel , yang berisi tentang pembunuhan seluruh keluargaku di wilayah terbatas angkatan laut. Wilayah terbatas adalah Wilayah yang tidak boleh dijangkau oleh rakyat sipil. Beberapa sistem tata surya memang di daftarkan sebagai Wilayah terbatas. Namun tidak dengan tata surya di mana keluargaku berada. Tata surya itu seharusnya sudah terdaftar menjadi aset kedua orang tuaku , namun dunia berkata berbeda. Keluargaku dibunuh di rumahnya sendiri.
“ Mereka membunuh , keluargamu? Maksudmu Ayah dan Ibumu?”
Aku menggeleng kepala. Mereka membunuh kedua orang tuaku, kakak perempuanku , kakak iparku , dan keponakanku yang masih bayi. Termasuk para awak kapal yang bekerja untuk ayahku. Mereka membunuh orang-orang tak berdosa itu tanpa perlawanan.
“ Tapi kenapa? “
Aku hanya diam.
“ kenapa diam Sakti? Ceritakan padaku.”
“ Ada saat di mana aku bukanlah diriku yang sekarang. Ada saat di mana aku hidup seperti anak-anak orang kaya pada umumnya. Ada saat di mana kejahatan yang aku lakukan , adalah mencuri uang kedua orang tuaku untuk bersenang-senang “
Aku yang dulu sangatlah berbeda dengan aku di masa kini. Aku yang dulu , hanya tahu bersenang-senang dan bermalas-malasan. Kata orang lama di Brahma , seorang anak akan terus hidup di balik bayang-bayang ayahnya. Namun akan tiba saat di mana ia harus berdiri sendiri menghadapi dunia. Saat ia runtuh karena kejamnya dunia. Saat ia bangkit dan menampar dunia lalu menelanjangi dan memperkosanya.
Aku dulu bukanlah seorang pilot , bukan seorang nahkoda sebuah kapal , bukan seseorang yang hidup mencari makan di antariksa. Aku hanya anak konglomerat yang dibesarkan menjadi seorang dokter. Ayahku selalu mengharapkan anak laki-laki untuk melanjutkan perusahaannya. Orang pintar kepercayaan ayahku bilang , jika beliau ingin seorang putra, maka ia harus dinamakan Sakti , dari masa awal ibuku mengandung. Jika tidak , makan Bayi yang lahir adalah seorang putri. Konyol namun ayahku mempercayainya. Lalu aku dilahirkan , menjadi putra mahkota pewaris utama Ayahku.
Aku dibesarkan dengan sangat istimewa. Aku mendapat kasih sayang yang sangat luar biasa dari Ibu , Ayah dan saudari perempuanku. Mereka memastikan aku mendapat semua yang terbaik. Pendidikan terbaik , guru terbaik , yang tidak hanya mengerti segalanya , namun memiliki budi pekerti yang baik , yang mampu mengajarkan kepadaku mana yang benar , mana yang salah. Pada akhirnya, aku tumbuh menjadi seorang anak , yang membenci Ayahnya sendiri. Aku menjadi terlalu idealis
Ayahku adalah seorang direktur utama perusahaan perdagangan antar bintang. Sedangkan aku tumbuh menjadi eko extremis yang membenci perusahaan-perusahaan besar karena kami anggap merusak eko sistem planet. Ayahku adalah orang yang membantu perusahaan-perusahaan itu , karena beliau berperan sebagai distributor yang membantu perusahaan-perusahaan tersebut menjualkan dagangan mereka. Itu sebabnya aku memutuskan menjadi dokter , bukan menjadi seorang pengusaha seperti ayahku. Aku bukan Ayahku. Itu yang kukatakan saat itu. Aku justru terlalu membela dunia , dan membenci Ayahku sendiri.
Namun di samping semua itu , aku masih hidup di bawah bayang-bayang orang tuaku. Aku masih makan minum dan bersenang-senang dengan uang pemberiannya. Banyak orang yang menilai bahwa paham eko extremis yang aku anut itu adalah sebuah aksi panjat sosial. Dengan kata lain , pansos atau cari perhatian. Aku lebih dikenal sebagai anak konglomerat yang suka pamer harta , punya banyak pacar dan gemar bersenang-senang. Itu tidak sepenuhnya salah , karena aku memang begitu. Aku terlalu banyak menghakimi orang lain , termasuk ayahku sendiri , sampai aku tidak sadar bagaimana aku sendiri. Kurasa dalam hal itu , aku tidak pernah berubah. Itu sebabnya dulu Dewa sangat membenciku. Dewa dulu adalah karyawan ayahku yang sudah bekerja sejak berumur 18 tahun.
Usiaku masih sangatlah muda. Namun aku sudah mendapat gelar dokter bahkan ayahku membantuku melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Ia punya hak untuk membenciku karena aku menolak melanjutkan bisnis yang ia bangun dengan susah payah. Namun sebaliknya beliau justru mendukungku, bahkan beliau menghadiahiku sebuah kapal mewah sebagai hadiah penobatanku sebagai Dokter
Sebagai Dokter aku di sumpah untuk melayani masyarakat. Dan aku menyukainya. Melayani dunia dengan sedikit keahlianku menjadi sebuah kehormatan bagiku. Aku sempat memiliki segalanya . Keluarga , harta , teman-teman , pacar-pacar yang cantik dan menggairahkan, yang belum aku punya waktu itu mungkin hanya istri dan anak.
Aku masih sangat naif waktu itu. Aku tidak tahu apa yang aku lakukan sampai hari itu tiba. Semuanya tiba-tiba berubah. Aku sudah tahu ayahku terlibat dalam bisnis-bisnis yang kotor dan itu menjadi penyebab apa pun yang beliau lakukan selalu salah di mataku. Tapi ketika tragedi itu terjadi, aku terdiam membatu. Aku paham , mereka yang melakukan kesalahan harus dihukum dengan hukum setimpal. Aku paham ayahku pantas di hukum setelah apa yang beliau lakukan. Tapi aku tidak menyangka dengan cara seperti itu. Apalagi Ibuku , Saudariku , kakak iparku , keponakanku, mereka tidak pantas mendapatkannya. Mereka orang-orang baik. Mereka tidak bersalah. Hari ini , aku seolah kehilangan simpatiku pada dunia.