Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT PERJUMPAAN (racebannon)

Bimabet
Wah kelewat belum baca cerita racebannon yang ini. Numpang taro tenda dulu om
 
PERJUMPAAN – 29

--------------------
--------------------

desain10.jpg

“Bye sayang” sahut Listya dari ratusan kilometer ke arah timur.
“Bye…..” Balasku dengan lemas, sambil menutup telpon itu.

Aku baru saja berbohong pada istriku. Yang dia tahu, aku masih berada di kantor, menyelesaikan pekerjaanku. Tapi sejujurnya, aku sedang ada di balkon rumahku, menatap bulan yang baru saja muncul, menantikan kedatangan Stephanie ke rumah ini.

Beribu pertanyaan muncul di kepalaku.

Pertanyaan-pertanyaan yang baru muncul, sesaat setelah aku meminta ia datang. Rumahku terletak di sebuah kompleks town house kecil yang dijaga oleh satpam yang sudah sangat mengenal aku dan istriku. Kedatangan seorang perempuan ke rumahku, ketika istriku sedang berada di Bali tentu akan begitu aneh dan mencurigakan. Apalagi orangnya adalah orang yang sama, dengan orang yang mengantarkan aku ke rumah tengah malam tadi.

Harus aku akui, aku bodoh telah mengundangnya ke rumahku. Dan entah mengapa, dia bersedia untuk datang.

Entah kenapa.

Mungkin karena kami sama-sama bodoh, atau bisa juga karena kejadian semalam. Kejadian semalam bisa saja memunculkan rasa iba dalam dirinya. Atau mungkin saja dia khawatir karena seharian, aku tidak memakan apapun. Tidak ada satu suap makanan pun masuk dalam tubuhku.

Ya, selera makanku hilang. Yang dari tadi masuk ke dalam tubuhku hanya air putih saja dan asap rokok. Entah sudah berapa batang, sampai kupikir stok rokok di rumah habis. Kepalaku sudah tidak berasa berat, tapi tetap saja, makanan rasanya tidak bisa masuk ke dalam badanku. Dan ya, tidak ada satu sendok makanan jenis apapun di dalam rumah.

Waktu sudah berlalu beberapa saat, sejak notifikasi dari Stephanie tiba. Dia sedang dalam perjalanan menggunakan taksi online, menuju ke rumahku.

Tiba-tiba, akal sehatku kembali datang.

Aku baru saja menyadari kebodohanku. Dengan langkah gontai, aku bangkit dari balkon, dan memutuskan melakukan hal yang kurasa benar. Aku bersiap-siap dengan mengambil kunci mobilku dan mematikan semua lampu yang bisa kumatikan. Dengan terburu-buru aku mengirim pesan singkat, kepada Stephanie.

“Nanti minta berhenti di minimarket deket kompleks rumah”, tulisku dengan panik. Aku tidak bisa memikirkan tempat lain selain tempat itu.

Untung saja, aku sudah mandi. Dan untung sedikit demi sedikit rasa pusingku menghilang. Dengan langkah cepat aku mengunci pintu rumah dan menaiki mobilku.

Di dalam kegelapan malam yang baru tiba, aku meluncur dengan kecepatan pelan, perlahan merayap ke arah tempat yang tadi baru saja kuberitahukan kepada Stephanie.

--------------------

file_110.jpg

Lampu temaram berwarna kuning, biru dan merah berpendar dari logo minimarket yang tampak sepi itu. Hanya ada mobilku dan beberapa motor pegawai di parkiran yang rasanya cukup luas di sini. Langit tampak sendu, dengan sedikit-sedikit suara petir malu-malu merambat ke telingaku, menemani awan yang bergemuruh sedari tadi.

Dengan rasa tak sabar, aku menunggu kedatangan dirinya. Ini sudah batang ke lima yang kunyalakan. Asap rokok keluar dengan malu-malu dari sela-sela jendela mobil, menatap langit malam yang mendung, yang sekiranya mau tumpah dalam beberapa saat lagi.

Tidak ada notifikasi baru di handphoneku. Tidak ada kabar apa-apa dari siapapun. Dengan nafas berat, aku menatap ke arah jari manis di tangan kananku. Sebuah cincin berwarna emas melingkari jari manis itu dengan tenang. Dengan gerakan yang pelan, aku menyentuh cincin itu dengan tangan kiriku, menggenggamnya sejenak, sambil menarik nafas panjang.

“Tok Tok” tanpa aku sadari, ada suara ketukan dari arah kiriku.
“Eh?” dengan gerakan pelan aku melihat ke arah jendela penumpang.

Ada bayangan yang baru saja datang. Tanpa diminta aku membuka kunci mobil. Sosok itu masuk, dengan nafas yang tak tenang. Tampangnya cukup terlihat tidak nyaman, dengan segala macam ekspresi tidak wajar yang cukup kentara di wajahnya.

“Kenapa jadi disini?”
“Mungkin lebih baik disini” jawabku. “Daripada kamu ke rumah, dengan kondisi yang kamu tau kayak apa….”

“Gak ada orang selain kamu?”
“Iya…”
“I See”

Dia duduk dengan tegangnya di kursi penumpang, dan ada bungkusan makanan yang teronggok di pangkuannya. Dengan gerakan pelan dan tak pasti, dia memindahkannya ke jok belakang mobil.

“Aku bawain kamu makan”
“Thanks”
“Pasti kamu belum makan kan? Maaf kalau aku sok tau…” tanyanya, pelan.

Rambut pendeknya yang hitam terlihat berkilau di dalam kegelapan. Kulitnya yang putih dan pucat menyala di dalam mobil ini. Pakaian yang selalu enak dilihat itu pun bertengger di badannya, membuatku semakin ingin menatapnya terus-terusan.

“Bas?”
“Ya?”
“Kamu udah makan atau belum?”
“Belum”
“Dari kapan?”
“Gak tau…. Dari siang mungkin?”
“Bisa-bisanya kamu gak makan…. Ngundang penyakit….” jawabnya pelan. Kami tidak bisa saling menatap. Entah kenapa.

“Kenapa?” tanyaku, perlahan, mencoba hati-hati
“Apa yang kenapa?” jawabnya, dengan nada yang membuat kita berdua seperti orang bodoh.

“Kenapa kamu mau dateng kesini?” tanyaku lagi, mencoba menyembunyikan degup jantungku yang begitu kencang, seperti berdetak tanpa arah, menunggu untuk loncat dari dadaku.

“Kayaknya karena aku ******, dan mungkin aku ****** karena kamu bersikap ****** di depan aku… Semalem…”
“…..”

Pada saat itu, kami berdua saling bertatapan, suara langit mendadak berdentum pelan, memberi tanda bahwa hujan sebentar lagi akan turun.

“Kenapa kamu kayak gitu?” tanyanya.
“Karena aku gak bisa….”
“Gak bisa apa?” balasnya dengan tanya, sambil melirik pelan ke arah diriku, dan menelan ludahnya dengan gerakan yang begitu kentara.

“Sejak Bangkok, yang ada di dalam kepalaku Cuma kamu” Dengan gerakan penuh kesadaran, dan sedikit keberanian yang tolol, aku meraih tangannya yang dari tadi tergelatak di atas pahanya.

“Bas… Stop” dia menepis tanganku dengan gerakan yang kaku.
“Why?” tanyaku dengan pelan.
“Jangan terusin ngomong kayak gitu….”
“Berhenti, gak usah ngomongin Bangkok lagi” balasnya.
“Aku gak bisa nahan lagi….”
“Bas, I you don’t stop, aku juga gak tau harus gimana nahannya…..”

Ya, hujan mulai turun. Mulai rintik perlahan, lalu debit air bertambah. Dalam waktu singkat, hujan menjadi deras. Aku membuang rokokku ke luar dan menutup kaca jendela mobil. Dengan gerakan pelan, aku menyalakan mobil, dan menyalakan AC nya.

“Fuck it” Aku meraih lehernya dan dia pun pasrah.

Di tengah hujan deras itu, di dalam mobilku, kami berdua berciuman kembali, setelah lama menunggu. Bibirku melumat bibirnya yang mungil, dan tanpa diminta, dia mengenggam tanganku, berusaha untuk menyentuh kulitku, yang lama tidak ia sentuh.

“Nnn..”

Stephanie melepas ciumanku.

“Fuck you Bas” ucapnya pelan, dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Aku menarik nafas panjang dan menatap air mata yang mulai menetes dari sisi matanya, yang pasti membuat keruh soft lens yang sekarang sedang ia pakai.

Dan kami berdua berpelukan, di tengah hujan yang begitu deras, petir yang menyambar, dan malam yang dingin.

--------------------

BERSAMBUNG
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd