Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT PERJUMPAAN (racebannon)

PERJUMPAAN – 37

--------------------
--------------------

desain10.jpg

“Kamu habis ngapain Bas?”

“Aku gak ngapa-ngapain”
“Bohong” serang Listya. “Gak mungkin bisa kayak gini…. Kamu habis ngapain?”
“Bukan hal penting, udah aku mau tidur…”

“Bukan hal penting? Tadi kamu bilang gak ngapa-ngapain…”
“Udah… Stop”
“Kenapa? Kamu ngapain? Jujur aja Bas….” Suara Listya tampak tak nyaman. Kedengarannya dia sangat terganggu dengan fakta kalau aku tidak terangsang sama sekali malam ini.

“Denger ya… Aku lagi capek, dan kamu megang punyaku dengan kasar kayak gitu, aku jadi makin gak mau.....”
“Bas, kita biasanya berbuat udah terjadwal… Kamu masturbasi? Kamu gak puas sama hubungan seks kita?”

“Kamu harusnya udah tau kan? Aku selama ini selalu komplain soal ini itu, kamu gak pernah mau denger, sekalinya aku males, sekarang aku diserang sama kamu?” kesalku, menyerang balik.
“Kok kenapa kamu jadi marah? Harusnya aku yang marah kalau kamu aneh kayak gini....”
“Kamu pikir aku juga ga pusing sama keadaan kita?”
“Keadaan apa sih? Kita gak ada apa-apa… Semuanya baik-baik aja” balas Listya.
“Ah, udahlah....”
“Kenapa ngomongnya kayak gitu? Kamu kenapa sih? Kamu habis ngapain?”

“STOP!! Bukan urusan kamu!!”
“Hah?”

Mendadak, aku membentak Listya dengan nada keras. Aku menatapnya dengan tatapan gusar dan kesal. Dia terlihat shock karena reaksiku. Bibirku bergetar, tanda menahan emosi.

“Dari kemarin aku komplen soal ini itu, giliran aku yang males, kamu marah sama aku?”
“Aku gak marah, aku cuma bingung... Dan wajar dong kalo aku bingung...”

“Kenapa nadanya kayak gitu?” aku masih dalam mode menyerang.
“Bas, kamu kenapa sih? Kamu nutupin sesuatu dari aku? Kamu habis ngapain? Kalau kamu masturbasi karena bosen ya kamu bilang aja dong sama aku…… Gak aneh itu…. Tapi kalo kamu reaksinya kayak gini, aku malah jadi curiga kamu ada apa-apa”

“.........”
“Kenapa kamu jadi diem?”

Kami terdiam beberapa saat. Suasana di luar sangat sepi. Sepertinya malam ini cerah, dan tidak ada hembusan angin apapun atau tidak ada pertanda akan terjadi apa-apa pada alam. Tapi aku bisa merasakan badai yang sebentar lagi akan datang.

“Kamu…. jajan di luar?” tanya Listya dengan nada bergetar.
“Kamu gila apa, aku gak mungkin kayak gitu”
“Terus kenapa?”
“Kamu bisa biasa aja gak sih?”

“Jawab dulu kenapa” Listya tampak merajuk, ia mendekatiku dan nadanya berubah, dari tinggi jadi memohon. “Aku salah lagi? Seperti yang kamu bilang kemaren-kemaren?”

“Just Stop” aku masih bernada kesal. “Aku udah muak”
“Kamu muak sama apa?”
“Sama ini semua” akhirnya semuanya aku muntahkan. “Aku muak sama kamu yang ga bisa nerima perubahan.. Kamu selalu gak fleksibel, gak bisa ngerubah sedikitpun rencana dan apapun yang ada di dalam kepala kamu… Kamu terlalu sibuk sama kerjaan kamu, sampe dibawa ke rumah… Aku sesibuk-sibuknya aku lebih milih pulang malam banget tapi gak sampe bawa-bawa PR kayak kamu…… Aku udah gak tahan”

“Bas… Kamu mau obrolin ini semua sama orang lain? Pihak ketiga? Kita bawa ke konseling atau kita ngobrol sama papa mama kita?”

“Aku udah nyoba ngobrol kayak gini dari kemaren-kemaren, dari udah mulai kelar pandemi. Tapi kamu terlalu fokus sama kerjaan kamu, sama hidup kamu sendiri, aku kayak hidup sendirian!!”

“Bas…” Dia kaget karena aku membentaknya. Matanya mulai berkaca-kaca. “Kamu jangan ngomong gitu… Kamu tau sendiri kerjaanku kayak gimana kan?”

“Kamu kan bisa atur waktu!”
“Gak segampang itu”
“Ah sudahlah” Aku bangkit dan beranjak.

“Kamu mau kemana?”
“Gak tau”

“Kamu mau kemana?”
“Aku bilang aku gak tau”

“Atau… Kamu udah sama orang lain selama ini?”

Akhirnya dia kena sasaran. Sasarannya benar-benar telak. Aku terdiam dalam kondisi berdiri dan menggenggam handphoneku. Kutarik nafas dalam-dalam, dengan bahu yang tadi tegang, mendadak lemas.

“Bas…”

Aku diam. Sepertinya aku diam cukup lama, beberapa detik, sambil menatap ke arah pintu kamar.

“Kamu kok diem aja? Aku bener?”
“Hhhh....” aku menghela nafas panjang sambil memejamkan mataku sesaat.
“Bas?”

“Bukan urusan kamu”
“Kenapa kamu diem aja? Kenapa kamu gak bilang kalau aku salah…” Dia sudah mulai menangis. “Kamu sama siapa? Kenapa kamu mesti gitu?”

“Udah aku bilang, ini bukan urusan kamu”
“Kamu sama siapa?”

“Stop”
“Kenapa kamu tega kayak gitu? Kamu sama siapa? Kenapa kamu tega?”
“STOP !!!”

“Stephanie?” tebaknya.

Aku diam lagi.

“Stephanie?” tanyanya sekali lagi. “Jawab, aku bener atau enggak?”
“Dan ini bukan urusan kamu”
“KENAPA? KAMU SUAMI AKU!!”

“Shut Up!!”

DAR!!

Aku melempar handphoneku entah kemana, dengan kecepatan tinggi. Listya kaget. Aku membalik badanku, dengan muka geram, dan menemukan dia sedang menangis dengan pelan.

“Apa salahku?”
“Kamu udah tau sendiri apa kan? Aku udah sering bilang” jawabku.
“Kenapa harus sampe gitu?” tanyanya dalam air mata.
“Aku gak tau kenapa...”
“Kenapa kamu gak tau?”
“Kalau aku gak tau kenapa, kamu pikir aku tau jawabannya?”

“Apa itu sesaat? Karena kalian ke Bangkok bareng?”
“Kamu gak perlu tau”
“Berarti semua yang aku omongin bener ya? Kenapa kamu selingkuh?” air matanya tampak tak terbendung.

“Kenapa?” tanyanya lagi.

“Aku mau pergi” jawabku. Aku bergegas, mengganti celanaku dengan celana jeans dan menyambar tas kerjaku.

“Kemana?”
“Bukan urusan kamu” Aku bergegas mengambil kunci mobil dan membuka pintu kamar. Listya bangkit dengan kecepatan tinggi, mencoba menarik diriku, menahanku agar aku tetap disini.

“Kamu jangan pergi!”
“Kenapa?”
“Aku bilang jangan pergi!!”

Listya meraih tanganku, mengenggamnya dengan sekuat tenaga, menahan diriku agar tidak beranjak kemanapun.

“Kamu mau kemana? Ke tempat dia?? Kenapa kamu kayak gitu?”
“Bukan urusan kamu!!”
“Kamu suami aku!!”
“Shut up!!” aku melepaskan tangannya dari tanganku dengan keras, dan dia terjatuh di lantai. Kami saling bertatapan dengan kaget. Dia tampak bersimpuh dengan air mata, dan matanya terlihat nanar menatapku.

Aku menarik nafas kesal, dan langsung pergi begitu saja.

--------------------

015-ap10.jpg

“Tok Tok Tok”

Diam. Tak ada suara.

“Tok Tok”
“Yaaa... Siapa?”

Aku tak menjawab, sementara suara yang familiar itu terdengar dari dalam unit apartemen itu. Aku berdiri dengan kuyu di depan pintu apartemennya. Aku bisa naik ke atas dengan segala macam alasan yang kujual ke satpam. Dia pasti sudah mengintip dari lubang pintu, dan kemudian membuka pintu dengan tergesa-gesa.

“Kamu ngapain disini?” bingung Stephanie, melihatku dengan t-shirt belel, jeans dan sendal jepit. Aku hanya menenteng tas kantor.

“Aku boleh masuk dulu?”
“Oke.. Masuk Bas…” jawabnya. “Ada apa?” dia melihat air mukaku yang kusut. Aku duduk di kursi makan dan diam.

“Kamu mau minum apa? Aku lagi ga ada apa-apa… Maaf…”
“Apa juga boleh”

Stephanie bergegas ke arah lemari es dan dia membukanya. Di dalamnya ada minuman kemasan entah apa dan dia langsung memberikannya ke hadapanku.

“Kamu kenapa? Mau cerita?”
“Hhh….” Aku menghela nafas panjang, dengan mulut tak bergerak, sementara di dalam kepalaku, aku mencari cari kata-kata apa yang pantas kukeluarkan dari mulut ini untuk memulai cerita.

“Eh?” dia menggenggam tanganku dan dia merasakan hal yang berbeda. “Mana cincin kamu?”
“Aku copot tadi”
“Dimana?”
“Tadi, di mobil”
“Kenapa kamu copot?”
“Karena harus”

“Bas…” suaranya tampak bingung. “Kamu ninggalin istri kamu?”

Aku mengangguk dengan lemas.

“…..” Stephanie tidak bisa berkata-kata. “Bas… Aku…..”

“Dia tau soal kita” jawabku, dengan suara datar.
“Kok bisa..” suaranya bergetar.
“Entahlah….”

“Dan kamu ninggalin dia?”
“Yep”
“Gak kayak gini Bas”

“Gak kayak gini apanya?” balasku.
“Gak kayak gini, aku bukan siapa-siapa kamu” sambar Stephanie dengan suara bingung.
“Aku udah buat keputusan”

“Keputusan? Kamu sadar ini bakal ngancurin kita berdua kan?”
“Aku…. Aku.... Aku gak tau harus mikir apa lagi....”
“Kamu sadar kan kalau kita berdua bisa ancur gara-gara ini?” nada bicaranya mendadak naik. “Aku bukan siapa-siapa kamu!! Aku gak pernah minta diutamain!!!”

“Aku udah buat pilihan”
“Kamu balik lagi ke dia, dan lupain aku, sekarang, sebelum telat”
“Udah telat”
“Bas..”
“Udah… Boleh kamu diem dulu? Aku udah buat keputusan untuk ada disini”

“You can’t”
“Why”
“Aku bukan siapa-siapa kamu, dan kamu tau kan konsekuensinya apa?”

“Aku tau”
“Konsekuensinya hidup kita, hidup kita berdua...”
“Aku gak peduli”

“PLAK!!” mendadak, tangan yang tadi menggenggamku menamparku.

Matanya tampak berkaca-kaca, emosinya tampak campur aduk. Dan dia tampak mual.

“Bas… Please… Kamu harus balik lagi sama dia…. Gak bisa kayak gini….” Suaranya lirih, penuh emosi.

Aku hanya diam, memikirkan semua keputusan bodohku dan semua hal aneh yang baru saja terjadi malam ini. Dalam waktu hanya beberapa jam, hidupku jungkir balik.

--------------------

BERSAMBUNG
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd