Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA RINDIANI The Series - Pelangi untukku

Bimabet
Part 3



Rindiani


Hampir jam sebelas siang, aku dan Pram kembali berkumpul bersama teman-temannya di lorong kampus. Hilir mudik para mahasiswa memadati lorong tersebut, membuat suasana kembalu ramai setelah hampir sepekan sepi akibat libur semester.

“Topan, besok mbak kasih uang buat keluarga Galang, tolong kamu yang kirim buat mereka. Bisa?” tanyaku.

“Kayaknya nanti biar Nina yang urus mbak, dia kan dekat sama Galang.”

“Oke deh.. soalnya sekarang mbak belum bawa uang.”

“Ngomong-ngomong, kalian sudah registrasi ulang??” tanya Pram.

Semuanya mengangguk, lalu kembali terdiam sambil menyaksikan keramaian suasana disekeliling kami. Kami sedang berjalan bersama menuju ke bagian depan depan kampus saat Galang dan Nina kembali.

Senyum sumringah terpancar dari wajah Nina.

“Beresssss… besok Galang kuliah.” katanya dengan wajah berseri.

“Terima kasih untuk kalian semua.” kata Galang dengan wajah sedikit tertunduk.

“Sekarang fokus ngurus skripsi, gak perlu mikir yang lain.” sambung Deva.

Galang mengangguk, dan semakin menundukkan wajah.

“Suatu saat nanti, saya akan kembalikan semua uang kalian.” gumannya pelan.

“Gak perlu. Cukup. Gak usah dibahas lagi.” potong Pram.

“Kita makan siang yuk..” ajak Nina kemudian.

“Bolehhhhh… nanti mbak yang traktir kalian.” balasku.

Mendengar hal itu, mereka kembali bersorak. Keriuhan yang mereka buat membuat kami menjadi pusat perhatian para mahasiswa dan mahasiswi yang kebetulan melintas disana.

“Jadian udah lama, traktiran baru sekarang.” gerutu Rita.

“Bukannn.. bukan karena jadian.. udah deh, yuk makan..”

Kami sepakat untuk memilih bakso dan soto sebagai menu makan siang. Warung tenda yang terletak diluar pagar kampus bagian depan menjadi pilihan kami. Seperti biasanya, suasana riuh rendah dan keributan kembali terjadi. Saling ejek, saling menyindir mewarnai acara makan siang sederhana tersebut.

Galang pun ikut bergembira, melupakan sejenak beban dihatinya. Wajahnya kembali berseri, sesuai dengan suasana hati yang perlahan tenang karena kepedulian para sahabatnya.

“Besok ibu udah mulai kerja.” bisikku pelan pada Pram yang duduk disampingku. Pram menatapku sejenak, lalu tersenyum.

“Selamat ya bu.. akhirnya ibu dapat kerjaan.” bisiknya.

“Nanti malam kita rayain.” sambungnya.

“Eh.. ngerayain gimana?”

Pram tersenyum, lalu mengedipkan mata.

“Hayoooooo!!!… itu ngapain berdua main mata gituuu?? Protes Rita yang kebetulan memergoki kami sedang berbisik-bisik.

“Iiihhhhhh… kepooooo… biariinnnnn… urusan dapur kok.. anak kecil gak boleh tau.” balasku.

“Hhmmm.. pasti lagi ngomongin enak-enak.”

Pram menggelengkan kepala sambil melanjutkan makan siangnya.

“Iya dong.. yang enak-enak, yang anget..”

“Prammmm… aku juga mau…!!” rengek Rita.

“Ehhh.. lhooo…??! Kok..???” tanya Pram bingung.

“Enak aja… gak bolehhhhhh….. Pram udah punya mbak.. bukan plat Kuning.” kataku sambil merangkul lengan Pram.

“Bakalan ada air mancur lagi.” balas Rita.

“Dasar otak kotor.” guman Topan pelan.

Rita hanya bisa merengut sambil meneruskan makan siang, sementara yang lainnya kembali tertawa keras melihat wajah Rita.

Setelah hampir sepekan tak bertemu, akhirnya aku bisa merasakan lagi kehangatan dan keakraban para sahabat Pram. Tingkah konyol, candaan berbau seks dan kasar kerap kali menghiasi suasana siang nan mendung, namun cukup menambah kehangatan dan kedekatan yang selama ini telah terjalin diantara mereka.

Meskipun aku baru saja mengenal mereka, namun penerimaan mereka terhadapku membuatku nyaman dan betah untuk menghabiskan waktu bersama mereka.

Hampir satu jam lamanya kami berkumpul, bercanda dan bersenang-senang ditempat itu sampai akhirnya membubarkan diri dan pulang.

“Mbak, ke kostku dulu, ada oleh-oleh buat mbak. Yang lain udah pada dapet bagian semua.” kata Nina sambil melangkah diantara aku dan Pram.

“Beneran??”

“Iya mbak.. cuman makanan ringan aja kok, kayak cemilan gitu.”

“Kalo gitu, kita ke kostmu dulu.”

Tak sampai sepuluh menit kemudian, kami telah berada dikost Nina.

“Yuk, kita ke kamar.” ajak Nina.

Pram menolak ajakan Nina dan memilih untuk menunggu kami dimobil.

“Kok kamu inget bawain mbak oleh-oleh?” tanyaku sambil berdiri samping Nina saat ia membuka kunci pintu kamarnya.

“Ingat dong.. rasanya ini aja masih inget kok.” balasnya sambil menyentuh kemaluanku yang masih tertutupi rok panjang.

“Eeehhhhh…. Nakalll..” seruku sambil tertawa karena terkejut dengan kenakalannya.

Nina hanya tertawa lalu mengajakku memasuki kamarnya.

“Maaf masih berantakan mbak, belum sempet aku beresin, soalnya baru dateng kemarin sore.”

“Iya, gapapa, yang penting kamu udah sampe sini dengan selamat. Nanti aja diberesin, yang penting istirahat dulu.” kataku sambil duduk dikursi, di meja belajarnya.

Nina mengeluarkan bungkusan plastik dari dalam lemarinya dan meletakkannya diatas meja, didepanku.

“Ini oleh-olehnya.. makanan ringan khas dari daerahku mbak.”

“Wah-wah.. makasih ya.. maaf lhooo kalo merepotkan kamu Nin.”

“Ya enggak merepotkan dong mbak, lagian mbak yang repot karena harus nganterin aku ke bandara pagi-pagi.”

“Gapapa kok.. cuman nganterin doang..”

“Ya udah, mbak lagsung pulang ya, kasihan Pram nunggu dibawah sendiri.” sambungku.

Nina mengangguk lalu mengiringi langkahku hingga kedepan pintu kamarnya.

“Makasih oleh-olehnya ya Nin.” kataku lagi.

Nina mengangguk sambil memelukku dengan erat.

“Nakallnnyaaaaaa adek satu ini.” Protesku saat ia kembali berulah dengan meremas kedua belah pantatku.

Ia hanya tertawa keras, sambil menjulurkan lidah, mengejekku.

“Abisnya pantat mbak ngangenin..” katanya kemudian.

”Buruan cari pacar biar gak makin parah gilanya.” seruku sambil melangkah pergi.

Inilah sisi lain Nina yang mungkin tidak diketahui oleh orang lain, dibalik sikap dan sifatnya yang pendiam dihadapan orang lain. Dan bahkan mungkin hanya aku dan Pram yang mengetahuinya.

Tentu saja aku tidak marah maupun menegurnya ketika ia menyentuh tubuhku, karena aku menganggapnya sebagai sebuah candaan nakal sesama wanita. Aku sama sekali tidak keberatan dengan hal itu.

“Pulang?” tanya Pram saat kami telah berada didalam mobil.

Aku mengangguk pelan, sambil meletakkan oleh-oleh dari Nina di jok belakang. Aku duduk tepat disisi Pram, sambil melingkarkan tangan dipinggangnya.

“Karena kenal dan dekat dengan sayang, akhirnya sekarang ibu bisa seperti ini. Bisa bangkit dan dapet kerja.”

“Kamu selalu menyemangati ibu, selalu membantu dan mendukung ibu.”

Pram melepaskan satu tangannya dari stir mobil dan menggengam erat jemariku. Ia tak mengatakan sepatah kata pun, namun aku tahu, Pram melakukan semua kebaikan itu dengan keikhlasan.

Sepanjang perjalanan, kami hanya berdiam diri sementara aku menyandarkan kepala dibahunya. Sesekali Pram mengecup kepalaku, mengusap pipiku dengan lembut sambil mengendalikan stir mobil dengan tangannya yang lain.

Hal yang sangat sederhana namun memberikan kenyamanan yang begitu besar padaku.

“Sekarang ibu istirahat, biar badannya segar dan siap untuk kerja besok pagi.” kata Pram saat kami telah sampai dirumah dan berada di kamar tidur.

“Sayang juga mau tidur siang?”

“Mau baca-baca sebentar bu, mau cari referensi buat bahan skripsi.”

“Ya udah, kalo gitu ibu temenin.”

Pram menggelengkan kepala, lalu menuntunku untuk duduk di tepian ranjang.

“Gak perlu bu, ibu harus istirahat. Saya ingin supaya besok ibu benar-benar siap untuk masuk kerja.”

Hampir tiga jam lamanya aku tertidur pulas, hingga akhirnya suara gemercik air hujan membangunkanku. Kulirik jam didinding, hampir pukul empat sore.

Ternyata benar apa yang dikatakan Pram, aku butuh istirahat agar kondisi badanku tetap terjaga, karena setelah tidur siang, badanku terasa lebih segar.

Guyuran air Shower yang dingin benar-benar menghilangkan rasa kantuk yang masih tersisa, dan ketika aku membuka pintu kamarku, kudapati Pram tengah tertidur di sofa dengan sebuah buku menutupi wajahnya.

Dengan perlahan aku berlutut di hadapan sofa, tepat disamping kepalanya. Kusingkirkan buku itu dengan perlahan lalu memandangi wajahnya.

Hanya beberapa saat kemudian, perlahan Pram membuka mata dan menatap wajahku. Ia lantas membimbingku untuk duduk dan merebahkan kepalanya dipangkuanku.

“Masih ngantuk?” tanyaku.

Pram tak menjawabku, melainkan semakin membenamkan wajahnya kearah pangkal pahaku. Aku tersenyum geli melihat tingkah lelakiku, lalu mengusap lembut kepalanya.

Kubiarkan sejenak Pram bermanja-manja dipangkuanku, mengusap lembut rambutnya dengan penuh kasih sayang. Pram nampak nyaman disana, hingga hampir kembali terlelap.

“Tidur dikamar aja sayang, biar enak.” kataku.

Ia hanya menggeleng pelan, lalu menyusupkan tangan melalui ujung rok yang menutupi pinggulku. Tentu saja aku tak menolaknya, aku bahkan membuka sedikit lebar kedua pahaku agar tangannya bisa bergerak leluasa menyentuh tubuhku, kemaluanku.

“Ibu udah mandi?” tanyanya sambil terus mempermainkan jemarinya diatas permukaan celana dalam yang menutupi vaginaku.

“Udah sayang.. baru aja selesai mandi. “Sayang juga mandi dulu. Ibu buatin minuman, buat temen makan oleh-oleh dari Nina.”

Ptam mengangguk lalu bangkit dan duduk disisiku.

“Mau ibu mandiin?” tanyaku sambil mengusap kemaluannya.

“Enggak bu. Mandi sendiri aja biar ibu buatin kopi aja.”

“Bener gak mau dimandiin??” tanyaku lagi sambil menyusupkan tangan kedalam celananya dan mengusap penisnya.

“Kalo dimandiin nanti malah lama, bisa-bisa sampai sejam lebih dikamar mandi.” katanya lalu tertawa pelan sambil menuntun tanganku untuk melepaskan cengkraman pada penisnya.

Pram lantas bangkit berdiri dan meninggalkanku sambil tertawa.

Didapur, sambil menunggu air mendidih, aku berdiri didepan pintu, memandangi rintik hujan yang turun di ujung hari. Aku tersenyum ketika kenangan masa lalu, awal kedekatanku dengan Pram melintas dalam pikiranku. Aku masih mengingat jelas raut wajahnya ketika menahan kantuk saat mengantarkanku ke kantor polisi, aku pun kembali mengingat ketika pertama kali ia mendatangi rumahku, saat hendak mencari mencari kost.

Pemuda yang cenderung pendiam dan tertutup itu kini menjadi sosok yang sangat berarti dalam hiduku. Ia menumbuhkan semangat dan harapan, membuatku menjadi pribadi yang optimis pada masa depan walaupun tengah dilanda prahara rumah tangga.

Aku menjadi sosok Rindiani yang lebih matang dan penuh percaya diri dalam menghadapi jalan hidup, dan semua itu berkat kehadiran Pram, lelakiku yang hidupnya sederhana dan bersahaja.

“Hayoooo.. ibu senyum-senyum sendiri..” gumannya sambil membuat minuman untuk kami.

Lamunan masa lalu itu membuatku terbuai dan lupa akan segalanya. Aku tertawa pelan karena tingkahku yang konyol ditengah sore.

“Yuk ngemil sambil ngopi bu.” kata Pram sambil meletakkan kantong plastik berisi oleh-oleh Dari Nina.

Aku melangkah mendekat dan duduk disampingnya. Satu persatu dikeluarkannya oleh-oleh yang berupa makanan ringan tersebut. Kue timapn, bolu adee, pisang sale, dan pulut panggang dalam jumlah yang lumayan yang banyak untuk kami berdua.

“Bu…” guman Pram sambil menatap heran kedalam kantong plastik tersebut.

Perlahan ia mengeluarkan lagi isi kantong tersebut lalu menatapnya dengan takjub. Aku hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa melihat hal tersebut.

“Nina Gila” gumanku pelan sambil menerima benda tersebut ditanganku.

“Ini masih ada lagi.” Kata Pram kemudian.

“Astagaaaa… ini banyak banget.” seruku saat Pram menuangkan seluruh isinya keatas meja.

Aku segera beranjak ke kamar dan meraih ponselku untuk menghubungi Nina. Baru saja beberapa detik berdering, suara merdu Nina terdengar dari seberang sana.

“Nin, ini oleh-olehnya bener untuk mbak semua?” tanyaku sambil melangkah kembali ke dapur.

Iya.. bener.. kurang banyak?” tanya Nina.

Aku menggelengkan kepala sambil melihat tujuh macam sex toys yang ada dihadapan Pram.

“Ini sex toys juga buat mbak??”

Iya.. itu baru semua lhoo mbak, aku pesen dari luar negri.”

Kutepuk keningku sendiri karena sangat heran dan takjub dengan kegilaan Nina.

“Haduuuhhhhhhhh… kamu ini kok ada-ada aja sih deeekk?? Nagapain sih buang-buang uang buat beli ginian?” tanyaku heran.

Mbak gak suka?” tanyanya singkat.

Kini giliranku yang terdian dengan pertanyaan Nina. Tentu saja aku menyukai hadiah darinya, namun entah mengapa aku merasa hal tersebut merupakan sebuah pemborosan.

“Ya suka sih deee.. tapi..”

Tuhhhh… kalo suka ya kudu di terima. Buruan dicobain.. oh iya, kalo nyobainnya enaknya sama pasangan biar makin greget. Biar dibantuin sama Pram mbak.”

“NNIIIIINNNAAAAAAAA….HHHHIIIIIIIIIHHHHHHHH..!!!!”

Belum sempat aku meluapkan kekesalanku, suara tawa keras Nina meledak di ujung telpon lalu ia segera menutupnya. Aku hanya bisa terdiam dan gemes melihat ponselku sendiri.

“Besok kalo ketemu dia, ibu mau gigit dia sampai ibu puas” gerutuku sambil duduk disamping Pram.

Giliran Pram tertawa melihat kegusaranku pada tingkah laku Nina.

“Kadang, ibu kalo marah malah jadi lucu, jadi menggemeskan, bukan menakutkan.” gumannya.

Sejenak aku menatap Pram, lalu mencubit pinggangnya dengan gemes. Kutumpahkan perasaan kesalku pada Nina melalui cubitanku pada lelakiku hingga ia menjerit dan tertawa keras sembari berusaha melepaskan cubitanku.

“Udah ah, mending kita makan oleh-olehnya, sambil ngopi.” kataku kemudian.

Sambil menyeruput kopi dan menikmati makanan ringan pemberian Nina, Pram dan aku berbincang-bincang tentang masalah yang menimpa galang, tentang jumlah uang yang harus ia berikan untuk keluarganya.

“Nina yang tahu keadaan keluarga Galang, jadi sebaiknya besok saya bicarakan dulu dengan Nina.”

“Besok malam aja gimana? Besok kan ibu harus kerja.”

“Iya, boleh bu. Ibu juga pasti bisa menghitung jumlah kebutuhan keluarga, terutama kebutuhan dapur dan lainnya.”

“Iya, nanti kita hitung sama-sama.”

Lama kami terdiam sambil menikmati kopi dan aneka makanan ringan yang tersaji. Sesekali aku tersenyum melihat deretan sex toy yang ada diatas meja, dihadapan kami.

“Ini sih cuman buat geli aja, bukan buat enak.” gumanku sambil meraih sebuah dildo dan menggengamnya.

Pram tertawa sambil menundukkan wajahnya.

“Beneerrr kok.. gedean punya sayang.” sambungku lagi.

Pram segera meraih dildo itu dari tanganku dan mengumpulkannya dengan sex toy yang lain, lantas memasukkannya kembali kedalam kantong plastik.

“Makan dulu bu, santai dulu, menikmari sore, menikmati hujan. Besok kalo ibu udah kerja, ibu bakalan sibuk, jarang punya waktu untuk sekedar bersantai seperti sekarang ini.”

Aku tersenyum lantas mengecup pipinya. Pram memang benar-benar ingin agar aku menggunakan waktu sebaik mungkin, sepertinya ia sedang mengajariku untuk lebih disiplin dalam menggunakan waktu, untuk kebaikanku.

Pram berdiri, lalu mengecup kepalaku dan berjalan ke arah pintu.

“Kayaknya hujannya bakalan awet. Mendungnya tebal banget.” gumannya sambil memandang ke arah langit.

“Cuacanya pas buat malas-malasan dikasur.”

Pram memandangku, lalu tertawa pelan.

“Ibu istirahat, nanti yang masak.”

“Gak mau.. kita masak sama-sama aja. Udah agak lama kita gak masak bareng. Iya kan?”

Pram mengangguk lalu kembali melangkah ke arahku. Ia kembali duduk disampingku dan menyeruput kopinya.

“Ibu cocok jadi sekretaris..” gumannya lalu kembali melahap makan ringan dihadapan kami.

“Ibu gak tau, bisa apa enggak. Soalnya gak punya pengalaman kerja.”

“Pasti bisa kok bu. Nanyi kan ada job description sebagai pedoman.”

“Iya sih, cuman rada gak pede aja. Sekretaeis kan biasanya cantik, langsing, cerdas.”

Pram tersenyum lalu mengusap pipiku dengan lembut.

“Gak semuanya begitu kok bu, semuanya tergantung profesionalitas. Cantik itu kan cuman bonus aja bu. Yang penting cerdas dan bertanggung jawab penuh terhadap tugas yang diberikan.”

Aku hanya bisa mengangguk pelan, walaupun ada keraguan yang menggantung dalam batinku.

“Udah, jangan khawatir, ibu pasti bisa kok.” sambungnya lagi.

“Kamu yakin, ibu mampu dalam pekerjaan ini?”

Pram mengangguk mantap lalu tersenyum.

“Yakin banget. Ibu cuman belum sadar aja dengan kemampuan ibu.”

“Moga aja ibu mampu.” gumanku pelan.

Pram berdiri lalu merangkul tubuhku dari arah belakang. Sebuah kecupan nan mesra mendarat di kepalaku.

“Dijalani aja dulu bu, lagian ini kan impian ibu juga kan? Kerja untuk hidup mandiri.” katanya kemudian.

Kuusap kedua lengannya yang melingkar didepan tubuhku, lalu mengecupnya.

Sekali lagi, sikap yang ia tunjukkan membuatku yakin, memberiku kekuatan dan kepercayaan diri untuk memulai langkah baru dalam hidupku yaitu bekerja.

Rasa optimis dan kepercayannya pada kemampuanku sangat berarti bagiku untuk menghadapi hari pertama bekerja. Ia benar-benar telah menjadi sebuah penopang bagi perjalananku dalam menempuh hidup.

Aku menepuk kursi kosong disampingku, memintanya untuk duduk kembali.

“Kalo ibu udah kerja, berarti waktu untuk kita makin berkurang.” kataku.

“Iya, saya paham kok bu, saya maklumi hal itu. Tapi setiap hari kan kita masih bisa ketemu.”

Aku tersenyum dan mengusap pipinya dengan lembut.

“Iya.. pasti ketemu kok. Cuman mungkin saat pulang kerja aja, atau waktu libur.”

“Iya, gapapa kok bu. Yang penting ibu udah dapet kerja, saya ikut senang”

Pram menggengan erat jemariku, lalu mengecup keningku.

“Semua akan baik-baik saja. Benar kan?” tanyanya.

Aku mengangguk pelan sambil meremas jemarinya dengan lembut.

Setelah itu, tidak ada lagi percakapan diantara kami, hanya keheningan dan sura germercik hujan rintik-rintik yang mengisi ruang kesunyian.

Kusandarkan kepala dibahunya sambil memandang jauh kearah luar. Pikiranku melayang jauh, membayangkan jalan hidupku esok, di masa depan.

Semua akan baik-baik saja’ ucapku dalam hati.

Ditengah lamunanku, tiba-tiba Pram mengecup pipiku hingga membuatku tersadar.

“Mikirin apa sih bu? Kok melamun gitu??” tanyanya.

“Gapapa sayang, gak mikir apa-apa kok.”

“Kok cuman pipi yang dicium? Yang lain enggak dapet jatah??” tanyaku lalu tersenyum padanya.

Pram tertawa pelan, lalu menuntun tubuhku untuk duduk diatas pangkuannya. Aku duduk menyamping, agar memudahkan posisi karena menggunakan sedang menggunakan rok.

Dengan lembut dibelainya pipiku, dibenahinya beberapa helai rambut dikeningku lalu mendekatkan wajahnya dan melumat bibirku.

Ditengah rintik hujan ujung hari, didapur rumahku, Pram, lelakiku mendekapku erat, mencumbu bibirku dengan mesra.

Sambil membalas lumatan bibirnya, kulingkarkan tangan di lehernya dan mulai mengikuti irama ciumannya. Secara bergantian, kami saling menghisap lidah, saling menggigit lembut bibir hingga beberapa saat lamanya.

Perlakuannya yang romantis membuaiku, sekaligus memantik nafsu birahiku. Pram sadar akan hal tersebut dan mulai menyentuhku.

Satu tangannya mulai menyusup masuk melalui ujung bajuku dan menjamah payudara yang masih terlindungi oleh bra.

Usapan dan pijatan lembut di kedua belah dadaku membuatku semakin terangsang dan bernafsu.

Setelah puas menikmati bibirnya, kuarahkan perhatianku pada lehernya. Segera saja kecupan demi kecupan kuberikan disana, bahkan lidahku menjalar, menari liar disekujur lehernya.

Pram nampak semakin bernafsu dengan hal itu, satu tangannya menarik naik ujung baju kaos yang kukenakan hingga kebagian dada, lalu mengeluarkan payudaraku dengan paksa dari bra yang menutupinya.

Kepalanya sedikit menunduk dan mulai menghujani dadaku dengan kecupan-kecupan panas. Lidahnya menari liar, menjilati seluruh bagiannya, sementara kedua tangannya dengan lincah mempermainkan putingku.

Aku benar-benar melayang tinggi saat ia mulai memasukkan putingku dkedalam mulut dan menghisapnya dengan sedikit keras.

Kepalaku menengadah dengan mata terpejam, menikmati hisapannya yang panjang, memanjakan putingku.

Kuusap rambutnya dengan lembut, sambil meresapi, menikmati tarian lidahnya yang sibuk mempermainkan kedua putingku dengan lembut.

“Isepin lagi..” gumanku lirih sambil mengarahkan payudaraku pada bibirnya.

Pram segera menyambut putingku dan kembali menghisapnya, namun kali ini hisapannya sedikit lebih kuat sehingga tubuhku tersentak dan menggelinjang diatas pangkuannya.

Kugigit bibirku sendiri demi meredam suara desahanku sambil melihat lelakiku mengerjai payudaraku dengan buas dan penuh nafsu.

Hampir dua menit ia menhisap kedua putingku secara bergantian, membuat sekujur tubuhku merinding karena nikmat yang kurasakan.

Telah berkali-kali Pram memuaskan hasratku, namun tubuhku seakan selalu haus akan sentuhannya, haus akan percintaan yang membara. Pram, lelaki muda itu membuatkku kecanduan terhadapnya.

Hampir sepuluh menit ia menikmati payudaraku dengan buas, melahapnya dengan rakus. Pram berhasil membawaku memasuki alam birahi yang membara.

Badai nafsuku yang bergejolak dibuatnya semakin memanas dengan mulai menyentuh kemaluanku. Vagina yang masih tertutupi celana dalamku, basah akibat permainannya.

Tak sabar dengan sentuhannya di pangkal paha, aku berdiri sejenak dan segera melucuti celana dalam itu, berikut dengan rok yang menutupi pinggulku.

Belum sempat pakaian itu jatuh ke permukaan lantai, tangan Pram dengan cekatan langsung menyerbu pangkal pahaku, satu jarinya langsung menyeruak masuk kedalam liang vaginaku.

Tubuhku tersentak seketika karena terkejut dengan kecepatan gerakannya. Spontan aku menjambak rambutnya lalu menunduk dan kembali melumat bibirnya. Dan dengan panas, Lelakiku pun membalasnya sementara jarinya terus mengobok-obok liang vaginaku, keluar dan masuk dengan intensitas cepat.

Tubuhku bergetar merasakan kenikmatan yang mulai menjalar dari pangkal paha hingga seluruh bagian lainnya.

Beberapa saat lamanya aku menikmati tusukan jari tersebut, membuat kemaluanku semakin basah dan licin.

Kecepatan permainan jarinya perlahan berkurang saat tubuhku mulai goyah karena kedua kakiku terasa lemas, tak mampu berdiri tegak akibat terjangan badai kenikmatan yang Pram ciptakan.

Saat tusukan jarinya berhenti, lelaki muda itu tersenyum penuh kemenangan ke arahku.

“Becek.. basah banget.” gumannya lalu tersenyum.


“Abisnya enak banget.” balasku sambil kembali duduk dipangkuannya dan melingkarkan tangan di lehernya.

Pram menuntun pahaku untuk sedikit lebih terbuka dan kembali menyentuh kemaluanku.

“Ini tangannya pinter banget, bisa bikin lemes.” kataku sambil menyentuh tangannya yang membelai vaginaku.

Pram tersenyum lalu melumat bibirku dengan lembut. Hampir dua menit lamanya aku menikmati, merasakan kelembutan ciuman bibirnya di bibirku.

Jemarinya pun bergerak pelan, mengusap, membelai kemaluanku, memanjakannya hingga aku kembali larut dalam gejolak birahi.

Segera saja kubuka baju kaos yang masih tergantung ditubuhku dan melemparkannya entah kemana, aku tak memperdulikannya. Aku ingin kepuasan, ingin merasakan nikmat birahiku terpuaskan.

Lelakiku mengerti akan hal tersebut dan kembali mencumbui leherku, sementara satu tangannya meremas lembut payudaraku, mempermainkan kedua putingku secara bergantian.

Di sela pahaku, tangannya yang lain mulai kembali menari liar, mengusap dan membelai klitorisku.

Basah, dan semakin licin vaginaku karena cairan lubrikasi mulai kembali mengalir keluar daei liang vaginaku.

“kocokin lagi memek ibu.” bisikku.

Pram segera memenuhi permintaanku dan mengirimkan satu jarinya kedalam liang kenikmatanku. Kocokan pelan dan dalam yang dibuatnya kembali membakar gairahku, apalagi didalam sana, berkali-kali kurasakan ujung jarinya menyentuh G-spot, membuatku menggelinjang karena nikmat.

Tak butuh waktu lama bagi lelakiku untuk membuatku meraih orgasme setelah ia menambah sedikik kecepatan kocokannya.

Hisapannya di putingku dan kocokannya di liang vaginaku berbuah orgasme hebat untukku. Tubuhku bergetar hebat diatas pangkuannya, diiringi desahan panjang saat Pram membuatku melayang, meraih orgasme pertama yang memuaskan.

Jantungku berdetak kencang, dan sekujur tubuhku bermandikan keringat.

Pram segera menarik tangannya dari pangkal pahaku dan memelukku dengan erat. Berkali-kali wajahku dikecupnya dengan mesra.

“Kayaknya ibu harus mandi lagi.” gumannya setelah mengusap punggungku yang tengah berkeringat.

“biarin, mandi dua kali, tiga kali, ibu mau kok, yang penting ibu di entot dulu sampe lemes, trus sayang yang mandiin.” gumanku manja sambil memeluknya dengan erat.

Pram tertawa pelan mendengar ucapanku.

“ya udah, ke kamar mandi yuk, biar saya mandiin ibu.” balasnya.

“Gak mauu..” jawabku spontan.

“Lhooo.. katanya kalo saya yang mandiin, ibu mau.”

“Iya, mau sih.. tapi..”

Pram menatapku dengan penasaran, menanti kelanjutan ucapanku.

“Iya..?” tanyanya lagi.

“Tapi kan sayang belum perkosa ibu.” jawabku dengan manja.

Dengan lembut Pram mengusap pipiku. Aroma cairan orgasmeku yang menempel di jemarinya tercium olehku, namun aku tak memperdulikannya karena aku benar-benar menikmati waktu kebersamaan kami, menikmati moment intim kami.

“Ibu pengen diperkosa sayang.” bisikku nakal.

Pram memegang pipiku dengan lembut, menatapku dalam-dalam dan perlahan memdekatkan wajahnya.

Sekali lagi kami saling melumat bibir dengan mesra, sementara kedua tangannya mulai meremas lembut payudaraku.

Mbak Rriiiiiinnnnnn..

Samar-samar aku mendengar suara teriakan wanita dari arah depan rumah, disertai dengan ketukan pintu yang lumayan keras, begitu juga dengan Pram, ia pun mendengar suara tersebut.

Ciuman kami pun terhenti secara spontan akibat suara teriakan tersebut.

“Itu kayak suara…” gumanku sambil menatap Pram

Pram menghela nafas panjang sambil menggelengkan kepala.

Buru-buru aku bangkit dan turun dari pangkuan Pram, lalu mengenakan lagi seluruh pakaianku. Sedangkan Pram masih saja terlihat keheranan, seakan tak percaya dengan suara tersebut.

“Sayang.. itu dildonya di simpen.” kataku setelah mengenakan seluruh pakaianku.

Aku segera melangkah ke ruang tamu, sementara Pram membawa kantong plastik berisi sex toy kedalam kamarku.

Saat aku membuka pintu, aku benar-benar tak percaya dengan apa yang kulihat.

♡♡♡ Seri 11 TAMAT ♡♡♡

Sampai jumpa di seri selanjutnya.

Terima kasih :rose:
 
Makasih apdate nya sist... But, udah tamat aja seri 11nya... Butuh beberapa minggu nih untuk menikmati seri 12, jadi Harus sabar lagi deh... Wkwkwk

Gapapa lah, yg penting sist @merah_delima nya sehat selalu, dilancarkan selalu urusan nya... Biar apdate nya lancar jaya... Aamiin
:Peace: :Peace:
 
Makasih apdate nya sist... But, udah tamat aja seri 11nya... Butuh beberapa minggu nih untuk menikmati seri 12, jadi Harus sabar lagi deh... Wkwkwk

Gapapa lah, yg penting sist @merah_delima nya sehat selalu, dilancarkan selalu urusan nya... Biar apdate nya lancar jaya... Aamiin
:Peace: :Peace:
Nyari waktu luang buat editing sama pengembangan frame yang rada susah bang, scara kerjaan jua lagi bertubi-tubi :mati:

Aku usahakan seri 12 gak pakai lama deh, dan moga bisa terkabul.

Seri 11 emang cuman sampe 3 part aja sih bang, tapi kalo gak salah sih, masih ada lagi seri yang cuman 3 part doang.. dan emang adanya cuman segitu doang. He he he he..

Makasih doanya bang

Sehat selalu disana dan dilancarkan RLnya
 
Ngebayangin rindi jadi sekretaris terus digarap bosnya atau sandi 😏
Waduuhhh.. hhmmm.. kayaknya sih gak akan sampe segitunya sih bang.. alurnya gak akan sadis dan seaporadis itu kok.. cenderung datar-datar aja sih.

Nah, seri 12 nanti mulai memasuki dunia kerja.. lihat aja deh gimana situasinya nanti. Aku usahakan sih se-real mungkin, biar imajinasinya gak rusak berantakan.
 
Kayaknya cukup disini aja bang, scara sf cerbung kelas berat bet. Disana khusus para penulis level dewa.. aku gak berani bang, masih belajar nulis aja ini.
Gua udah banyak baca di sf cerbung, ga semuanya kelas berat ( level dewa ), memang sich ada bbrp yg masuk level dewa, salah satunya yang nulis kisah sandi purnama irawan, tapi overall ga semuanya. Gimana mau berani kalau belum pernah mencoba, cerbung yg lu buat ini alurnya soft, natural, ga melulu berfokus pada sex scene, pun sex scenenya termasuk bukan yg vulgar atau frontal. Klau boleh gua bilang, cerbung lu ini mirip dengan penulis kisah sandi, mengalir wajar, natural, ada konflik yg in real life mungkin ada ( atau bahkan memang ada ), gua sebagai penikmat tulisan lu cuma mau bilang, kapan mau berani kalau belum pernah coba
 
Nyari waktu luang buat editing sama pengembangan frame yang rada susah bang, scara kerjaan jua lagi bertubi-tubi :mati:

Aku usahakan seri 12 gak pakai lama deh, dan moga bisa terkabul.

Seri 11 emang cuman sampe 3 part aja sih bang, tapi kalo gak salah sih, masih ada lagi seri yang cuman 3 part doang.. dan emang adanya cuman segitu doang. He he he he..

Makasih doanya bang

Sehat selalu disana dan dilancarkan RLnya
Nah makanya ane juga bingung tadi mba, biasanya kan ampe 4 part,, tapi kok seri 11 cuma 3 part... Wkwkwk

Makasih juga doa nya mba...
:semangat: :semangat:
 
Kelas banget dah writer bikin cetitanya. Alur halus, pelan tapi gak ngebosenin. Ini lah yang bikin selalu penasaran nungguin tiap serinya kaya nunggu film kartun yang tayang seminggu sekali. Thubs up
 
Part 3



Rindiani


Hampir jam sebelas siang, aku dan Pram kembali berkumpul bersama teman-temannya di lorong kampus. Hilir mudik para mahasiswa memadati lorong tersebut, membuat suasana kembalu ramai setelah hampir sepekan sepi akibat libur semester.

“Topan, besok mbak kasih uang buat keluarga Galang, tolong kamu yang kirim buat mereka. Bisa?” tanyaku.

“Kayaknya nanti biar Nina yang urus mbak, dia kan dekat sama Galang.”

“Oke deh.. soalnya sekarang mbak belum bawa uang.”

“Ngomong-ngomong, kalian sudah registrasi ulang??” tanya Pram.

Semuanya mengangguk, lalu kembali terdiam sambil menyaksikan keramaian suasana disekeliling kami. Kami sedang berjalan bersama menuju ke bagian depan depan kampus saat Galang dan Nina kembali.

Senyum sumringah terpancar dari wajah Nina.

“Beresssss… besok Galang kuliah.” katanya dengan wajah berseri.

“Terima kasih untuk kalian semua.” kata Galang dengan wajah sedikit tertunduk.

“Sekarang fokus ngurus skripsi, gak perlu mikir yang lain.” sambung Deva.

Galang mengangguk, dan semakin menundukkan wajah.

“Suatu saat nanti, saya akan kembalikan semua uang kalian.” gumannya pelan.

“Gak perlu. Cukup. Gak usah dibahas lagi.” potong Pram.

“Kita makan siang yuk..” ajak Nina kemudian.

“Bolehhhhh… nanti mbak yang traktir kalian.” balasku.

Mendengar hal itu, mereka kembali bersorak. Keriuhan yang mereka buat membuat kami menjadi pusat perhatian para mahasiswa dan mahasiswi yang kebetulan melintas disana.

“Jadian udah lama, traktiran baru sekarang.” gerutu Rita.

“Bukannn.. bukan karena jadian.. udah deh, yuk makan..”

Kami sepakat untuk memilih bakso dan soto sebagai menu makan siang. Warung tenda yang terletak diluar pagar kampus bagian depan menjadi pilihan kami. Seperti biasanya, suasana riuh rendah dan keributan kembali terjadi. Saling ejek, saling menyindir mewarnai acara makan siang sederhana tersebut.

Galang pun ikut bergembira, melupakan sejenak beban dihatinya. Wajahnya kembali berseri, sesuai dengan suasana hati yang perlahan tenang karena kepedulian para sahabatnya.

“Besok ibu udah mulai kerja.” bisikku pelan pada Pram yang duduk disampingku. Pram menatapku sejenak, lalu tersenyum.

“Selamat ya bu.. akhirnya ibu dapat kerjaan.” bisiknya.

“Nanti malam kita rayain.” sambungnya.

“Eh.. ngerayain gimana?”

Pram tersenyum, lalu mengedipkan mata.

“Hayoooooo!!!… itu ngapain berdua main mata gituuu?? Protes Rita yang kebetulan memergoki kami sedang berbisik-bisik.

“Iiihhhhhh… kepooooo… biariinnnnn… urusan dapur kok.. anak kecil gak boleh tau.” balasku.

“Hhmmm.. pasti lagi ngomongin enak-enak.”

Pram menggelengkan kepala sambil melanjutkan makan siangnya.

“Iya dong.. yang enak-enak, yang anget..”

“Prammmm… aku juga mau…!!” rengek Rita.

“Ehhh.. lhooo…??! Kok..???” tanya Pram bingung.

“Enak aja… gak bolehhhhhh….. Pram udah punya mbak.. bukan plat Kuning.” kataku sambil merangkul lengan Pram.

“Bakalan ada air mancur lagi.” balas Rita.

“Dasar otak kotor.” guman Topan pelan.

Rita hanya bisa merengut sambil meneruskan makan siang, sementara yang lainnya kembali tertawa keras melihat wajah Rita.

Setelah hampir sepekan tak bertemu, akhirnya aku bisa merasakan lagi kehangatan dan keakraban para sahabat Pram. Tingkah konyol, candaan berbau seks dan kasar kerap kali menghiasi suasana siang nan mendung, namun cukup menambah kehangatan dan kedekatan yang selama ini telah terjalin diantara mereka.

Meskipun aku baru saja mengenal mereka, namun penerimaan mereka terhadapku membuatku nyaman dan betah untuk menghabiskan waktu bersama mereka.

Hampir satu jam lamanya kami berkumpul, bercanda dan bersenang-senang ditempat itu sampai akhirnya membubarkan diri dan pulang.

“Mbak, ke kostku dulu, ada oleh-oleh buat mbak. Yang lain udah pada dapet bagian semua.” kata Nina sambil melangkah diantara aku dan Pram.

“Beneran??”

“Iya mbak.. cuman makanan ringan aja kok, kayak cemilan gitu.”

“Kalo gitu, kita ke kostmu dulu.”

Tak sampai sepuluh menit kemudian, kami telah berada dikost Nina.

“Yuk, kita ke kamar.” ajak Nina.

Pram menolak ajakan Nina dan memilih untuk menunggu kami dimobil.

“Kok kamu inget bawain mbak oleh-oleh?” tanyaku sambil berdiri samping Nina saat ia membuka kunci pintu kamarnya.

“Ingat dong.. rasanya ini aja masih inget kok.” balasnya sambil menyentuh kemaluanku yang masih tertutupi rok panjang.

“Eeehhhhh…. Nakalll..” seruku sambil tertawa karena terkejut dengan kenakalannya.

Nina hanya tertawa lalu mengajakku memasuki kamarnya.

“Maaf masih berantakan mbak, belum sempet aku beresin, soalnya baru dateng kemarin sore.”

“Iya, gapapa, yang penting kamu udah sampe sini dengan selamat. Nanti aja diberesin, yang penting istirahat dulu.” kataku sambil duduk dikursi, di meja belajarnya.

Nina mengeluarkan bungkusan plastik dari dalam lemarinya dan meletakkannya diatas meja, didepanku.

“Ini oleh-olehnya.. makanan ringan khas dari daerahku mbak.”

“Wah-wah.. makasih ya.. maaf lhooo kalo merepotkan kamu Nin.”

“Ya enggak merepotkan dong mbak, lagian mbak yang repot karena harus nganterin aku ke bandara pagi-pagi.”

“Gapapa kok.. cuman nganterin doang..”

“Ya udah, mbak lagsung pulang ya, kasihan Pram nunggu dibawah sendiri.” sambungku.

Nina mengangguk lalu mengiringi langkahku hingga kedepan pintu kamarnya.

“Makasih oleh-olehnya ya Nin.” kataku lagi.

Nina mengangguk sambil memelukku dengan erat.

“Nakallnnyaaaaaa adek satu ini.” Protesku saat ia kembali berulah dengan meremas kedua belah pantatku.

Ia hanya tertawa keras, sambil menjulurkan lidah, mengejekku.

“Abisnya pantat mbak ngangenin..” katanya kemudian.

”Buruan cari pacar biar gak makin parah gilanya.” seruku sambil melangkah pergi.

Inilah sisi lain Nina yang mungkin tidak diketahui oleh orang lain, dibalik sikap dan sifatnya yang pendiam dihadapan orang lain. Dan bahkan mungkin hanya aku dan Pram yang mengetahuinya.

Tentu saja aku tidak marah maupun menegurnya ketika ia menyentuh tubuhku, karena aku menganggapnya sebagai sebuah candaan nakal sesama wanita. Aku sama sekali tidak keberatan dengan hal itu.

“Pulang?” tanya Pram saat kami telah berada didalam mobil.

Aku mengangguk pelan, sambil meletakkan oleh-oleh dari Nina di jok belakang. Aku duduk tepat disisi Pram, sambil melingkarkan tangan dipinggangnya.

“Karena kenal dan dekat dengan sayang, akhirnya sekarang ibu bisa seperti ini. Bisa bangkit dan dapet kerja.”

“Kamu selalu menyemangati ibu, selalu membantu dan mendukung ibu.”

Pram melepaskan satu tangannya dari stir mobil dan menggengam erat jemariku. Ia tak mengatakan sepatah kata pun, namun aku tahu, Pram melakukan semua kebaikan itu dengan keikhlasan.

Sepanjang perjalanan, kami hanya berdiam diri sementara aku menyandarkan kepala dibahunya. Sesekali Pram mengecup kepalaku, mengusap pipiku dengan lembut sambil mengendalikan stir mobil dengan tangannya yang lain.

Hal yang sangat sederhana namun memberikan kenyamanan yang begitu besar padaku.

“Sekarang ibu istirahat, biar badannya segar dan siap untuk kerja besok pagi.” kata Pram saat kami telah sampai dirumah dan berada di kamar tidur.

“Sayang juga mau tidur siang?”

“Mau baca-baca sebentar bu, mau cari referensi buat bahan skripsi.”

“Ya udah, kalo gitu ibu temenin.”

Pram menggelengkan kepala, lalu menuntunku untuk duduk di tepian ranjang.

“Gak perlu bu, ibu harus istirahat. Saya ingin supaya besok ibu benar-benar siap untuk masuk kerja.”

Hampir tiga jam lamanya aku tertidur pulas, hingga akhirnya suara gemercik air hujan membangunkanku. Kulirik jam didinding, hampir pukul empat sore.

Ternyata benar apa yang dikatakan Pram, aku butuh istirahat agar kondisi badanku tetap terjaga, karena setelah tidur siang, badanku terasa lebih segar.

Guyuran air Shower yang dingin benar-benar menghilangkan rasa kantuk yang masih tersisa, dan ketika aku membuka pintu kamarku, kudapati Pram tengah tertidur di sofa dengan sebuah buku menutupi wajahnya.

Dengan perlahan aku berlutut di hadapan sofa, tepat disamping kepalanya. Kusingkirkan buku itu dengan perlahan lalu memandangi wajahnya.

Hanya beberapa saat kemudian, perlahan Pram membuka mata dan menatap wajahku. Ia lantas membimbingku untuk duduk dan merebahkan kepalanya dipangkuanku.

“Masih ngantuk?” tanyaku.

Pram tak menjawabku, melainkan semakin membenamkan wajahnya kearah pangkal pahaku. Aku tersenyum geli melihat tingkah lelakiku, lalu mengusap lembut kepalanya.

Kubiarkan sejenak Pram bermanja-manja dipangkuanku, mengusap lembut rambutnya dengan penuh kasih sayang. Pram nampak nyaman disana, hingga hampir kembali terlelap.

“Tidur dikamar aja sayang, biar enak.” kataku.

Ia hanya menggeleng pelan, lalu menyusupkan tangan melalui ujung rok yang menutupi pinggulku. Tentu saja aku tak menolaknya, aku bahkan membuka sedikit lebar kedua pahaku agar tangannya bisa bergerak leluasa menyentuh tubuhku, kemaluanku.

“Ibu udah mandi?” tanyanya sambil terus mempermainkan jemarinya diatas permukaan celana dalam yang menutupi vaginaku.

“Udah sayang.. baru aja selesai mandi. “Sayang juga mandi dulu. Ibu buatin minuman, buat temen makan oleh-oleh dari Nina.”

Ptam mengangguk lalu bangkit dan duduk disisiku.

“Mau ibu mandiin?” tanyaku sambil mengusap kemaluannya.

“Enggak bu. Mandi sendiri aja biar ibu buatin kopi aja.”

“Bener gak mau dimandiin??” tanyaku lagi sambil menyusupkan tangan kedalam celananya dan mengusap penisnya.

“Kalo dimandiin nanti malah lama, bisa-bisa sampai sejam lebih dikamar mandi.” katanya lalu tertawa pelan sambil menuntun tanganku untuk melepaskan cengkraman pada penisnya.

Pram lantas bangkit berdiri dan meninggalkanku sambil tertawa.

Didapur, sambil menunggu air mendidih, aku berdiri didepan pintu, memandangi rintik hujan yang turun di ujung hari. Aku tersenyum ketika kenangan masa lalu, awal kedekatanku dengan Pram melintas dalam pikiranku. Aku masih mengingat jelas raut wajahnya ketika menahan kantuk saat mengantarkanku ke kantor polisi, aku pun kembali mengingat ketika pertama kali ia mendatangi rumahku, saat hendak mencari mencari kost.

Pemuda yang cenderung pendiam dan tertutup itu kini menjadi sosok yang sangat berarti dalam hiduku. Ia menumbuhkan semangat dan harapan, membuatku menjadi pribadi yang optimis pada masa depan walaupun tengah dilanda prahara rumah tangga.

Aku menjadi sosok Rindiani yang lebih matang dan penuh percaya diri dalam menghadapi jalan hidup, dan semua itu berkat kehadiran Pram, lelakiku yang hidupnya sederhana dan bersahaja.

“Hayoooo.. ibu senyum-senyum sendiri..” gumannya sambil membuat minuman untuk kami.

Lamunan masa lalu itu membuatku terbuai dan lupa akan segalanya. Aku tertawa pelan karena tingkahku yang konyol ditengah sore.

“Yuk ngemil sambil ngopi bu.” kata Pram sambil meletakkan kantong plastik berisi oleh-oleh Dari Nina.

Aku melangkah mendekat dan duduk disampingnya. Satu persatu dikeluarkannya oleh-oleh yang berupa makanan ringan tersebut. Kue timapn, bolu adee, pisang sale, dan pulut panggang dalam jumlah yang lumayan yang banyak untuk kami berdua.

“Bu…” guman Pram sambil menatap heran kedalam kantong plastik tersebut.

Perlahan ia mengeluarkan lagi isi kantong tersebut lalu menatapnya dengan takjub. Aku hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa melihat hal tersebut.

“Nina Gila” gumanku pelan sambil menerima benda tersebut ditanganku.

“Ini masih ada lagi.” Kata Pram kemudian.

“Astagaaaa… ini banyak banget.” seruku saat Pram menuangkan seluruh isinya keatas meja.

Aku segera beranjak ke kamar dan meraih ponselku untuk menghubungi Nina. Baru saja beberapa detik berdering, suara merdu Nina terdengar dari seberang sana.

“Nin, ini oleh-olehnya bener untuk mbak semua?” tanyaku sambil melangkah kembali ke dapur.

Iya.. bener.. kurang banyak?” tanya Nina.

Aku menggelengkan kepala sambil melihat tujuh macam sex toys yang ada dihadapan Pram.

“Ini sex toys juga buat mbak??”

Iya.. itu baru semua lhoo mbak, aku pesen dari luar negri.”

Kutepuk keningku sendiri karena sangat heran dan takjub dengan kegilaan Nina.

“Haduuuhhhhhhhh… kamu ini kok ada-ada aja sih deeekk?? Nagapain sih buang-buang uang buat beli ginian?” tanyaku heran.

Mbak gak suka?” tanyanya singkat.

Kini giliranku yang terdian dengan pertanyaan Nina. Tentu saja aku menyukai hadiah darinya, namun entah mengapa aku merasa hal tersebut merupakan sebuah pemborosan.

“Ya suka sih deee.. tapi..”

Tuhhhh… kalo suka ya kudu di terima. Buruan dicobain.. oh iya, kalo nyobainnya enaknya sama pasangan biar makin greget. Biar dibantuin sama Pram mbak.”

“NNIIIIINNNAAAAAAAA….HHHHIIIIIIIIIHHHHHHHH..!!!!”

Belum sempat aku meluapkan kekesalanku, suara tawa keras Nina meledak di ujung telpon lalu ia segera menutupnya. Aku hanya bisa terdiam dan gemes melihat ponselku sendiri.

“Besok kalo ketemu dia, ibu mau gigit dia sampai ibu puas” gerutuku sambil duduk disamping Pram.

Giliran Pram tertawa melihat kegusaranku pada tingkah laku Nina.

“Kadang, ibu kalo marah malah jadi lucu, jadi menggemeskan, bukan menakutkan.” gumannya.

Sejenak aku menatap Pram, lalu mencubit pinggangnya dengan gemes. Kutumpahkan perasaan kesalku pada Nina melalui cubitanku pada lelakiku hingga ia menjerit dan tertawa keras sembari berusaha melepaskan cubitanku.

“Udah ah, mending kita makan oleh-olehnya, sambil ngopi.” kataku kemudian.

Sambil menyeruput kopi dan menikmati makanan ringan pemberian Nina, Pram dan aku berbincang-bincang tentang masalah yang menimpa galang, tentang jumlah uang yang harus ia berikan untuk keluarganya.

“Nina yang tahu keadaan keluarga Galang, jadi sebaiknya besok saya bicarakan dulu dengan Nina.”

“Besok malam aja gimana? Besok kan ibu harus kerja.”

“Iya, boleh bu. Ibu juga pasti bisa menghitung jumlah kebutuhan keluarga, terutama kebutuhan dapur dan lainnya.”

“Iya, nanti kita hitung sama-sama.”

Lama kami terdiam sambil menikmati kopi dan aneka makanan ringan yang tersaji. Sesekali aku tersenyum melihat deretan sex toy yang ada diatas meja, dihadapan kami.

“Ini sih cuman buat geli aja, bukan buat enak.” gumanku sambil meraih sebuah dildo dan menggengamnya.

Pram tertawa sambil menundukkan wajahnya.

“Beneerrr kok.. gedean punya sayang.” sambungku lagi.

Pram segera meraih dildo itu dari tanganku dan mengumpulkannya dengan sex toy yang lain, lantas memasukkannya kembali kedalam kantong plastik.

“Makan dulu bu, santai dulu, menikmari sore, menikmati hujan. Besok kalo ibu udah kerja, ibu bakalan sibuk, jarang punya waktu untuk sekedar bersantai seperti sekarang ini.”

Aku tersenyum lantas mengecup pipinya. Pram memang benar-benar ingin agar aku menggunakan waktu sebaik mungkin, sepertinya ia sedang mengajariku untuk lebih disiplin dalam menggunakan waktu, untuk kebaikanku.

Pram berdiri, lalu mengecup kepalaku dan berjalan ke arah pintu.

“Kayaknya hujannya bakalan awet. Mendungnya tebal banget.” gumannya sambil memandang ke arah langit.

“Cuacanya pas buat malas-malasan dikasur.”

Pram memandangku, lalu tertawa pelan.

“Ibu istirahat, nanti yang masak.”

“Gak mau.. kita masak sama-sama aja. Udah agak lama kita gak masak bareng. Iya kan?”

Pram mengangguk lalu kembali melangkah ke arahku. Ia kembali duduk disampingku dan menyeruput kopinya.

“Ibu cocok jadi sekretaris..” gumannya lalu kembali melahap makan ringan dihadapan kami.

“Ibu gak tau, bisa apa enggak. Soalnya gak punya pengalaman kerja.”

“Pasti bisa kok bu. Nanyi kan ada job description sebagai pedoman.”

“Iya sih, cuman rada gak pede aja. Sekretaeis kan biasanya cantik, langsing, cerdas.”

Pram tersenyum lalu mengusap pipiku dengan lembut.

“Gak semuanya begitu kok bu, semuanya tergantung profesionalitas. Cantik itu kan cuman bonus aja bu. Yang penting cerdas dan bertanggung jawab penuh terhadap tugas yang diberikan.”

Aku hanya bisa mengangguk pelan, walaupun ada keraguan yang menggantung dalam batinku.

“Udah, jangan khawatir, ibu pasti bisa kok.” sambungnya lagi.

“Kamu yakin, ibu mampu dalam pekerjaan ini?”

Pram mengangguk mantap lalu tersenyum.

“Yakin banget. Ibu cuman belum sadar aja dengan kemampuan ibu.”

“Moga aja ibu mampu.” gumanku pelan.

Pram berdiri lalu merangkul tubuhku dari arah belakang. Sebuah kecupan nan mesra mendarat di kepalaku.

“Dijalani aja dulu bu, lagian ini kan impian ibu juga kan? Kerja untuk hidup mandiri.” katanya kemudian.

Kuusap kedua lengannya yang melingkar didepan tubuhku, lalu mengecupnya.

Sekali lagi, sikap yang ia tunjukkan membuatku yakin, memberiku kekuatan dan kepercayaan diri untuk memulai langkah baru dalam hidupku yaitu bekerja.

Rasa optimis dan kepercayannya pada kemampuanku sangat berarti bagiku untuk menghadapi hari pertama bekerja. Ia benar-benar telah menjadi sebuah penopang bagi perjalananku dalam menempuh hidup.

Aku menepuk kursi kosong disampingku, memintanya untuk duduk kembali.

“Kalo ibu udah kerja, berarti waktu untuk kita makin berkurang.” kataku.

“Iya, saya paham kok bu, saya maklumi hal itu. Tapi setiap hari kan kita masih bisa ketemu.”

Aku tersenyum dan mengusap pipinya dengan lembut.

“Iya.. pasti ketemu kok. Cuman mungkin saat pulang kerja aja, atau waktu libur.”

“Iya, gapapa kok bu. Yang penting ibu udah dapet kerja, saya ikut senang”

Pram menggengan erat jemariku, lalu mengecup keningku.

“Semua akan baik-baik saja. Benar kan?” tanyanya.

Aku mengangguk pelan sambil meremas jemarinya dengan lembut.

Setelah itu, tidak ada lagi percakapan diantara kami, hanya keheningan dan sura germercik hujan rintik-rintik yang mengisi ruang kesunyian.

Kusandarkan kepala dibahunya sambil memandang jauh kearah luar. Pikiranku melayang jauh, membayangkan jalan hidupku esok, di masa depan.

Semua akan baik-baik saja’ ucapku dalam hati.

Ditengah lamunanku, tiba-tiba Pram mengecup pipiku hingga membuatku tersadar.

“Mikirin apa sih bu? Kok melamun gitu??” tanyanya.

“Gapapa sayang, gak mikir apa-apa kok.”

“Kok cuman pipi yang dicium? Yang lain enggak dapet jatah??” tanyaku lalu tersenyum padanya.

Pram tertawa pelan, lalu menuntun tubuhku untuk duduk diatas pangkuannya. Aku duduk menyamping, agar memudahkan posisi karena menggunakan sedang menggunakan rok.

Dengan lembut dibelainya pipiku, dibenahinya beberapa helai rambut dikeningku lalu mendekatkan wajahnya dan melumat bibirku.

Ditengah rintik hujan ujung hari, didapur rumahku, Pram, lelakiku mendekapku erat, mencumbu bibirku dengan mesra.

Sambil membalas lumatan bibirnya, kulingkarkan tangan di lehernya dan mulai mengikuti irama ciumannya. Secara bergantian, kami saling menghisap lidah, saling menggigit lembut bibir hingga beberapa saat lamanya.

Perlakuannya yang romantis membuaiku, sekaligus memantik nafsu birahiku. Pram sadar akan hal tersebut dan mulai menyentuhku.

Satu tangannya mulai menyusup masuk melalui ujung bajuku dan menjamah payudara yang masih terlindungi oleh bra.

Usapan dan pijatan lembut di kedua belah dadaku membuatku semakin terangsang dan bernafsu.

Setelah puas menikmati bibirnya, kuarahkan perhatianku pada lehernya. Segera saja kecupan demi kecupan kuberikan disana, bahkan lidahku menjalar, menari liar disekujur lehernya.

Pram nampak semakin bernafsu dengan hal itu, satu tangannya menarik naik ujung baju kaos yang kukenakan hingga kebagian dada, lalu mengeluarkan payudaraku dengan paksa dari bra yang menutupinya.

Kepalanya sedikit menunduk dan mulai menghujani dadaku dengan kecupan-kecupan panas. Lidahnya menari liar, menjilati seluruh bagiannya, sementara kedua tangannya dengan lincah mempermainkan putingku.

Aku benar-benar melayang tinggi saat ia mulai memasukkan putingku dkedalam mulut dan menghisapnya dengan sedikit keras.

Kepalaku menengadah dengan mata terpejam, menikmati hisapannya yang panjang, memanjakan putingku.

Kuusap rambutnya dengan lembut, sambil meresapi, menikmati tarian lidahnya yang sibuk mempermainkan kedua putingku dengan lembut.

“Isepin lagi..” gumanku lirih sambil mengarahkan payudaraku pada bibirnya.

Pram segera menyambut putingku dan kembali menghisapnya, namun kali ini hisapannya sedikit lebih kuat sehingga tubuhku tersentak dan menggelinjang diatas pangkuannya.

Kugigit bibirku sendiri demi meredam suara desahanku sambil melihat lelakiku mengerjai payudaraku dengan buas dan penuh nafsu.

Hampir dua menit ia menhisap kedua putingku secara bergantian, membuat sekujur tubuhku merinding karena nikmat yang kurasakan.

Telah berkali-kali Pram memuaskan hasratku, namun tubuhku seakan selalu haus akan sentuhannya, haus akan percintaan yang membara. Pram, lelaki muda itu membuatkku kecanduan terhadapnya.

Hampir sepuluh menit ia menikmati payudaraku dengan buas, melahapnya dengan rakus. Pram berhasil membawaku memasuki alam birahi yang membara.

Badai nafsuku yang bergejolak dibuatnya semakin memanas dengan mulai menyentuh kemaluanku. Vagina yang masih tertutupi celana dalamku, basah akibat permainannya.

Tak sabar dengan sentuhannya di pangkal paha, aku berdiri sejenak dan segera melucuti celana dalam itu, berikut dengan rok yang menutupi pinggulku.

Belum sempat pakaian itu jatuh ke permukaan lantai, tangan Pram dengan cekatan langsung menyerbu pangkal pahaku, satu jarinya langsung menyeruak masuk kedalam liang vaginaku.

Tubuhku tersentak seketika karena terkejut dengan kecepatan gerakannya. Spontan aku menjambak rambutnya lalu menunduk dan kembali melumat bibirnya. Dan dengan panas, Lelakiku pun membalasnya sementara jarinya terus mengobok-obok liang vaginaku, keluar dan masuk dengan intensitas cepat.

Tubuhku bergetar merasakan kenikmatan yang mulai menjalar dari pangkal paha hingga seluruh bagian lainnya.

Beberapa saat lamanya aku menikmati tusukan jari tersebut, membuat kemaluanku semakin basah dan licin.

Kecepatan permainan jarinya perlahan berkurang saat tubuhku mulai goyah karena kedua kakiku terasa lemas, tak mampu berdiri tegak akibat terjangan badai kenikmatan yang Pram ciptakan.

Saat tusukan jarinya berhenti, lelaki muda itu tersenyum penuh kemenangan ke arahku.

“Becek.. basah banget.” gumannya lalu tersenyum.


“Abisnya enak banget.” balasku sambil kembali duduk dipangkuannya dan melingkarkan tangan di lehernya.

Pram menuntun pahaku untuk sedikit lebih terbuka dan kembali menyentuh kemaluanku.

“Ini tangannya pinter banget, bisa bikin lemes.” kataku sambil menyentuh tangannya yang membelai vaginaku.

Pram tersenyum lalu melumat bibirku dengan lembut. Hampir dua menit lamanya aku menikmati, merasakan kelembutan ciuman bibirnya di bibirku.

Jemarinya pun bergerak pelan, mengusap, membelai kemaluanku, memanjakannya hingga aku kembali larut dalam gejolak birahi.

Segera saja kubuka baju kaos yang masih tergantung ditubuhku dan melemparkannya entah kemana, aku tak memperdulikannya. Aku ingin kepuasan, ingin merasakan nikmat birahiku terpuaskan.

Lelakiku mengerti akan hal tersebut dan kembali mencumbui leherku, sementara satu tangannya meremas lembut payudaraku, mempermainkan kedua putingku secara bergantian.

Di sela pahaku, tangannya yang lain mulai kembali menari liar, mengusap dan membelai klitorisku.

Basah, dan semakin licin vaginaku karena cairan lubrikasi mulai kembali mengalir keluar daei liang vaginaku.

“kocokin lagi memek ibu.” bisikku.

Pram segera memenuhi permintaanku dan mengirimkan satu jarinya kedalam liang kenikmatanku. Kocokan pelan dan dalam yang dibuatnya kembali membakar gairahku, apalagi didalam sana, berkali-kali kurasakan ujung jarinya menyentuh G-spot, membuatku menggelinjang karena nikmat.

Tak butuh waktu lama bagi lelakiku untuk membuatku meraih orgasme setelah ia menambah sedikik kecepatan kocokannya.

Hisapannya di putingku dan kocokannya di liang vaginaku berbuah orgasme hebat untukku. Tubuhku bergetar hebat diatas pangkuannya, diiringi desahan panjang saat Pram membuatku melayang, meraih orgasme pertama yang memuaskan.

Jantungku berdetak kencang, dan sekujur tubuhku bermandikan keringat.

Pram segera menarik tangannya dari pangkal pahaku dan memelukku dengan erat. Berkali-kali wajahku dikecupnya dengan mesra.

“Kayaknya ibu harus mandi lagi.” gumannya setelah mengusap punggungku yang tengah berkeringat.

“biarin, mandi dua kali, tiga kali, ibu mau kok, yang penting ibu di entot dulu sampe lemes, trus sayang yang mandiin.” gumanku manja sambil memeluknya dengan erat.

Pram tertawa pelan mendengar ucapanku.

“ya udah, ke kamar mandi yuk, biar saya mandiin ibu.” balasnya.

“Gak mauu..” jawabku spontan.

“Lhooo.. katanya kalo saya yang mandiin, ibu mau.”

“Iya, mau sih.. tapi..”

Pram menatapku dengan penasaran, menanti kelanjutan ucapanku.

“Iya..?” tanyanya lagi.

“Tapi kan sayang belum perkosa ibu.” jawabku dengan manja.

Dengan lembut Pram mengusap pipiku. Aroma cairan orgasmeku yang menempel di jemarinya tercium olehku, namun aku tak memperdulikannya karena aku benar-benar menikmati waktu kebersamaan kami, menikmati moment intim kami.

“Ibu pengen diperkosa sayang.” bisikku nakal.

Pram memegang pipiku dengan lembut, menatapku dalam-dalam dan perlahan memdekatkan wajahnya.

Sekali lagi kami saling melumat bibir dengan mesra, sementara kedua tangannya mulai meremas lembut payudaraku.

Mbak Rriiiiiinnnnnn..

Samar-samar aku mendengar suara teriakan wanita dari arah depan rumah, disertai dengan ketukan pintu yang lumayan keras, begitu juga dengan Pram, ia pun mendengar suara tersebut.

Ciuman kami pun terhenti secara spontan akibat suara teriakan tersebut.

“Itu kayak suara…” gumanku sambil menatap Pram

Pram menghela nafas panjang sambil menggelengkan kepala.

Buru-buru aku bangkit dan turun dari pangkuan Pram, lalu mengenakan lagi seluruh pakaianku. Sedangkan Pram masih saja terlihat keheranan, seakan tak percaya dengan suara tersebut.

“Sayang.. itu dildonya di simpen.” kataku setelah mengenakan seluruh pakaianku.

Aku segera melangkah ke ruang tamu, sementara Pram membawa kantong plastik berisi sex toy kedalam kamarku.

Saat aku membuka pintu, aku benar-benar tak percaya dengan apa yang kulihat.

♡♡♡ Seri 11 TAMAT ♡♡♡

Sampai jumpa di seri selanjutnya.

Terima kasih :rose:
Mantapppp suhuuu alurnya brrrrrr segerrrr
 
Nyari waktu luang buat editing sama pengembangan frame yang rada susah bang, scara kerjaan jua lagi bertubi-tubi :mati:

Aku usahakan seri 12 gak pakai lama deh, dan moga bisa terkabul.

Seri 11 emang cuman sampe 3 part aja sih bang, tapi kalo gak salah sih, masih ada lagi seri yang cuman 3 part doang.. dan emang adanya cuman segitu doang. He he he he..

Makasih doanya bang

Sehat selalu disana dan dilancarkan RLnya
Semoga Mbak rindi bisa hamil anakx pram
 
Bimabet
Rindiani makin nakal aja.. lanjutkanlah makin nakal. Suka ga pakai dalaman. Ntar kesenggol tuh pantat di kantor, ketahuan ga pake cd.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd