myrundha
Senpai Semprot
- Daftar
- 18 Jun 2017
- Post
- 827
- Like diterima
- 1.587
Sahabat Kuliah S02E02 - Mission Failed
“Ndah, kamu siap kehilangan keperawanan kamu malem ini?” ucap A Adi sambil menciumi pipi dan leherku.
“Ssshh… siaap A,” jawabku dengan desahan, “pelan-pelan ya A.”
A Adi kemudian menciumi telinga dan pundakku, geli banget ciuman-ciumannya sampai badanku merinding. Sambil menciumi pundakku, A Adi juga menurunkan tali tank top yang ada di pundak kiri ku yang sedari tadi dia cium. Kini pundak kiri ku lebih leluasa untuk A Adi cumbu. Badanku terasa geli banget ketika pundakku mulai dilahap dan di jilat oleh A Adi, aduuuhh… kok geli banget sih.. pikirku.
Walaupun bercumbu seperti ini bukanlah yang pertama bagi kami, tapi malam ini tetap saja membuat jantungku berdetak kencang, tegang. Yang kupikirkan, akhirnya kami melakukan ini tanpa menambah dosa, dan malam pertama kami ini tetap terasa ada yang spesial karena A Adi akan mencoba penetrasi ke vafina ku tanpa ku lawan. Pada waktu masih pacaran sebenarnya aku ngga tega ngeliat A Adi yang mupeng malah jadi bete karena aku selalu ngga ngasih keperawananku. Untungnya A Adi baik banget ngga sampe maksa-maksa apalagi memperkosaku.
“A, geli banget ih.. yang sebelah kanan donk,” pintaku.
A Adi berhenti menjilati pundak kiri ku, dia mengecup bibirku sekilas lalu menatap mataku sambil tersenyum sebelum akhirnya mulai mencumbu pundak kananku. Tali tank top kanan ku juga mulai A Adi turunkan agar dia lebih puas mencumbu pundak kananku. Tidak lama berselang A Adi secara penuh menurunkan kedua tali tank top ku dan mengeluarkan kedua tangan ku dari tank top. Sekarang payudara ku menjadi terlihat karena tank top hanya menutupi bagian perut saja. A Adi tidak membiarkan payudaraku dianggurin begitu aja, dari pundak kananku jilatan lidahnya turun ke sekitar titik rangsang payudaraku. A Adi tidak pernah gagal membuatku terangsang.
Puas bermain dengan payudaraku, A Adi mulai menurunkan celananya sendiri, nampaklah penis A Adi yang sudah mengeras. Deg-degan banget rasanya padahal aku udah biasa lihat penis punya A Adi sejak masa pacaran. Hatiku bertanya-tanya, apa A Adi mau masukin sekarang? Sakit ngga sih? Emang muat ya vagina ku dimasukin penis A Adi? Duuh.. campur aduk banget ini perasaan.
“Buka celananya dong, Ndah..” pinta A Adi.
“Bukain sama Aa atuh..” balasku.
“Iiih meni manja ini istri Aa..” kata A Adi sambil mencubit kedua pipiku.
A Adi melepaskan celana pendek dan CD ku, sekarang hanya ada tank top yang menutupi badanku saja. A Adi menyapu vagina ku dengan lidahnya, aahh.. geli banget rasanya. Aku yang ngga mau orgasme cepat-cepat, segera menyuruh A Adi untuk berhenti. Aku memang sepertinya sangat mudah sekali orgasme kalo udah dijilat vaginanya. Rasanya geli-geli anget, sensasi yang ngga ada bandingannya.
“A, udah dulu,,aku ngga mau orgasme cepet-cepet.”
“Kenapa? Kan kamu bisa pulih cepet?”
“Se cepet-cepetnya juga pasti lemes dulu A,” jawabku menjelaskan, “nanti kalo pas dimasukinnya berasa ngilu, gimana?”
A Adi terlihat berpikir sejenak, namun akhirnya mengangguk menyetujui tidak melanjutkan. “Kalo gitu, mau nyoba sekarang?” tanya A Adi.
Deg. Perasaan khawatirku muncul lagi. Detak jantungku terasa berdetak dengan kencang kembali. A Adi melebarkan kedua kakiku, aku sendiri dalam posisi tiduran sedari awal tadi sementara A Adi sekarang posisinya berlutut berhadapan denganku seakan memamerkan penisnya yang sudah tegak ke vagina ku. Ditempelkannya perlahan ke bibir vaginaku yang agak basah karena bekas jilatan A Adi. Saat pacaran aku biasanya menolak penis A Adi dekat-dekat dengan vaginaku, karena dia suka curi-curi kesempatan untuk penetrasi, tapi setelah siang tadi, setelah A Adi resmi jadi suamiku, aku pasrah aja. Aku merasakan seperti ada yang mendorong bibir vaginaku, rasanya susah dijelasin, kalo bahasa sunda nya mah ‘peureus’.
“Aduduhhh… A.. stop-stop..” pintaku. Namun A Adi terus berusaha memasukan penisnya. Aku mendorong A Adi menjauh dari badanku. A Adi terlihat kebingungan.
“Kenapa?” tanya A Adi.
“Bukain dulu tank top nya ya, A,” pintaku, “Aa juga buka dong bajunya.”
“Iya sih, kagok ya, Ndah.”
A Adi segera melepas tank top ku yang tidak terpakai dengan benar lagi, lalu membuka sendiri bajunya dengan semangat. A Adi kemudian membaringkanku kembali ingin mulai penetrasi lagi, namun aku segera potong.
“Bentar, A! Aku emut dulu punya Aa, kan tadi Aa udah jilat punyaku,” kataku sambil beranjak duduk.
“Ooh.. iya ya,” turut A Adi sambil dia mengarahkan penisnya ke mulutku dengan posisinya berdiri. Aku melahap penis A Adi, mulai kumaju mundurkan kepalaku dan memainkan lidahku di ujung kepala penisnya. A Adi terlihat merem melek sangat menikmati hisapanku. Aku kocok penisnya dan tidak kulewatkan buah zakarnya ku jilati juga. A Adi sangat menikmatinya ketika kumelakukan jilatan demi jilatan dari pangkal ke batang penisnya.
“Ssshhh... aaahhhh...” A Adi mendesah nikmat.
“Ssstt.. nanti kedengeran mamah aku ih,” kataku, “jangan keras-keras!”
“Enak banget, Ndah,” kata A Adi menimpali, “yuk coba lagi masukin mumpung belom muntah.”
A Adi melepaskan penisnya dari hisapanku. Sepertinya dia sudah hampir keluar barusan, terasa sangat kencang dan licin penisnya. A Adi kembali melebarkan kakiku, sementara aku sudah pada posisi tiduran lagi. A Adi kali ini tampak lebih bernafsu memasukan penisnya, seketika terasa lagi sakit di vaginaku.
“Sakit A, pelan-pelan!” kataku refleks agak kencang.
“Itu barusan pelan, Ndah.”
A Adi mencoba kembali melakukan penetrasi, sensasi peureus kembali terasa di vaginaku. Aku mencoba sekuat tenaga agar tidak mengeluarkan suara keras karena kami saat ini melakukannya di rumah orang tuaku. Malu banget rasanya kalo sampe kedengeran keluargaku yang masih menginap di sini. Apalagi kalo sampe kedengeran orang tuaku. Belum lagi kalo kedengeran saudara-saudaraku, pasti besok rame menjadikan aku bahan bercandaan.
“Ndah, kamu geser ke bawah dong,” permintaan A Adi itu memecah lamunanku sebentar barusan, “liat nih badan kamu ngegeser loh pas Aa coba masukin.”
Aku melihat badanku memang berpindah posisi, kondisi sprei sudah mulai sedikit berantakan. Aku menggeser ke posisi semula, karena kalo terlalu atas kepalaku bisa mentok ke senderan kasurku yang terbuat dari besi. Kali ini di vaginaku mulai terasa sakit & peureus walaupun penis A Adi belum penetrasi.
“Aa masukin lagi ya,” kata A Adi, aku hanya mengangguk saja. Kali ini A Adi mendorong vaginaku lebih kuat dan badanku kembali bergeser sedikit ke atas. Sensasinya sakiiiit banget.
“Aa, udah.. stop dulu, udahan dulu, ngga kuat sakit banget,” aku mendorong A Adi lagi namun A Adi lebih kuat. Air mata di ujung mataku mulai mengalir. A Adi berhenti penetrasi ketika melihat air mataku mulai menetes deras. “A.. sakit.. kenapa sih ngga bisa berhenti?” kataku sambil menangis.
“Sakit banget ya, Ndah?”
“Bangettt….” Jawabku ketus, aku tidak bisa menahan air mataku mengalir lalu kututup wajahku dengan guling.
“Indah harus tahan sebentar lagi, barusan Aa yakin udah mau masuk kepalanya.”
“Ngga bisa A, udahan dulu, peureus pisan iih.”
“Coba posisi lain yuk!” ajak A Adi.
“Ngga mau!!”
Aku membalik posisi badanku jadi menyamping membelakangi A Adi, rasanya udah ngga mood lagi nerusin ini. Dan aku ngga berani melihat wajah A Adi. Di pikiranku campur aduk pertanyaan sambil menahan nyeri di vaginaku. Kok sakit banget sih? Apa emang harus sakit kaya gini? Kata orang katanya enak, kok rasanya sakit dan ngga berdarah? A Adi kecewa ngga ya sama aku? Apa A Adi mau batalin nikah sama aku? Aku harus gimana???????
“Ndah, kamu siap kehilangan keperawanan kamu malem ini?” ucap A Adi sambil menciumi pipi dan leherku.
“Ssshh… siaap A,” jawabku dengan desahan, “pelan-pelan ya A.”
A Adi kemudian menciumi telinga dan pundakku, geli banget ciuman-ciumannya sampai badanku merinding. Sambil menciumi pundakku, A Adi juga menurunkan tali tank top yang ada di pundak kiri ku yang sedari tadi dia cium. Kini pundak kiri ku lebih leluasa untuk A Adi cumbu. Badanku terasa geli banget ketika pundakku mulai dilahap dan di jilat oleh A Adi, aduuuhh… kok geli banget sih.. pikirku.
Walaupun bercumbu seperti ini bukanlah yang pertama bagi kami, tapi malam ini tetap saja membuat jantungku berdetak kencang, tegang. Yang kupikirkan, akhirnya kami melakukan ini tanpa menambah dosa, dan malam pertama kami ini tetap terasa ada yang spesial karena A Adi akan mencoba penetrasi ke vafina ku tanpa ku lawan. Pada waktu masih pacaran sebenarnya aku ngga tega ngeliat A Adi yang mupeng malah jadi bete karena aku selalu ngga ngasih keperawananku. Untungnya A Adi baik banget ngga sampe maksa-maksa apalagi memperkosaku.
“A, geli banget ih.. yang sebelah kanan donk,” pintaku.
A Adi berhenti menjilati pundak kiri ku, dia mengecup bibirku sekilas lalu menatap mataku sambil tersenyum sebelum akhirnya mulai mencumbu pundak kananku. Tali tank top kanan ku juga mulai A Adi turunkan agar dia lebih puas mencumbu pundak kananku. Tidak lama berselang A Adi secara penuh menurunkan kedua tali tank top ku dan mengeluarkan kedua tangan ku dari tank top. Sekarang payudara ku menjadi terlihat karena tank top hanya menutupi bagian perut saja. A Adi tidak membiarkan payudaraku dianggurin begitu aja, dari pundak kananku jilatan lidahnya turun ke sekitar titik rangsang payudaraku. A Adi tidak pernah gagal membuatku terangsang.
Puas bermain dengan payudaraku, A Adi mulai menurunkan celananya sendiri, nampaklah penis A Adi yang sudah mengeras. Deg-degan banget rasanya padahal aku udah biasa lihat penis punya A Adi sejak masa pacaran. Hatiku bertanya-tanya, apa A Adi mau masukin sekarang? Sakit ngga sih? Emang muat ya vagina ku dimasukin penis A Adi? Duuh.. campur aduk banget ini perasaan.
“Buka celananya dong, Ndah..” pinta A Adi.
“Bukain sama Aa atuh..” balasku.
“Iiih meni manja ini istri Aa..” kata A Adi sambil mencubit kedua pipiku.
A Adi melepaskan celana pendek dan CD ku, sekarang hanya ada tank top yang menutupi badanku saja. A Adi menyapu vagina ku dengan lidahnya, aahh.. geli banget rasanya. Aku yang ngga mau orgasme cepat-cepat, segera menyuruh A Adi untuk berhenti. Aku memang sepertinya sangat mudah sekali orgasme kalo udah dijilat vaginanya. Rasanya geli-geli anget, sensasi yang ngga ada bandingannya.
“A, udah dulu,,aku ngga mau orgasme cepet-cepet.”
“Kenapa? Kan kamu bisa pulih cepet?”
“Se cepet-cepetnya juga pasti lemes dulu A,” jawabku menjelaskan, “nanti kalo pas dimasukinnya berasa ngilu, gimana?”
A Adi terlihat berpikir sejenak, namun akhirnya mengangguk menyetujui tidak melanjutkan. “Kalo gitu, mau nyoba sekarang?” tanya A Adi.
Deg. Perasaan khawatirku muncul lagi. Detak jantungku terasa berdetak dengan kencang kembali. A Adi melebarkan kedua kakiku, aku sendiri dalam posisi tiduran sedari awal tadi sementara A Adi sekarang posisinya berlutut berhadapan denganku seakan memamerkan penisnya yang sudah tegak ke vagina ku. Ditempelkannya perlahan ke bibir vaginaku yang agak basah karena bekas jilatan A Adi. Saat pacaran aku biasanya menolak penis A Adi dekat-dekat dengan vaginaku, karena dia suka curi-curi kesempatan untuk penetrasi, tapi setelah siang tadi, setelah A Adi resmi jadi suamiku, aku pasrah aja. Aku merasakan seperti ada yang mendorong bibir vaginaku, rasanya susah dijelasin, kalo bahasa sunda nya mah ‘peureus’.
“Aduduhhh… A.. stop-stop..” pintaku. Namun A Adi terus berusaha memasukan penisnya. Aku mendorong A Adi menjauh dari badanku. A Adi terlihat kebingungan.
“Kenapa?” tanya A Adi.
“Bukain dulu tank top nya ya, A,” pintaku, “Aa juga buka dong bajunya.”
“Iya sih, kagok ya, Ndah.”
A Adi segera melepas tank top ku yang tidak terpakai dengan benar lagi, lalu membuka sendiri bajunya dengan semangat. A Adi kemudian membaringkanku kembali ingin mulai penetrasi lagi, namun aku segera potong.
“Bentar, A! Aku emut dulu punya Aa, kan tadi Aa udah jilat punyaku,” kataku sambil beranjak duduk.
“Ooh.. iya ya,” turut A Adi sambil dia mengarahkan penisnya ke mulutku dengan posisinya berdiri. Aku melahap penis A Adi, mulai kumaju mundurkan kepalaku dan memainkan lidahku di ujung kepala penisnya. A Adi terlihat merem melek sangat menikmati hisapanku. Aku kocok penisnya dan tidak kulewatkan buah zakarnya ku jilati juga. A Adi sangat menikmatinya ketika kumelakukan jilatan demi jilatan dari pangkal ke batang penisnya.
“Ssstt.. nanti kedengeran mamah aku ih,” kataku, “jangan keras-keras!”
“Enak banget, Ndah,” kata A Adi menimpali, “yuk coba lagi masukin mumpung belom muntah.”
A Adi melepaskan penisnya dari hisapanku. Sepertinya dia sudah hampir keluar barusan, terasa sangat kencang dan licin penisnya. A Adi kembali melebarkan kakiku, sementara aku sudah pada posisi tiduran lagi. A Adi kali ini tampak lebih bernafsu memasukan penisnya, seketika terasa lagi sakit di vaginaku.
“Sakit A, pelan-pelan!” kataku refleks agak kencang.
“Itu barusan pelan, Ndah.”
A Adi mencoba kembali melakukan penetrasi, sensasi peureus kembali terasa di vaginaku. Aku mencoba sekuat tenaga agar tidak mengeluarkan suara keras karena kami saat ini melakukannya di rumah orang tuaku. Malu banget rasanya kalo sampe kedengeran keluargaku yang masih menginap di sini. Apalagi kalo sampe kedengeran orang tuaku. Belum lagi kalo kedengeran saudara-saudaraku, pasti besok rame menjadikan aku bahan bercandaan.
“Ndah, kamu geser ke bawah dong,” permintaan A Adi itu memecah lamunanku sebentar barusan, “liat nih badan kamu ngegeser loh pas Aa coba masukin.”
Aku melihat badanku memang berpindah posisi, kondisi sprei sudah mulai sedikit berantakan. Aku menggeser ke posisi semula, karena kalo terlalu atas kepalaku bisa mentok ke senderan kasurku yang terbuat dari besi. Kali ini di vaginaku mulai terasa sakit & peureus walaupun penis A Adi belum penetrasi.
“Aa masukin lagi ya,” kata A Adi, aku hanya mengangguk saja. Kali ini A Adi mendorong vaginaku lebih kuat dan badanku kembali bergeser sedikit ke atas. Sensasinya sakiiiit banget.
“Aa, udah.. stop dulu, udahan dulu, ngga kuat sakit banget,” aku mendorong A Adi lagi namun A Adi lebih kuat. Air mata di ujung mataku mulai mengalir. A Adi berhenti penetrasi ketika melihat air mataku mulai menetes deras. “A.. sakit.. kenapa sih ngga bisa berhenti?” kataku sambil menangis.
“Sakit banget ya, Ndah?”
“Bangettt….” Jawabku ketus, aku tidak bisa menahan air mataku mengalir lalu kututup wajahku dengan guling.
“Ngga bisa A, udahan dulu, peureus pisan iih.”
“Coba posisi lain yuk!” ajak A Adi.
“Ngga mau!!”
Aku membalik posisi badanku jadi menyamping membelakangi A Adi, rasanya udah ngga mood lagi nerusin ini. Dan aku ngga berani melihat wajah A Adi. Di pikiranku campur aduk pertanyaan sambil menahan nyeri di vaginaku. Kok sakit banget sih? Apa emang harus sakit kaya gini? Kata orang katanya enak, kok rasanya sakit dan ngga berdarah? A Adi kecewa ngga ya sama aku? Apa A Adi mau batalin nikah sama aku? Aku harus gimana???????
dulu dehh....
di kibulin sama mantan, ngakunya prawan pas di masukin lancar jaya kayak bus pantura 
