Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Skandal Desa (discontinued,, sorry)

Kalian tim mana?

  • Bu Widya

    Votes: 452 62,8%
  • Kak Putri

    Votes: 135 18,8%
  • Bu Dea

    Votes: 61 8,5%
  • Kak Cindy

    Votes: 72 10,0%

  • Total voters
    720
Status
Please reply by conversation.

Asuka_Langley

Semprot Addict
Daftar
27 Aug 2021
Post
446
Like diterima
7.141
Bimabet
Ini cerita kedua saya, Selamat Membaca
Jangan lupa kritik dan sarannya, terima kasih..

Skandal Desa



Widya Anindya 39 tahun, Ibu dari Rafi dan Anindya Putri


Anindya Putri 21 tahun, Kakak perempuan Rafi


Dea Mustika 41 tahun, Ibu dari Yudi dan Cindy


Cindy Purnamasari 20 tahun, Kakak perempuan Yudi


PART 1
*Tok tok tok*

“Nak! Bangun nak!!!”

“…..”

“Rafi!! Kamu dengar ibu gak!! Bangun!!..”

“RAFI KALAU KAMU GA BANGUN IBU GA BUATIN SARAPAN!!.”

“…..”

“OK KALAU GITU YAUDAH MASAK SENDIRI YAH SARAPAN MU, IBU MAU KE PASAR!..”



“Huh?, ibu tadi ya??..auk ah mending tidur lagi..”



Perkenalkan namaku Rafi alfian, teman teman biasa memanggilku rafi atau ian. Umurku baru 18 tahun sebulan lalu dan masih SMA kelas 3. Perawakanku banyak versinya, ibuku bilang wajahku mirip adul, kakakku bilang wajahku mirip bintang iklan obat kurap, namun hanya almarhum bapak yang bilang wajahku tampan. Menurutku sendiri sih wajahku tidak ganteng dan jelek jelek amat, standar lah rupanya.

Tinggi badanku hanya 165 cm dengan berat 50 kg.

Aku tinggal di desa di daerah jawa barat yang bernama Cibambu, bertetangga dengan desa Cianduk di selatan. Desaku ini terkenal dengan hawa dinginnya karena berada di lereng gunung.

Almarhum bapakku mewariskan kepada kami tanah dan rumah sederhana dengan 3 kamar untuk kami tinggal.

Oiya betul, bapakku sudah tiada tiga tahun lalu karena penyakit dalam yang telat ditangani.

Kami sangat terpukul kehilangan beliau, kini ibu dan kakakku menjadi tulang punggung keluarga kecil kami.

Tak lama setelah bapak meninggal Ibu memutuskan untuk mendirikan warung nasi dan soto di depan rumahku bermodalkan uang warisan bapak.

Walau hasilnya tak seberapa namun cukup untuk keperluan sehari-hari dan sekolah ku.

Ibuku bernama Widya Anindya, Biasa dipanggil Bu Widi/Widy oleh ibu ibu sekitar dan berumur 39 tahun. Berkulit putih sama seperti kakakku. Wajah ibuku sangat cantik tak begitu termakan usia, jika dibilang mempesona tentu saja. Ditambah bentuk badannya yang semok namun tidak kelihatan terlalu berlemak, ditopang kedua kaki jenjangnya. Ibu memiliki tinggi 171 cm dan berat 78 kg. Ibu juga memiliki gunung kembar yang besar dan sempurna.

Ibu nikah muda dengan almarhum bapak ketika muda, ya semua orang tahu nikah muda sudah lazim di desa. Bapak yang dahulu bandar cabe terpikat dengan ibuku dan bla bla bla bla bla mereka kawin, kira kira begitu.

Dengan proporsi badan aduhai dan status janda tentu saja ibu jadi sasaran para bapak bapak dan duren di desa ini (duren=duda keren)

Namun ibu menolak semua pinangan pria di desa maupun yang dari luar karena ia tak ingin sosok bapak tiri bagi aku dan kakakku. Pernah ku tanya kenapa ibu tidak ingin menikah lagi dan ibu beralasan takut bapak tiri ku nanti macam macam dengan kakakku, tapi menurutku bukan hanya itu alasannya.

Sebenarnya aku ingin memilki bapak pengganti namun apa dayaku ketika ibu memilih tidak. Kasih sayang Ibu seorang terasa kurang tanpa kehadiran bapak sebagai pelengkap.

Oh ya tentang kakakku ia bernama Anindya Putri, berumur 21 tahun. Biasa ku panggil kak putri walaupun itu nama belakangnya. Wajah kakakku sangat cantik dan anggun, namun yang membuatnya jadi primadona desa adalah kedua kaki jenjangnya yang jika berdiri tegak membuat tinggi badan kakakku jadi 175 cm, badan kakakku juga tidak kalah menggoda namun jika soal badan menurutku ibu lebih menggoda dengan bokong yang lebih besar dan lebar. Aku tidak pernah tahu berat badan kakakku karena ia enggan memberi tahu, yang pasti dibawah berat ibu karena kakak jangkung dan langsing

Dianugerahi kakak dan Ibu yang memiliki tinggi badan diatas rata rata wanita indonesia membuatku kadang minder, kenapa gen tubuh tinggi itu tidak turun pada ku? Tinggi ku segini segini saja walau kata orang orang ini sudah standar.

Tetangga dan kerabat pun sering menertawai ku yang memiliki tinggi paling pendek di banding ibu dan kakak. Mereka kerap memanggilku dengan si bantet walau tinggi mereka tak beda jauh denganku. Memang betul jika kami bertiga disejajarkan aku terlihat bantet, dengan ibu ku beda 6 cm, dengan kakak beda 10 cm!.

Akupun lama lama kenyang dengan omongan mereka karena memang faktanya begitu dan tidak penting ku pikirkan. Malah aku mulai bersyukur memiliki Ibu dan kakak yang cantik dan tinggi dibandingkan ibu ibu temanku yang kebanyakan kucel dan pendek lagikan gendut.

Keseharian ku sehari-hari bisa ditebak dan sangat monoton.

Kira kira seperti ini, Bangun > Sekolah > nongkrong/jajan > pulang > tidur > mandi > makan malam > tidur lagi > di ulangi

Membosankan? tentu saja namun mau gimana lagi aku harus menamatkan sekolahku agar bisa cari kerja dan membantu perekonomian keluarga ku.



Sekarang hari sabtu, hari yang kutunggu-tunggu agar bisa bersantai dirumah menikmati waktu luang terbebas dari tugas sekolah.

Dengan malas malasan akupun turun dari kasur hangatku karena barusan Ibu marah marah ketika membangunkan ku.

“Hufff kenapa sih tiap pagi selalu aja marah ibu…”

“Padahal kan tinggal masuk terus goyangin badan atau apalah yang lain ga perlu marah marah gitu…”

Gerutu ku dengan kesal sambil mencuci wajah.

Dari cermin ku lihat di belakang kakak ku datang membawa sesuatu ke meja dapur

Karena penasaran akupun langsung mengeringkan wajahku dan pergi menemui kakak di dapur.

“Eh rafi, kakak kira kamu masih tidur…” Sapa kakak

“Ah mana bisa tidur lagi kak kalau ibu udah keluar tanduknya gitu...” balasku

“Hihihi makanya kalau malem jangan begadang! Biar bisa bangun pagi..” omel kakak

“Biarin weekkkk..” ejekku sambil melet

“Ahahaha nonton yang ga bener ya pasti di kamar mu..”

“E..ehh mana ada! Pitnah aja kak!..” balasku sedikit gagap

“Ohh iya maafin kakanda ya adikku sayang rafi alfian telah menuduh yang tidak tidak pada-mu..

Sesungguhnya rafi adalah jiwa yang bersih dan sholeh, sehingga mana mungkin adikku yang rajin dan pintar ini menonton yang tidak senonoh..” ucap kakak dengan nada mengejek.

Aku tidak membalas lagi karena bisa bisa pertengkaran kami tidak akan selesai, aku lebih penasaran dengan bawaan yang di bawa kakak.

“Ngomong ngomong ini apa kak?..”

“Ohh ini nasi kuning raf, buat kita sarapan tadi ibu beli..”

“Oh…nasi kuning, kayaknya enak kak..”

“Yaudah ayuk makan..” ajak kakak

Kami berdua pun makan di ruang keluarga, hanya lesehan beralaskan tikar anyaman.

Aku dan kakakku juga sambil mengobrol basa basi membahas hal yang perlu dan tidak perlu, hubungan kakak beradik kami memang kuat sedari dulu. Aku bersyukur sekali punya kakak yang baik dan cantik.

Belum ada sama sekali pikiran negatif pada kakakku sampai sekarang, aku menghormati kakakku sebagai sosok pelindung dan teman bukan sebagai bahan yang tidak tidak, hal yang sama berlaku pada ibuku.



Setelah kenyang, aku izin pergi bermain bersama temanku pada kakak.

Izin diterima! Sipp, akupun bergegas mengendarai sepeda menuju tempat sahabat ku yang tak begitu jauh masih di desa cibambu.

Sahabatku ini bernama Yudi, kenapa ku sebut sahabat karena yudi ini sudah bersama ku sejak aku kecil sekali berumur 6 tahun. Hingga sekarang tak terpisahkan. Badannya sebelas duabelas dengan ku, bedanya hanya di nilai sekolah.

Yudi ini salah satu murid terpintar di kelas, berbeda dengan ku yang nilainya kadang bagus kadang tidak.



*kring kringg*

Ku bunyikan bel sepedaku di depan rumah yudi sambil memanggil namanya.

“Yudii!!...”

“Yuddd woii..!!!”

Dua kali, tiga kali, empat kali kupanggil-panggil belum juga nampak batang hidung yudi. Akupun kemudian turun dari sepeda untuk mengecek lebih dekat.

“Hmmm sendalnya ada…, motor ibunya juga ada…”

“Harusnya ada orang di rumah dong??..” gumamku sambil celingak celinguk seperti maling

“Ah ini mah dia lagi tidur jam segini..”

Aku pun berpikir untuk membatalkan rencana bermain pagi ini, toh nanti sore masih bisa.

Aku coba panggil untuk yang terakhir kalinya, siapa tahu berhasil

“YUUUDIIIIII..!!..”

Tiba tiba pintu depan pun terbuka.

Untuk beberapa detik aku tertegun melihat apa yang tersaji di depan mataku.

Itu adalah Ibunya Yudi yang biasa di panggil Bu Dea, Bu Dea saat ini di depan ku hanya memakai handuk.

Tentang Bu Dea, Umur beliau 41 tahun dan berkulit sawo. Bu dea sangat baik pada sekitar dan terkenal pintar karena bekerja sebagai guru SMA di Desa Cianduk.

Badan Bu Dea jika ku bandingkan sebelas dua belas dengan ibu ku, hanya saja ibu ku lebih putih dan cantik tentunya.

“A-ada apa sih rafi teriak teriak duh..?..”

“E-ehh m-maaf bu dea, a-anu..”

“Buruan ada perlu apa yud?!, I-ibu cuman handukan doang ini, malu sama orang lewat!..”

“Uh…i-itu siii yudi bu, ada?..”

“Nggak dulu, yudi lagi sakit!..” balas bu dea dengan ketus

“Loh, sakit apa bu?..”

“Heeh kamu nanya mulu! Sakit lambung!..”

“Dah sana pergi, ibu mau pakai baju dulu!..”

*BRAAAKK*

Bu dea membanting pintu rumahnya sangat keras hingga ikut menggetarkan lantai terasnya.

Tanpa pikir panjang akupun memutuskan untuk pulang karena tidak ada lagi yang bisa ku ajak main.

SIfat bu dea barusan sangat aneh dan tidak biasanya, aku coba menebak mungkin karena bu dea sedang “sensi” jadinya mudah marah-marah.

Selama perjalanan pulang mengayuh sepeda, aku terus memikirkan hal itu, bisa bisanya bu dea tiba tiba menjadi galak.

Namun, di sisi lain aku merasa birahi ku bergejolak untuk pertama kalinya setelah bertemu bu dea tadi. Bagaimana tidak, aku belum pernah sedekat itu dengan wanita yang hanya memakai handuk.

Kulit halus licin bu dea dan lengan sekalnya membuat pikiranku jadi kotor, apalagi tadi bu dea agak menunduk sehingga belahan dadanya mengintip. Sungguh pemandangan yang menggairahkan.

Ini kah rasanya puber?

Aku selalu menahan pikiran kotorku selama beranjak ke masa remaja, karena bapak menyekolahkan ku di sekolah agama sederajat SMP.

Masa masa awal SMA pun aku selalu bergaul dengan orang yang baik baik, hingga akhirnya hari ini. Pikiran kotor itu pun menyeruak. Pikiran mesum yang aku selalu hindari sejak dulu kini mulai membobol pertahanan ku.

Aku tak sabar ingin membuahi mu, Bu Dea.



Aku mengayuh sepeda sambil senyum senyum sendiri membayangkan sedang bersetubuh dengan bu dea.

Pantat bu dea pasti terasa sangat empuk dan kenyal, lalu aku hujamkan kontol ku dalam dalam sambil meremas kedua payudara beliau, uhhhh

Memek bu dea pasti sangat licin dan sempit menyedot-nyedot kontol ku, lalu aku cium dan jilat kulit badan bu dea dengan penuh nafsu.

“Ohh bu dea…” ucapku dalam hati



Terlalu asyik berfantasi, aku sampai melewatkan rumah ku sampai sejauh 100 meter!

Bodohnya aku! Dasar otak udang!



Sesampainya dirumah, ku mendapati ibu sudah pulang dari pasar. Tampak ibu sedang duduk santai senderan di sofa ruang tamu, ibu juga sudah melepas kerudungnya dan memamerkan rambut panjangnya yang tampak berkeringat

Langsung ku sapa ibu dan mengobrol cipika cipiki.

“Eh ibuu, dari pasar yah bu?..”

“Iya, abisnya tadi pagi ibu mau ajak kamu nyari sarapan kamunya susah bangun..:

“Ehehe maaf bu..”

“OH Iya raf, ibu tadi lihat kamu di jalan sepedaan…tapi kenapa kamu bengong gitu..” tanya ibu

“E-ehh itu…uhhh emang lagi bengong aja mungkin bu hehe..” jawabku gagap, karena tak mungkin kuberi tahu ibu kalau aku sedang membayangkan tubuh bu dea. Bisa kena tampar aku.

“Kamu itu ya, kalau lagi dijalan jangan bengong gitu! Bahaya nanti jatuh ibu juga yang repot kan?..”

“I-iya bu maaf…Ohh iya bu, si yudi sakit bu..”

“Loh, sakit apa dia?..”

“Kata bu dea tadi sakit lambung bu..”

“Oalah…kebetulan ibu tadi borong kunyit mumpung lagi murah, bisa tuh buat obatin si yudi..”

“Wah boleh tuh bu..”

“Yaudah yuk temenin ibu jenguk kesana..” ajak ibu kemudian pergi ke dapur untuk mengambil kunyit



Setelah berjalan kaki sejauh kira kira 400 meter, aku akhirnya sampai di kediaman bu dea & yudi. Ya aku dan ibu berjalan kaki karena motor alm bapak sudah ibu jual untuk biaya hidup.

*tok tok tok*

“Bu dea…permisi..” panggil ibu

*tok tok tok*

“Permisi bu dea? Yudi??..” panggil ibu untuk kedua kalinya

“Kemana ini orangnya raf?..”

“Harusnya ada bu, barusan aku ketemu bu dea kok..”

Saat aku dan ibu sedang keheranan di depan teras, sebuah motor datang dan wanita cantik turun dari motor menyapa kami berdua.

“Ehh ada tamu, masuk masuk bu widya..”

Gadis itu adalah Kak Cindy, Kakak perempuan yudi yang sepantaran dengan Kakakku, parasnya sangat cantik dan anggun. Aku sampai yakin pacarnya kak cindy selusin banyaknya.

“Ehh iya kak cindy, ini bawain kunyit buat obatin si yudi..” balasku

“Huh? Yudi sakit?..” ucap kak cindy heran

“Loh emang kak cindy gak tau?..” tanyaku

“Hmm nggak tuh, tadi pagi dia masih seger keluyuran naik sepeda..”

“Ahh udah lah ayo masuk..” ajak kak cindy lalu membuka pintu rumahnya dengan kunci cadangan miliknya

“Hmm tumben nih di kunci rumah..” gerutu Cindy

Aku dan ibu pun masuk dan duduk di sofa ruang tamu.

“Eh iya mau minum apa? Sirup? Es buah juga ada kalau mau..” tawar cindy kepada kami

“Aduh jangan ndy, saya cuma mau ngasih kunyit ini aja…gausah repot repot..” balas ibuku

“Hehe iya kak cindy gausah repot repot..” balas ku ikut ikutan

“Hmm yaudah aku buatin kopi aja ya..”

“Lah??..kok kopi..” ucapku dan Ibu seirama

Sambil berjalan meninggalkan kami ke dapur, kak cindy mengetuk dan meneriaki kamar yudi yang persis di dekat ruang tamu.

*TOK TOK TOK!!*

“YUD BANGUN YUD!!..” teriak kak cindy

Tak lama kemudian pintu kamar yudi pun terbuka, rupanya Ibunya yudi, Bu dea yang keluar.

Namun beliau hanya memakai handuk persis seperti sebelumnya. Aku yang melihatnya jadi senang, pikiran mesum ku kembali lagi.

“Ehh bu dea, habis mandi ya maaf nih ganggu hihi..” sapa ibu ku

“E-engga bu siti..” jawab bu dea sedikit gugup

“Loh terus kenapa pakai handuk doang bu hihi, gerah ya bu..”

“B-bukan bu, i-ini tadi abis di pijetin si yudi hehe..”

“Oalahh den yudi baik banget mau pijietin ibunya pagi pagi gini, tuh raf…yudi aja mau pijetin ibunya, gak kayak kamu..” ejek ibu pada ku

“Cih ogah bu, kan udah biasa sama tukang urut si mamang itu..” balasku ketus

“Oh iya bu bukannya si yudi lagi sakit..” tanya ibu ku

“Ohh soal itu…iya tapi ga parah hehe, perutnya aja tadi nyeri bu siti..” jawab bu dea

“Bisa yah bu mijetin ibunya walau lagi sakit hihi, boleh dong sekali kali saya kesini minta di pijetin hihi..”

“Ehh.. hehehe.. terserah si yudi itumah bu siti, saya nggak bakal melarang kok..”

“Sip dehh ga sabar mau dipijetin anak perjaka hahaha..” canda ibu

“Hushh bu siti jangan aneh aneh ah..”

“Saya bercanda doang bu hahaha, oiya bu ini ada kunyit sebungkus buat den yudi, biar perutnya enakan..”

“Aduh bu siti makasih banyak loh, banyak banget ini..”

“Iya sama sama bu dea, biar si yudi cepet sembuh aja..”

Kemudian Ibu dan bu dea pun lanjut mengobrol ngalor ngidul membahas ini itu sementara aku berusaha menyembunyikan “si joni” ku yang berdiri sedari tadi, karena duduk berdekatan dengan bu dea yang hanya memakai handuk. Tak sabar rasanya ingin pulang dan menuntaskan “hajat” ku ini. Tapi dalam hati, aku merasa sangat iri pada yudi yang tadi pagi memijati tubuh bu dea, pasti sangat lembut kulit bu dea dan harum aroma badannya. Tapi… apa yudi juga punya pikiran mesum pada bu dea? Itukan ibunya sendiri?

Ah tak mungkin yudi berpikiran mesum seperti itu, toh dia anak pintar. Dia jelas hanya membantu orang tuanya.



Singkat cerita, siang harinya aku dan ibu pun pulang ke rumah dan aku buru buru ke kamar mandi untuk mengocok kontol ku, untuk menyelesaikan beban nafsu di selangkangan ku.

*clek clek clek clek clek*

“Ouhh bu dea…tubuh mu….enmgghhhh..”

“Ohh bu dea aku masukin yah…engghhhh ohh..”

*clek clek clek clek clek*

Sambil mengocok, aku bergumam membayangkan bu dea. Lama kelamaan rasanya makin enak, sepertinya aku akan segera ejakulasi.

*clek clek clek clek clek*

“Ohh ohh bu dea…aku mau keluar buu…ohhohhh..”

“Memek bu dea sempit bangettttt aahhhh ohh..”

*clek clek clek clek clek*

*clek clek clek clek clek*

Ahh inilah waktunya, aku akan keluar!

*tok tok*

“Nak…, apanya yang sempit?..”

BLARRRR, Bagai tersambar petir di siang bolong. Ibu berbicara di depan pintu kamar mandi. Namun sudah kepalang tanggung, aku percepat kocokanku dan..

*crett crett*, dua kali aku menembakkan sperma ku ke dinding keramik kamar mandi, setelah itu aku buru buru menyelesaikan mandi.

Selesai mandi aku membuka pintu dan aku mendapati Ibu masih di depan pintu kamar mandi, menatap ku dengan curiga.

“Rafi…jawab ibu, tadi kenapa kamu ibu dengar samar samar ngomong sendiri?!..”

*JLEB* bagai tusukan telak di urat nadi, rupanya Ibu mendengar ku masturbasi barusan. Ah sialll… ku kira situasi sudah aman, padahal ibu terlihat sedang istirahat tadi di kamarnya..

“Uhhh..a-anu…ituu…” ucap ku sangat grogi

“Tadi ibu dengar sempit sempit, apa itu maksudnya rafi?..”

“Uhh..i-inii..bu, kamar mandinya sempit e-eheehe..” ucap ku ngeles

“Hmm?..”

Ibu menatapku dengan sinis, hingga aku pun tak berani menatap matanya. Sedari tadi aku hanya menunduk malu.

“Sempit?..” ucap ibu memecah keheningan

“Iya bu..”

“Iya juga sih raf, hmm..”

Fiuhhh, ku kira ibu akan marah besar. Untung saja aku berbohong tadi, lega sekali melihat wajah ibu sudah tidak menyeramkan lagi.

“Nanti ibu pikirkan raf buat perluas kamar mandi ini, lihat keuangan dulu kan, dah sanah pakai baju..”

“Siap bu..”



Saat aku sedang asik menyisir rambut tiba tiba terdengar teriakan dari kamar mandi.

“HIIIIHHHHHHHHHHHHHH!!!!!..”

“BUUU!! SI RAFIIIII!!..”

Dari lengkingannya jelas itu kak putri, buru buru aku keluar kamar untuk mencari tahu perihal apa barusan.

“Ehhh kakak! Ada apa sih teriak teriak?!...” tanya ibuku yang sudah duluan di TKP

“Si rafi bu! Dia…ihhh!! Jijikk!!!!!..” teriak kakak dari dalam kamar mandi

Seketika aku teringat satu hal..

Aku lupa membersihkan bekas peju ku di dalam sana!

SIALLLLLL!!...

“Rafi ngeluarin putih putih bu di pintu!! Ihhhhhhh jorokkk!!!!..”

“Hahh?? Putih putih??...” ucap ibu

Aku yang sudah berdiri disana tak bisa berbuat apa apa lagi. Ibu langsung menoleh ke arah ku.

Tapi…

Ibu malah tertawa terbahak bahak

“Putih putih?..” ucap ibu sambil menengok ke arah ku

Aku mengangguk sambil menunduk lesu.

“Haaahahahahahahaa….rafiii rafiii…ternyata tadi itu…hahahaahaha..”

“Sempit..sempit…ahahahaa bukan kamar mandi yang sempit…pikiran mu lagi ngeres kan raf!...hahaha..”

Kemudian kakak keluar dari kamar mandi dengan penuh emosi, hingga membanting pintu kamar mandi.

“HIIIHH IBU KOK MALAH KETAWA KETAWA SIIIH???!..” protes kak putri

“Ibu macam apa anaknya ngocok malah ketawa seneng gitu! Aduuhh,, kakak mual tau gak kalian!!..”

“Buat kamu rafi! Awas ya kalau di ulang lagi kakak lapor ke pa ustadz!..” ancam kakakku sambil melotot menunjuk jari telunjuknya di dahi ku

Sejak kejadian sore itu, aku bertekad kembali ke jalan yang benar. Benar benar tidak ada gunanya masturbasi.

Tapi yang namanya mengenal pikiran kotor, sekali terpengaruh pasti sulit lepas.



Keesokkan harinya, setelah pulang sekolah aku berencana menjenguk sohib ku si yudi ke rumahnya. Entah kenapa ia izin tidak masuk hari ini, padahal kemarin bu dea bilang sudah baikkan.

Setelah di depan rumahnya, aku mendapati gerbang rumahnya terkunci.

“Ah percuma udah jalan jauh jauh, mana panas gini.***mahnya di kunci..huff…” gerutu ku dalam hati kesal

Masa bodo lah, aku pulang ke rumah saja.

Sebelum ke dalam rumah, aku sempatkan mampir ke warung untuk menemui ibu.

Namun yang ku temui kak putri sedang melayani makan siang para petani dan pekerja ladang. Ya mereka memang selalu makan siang di warung ibu ku, tanpa mereka usaha kecil kecil-an ibu mungkin sudah gulung tikar.

“Loh kakak, ibu mana? Tumben jaga warung sendiri?”

“Di dalam tuh sama di yudi!..” ucap kak putri agak judes

“Yudi?? Ngapain dia kesini??...Bukannya dia lagi sakit..”

“Gatau tuh, dia sendiri yang kesini…kakak juga tanya jawabnya di suruh bu widya dateng kesini..”

“Aduh itu anak mulai aneh…aku masuk dulu ya kak!..”

Setelah itu aku segerakan masuk ke dalam, dan ya benar ada sendalnya si yudi di halaman. Aku makin penasaran ada perlu apa dia kesini.

*Klek klek klek*

“Lahhh kok dikunci??!!..”

Makin aneh, pintu depan terkunci dari dalam! Aku lalu kembali ke warung

“Kak! Kenapa pintunya di kunci???..”

“Di kunci??! Yang bener kamu!..”

“Liat aja sendiri!..”

Aku lalu mengikuti kakak ke depan rumah. Tidak lupa laci uang di kunci dulu sebelumnya.

Dengan sekali percobaan pintu pun langsung terbuka.

“Nahh ini kebuka raf, e-eh yudi?..”

Rupanya yudi membuka kunci rumah berbarengan dengan kakak. Yudi tak sendirian, ada ibu juga di sampingnya. Ibu hanya memakai handuk tidak seperti biasanya, pakainya pun tak rapih sehingga ibu harus menahan dengan tangan agar tidak melorot.

Wajah mereka tampak ketakutan melihat aku dan kak putri. Bahkan ku perhatikan agak berkeringat.

“Bu, kenapa pintunya di kunci??..”

“Iya bu, kenapa..” tanya aku dan kak putri

“Ah engga kenapa kenapa, takut ada tikus atau musang masuk aja..” jawab ibu dengan santainya

“Raf, gue pulang dulu yak!..” ucap yudi sambil melangkah dengan cepat

“E-ehh yudii lo kenapa ga masuk tadi!!!..”

Yudi tak menjawab, ia malah lanjut berlari pergi.

Ibu pun pergi ke dalam meninggalkan aku dan kakak dalam kebingungan, banyak pertanyaan di benak ku perihal ini.

Semoga saja tidak ada yang aneh aneh..

Selama aku tidak berpikir negatif semua pasti akan baik baik saja, kira kira seperti itu wejangan guru ku di pesantren.

Aku lalu pergi ke kamarku untuk beristirahat sementara ibu kembali membantu kakak di warung depan rumah.



End of part 1

Bersambung….
(Lanjut ke halaman 18)


Index ^_^
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10

Check juga cerita dari sisi Dodi dan Elita dari kampung sebelah 😄
👉 Ibu Terlalu Baik (TAMAT) 👈


By: Asuka_Langley
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd