Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG SUKA MENCOBA {RE-VERSION} (18+Char) ori coy

Status
Please reply by conversation.

Turjas

Semprot Lover
Daftar
26 May 2017
Post
247
Like diterima
284
Lokasi
mana saja
Bimabet
Ya.... Karena dapat teguran dari admin kita edit sedikit ceritanya
semua character bertambah usia 2 tahun wkwk

Untuk ini saya meminta maaf kepada pembaca thread lama yang merasa terganggu dengan setting latar cerita ini sebelumnya, Tak ada gading yang tak retak, entah gading gajah Asia, Afrika, Amerika ataupun gajah Indonesia asli, wkwk


Cerita ini bersifat slow pace (pelan)
so scene XXX akan terjadi setelah build up cerita dirasa cukup
CATATAN: ada huruf E yang dibaca seperti E pada kata sEdap, hehe
Langsung aja deh Cek THIS out

SUKA MENCOBA


PART 1
“Hey Ndra main kerumah yuk..! Aku ada mainan baru “

Itu Fatah temanku satu kelas, satu bangku. Kami berdua tumbuh bersama dari kecil, kami bertetangga dan orang tua kami juga akrab satu sama lain. Namaku Rendra sebentar lagi aku mau lulus SMA, ya bisa dibilang masih tanggung. Saat ini jam 12:15 saat pelajaran kosong, sehingga kami isi dengan berbincang dan bercanda ngalor-ngidul.

“Mainan apaan, Tah?” tanyaku kepada sahabatku itu

“JENGA!” sahutnya cepat.
d891e31224312904.jpg


“Ituuu.., mainan yang susun2 balok terus disodok-sodok itu.. yang ambruk waktu nyodok kalah”

“wah.. habis nyodok, yang ambruk kalah? mainan jorok nih pasti, wkwk”

Wajah Fatah mendadak berubah tanpa ekspresi, kebingungan dan lalu segera berubah menjadi WKKWKWKWK antara kami berdua.

“Bisa aja lo..!”

“HUSH, berisik lo pada.. Bukanya belajar mau kelulusan eh malah gak jelas?!!” terdengar sahutan suara cewek dari arah belakang kami. Dia Reni teman dekat kami yang juga tetangga kami.

“wahai orang-orang cabul, bertobatlah!, ” sahutnya ketus sambil melotot, tapi juga disertai dengan raut senyuman kecil menahan tawa di ujung-ujung bibirnya. Kami pun memandangnya, aku melihat sebenarnya dia juga suka dengan perbincangan kami. Dia memang suka memotong percakapan kami agar bisa ikut masuk dalam pembicaraan.

“aaa.....Nyahut aja kayak bebek lo!” timpal Fatah.

“Bilang aja ingin ikut.. “ sahutku.

Dalam hatiku memang si Reni itu bebek, suarannya yang agak cempreng, dan bodynya yang mirip huruf S membungkuk apabila dia berdiri tegak. Seperti sedang membawa barbel 2 set, 1 set di dadanya dan 1 set di pantatnya yang seksi.

c30f7b1224312874.jpg
8dcfc81224312814.jpg

“wek wak wek wek wek wak wak”

"Kwak kwek kwek kwak kwak kwak”.

Kami bertiga saling bersahutan menimpali satu sama lain, berdebat kusir dengan topik harian, saling menyangkal dan menuduh lucu-lucuan, sampai tak terasa waktu berlalu dan bel pulang pun berbunyi. “TET TET TET”.

Kami bertiga beriringan keluar dari area sekolah dan menunggu angkot untuk pulang bersama. Karena rumah kami searah, tentu saja hal itu sudah menjadi kebiasaan kami. Kami memang tumbuh bersama, Fatah berusia 19 tahun sama dengan Reni, sedang aku 1 tahun lebih muda dari mereka. Tapi kami bersekolah 1 angkatan sejak SD. Entah takdir atau apa, kami bersekolah di tempat yang sama dan sering 1 kelas, walau sejak SMP kelas diacak, hanya 1 kali saja kami berpisah kelas. Benar yang diucapkan Reni sebentar lagi kami akan ujian kelulusan, setelah itu entahlah apakah kami akan terus bersama atau terpisah di jenjang yang selanjutnya.

Reni memutuskan untuk ikut kerumah Fatah setelah perdebatan sengit kami. Dengan syarat dia ganti baju dulu lalu menyusul, sedang aku dan Fatah langsung menuju “TKP” TEMPAT KEJADIAN PERMAINAN yaitu rumah si Fatah.

“Asalamualaikum”, kami berbarengan mengucap salam di depan pintu rumah si Fatah, yang memang sudah terbuka. Seperti biasa kami langsung masuk nyelonong tanpa menunggu jawaban setelah melepas sepatu.

“ASALAAAMUALAIKUUUMM!” Fatah mengulangi dan mengencangkan ucapan salamnya, usil, sambil kami berdua berjalan santai menuju kamar Fatah.

“Walaikum salam” terdengar suara wanita dewasa dari arah dapur, suara ibunya Fatah.

Kutaruh tasku di samping ranjang si fatah lalu kubuka sabuk dan dasi yang seharian melilit pinggang dan leherku. Akupun duduk bersila santai di lantai tekel dingin dikamar si Fatah. Fatah juga melakukan hal yang sama denganku dengan tambahan dia membuka baju seragamnya dan hanya mengenakan kaos dalam saja.

“Rendraa..!” suara ibu Fatah memanggil namaku dari arah dapur.

“HADIR TANTE!” sahutku lantang..

“hahaha” suara tawa Tante Dewi membalas renyah. Namanya Dewi dia wanita cantik dan berkepribadian lembut yang melahirkan sahabatku ke dunia ini. Perawakannya semok-montok menggoda untuk usianya yang masih 37 tahun itu.

“HADAH.. yang dipanggil anak tetangga, anaknya sendiri nggak..!” canda Fatah dengan suara seakan ketus.

“hahaha”, suara lembut tawa pun kembali menimpali”

“Fatah Samudra, anaku sayaang”

“YES MAM, saya disini!” jawab fatah cepat.

Kami bertiga pun tertawa cekikian dalam drama keseharian itu. Seperti yang aku ceritakan sebelumnya memang keluarga kami akrab, keluarga Aku, Fatah dan Reni bisa dibilang saling berteman secara turunan wkwk. Kami bertiga membentuk geng yang kami namai FaReNi.

Fatah mengelurkan JENGA yang dia bahas saat sekolah tadi dalam wadah kain berwarna biru. Aku pun hanya diam dan memperhatikan gerak-gerik si Fatah dengan semangat dan antisipasi.

“Krotak-krotak-krotak” suara balok-balok jenga bertumbukan dengan ubin (tekel) putih di ruangan itu.

“Gini ni..!” suara Fatah mau menjelaskan tapi terpotong dengan masuknya sesosok ibu-ibu cantik, masuk membawa nampan dan 2 gelas sirup berwarna hijau diatasnya. Kemudian dia duduk di depanku bersebrangan, disamping Fatah dan meletakan nampan seisinya itu disamping jenga yang masih berantakan. Saat itu Tante Dewi tidak berhijab, rambut panjangnya yang berwarna hitam terurai indah dan basah ke punggungnnya. Beliau mengenakan pakaian santai rumahan, abaya (daster) tanpa lengan longgar terusan sampai mata kaki berwarna merah jambu, yang bisa membuat pejantan tanggung sepertiku jadi tidak santai dan kikuk. Dilihat takut kurang ajar, mau gak dilihat mata dan leher otomatis melirik dan menengok. Walapun longgar tapi tonjolan-tonjolan di tubuhnya sering kali timbul tenggelam memancing- menggoda. Tersibak bau harum bunga sabun mandi dari tubuhnya, yang memberi kode bahwa beliau habis mandi. Entah mengapa memang Tante Dewi sering mandi di siang hari disekitar waktu kami pulang dari sekolah.

3459e11224312854.jpg



“Silent moment for some awkward minutes” (hening dan bodoh sesaat)

“lho kok pada diem?” Tante Dewi memecah keheningan

“lha lha.. mama motong pembicaraan” timpal Fatah

Aku menyadari bahwa kehadiran ibu si Fatah mengalahkan fokus dan ketertarikan kami berdua terhadap jenga yang akan kami mainkan. Kami berdua memang lagi panas-panasnya mempunyai ketertarikan kepada lawan jenis saat itu. Tak jarang topik pembicaraan kami berdua mengarah ke hal-hal semi-nakal-porno di berbagai kesempatan. Dan memang Tante Dewi kadang jadi topik utamanya.

“Asalamualaikum”. Suara Reni dari depan pintu

“Walaikum salam” kami bertiga menjawab hampir bersahutan

“Masuk Ren” Tante Dewi mempersilahkan.

Tante Dewi beranjak berdiri.

“Mam, mau buat minuman buat Reni ya? Aku aja deh yang buat, mami kan baru aja duduk” Fatah memotong gerakan maminya tiba-tiba.

“eh tumben si ganteng baik” jawaban Tante Dewi lalu kembali duduk bersimpuh

Fatah lalu nyelonong keluar kamarnya dan berpapasan dengan Reni tepat di depan pintu kamar. Sekilas aku lihat Reni mamakai pakaian santai ketat tetapi berhijab, atasanya kaos dan bawahanya jeans.

12526f1224312844.jpg

“Ren ayo ke dapur sebentar” ujar Fatah.

Tanpa menjawab Reni langsung mengikuti Fatah ke dapur.

Aku pun duduk dan membolak-balik balok jenga didepan Tante Dewi. Tante Dewi memperhatikan gerak-geriku tanpa berkata apa-apa.

(Hening)

“Ini mainya gimana Te?” tanyaku tulus penasaran

“Ditumpuk aja, lalu disodok deh..” jawab Tante Dewi

(Hening)

“Nyodoknya pelan atau keras?”

“Tergantung situasi lah.. yang bawah apa yang atas, baru mulai, apa dari tadi..begitu”

“Nyodoknya sampai keluar Tante?”

“Iyalah, kalau ambruk kalah kalau masih berdiri ya lanjut main, giliran”

Waduh pikiran kotor gua kemana-mana anjing dengerin jawaban-jawaban polos Tante Dewi. Mau nimpalin nakal takut kena gampar.

“Tante tahu banyak ya soal jenga”

“Iya dong kan udah diajarin sama yang punya mainan, hehe”

“Kalau nanti main aku tolong diajarin ya Te, takut kalah, hehe”

“Ok sayang, Tante nanti ajarin Rendra sampai mahir” jawab Tante Dewi mengerlingkan matanya dan tersenyum nakal.

WADAW tak kuat rasanya tubuh ini menahan konak. Entah sengaja atau tidak situasi itu terjadi begitu saja. Entah memang demikian atau hanya karena pikiran kotorku saja.

“FATAH, RENI lama amat lo pada ngapain aja”? panggilku lantang mencoba mengusir pikiran kotorku.

“BENTAR BOS mau keluar, eh KELAR ini!”

Aku merasa ujung tongkat kemaluanku agak gatal seperti ingin pipis. Aku beranjak berdiri dan keluar kamar Fatah.

“Eh Rendra mau kemana? Kok Tante ditinggal sendiri”

“Ke toilet Te udah diujung” jawabku.

“grodak-grodak” terdengar suara perkakas dapur yang bertumbukan dengan sesuatu. Aneh pikirku, aku berjalan menuju arah belakang rumah Fatah ke arah dapur dan toilet yang memang berada pada satu lokasi. Dapur Fatah tidak ada pintunya, melainkan hanya tertup kain selambu pembatas sampai lantai dan saat itu posisi kain selambu tertutup. Aku mendekat ke arah selambu pelan-pelan dengan niatan Men-ci-luk-ba-i kedua sahabatku.

“BA-DA-LA!” teriakanku keras sambil menyibak selambu.

“Jancok, kaget COK!” Fatah menimpali dengan latah. Anehnya bukanya segera mendekatiku dan memukul pundaku seperti biasa, Fatah malah membelakangiku, menghadap ke arah kompor sambil membetulkan posisi celana seragam sekolahnya. Sedangkan Reni tiba-tiba berdiri dari posisi jongkok dan juga memunggungiku, keduanya salah tingkah dengan kehadiranku.

“HAHAHAHA” tawaku keras menggema ke seluruh rumah Fatah.

“HAYOOO, ngapain berduaan lama di dapur?” godaku sambil berjalan memasuki kamar mandi.

Belum sempat aku menutup pintu Fatah menyahut

“Bikin minuman anjing.. emang ngapain?!”

Aku pun menutup kamar mandi dan segera mengeluarkan dedek kecil setengah tegang dari resleting.

“Bikin sirup hampir setengah jam, kalian itu bukan bikin kopi atau teh, yang harus nunggu air mendidih. Udah bikin sirup, dua orang, eh lama, GOBE!” tak ada jawaban dari mereka berdua, yang terdengar hanya suara gelas-gelas tertata dan air yang dituangkan. Sialan sirupnya baru dibuat! Dari tadi ngapain aja coba, CURHAT! Dalam hatiku bergumam setengah kesal.

Setelah selesai urusanku dengan dedek, aku keluar dari kamar mandi dan mendapati Fatah dan Reni sudah tidak ada. Aku pun beranjak ke kamar Fatah.

Aku melihat Fatah dan Reni duduk berdampingan bersandar di ranjang Fatah menghadap pintu dan punggung Tante Reni yang sedang mengotak-atik jenga, untuk menyusunya. Kulihat wajah Fatah dan Reni merah padam seperti tidak mau menatapku untuk suatu alasan. Akupun segera duduk di tempat yang tersedia yaitu di samping Tante Dewi. Ku tengok sudah ada 4 gelas sirup ukuran besar di atas nampan, 2 buatan Tante Dewi dan 2 hasil kerja kedua sahabatku barusan.

“Kalian ngapain aja sih tadi?” aku membuka pembicaraan.

“hihihi” malah Tante Dewi yang merespon dengan suara cekikik geli, sedang Fatah dan Reni semakin salting hampir salto.

“Sabar kenapa, temen masih bikin minuman juga” Fatah akhirnya menjawab

“Iya Nih Rendra gak sabaran amat” timpal Reni mendukunya.

“Lah bukanya apa, aneh aja bikin sirup hampir setengah jam, ya gak Te?” timpalku tak mau kalah sambil meminta dukungan dari Tante Dewi.

“hihihi” Tante Dewi hanya cekikikan saja

“Elo Rugi apa Ndra? Elo ditemenin bidadari cantik sambil nunggu kita berdua” jawab Fatah setengah kesal

Fatah memang jago modus, aku kira itu bakat dari lahir untuknya, Fatah tidak pernah canggung berhadapan dengan siapapun, jago berkomunikasi dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi . Walau wajahnya biasa-biasa saja jika dibanding aku. Dalam hati aku setuju, aku ke dapur memang bukan karena gak sabar menunggu, tapi lebih ke arah gak kuat si dedek gatel pengen pipis.

“Iya betul itu, betul”, jawabku menyetujui argumen Fatah di bagian bahwa Tante Dewi itu seorang bidadari.

“Tante Dewi memang bidadari cantik, itu betul, tapi kalian berdua GOBE itu juga betul!”

“GOBE GOBE GOBE GOBE”, responku tak mau kalah. Aku tidak berbakat modus, tetapi karena dari kecil tumbuh bersama Fatah jadinya ketularan. Bakat alamiku adalah cepat belajar, cepat bisa, suka mencoba dan tak mau kalah.

“Udah-udah gak usah bertengkar, ini Tante udah tata semuanya ayo kita main!” ujar Tante Dewi menengahi

“Lho Mama ikut main?” ujar Fatah ingin menegaskan

“Iya nih daripada nganggur, dan tadi Mama udah janji mau bantuin dan ajarin Rendra” jawab Tante.

“Ok dah ayo kita mulai, mainnya tim ya, aku sama Reni, Rendra sama Mama, Gue dulu, baru Rendra terus Reni terus Mama, muter!” Fatah memberi aturan permainan kepada kami bertiga. “Reni dan Rendra kan belum pernah, nah Fatah ajarin Reni, Mama ajarin Rendra” dia melanjutkan.

“Oke BOSS!” aku menyetujui aturan temanku itu, sedang Reni dan Tante Dewi terlihat pasrah saja mengikuti.

“Lihat ini” dan “Dak” Fatah memulai giliranya dan segera menyentil salah satu balok jenga yang berada di tengah secara vertikal, di bagian samping. Bagian yang disentil Fatah terlempar ke perutku, seakan tanda sebuah tantangan untuku. Jenga pun bergoyang cepat dan kembali tenang. Wuih aku yang memperhatikan Fatah menjadi bersemangat. Darah kompetisiku membara gak mau kalah.

“Gua ya” sahutku tidak sabaran. Aku membentuk jariku menjadi sebuah sentilan dan mendekati tumpukan balok mainan itu.

“Eh eh eh, sabar Rendra sayang, jangan ikut-ikut Fatah, itu jebakan” Tante Dewi meraih tanganku menghentikan.

“kalau awal nyodoknya keras ya gak bakal ambruk, nah semakin lama mainya, nyodoknya semakin pelan supaya gak kalah”

Seerrr,, merinding tubuhku merasakan kelembutan tangan Tante Dewi, tubuhku memiliki bulu-bulu halus yang lebih lebat jika dibandingkan dengan teman-teman sebayaku. Itu memang keturunan dari Ayahku. Bulu-bulu halus itu membuat aku lebih peka terhadap sentuhan.

“Oh gitu ya Tan, bukanya kebalik ya.. ?kalau awal nyodoknya pelan kalau mau akhir nyodoknya dipercepat supaya menang”, jawabku spontan gara-gara pikiran kotorku. Memang agak kongslet otaku ini.

“HAHA” Fatah tertawa seolah mendapat DM ke otaknya.

“Eh bukan gitu, ya ambruk dong kalau nyodoknya kekencengan kalau permainan mau berakhir, kan semakin lama semakin goyang tuh tumpukan batang” Tante Dewi tulus menjelaskan.

“Sini Tante bantu keluarin batang kamu”

Seeerrr... batang gua mau dikeluarin ama Tante anjing, pikirku. Wajahku memerah dan tubuhku menghangat.

Tante Dewi membimbing tanganku membentuk penunjuk, mirip dengan jargon 01.

“Yang keras nunjuknya biar kuat, baru didorong pelan-pelan” Bagian balok jenga itupun bergeser keluar perlahan dari tumpukan. Setelah sebagian besar bagian batang jenga itu keluar, Tante Dewi melepas tanganku.

“Nah sekarang disodok keras batangnya juga gak apa-apa, karena dah diujung”

“Beneran gak apa-apa nih, Te”

“Iya gak apa-apa, sodok aja keras-keras keluar dengan aman pasti tu.

“aku sodok ya Te, aku sodok nih.. “ aku mencoba menggoda Tante sambil memandangnya.

“Sodok aja sayang cepet ah”, sahut Tante Dewi tidak sabaran.

Aku sentil bagian jenga yang baloknya mau keluar itu keras-keras dan

“Ahhhhhkh...” tiba-tiba Fatah mendesah seperti wanita film XXX berbarengan dengan sentilanku ke jenga.

“Apaan sih.. ihh..” Reni memukuli pundak Fatah gemas..

Aku dan Fatah tertawa terkakak kompak.

“Eh aku mau godain Tante Dewi malah kamu yang Ahhhh...” hahaha

Tante Dewi tiba-tiba terdiam dan menunduk mulai sadar, bahwa dari tadi pembicaraan kami ini memang menjurus ke arah semi-nakal, seolah dia mengingat kejadian percakapan kami dan memilahnya satu-satu. Kemudian wajahnya memerah perlahan.

Setelah tawa kami reda sekarang giliran Reni yang melanjutkan.

“Kamu Ren sekarang!”, ujar Fatah dengan nada memerintah.

“Gimana, bantuin dong..” Reni merajuk ke Fatah...

“Oke dah, Reni maunya sodokan keras apa pelan?”..

“HAHAHA” Spontan aku tertawa, seolah dapat kiriman WA dari Fatah langsung ke otaku.

Fatah pun membimbing Reni melakukan giliranya, dilanjutkan dengan giliran Tante Dewi dengan jari-jari lentiknya.

Permainan pun berlanjut dengan tertib sembari diselingi candaan ringan yang terkadang berwarna biru muda. Tak terasa waktu sudah sore, pukul 16:30. Dari hasil pertandingan kali ini pemenangnya adalah tim Fatah-Reni dengan skor 6-4 melawan tim Rendra-Dewi. Aku memang kalah tapi tunggu saja nanti, aku akan membalas, ujarku dalam hati. Setelah menghentikan permainan kami hanya duduk-duduk saja berbincang.

“Kalian itu masih kecil tapi becandanya dewasa ya”, ujar Tante tiba-tiba.

“Anak kekinian Mam, haha” jawab Fatah.

......

(Bersambung)

Likes, Apresiasi, dan Jejaknya dinanti

Klik>>>Next

>>LONCAT PART 4 , langsung yg crot
 
Terakhir diubah:
Part 2

“Ren, lo gak pulang? Ntar dicariin babe lo lho” Aku mengingatkan Reni karena sore sudah mulai gelap.

“Iya sih, kayaknya emang harus pulang ni Ndra”, Reni menjawab menyetujuiku. Rumah Reni tidak jauh, hanya sekitar 10 rumah dari rumah Fatah sedang rumahku hanya berjarak 3 rumah saja, tetapi di seberang jalan.

“Ayo aku anterin Ren..” ajak Fatah sembari berdiri sambil memegang dan menarik pergelangan Reni.

Hmm memang aku sudah curiga dari kemarin-kemarin, ni anak berdua kelihatannya punya hubungan lebih. Bukanya cemburu atau apa, hanya saja sebagai sahabat deket kok main rahasia-rahasiaan. Fatah itu sifatnya agak pemaksa tapi perhatian, penyayang dan ganjen, pokok kelihatan wanita pasti di godain. Pernah ada guru wanita baru di SMP kami eh di godain juga sama dia. Jangankan Reni, kadang sama aku aja gitu, digodain sama Fatah gak jelas, sampai pernah ada temen yang ngatain kita homo, wkwk. Kalau aku lebih setuju kalau kita dikatakan seperti saudara yang akrab jadi bercandanya agak abnormal dimata orang lain. Jadi wajarlah kalau Reni juga kena sambar ajian Fatah, asal jangan FATAH HATI aja, kasihan ntar si Reni. Aku sudah menganggap Fatah dan Reni kakaku dan aku adik mereka, karena memang aku paling muda. tapi sudahlah asal mereka sama-sama bahagia.

“Cie-cie-cie”, godaku kepada mereka berdua yang berjalan beriringan keluar kamar. Mereka tidak menjawab candaanku hanya tersenyum dan terus berjalan.

“Mam, Fatah nganterin Reni dulu ya” ujar Fatah kepada Tante yang ada di dapur.

“Iya nak, hati-hati ya, salam sama bapak dan ibu” jawab tante

“Iya Te” jawab Reni lembut.

Perlahan tapi pasti keberadaan mereka menghilang dari kamar itu. Tersisa aku saja seorang diri, karena Tante Dewi sedang sibuk memasak di dapur. Tidur disini apa pulang ya? Tanyaku dalam hati, aku ingin berlatih jenga dan duel sama Fatah, masih penasaran dan ada rasa gak puas dari permainan tadi siang. Waktu pun berlalu, Si Fatah jalan apa merangkak sih, kok lama? Nganterin Reni aja 40 menit belum balik. Dari semenjak mereka berangkat tadi aku memikirkan dan berlatih strategi terbaik untuk memenangkan jenga sambil melihat HP. Jadi bosan juga sendrian di kamar hanya ditemani jenga dan HP. Oh iya, tinggal kita berdua dirumah ini. Aku beranjak ke dapur untuk melihat Tante lagi ngapain, niatnya sih mau bantu-bantu, bantu-bantu ngerusuh, wkwk. Dari kejauhan Tante Dewi terlihat sedang menghadap ke kompor sambil menggera-gerakan tanganya, karena selambu dapur memang sudah tersingkap. Aku mendekatinya sampai dibelakangnya tepat beberapa langkah lalu


“DOR!!!”

“eh kontol, eh kontol!...” responya latah sambil menoleh ke arahku.

“Hahaha, Tante Jorok ih, kontol dipanggil-panggil” tertawaku puas karena berhasil mengagetkan ibu temanku itu, Tante Dewi memang kadang latah, hal itu sangat kontras dari pembawaanya yang biasanya tenang. Dia pun terdiam lalu akupun bergerak mendekatinya.

(plak), "Rendra nakal ah” sambil memukul pundaku ringan. “untung Fatah gak ada”, lanjutnya.

“hahaha, Masak pa Te?” tanyaku mengalihkan sambil bergeser berdiri disampingnya.

“Masak CUUMMI” balasnya sambil moncong bibirnya ke arahku.

“hah? masak CIUMMI, emang enak rasa CIUMMI?” godaku memplesetkan kata cumi.

(Hening)

“enak kok, coba aja!?” Tantangnya kepadaku

(Hening)

(Cup)kucium pipi Tante yang empuk itu”

Aku pun langsung mundur selangkah, pasang kuda-kuda menghindar sebelum terjadi counter attack.

(Hening)

Tapi anehnya serangan balasan tidak terjadi saudara. Beliau tetap sibuk membolak-balik masakan cumi yang telah diselingi ciumi itu.

Loh kok? Ujarku dalam hati heran karena tidak seperti biasanya. Kalau biasanya pukulan fisik mulai dari tamparan atau cubitan di wajah, pundak, dada atau pantatku akan dilancarkanya secara gemas. Becandaan seperti ini memang sering terjadi antara aku dan Tante. Gara-gara belajar dari si Fatah juga, sehingga aku jadi ganjen ama wanita. Karena banyak latihan itu menuju kesempurnaan, itulah prinsipku. Memang yang aku buat praktek selama ini adalah Tante Dewi dan Ibu Kandungku. Ketika Fatah gak ada aku akan lebih berani menggoda Tante Dewi dan Tante Dewi juga lebih berani meresponku. Tante sendiri yang bilang, hanya boleh godain dia secara lebih bila gak ada Fatah, takut salah paham dan ngadu ke bapaknya, kata Tante. Dari sisi aku sendiri sangat disayangkan kalau Fatah salah paham dan persahabatan kami terputus. Yang Fatah tahu hanya sebatas bahwa aku tertarik dengan Tante Dewi dan sebatas goda-godain saja. Kalau ada Fatah harus dibalut candaan dan dalam batas kewajaran dan kita berdua harus sama-sama bisa menahan. Hal ini kami bicarakan sejak beberapa minggu lalu, ketika pertama kali aku bilang kepadanya bahwa aku suka sama dia.

(Hening)

“Hadaah, mau cumi atau CI-UM-MI, emang sama enaknya kok, hihihi” balasnya sambil hepi-hepi pribadi dan melirik-lirik diriku. “Kalau berani, ayo lagi coba!” tantangnya kepadaku.

Serr..Darahku berdesir, tantangan dalam bentuk apapun akan membuat semangatku berkobar, asalkan situasi terkendali kebanyakan aku akan langsung menyanggupinya, kalau situasi gak pas, maka aku akan cari jalan lain untuk memenuhi suatu tantangan. Mendengar tantangan itu aku menoleh ke arah pintu depan sambil menilai situasi, aku lalu mendekat kepadanya, bersiap menyosor pipinya kembali kemudian (CUP!) kali ini bukan kena pipinya, karena saat aku menyosornya dia menoleh dan bibir kami bertemu.

(Gubrak!) akupun kaget dan jatuh ke belakang dengan sendirinya, dia tidak mendorongku, aku melempar diriku sendiri karena hal tak terduga itu. Seolah ada tulisan WARNING: AUTO-KACAU! Dalam kepalaku, dan menyuruhku mundur saat itu juga. Wah ternyata counter attack terjadi, tapi bukan serangan fisik saudara, melainkan mental.

“HAHAHA, makanya jangan main-main sama ibu-ibu berpengalaman, berani nantang, diberi eh malah jatuh ke belakang! ” dia tertawa dengan raut begitu puas melihatku kelojotan bak cacing terjemur diatas wajan. “Ini masih bibir, belum dikasih yang lain” godanya sambil menjulurkan lidahnya menggoda dan mengejek.

Aku menelan ludah dan segera berdiri salting mencoba jaim sambil melihat-lihat apa ada tanda-tanda kembalinya Fatah. Gila ni Tante Dewi counter attacknya tak terduga. Catatan buat diri pribadi diterima, bahwa Tante Dewi itu BAHAYA! JANGAN MAJU TANPA PERSIAPAN YANG MEMADAI! Batinku. Wah, memang babonnya Fatah tidak bisa dianggap remeh. Fatah bisa datang kapan saja, MUNDUR PRAJURIT!

“Ehem.. Tante masak buat makan malam ya?” akupun mencoba mengalihkan topik pembicaraan dan menurunkan tempo.

“Iya Rendra sayang, tante lagi masak buat kita bertiga” jawabnya dengan nada yang dibuat-buat.

“Oh iya, buat Fatah, Tante dan Om Juno ya?” tanyaku belagak bego.

“Lho Om Juno kan kerja, pulangnya 3 hari sekali, kan tadi pagi baru berangkat” jawabnya.

Om Juno adalah ayah dari sahabatku Fatah, beliau bekerja sebagai sopir truk untuk mengantar barang pesanan, bahan makanan, bangunan, furnitur dan sebagainya. Beliau 3 hari kerja 2 hari libur begitu seterusnya. Kalau order lagi rame beliau pernah gak pulang 2 minggu. Keluarga Fatah dibilang berkecukupan tapi sederhana. Semuanya ada dan cukup walau tidak berlebih.

“Oh iya ya.. tapi kenapa aku ikut dimasakin?” tanyaku bego beneran.

“Lah emang gak boleh masakin kamu?, Nanti kalau Fatah sama Tante makan kamu ngliatin aja kaya orang bego gitu?” jawabnya dengan sedikit ketus.

“Oh iya ya..” responku singkat karena tak tahu harus ngomong apa. Catatan pribadi: Serangan mental bisa bikin bego.

Sepertinya tante Dewi sudah mengira bahwa aku akan menginap disini malam ini. Dia sudah mengenalku sejak aku bayi bung, wajarlah kalau aku mudah tertebak oleh Tante.

“Sana gih minta ijin ke Ibu kamu, kalau mau menginap disini.”

“Iya deh Tan, aku pulang dulu sebentar”. jawabku lalu segera bergegas mau pulang

“Eh Rendra nanti waktu ketemu sama Ibumu Elsa, salam dari tante ya bilang aja kangen dari Tante Dewi” ujarnya sembari aku berjalan

“Ok, Say.. , SA-YU-TI!”

Aku pun berlari kecil keluar rumah Fatah tertawa geli, keluar dari pekarangan dan membuka pintu pagar. Dari kejauhan kulihat Fatah berjalan santai menuju rumahnya dari arah rumah si Reni. Aku melambaikan tangan kepadanya.

“Mau kemana lo? KABUR?!” Teriaknya sambil melambai kembali.

“Pulang dulu minta ijin”, timpalku segera. Sialan, siapa gua kok dibilang kabur, pikirku.

Aku menyebrang jalan raya dan segera bergegas menuju rumahku. Tapi sesampainya pintu rumahku tertutup. Aku raih HPku untuk melihat waktu, saat itu pukul 18:30. Aku memegang gagang pintu dan mencoba membukanya.

“Ceklek-ceklek” beberapa kali tetapi tidak terbuka juga. Aku langsung berjalan ke arah samping rumah untuk mencoba pintu dapur. “Ceklek” pintu dapur ternyata bisa terbuka. Rumahku sepi, kemana ibuku ya? Gumamku. Kalau ayahku memang wajar tidak ada dirumah karena sering beliau lembur di kantor. Nama beliau Johan, seorang programmer yang bekerja di salah satu perusahaan developer di kota kami sebagai salah satu kepala direksi. Uang ayahku memang banyak, tapi kerjanya seolah gak berhenti-berhenti, dirumah aja sering beliau bawa PR dari kantor. Aku pun berjalan menuju kamar orang tuaku yang ada di lantai 2. Rumahku memang besar dan bertingkat, sedang kamar ortu ada di bagian belakang, jadi tidak heran Ibuku tidak dengar bila ada tamu datang, sehingga pintu depan lebih baik dikunci bila Ibu sedang sibuk.

“ZZZZZ...ZZZZ...ZZZZZ ah... ah... ah..sssshhh.. ah ah” ketika aku sudah dekat dengan kamar ortuku, terdengar suara seperti HP yang terus-terusan bergetar disertai suara ibuku yang terus mendesah kepedesan. Aku semakin mendekat ke arah kamar ortuku dan menempelkan telingaku ke lubang kunci pintu. Hmmm.. ibuku sedang main Vibrator coy!.. Godain ah...

(Bersambung)

Likes, Apresiasi, dan Jejaknya dinanti

Back
Klik>>>Next
 
Terakhir diubah:
izin pantau
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd