Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG SUKA MENCOBA {REV.3} (18+) ORI (FANTANG MUNDUR)

Bagian mana yang paling bisa dinikmati suhu-suhu, dari cerita ane ini?

  • Humor (yang bikin ngakak/senyum)

  • Setting Cerita (pendahuluan sebelum ekse)

  • Plot Twist (surprise alur)

  • Penokohan (penggambaran sifat karakter)

  • Penyajian/Penyusunan (alur)

  • Kosakata (pilihan kata/rima)

  • Sex Scene (penggambaran ekse)


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.

Turjas

Semprot Lover
Daftar
26 May 2017
Post
247
Like diterima
284
Lokasi
mana saja
Bimabet
Cerita ini berisi Incest (Sedarah) terutama antara Ibu dan anak laki-lakinya nya.
semua karakter utama berusia 18 tahun lebih, dan tidak ada kisah flashback sex underage.

Cerita ini bersifat slow pace (pelan), tidak ujug-ujug sodok.
so scene SEX akan terjadi setelah build up cerita dirasa cukup.
CATATAN: ada huruf E yang dibaca seperti E pada kata sEdap

Link Parts (klik):
PART 1-6 urut di bawah

Part 7 >>>>>>>>Part 12
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11

Langsung aja deh Cek THIS out


SUKA MENCOBA


PART 1
“Hey Ndra main kerumah yuk..! Aku ada mainan baru “

Itu Fatah temanku satu kelas, satu bangku. Kami berdua tumbuh bersama dari kecil, kami bertetangga dan orang tua kami juga akrab satu sama lain. Namaku Rendra sebentar lagi aku mau lulus SMA, ya bisa dibilang masih tanggung. Saat ini jam 12:15 saat pelajaran kosong, sehingga kami isi dengan berbincang dan bercanda ngalor-ngidul.

“Mainan apaan, Tah?” tanyaku kepada sahabatku itu

“JENGA!” sahutnya cepat.
d891e31224312904.jpg
“Ituuu.., mainan yang susun2 balok terus disodok-sodok itu.. yang ambruk waktu nyodok kalah”

“wah.. habis nyodok, yang ambruk kalah? mainan jorok nih pasti, wkwk”

Wajah Fatah mendadak berubah tanpa ekspresi, kebingungan dan lalu segera berubah menjadi WKKWKWKWK antara kami berdua.

“Bisa aja lo..!”

“HUSH, berisik lo pada.. Bukanya belajar mau kelulusan eh malah gak jelas?!!” terdengar sahutan suara cewek dari arah belakang kami. Dia Reni teman dekat kami yang juga tetangga kami.

“wahai orang-orang cabul, bertobatlah!, ” sahutnya ketus sambil melotot, tapi juga disertai dengan raut senyuman kecil menahan tawa di ujung-ujung bibirnya. Kami pun memandangnya, aku melihat sebenarnya dia juga suka dengan perbincangan kami. Dia memang suka memotong percakapan kami agar bisa ikut masuk dalam pembicaraan.

“aaa.....Nyahut aja kayak bebek lo!” timpal Fatah.

“Bilang aja ingin ikut.. “ sahutku sambil bersungut-sungut.

Dalam hatiku memang si Reni itu bebek, suarannya yang agak cempreng, dan bodynya yang mirip huruf S membungkuk apabila dia berdiri tegak. Seperti sedang membawa barbel 2 set, 1 set di dadanya dan 1 set di pantatnya yang seksi.
c30f7b1224312874.jpg
8d63e21229756474.jpg
“wek wak wek wek wek wak wak”

"Kwak kwek kwek kwak kwak kwak”.

Kami bertiga saling bersahutan menimpali satu sama lain, berdebat kusir dengan topik harian, saling menyangkal dan menuduh lucu-lucuan, sampai tak terasa waktu berlalu dan bel pulang pun berbunyi. “TET TET TET”.

Kami bertiga beriringan keluar dari area sekolah dan menunggu angkot untuk pulang bersama. Karena rumah kami searah, tentu saja hal itu sudah menjadi kebiasaan kami. Kami memang tumbuh bersama, Fatah berusia 19 tahun sama dengan Reni, sedang aku 1 tahun lebih muda dari mereka. Tapi kami bersekolah 1 angkatan sejak SD. Entah takdir atau apa, kami bersekolah di tempat yang sama dan sering 1 kelas, walau sejak SMP kelas diacak, hanya 1 kali saja kami berpisah kelas. Benar yang diucapkan Reni sebentar lagi kami akan ujian kelulusan, setelah itu entahlah apakah kami akan terus bersama atau terpisah di jenjang yang selanjutnya.

Reni memutuskan untuk ikut kerumah Fatah setelah perdebatan sengit kami. Dengan syarat dia ganti baju dulu lalu menyusul, sedang aku dan Fatah langsung menuju TKP( Tempat Kejadian Permainan) yaitu rumah si Fatah.

“Asalamualaikum”, kami berbarengan mengucap salam di depan pintu rumah si Fatah, yang memang sudah terbuka. Seperti biasa kami langsung masuk nyelonong tanpa menunggu jawaban setelah melepas sepatu.

“ASALAAAMUALAIKUUUMM!” Fatah mengulangi dan mengencangkan ucapan salamnya, usil, sambil kami berdua berjalan santai menuju kamar Fatah.

“Walaikum salam” terdengar suara wanita dewasa dari arah dapur, suara ibunya Fatah.

Kutaruh tasku di samping ranjang si fatah lalu kubuka sabuk dan dasi yang seharian melilit pinggang dan leherku. Akupun duduk bersila santai di lantai tekel dingin dikamar si Fatah. Fatah juga melakukan hal yang sama denganku dengan tambahan dia membuka baju seragamnya dan hanya mengenakan kaos dalam saja.

“Rendraa..!” suara ibu Fatah memanggil namaku dari arah dapur.

“HADIR TANTE!” sahutku lantang..

“hahaha” suara tawa Tante Dewi membalas renyah. Namanya Dewi dia wanita cantik dan berkepribadian lembut yang melahirkan sahabatku ke dunia ini. Perawakannya semok-montok menggoda untuk usianya yang masih 37 tahun itu.

“HADAH.. yang dipanggil anak tetangga, anaknya sendiri nggak..!” canda Fatah dengan suara seakan ketus.

“hahaha”, suara lembut tawa pun kembali menimpali

“Fatah Samudra, anaku sayaang.......!”

“YES MAM, saya disini!” jawab fatah cepat.

Kami bertiga pun tertawa cekikian dalam drama keseharian itu. Seperti yang aku ceritakan sebelumnya memang keluarga kami akrab, keluarga Aku, Fatah dan Reni bisa dibilang saling berteman secara turunan wkwk. Kami bertiga membentuk geng yang kami namai FaReNi.

Fatah mengeluarkan JENGA yang dia bahas saat sekolah tadi dalam wadah kain berwarna biru. Aku pun hanya diam dan memperhatikan gerak-gerik si Fatah dengan semangat dan antisipasi.

“Krotak-krotak-krotak” suara balok-balok jenga bertumbukan dengan ubin (tekel) putih di ruangan itu.

“Gini ni..!” suara Fatah mau menjelaskan tapi terpotong dengan masuknya sesosok ibu-ibu cantik, masuk membawa nampan dan 2 gelas sirup berwarna hijau diatasnya. Kemudian dia duduk di depanku bersebrangan, disamping Fatah dan meletakan nampan seisinya itu disamping jenga yang masih berantakan. Saat itu Tante Dewi tidak berhijab, rambut panjangnya yang berwarna hitam terurai indah dan basah ke punggungnnya. Beliau mengenakan pakaian santai rumahan, abaya (daster) tanpa lengan longgar terusan sampai mata kaki berwarna merah jambu, yang bisa membuat pejantan tanggung sepertiku jadi tidak santai dan kikuk. Dilihat takut kurang ajar, mau gak dilihat mata dan leher otomatis melirik dan menengok. Walapun longgar tapi tonjolan-tonjolan di tubuhnya sering kali timbul tenggelam memancing- menggoda. Tersibak bau harum bunga sabun mandi dari tubuhnya, yang memberi kode bahwa beliau habis mandi. Entah mengapa memang Tante Dewi sering mandi di siang hari disekitar waktu kami pulang dari sekolah.
3459e11224312854.jpg

“Silent moment for some awkward minutes” (hening dan bodoh sesaat)

“lho kok pada diem?” Tante Dewi memecah keheningan

“lha lha.. mama motong pembicaraan” timpal Fatah

Aku menyadari bahwa kehadiran ibu si Fatah mengalahkan fokus dan ketertarikan kami berdua terhadap jenga yang akan kami mainkan. Kami berdua memang lagi panas-panasnya mempunyai ketertarikan kepada lawan jenis saat itu. Tak jarang topik pembicaraan kami berdua mengarah ke hal-hal semi-nakal-porno di berbagai kesempatan. Dan memang Tante Dewi kadang jadi topik utamanya.

“Asalamualaikum”. Suara Reni dari depan pintu

“Walaikum salam” kami bertiga menjawab hampir bersahutan

“Masuk Ren” Tante Dewi mempersilahkan.

Tante Dewi beranjak berdiri.

“Mam, mau buat minuman buat Reni ya? Aku aja deh yang buat, mami kan baru aja duduk” Fatah memotong gerakan maminya tiba-tiba.

“eh tumben si ganteng baik” jawaban Tante Dewi lalu kembali duduk bersimpuh

Fatah lalu nyelonong keluar kamarnya dan berpapasan dengan Reni tepat di depan pintu kamar. Sekilas aku lihat Reni mamakai pakaian santai ketat tetapi berhijab, atasanya kaos dan bawahanya jeans.
12526f1224312844.jpg
“Ren ayo ke dapur sebentar” ujar Fatah.

Tanpa menjawab Reni langsung mengikuti Fatah ke dapur.

Aku pun duduk dan membolak-balik balok jenga didepan Tante Dewi. Tante Dewi memperhatikan gerak-geriku tanpa berkata apa-apa.

(Hening)

“Ini mainya gimana Te?” tanyaku tulus penasaran

“Ditumpuk aja, lalu disodok deh..” jawab Tante Dewi

(Hening)

“Nyodoknya pelan atau keras?”

“Tergantung situasi lah.. yang bawah apa yang atas, baru mulai, apa dari tadi..begitu”

“Nyodoknya sampai keluar Tante?”

“Iyalah, kalau ambruk kalah kalau masih berdiri ya lanjut main, giliran”

Waduh pikiran kotor gua kemana-mana anjing dengerin jawaban-jawaban polos Tante Dewi. Mau nimpalin nakal takut kena gampar.

“Tante tahu banyak ya soal jenga”

“Iya dong kan udah diajarin sama yang punya mainan, hehe”

“Kalau nanti main aku tolong diajarin ya Te, takut kalah, hehe”

“Ok sayang, Tante nanti ajarin Rendra sampai mahir” jawab Tante Dewi mengerlingkan matanya dan tersenyum nakal.

WADAW tak kuat rasanya tubuh ini menahan konak. Entah sengaja atau tidak situasi itu terjadi begitu saja. Entah memang demikian atau hanya karena pikiran kotorku saja.

“FATAH, RENI lama amat lo pada ngapain aja”? panggilku lantang mencoba mengusir pikiran kotorku.

“BENTAR BOS mau keluar, eh KELAR ini!”

Aku merasa ujung tongkat kemaluanku agak gatal seperti ingin pipis. Aku beranjak berdiri dan keluar kamar Fatah.

“Eh Rendra mau kemana? Kok Tante ditinggal sendiri”

“Ke toilet Te udah diujung” jawabku.

“grodak-grodak” terdengar suara perkakas dapur yang bertumbukan dengan sesuatu. Aneh pikirku, aku berjalan menuju arah belakang rumah Fatah ke arah dapur dan toilet yang memang berada pada satu lokasi. Dapur Fatah tidak ada pintunya, melainkan hanya tertup kain selambu pembatas sampai lantai dan saat itu posisi kain selambu tertutup. Aku mendekat ke arah selambu pelan-pelan dengan niatan Men-ci-luk-ba-i kedua sahabatku.

“BA-DA-LA!” teriakanku keras sambil menyibak selambu.

“Jancok, kaget COK!” Fatah menimpali dengan latah. Anehnya bukanya segera mendekatiku dan memukul pundaku seperti biasa, Fatah malah membelakangiku, menghadap ke arah kompor sambil membetulkan posisi celana seragam sekolahnya. Sedangkan Reni tiba-tiba berdiri dari posisi jongkok dan juga memunggungiku, keduanya salah tingkah dengan kehadiranku.

“HAHAHAHA” tawaku keras menggema ke seluruh rumah Fatah.

“HAYOOO, ngapain berduaan lama di dapur?” godaku sambil berjalan memasuki kamar mandi.

Belum sempat aku menutup pintu Fatah menyahut

“Bikin minuman anjing.. emang ngapain?!”

Aku pun menutup kamar mandi dan segera mengeluarkan dedek kecil setengah tegang dari resleting.

“Bikin sirup hampir setengah jam, kalian itu bukan bikin kopi atau teh, yang harus nunggu air mendidih. Udah bikin sirup, dua orang, eh lama, GOBE!” tak ada jawaban dari mereka berdua, yang terdengar hanya suara gelas-gelas tertata dan air yang dituangkan. Sialan sirupnya baru dibuat! Dari tadi ngapain aja coba, CURHAT?! Dalam hatiku bergumam setengah kesal.

Setelah selesai urusanku dengan dedek, aku keluar dari kamar mandi dan mendapati Fatah dan Reni sudah tidak ada. Aku pun beranjak ke kamar Fatah.

Aku melihat Fatah dan Reni duduk berdampingan bersandar di ranjang Fatah menghadap pintu dan punggung Tante Reni yang sedang mengotak-atik jenga, untuk menyusunya. Kulihat wajah Fatah dan Reni merah padam seperti tidak mau menatapku untuk suatu alasan. Akupun segera duduk di tempat yang tersedia yaitu di samping Tante Dewi. Ku tengok sudah ada 4 gelas sirup ukuran besar di atas nampan, 2 buatan Tante Dewi dan 2 hasil kerja kedua sahabatku barusan.

“Kalian ngapain aja sih tadi?” aku membuka pembicaraan.

“hihihi” malah Tante Dewi yang merespon dengan suara cekikik geli, sedang Fatah dan Reni semakin salting hampir salto.

“Sabar kenapa, temen masih bikin minuman juga” Fatah akhirnya menjawab

“Iya Nih Rendra gak sabaran amat” timpal Reni mendukunya.

“Lah bukanya apa, aneh aja bikin sirup hampir setengah jam, ya gak Te?” timpalku tak mau kalah sambil meminta dukungan dari Tante Dewi.

“hihihi” Tante Dewi hanya cekikikan saja

“Elo Rugi apa Ndra? Elo ditemenin bidadari cantik sambil nunggu kita berdua” jawab Fatah setengah kesal

Fatah memang jago modus, aku kira itu bakat dari lahir untuknya, Fatah tidak pernah canggung berhadapan dengan siapapun, jago berkomunikasi dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi . Walau wajahnya biasa-biasa saja jika dibanding aku. Dalam hati aku setuju, aku ke dapur memang bukan karena gak sabar menunggu, tapi lebih ke arah gak kuat si dedek gatel pengen pipis.

“Iya betul itu, betul”, jawabku menyetujui argumen Fatah di bagian bahwa Tante Dewi itu seorang bidadari.

“Tante Dewi memang bidadari cantik, itu betul, tapi kalian berdua GOBE itu juga betul!”

“GOBE GOBE GOBE GOBE”, responku tak mau kalah. Aku tidak berbakat modus, tetapi karena dari kecil tumbuh bersama Fatah jadinya ketularan. Bakat alamiku adalah cepat belajar, cepat bisa, suka mencoba dan tak mau kalah.

“Udah-udah gak usah bertengkar, ini Tante udah tata semuanya ayo kita main!” ujar Tante Dewi menengahi

“Lho Mama ikut main?” ujar Fatah ingin menegaskan

“Iya nih daripada nganggur, dan tadi Mama udah janji mau bantuin dan ajarin Rendra” jawab Tante.

“Ok dah ayo kita mulai, mainnya tim ya, aku sama Reni, Rendra sama Mama, Gue dulu, baru Rendra terus Reni terus Mama, muter!” Fatah memberi aturan permainan kepada kami bertiga. “Reni dan Rendra kan belum pernah, nah Fatah ajarin Reni, Mama ajarin Rendra” dia melanjutkan.

“Oke BOSS!” aku menyetujui aturan temanku itu, sedang Reni dan Tante Dewi terlihat pasrah saja mengikuti.

“Lihat ini” dan “Dak” Fatah memulai giliranya dan segera menyentil salah satu balok jenga yang berada di tengah secara vertikal, di bagian samping. Bagian yang disentil Fatah terlempar ke perutku, seakan tanda sebuah tantangan untuku. Jenga pun bergoyang cepat dan kembali tenang. Wuih aku yang memperhatikan Fatah menjadi bersemangat. Darah kompetisiku membara gak mau kalah.

“Gua ya” sahutku tidak sabaran. Aku membentuk jariku menjadi sebuah sentilan dan mendekati tumpukan balok mainan itu.

“Eh eh eh, sabar Rendra sayang, jangan ikut-ikut Fatah, itu jebakan” Tante Dewi meraih tanganku menghentikan.

“kalau awal nyodoknya keras ya gak bakal ambruk, nah semakin lama mainya, nyodoknya semakin pelan supaya gak kalah”

Seerrr,, merinding tubuhku merasakan kelembutan tangan Tante Dewi, tubuhku memiliki bulu-bulu halus yang lebih lebat jika dibandingkan dengan teman-teman sebayaku. Itu memang keturunan dari Ayahku. Bulu-bulu halus itu membuat aku lebih peka terhadap sentuhan.

“Oh gitu ya Tan, bukanya kebalik ya.. ?kalau awal nyodoknya pelan kalau mau akhir nyodoknya dipercepat supaya menang”, jawabku spontan gara-gara pikiran kotorku. Memang agak kongslet otaku ini.

“HAHA” Fatah tertawa seolah mendapat DM ke otaknya.

“Eh bukan gitu, ya ambruk dong kalau nyodoknya kekencengan kalau permainan mau berakhir, kan semakin lama semakin goyang tuh tumpukan batang” Tante Dewi tulus menjelaskan.

“Sini Tante bantu keluarin batang kamu”

Seeerrr... batang gua mau dikeluarin ama Tante anjing, pikirku. Wajahku memerah dan tubuhku menghangat.

Tante Dewi membimbing tanganku membentuk penunjuk, mirip dengan jargon 01.

“Yang keras nunjuknya biar kuat, baru didorong pelan-pelan” Bagian balok jenga itupun bergeser keluar perlahan dari tumpukan. Setelah sebagian besar bagian batang jenga itu keluar, Tante Dewi melepas tanganku.

“Nah sekarang disodok keras batangnya juga gak apa-apa, karena dah diujung”

“Beneran gak apa-apa nih, Te”

“Iya gak apa-apa, sodok aja keras-keras keluar dengan aman pasti tu.

“aku sodok ya Te, aku sodok nih.. “ aku mencoba menggoda Tante sambil memandangnya.

“Sodok aja sayang cepet ah”, sahut Tante Dewi tidak sabaran.

Aku sentil bagian jenga yang baloknya mau keluar itu keras-keras dan

“Ahhhhhkh...” tiba-tiba Fatah mendesah seperti wanita film XXX berbarengan dengan sentilanku ke jenga.

“Apaan sih.. ihh..” Reni memukuli pundak Fatah gemas..

Aku dan Fatah tertawa terkakak kompak.

“Eh aku mau godain Tante Dewi malah kamu yang Ahhhh...” hahaha

Tante Dewi tiba-tiba terdiam dan menunduk mulai sadar, bahwa dari tadi pembicaraan kami ini memang menjurus ke arah semi-nakal, seolah dia mengingat kejadian percakapan kami dan memilahnya satu-satu. Kemudian wajahnya memerah perlahan.

Setelah tawa kami reda sekarang giliran Reni yang melanjutkan.

“Kamu Ren sekarang!”, ujar Fatah dengan nada memerintah.

“Gimana, bantuin dong..” Reni merajuk ke Fatah...

“Oke dah, Reni maunya sodokan keras apa pelan?”..

“HAHAHA” Spontan aku tertawa, seolah dapat kiriman WA dari Fatah langsung ke otaku.

Fatah pun membimbing Reni melakukan giliranya, dilanjutkan dengan giliran Tante Dewi dengan jari-jari lentiknya.

Permainan pun berlanjut dengan tertib sembari diselingi candaan ringan yang terkadang berwarna biru muda. Tak terasa waktu sudah sore, pukul 16:30. Dari hasil pertandingan kali ini pemenangnya adalah tim Fatah-Reni dengan skor 6-4 melawan tim Rendra-Dewi. Aku memang kalah tapi tunggu saja nanti, aku akan membalas, ujarku dalam hati. Setelah menghentikan permainan kami hanya duduk-duduk saja berbincang.

“Kalian itu masih kecil tapi becandanya dewasa ya....”, ujar Tante tiba-tiba.

“Anak kekinian Mam, haha” jawab Fatah.

......

(Bersambung)

Likes, Apresiasi, dan Jejaknya dinanti
 
Terakhir diubah:
Part 2

“Ren, lo gak pulang? Ntar dicariin babe lo lho” Aku mengingatkan Reni karena sore sudah mulai gelap.

“Iya sih, kayaknya emang harus pulang ni Ndra”, Reni menjawab menyetujuiku. Rumah Reni tidak jauh, hanya sekitar 10 rumah dari rumah Fatah sedang rumahku hanya berjarak 3 rumah saja, tetapi di seberang jalan.

“Ayo aku anterin Ren..” ajak Fatah sembari berdiri sambil memegang dan menarik pergelangan Reni.

Hmm memang aku sudah curiga dari kemarin-kemarin, ni anak berdua kelihatannya punya hubungan lebih. Bukanya cemburu atau apa, hanya saja sebagai sahabat deket kok main rahasia-rahasiaan. Fatah itu sifatnya agak pemaksa tapi perhatian, penyayang dan ganjen, pokok kelihatan wanita pasti di godain. Pernah ada guru wanita baru di SMP kami eh di godain juga sama dia. Jangankan Reni, kadang sama aku aja gitu, digodain sama Fatah gak jelas, sampai pernah ada temen yang ngatain kita homo, wkwk. Kalau aku lebih setuju kalau kita dikatakan seperti saudara yang akrab jadi bercandanya agak abnormal dimata orang lain. Jadi wajarlah kalau Reni juga kena sambar ajian Fatah, asal jangan FATAH HATI aja, kasihan ntar si Reni. Aku sudah menganggap Fatah dan Reni kakaku dan aku adik mereka, karena memang aku paling muda. tapi sudahlah asal mereka sama-sama bahagia.

“Cie-cie-cie”, godaku kepada mereka berdua yang berjalan beriringan keluar kamar. Mereka tidak menjawab candaanku hanya tersenyum dan terus berjalan.

“Mam, Fatah nganterin Reni dulu ya” ujar Fatah kepada Tante yang ada di dapur.

“Iya nak, hati-hati ya, salam sama bapak dan ibu” jawab tante

“Iya Te” jawab Reni lembut.

Perlahan tapi pasti keberadaan mereka menghilang dari kamar itu. Tersisa aku saja seorang diri, karena Tante Dewi sedang sibuk memasak di dapur. Tidur disini apa pulang ya? Tanyaku dalam hati, aku ingin berlatih jenga dan duel sama Fatah, masih penasaran dan ada rasa gak puas dari permainan tadi siang. Waktu pun berlalu, Si Fatah jalan apa merangkak sih, kok lama? Nganterin Reni aja 40 menit belum balik. Dari semenjak mereka berangkat tadi aku memikirkan dan berlatih strategi terbaik untuk memenangkan jenga sambil melihat HP. Jadi bosan juga sendrian di kamar hanya ditemani jenga dan HP.

Oh iya, tinggal kita berdua dirumah ini. Aku beranjak ke dapur untuk melihat Tante lagi ngapain, niatnya sih mau bantu-bantu, bantu-bantu ngerusuh, wkwk. Dari kejauhan Tante Dewi terlihat sedang menghadap ke kompor sambil menggera-gerakan tanganya, karena selambu dapur memang sudah tersingkap. Aku mendekatinya sampai dibelakangnya tepat beberapa langkah lalu


“DOR!!!”

“eh kontol, eh kontol!...” responya latah sambil menoleh ke arahku.

“Hahaha, Tante Jorok ih, kontol dipanggil-panggil” tertawaku puas karena berhasil mengagetkan ibu temanku itu, Tante Dewi memang kadang latah, hal itu sangat kontras dari pembawaanya yang biasanya tenang. Dia pun terdiam lalu akupun bergerak mendekatinya.

(plak), "Rendra nakal ah” sambil memukul pundaku ringan. “untung Fatah gak ada”, lanjutnya.

“hahaha, Masak pa Te?” tanyaku mengalihkan sambil bergeser berdiri disampingnya.

“Masak CUUMMI” balasnya sambil moncong bibirnya ke arahku.

“hah? masak CIUMMI, emang enak rasa CIUMMI?” godaku memplesetkan kata cumi.

(Hening)

“enak kok, coba aja!?” Tantangnya kepadaku

(Hening)

(Cup)kucium pipi Tante yang empuk itu”

Aku pun langsung mundur selangkah, pasang kuda-kuda menghindar sebelum terjadi counter attack.

(Hening)

Tapi anehnya serangan balasan tidak terjadi saudara. Beliau tetap sibuk membolak-balik masakan cumi yang telah diselingi ciumi itu.

Loh kok? Ujarku dalam hati heran karena tidak seperti biasanya. Kalau biasanya pukulan fisik mulai dari tamparan atau cubitan di wajah, pundak, dada atau pantatku akan dilancarkanya secara gemas. Becandaan seperti ini memang sering terjadi antara aku dan Tante. Gara-gara belajar dari si Fatah juga, sehingga aku jadi ganjen ama wanita. Karena banyak latihan itu menuju kesempurnaan, itulah prinsipku. Memang yang aku buat praktek selama ini adalah Tante Dewi dan Ibu Kandungku.

Ketika Fatah gak ada aku akan lebih berani menggoda Tante Dewi dan Tante Dewi juga lebih berani meresponku. Tante sendiri yang bilang, hanya boleh godain dia secara lebih bila gak ada Fatah, takut salah paham dan ngadu ke bapaknya, kata Tante. Dari sisi aku sendiri sangat disayangkan kalau Fatah salah paham dan persahabatan kami terputus. Yang Fatah tahu hanya sebatas bahwa aku tertarik dengan Tante Dewi dan sebatas goda-godain saja. Kalau ada Fatah harus dibalut candaan dan dalam batas kewajaran dan kita berdua harus sama-sama bisa menahan. Hal ini kami bicarakan sejak beberapa minggu lalu, ketika pertama kali aku bilang kepadanya bahwa aku suka sama dia.

(Hening)

“Hadaah, mau cumi atau CI-UM-MI, emang sama enaknya kok, hihihi” balasnya sambil hepi-hepi pribadi dan melirik-lirik diriku. “Kalau berani, ayo lagi coba!” tantangnya kepadaku.

Serr..Darahku berdesir, tantangan dalam bentuk apapun akan membuat semangatku berkobar, asalkan situasi terkendali kebanyakan aku akan langsung menyanggupinya, kalau situasi gak pas, maka aku akan cari jalan lain untuk memenuhi tantangan tersebut. Mendengar tantangan itu aku menoleh ke arah pintu depan sambil menilai situasi, aku lalu mendekat kepadanya, bersiap menyosor pipinya kembali kemudian (CUP!) kali ini bukan kena pipinya, karena saat aku menyosornya dia menoleh dan bibir kami bertemu.

(Gubrak!) akupun kaget dan jatuh ke belakang dengan sendirinya, dia tidak mendorongku, aku melempar diriku sendiri karena hal tak terduga itu. Seolah ada tulisan WARNING: AUTO-KACAU! Dalam kepalaku, dan menyuruhku mundur saat itu juga. Wah ternyata counter attack terjadi, tapi bukan serangan fisik saudara, melainkan mental.

“HAHAHA, makanya jangan main-main sama ibu-ibu berpengalaman, berani nantang, diberi eh malah jatuh ke belakang! ” dia tertawa dengan raut begitu puas melihatku kelojotan bak cacing terjemur diatas wajan. “Ini masih bibir, belum dikasih yang lain” godanya sambil menjulurkan lidahnya menggoda dan mengejek.

Aku menelan ludah dan segera berdiri salting mencoba jaim sambil melihat-lihat apa ada tanda-tanda kembalinya Fatah. Gila ni Tante Dewi counter attacknya tak terduga. Catatan buat diri pribadi diterima, bahwa Tante Dewi itu BAHAYA! JANGAN MAJU TANPA PERSIAPAN YANG MEMADAI! Batinku. Wah, memang babonnya Fatah tidak bisa dianggap remeh. Fatah bisa datang kapan saja, MUNDUR PRAJURIT!

“Ehem.. Tante masak buat makan malam ya?” akupun mencoba mengalihkan topik pembicaraan dan menurunkan tempo.

“Iya Rendra sayang, tante lagi masak buat kita bertiga” jawabnya dengan nada yang dibuat-buat.

“Oh iya, buat Fatah, Tante dan Om Juno ya?” tanyaku belagak bego.

“Lho Om Juno kan kerja, pulangnya 3 hari sekali, kan tadi pagi baru berangkat” jawabnya.

Om Juno adalah ayah dari sahabatku Fatah, beliau bekerja sebagai sopir truk untuk mengantar barang pesanan, bahan makanan, bangunan, furnitur dan sebagainya. Beliau 3 hari kerja 2 hari libur begitu seterusnya. Kalau order lagi rame beliau pernah gak pulang 2 minggu. Keluarga Fatah dibilang berkecukupan tapi sederhana. Semuanya ada dan cukup walau tidak berlebih.

“Oh iya ya.. tapi kenapa aku ikut dimasakin?” tanyaku bego beneran.

“Lah emang gak boleh masakin kamu?, Nanti kalau Fatah sama Tante makan kamu ngliatin aja kaya orang bego gitu?” jawabnya dengan sedikit ketus.

“Oh iya ya..” responku singkat karena tak tahu harus ngomong apa. Catatan pribadi: Serangan mental bisa bikin bego.

Sepertinya tante Dewi sudah mengira bahwa aku akan menginap disini malam ini. Dia sudah mengenalku sejak aku bayi bung, wajarlah kalau aku mudah tertebak oleh Tante.

“Sana gih minta ijin ke Ibu kamu, kalau mau menginap disini.”

“Iya deh Tan, aku pulang dulu sebentar”. jawabku lalu segera bergegas mau pulang

“Eh Rendra nanti waktu ketemu sama Ibumu Elsa, salam dari tante ya bilang aja kangen dari Tante Dewi” ujarnya sembari aku berjalan

“Ok, Say.. , SA-YU-TI!”

Aku pun berlari kecil keluar rumah Fatah tertawa geli, keluar dari pekarangan dan membuka pintu pagar. Dari kejauhan kulihat Fatah berjalan santai menuju rumahnya dari arah rumah si Reni. Aku melambaikan tangan kepadanya.

“Mau kemana lo? KABUR?!” Teriaknya sambil melambai kembali.

“Pulang dulu minta ijin”, timpalku segera. Sialan, siapa gua kok dibilang kabur, pikirku.

Aku menyebrang jalan raya dan segera bergegas menuju rumahku. Tapi sesampainya pintu rumahku tertutup. Aku raih HPku untuk melihat waktu, saat itu pukul 18:30. Aku memegang gagang pintu dan mencoba membukanya.

“Ceklek-ceklek” beberapa kali tetapi tidak terbuka juga. Aku langsung berjalan ke arah samping rumah untuk mencoba pintu dapur. “Ceklek” pintu dapur ternyata bisa terbuka. Rumahku sepi, kemana ibuku ya? Gumamku. Kalau ayahku memang wajar tidak ada dirumah karena sering beliau lembur di kantor. Nama beliau Johan, seorang programmer yang bekerja di salah satu perusahaan developer di kota kami sebagai salah satu kepala direksi. Uang ayahku memang banyak, tapi kerjanya seolah gak berhenti-berhenti, dirumah aja sering beliau bawa PR dari kantor. Aku pun berjalan menuju kamar orang tuaku yang ada di lantai 2. Rumahku memang besar dan bertingkat, sedang kamar ortu ada di bagian belakang, jadi tidak heran Ibuku tidak dengar bila ada tamu datang, sehingga pintu depan lebih baik dikunci bila Ibu sedang sibuk.

“ZZZZZ...ZZZZ...ZZZZZ ah... ah... ah..sssshhh.. ah ah” ketika aku sudah dekat dengan kamar ortuku, terdengar suara seperti HP yang terus-terusan bergetar disertai suara ibuku yang terus mendesah kepedesan. Aku semakin mendekat ke arah kamar ortuku dan menempelkan telingaku ke lubang kunci pintu. Hmmm.. ibuku sedang main Vibrator coy!.. Godain ah...

(Bersambung)

Likes, Apresiasi, dan Jejaknya dinanti
 
Terakhir diubah:
Part 3
ce99b81225198914.gif
“Ceklek-ceklek, Dok Dok DOK”, Bun.. BUN.. Rendra minta dong!..”

“ ceklek-ceklek, Bun!,, Bun!,,.. Jangan dihabisin sendiri dong!.. dok dok dok” Aku mencoba membuka lalu menggedor pintu ruangan kamar, tempat ibuku yang sedang memanjakan sarang ularnya itu.

Lalu aku diam menunggu reaksinya. Tak ada suara sama sekali, suara desahan maupun getaran ataupun jawaban dari wanita yang telah melahirkanku. Hahaha saat ini pasti dia lagi salting gak karuan, bingung dan gak ngerti mau ngapain, terusin ah..

“Bunda makan gorengan dicabein kok, gak bagi-bagi ke Rendra sih..”

“Buka pintunya Bun.. Dok dok dok..”

“I..iya be.. bentar Ndra.. Bunda masih ganti baju...” ku dengar suaranya menjawab seranganku itu.

“ Aku dobrak nih ya?”

(Ceklek) pintu kamar itu terbuka, munculah wanita dengan wajah bagai mencari uang jatuh, tak berdaya ,menahan malu yang luar biasa. Saat itu dia memakai baju lingerie hitam sexy untuk menemaninya bermain.
08d2831225198134.jpg

Namanya Elsa Yulistia, Wanita berperawakan sedang, yang dulu memiliki tubuh langsing yang sekarang jadi sedikit melebar, orang bilang dia BBW (Big Body Woman) walau masih bisa dibilang gak gendut-gendut amat. Jablay-akut itulah yang bisa aku katakan untuk mendeskripsikan kondisinya saat ini. Sejak Ayahku Johan jarang merawatnya secara batin Ibuku jadi kurang memperhatikan penampilanya, sering murung dan melamun. Stress yang terkumpul dalam dirinya dia lampiaskan dengan ngemil dan makan.

Tetapi sejak aku mengutarakan masalah ini ke Tante Dewi, Tante Dewi memberikan ide bahwa kitalah yang harus membahagiakanya, orang-orang yang care dengan dia. Saat itu pula aku mulai menggoda dan merayu dia, ibuku sendiri, untuk mengisi kekosongan dalam dirinya. Dan inilah salah satu hasilnya, dia jadi suka olahraga di sela-sela waktu senggangnya, walaupun baru sebatas berolahraga dengan vaginanya. Ini adalah sebuah kemajuan setidaknya beliau bisa sedikit keluar keringat dan diharapkan akan bisa kembali menghidupkan gairah hidup seksualnya.

Pintu kamar itu terbuka separuh saja, beliau berdiri menutupi celah terbuka itu seolah tidak memperbolehkanku masuk untuk menutupi SCENE kejadian perkara dibelakangnya.

“Enak ya bun rasanya?” cletuku kepadanya dengan ekspresi wajahku yang aku pasang menyelidik.

Kepalanya jadi bergerak semakin gak karuan memandangi lantai, entah kenapa kayaknya uang yang tadi jatuh itu jumlahnya jadi banyak dan bersifat gaib.. jadi ingat kisah uang gaib yang dijatuh-jatuhin ke lantai yang aku pernah lihat di Yt, wkwkwk.

“Ka.. kamu ngomong apa sih Ndra?” jawabnya sambil tak berani memandangku.

“Itu... rasa gorengan yang barusan Bunda makan ama cabe...!”

“Tadi aku dengar, eh... ada suara Bunda kepedesan.. hahaha” ku keluarkan tawaku sekenanya

Dia ingin mengucapkan sesuatu, Belum sempat dia berbicara, aku langsung memotongnya.

“Ga pa pa kok Bun, Rendra ngerti kok, ini kan bukan pertama kalinya.. hehe”, dia pun tidak jadi berbicara. Tersirat ada gesture lega yang terpancar dari Bundaku ini, tetapi mukanya semakin memerah. Godain bunda sukses hahaha.
“Eh Bun, Rendra mau minta ijin buat nginep di rumah Fatah Bun, boleh?”

Dia seperti berpikir sejenak dan lalu menjawab, “Terus Bunda sama siapa dong di rumah?”, saat inilah baru mata kami bertemu.

“hemm... oh iya, kan Om Juno lagi kerja nih, gimana kalau Bunda juga ikut dan nanti bisa sekamar sama Tante Dewi deh”

“oh iya, aku juga baru ingat.. Tante Dewi bilang kalau dia kangen ama Bunda..”

“O..Oke deh, bunda ganti baju dulu.. entar Bunda nyusul, sekalian WA Ayahmu, siapa tahu dia pulang nanti malam”

“Ok Bun, Eh Bun besok besok kalau makan gorengan ajak Rendra ya, haha” aku pun langsung lari menjauh menghindari counter attack fisik dari Bundaku wkwk.


................


Sesampainya di rumah Fatah aku dapat melihat dari depan pintu, meja makan sudah tertata rapi, tapi orangnya pada gak ada, belum sempat aku ucap salam, sayup-sayup terdengar suara pembicaraan dari arah kamar Fatah dan ada namaku disebut-sebut. Aku pun mendekat ke arah suara itu dan memutuskan untuk menguping dari balik dinding tepat di samping pintu.


“Gimana nak, lancar sama Reni..?” suara tante dewi terdengar tepat ketika aku akan sampai di kamar Fatah.

“Lancar Mam, Fatah gitu loh..” jawab Fatah dengan PDnya

“Baguslah.. semoga masalah kamu bisa teratasi... Tapi kalau begituan jangan sampai tahu Rendra ya, nanti jadi gak sip”

“I.. Iya Mam, emang bener saran Mami..” jawab Fatah


Apa sih maksudnya? Pikirku dalam hati. Aku dah tahu kok kalau Fatah jalan sama Reni, Fatah punya masalah? Kalau ada aku gak sip? Wah emangnya aku ini pengganggu hubungan mereka pa? hmm aku berpikir sesaat dan tersadar ada gerakan orang keluar dari kamar. Aku segera berlari lirih kembali ke pintu depan dan mengucap salam seolah-olah aku baru saja sampai.


“AsalamualaiKOuM!” bertepatan dengan Tante Dewi keluar dari kamar Fatah,

“Walaikum salam! Masuk Ndra, ayo makan sama-sama, makanan dah siap.. Ayo nak makan” Tante Dewi menjawab salamku dan segera menyuruh aku dan Fatah untuk makan bersama.

Kami pun duduk berdampingan di kursi meja makan yang berbentuk bundar itu dan mengambil porsi makan masing-masing, lalu mulai makan. Saat makan itu aku berpikir tentang apa sih maksud dari percakapan Tante Dewi dan Fatah barusan? Aku tidak dapat menyimpulkan suatu yang dapat meyakinkanku. Lamunanku pun tiba-tiba ambyar.

“Enak nih Mam cuminya..” ujar Fatah memuji masakan maminya di tengah proses makan malam kami itu.

“Iya dong.. apalagi kalo ditambah CIUMI..”

(OHOK), mendengar jawaban tante Dewi kepada Fatah itu, seolah cumi yang aku makan kembali hidup dan nyangkut di tenggorokanku. Hemm kena deh gua, pikirku.

“hahaha”, Tante Dewi tertawa ngakak memperhatikanku yang sedang mengalami tersedak itu, sedangkan Fatah baru ngeh beberapa saat kemudian kalo maminya memplesetkan kata cumi menjadi CIUMI lalu ikutan tertawa juga, tanpa tahu kronologi detailnya. Tante Dewi lalu berdiri dan mengelus-elus pundaku sambil memberikan segelas air.

“Asalamualaikum”, terdengar suara wanita mengucap salam dari luar, kulihat Bundaku sudah datang.

“Walaikumsalam” kami pun menjawab spontan.

“Eh Elsa.. masuk Sa..” Tante Dewi mempersilahkan Bunda untuk masuk

Bunda berjalan menghampiri kami dan berdiri di dekat aku duduk, cipika-cipiki sama Tante Dewi dan menyodorkan tangan kepada Fatah untuk dicium. Kuperhatikan bunda memakai baju terusan 1 potong sampai paha malam itu, berhias cantik tapi sewajarnya dan membawa tas kulit hitam yang lumayan besar. Mungkin Isinya baju ganti, tapi kok banyak amat? selain itu apa ya? Masak gorengan? Pikirku dalam hati.
080d481225198364.png

“Ayo ikut makan”, Basa-basi Tante Dewi kepada Bunda.

“Bunda dah makan kok Te, habis makan gorengan barusan” cletuku

(ceplak) tangan bunda memukul pundak yang barusan dielus-elus tadi, aku pun cengingisan gak konsen makan setelah kejahilanku sendiri. Tante Dewi dan Fatah hanya bisa bingung melihat keakraban kami karena gak ngerti maksud sebenarnya.

“Udah makan aku Wi, tapi bukan GOrengan” jawab bunda sembari mencubit pipiku ketika dia menyebut gorengan.

Bunda pun lalu duduk diantara aku dan Tante Dewi menemani kita makan. Makan malam itupun diwarnai kehangatan canda persahabatan 2 generasi, Aku dan sahabatku Fatah, serta Bunda dan sahabatnya yaitu Tante Dewi.

...............

Pukul menunjukan 20:19, setelah prosesi makan malam, aku dan Fatah masuk kedalam kamar dan meneruskan bermain Jenga, sedangkan Bunda dan Tante Dewi berbincang di ruang tamu sambil rebahan melihat Tivi.



{POV Dewi}

“Say semua udah siap?”

(Bersambung)

Cepetin ganti page dong hu.. hehe... :D
Like, apresiasi dan Komennya dinanti..
 
Terakhir diubah:
PART 4

Tanpa menjawab, kulihat dia menunjuk ke tas kulit hitam yang dibawanya sebagai isyarat bahwa didalamnya ada hal-hal yang kami perlukan.

“Ayo ke kamar!” ajaku kepada Elsa.

Dia hanya mengangguk saja, berdiri lalu menjinjing tas yang dibawanya tadi. Aku berjalan menuju kamarku sedang Elsa mengikuti di belakangku.

Kami berjalan melewati kamar anaku Fatah yang sedang bermain sodok-sodokan batang dengan saudara sepersusuannya Rendra Mahardika, walaupun dia belum tahu kalau dulu dia pernah nenen di puting-putingku ini dan menyerap air kehidupan dariku. Dulu Elsa adalah wanita karir yang bekerja sebagai sekretaris saat awal pernikahan mereka. Hal itu membuat Rendra sering dititipkan kepadaku untuk aku rawat ketika dia sedang bekerja.

“ULANG, ULANG..!” suara Rendra setengah berteriak kepada Fatah.

Anak yang suka goda-godain aku itu belum tahu kalau air susuku mengalir deras dalam tubuhnya. Aku adalah ibu susunya yang dia ingini sebagai kekasihnya. Awalnya aku tidak berpikir macam-macam, kupikir hanya sebatas kemanjaan seorang anak kepada sosok wanita sebaya ibunya yang sudah dia kenal sejak dia bayi, atau karena hanya ikut-ikutan kelakuan genit si Fatah. Tapi entah kenapa aku mulai merasa hangat dan geli disetiap bagian kewanitaanku ketika kemanjaan itu terjadi, mulai dari keseluruan tubuhku secara umum, 3 biji pentilku, 2 atas 1 bawah, bahkan liangnya sekalian juga membasah becek disetiap godaanya.

Sampai ketika akhirnya dia confess kalau dia tertarik kepadaku sebagai seorang wanita beberapa waktu lalu. Momen itu akhirnya membuatku tersadar sepenuhnya, karena memang aku bukan wanita yang tidak tahu akan seksualitasku sendiri. Sehingga bukanya menolak, aku menerima pengakuanya itu tanpa berpikir dua kali. Hal itu terjadi mungkin karena ada Wifi full bar yang terkonek diantara kami, yang orang bilang chemistry. Dia menginginkanku dan aku juga ingin dia, anak susuku Rendra. Tetapi kami belum mencapai titik puncak dalam hubungan ini, dan aku yakin petualangan kami masih panjang.

“hahaha.. 3-0 bro..” Fatah menjawabnya sembari tertawa puas.

(krotak, krotak, krotak) lalu jenga pun disusun kembali.

Yang tertawa itu adalah anak kandungku semata wayang, yang berarti anak tunggal, Fatah, walau ada juga wayang yang matanya 2, tapi sudahlah namanya juga peribahasa. Seorang anak yang pernah mendiami rahimku selama 9 bulan, dan keluar ke dunia ini lewat jalan lahir sekaligus jalur kenikmatan seksual miliku ini, sebuah vagina yang entah sudah berapa batang yang bersarang di dalamnya.

Menurut akte si Fatah ini anak dari suamiku Juno, tapi aku ragu jika harus bilang 100% bahwa dia anaknya Juno, walau Juno lah yang paling sering memakai onahole hidup miliku ini sebelum Fatah ada. Dulu aku sempat berpikir bisa jadi dia anak Johan ayah si Rendra, kalau itu benar maka mereka berdua tidak hanya saudara sepersusuan tapi juga saudara satu ayah. Tapi kulihat dia tidak memiliki ciri-ciri turunan dari Johan sama sekali, jadi mungkin bukan. Atau mungkin anak dari Juri, karena ada beberapa kemiripan denganya memang. Atau mungkin juga salah satu teman SMA ku dulu yang pernah mencobaku. Atau juga salah satu Om-om senang random tak kukenal yang pernah menyewaku. Ah sudahlah yang jelas saat aku tahu aku hamil, hanya Juno lah yang melamarku dari sekian banyak pria yang menafkahiku beberapa bulan sebelumnya, so aku menerimanya, thats it, daripada harus hamil tanpa suami atau ******.

Yang jelas Fatah adalah anak kandungku, karena 100% aku melihat dan merasakan saat aku dorong dia dari perutku, lalu keluar lewat memeku, selain itu naluri keibuanku kuat terhadapnya, jadi gak mungkin tertukar waktu dirumah sakit. Diperkuat lagi dia mewarisi trait fisik, sifat dan libidoku yang besar, yang terlihat dari raut wajah, perilaku dan kegigihanya mendekati wanita-wanita yang dia temui di kehidupanya. Entah berapa wanita yang sudah dia perawani dan entoti. Dia cerita sih beberapa, cuma ya gak kehitung, hihihi. Dasar darah dagingku, siapa sih yang ngajarin dia kaya gitu? YA AKULAH, siapa lagi coba? Wong papanya jarang dirumah.

Sayang dia punya beberapa masalah yaitu mudah “bosan” dan gampang kehilangan gairah menjalani hubungan dalam waktu lama, nafsunya akan hilang begitu saja, dia pernah bercerita kalau kontolnya sampai gak bisa ngaceng bila jalan dengan wanita yang itu-itu saja, masalah yang tidak akan pernah terjadi kepadaku sebagai seorang wanita, karena seorang wanita siap dipakai kapan saja.

Semoga dengan Reni tidak demikian. Aku menyarankan kalau dia mencoba jalan dengan Reni, karena mereka tumbuh bersama. Kalau dilihat dari sejarah mereka berdua, aku anggap Fatah sangat betah bergaul dengan Reni walau awalnya hanya sebagai teman dan sahabat. Awalnya Fatah menolak, karena khawatir hubungan persahabatan mereka bisa rusak. Tapi kekhawatiran itu sangat kecil bila dibandingkan kekhawatiran bahwa Fatah bisa saja depresi, minder maupun impotensi dini jika masalahnya itu terus berlanjut.

Aku hanya khawatir bahwa keakraban itu tidak hanya terjadi diantara mereka berdua, karena juga ada Rendra. Cara ini belum tentu berhasil dan beresiko jika Fatah “bosan” dengan Reni, maka memang bisa jadi persahabatan mereka bertiga terganggu. Untuk mengantisipasi, aku sarankan Fatah menjalin hubungan cinta dengan Reni tanpa adanya Rendra diantara mereka, supaya jika ternyata gagal, masih ada Rendra yang bisa bersikap netral menyatukan mereka kembali.

Aku bisa melihat bahwa sebenarnya Fatah dan Reni bisa lebih akrab bersahabat, bercanda dan tertawa saat ada Rendra. Karena kalau ada Rendra suasana jadi seru dan ramai, itulah daya tarik terbesar yang dimiliki Rendra, selain wajahnya yang tampan, posturnya yang gagah, aroma tubuhnya yang muski, bulu-bulu halus di tubuhnya dan ehem, gundukan yang lumayan menyembul di celananya, yang membuat diriku sering menjadi hangat-hangat kuku hanya dengan keberadaanya didekatku. Aduh kok kemana-mana.

Intinya sebagai seorang ibu aku hanya berharap, semoga masalah yang Fatah miliki bisa berhasil diatasinya dengan lancar dan semoga hanya sebatas kebosananan wajar saja, bukan masalah lain yang lebih kompleks.

........

Terlihat mereka berdua bermain dengan sangat seru. Baru mainan batang-batangan bisa seseru itu, belum juga kalau batang asli mereka yang dimainin, pikirku. Hush! Dewi jangan nakal, hardiku kepada diriku.

........

Kami ada di kamarku, aku telah selesai berganti baju dan Elsa pun juga sudah bersiap. Aku memakai abaya hitam sepotong, longgar terusan sampai menutupi mata kakiku yang sekilas membuatku seperti kurungan burung tinggi di selimuti, lengkap dengan hijab, sarung tangan dan niqab (cadar) untuk menutupi kepala, tangan dan wajahku, no bra no panty, sejuk jeng coba aja, hihi. Aku merasa kedua putingku sudah ngaceng dan berair susu dari tadi dan memeku juga sudah becek hanya karena rangsangan angin semilir dan gesekan kain abaya ini ketika aku bergerak kesana-kemari.
6209d31226223024.jpg
f927e81226222984.gif

Elsa sahabatku memakai jaket winter terusan ditambahi masker ala-ala orang sedang pilek dan kulihat dia memakai choker kain sebagai tambahan pemanis di lehernya. Dibalik jaket itu hanya ada stocking sepaha saja, selain itu tidak ada 1 potong pakain pun yang menutupi badan besarnya yang masih berusia 37 itu, tapi walaupun aku bilang besar tetep bisa bikin lelaki ngaceng kok, karena memang masih hot bahkan dimata aku yang seorang wanita. Masalah dia bukan secara fisik sebenarnya, tapi lebih ke arah psikologi. Dia memang pemalu dan pendiam dari dulu, dia seorang yang penurut, maka akulah yang harus membimbingnya dan mengajak dia dalam petualangan-petualangku. Hal ini terjadi sejak aku tahu dia butuh bantuan akibat jarang dibelai oleh si bodoh Johan, dari Rendra yang bercerita kepadaku.
644dbd1226223054.jpg
d34f4e1226223304.gif

Kami ini berkebalikan dari segi fashion, dulu dia berhijab syar’i yang lalu melepas atribut itu karena suaminya tidak suka. Sedang aku dulu yaaa, bisa dibilang lebih syar’i jika dibandingkan orang yang telanjang bulat, haha, kemudian berubah menjadi Syar’i kaffah (menyeluruh) sejak Juno menyuruhku, karena kata Juno dia ingin tobat setelah menikahiku.

Awalnya aku percaya saja sama dia tapi ternyata tobat dia itu singkatan dari soto babat. Kalau dia suka kebebasan, maka dia tidak berhak membatasiku dong, ya gak? Aku tahu kok kalau dia punya banyak simpanan wanita diluar sana. Pekerjaan dia sebagai sopir truk yang jarang pulang tanpa diimbangi pendapatan yang sesuai dengan kerjaanya, penghasilan sopir truk itu besar lho, apalagi kalau ramai orderan. Yang aku terima cukup sih buat kehidupan aku dan Fatah, tapi aneh saja karena yang aku terima pas-pasan. Aku curiga kalau dia ikut-ikutan poligami di luar sana. Dan kecurigaanku itu semakin meyakinkan dari barang-barang yang aku temukan di dompet, lemari bajunya dan track record transaksi banknya.

Bodo amat ah, mau poligami atau colok sana-colok sini tanpa dinikahi, itu bukan urusanku, yang penting aku bisa bahagia dengan caraku sendiri bersama orang-orang yang aku sayangi. Fatah, Rendra, dan Elsa karena mereka membuat hari-hariku ceria dan menyenangkan dan aku merasa diterima apa adanya tanpa ada kemunafikan diantara kami. Tidak ada janji-janji yang ada adalah aksi-aksi.

“Kayanya sudah siap kita say” ujarku.

“Heem Say.. langsung berangkat ini Say? Tanyanya kepadaku.

“ Ayo kita cek dulu perlengkapan sebelum berangkat sekali lagi Say”

Kami pun menata ulang perlengkapan-perlengkapan kami sebelum memasukanya ke dalam tas. Ada baju ganti, beberapa pakaian dalam, kondom, tissue, beberapa juta uang tunai, kartu identitas, HP dan beberapa adult toys milik kami berdua. Tak lupa kami membawa 2 buah taser untuk jaga-jaga, kalau ada yang kasar-maksa langsung setrum kontolnya.

Setelah itu kami berdua berdiri berdampingan di depan kaca besar di dinding kamarku, untuk melihat kembali dan merapikan penampilan kami untuk terakhir kalinya sebelum kita kemon.

“Hmm Tampak normal,”

2e679a1226223094.jpg
3e02a31226223114.jpg

“Efektif dan efisien, terlihat sopan dari luar, tapi tinggal sorong kapan saja, iya gak Say?”, kelakarku disambut memerahnya wajah Elsa sahabatku.

Kami pun lalu merapikan pakaian kami membereskan barang-barang itu kedalam tas kulit milik Elsa dan segera keluar kamar. Kami berjalan menuju pintu depan saat aku dengar suara kekasih brondongku Rendra bersorak gembira.

“YAY, akhirnya gua menang “ sorak Rendra gembira

“Halah.. baru menang sekali, skor masih 5-1 juga” timpal anaku Fatah sedikit kesal

“BRO, yang penting KE-MA-JUAN. Hahaha” lanjut Rendra

Kami pun sampai di depan kamar mereka

“Kalian berdua jaga rumah ya sayang.. Mami sama Bunda mau jalan dulu” kataku kepada mereka yang membuat mereka berdua menoleh ke arah kami.

“Mainya jangan kemaleman. Besok masih sekolah” aku menambahi.

“Mau kemana Tante?” tanya Rendra penasaran.

“Ada deh,, mau tau aja..” godaku kepadanya dengan sebuah senyuman dan kerlingan.

Kulirik Elsa sembari mengucapkan hal itu, kulihat dia hanya menunduk saja sambil menyibakan sisi rambutnya ke belakang tak berani sedikitpun memandang anaknya Rendra yang memandangi kami berdua silih berganti.

“Kemana sih Mam malem-malem?” lanjut Fatah menguatkan pertanyaan Rendra.

Belum sempat aku merespon Rendra menyeletuk

“Nyari gorengan kali..., udah biarin aja, kita lanjut main..” ucap Rendra sambil mengayun-ayunkan tanganya ke muka Fatah, tanda ingin mengalihkan perhatianya.

“Rendra jangan nakal ya...” ucap Elsa.

“Bunda Juga ya...” timpal Rendra hampir spontan

“hahaha” aku pun tertawa geli sedangkan Elsa tanpa menanggapi langsung nyelonong keluar rumah menuju mobil miliknya yang ternyata sudah terpakir di depan pagar rumahku.

“Ya udah, berangkat dulu ya.. Asalamualaikum”

“Walaikum salam,” jawab mereka kompak.

Aku keluar rumah dan mengunci pintu dari luar, kulihat Elsa ada di dalam mobil yang sudah menyala menungguku.

...........

(Blek) aku pun masuk ke mobil dan melihat jam yang ada di dashboard, pukul 21:20.

“Kemana nih Say..?” Tanya Elsa

“Emmmm.... Ke Taman Kota dulu aja yuk...”

Bremm.. bremmmmmmmmmmmmmm...........

(Bersambung)

Likes, Komens, dan Apresiasinya dinanti..
 
Terakhir diubah:
CATATAN: ada huruf E yang dibaca seperti E pada kata sEdap, hehe, supaya lebih ngena

PART 5

(errrrrrrrrrr.......errrrrrrrrrrrrrr................rerrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr...... errrrr.....Rerrrr.......RERRRRRRRRR)

“emmf.. engghh.. emmmff” Elsa mengejan-ejan menahan rasa nikmat yang aku beri.

Setelah sampai di taman kota tadi, kami tetap berada di mobil. Parkir dipinggir jalan agak jauh dari taman kota sambil tetap membuat AC menyala. Kami pilih tempat yang kami kira-kira aman dari gangguan preman atau pun tukir (si tukang parkir). Kami pilih pencahayaan yang cukup redup tetapi tidak terlalu gelap.

Aku menyuruh Elsa untuk mengenakan telur kecil berkabel untuk diselipkan ke dalam liang mekinya dari sekian banyak toys yang kami bawa, karena aku putuskan malam ini kita bermain sensasi. Vibrator milik kami yang sudah up to date, sehingga aku bisa menggunakan aplikasi smartphone sebagai remote untuk mengaturnya dengan koneksi bluetooth.
91b2b71227182804.jpg

“Kalau mau keluar kasi kode ya Say..!” ujarku kepada sahabatku yang sedang menikmati seksualitasnya di tengah tempat umum itu.

“He.. eemf... .. uhhh...ehm...” jawabnya dengan mengangguk, melenguh menahan desahanya. Elsa duduk dengan kedua kakinya agak terbuka, satu tangan meremas-remas paha kirinya dan tangan kananya memegangi bagian leher mantel bulu yang dia pakai, seolah kedinginan. Matanya melirik kesana-kemari ke arah kaca transparan di sekitarnya.

(errrrrrrrrrr.......errrrrrrrrrrrrrr................rerrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr...... errrrr.....Rerrrr.......RERRRRRRRRR)

getaran dari telur itu terasa dan terdengar sayup-sayup dari jok sopir tempat Elsa duduk. Aku mengatur tempo getaran vibrator itu naik turun, patah-patah, hidup-mati-hidup, low-medium-high, untuk membuat Elsa menjadi Edgy(mendekati ujung).

(errrrrrrrrrr.......errrrrrrrrrrrrrr................rerrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr...... errrrr.....Rerrrr.......RERRRRRRRRR)

“AHH..” satu desahan pendeknya terlepas tiba-tiba, sambil mencengkeram pahaku.

Aku segera mematikan getaran kenikmatan miliknya itu dengan HPku.

“Uughhh... hah.. hah.. hah“, dia mengambil nafas, kulihat ada raut wajah lega diselingi sedikit kecewa darinya.

Memang aku sengaja melakukanya, membuat libido Elsa naik, senaik-naiknya tetapi tanpa adanya pencapaian orgasme total untuknya, karena semakin ditahan akan semakin nikmat saat lepas nantinya. Aku sudah melakukan hal itu beberapa kali semenjak kami parkir tadi, mempermainkan konak keenakanya.

Sejauh ini keadaan aman terkendali. Kalaupun ada yang lewat dan melihat kami sekilas dari siluet kaca mobil, mereka hanya akan berpikir kalau ada seorang wanita yang lagi curhat dengan seorang ukhti-hijab-syar’i.

“Ayo Say, pindah ke jok belakang!” ajaku kepadanya, yang sebenarnya lebih ke arah perintah untuk dia, daripada sebuah ajakan. Karena tak mungkin dia akan menolaknya, tak mungkin dia menolak hadiah yang dinantinya, yang belum terbuka.

Aku pun turun dari mobil dan masuk ke pintu belakang. Aku memperhatikan sekilas banyak orang lalu-lalang dari arah taman kota maupun sebaliknya. Kuperhatikan malam itu cukup ramai, hal itu bisa dikatakan wajar karena memang malam itu malam Sabtu, dimana sebagian orang sudah libur esok harinya. Dan kondisi itu tepat seperti yang aku inginkan.

Mobil Elsa bertipe SUV yang lega bagian kursi penumpangnya. Bagian mobil itu bisa ditempati 3 orang dewasa, dan aku memilih kursi yang di tengah. Tak lama kemudian Elsa mengikutiku dan duduk tepat disamping kananku, dengan tak lupa mengunci pintu. Kemudian aku berdiri membungkuk menyingkapkan bagian rok dari abaya yang aku kenakan sampai sepinggang, lalu duduk mengangkang agak lebar dengan cepat. Kalau dari kaca depan mobil ada yang menempelkan wajahnya untuk mengintip, maka dia akan bisa melihat paha kaki sawo matang mengangkang, telanjang, yang seolah melayang tanpa badan, miliku.

“Enakin aku say,..” bisiku ke telinganya.

Aku meraih tangan kirinya lalu aku selipkan dari bawah niqabku, kumasukan jari-jari lentiknya kedalam mulutku. Kuhisap-hisap dan kulumuri dengan saliva miliku, menggunakan lidah disetiap sela-selanya yang perlahan membasah. Setelah cukup puas mengulum jari-jarinya, kubimbing telapak tanganya itu ke bawah menuju daerah berambut yang kita sebut jembut, jembutku yang tumbuh seperti lumut. Kulepas tanganya saat menempel di gundukan lumut hitam miliku itu lalu memandangi kedua matanya. Dia terdiam saja beberapa saat seolah sedang loading membuka file-file kemesuman di kepalanya yang mungkin sudah terpendam agak dalam di dalam memorinya, karena lama dia tidak memakainya.

“uhhh,,,,” lenguhku tiba-tiba sembari tersentak kecil, ketika loading file-file itu sudah berjalan dengan sempurna. Jari-jarinya mulai membelai perut bagian bawahku yang berjembut itu, perlahan dengan sentuhan lembut penuh kemesraan dan kemudian turun ke hot dog miliku, mengurut lembut yang juga telah basah terlumuri mayonaise alami dari restoran cepat saji dalam perutku. Perlahan dia mengusap-usap ujung sosis kecil sebiji kacang punyaku itu, diselingi gerakan turun-naik meraba, mencolek mencari pelicin tambahan dari liang peranakanku.
07af161227182884.jpg

(clek..clek.clek..suk suk.. suk suk, usuk usuk) sensasi colekan dan usapan yang kurasakan darinya.

Ku buka sarung tanganku, kuarahkan tangan kananku kemulutku, kuludahi, sambil tangan kiriku menyingkap kain niqab yang menutupinya (Juh!), kemudian kuarahkan tangan berliurku itu ke tengah kaki-kaki miliknya. Dengan segera filenya pun bekerja. Dia membuka jepitan pahanya, mempersilahkan aku memainkan roti krim miliknya. Kusapu dan kupijat-pijat perlahan sambil merasakan sensasi hangat-basah dan kedut- kedutan kecil dipermukaanya. Naik turun, seirama dengan gerakanya, mencari sinkronisasi ritme diantara kami. Terasa pula ekor kabel menjuntai kebawah, dari vibrator yang masih bersarang dalam roti creamy berdagingnya, menuju jepitan stocking hitam yang dipakainya, menunggu aksi selanjutnya.
11737a1227182924.jpg

Kami saling mencolmek pussy satu sama lain dengan ritme lagu melankolis, syahdu, mendayu menyentuh kalbu.

(clek..clek.clek..suk suk.. suk suk, usuk usuk.. usap-usap, tusuk-tusuk)

“Uh.. uh... eh.. eh...ehm “, syair lenguh-lenguh pelan terlantun mengiringi musik kenikmatan yang kami rasakan. Terasa leher dan wajahku menghangat pertanda nikmat.

Kulihat dia menikmati sensasi itu sambil clingak-clinguk memperhatikan keadaan sekitar dari jendela-jendela kaca mobil kami, melihat depan, kiri, kanan, dan sesekali melihat ke arah belakang. Kami perhatikan setiap orang yang berjalan lalu-lalang melewati mobil kami, tepatnya pada detil gerakan leher, pundak, kepala dan mata-mata mereka.

“Ahh.. ahh.. uhh.. uh,, ahh..ah..” desah kami lirih mengisi setiap sentuhan yang terjadi.

Ketika ada orang yang sangat dekat berjalan di depan kaca jendela, kadang kami berhenti. Terdapat sensasi harap-harap cemas karena adanya pertarungan batin dalam hati kami, antara plis jangan lihat kami VS tangkep kami plissssssss. Kecemasan dan juga kenikmatan yang bercampur aduk jadi satu, memacu hormon adrenalin dan endorfin ke seluruh bagian tubuh-tubuh hangat ini. Yang membuat kami kurang peka akan dinginya AC yang menggerayangi tubuh kami. Kalau ternyata kondisi aman maka kami melanjutkan kembali.

“hah..hah..hah...hah..”

Nafas kami memburu, jantung kami berdegup kencang memompa peredaran darah setiap kali ada gerakan leher dan kepala yang berbalik arah dan memandang atau melirik kaca jendela kami.

Kaca jendela tipis pembatas antara hangatnya permainan kami dan dunia luar yang dingin. Cemas-HANGAT-takut-NIKMAT-bejat-DAHSYAT, uuuhhhh... BANGSAT! Ada rasa ingin segera berhenti yang beradu dengan kenikmatan yang berbicara, tetaplah disini untuk bermasturbasi.

“uh.. uh..Say mau keluar say ah..” lenguh dan bisiknya tiba-tiba..

“i..iya Say .. terusin Say... “ jawabku mengiyakan pertanda mengijinkan

Kuraih HPku dengan tangan kiriku membuka aplikasi rotor yang bersemayam didalam pintu rahim Elsa, bersiap menambah rangsang untuknya, membuka hadiahnya.

(errrrrrrrrrr.......errrrrrrrrrrrrrr................rerrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr...... errrrr.....Rerrrr.......RERRRRRRRRR)

“hah...hah... hah...hah...”

(MAX) (ERRRRRRRRRRRRRRR,... RERRRRRRRRRRRRRRR,... RERRRRRRRRRRRRR.... UWER.. UWER.. WERRRRRRRRRRR), kunaikan power rotor itu ke maksimal sambil terus mengusap dan memijat permukaan mekinya semakin cepat. (CLEK CLEK CLEK, SUK SUK SUK)

“haghhh... haghhhhhhh...haghhhhhh...haghhhhhhh” kulihat dia mencapainya, seperti sedang lepas nyawa, orgasme dahsyat sedang merasukinya. Tubuhnya bergetar hebat bagai gadis nightclub menari diiringi music dj tempo tinggi. Kepalanya mendongak ke atas, matanya tak lagi menampakan warna. Dia sumpal mulutnya untuk meredam suaranya, karena masker wajah miliknya tak kan cukup menahanya. Dia sedang tersedak, tersedak kenikmatan dahsyat.
e31a0f1227186764.gif
16b1831227186994.gif

Melihat showbis manis itu, akupun mengikutinya, ikut ke dalam buaian orgasme kenikmatan yang terjadi karena rangsangan penglihatan. Melihat sahabatku mencapai puncak yang dikelilingi banyak orang lalu-lalang. Memberiku sebuah picu pengaktifan akibat empati sinkronisasi kenikmatan yang dirasakan Elsa, kekasihku malam itu.

Kontras dengan kondisi elsa, aku tak bersuara, tak bergerak, mematung merem-melek dengan mulut lebar menganga, merasakan kedutan-kedutan pukulan birahi diseluruh bagian sensitif kewanitaanku. Perlahan smooth tetapi pasti memenuhi seluruh sanubari. Kuterima itu sebagai bonus pribadi dari sedekah nikmat yang kuberi.
5f26141227187054.gif

“hah... hah... hahhhhhhhh”

Ketika sudah mulai reda sensasi dahsyat itu aku raih kepalanya,kutarik dan kubuang maskernya dan niqabku, kuajak dia bercumbu mulut, berduel maut sebagai pertanda persetujuanku kepadanya. Ya begitu sayang, begitulah nikmatnya seksualitas yang mungkin lama terlupa dan terpendam darimu. Turuti aku, aku akan membawamu ke kenikmatan-kenikmatan lainya yang akan membasuh keringnya hatimu dan mengisi kembali jiwamu. LEPASKAN DIRIMU, EKSPRESIKANLAH, PEJAMKAN MATAMU dan NIKMATILAH!
f4afab1227426184.gif

Waktu menunjukan sekitar pukul 23: 30, memang seperti itu, permainan seperti ini memakan waktu lama. Permainan menahan orgasme beberapa kali, saat masturbasi di tempat umum yang ramai, yang kadang perlu berhenti-berhenti sembari melihat situasi. Yang the next levelnya, masturbasi dan orgasme berulang kali, tanpa berhenti, asalkan situasi memadai. Yang kenikmatanya berlipat berkali-kali.

Sayangnya kami harus segera kembali pulang, anak-anak kami tercinta membutuhkan kami, masih banyak hari esok yang bisa kami nikmati.

“ Enak Say?” ujarku kepadanya

“He em...” dia malu-malu mengiyakan...

“Ayo cari air minum dulu Say, lalu pulang.. Besok anak-anak masih sekolah..” dia mengangguk saja tanpa menjawab.

Kami cari tissue di tas hitam yang kami bawa, yang kebanyakan tidak terpakai isinya malam itu. Kami usap lendir-lendir yang terjadi di selakangan kami, yang sebagian juga tercecer di kursi. Kupakai kembali niqap dan sarung tanganku, sedangkan elsa memakai kembali masker wajahnya.

Kuambil HP lalu berkata “Selfie dulu say..”, jepret, share “ Menikmati Malam Sabtu Bersama Sahabatku”

(Bersambung)

9dafea1227191894.gif
3e00cf1227191984.gif

Likes, Komen dan Apresiasinya dinanti
 
Part 6

{POV Fatah}


Nama gua Fatah Samudra, umur gua saat ini 19 tahun kelas 12, ini gue cerita sedikit tentang awal mula pengalaman seksualitas gua yang dimulai saat gua sudah berusia 18 tahun pas setelah tanggal ulang tahun gua.

Mulai saat itu gua dikenalin ama hal-hal berbau ranjang oleh ibu kandung gua, katanya biar nanti kalau sudah menikah bisa ngebahagiain istri. Awalnya gua disuruh netek ke dia sebelum gua bobok, gua nurut aja, gua gak berhenti netek ke ibu gua dari saat itu sampai sekarang, untuk membentuk kebiasaan yang dibiasakan. Sambil netek biasanya mama ngurut-ngurut kontol gua pelan dengan steady (terus-terusan dengan ritme tetap). dari pangkal sampai pucuk, sedikit ditarik-tarik ke depan, atas-bawah, kiri-kanan, supaya tumbuh maksimal katanya. Karena sebuah alasan medis tetek mama gua gak berhenti ngeluarin susu, walau beliau tidak sedang hamil atau pasca melahirkan, SUPESIAL. Dan itu mungkin dijadikan cara yang mama gua lakuin untuk membuatku betah diurut sekaligus menunjukan kasih keibuanya kepadaku.

Hal itu terjadi setiap rumah sepi saat gua hanya berdua sama mama, saat Papa pergi kerja dan Rendra juga gak nginep di rumah gua. Setelah diurut gua dikasih servis plus-plus yang lainya.

Mama juga mengajarkanku kalau olahraga terutama squad dan lari itu penting dan harus dilakukan rutin untuk melatih otot-otot terutama bagian perut ke bawah dan juga stamina. Segagah-gagahnya kamu kalau kaki kamu gak sehat ya lucu, segagah-gagahnya kamu kalau gak bisa ngontol cewek ya jadi bahan banyol, ajarnya tegas. Mama juga ajarin kalau jaga kebersihan itu tak kalah penting, karena hal itu akan membuat kulit tubuh gua bersih dan menambah daya tarik fisik untuk lawan jenis, jangan malas mandi dan gosok gigi entar gak mama tetekin lagi, ancamnya jika aku tidak menuruti.

Yang jelas mama gua adalah guru gua, mentor gua, trainer gua, dan yang jelas juga ortu wanita kandung gua. Gua patuh sama dia, gua sayang sama dia, gua percaya sama dia. Gua lakukan arahan-arahan dari Mama rutin sejak gua kecil dan mengikuti semua anjuran, ajaran dan juga latihanya dan sekarang sudah terbukti work dan terlihat hasilnya.

Kemarin gua juga ikut nyoblos, yang gua maksud ini bukan nyoblos memek lho ya, nyoblos presiden, caleg pusat dan daerah, buat periode tahun 2019-2024, kemarin itu gua nyoblos paslon nomor 03, dengan calon atas nama Tur dengan wakilnya Jas untuk pasangan presiden dan wakilnya, sisanya ngawur, milih yang gambar cewek-cewek cantik, wkwk. Peace.

Hari ini hari Sabtu, pukul 5 pagi, sebenarnya gua dah bangun lebih pagi tapi gak usah dicritain buat ngapain, takut SARA, yang jelas gua juga tetap menjalankan ibadah. Gua dah bangun dari tadi sedang sahabat gua masih molor di ranjang gua, tadi malam kami duel batang jenga sampai tengah malam lalu baru beranjak tidur.

Gua gak ngerti terlalu dalam sih dalam agama, gua tipe orang yang melakukan yang diajarkan dan harus dilakukan tapi juga mempertimbangkan apa yang gua inginkan dan butuhkan, dah gitu aja.

Orang-orang bilang dosa-dosa, tapi mereka juga melakukan, so kenapa gua harus dikadalin sendirian? sehingga gua memilih untuk juga jadi kadal sekalian, hewan yang gerakanya kesit dan berlidah dua dan berkontol relatif besar bila dibandingkan ukuran tubuhnya, tuh kan pas deskripsinya, wkwkkwk. MARI KITA MENANGKAN PARTAI KADAL! Ea, pake kampanye lagi....

................

“tok, tok, tok..Mam.. Mam.. bangun Mam dah pagi..” gua gedorin kamar tidur nyokab gua.

“Mam... sarapan Fatah entar kelupaan...”

“ Iya sayang, sebentar” jawaban dari nyokab gua.

Setelah mendengar konfirmasi dari nyokab gua itu, tanpa menunggu pintu terbuka, gua langsung cabut ke kamar mandi buat mandi pagi. Sengaja gua gak bangunin Rendra biar gak rebutan dulu-duluan, si Rendra mandinya lama dan boros air, kalau soal kebersihan dia jauh lebih jago dari gua, cuma ya gitu lama, dan habis-habisin air, sabun, shampo dan odol, kadang sambil nyanyi-nyanyi pula.

........

(Byur... byur.. byur... osok, osok, osok, usap, usap, usap.. byur, byur, byur...), suara-suara saat aku mandi

(klinting, klinting, tek, tek, klotek, klotek) terdengar sayup-sayup suara perkakas dapur sedang bertabuh, sepertinya Mama sedang berkarya di dapur.

“ Tah, mandinya masih lama? Tante kebelet Tah..” lho! kudengar suara wanita yang sedikit asing, karena secara default hanya mamalah wanita yang ada di rumah. Oh iya itu suara Tante Elsa ibunya si Rendra yang semalam menginap.

“Bentar Te, sebentar lagi selesai.. “ jawabku secepatnya.

(Byur... byur.. byur... osok, osok, osok, usap, usap, usap.. byur, byur, byur...), kupercepat proses mandiku

“Mau berak apa pipis Te?.. ujarku setengah berteriak,

(Hening tak ada jawaban)

“Buka aja pintunya Tah, biar Tante masuk..” suara mamaku terdengar

“Heeeeeeeeeee.................” respon Tante

“Hahahaha”

Terdengar canda Mama dan Tante dilanjutkan tawa dalam situasi itu

“Ga pa-pa Jeng, Fatah masih kecil kok.. “

“Kecil apaan...?, wong udah gede gitu kok...”

“ Gede apanya coba?.., sama Rendra gedean mana hayooo?...

“Hush... udah ah Say.. udah di ujung ini”...

“hihihihi..” tawa mamaku setelah godain Tante Elsa..

“Rame amat yak, pagi-pagi.. huaaahhmmm”, suara Rendra, rupanya dia sudah bangun.

“Bunda ngapain Bun... kon ngedance di depan WC?..

“hahahah”, tawa suara Mama,“hahahah” dan Rendra bersahutan.

aku pun hanya terseyum cengingisan geli di dalam kamar mandi mendengar hal itu. Ngedance? hampir bocor kali, batinku sembari menyelesaikan ritual rutin pagi itu. Setelah semua kurasa beres aku buka keran air lalu membuka pintu dan lalu keluar, kulihat sepasang Ibu dan putranya mengantri berdampingan. Yang satu mengapit kaki-kaki berpaha montok miliknya, yang lain memelukinya, setengah ngantuk, manja.

“Monggo”.. aku mempersilahkan mereka berdua untuk masuk. Mereka langsung masuk berdua tanpa mengantri dengan tertib, mungkin nomor antrianya kembar. Ah sudahlah namanya juga Ibu sama anak, aku juga sering seperti itu kok.

Kulihat sekilas mama sedang menata sarapan di piring, pagi itu mama memakai abaya hitam, bekas dipakai tadi malam tanpa hijab, niqap dan cadar. Guru kehidupanku itu terlihat menarik untuk dilirik dan dipandang walau hanya sekilas dari belakang. Aduh ngaceng dah gua, kalau sepi rumah, mungkin akan langsung aku peluk dari belakang buat sekedar say good morning my lovely mother dengan memberi beberapa kecupan sayang kepadanya. Sambil merasakan empuk-hangat tubuhnya sebagai penyemangat untuk memulai hari-hariku. Cuma ya karena ada Rendra dan Tante Elsa, makanya hal itu gak terjadi, sungkan. Entar bisa diledek-ledekin sama Rendra, dan bisa kelepasan nanti kalau cerita-cerita di sekolah, Rendra kalau becanda kadang mulutnya itu lho, bocor.

.........

Jam 05:25, setelah berganti baju Pramuka untuk hari itu, aku keluar kamar dan kulihat Mama sedang menata sarapan di meja makan, 4 buah nasi goreng dengan tambahan telur ceplok di atasnya. Aku pun mendekati mama lalu memberi morning kiss untuknya (cup) di pipinya, lalu segera duduk dan makan. Dan Mama pun segera mengambil air minum, untuk dihidangkan kepadaku. Gak sayang gimana coba sama ibu model gini? Pelayanan dan kasih tulusnya itu lho bro, yang lain mah BONUS. Beliau pun lalu duduk dan juga makan bersamaku.

Rendra dan ibunya masih sibuk di kamar mandi, gak tahu ngapain, mungkin ya rutin aja lah, sabun-sabunan, sikat-sikatan, shampo-shampoan dan siram-siraman. Tapi tunggu dulu, tadi kan Tante kebelet... masak kencing-kencingan???

Tak lama kemudian Mama sudah selesai sarapan, lalu segera mengangkat piringnya dan dibawa ke dapur. Gua belum selesai, gua sengaja, memperlambat makan gua buat nunggu Rendra selesai mandi, karena bisa ngomel tu bocah kalau ketinggalan jauh ama gua. Gua sengaja berhenti makan dari tadi dan menyisakan seperempat piring lalu gua tinggal main HP cuma buat nungguin dia. Dasar emang sahabat gua ini unik orangnya, becandanya selalu fun tapi kalau ngambek jadinya gak eh... bikin gua harus mikir-mikir kalau mau nglakuin apa-apa sama dia, kalau gak ingin berabe dengerin keluhan dan omelan-omelanya. Tapi itulah serunya kalau lagi ada dia, butuh strategi di setiap tikunganya.

Jam 6:15 dia baru keluar dari kamar mandi bersama mamanya yang cuma pakai handuk dibalut sampai ketiaknya, orang jawa bilang kembenan, satu kain panjang dan lebar dibalutkan ketubuhnya. Kulihat mama yang di dapur gantian masuk ke kamar mandi tepat setelah mereka keluar. Kebelet juga kali..

Gila gak, 50 menit mandi doang. Apa gara-garanya mandi berdua ya.. hmmm...

“Cepetan cuuuk! Entar telat!” tegurku kepadanya ketika dia melihatku di tengah perjalanan..

“Iya.. iya..santai ja BRO, dandan ama makan gua kan cepet..!” lalu dia masuk kamarku, sedangkan Tante Elsa masuk ke kamar Mama.

Memang begitulah Rendra, dia lemot kalau di kamar mandi doang makanya dia bersih dan ganteng, gagah, enerjik dan menarik. Gua cuma niru kata orang-orang ya, biar gak disangka gua homo, Ehem, kok tiba-tiba serik tenggorokan gua.

Rendra dan bundanya keluar kamar masing-masing hampir bersamaan, Rendra dari kamarku dan Tante dari kamar Mama. Lengkap dengan seragam pramuka dan Tante Elsa dengan bajunya yang malam tadi beliau pakai saat tiba dirumah kami, entahlah apa namanya, pakaian sepotong, miniskirt tapi roknya longgar.

“Aaaaah.. LEMOT!” godaku kepadanya

“wah nyolot, gua tabok juga loh” aktingnya marah-marah, yang kubalas sebuah senyuman.

Mereka pun duduk lalu makan porsi masing-masing. Dan aku juga meneruskan makanku yang tadi sengaja aku tunda untuk menunggu Rendra.

“Bunda anterin Rendra ama Fatah ya... biar gak telat” tawar Tante Elsa tiba-tiba

“Iya Bun.. Bunda baik deh...” timpal Rendra segera setelah berpikir sejenak.

............

06:55 kami tiba di sekolah, masih didalam mobil yang berisi diriku, Rendra dan bundanya. Sekilas kulihat sembari keluar dari mobil, Rendra memberi kecupan mesra di bibir mamanya.

“Makasih ya Bun.. muuah...”

“makasih Te”, jawabku dari luar mobil, mengikuti tatakrama yang dicontohkan sahabatku itu.

“Iya.. sama-sama..” jawab Bundanya.

Rendra dan aku pun turun dan berjalan menuju kelas kami, diikuti perginya mobil pengantar kami tadi. Pagi itu ramai seperti biasanya, banyak siswa berdatangan dan berlalu lalang. Lha iyalah wong memang sekolahan, bukan kuburan.

Saat tiba lalu masuk kedalam kelas aku melihat sosok sahabatku yang masih perawan itu, Reni Hermawati, yang sekarang ini berstatus sekaligus sebagai pacar rahasiaku. Rahasia yang sementara hanya aku, dia dan mamaku yang tahu. Tapi mungkin juga Rendra sudah menebak situasi itu, dari kelakar dan gerak-geriknya. Karena orang-orang lain bakal mengira kalau melihat kami jalan berdua, itu hanya sebagai sahabat yang semenjak kecil tumbuh bersama. Termasuk kedua orang tuanya, yaitu Pak Juri dan Bu Sarah.

Pak Juri adalah RW di tempat kami, beliau memiliki usaha rumah kontrakan yang lumayan banyak dan sebuah motel yang ada di lingkungan kami, seorang bos penginapan, itulah deskripsi singkatnya. Beliau sering membantu Mamaku kalau mama ada masalah, sehingga aku sangat hormat sama beliau. Sebagai wujud terimakasihku, aku akan menjaga anak tunggalnya dengan Bu Sarah yaitu Reni. Jangan sampai ada orang yang nyakitin dia kecuali gua dan Rendra. Karena aku tahu betul, walau kadang kelewatan, niat kami hanya bercanda. Oh ya Pak Juri adalah seorang yang sudah berangkat haji dan punya 3 istri, itu juga yang membuat gua semakin salut sama beliau sebagai seorang laki-laki. SALUT KOMANDAN! Setiap kali ada rasa kagum ketika aku berbincang denganya atau membicarakan beliau. No Bullshit, JUST DO IT! Be A REAL MAN! You want it, JUST TAKE IT!

Beliau adalah sahabat baik Mama dan Tante Elsa yang juga tumbuh bersama seperti layaknya kami bertiga, bedanya ya antara MMF (male, male, female) dan FFM (female. female, male) kalau kami dibandingkan dengan mereka.

Candaan dan perbincangan ringan memulai hari-hari kami sebelum guru datang menghampiri, seperti biasa antara Aku, Rendra, Reni dan juga teman sebangkunya Sulis. Sulis memang hanya kadang-kadang ikut nimbrung bersama kami karena Sulis punya geng sendiri. Kami mulai akrab mengenalnya saat dia jadi teman sebangku Reni, dimulai sejak kelas 12 ini. Anaknya tinggi kurus, lebih tinggi dari Reni, bertetek kecil bila dibandingkan dengan cewek sebaya kami lainya, tapi gak bisa dibilang press kaya triplek juga, penampilanya tomboy, padahal nggak. Belum sempat aku coba, jadi belum begitu tahu detail dalemanya.

Pelajaran pun dimulai seperti biasa, pagi itu jam pertama diajar oleh seorang guru baru, seorang wanita cantik yang sekilas mirip Tante Elsa, agak lebar gimana gituh. Yang aku lihat Rendra menaruh perhatian khusus untuknya bila dibandingkan dengan guru kami lainya. Dasar spesialis emak-emak tuh anak, awas aja kalau emak gua lo rebut.

“Anak-anak, ada yang bisa bantu ibu ambil alat praktikum di Lab?”

“ Kami Bu..” Rendra menawarkan diri sambil mengangkat tanganya, yang brengseknya gua juga diajak, dasar caper. Untung gua pengertian, batinku.

“Ok, Rendra dan Fatah ikut ibu.. yang lain buka halaman 7 untuk dibaca-baca dulu ya..”

(Bersambung)



Likes, Komens, dan Apresiasinya dinanti

KLIK>>NEXT
 
Terakhir diubah:
Maju terus pantang mundur hahahahaha

Ya aturan main diikuti saja hu, safe untuk penyedia lahan dan pengguna lahan, percayalah.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd