Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TUJUH (Kolaborasi Enam Penulis)

Tujuh bidadari, tujuh cerita. Yang mana favorit anda?

  • Nisa

  • Amy

  • Shinta

  • Intan

  • Aida

  • Ayu

  • Reva

  • Maya


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Aduh...kentang ke 3 dari shinta...akhhh..
Semoga hari ini neng shinta memuaskan dahaga kita..*** sabar ini sama neng shinta...
 
BAGIAN 11-B
HITAMKU








Setelah memastikan penis jumbo Pak Hasbi basah dan licin, Shinta lalu berdiri dan balik ke posisi semula dimana dia dipangku. Tanpa basa-basi dan karena memang sudah lelah untuk mendebat setiap ucapan mesum dari si pria tua, Shinta langsung mengarahkan kembali ujung kepala kontol raksasa itu ke arah liang surgawinya.

“Aahhhkkkggg…” Shinta memejamkan mata, “Sa-sakit!”

“Lemesin aja sayang, jangan dilawan, mungkin akan sakit di awal, tapi jangan sebut aku Hasbi kalau akhirnya ga bisa bikin kamu kejang-kejang.”

Shinta kembali merinding mendengar setiap ucapan mesum tersebut. Namun begitu, apa yang diucapkan oleh sang pria tua mesum ada benarnya juga. Percuma melawan. Tidak akan mampu juga. Hal paling logis menurutnya saat ini adalah ya hanya pasrah dan menerima saja.

“Aduh…kok gede banget sihhhh… saakitttttttttttttt!”

“Gimana? Ayo jujur saja, punya suamimu pasti tidak ada setengahnya kan? hahaha. Kalau sudah tahu rasanya gini, yakin ga mau nurut aja?”

Bangsat!

Shinta mendengus kesal, “Tidak! Saya melakukan semua ini karena terpaksa. Saya masih istri sah bang Ardian. Bapak yang sudah memaksa dan melecehkan saya.”

“Cuih!! Masih saja munafik,” balas Pak Hasbi yang karena kesal dengan ucapan terakhir Shinta, pria tua tersebut lalu menarik tubuh Shinta agar lebih cepat menduduki batang kemaluannya.

“Aahhhaaaakghhh! Pe-pelannhhh…”

“Salah sendiri kamu nya banyak cing-cong, tinggal mau dikasih enak aja banyak gaya, rasakan ini!” ucap kembali Pak Hasbi sambil terus menarik pinggang Shinta agar semakin turun ke bawah.

“Awhh pelan pak perihh…awww…! Aaaaaaaaaahhhh!! Saaaaaakitttt…!!”

“Hmm…aku heran, kamu ini sebenarnya masih perawan atau sudah punya anak sih? beneran sempit banget ternyata! Memang juara meki kamu, sayang. ****** banget si Ardian punya istri cantik jelita seperti dirimu ini malah dikasih ke bandot macam aku ini secara cuma-cuma, huuahaha.”

Semakin lama Pak Hasbi semakin gemas. Dengan segenap tenaga yang ada, dia tarik kembali tubuh ramping Shinta agar semakin turun dan memaksa kemaluannya masuk ke dalam lubang kenikmatan tersebut.

“Aawh… aawhh… aawhh…, tolong jangan hina bang Ardian lagi, ini semua bukan karena dia! Bapak tidak tahu apa-apa, ini semua karena…aahhh…”

“Wanita yang sering pulang bareng sama dia itu?”

“Ba-bagaimana bapak bisahhh tahuuhhhhsshhh?”

“Huahaha, meskipun aku ini tidak berpendidikan, tapi aku tidak ******, buktinya, aku bisa membuat wanita cantik seperti dirimu jatuh ke pelukanku seperti ini, betulkan?” sindir Pak Hasbi. Ucapan tersebut dibarengi dengan kedua tanganya yang bergerak maju ke depan dan memeluk tubuh ramping tersebut. Setelah puas memeluk, tangan keriput itu lalu bergerak ke atas dan menangkup buah dada padat milik Shinta yang penuh berisi dengan ASI.

“Awh awh awh sshhh… Paakk! Jangan diremasshh geliihh…aahh ahhh…”

Shinta terengah-engah. Tanpa dia sadari ternyata sekarang ujung kemaluan Pak Hasbi sudah masuk sampai ke dasar terdalam liang senggamanya. Benar-benar mentok tidak ada sisa lagi. Dan gilanya, ternyata tidak sampai tiga perempat batang kemaluan Pak Hasbi masuk ke vaginanya!

A-apa!? Masih kurang!?

“Kenapa? Kaget ya belum masuk semua tapi sudah mentok, hahaha, kalau kontol mungil suamimu itu mana mungkin bisa seperti ini? hahaha.”

“Paaakk aahhh aww aww ahhh aahh aahh…”

“Kenapa? Mau ngomong apa? Ga bisa ngomong apa-apa lagi kan sekarang kalau aku goyang seperti ini?”

“Aahh aahh ahh aaww aww aahh aahhsshh aahh.”

Di sisi lain, di saat Shinta masih tetap berusaha untuk menjaga harkat dan martabat sang suami, suaminya yang sinting itu justru tengah asyik mengintip bagaimana akhirnya ada kontol lain yang berukuran jumbo yang berhasil membelah bibir kemaluan Shinta.

Ya, rencana untuk membeli semprotan serangga itu hanya akal-akalan Ardian. Otak pria itu memang sudah tidak waras lagi. Binatang normal pun seharusnya tidak sudi betinanya dipakai atau dinikmati pejantan lain. Tapi otak Ardian memang benar-benar sudah rusak. Akal sehatnya tidak lebih tinggi dari akal seekor binatang.

Batang kemaluan Ardian sudah tegang lebih dari sekedar maksimal. Kekerasannya mungkin sudah dua kali lipat dari biasanya. Ardian mengocok kemaluannya sendiri sambil terus mengintip ke dalam di mana istrinya sedang dipakai oleh laki-laki lain.

“Aahhaaaaaaaakhhhh… aahh! Ahh! Aaww! aww! Aahh! Aahhsshh! Aahh!”

Desahan panas menggelora di dalam ruang tamu rumah Ardian dan Shinta tersebut. Sang Tubuh istri sang pemilik rumah meliuk-liuk kesana kemari menikmati sensasi yang ada. Tidak ada benturan antar paha dari kedua nya, karena memang belum sampai saling menyentuh pun, ujung kemaluan Pak Hasbi sudah mentok di dalam liang senggama Shinta. Ibu muda yang awalnya berpendirian teguh untuk tidak mau menyerah itu pun hanya bisa pasrah menerima sodokan kenikmatan yang dia rasakan.

“Aahhaaaaaaaakhhhh… aahh! Ahh! Aaww! aww! Aahh! Aahhsshh! Aahh!”

Desahan Shinta semakin menggoda. Begitu juga gerakan tubuhnya yang semakin liar. Melengkung kesana kemari. Hingga dirinya sampai pada titik tidak kuat lagi menahan luapan gelombang orgasme terdahsyat yang pernah dia rasakan. Lalu bagaimana dengan

Pak Hasbi? Pria tua itu belum apa-apa. Staminanya kuat juga ternyata. Hanya ada satu dua keringat tipis yang mulai membasahi jidat keriputnya.

Di saat yang bersamaan, Ardian juga ikut memuncratkan lahar putihnya ke tembok yang ada di depannya. Nafasnya ikut terengah-engah setelah mencapai ejakulasinya malam ini.

“Sekarang sudah percaya kan, cah ayu?” bisik Pak Hasbi sambil menjilati kembali daun telinga Shinta.

“Aahh aahh ahh iyaahh cu-cukup paak aahh aahh sshh aahh ampun...”

Karena tak mampu lagi menahan beban tubuh nya sendiri, Shinta pun rebah ke belakang, ke dada pria tua yang buruk rupa tapi beruntung tersebut.

“Hehehe, ternyata dugaanku benar, aku bisa membuatmu kejang-kejang sebelum suamimu kembali.”

Shinta pun sontak kaget. Kesadarannya yang sempat hilang tadi langsung pulih kembali. Jiwanya yang sempat mengawang-awang karena ulah Pak Hasbi tersebut langsung kembali ke dalam raganya. Dia takut kalau-kalau tiba-tiba saja suaminya kembali tanpa ada suara. Dia sempat menoleh ke arah pintu namun untungnya tidak ada siapa-siapa.

Baru tidak lama setelah kesadaran Shinta kembali, Ardian masuk kembali ke dalam rumah. Ardian tahu kalau Pak Hasbi belum mencapai puncaknya, jadi dia sengaja masuk untuk mengetes sejauh mana pria tua itu berani melecehkan istrinya saat dirinya berada di dalam rumah.

“Duh capeknya lari-lari. Eh? Lho? Kamu kenapa, Ma? Kok sepertinya lemas gitu?” tanya Ardian iseng. Sekalian agar dirinya tidak terlihat polos-polos amat pikirnya.

“Eh… a-anu… anu…” Shinta tergagap.

Shinta dan Pak Hasbi sama-sama kaget dengan kedatangan Ardian.

Meskipun kesadarannya sudah pulih, tapi jetlag nya belum pergi. Belum lagi dia harus merapikan kembali ujung lingerie nya yang sempat tersingkap kemana-mana. Ibu muda cantik itu menarik setiap sisi ujung lingerie nya ke bawah agar minimal kemaluan dan pangkal pahanya tidak terlihat oleh Ardian.

“A-anu Bang Ardian, tadi itu kecoanya keluar lagi, dan apesnya terbang ke arah kami, ya jadinya gitu deh, Mbak Shintanya ketakutan setengah mati sampai terengah-engah gini. ini aja barusan bilang kalau jadi semakin takut dan ga mau turun sampai tu kecoa ketemu, betulkan, Mbak Shinta?” Pak Hasbi memberikan penjelasan.

Bapak tua ini ternyata memang cerdas menskenariokan sesuatu.

“Betul, Ma?” tanya Ardian lagi pura-pura belum percaya.

“I-iya,” balas Shinta lemas.

“Kamu itu lho, Ma. Kok bisa makin-makin aja takutnya. Ini aku sudah pulang, Mama masih ga mau turun dari pangkuan Pak Hasbi?”

Saat mendengar pertanyaan dari Ardian tersebut Pak Hasbi langsung memberikan kode kepada Shinta untuk menjawab dengan jawaban yang menjadi kehendak pria tua itu.

“A-Aku masih shock, a-aku di sini dulu saja yahhh…”

“Hahaha, ya udah terserah Mama saja senyamannya gimana.”

“Semprotan serangganya dapet ga mas?” tanya Pak Hasbi yang sadar kalau suami dari Shinta tersebut pulang tidak membawa apa-apa.

“Kosong Pak, saya jadi bingung ini mau gimana mengusir kecoa-kecoa itu biar pada pergi dari dalam rumah. Masa iya cuma ditimpuk pakai majalah?”

Di saat Ardian merasa kebingungan itu, terdengar suara tangis bayi dari dalam kamar. Sekilas muncul alasan bagi Shinta untuk bisa lepas dari Pak Hasbi. Namun bukan Pak Hasbi namanya jika tidak punya seribu akal bulus.

“Suruh suamimu yang mendiamkan anakmu,” bisik Pak Hasbi.

“Ta-tapi pak…”

“Cepat!!”

“Bang! Sepertinya Arga kebangun minta susu deh, mm… Bisakan buatin susu botol dulu? A-aku masih agak…”

“Oh, bisa kok, tenang aja, Mama sama Pak Hasbi tunggu sebentar.”

Ardian pun meninggalkan mereka berdua lagi.

“Gampang banget ngibulin suamimu, hehehe.”

“Kurang ajar!”

Pak Hasbi tidak menghiraukan protes dari Shinta. Dia lantas bangkit bersama-sama dengan tubuh Shinta. Tubuh Shinta yang ramping itu tentu tidak seberapa bagi seorang pria meskipun untuk ukuran pria tua seperti dirinya.

“Ba-Bapak mau apalagi?”

“Diam dan nurut saja! Kita belum apa-apa tadi! Kita belum selesai!”

Pak Hasbi lalu menggiring tubuh Shinta ke arah sisi dalam ruang tamu, tepatnya ke dinding yang menyekat ruang tamu dan sisi dalam rumah. Pak Hasbi mengarahkan Shinta ke ujung dinding penyekat itu sehingga Shinta dapat melihat ke arah dalam.

“Awasi ya, kasih tahu kalau suamimu sudah kembali.”

Shinta sepertinya paham dengan maksud Pak Hasbi. Dia mengangguk karena permintaannya kali ini lebih masuk akal dibanding dengan permintaan-permintaannya yang sebelumnya.

Setelah membuat Shinta sedemikian hingga tubuh ibu muda yang cantik jelita itu membungkuk, pria tua itu mengusap-usap pantat bulat Shinta yang menantang.

Plak!!

“Aarrghh! Sakit pak…”

“Hehehe, gemes banget aku sama bokong mu ini, sekarang giliranku ya cah ayu, giliranku buat ngobok-obok memek sempitmu ini dengan kontol perkasaku…”

Pak Hasbi lalu menarik pelan pinggangnya, dan mendorongnya dengan pelan juga. Lalu mengulanginya kembali dan lagi dan lagi dan lagi.

Shinta merem melek.

“Aahhhaaakghhh! Aahhh! Aahhh!”

Desahan Shinta menggema kembali. Memenuhi seluruh sisi ruang tamu yang menjadi saksi persetubuhannya dengan laki-laki yang bukan suaminya. Pak Hasbi lalu menaikan tempo genjotannya.

“Aahhh aahhh aahhh!! Aahhh aahhh aahhh!!”

Desahan itu semakin kencang. Bahkan ketika sang ibu muda berusaha membekap mulutnya sendiri, desahan itu tak kunjung mereda. Sodokan kontol raksasa milik Pak Hasbi benar-benar membuatnya tidak bisa mengendalikan desahannya sendiri.

“Aahhh aahhh aahhh!! Aahhh aahhh aahhh!!”

“Desahan mu merdu sekali cantik, siapa yang tidak akan semakin terangsang kalau mendengarnya, pria tua seperti ku pun pasti akan lupa diri karena mu sayang.”

“Aahhh paakk…aahhh aahhh!! Aahhh aahhh aahhh!!”

“Enak kan sayang? Kontol suami mu itu pasti ga ada apa-apanya.”

“Aahhh paakk…aahhh aahhh!! Aahhh aahhh aahhh!!”

Pak Hasbi terus menggempur kemaluan Shinta, semakin lama semakin brutal. Shinta yang awalnya merasakan sakit itu sekarang menikmati setiap genjotan kontol Pak Hasbi dengan pasrah.

Lalu…

“Pakkhh! Bang Ardiaannsshh datangg…” bisik Shinta disela-sela desahannya.

Dengan cepat Pak Hasbi lalu menghentikan genjotannya dan menarik tubuh Shinta hingga ibu muda cantik tersebut berbalik arah dan berpegangan pada sandaran sofa. Posisi mereka berdua sekarang berubah menjadi menghadap ke arah pintu depan.

“Ngapain kalian?” tanya Ardian terbata-bata.

Shinta memejamkan mata dan menangis.

Celaka! Hancur sudah semuanya! Bang Ardian sudah memergokinya digauli oleh Pak Hasbi yang kurang ajar ini! Celaka! Celaka! Dia sudah berkali-kali memperingatkan Pak Hasbi tapi memang dasar si bajingan tua ini nafsunya selangit!

Tapi…

Berbalik dari apa yang dibayangkan oleh Shinta - Ardian justru merasakan sensasi yang luar biasa. Dia tidak menyangka Pak Hasbi akan seberani ini melakukan hal yang di luar nalar di dalam rumahnya.

“Bang… a-aku a-ahhh…” Shinta hanya bisa merintih menahan nikmat dan sensasi yang memuncak mendapati dirinya berada di situasi dan kondisi seperti ini. Tangan kirinya menarik ujung lingerie nya kebawah agar pinggul nya kirinya tertutup kembali, sedangkan tangan kanannya digunakan untuk bersandar pada sofa. Posisinya setengah nungging dengan pantatnya masih menempel erat pada selangkangan Pak Hasbi. Pak Hasbi sendiri tanpa sungkan memegangi pinggang ramping milik Shinta.

“A-aku tidak… maksudku ini tidak seperti yang Bang Ardian lihat, a-aku dan Pak Hasbi…”

“Itu lho, Mas. Tadi kecoanya tiba-tiba muncul lagi. Bawa temen pula dua kecoa terbang! Mereka lari ke arah depan. aAlhasil ya begini, Mbak Shinta saking takutnya jadi minta pindah ke sini. Ini Mbak Shintanya ga mau dilepas mas, takut banget katanya, lihat saja nafasnya, sampai ngos-ngosan begitu, betulkan Mbak Shinta?”

Shinta mengangguk.

“Kemana mah? Nih kecoa bikin emosi aja ya, bikin kamu jadi ketakutan gitu.”

“Kesitu pah, aahh ke belakang sofaahh yang dekat pintuhhh.”

Ardian pun berjalan kedepan. Sekali lagi seperti orang bodoh dia mencari kecoa yang sebenarnya tidak pernah ada. Momen tersebut dimanfaatkan oleh Pak Hasbi untuk kembali menyodok liang senggama milik Shinta.

“Aahhhaaaaakkkghhh!! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh!”

“Ma!? Mama kenapa?” tanya Ardian polos.

“Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh!”

Tidak ada jawaban dari Shinta. Yang ada hanya desahan di antara suara sesunggukan.

“Mama?”

Ardian pura-pura bingung tapi sama sekali tidak berusaha untuk menghampiri sang istri. Pak Hasbi yang melihat keanehan itu menyeringai, dia segera memanfaatkan peluang. Pria tua yang sedang terangsang hebat itu jelas tidak ingin melepaskan Shinta begitu saja. Eman banget. Kapan lagi bisa menyetubuhi tubuh seorang binor cantik dan mulus di hadapan suaminya?

“Sepertinya kaki Mbak Shinta kesemutan, Mas. Tegang banget ini. Mungkin efek dari rasa takutnya terhadap kecoa. Sangat berlebihan takutnya, bahkan sampai menangis,” balas Pak Hasbi yang dengan berani sambil merabai kedua paha mulus Shinta.

“Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh!”

Shinta sudah tak tahan, gerakannya makin cepat, air matanya deras mengalir. Bodoh sekali suaminya! Bodoh sekali Bang Ardian! Bodoh sekali kamu, Bang! Istrimu sedang digauli laki-laki lain dan kamu diam saja!? Apa yang ada di otak kamu!? Apakah hanya Intan, Intan, dan Intan? Shinta sesunggukan.

Aku ini istrimu, Bang. Istri sah kamu. Tega sekali kamu membiarkan bandot tua ini memperkosaku seperti ini. Apa kamu sudah tidak lagi mencintai aku? Apakah cintamu sudah beralih ke Intan yang cantik itu? Tega banget kamu, Bang!

Pak Hasbi… dia benar-benar monster! Baik dari sikap, kelakuan, dan permainan. Penisnya yang seukuran monster membuat vaginaku terasa penuh, Bang. Membuatku merasakan nikmat yang aku sama sekali tidak mau rasakan! Aku maunya sama kamu, Bang! Hanya sama kamu saja! Kenapa kamu biarkan Pak Hasbi melakukan ini padaku!

Kenapa, Bang!?


Bagaimanapun Shinta berharap ingin diselamatkan oleh sang suami, tapi Ardian tetap cuek dan berpura-pura bodoh.

“Oh, iya bener juga, Pak. Bisa jadi sih memang kesemutan. Kalau begitu tolong jagain istri saya sebentar ya Pak, saya masih penasaran ini kecoa kampret ga ketemu-ketemu,” balas Ardian.

Dia lalu jongkok berpura-pura mencari-cari kecoa nan halu di kolong sofa. Namun tanpa disadari baik Shinta ataupun Pak Hasbi, mata Ardian berkali-kali melirik ke arah mereka berdua. Ardian berkeringat deras. Dia ingin menolong istrinya, tapi dia juga tenggelam ke dalam permainan keduanya.

Uhh… kampret! Aku tidak tahan lagi melihat Shinta dientot Pak Hasbi di depan mata secara langsung seperti ini! Sialaaaaan! Seandainya saja aku bisa ngocok lagi, uuhh!!

Pak Hasbi sudah tidak kaku lagi saat menyodok-nyodokkan batang kemaluannya. Bahkan intensitasnya sudah kembali normal seperti sebelum kedatangan Ardian tadi. Semakin lama semakin cepat. Kedua tangannya pun bukan hanya menyentuh dan memegang pinggang ramping Shinta, melainkan sudah nekat meremas buah dada ibu muda itu dan menggunakannya sebagai pegangan.

“Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh!”

Pak Hasbi kesetanan, Shinta pun lupa diri. Dia bahkan lupa kalau di depannya itu ada suaminya, sedangkan saat ini dia sedang digauli habis-habisan oleh Pak Hasbi. Kedua tangannya bertumpu ke depan. Tubuhnya semakin menungging. Rambut panjangnya terurai indah jatuh ke bawah. Bahkan, dia diam saja saat ujung bawah lingerie-nya disingkap ke atas oleh Pak Hasbi hingga sebatas perut.

“Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Paakkhh…” erang Shinta panjang.

Ardian menoleh dan mendapati istrinya kadang mendongak dan kadang menunduk. Sedangkan Pak Hasbi, terus menggenjot tubuh istrinya tersebut seperti tanpa dosa. Ardian menganga, tidak mengira fantasinya akan menjadi kenyataan. Fantasi akan kenikmatan cuckold ala Beauty and the Beast. Seorang wanita berparas jelita dan bertubuh indah yang menjadi miliknya tengah disetubuhi oleh pria tua buruk rupa dan seharusnya lebih pantas menjadi kakeknya.

Ardian bisa meledak karena kegirangan dan birahi yang luar biasa dahsyat. Kemaluannya tegang bukan kepalang.

“Tahannn sebentaarr yaah, Mbak Shintaaa! Inii saya sambil urut-uratnya yang tegaang… sebentarr lagi pasti enakaaannhhhh…”

Pak Hasbi yang sudah di ujung klimaksnya pun juga ikut tidak bisa menahan desah karena saking nikmatnya lubang memek Shinta yang rapat bukan main. Di ujung kenikmatan itu dia terus menghujamkan batang kejantanannya dengan brutal. Menggauli sang wanita menggemaskan dengan amukan.

“Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh! Aahhh!” Shinta tersengal-sengal.

“Aaaaaaahhaaaaaaaaaakkk!! Yaaaaaakkkk!!”

“Aahhh! Aahhh! Aahhh! Ja-jangan di da…”

Terlambat.

Lahar putih menyembur dengan deras. Memenuhi setiap rongga rahim Shinta.

Pak Hasbi dan Shinta mendapatkan klimaks secara bersama. Terlihat jelas sekali raut wajah kepuasan dari keduanya. Secara perlahan Pah Hasbi melepaskan cengkramannya di payudara Shinta. Dia lalu menarik ujung bawah lingerie Shinta ke bawah lagi.

Beberapa saat kemudian dia menarik kemaluannya yang tinggal setengah tegang itu hingga terlepas, lalu menaikkan kembali kolornya yang tadi dia turunkan sedikit. Aaah! Puas sekali rasanya telah menikmati memek seketat dan serapat punya Shinta.

Benar-benar nikmat!

“Terima kasih, cah ayu. Kamu benar-benar lezat. Heheh. Lain kali, kita bermain lebih lama, lebih panjang, lebih seru, dan kita akan sama-sama menikmati orgasme yang sempurna. Aku akan membuatmu muncrat-muncrat. Heheheh.”

Shinta sesunggukan. Dia merasa kotor, merasa jijik pada dirinya sendiri, merasa dia tak pantas lagi menjadi seorang ibu, seorang istri, seorang yang suci. Dia sudah ternodai. Pagar ayunya sudah ditembus oleh seorang monster cabul.

“Maafkan Mama, Arga… maafkan Mama… maafkan Mama… maafkan Mama…”

Ardian melihat kepuasan tergambar di wajah Pak Hasbi dan lelahnya Shinta. Menyadari permainan panas Pak Hasbi dan Istrinya sudah selesai, Ardian lalu menskenariokan sesuatu.

“Ah, itu dia kecoanya,” dia pun berpura-pura mengusir kecoa yang tentu saja gaib hingga keluar rumah.

“Ketemu mas?”

“Sudah, Pak! Sudah keluar juga barusan, aman deh, istri saya bisa tenang sekarang, hehehe,” balas Ardian layaknya pahlawan, “ngusir kecoa satu aja repotnya kebangetan.”

Shinta sendiri yang masih payah setelah digenjot oleh Pak Hasbi masih diam saja. Tidak percaya dia akan mengalami pengalaman gila seperti ini. Tubuhnya masih menungging, namun lingerie yang ia kenakan sudah lebih rapi dari sebelumnya.

Ardian pun menghampiri. Pak Hasbi mundur perlahan.

“Terima kasih ya Pak, sudah jagain istri saya dari tadi. Ini si Shinta memang phobia sama kecoa, takut sekali dia sampai di luar nalar. Sekali lagi terima kasih, Pak Hasbi.”

“Sama-sama, Mas. Saya juga tidak keberatan, malah senang sekali karena dipercaya oleh Mas Ardian dan Mbak Shinta. Heheh. Lain kali saya siap membantu lagi, kok. Mbak Shinta kalau butuh ketemu saya lagi bilang saja ya.”

Shinta melengos dan mendengus jijik.

Ardian tersenyum, “Ayo Ma, masuk dulu. Kecoanya sepertinya sudah pergi. Mama bisa istirahat dulu.” jelas Ardian sembari menenangkan sang istri, “lagian punya phobia kok sama kecoa. Kasihan Pak Hasbi jadi repot ngurusin kamu, Ma. Ya sudah sekarang tenang aja, semuanya sudah aman,”

Shinta mengangguk pelan. Badannya masih lemas. Untungnya dia masih kuat berdiri meski doyong ke kanan dan kiri. Dengan dibantu dipapah oleh Ardian, Shinta berlalu masuk ke dalam kamarnya. Ibu muda itu sama sekali tidak peduli apa yang baru saja disampaikan oleh sang suami.

“Sebentar ya Pak, saya antar istri saya ke dalam dulu, sepertinya dia tidak enak badan. Belum mau pulang kan? kita ngobrol-ngobrol dulu ya.”

“Siap, Mas Ardian, hehehe.”



.::..::..::..::..::.



Di tempat yang lain, di waktu yang hampir bersamaan, seorang ibu muda yang cantik jelita juga sedang bersolek di depan cermin kamar anaknya.

Bedanya, wanita yang sudah beranak dua ini terlihat sangat cantik dan mempesona dengan pakaian kerjanya sehari-hari.

Wanita tersebut adalah Intan.

Dengan gemetar ibu muda itu terus merias wajahnya. Bukan tanpa alasan dia gemetar. Hal tersebut adalah karena Pak No sang mertua sudah menunggunya di ruang tamu.

Malam-malam seperti ini mereka berdua mau kemana? Tidak, mereka tidak sedang akan pergi kemana-mana. Ternyata Intan mengenakan baju kerja itu adalah karena permintaan sang mertua cabul.

Sebenarnya tadi Intan sudah mengenakan baju biasa. Tidak terlihat menggoda, karena dia tidak ingin terlihat pasrah dengan mertuanya, tapi juga tidak tertutup. Baju rumahan seperti biasa. Tapi ternyata sang mertua ingin menikmati tubuh Intan dengan seolah-olah sedang bekerja. Memang sudah menjadi fantasi si kakek tua bisa menikmati tubuh Intan dalam keangkuhannya selama ini.

Dasar bandot tua. Sudah mesum, ada-ada saja maunya.

Ada-ada saja permintaannya. Amit-amit. Kalau bukan karena terpaksa, ogah banget aku melayanimu malam ini.


Pintu kamar diketuk, lalu terbuka sedikit, “Sudah, Nduk? Suamimu dan anak-anak sudah tidur kan? Bapak sudah tidak sabar.”

Intan menundukkan kepala dan memejamkan mata.

Untuk kesekian kalinya dia tidak akan bisa meminta tolong pada Mas Ardian yang sangat dia kagumi dan selalu menjadi pahlawannya.

Intan membuka mata dan menatap wajahnya di cermin. Banyak orang bilang dia cantik, Intan merasa dia biasa-biasa saja. Banyak orang pernah menembak ingin menjadi pacar bahkan suami. Intan hanya memilih satu orang yang terbaik, yang kini tergolek tak berdaya di pembaringan. Dia tak pernah melayani orang lain selain sang suami. Dia tak pernah ingin melayani orang lain.

Hal itu sudah dihancurkan dengan satu sesi menjijikkan bersama Pak Wing. Kini Intan tahu, dia harus melayani satu orang lagi.

Saatnya telah tiba.



.::..::..::..::..::.



.:: KEESOKAN PAGINYA



Kicau burung menghiasi indahnya pagi cluster Kembang Arum Asri. Matahari pagi bersinar dengan malu-malu, seakan masih sungkan dengan rembulan transparan yang masih berbayang di langit nusa.

Seorang wanita jelita berdiri di depan rumah, tubuhnya condong ke depan dengan siku bersandar di atas pagar. Sesekali ia merapikan kerudung warna pastel yang makin membuat wajah cantiknya mempesona. Sayang wajahnya murung tanpa senyum, seperti ada mendung menggelayut di wajahnya nan ayu.

Wanita jelita yang berparas menggemaskan itu tentunya adalah Shinta, seorang ibu muda yang nasibnya tengah terombang-ambing nasib dan ia harus memikul beban pikiran yang teramat berat.

Semalam ia telah…

Ah!! Sial!! Kenapa susah sekali melupakan!?

Shinta menyesal dengan apa yang telah terjadi semalam. Ia merasa kotor sekali dan berapa kalipun ia mandi, rasa-rasanya tak akan pernah bisa bersih dari noda yang akan menempel seumur hidupnya.

Ia telah dinodai oleh seorang pria yang tak layak. Seorang pria buruk rupa yang bahkan lebih pantas menjadi kakeknya.

Ahhh.

Kenapa!?

Walaupun tak mungkin melupakan apa yang terjadi dan tak mungkin menganulir memori. Semua yang sudah terjadi telah terjadi. Semua adalah kesalahannya. Semua adalah kesalahan dan dialah yang bersalah. Dia bukan korban, karena dia mengijinkan hal-hal semalam terjadi. Dia bersalah. Sangat bersalah. Dia bersalah besar pada Bang Ardian. Dia bersalah besar pada Arga.

Maafkan istrimu yang kotor ini, Bang Ardian, maafkan Mama, Arga.

Shinta menghapus setitik air mata yang tiba-tiba keluar tanpa terkendali. Ia berharap tidak ada orang yang melihatnya seperti itu. Ia menengok ke kiri dan kanan, mencoba mencari seseorang yang akan datang dan bisa membuatnya lupa akan apa yang telah terjadi.

Shinta tengah menunggu penjual sayur keliling yang biasa berkeliling di cluster tersebut. Sebenarnya dia ingin berbelanja ke warung Bi Jum di dekat gerbang cluster yang tentunya lebih lengkap. Tapi, entah kenapa pagi ini semangat dan jiwanya serasa disedot hingga lemas, sehingga ia memilih menunggu tukang sayur keliling saja.

Untungnya Shinta tidak perlu lama menunggu, tukang sayur yang ditunggu tiba juga, suara gerobaknya yang khas dan teriakan paraunya menembus langit pagi di Kembang Arum Asri. Selain Shinta, ternyata ada juga ibu muda lain yang mendatangi sang tukang sayur itu. Ibu muda itu adalah Nisa yang baru saja mengeluarkan motornya dari garasi, si mungil itu ikut menghampiri tukang sayur yang akhirnya mangkal di depan rumah Shinta.

“Hai Shin. Tumben ga belanja di Bi Jum?”

Shinta mencoba bersikap netral dan biasa-biasa saja di hadapan Nisa, ia takut ketahuan melakukan sesuatu yang tidak baik meskipun Nisa tentu saja tidak akan tahu hal itu.

“H-hai, kak Nisa. Iya nih, lagi males banget jalan. Lagipula aku lagi ga pengen masak yang ribet-ribet jadi nunggu Mbah Wier lewat saja, hihihi.”

“Lagi males masak yang ribet apa males kalau entar tiba-tiba ketemu sama si cantik yang berbisa itu?”

Mendengar candaan Nisa, Shinta langsung cemberut, “Iihh…kak Nisa mah mulai lagi deh…pasti mau ngeledekin aku lagi.”

“Hihihi, enggak kok enggak, maaf ya sayang. Mau masak apa hari ini?”

“Paling yang simpel-simpel aja sih, Kak. Pengennya balado terong, tapi takut kalau makan ntar pedesnya nular ke ASI-nya si Arga. Jadi paling mentok ya masak sop aja.”

“Hihihi, kamu ih. Mana ada yang begitu. ASI kan cuma mengambil sari dan nutrisi dari apa yang kamu makan. Jadi benernya mau makan pedes atau nggak, itu ASI kamu juga gak bakal pedes juga, sayang. Tenang aja, aman buat Arga. Yah, kalau masih takut kamu makannya porsi normal aja, jangan yang seblak level 10 misalnya.”

Shinta mengangguk-angguk memahami, “Oh gituuu.”

“Iya, aman kok.”

“Eh, Kalau Kak Nisa mau masak apa?”

“Hihihi. Belum kepikiran, tapi kayaknya sama sih, maunya masak sop aja yang simpel. Ntar siang kan aku ke Nisa Cakes, jadi yah… ga pengen repot juga. Anak-anakku makan tempe goreng juga demen. Hihihi”

“Oh gituuu. Eh iya, Kak. Gimana kabar si Aida? Udah lama gak ketemu sama si cantik itu.”

“Aida alhamdulillah baik-baik aja. Seneng banget punya keponakan yang rajin dan pinter kayak dia. Semua kerjaan sudah dikerjain, all around banget. Semua kue homemade sudah mulai dia sendiri yang bikin, akhir-akhir ini aku bahkan tidak perlu turun tangan langsung karena sudah dipegang Aida..”

“Oh ya? Wih keren banget dia, Kak.”

“Banget. Bahkan untuk ngurusin titipan jajanan pasar juga udah pinter dia, milih mana yang bener-bener enak dan mana yang kurang.”

Shinta manggut-manggut.

Dua ibu muda tersebut lalu mulai memilih-milih bahan sayuran yang ada. Sedangkan tukang sayur yang bernama Mbah Wier pun hanya menunggu saja sambil sesekali merapikan dagangannya jika ada yang berantakan.

Nisa melirik ke arah Shinta, ia melihat ibu muda jelita itu tidak seceria biasanya. Apakah ini semua karena wanita penggoda dari desa sebelah yang selalu cari gara-gara itu?

Nisa menyenggol lengan Shinta, “Ngomong-ngomong, Shin. Suamimu apa masih sering pulang bareng Intan?”

Shinta seperti diremas hatinya dengan pertanyaan itu. Ibu muda jelita itu mengangguk, “Masih Kak. Sekarang jadi lengket banget malah, makin syebel deh pokoknya.”

“Loh kok bisa, say?”

“Tauk tuh. Emang dasar nyebelin. Cantik tapi licik. Terakhir tuh, Kak… kemarin pagi… masa subuh-subuh nelpon Bang Ardian. Minta tolong dianterin ke rumah sakit.”

“Hah? Masa sih sampai segitunya?”

“Iiiyaaa kak… huhuhu… syebel deh liatnya. Kaya ga ada orang lain gitu, mana Bang Ardian juga sama aja, nurut-nurut aja dimanfaatin gitu.”

“Tahu dari mana cuma dimanfaatin?”

“Maksud Kakak?”

“Ya… siapa tahu kan nurutnya suamimu itu karena memang ada udang di balik bakwan, ada timbal baliknya gitu, Shin,” Nisa agak berbisik pada Shinta, “paham kan maksud aku?”

“Iiiih…kakak mah! Sengaja ya bikin aku tambah cemburu? Ini juga udah curiga banget aku, Kak! Syebel banget asli. Kenapa kalau yang minta itu si pelakor itu, Bang Ardian jadi super pahlawan banget. Nyebelin! Kakak jangan bikin aku tambah curiga dong…”

“Hihihi, ga kok say. Tapi ya kamu harus semakin berhati-hati, dan tentunya harus introspeksi diri. Positive thinking nih, siapa tahu memang ada dari dirimu yang bikin suamimu kurang puas atau bosan, laki-laki kan gitu, kalau ga puas di rumah sukanya nyari kepuasan lain di luar.”

Shinta lalu terdiam dan terpenjara dalam renungan yang dalam. Sebagian darinya mengingat kembali kejadian gila semalam yang diawali oleh kecemburuannya pada Intan dan kejengkelannya pada sang suami. Seandainya saja Ardian tidak berulah, tidak akan ada kejadian semalam.

Tapi… apakah benar Ardian berpaling darinya karena Shinta tidak lagi mempedulikannya dan tidak lagi menyajikan pelayanan yang terbaik? Perasaan Shinta selalu rajin merawat diri dan mempersembahkan apapun untuk sang suami.

Mungkin saja… ia bisa kembali memperoleh perhatian utuh Ardian ke dalam pelukannya. Dengan begitu, Pak Hasbi juga tidak akan mengganggunya karena Ardian akan selalu memperhatikannya, seperti dulu, saat Shinta selalu menjadi nomor satu dan satu-satunya untuk Ardian.

“Emh…kakak ada saran ga?”

“Saran apa?”

“Ya… biar Bang Ardian tidak mencari kepuasan di luar, duh, amit-amit deh…”

“Hihihi, simple kok say. Semuanya tinggal balik lagi ke dirimu sendiri, kamunya harus lebih pinter lagi merawat diri, tampil lebih cantik hanya buat suami, kadang harus lebih seksi, dan tentunya… lebih pinter lagi memberikan pelayanan yang hot buat Ardian, hihihi.”

“Hiks. Emang aku udah ga menarik lagi yah kak sekarang?”

“Aish. Bukan masalah menarik ga menarik, say. Kalau ada yang berani-beraninya bilang kamu tidak menarik bakal aku getok kepalanya. Jelas-jelas kamu ayu, mungil dan menggemaskan begini. Tuh lihat, Mbah Wier aja beberapa kali ngelirik ke kamu diam-diam, itu tandanya dia gemes sama kamu. Belum lagi bapak-bapak di sekitar sini ngiler kalau kamu lewat, aku tahu kok kalau Pak Barsono sering mampir tanpa alasan yang jelas kan? Orang itu emang sakit.”

Shinta mengangguk sembari menghela napas panjang. Semalam sudah ada orang cabul yang menikmati tubuhnya, kalau saja Kak Nisa tahu, dia pasti akan terkejut.

“Kamu sangat menarik, Shin. Tapi tidak ada salahnya berusaha untuk jadi lebih menarik lagi demi suamimu, kan? Jadi gini… laki-laki itu pada dasarnya makhluk pemburu, mereka biasa berburu karena memang itu ada di DNA mereka. Berburu adalah kesenangan mereka, kebanggaan diri, dan perwujudan rasa jantan mereka. Rasa yang hanya akan muncul ketika mereka sedang memburu target. Ketika keasyikan itu akan reda – ketika barang buruan justru sudah didapat, atau ketika barang buruan itu hanya menjadi santapan sehari-hari. Saat itu terjadi maka seorang laki-laki akan menurun tingkat ketertarikannya. Ini masalah proses, bukan tujuan.”

“Lah, jadi menurut kakak kita ini barang buruan? Ih, masa gitu sih, Kak. Emoh ah!

“Itu analogi saja, Shintaaa! Hihihi, duh kamu ini.”

Shinta tertawa renyah, “Iya deh, aku bakal lebih merawat diri lagi, mau perawatan ke salon lagi, ah tapi kan masalahnya Arga belum bisa ditinggal lama-lama, Kak.”

“Ya ga apa-apa, sabar-sabar dulu aja. Perawatan kan ga harus ke salon say, kamu bisa luluran sendiri misalnya, atau kalau perlu bantuan apa gitu tinggal bilang ke Kakak, tenang aja, Kakakmu ini pasti akan siap membantu kapan saja.”

“Aaaa…kakak emang the best deh, maaci yaa kakak Nisa yang cantik dan…”

Shinta berusaha memeluk Nisa. Nisa pun mengerutkan kening sembari nyengir, “…dan apa? Kok berhenti? Ini pasti mau menyindir nih.”

“…dan seksi, hihihi. Kak Nisa yang cantik dan seksi.”

Hush, nanti Mbah Wier denger.”

“Hihihi, lalu, saran yang kedua gimana?”

“Yang kedua apa?”

“Yang itu tadi…”

“Yang mana?”

“Yang…HOT!”

“Oalaaaah, hahaha. Ih kamu ini, Neng. Ya masa minta saran itu juga? Gimana sih?”

“Ya siapa tau kan ada tips dan triknya gitu. Terbukti kan Mas Haris tergila-gila banget sama Kak Nisa. Tidak mau berpaling meski ada sejuta Intan sekalipun.”

Haish. Apaan sih kamu, Shin. Ya kalau itu… improvisasi ajalah kalau itu… tidak perlulah aku ajarin, pasti sudah bisa banget.”

“Aku mana bisa improvisasi, Kak…”

“Bisaaaa, masa sih yang beginian harus aku ajarin? Kamu ga diajarin aja dua tahun lalu langsung tekdung! Baru sebulan nikah langsung hamidun, say. Kalau kakak ajarin jangan-jangan hamil tiap tahun kamu nanti, hihihi…”

Wajah Shinta memerah karena malu, “Ya tips-tips nya aja kalau gitu.”

“Ya kalau itu nanti gampanglah, hihihi. Udah ah, jadi kamu udah mutusin mau masak apa belum? Aku buru-buru mau masak nih. Takut Yuna keburu datang ke rumah.”

“Udah, Kak. Jadi mau masak terong balado aja kayanya, mumpung terongnya Mbah Wier gede-gede, hihihi.”

“Hiih! ngomongnya ya…”

“Hihihi, kakak sendiri mau masak apa?”

“Sama kayanya, jadi kepengen terong balado. Hihihi.”

“Huh! dasar, sama aja ternyata.”

Mereka berdua pun langsung membayar belanjaan masing-masing dan setelah berpamitan langsung pulang menuju rumah masing-masing. Begitu juga Mbah Wier yang juga lanjut berkeliling. Nisa sempat melihat sebentar ke arah Shinta yang sudah memasuki pekarangan rumahnya sendiri. Nisa geleng-geleng kepala. Dari mereka bertiga - dengan Amy - tentunya, Shinta memang yang paling muda dan paling manja. Ada saja cerita cerita-cerita unik dari tetangga yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri itu.

Tapi di saat langkah Shinta semakin menjauh, ada sedikit hal yang membuat pikirannya mengganjal. Nisa memperhatikan Shinta kembali.

Apa ya? kok kaya ada yang aneh?

Eh, itu…


Nisa baru paham apa yang aneh. Langkah kaki Shinta. Tidak seperti biasanya, langkah Shinta pagi itu terlihat agak mengangkang. Nisa lalu tersenyum.

Halah, jalan sampai ngangkang gitu masih minta saran buat jadi hot di depan suami.
Hihihi, kira-kira mainnya seperti apa ya sampai efeknya seperti itu?


Seandainya saja Nisa tahu.
Seandainya saja.



BAGIAN 11-B SELESAI.
BERSAMBUNG KE BAGIAN 12





NEXT WEEK : Ada Maya
IN TWO WEEKS : Ada juga Aida
 
Wah gila pak Hasbi makin berani aja main di rumah Shinta, mana di depan Ardian yang dodol banget lagi wkwkwk. Ditunggu proses kenakalan Shinta lagi didepan pak Hasbi.
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd