Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Vampire Untold Story

Bimabet
Chapter 10b

Keempat selir lainnya berkumpul di pembaringan. Kini didepan keenam orang itu tampak Tuan Frantzheof de Van Pierre Tantri dan Gayatri berdiri berhadapan dalam keadaan telanjang bulat tanpa gadis itu menydari sedikitpun bahaya yang mengancam dirinya.

Tuan Frantzheof de Van Pierre meneguk liurnya sendiri melihat betapa mulus dan terawatnya tubuh Gayatri, dengan pinggang yang ramping dan buah dada yang bulat tegak kencang menantang.

Yuni datang mendekat bersimpuh disamping kiri Tuan Frantzheof de Van Pierre, tangannya memegang gelas kristal berisikan anggur merah setengahnya, dan Tuan Frantzheof de Van Pierre segera mengerat urat nadi dipergelangan kirinya dengan kukunya, darah yang mengalir keluar itu ditampung oleh Yuni kedalam gelas sampai campuran darah dan anggur merah itu hampir memenuhi gelas.

Tantri memeluk Gayatri dari belakang, diciuminya belakang telinga leher dan tengkuk gadis itu sambil kedua tangannya mulai membelai dan mengelus kedua buah dada gadis itu, “mmhh”, tubuh Gayatri meliuk sedikit berusaha menahan desahannya.
Ketika ciuman Tantri semakin ganas dan tangan itu mulai meremas-remas buah dadanya, Gayatri mulai lepas kendali, “Achh Tantri … Geli”, desahnya ketika remasan tangan itu diikuti pelintiran lembut dikedua puting susunya.

Tuan Frantzheof de Van Pierre yang dengan cepat telah memulihkan kembali luka di pergelangan tangannya segera mendekati Gayatri, diciuminya leher gadis itu dengan buas, “mmmhhh … Kalian mengeroyokku yah … Sshh Siapa ini … Achh Awas kalian nanti”, Gayatri kembali meliuk dan mendesah ketika merasakan ada benda hangat masuk menyelip diantara pangkal pahanya, benda hangat yang dengan lembut menggesek-gesek belahan vaginanya.
Rangsangan yang dirasakannya dengan cepat membuat belahan vagina gadis itu menjadi basah.

Tuan Frantzheof de Van Pierre mengalihkan sasaran ciumannya, kini dengan buas dia mencium dan menetek dikedua buah dada Gayatri, “Auww … Anak siapa ini … Gila kamu yah … Auwww geli tahu“, Gayatri jadi tersentak dan menjerit sambil tertawa geli, “Tapi enak juga”, lanjutnya cekikikan.

Aroma yang keluar dari kemaluan Gayatri yang mulai banjir yang tercium dihidungnya yang sensitif itu, dan karena ingin menikmati gurihnya cairan kenikmatan gadis perawan ini, Tuan Frantzheof de Van Pierre segera menurunkan ciuman dan jilatannya kebawah, merambat turun sampai ke pangkal paha gadis itu.

Gayatri berusaha merapatkan kedua pahanya ketika merasa ada yang berusaha membuka kedua pahanya dan menjilat belahan vaginanya, “Ichh … Jangan …”, katanya cekikikan dan berusaha menghindar.
“Kau takut gadis manis?”, bisik Tantri yang memeluk Gyatri dari belakngan dan masih terus menciumi leher dan tengkuk serta meremas-remas buah dada gadis itu.
“Aku tidak takut … Tapi apa tidak jijik berbuat begitu?”, balas Gayatri sengit, “Yach sudah silahkan saja kalau mau”, lanjutnya mengalah.

Tuan Frantzheof de Van Pierre tersenyum menyeringai, dibukanya kedua paha Gayatri melebar, kini dengan leluasa Tuan Frantzheof de Van Pierre dapat menjilati belahan vagina gadis itu.
Tubuh Gayatri tampak bergetar dan mengejang, gerakan lidah Tuan Frantzheof de Van Pierre menimbulkan sensasi yang luar biasa bagi gadis itu, “Ucchhh Gilaa … “, rintih gadis itu dengan kepala terdongak.

Sambil meremas kedua pantat Gayatri, bibir Tuan Frantzheof de Van Pierre menempel ketat di belahan vagina gadis itu, kini lidahnya mulai menerobos kedalam liang vagina gadis itu, Gayatri seperti disetrum listrik tegangan tinggi dibuatnya, tubuh gadis itu tampak bergetar hebat, kedua lututnya terasa goyah, “Uchh … Uchh”, rintihan gadis itu semakin kuat terdengar.

“Achh hentikan … Hentikan … Acchhh aku … aku mau …”, tak lama kemudian terdengar gadis itu menjerit-jerit lirih dengan tubuh terkejang-kejang, Tuan Frantzheof de Van Pierre bukannya menghentikan malahan makin mempercepat permainan lidahnya, “Aku … Aku mau pipis …”, rintihnya putus asa.
Dengan satu sentakan keras gadis itu menjerit panjang, “Acchhhh….”, Gayatri telah merasakan orgasmenya yang pertama, Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan buas menyedot liang vagina gadis itu berusaha mendapatkan cairan kepuasan gadis itu, “Sudah … Sudah dulu …”, rintih Gayatri dengan lutut yang tampak gemetar kehabisan tenaga.

“Minum lah dulu gadis manis … Permainan kita baru sampai babak pertama”, bisik Tantri mengelus dan membelai rambut Gayatri sambil memberi isyarat kepada Yuni untuk datang mendekat.
Yuni segera menyodorkan gelas berisi campuran anggur merah dan darah Tuan Frantzheof de Van Pierre ke bibir Gayatri, dengan pasrah gadis itu menerima minuman itu, walaupun tidak sekaligus tapi akhinya Gayatri menghabiskan juga minuman itu.

Minuman itu terasa hangat di tenggorokan dan diperutnya, dan dengan cepat Gayatri sudah merasa segar kembali.
“Mmmh … Anak nakal …”, desahnya ketika merasa ada yang kembali menetek dengan buas di dadanya.
Tapi kini Gayatri sudah berubah, dia sudah menetapkan akan mengikuti permainan ini sepenuhnya, dia ingin menikmati semua rangsangan yang akan diberikan oleh Tantri dan yang lainnya.
Gadis itu tak menyadari bahwa permainan ini tidak dimainkan oleh Tantri ataupun kelima selir lainnya, melainkan lebih didominasi oleh Tuan Frantzheof de Van Pierre.

Tuan Frantzheof de Van Pierre menggenggam batang penisnya dan mengarahkannya ke belahan vagina Gayatri, Gayatri membiarkan dan menikmati gesekan-gesekan benda hangat itu.
Kemudian Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai sedikit menekan kepala penisnya menggesek dan menerobos belahan vagina gadis itu.
“Achhhh”, desah Gayatri ketika gesekan kepala penis itu mulai diikuti gerakan menerobos masuk ke liang vaginanya.
Tantri memegang bongkahan pantat Gayatri dan menggoyangkan pinggul gadis itu mengikuti irama gesekan penis Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Semakin lama kepala penis Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai masuk semakin dalam, sementara Gayatri kini tampaknya sudah pintar menggoyangkan pinggulnya sendiri.

“Mau dimasukkan semua gadis manis? … Jangan takut … Sakitnya dikit tapi enaknya banyak”, tanya Tantri, Gayatri membalas dengan gelengan kepala, “ Jangan Tantri … Cukup segitu saja”, desahnya.
Semakin lama Gayatri semakin keenakan dan mulai lupa diri, dan karena Tantri terus menerus mengulangi pertanyaan itu, akhirnya Gayatri menyerah juga, “Terserah … Terserahh …”, desahnya pasrah.
“Tahan sedikit ya gadis manis …”, katanya sambil memberi isyarat kepada Tuan Frantzheof de Van Pierre.

Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan kuat menyentakkan pinggulnya keatas, karena liang vagina Gayatri sudah sangat basah maka penisnya dengan cepat menerobos masuk sampai kepangkalnya.
Gayatri menjerit panjang, rasa sakit mendera kemaluannya. Tubuh gadis itu mengejang, dia berusaha melangkah mundur dan melepaskan diri akan tetapi karena dirinya dipeluk dari belakang oleh Tantri maka gadis itu tak dapat berbuat banyak.
Tantri terus membujuk gadis itu supaya tenang.

Setelah Gayatri tenang kembali, gadis itu heran sendiri karena rasa sakit yang dirasakannya tadi dengan cepat menghilang, padahal dia masih merasakan bahwa benda hangat itu masih tertancap di dalam kemaluannya..
Gayatri kembali mendesah lirih ketika Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai dengan perlahan menggoyangkan pinggulnya.

Semakin lama gerakan pinggul Tuan Frantzheof de Van Pierre semakin cepat, “Achhh … Enak Tantri enak …”, desah Gayatri yang mulai ikut menggoyangkan pinggulnya mengikuti irama keluar masuknya batang penis Tuan Frantzheof de Van Pierre.

Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan ganas menggoyang-goyangkan pinggulnya, sambil menciumi leher dan dada gadis itu yang sudah basah oleh keringat.

Tek beberapa lama kemudian tubuh Gayatri tampak mulai tersentak-sentak, “Aku mau pipis Tantri … Aku mau pipis lagi”, rintihnya.
Mendengar ceracauan mulut gadis itu, Tuan Frantzheof de Van Pierre semakin mempercepat gerakannya, sampai ketika tubuh Gayatri benar-benar mengejang dan gadis itu menjerit, Tuan Frantzheof de Van Pierre baru menghentikan gerakannya sambil menghentakkan pinggulnya berusaha membenamkan batang penisnya sedalam mungkin kedalam liang vagina Gayatri.

Tuan Frantzheof de Van Pierre merasakan dalam orgasmenya liang vagina gadis itu dengan kuat meremas-remas batang penisnya.

Tuan Frantzheof de Van Pierre melangkah mundur dan mencabut batang penisnya, Gayatri mendesah tak rela dan tampak tergantung lemas.

Atas isyarat Tantri, Wulan segera mendekat dan membantu Tantri melepaskan ikatan Gayatri, Yuni memegangi tangan kiri gadis itu, sementara Wulan memegangi tangan sebelah kanan, sedangkan Tantri melumat bibir gadis itu sambil jari tengah tangan kanannya bermain di belahan bibir vagina Gayatri, “Babak kedua permainan sudah selesai gadis manis”, bisiknya.

Setelah melepaskan ciumannya dan untuk memberikan kesempatan Gayatri mengatur nafasnya, Tantri berjongkok dan menggenggam batang penis Tuan Frantzheof de Van Pierre yang kini telah berbaring terlentang di lantai diantara kedua kaki Gayatri, dikulum dan disedot-sedotnya kepala penis Tuan Frantzheof de Van Pierre sebelum memberi isyarat kepada Yuni dan Wulan.
Yuni dan Wulan membimbing Gayatri dengan perlahan turun berjongkok ke arah batang penis Tuan Frantzheof de Van Pierre yang berada dalam genggaman Tantri.
“Aacchh”, desah Gayatri ketika batang penis itu dengan mantap menerobos liang vaginanya.

Yuni dan Wulan yang ikut pula berjongkok kemudian mengalungkan tangan Gayatri ke bahu masing-masing, mereka kini menjadi tempat Gayatri bergantung.
Keduanya mulai mengangkat dan menurunkan tubuh Gayatri, memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan gadis itu, “Sekarang kau memegang kendali gadis manis … Kau dapat mengatur arah dan kecepatan benda hangat ini masuk-keluar lubang vaginanmu”, bisik Tantri sambil meremas-remas buah dada Gayatri.

Gayatri dengan cepat menyerap pelajaran itu, gadis itu dengan bergantung pada Yuni dan Wulan mulai pintar menaik-turunkan tubuhnya, “Achh Tantri … Auchhh ini lebih enak dari yang tadi” ceracau gadis itu.

Desahan dan erangan kenikmatan yang dikeluarkan oleh Gayatri ditambah gerakan tubuh gadis itu yang naik-turun dengan cepat dan terkadang diselingi dengan goyangan-goyangan itu, membuat Tuan Frantzheof de Van Pierre harus berjuang mati-matian mempertahankan diri, londo itu berusaha menutup mulutnya rapat-rapat agar tidak ikut mengeluarkan desahan atau geraman, keningnya tampak berkerut dengan mata terpejam rapat menahan kenikmatan.

Semakin lama gerakan Gayatri semakin ganas tak beraturan, membuat Tuan Frantzheof de Van Pierre merasa tak dapat mempertahankan diri lebih lama lagi, batang penisnya sudah berdenyut-denyut dengan kuat.

“mmh … mmhh … mmmhhh … aaaacchhhhh!”, Gayatri menghempaskan tubuhnya dengan kuat ke bawah, gadis itu telah mencapai orgasmenya yang kedua, dengan tubuh bergetar gadis itu mengoyang-goyangkan pantatnya dengan cepat dan kuat berusaha mempertahankan sensasi kenikmatan yang baru saja diperolehnya.
Goyangan yang membuat Tuan Frantzheof de Van Pierre tak dapat bertahan lagi, sambil menggigit bibir, londo itu mengejang dan memuntahkan cairan kenikmatannya ke dalam liang vagina Gayatri.

“Gila kau Tantri … Kau dan permainan gilamu ini bisa benar-benar membuatku gila dan membuat aku takut … Takut ketagihan nanti”, kata Gayatri dengan nafas terengah-engah.

“Kapanpun kau mau gadis manis … Kapanpun kau mau … kami siap melayanimu”, bisik Tantri mengecup bibir gadis itu sambil mengedipkan mata kearah Tuan Frantzheof de Van Pierre.

Keenam orang selir Tuan Frantzheof de Van Pierre itu kemudian mengangkat dan menggotong Gayatri yang terengah-engah lemas itu keatas pembaringan, setelah melepaskan ikatan penutup mata dan menyelimuti Gayatri kemudian mereka meninggalkan gadis itu untuk beristirahat.

Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan dipapah oleh seluruh selirnya kembali ke kamar tidurnya, senyum puas menghias bibirnya.

Matahari sudah mulai terbenam ketika Gayatri terbangun, gadis itu mendapati dirinya telanjang bulat dibalik selimut, sesaat gadis itu tampak panik kakan tetapi setelah menenangkan diri barulah dia teringat akan kejadian siang tadi, dengan segera gadis itu turun dari pembaringan.

Diatas meja disamping pembaringan itu tersusun handuk dan pakaian lengkap yang tampak masih baru, ada kertas catatan diatasnya, “Mandi dan segera berdandan gadis manis … kami tunggu di kolam belakang … Tantri”.
Gayatri segera meraih handuk itu dan bergegas masuk ke kamar mandi yang memang tersedia di kamar itu.

Ketika menyabuni diri, Gayatri sempat meraba bagian kemaluannya, wajahnya tampak murung sejenak, dia telah kehilangan mahkota kebanggaannya.
Akan tetapi merasa bahwa mungkin itu lebih baik daripada direnggut oleh Sancaka keparat itu, gadis itu kembali mengeraskan hatinya dan segera melupakan hal itu.
Hanya saja yang membuat heran adalah dia tidak sedikitpun merasakan sisa rasa sakit di kemaluannya, bahkan ketika tadi ditekan-tekan dan dicobanya memasukkan jarinya sedikit kedalam lubang vaginannya, tidak sedikitpun ada sisa rasa sakit disana.

Akan tetapi akhirnya Gayatri tidak ambil pusing lagi mengenai hal itu, toh bagus juga dia tidak lagi merasakan sakit akibat kejadian siang tadi.
Gadis itu segera menyelesaikan mandinya kemudian berdandan dan mematut diri dengan pakaian baru yang disediakan untuknya, untuk kemudian menyusul yang lainnya ke kolam belakang.

Gayatri tidak menyadari bahwa dia sudah mulai mengalami perubahan akibat darah Tuan Frantzheof de Van Pierre yang diminumnya siang tadi, darah yang dengan cepat menyembuhkan sisa luka-luka akibat terobeknya selaput dara miliknya siang tadi.

****

Sancaka kembali mengeluarkan jam kantongnya, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh menit, berarti sudah hampir lima belas menit dia menggedor-gedor pintu gerbang ini tanpa hasil.
Apakah Gayatri dan teman-teman barunya belum kembali ke rumah? Pemuda itu kemudian mengeluarkan rokok dan menyulutnya sebatang, biarlah aku akan menunggu sebentar lagi pikirnya, kemudian mencari tempat yang dapat diduduki disekitar pintu gerbang itu menunggu.
Sancaka tak mengetahui bahwa Gayatri saat itu jatuh semakin dalam ke dalam perangkap Tuan Frantzheof de Van Pierre.

Gayatri yang setelah selesai mandi bergegas menyusul ke kolam belakang mendapati persiapan makan malam disana, sebuah meja besar telah disiapkan ditepi kolam, lengkap dengan segala perlengkapannya termasuk beberapa batang lilin yang telah dinyalakan, semuanya tertata rapi.
Didekatnya juga terlihat meja yang agak kecil, dengan botol-botol kristal diatasnya, berisikan beberapa macam minuman berwarna.

Yuni yang bersama keempat orang selir Tuan Frantzheof de Van Pierre yang tadinya berdiri mengobrol di dekat meja itu sambil menikmati minuman yang ada, segera menyongsong kedatangan Gaytri.
“Kamu cantik sekali dalam pakaian ini Gayatri”, katanya sambil merangkul gadis itu, “Bagaimana rasanya siang tadi? Apa sudah mulai ketagihan nikmatnya?”, bisiknya sambil senyam-senyum.
Gayatri tidak menyahut, hanya mencubit lengan Yuni berkali-kali dengan muka merah menahan malu, membuat Yuni sibuk menangkis cubitan itu sambil cekikikan geli.

“Mana Tantri”, tanya Gayatri karena tidak melihat keberadaan gadis itu.
“Sebentar lagi dia juga datang … Tadi katanya mau menjemput Tuan Frantzheof de Van Pierre di kamarnya”, sahut Yuni sambil memberi isyarat kepada selir-selir yang lain untuk segera duduk, “Kamu duduk disini bersamamaku”, lanjutnya sambil menunjuk bangku paling kanan dari sisi kiri meja itu.
Kemudian Yuni mengambilkan minuman untuk Gayatri dan segera duduk disamping gadis itu, kini disisi kiri meja itu duduk Gayatri, Yuni dan Diah, sementara disisi lain duduk pula Wulan, Sari dan Ratna.

Tak lama kemudian Tantri muncul sambil menggandengan tangan Tuan Frantzheof de Van Pierre, kemudian Tantri langsung mengambil tempat duduk di ujung meja yang lain, sehingga menempatkan Tuan Frantzheof de Van Pierre duduk diujung meja yang lain, yakni di sebelah Gayatri.
Tadinya Gayatri akan protes meminta Tantri yang duduk di dekatnya, akan tetapi menyadari bahwa dia hanyalah tamu dirumah ini, diapun lebih baik memilih diam.

Setelah duduk disebelahnya, Tuan Frantzheof de Van Pierre tersenyum dan mengangguk hormat ke arah Gayatri, gadis itu yang menganggap bahwa dia baru pertama kali itu bertemu dengan pemilik rumah segera membalas dengan sopan, kini dia dapat mengamati londo itu secara aslinya, jika dibandingkannya dengan potret diri londo itu di lukisan yang ada di ruang depan dan di kamar tidur, ternyata aslinya jauh lebih tampan dan lebih gagah.

Tak lama kemudian tampak beberapa orang pemuda berpakaian rapi mulai mengantar dan menyajikan bebagai macam hidangan, didahului sangat Tuan Frantzheof de Van Pierre acara makan malam pun dimulai, selama acara makan suasana cukup akrab dan beberapa kali Tuan Frantzheof de Van Pierre merekomendasikan hidangan tertentu kepada Gayatri sambil menjelaskan bahan dan cara membuat hidangan tersebut, bahkan kalau letak hidangan itu terjangkau olehnya maka Tuan Frantzheof de Van Pierre akan langsung mengambilkan hidangan tersebut dan meletakkannya di piring Gayatri, membuat gadis itu senang dan sesekali mukanya bersemu merah.

Setelah semuanya tampak berhenti makan, rombongan pemuda tadi dengan sigap segera membereskan meja dan menghidangkan makanan penutup, setelah mencicipi hidangan penutup itu dari reaksinya tampak jelas bahwa Gayatri belum pernah menikmati makanan seenak itu.
Gayatri pun dengan cepat terlibat dalam obrolan dan canda tawa bersama Tuan Frantzheof de Van Pierre dan keenam selirnya itu.

“Hmm … Sebaiknya kita berenam segera ke belakang membantu pemuda-pemuda ganteng tadi berberes …. Bagaimana?”, terdengar Tantri menggoda kelima selir Tuan Frantzheof de Van Pierre lainnya yang langsung tertawa cekikikan, “Kecuali engkau Gayatri … Sebagai tamu sebaiknya engkau disini saja menemani tuan rumah kita yang gagah ini”, lanjutnya sambil mengedipkan mata ke arah Gayatri.

Kemudian Tantri memanggil salah seorang pemuda itu membisikkan sesuatu, pemuda itu mengangguk-angguk dan segera berlalu kedalam.
Bersama beberapa orang temannya, pemuda itu segera bekerja membersihkan dan mempersiapkan pondok-pondokan kecil yang agak jauh dari kolam itu menjadi tempat kencan buat Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri, karpet tebal dan beberapa bantal bulat besar sebagai alas duduk sudah digelar disana supaya kedua orang itu dapat mengobrol dengan santai nantinya.

Setelah semua siap, Tantri segera mengajak kelima selir Tuan Frantzheof de Van Pierre lainnya kedalam, sementara Tuan Frantzheof de Van Pierre segera mengajak Gayatri untuk pindah duduk ke pondok kecil itu, tak lupa londo itu juga membawa botol kristal berisi anggur merah bersamanya.
Kembali semua pemuda tadi membereskan dan membersihkan meja besar itu.

Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri tampak mulai mengobrol dengan akrab, sementara diluar didekat pintu gerbang itu Sancaka masih mencoba bersabar menunggu, walaupun pemuda itu tampak gelisah dan sudah mulai habis kesabarannya.

Gayatri tidak menyadari bahwa ada perubahan besar didalam dirinya, ketika sambil mengobrol itu Tuan Frantzheof de Van Pierre sesekali memuji dan tampak memandang dengan penuh nafsu kearahnya, gadis itu malah senang dan bangga.
Gayatri agaknya mulai terpikat oleh londo itu dan bahkan lama-kelamaan diapun dengan sadar membiarkan tangan Tuan Frantzheof de Van Pierre menggenggam dan membelai tangannya.

Tuan Frantzheof de Van Pierre setiap kali menambahkan minuman ke gelas gadis itu setiap itu pula mulai merapatkan duduknya kearah Gayatri.
Gayatri tahu itu akan tetapi sengaja pura-pura tidak tahu.
Dan ketika Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai mendekatkan wajahnya dan mengecup bibirnya, Gayatri segera membalas.
Tuan Frantzheof de Van Pierre tahu benar bahwa dia tidak boleh terburu-buru kalau ingin mendapatkan hati gadis ini, dia berusaha memperlakukan Gayatri dengan lembut, semuanya dilakukan bertahap, sampai Gayatri mulai menikmati dan membiarkan saja perlakuan londo itu.

Terdengar suara berdebuk diikuti bentakan, “Lepaskan dia!!!”, bentakan keras itu mengejutkan Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri, kiranya sudut pagar telah berdiri Sancaka dengan muka merah padam menahan amarah, pemuda itu telah habis sabar dan menyusup dan meloncat masuk lewat pagar belakang yang tingginya sekitar 3 meter dengan ketebalan sekitar lima puluhan centimeneter..
Ketika berada diatas pagar tadi pemuda itu mendapati tunangannya berada dalam pelukan Tuan Frantzheof de Van Pierre, pakaian gadis itu telah mulai terbuka, Gayatri tampak memejamkan mata menikmati ciuman-ciuman Tuan Frantzheof de Van Pierre di leher dan buah dadanya.

Gayatri hanya sebentar terkejut, kemudian dengan senyum sisnis gadis itu kembali merengkuh kepala Tuan Frantzheof de Van Pierre ke dadanya, membiarkan Sancaka yang menggeram marah menyaksikan kehadirannya tak diangap sedikitpun oleh Gayatri dan Tuan Frantzheof de Van Pierre yang langsung kembali menciumi dada gadis itu dengan penuh nafsu.

“Ibis keparat!!!”, jerit pemuda itu sambil berlari dan menerjang kedalam pondok itu.
Tuan Frantzheof de Van Pierre mendengus kesal dan segera berkelebat cepat menyambut serangan pemuda itu, tinju kirinya bersarang ke perut Sancaka dan kemudian ditangkapnya pinggang pemuda itu dan dilemparkan ke arah meja besar yang tadi dipergunakan untuk acara makan malam.

Tubuh Sancaka melayang terhempas ke atas meja besar itu dengan keras, “BRAKKK!”, meja itupun roboh terkena hempasan tubuh pemuda itu.
Sancaka tampak berusaha bangkit walaupun seluruh tubuhnya terasa sakit dan nafasnya sempat hilang tadi akibat pukulan Tuan Frantzheof de Van Pierre.

Kerasnya suara itu juga ikut mengagetkan keenam selir Tuan Frantzheof de Van Pierre yang sedang bemesum ria dengan pemuda-pemuda yang tadi melayani acara makan malam.

Yang pertama muncul adalah Sari, karena gadis itu memilih dapur untuk tempatnya melampiaskan nafsu dengan pemuda pilihannya.
Gadis itu tertegun melihat Sancaka yang berusaha bangkit berdiri itu, akan tetapi melihat isyarat Tuan Frantzheof de Van Pierre, diapun segera berkelebat menyambar ke arah Sancaka. Tangannya terayun kearah tengkuk pemuda itu.

Sancaka terkesiap dan hanya sempat melirik sekilas, “DORR!!”, terdengar letusan keras dan tubuh Sari yang sedang melayang itu tersentak dan jatuh terhempas keatas permukaan kolam.
Tubuh gadis itu tampak menggelepar didalam air kolam dengan dahi kepalanya pecah, warna merah dengan cepat menyebar dipermukaan kolam itu.

Tuan Frantzheof de Van Pierre menggeram marah dan membalikkan tubuh kearah asal tembakan, “DUARR”, letusan yang lebih keras terdengar diikuti suara berdesing, tubuh londo itu langsung terjengkang dan terhempas dengan keras ke tanah.
Kelengahannya yang cuma sedetik itu harus dibayar mahal oleh vampire tua itu, tampak sebatang harpun dengan sirip-sirip tajam menancap di dadanya, tepat dibagian jantung.
Darah vampire tua itu menyembur dengan kuat melalui lubang ditengah harpun itu, Tuan Frantzheof de Van Pierre yang sempat dengan sigap meloncat bangkit berdiri itu segera terhuyung-huyung kebelakang, darahnya yang dengan cepat mulai terkuras itu melemahkan dirinya.
Untung Gayatri segera menyambut tubuh londo itu dan membantunya duduk diatas tanah.

Tuan Frantzheof de Van Pierre berusaha mencabut harpun itu akan tetapi gagal karena tenaganya mulai melemah dan sirip-sirip harpun itu telah dirancang khusus menyulitkan usahanya.

Sancaka juga memandang kearah asal tembakan-tembakan itu, Van Helsing Jr tampak berdiri diatas pagar belakang itu dan tetap membidikkan senjatanya ke arah Tuan Frantzheof de Van Pierre, akan tetapi tidak meneruskan serangannya karena takut mengenai Gayatri.

“Sari!!!”, jerit Ratna yang baru saja keluar, gadis itu tadinya sedang panas-panasnya bercumbu di ruang makan ketika mendengar keributan di belakang.
“Kau harus membayar lunas kematiannya Sanca!!!”, jeritnya sambil berjongkok dan dengan cepat tubuhnya berubah wujud seperti Tantri dulu ketika akan menyerang Rianti malam itu.

Baru saja monster srigala jelmaan Ratna itu akan meloncat menyerang Sancaka, sesosok bayang berkelebat cepat memapas gerakannya, terdengar suara berdesing dan tampak kilatan sinar putih.
Sancaka merinding melihat monster itu tak jadi meloncat dan tampak berkelojotan, darah menyembur deras dari lehernya yang putus itu, kepalanya tampak menggelinding ditanah.
Disana berdiri Rianti yang telah kembali menyarungkan pedang samurai yang tadi dipergunakannya menebas kepala monster itu.

Keempat selir yang lain muncul keluar hampir bersamaan, terdengar Tantri membisikkan perintah kepada tiga selir yang lain, kemudian gadis itu melangkah maju kearah Rianti, kira-kira tiga meter dari Rianti gadis itu berhenti dan berdiri sambil memandang tajam ke arah Rianti.
Rianti balas memandang dan dapat merasakan bahwa Tantri yang ini bukanlah Tantri yang dulu. Diapun bersiaga.
Keduanya saling memandang tajam tanpa berkata sepatahpun.

Sama seperti Tantri, Wulan pun melangkah kearah Sancaka dan berhenti kira-kira tiga meter dari pemuda itu sambil memandang tajam mengawasi ke arah pemua itu.

Yuni dan Diah dengan cepat menuju kearah Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri, Yuni berdiri dan mengawasi gerak-gerik Van Helsing Jr.
Ketika Van Helsing yang merasakah ancaman serangan dari Yuni segera mengalihkan bidikannya ke arah gadis itu, sementara Diah segera mengajak Gayatri untuk memapah Tuan Frantzheof de Van Pierre kembali kedalam rumah.

Melihat itu Rianti menyadari bahwa Sancaka berada dalam posisi yang paling lemah, diapun dengan perlahan mulai menggeser mendekat kearah Sancaka.
Tantri dengan waspada dan juga dengan pelan mengikuti gerak Rianti.
Wulan yang mendapat isyarat dari Tantri segera membantu Diah dan Gayatri supaya dapat lebih cepat membawa Tuan Frantzheof de Van Pierre kembali ke dalam rumah.
Setelah sampai didepan pintu, Wulan segera melangkah cepat tapi kali ini kearah Yuni, setelah Wulan berdiri samping Yuni terdengar kedua gadis itu saling berbisik, dengan berbarengan kedua gadis itu lari berpencar dan hampir bersamaan keduanya meloncat keatas menyerang ke arah Van helsing Jr.

Van Helsing Jr terkejut juga melihat kedua gadis itu nekat menyerang, tak punya pilihan lain dia harus memilih salah satu, diapun melepaskan tembakannya kearah Yuni, gadis itu berusaha memutar tubuhnya mengelak, tapi tak urung tembakan itu tetap mengenai bahunya.
Yuni segera berkelebat mundur dengan cepat ke arah Tantri.

Sementara Wulan dengan leluasa meneruskan serangannya, gadis itu segera mencengkeram kedua bahu Van Helsing Jr dan bermaksud menghempaskannya keatas tembok pagar itu, supaya mudah untuk menggigit dan menghisab darahnya.
Namun tiba-tiba sebuah tombak mencuat dari balik tembok itu dan menusuk memanggang tubuh gadis itu mulai dari pinggang kanan menembus dibawah ketiak kirinya.
Wulan menjerit kesakitan, akan tetapi jeritannya langsung terbungkam oleh sumpalan granat yang dibenamkan Van Helsing Jr ke mulutnya.
Van Helsing Jr segera menendang tubuh Wulan, tubuh gadis itu terhempas jatuh ke bawah, diikuti ledakan keras yang menghancurkan kepala gadis itu.

Van Helsing Jr berdiri kembali dan mengucapkan terimakaasih kepada Rianto, kiranya Van Helsing Jr naik keatas tembok itu menggunakan tangga dengan dibantu oleh Rianto, yang kemudian berjaga dibalik tembok diatas tangga itu.

Tantri dan Yuni yang melihat situasi mulai tidak menguntungkan mereka segera berkelebat mundur dan masuk kedalam rumah.

Setelah Rianto, Van helsing Jr, Rianti dan Sancaka berkumpul didepan pitu belakang itu, keempatnya dengan waspada dan berhati-hati mulai masuk guna mencari dan kalau dapat segera menghabisi Tuan Frantzheof de Van Pierre.

Akan tetapi sampai pagi keempat orang itu tidak dapat menemukan Tuan Frantzheof de Van Pierre, Gayatri dan ketiga orang selir londo itu.
Pagar depan masih terkunci dan tergembok rapat, tanda bahwa belum ada seorangpun yang keluar dari rumah itu.
Mereka hanya menemukan mayat lima orang pemuda yang telah menjadi korban keenam selir Tuan Frantzheof de Van Pierre semalam.
Sedangkan si mbok dan tukang kereta berhasil mereka temukan terkurung di kamar belakang yang terletak di dekat dapur.

Semuanya meyakini bahwa Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri serta ketiga selir itu telah berhasil meloloskan diri melalui jalan rahasia, dan agaknya akan berusaha kembali ke perkebunan dimana Sancaka bekerja.

Akhirnya diputuskan bahwa mereka akan segera menyusul ke perkebunan itu, walaupun tak mungkin rasanya dapat mendahului musuh mereka itu, harapan mereka vampire tua itu belum pulih sepenuhnya ketika mereka menyerang nanti.

Yang masih membebani pikiran Sancaka adalah tadi sebelum masuk kedalam rumah, Gayatri sempat memandang tajam ke arahnya, gadis itu terlihat semakin benci melihat dirinya.
Sancaka menyesalkan terlibatnya Gayatri dalam permasalahan ini, tunangannya itu agaknya telah terseret semakin dalam tanpa mengetahui pokok persoalan yang sebenarnya.

****

Keempatnya tidak mengetahui bahwa Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri serta ketiga selir itu bersembunyi diruang khusus melalui jalan rahasia di ruang bawah tanah, bahkan Tantri telah berhasil mencabut harpun yang ditembakkan oleh Van Helsing Jr, dan untuk mempercepat pemulihan Tuan Frantzheof de Van Pierre, ketiga orang selir itu telah memberi diri dihisap darahnya oleh Tuan Frantzheof de Van Pierre.
 
Seru....!
Ga sabar nu ggu lanjutannya...

Cerita yg bagus...
 
Chapter 11
SEMUANYA BERAKHIR DI PERKEBUNAN

Tiga hari kemudian pagi-pagi benar suasana biara yang terletak di Tanjung Sakti sudah tampak sibuk, didalam aula utama tampak Padre Gabriel memimpin pertemuan antara Sancaka, Van Helsing Jr dan Rianti bersama para biarawan muda yang dipimpin oleh Ignatius Rianto, juga tampak biarawan-biarawan muda lainnya yang diperbantukan oleh Keuskupan Palembang.

Mereka membicarakan rencana penyerbuan ke perkebunan milik Tuan Frantzheof de Van Pierre, mereka kali ini ingin menghentikan sepak-terjang siluman tua penghisap darah itu untuk selamanya.
Sementara diluar tampak asisten Van Helsing Jr yaitu Dr. Sukarman memimpin biarawan-biarawan senior mempersiapkan keperluan penyerbuan itu.
Sore harinya semua persiapan itu selesai.

Malam harinya suasana di ruang makan tampak hening, semua orang makan tanpa bersuara, tak ada yang bercakap-cakap hanya sesekali saling pandang dengan orang yang berada didekatnya atau berada diseberang meja.
Selesai makan semuanya segera beristirahat karena dini hari nanti mereka semua akan segera bergerak menuju ke perkebunan Tuan Frantzheof de Van Pierre.

****

Sementara itu jauh disana, di Villa Darah sudah dua malam ini Tuan Frantzheof de Van Pierre menggelar pesta gila-gilaan, pesta makan dan minum sepuasnya, malam ini sedikitnya ada tujuh perempuan dan lima laki-laki yang semuanya terlihat masih muda tampak bergembira-ria bersama Tuan Frantzheof de Van Pierre yang didampingi tiga orang selirnya yang masih tersisa, Tantri, Yuni dan Diah.
Mereka semua duduk mengelilingi sebuah meja besar, dengan berbagai jenis makanan dan minuman yang tertata rapi.

Ketujuh perempuan dan kelima lelaki yang tampaknya sudah mulai mabuk itu tidak menyadari betapa senyum dan tawa Tuan Frantzheof de Van Pierre dan ketiga selirnya adalah palsu belaka, tak sedikitpun menyadari bahwa mata keempat tuan rumah itu terkadang berkilat tajam dengan senyum sinis menghias bibir mereka.

Darimanakah tamu-tamu pesta di Villa Darah ini?

****

Ternyata mereka sengaja didatangkan dari Palembang.

Pada akhir episode yang lalu telah diceritakan bahwa setelah memulihkan luka-lukanya dan mengetahui kepergian Sancaka dan kawan-kawan, Tuan Frantzheof de Van Pierre bersama Tantri dan Gayatri segera melarikan diri kembali ke perkebunan.

Sementara Yuni dan Diah diperintahkan untuk tinggal dan mengumpulkan mangsa-mangsa baru guna percepatan pemulihan si vampire tua itu.
Dengan bantuan kaki tangan mereka di Palembang, ditambah iming-iming janji pekerjaan di Villa perkebunan dengan disertai pembayaran uang muka gaji bulan pertama, maka keesokan harinya mereka sudah berhasil mengumpulkan tiga orang perempuan muda dan lima orang pemuda.
Diah berangkat terlebih dahulu dengan kedelapan orang itu kembali ke perkebunan.

Hari berikutnya Yuni berhasil mengumpulkan tujuh orang perempuan muda dan lima orang pemuda sebagai calon mangsa berikutnya.
Yuni pun segera berangkat dengan keduabelas orang itu kembali ke perkebunan.
Gadis itu tak lupa pula meninggalkan pesan pada orang-orang kepercayaan Tuan Frantzheof de Van Pierre yang ada di Palembang untuk meneruskan kegiatan pengumpulan orang yang berkedok pencarian tenaga kerja itu, hanya saja dengan diperketat proses seleksinya, hanya gadis dan pemuda yang berpenampilan menarik saja harus yang dipilih, dan setiap tiga hari sekali dua orang gadis dan dua orang pemuda harus segera diantarkan ke Perkebunan.

Keduabelas orang itulah yang kini terlihat berpesta-pora dengan Tuan Frantzheof de Van Pierre dan ketiga selirnya.

****

Seperti tamu malam sebelumnya, kedua belas orang itu tidak mengetahui bahwa minuman yang sejak tadi masuk ke tenggorokan mereka, selain mengandung alkohol yang kadarnya cukup tinggi, juga mengandung sejenis ramuan yang biasa dipergunakan oleh para dukun salah satu suku di afrika, ramuan yang setelah waktu tertentu akan mengakibatkan semacam ilusi atau halusinasi terhadap orang yang meminumnya.

Pun sama seperti malam sebelumnya, setelah kedua belas orang itu mulai mabuk dan mulai tenggelam dalam halusinasi kebahagian semu masing-masing, munculah Gayatri dalam pakaian yang tipis menerawang, pakaian yang memperlihatkan siluet tubuh sintalnya yang menggairahkan, keindahan tubuh Gayatri yang membayang di balik pakaian tipisnya itu dengan cepat membangkitkan gairah birahi kelima orang lelaki muda itu.

Dengan santainya Gayatri naik keatas meja besar itu dan mulai menari, meliuk-liukkan tubuhnya dengan perlahan dalam gerakan-gerakan erotis, kelima orang lelaki muda itupun kontan bersorak dan bertepuk tangan kegirangan, Gayatri hanya membalas dengan kerlingan nakal dan senyum genitnya, diraihnya sebotol anggur putih yang masih penuh.
Sambil terus meliuk-liukkan tubuhnya, Gayatri mulai menyiramkan anggur putih itu membasahi tubuh dan pakaiannya.
Pakaian Gayatri yang memang tipis menerawang dan kini sebagian besar sudah basah itu, membuat tubuh indah gadis itu kini tercetak jelas dimata kelima orang lelaki muda itu, membuat gairah birahi kelima orang itu semakin naik ke ubun-ubun.

Gayatri sambil menari berkeliling kemudian memilih seorang lelaki muda yang dianggapnya berwajah paling jelek diantara kelima orang itu, walaupun sebenarnya kelima orang itu semuanya cukup tampan dan gagah karena memang yang dipilih oleh Diah dan Yuni dalam seleksi di Palembang hanyalah para perempuan dan lelaki muda yang sehat dan berwajah cukup menarik saja.

Gayatri berjongkok dihadapan lelaki muda itu, membuat mata lelaki muda itu melotot dengan mulut ternganga mengamati setiap jengkal tubuh gadis itu yang kini terpampang begitu dekat dihadapannya.
Berulang kali lelaki muda itu mengulurkan tangannya berusaha menyentuh tubuh Gayatri, tetapi gadis itu berulang kali pula menepis tangan lelaki itu sambil tersenyum genit dengan gerakan yang membuat lelaki muda itu seperti kehabisan nafas didera nafsu birahinya sendiri.

Melihat betapa muka lelaki muda itu semakin merah karena seluruh pembuluh darah ditubuhnya berdenyut terlalu cepat dan kencang menahan nafsu birahi, Gayatri dengan cepat mencengkeram rambut di ubun-ubun lelaki itu dan menarik kepala lelaki muda itu serta membenamkannya dibelahan buah dadanya.

Lelaki muda itupun spontan berusaha memeluk dan menyedot puting susu Gayatri yang tercetak jelas di pakaiannya yang basah itu.
Gayatri tertawa genit dan menolakkan kepala lelaki muda itu dengan kuat sambil beringsut mundur ke tengah meja.

Sebagaimana dugaan Gayatri, pemuda itu sudah tenggelam dalam amukan birahi dan tanpa pikir panjang lagi langsung merangkak cepat naik ke atas meja kearah Gayatri.
Gayatri yang tersenyum genit melihatnya sambil membuka lebar kedua pahanya sekan memberi undangan kepada lelaki muda itu.

Lelaki muda itu cukup cerdik, walaupun nafsunya sudah naik keubun-ubun namun otaknya masih jalan juga, dia tidak ingin gagal untuk yang kedua kalinya.
Lelaki muda itu merayap mendekati kaki kiri Gayatri, diapun mulai menciumi kaki gadis itu sambil mengamati reaksi Gayatri.
Walaupun merasa tersanjung melihat cara lelaki itu mendekatinya, Gayatri menutupinya dengan tersenyum genit, Gayatri hanya membiarkan karena pikirnya sudah tiba saatnya pesta yang sebenarnya ini dimulai.

Melihat Gayatri tidak menolak tindakannya, lelaki muda itu mulai berani bertindak lebih jauh.
Ciuman dan jilatannya mulai merambat naik kearah betis Gayatri, sambil dengan pelan dan lembut tangan lelaki muda itu berusaha menyingkapkan pakaian gayatri yang menghalangi ciumandan jilatan lidahnya.
Ciuman dan jilatan lelaki muda itu telah merambat naik sampai ke paha kiri Gayatri, matanya tak berkedip mengamati pangkal paha gadis itu yang membayang dengan bulu halus kehitaman dibalik pakaiannya yang basah.
Lelaki muda itu tak meneruskan jilatannya kearah pangkal paha Gayatri.
Lelaki muda itu merangkak bangun dan dengan perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Gayatri bermaksud mengecup bibir ranum gadis itu, Gayatri hanya tersenyum genit dan dengan perlahan
Membaringkan dirinya menghindari dan menjaga jarak dengan lelaki muda itu.

Kini Gayatri sudah dalam posisi terlentang dengan paha terbuka lebar dengan lelaki muda itu dalam posisi merangkak diatasnya.
Menyadari bahwa Gayatri dengan gerakannya tadi mengisyaratkan bahwa gadis itu tidak menijinkan dirinya mengecup bibir ranum gadis itu, lelaki muda itu kini mengarahkan ciumannya kearah buah dada gadis itu.

Gayatri membiarkan sampai rasa penasaran lelaki muda itu memuncak, dan ketika lelaki muda itu tak puas lagi menciumi buah dadanya yang masih tertutup pakain tipis itu, Gayatri tertawa puas melihat lelaki muda itu dengan penuh nafsu menyingkapkan pakaian yang menutupi dadanya, dengan buas lelaki muda itu menetek di kedua buah dada gayatri kiri dan kanan bergantian.

Gayatri memandang berkeliling kearah empat lelaki muda lainnya, yang memandang semua adegan itu dengan penuh rasa iri, mereka masing-masing merasa diri lebih tampan akan tetapi mengapa Gayatri memlilih lelaki itu menimbulkan rasa penasaran besar di hati mereka, mereka tidak tahu bahwa hal itu memang sengaja dilakukan oleh Gayatri, gadis iru berniat memancing rasa iri dan cemburu di hati keempat lelaki lainnya.

Setelah puas menebar senyum genit dan kerlingan mata nakal kearah keempat lelaki muda itu, Gayatri menjulurkan tangannya dan dengan isyarat jari telunjuknya gadis itu memberi tanda pada salah satu lelaki muda itu, yang paling tampan menurut pengamatannya, mengundang dan memberi ijin lelaki muda itu untuk ikut dalam pertempuran itu.

Mendapat isyarat itu, yang memang sejak tadi ditunggunya, lelaki muda kedua itu langsung melompat sigap keatas meja.
Melihat lelaki muda kedua itu mendekat, Gayatri menekan dan mendorong kepala lelaki muda pertama yang sedang asyik menciumi buah dadanya itu kebawah kearah selangkangannya.
Lelaki muda pertama itu dengan cepat menangkap maksud Gayatri, dia mengerti jatahnya dibagian atas telah habis, dan itu bukan masalah baginya, dia akan mendapat jatah dibagian bawah, bagian yang tadi sempat diamatinya tanpa berkedip.

Lelaki muda pertama itu tersenyum dengan wajah riang seperti anak kecil yang mendapat mainan baru, dengan perlahan dan jari yang sedikit gemetar dia mulai menyingkapkan pakaian yang menutupi pangkal paha Gayatri.
Kini dihadapannya tampak kemaluan gadis itu yang tampak kemerahan dengan dihiasi bulu-bulu halus yang menghitam diatasnya, terdengar lelaki muda pertama itu langsung meneguk liurnya.
Didekatkannya wajahnya ke belahan yang sedikit merekah itu, setelah sejenak menghirup aroma khas yang dikeluarkan kemalauan gadis itu, aroma yang tercium begitu sedap dalam perasaannya, lelaki muda itu dengan lembut mulai menjilati belahan kemaluan Gayatri.
Membuat Gayatri yang sedang mengamati dan menanti tindakan lelaki muda kedua yang kini sudah semakin mendekat itu sedikit mendesis keenakan.

Lelaki muda yang kedua setelah sampai disamping Gayatri langsung berusaha memeluk gadis itu, Gayatri balas memeluk dan mengalungkan tangannya ke leher lelaki muda kedua itu, bibir keduanya langsung bertemu dalam ciuman yang panas, ditambah lagi kecupan dan jilatan-jilatan lidah lelaki muda pertama di belahan vaginanya terasa semakin ganas dan liar, membuat Gayatri membalas ciuman lelaki kedua dengan penuh nafsu.
Sesekali kedua paha Gayatri tampak menjepit kepala lelaki muda pertama itu dengan geram.

Yuni dan Diah kemudian mendekat dan membantu melucuti pakaian kedua lelaki muda itu.
Melihat kedua lelaki itu kini telah telanjang dan semakin ganas menggumuli tubuh Gayatri, ketujuh perempuan yang menjadi tamu malam itu hampir bersamaan menjerit lirih dan memalingkan mukanya.

Hanya sebentar saja mereka memalingkan muka, ketika lelaki muda pertama itu mulai masuk diantara kedua paha Gayatri dan dengan perlahan mengarahkan kepala penisnya serta mendorong pinggulnya kedepan, desahan dari bibir Gayatri saat kepala penis lelaki muda itu membelah masuk kedalam liang vaginannya membuat ketujuh perempuan itu kembali mengarahkan pandangan mereka ke sana.

Lelaki muda pertama itu mulai menggerakkan pinggulnya, kedua tangannya bertumpu pada kedua dengkul Gayatri, sehingga dengan lancar batang penisnya keluar-masuk dilorong kenikmatan gadis itu.
Sedangkan lelaki muda kedua itu masih saja asyik menetek di kedua buah dada Gayatri.
Pemandangan yang membuat ketujuh perempuan tampak menahan nafas.

Yuni dan Diah mendekati dua orang lelaki muda lainnya, masing-masing membimbing lelaki muda pilihannya dan membaringkan mereka di atas meja.
Keduanya mulai menelanjangi lelaki muda pilihannya, dan kemudian dengan perlahan mulai mengulum dan mengocok batang penis kedua lelaki muda itu yang memang sudah menegang sejak tadi itu.
Beberapa perempuan muda tampak menelan ludah melihat aksi Yuni dan Diah itu yang tampak sangat menikmati kala mengulum dan menjilat kepala penis kedua pemuda itu.

Tantri yang sejak tadi mengawasi ketujuh perempuan muda itu akhirnya bangkit berdiri, dan mendekati salah seorang dari mereka yang dinilainya paling cantik, dibimbingnya tangan perempuan muda itu kehadapan Tuan Frantzheof de Van Pierre yang ternyata juga sudah dalam keadaan telanjang itu, Tantri segera menanggalkan pakaian yang dikenakan perempuan muda itu yang tertunduk malu itu.

Tuan Frantzheof de Van Pierre langsung menarik tubuh telanjang wanita itu ke pangkuannya.
Dengan buas londo itu mulai menciumi wajah leher dan dada perempuan itu, kepala penisnya mulai mencari dan berusaha menembus belahan kenikmatan perempuan itu, posisi duduk perempuan itu yang mengangkang diatas pangkuan Tuan Frantzheof de Van Pierre semakin memuluskan keinginan londo itu.
Perempuan muda itu mendesis kuat dan tubuhnya tampak mengejang ketika penis yang besar dan keras itu memaksa masuk ke dalam liang vaginanya.

Ketika Tuan Frantzheof de Van Pierre memegang kuat pinggang ramping perempuan muda itu dan mulai mengayunkan pinggulnya, tubuh perempuan muda itu tampak tersentak-sentak, batang penis yang besar itu memberikan sensasi kenikmatan yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.
Perempuan muda itu menutup mata dan mulutnya rapat-rapat, mencoba menahan agar desahan dan rintihannya tak keluar.

Perempuan muda itu tak mampu bertahan lama, ketika puncak kepuasannya tercapai, perempuan muda itu hanya dapat menjerit tertahan dengan tubuh menggelepar.
Setelah tubuh perempuan muda itu terkulai lemas tak bergerak lagi, Tantri segera menggendong tubuh perempuan muda itu keluar.

Setelah masuk kembali keruangan itu Tantri melakukan perubahan acara, tangannya menggenggam belasan selendang warna-warni, kelima orang lelaki muda itu disuruhnya turun dari meja makan dan masing-masing matanya kemudian ditutup dengan ikatan selendang, juga keenam perempuan muda itu diikat semua matanya dengan selendang untuk kemudian dibaringkan terlentang berjajar di atas meja makan panjang itu.
Hanya Tuan Frantzheof de Van Pierre, Gayatri, Yuni, Diah dan dirinya yang tidak diikat matanya.

Setelah Tuan Frantzheof de Van Pierre memilih salah satu perempuan yang menarik seleranya.
Kemudian ditariknya satu persatu lelaki itu dan ditempatkan secara berurutan diantara paha-paha perempuan muda lainnya yang terbaring berjajar itu.

Ketika kelima lelaki muda itu dan Tuan Frantzheof de Van Pierre mulai mengayunkan pinggulnya, meja makan panjang itu bak digoyang gempa, suara desahan dan rintihan kenikmatan mulai terdengar, mula-mula pelan dan lama-kelamaan semakin kuat saling bersahutan.

Tantri, Yuni dan Diah berdiri mengawasi dari seberang meja, ketika salah seorang perempuan muda itu tampak mulai mengejang dan hampir sampai di puncak orgasmenya, Tantri segera memberi isyarat kepada Yuni.
Yuni segera naik dan mendekati perempuan muda itu, dengan buas dijilat dan diremas-remasnya buah dada perempuan muda itu, dan ketika tubuh itu melenting Yuni segera membenamkan taringnya ke leher perempuan itu.
Tubuh perempuan muda itu mengelepar dan pahanya menjepit kuat pinggul lelaki muda yang masih terus saja memompanya itu.
Ketika tubuh perempuan muda itu terkulai, diapun merangkak maju dan menahan gerakan lelaki muda itu, gerakan ayunan pinggul lelaki muda itu terhenti.
Setelah Tantri dan Diah menarik turun tubuh perempuan muda itu dari atas meja, Yuni pun segera berbaring menggantikan posisinya.
Langsung digenggam dan diarahkannya batang penis lelaki muda itu, dan dengan cepat lekaki muda itu kembali menyodokkan penisnya dan mulai menggoyangkan kembali pinggulnya.
Yuni menarik kepala lelaki muda itu kedadanya.
Goyangan pinggul Yuni yang menyambut setiap sodokan penisnya, membuat lelaki muda itu tak mampu bertahan lagi.
Sambil menggeram diapun menghunjamkan penisnya sekuat tenaga, penisnya yang terbenam dalam itu menyembur beberapa kali.
Bersamaan dengan itu Yuni dengan cepat membenamkan taring di leher lelaki muda itu.

Yuni menyeka sisa darah di sudut bibirnya. Senyum puas menghias bibir yang baru saja menghabisi dua jiwa yang malang itu.

Pada saat Yuni sedang menikmati sodokan penis pemuda itu tadi, salah seorang perempuan lainnya tampak sudah mendekati puncak kepuasannya, Tantri memberi isyarat bahwa itu merupakan jatah bagi Diah.
Nasib perempuan muda dan lelaki muda pasangannya itu tak jauh berbeda dengan korban yang dihabisi Yuni sebelumnya.
Tak perlu menunggu lama, Tantri pun segera menyusul naik keatas meja makan itu, salah satu perempuan muda lainnya juga sudah memberi tanda yang sama.

Sementara Tuan Frantzheof de Van Pierre tampak baru saja bangun dari atas tubuh perempuan muda pilihannya itu, ditinggalkannya tubuh perempuan yang terkulai pucat tak berdarah itu.
Untuk kemudian melangkah dan berdiri di belakang lelaki muda yang asyik memompa tubuh Gayatri itu.
Dengan paksa dihentikannya kenikmatan yang sedang dirasakan lekaki muda itu, ditariknya mundur tubuh lelaki muda itu dan didorongnya kehadapan Yuni yang langsung tertawa genit melihat perbuatan londo itu.
Lelaki muda yang menoleh kekanan-kiri seakan tak terima kenikmatan yang tadi dirasakannya dihentikan paksa itu, tak meneruskan protesnya ketika tangan lembut Yuni mulai menggenggam dan membimbing penisnya.
Tak menyadari bahwa dipuncak kenikmatannya nanti nyawanya tanpa ampun lagi akan melayang.

Tuan Frantzheof de Van Pierre dengan segera memeluk Gayatri yang tersenyum-senyum genit kearahnya, penisnya mulai menghunjam keluar masuk dengan cepat dan kuat sambil mulutnya melumat dan menghisap puting susu gadis itu dengan buas.
Gayatri merintih dan mendesah, dia sangat menikmati perlakuan yang sedikit kasar itu.

Sampai akhirnya Londo itu menggeram dan bangkit sambil mencabut penisnya dari dalam liang vagina Gayatri, gadis itu segera bangun dan menyambar batang penis itu serta dengan segera memasukkan kepala penis yang berdenyut-denyut itu kedalam mulutnya.
Tuan Frantzheof de Van Pierre mencengkeram rambut gadis itu dan memuntahkan semburannya, kuatnya semburan didalam mulutnya itu membuat Gayatri tersedak sedikit, akan tetapi tanpa ragu gadis itu langsung menghisap dan menelan habis semua cairan kenikamatan londo itu.

Tuan Frantzheof de Van Pierre membungkuk dan melumat bibir Gayatri.
Setelah itu diapun merebahkan diri menelungkup diatas tubuh gadis itu, Gayatri segera balas memeluk dan membelai-belai rambut londo itu dengan mesra.

Didepan mereka tampak ketiga orang selir lainnya berdiri mengelilingi pasangan perempuan dan lelaki muda terakhir, yang terlihat masih terengah-engah kepuasan sambil berpelukan.
Tantri segera menarik lepas ikatan mata keduanya.

Menyadari bahwa beberapa perempuan dan lelaki muda lainnya tampak sudah tergeletak tak bernyawa lagi dengan tubuh pucat seperti kehabisan darah, ditambah lagi senyum sadis ketiga orang selir itu yang dihiasi dengan dua taring tajam yang menyembul di sudut bibir masing-masing, membuat sepasang lelaki dan perempuan muda itu mengkerut ketakutan.
Keringat dingin tampak mulai membasahi wajah keduanya.
Terbersit di pikiran mereka bahwa agaknya hanya mereka berdua yang masih hidup, dan dugaan bahwa merekapun tentunya akan segera dihabisi pula membuat keduanya mulai menangis ketakutan sambil saling berpelukan.

Tak lama tampak Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Gayatri tertawa menikmati suguhan pertunjukan yang terakhir ini.
Melihat betapa sepasang lelaki dan perempuan muda itu mulai meronta-ronta dan menjerit histeris sampai terkencing-kencing karena rasa takut yang sangat.
Akan tetapi tanpa ampun lagi ketiga selir Tuan Frantzheof de Van Pierre itu mulai menancapkan taringnya masing-masing dan menguras habis darah keduanya.

****

Karena meminum habis darah kedua belas orang perempuan dan lelaki muda itu yang mengandung alkohol dalam kadar yang cukup tinggi serta bercampur ramuan pemicu ilusi itu, membuat Tuan Frantzheof de Van Pierre dan ketiga selirnya akhirnya tertidur saling berpelukan dalam keadaan puas dan setengah mabuk.

Gayatri hanya tersenyum melihat mereka, gadis itu segera beranjak pergi untuk mandi dan membersihkan diri sebelum tidur, walaupun sebenarnya sebentar lagi mentari akan segera muncul menandakan bahwa pagi telah datang.

****

Matahari sudah mulai bergulir ke barat, ketika terlihat banyak bayangan orang berkelebat disekitar Villa Darah, kiranya Sancaka dan rombonganya sudah mulai melakukan pengepungan di sekitar Villa itu, dan persiapan akhir dalam rangka penyerbuan itu.

Dengan cekatan Sancaka mengatur barisan rombongannya, memastikan setiap orang berada di posisinya masing-masing sesuai rencana.
Hampir seluruh rombongan penyerbuan itu telah mengepung Villa Darah, hanya beberapa orang saja yang tidak ikut karena diperintahkan berjaga-jaga di Villa Mendung dan Villa Bulan.
Kedua Villa itu telah diperiksa satu persatu dan Sancaka yakin baik Gayatri maupun Tuan Frantzheof de Van Pierre serta ketiga selirnya tidak berada disana, Pemuda itu yakin bahwa pastilah yang mereka cari berada di Villa Darah.

Setelah dirasa pengepungan di sekitar Villa Darah sudah cukup rapat dan kuat, Sancaka memberi isyarat kepada Van Helsing Jr dan Rianto-Rianti serta 4 orang biarawan muda pilihan untuk masuk menyerbu kedalam bersamanya.

Van Helsing Jr segera memasang peledak dan meledakkan pintu besar dibagian depan yang merupakan jalan masuk utama ke Villa Darah.
Ledakan keras menggelegar dan Pintu besar itu hancur berantakan.

****

Kerasnya suara ledakan membuat Tuan Frantzheof de Van Pierre dan ketiga selirnya terloncat bangun dalam kaget yang sangat.
Belum habis kaget mereka ketika terdengar aba-aba “Serbu!” dari Sancaka.

Tuan Frantzheof de Van Pierre memandang sekilas kearah ketiga orang selirnya, “Tantri selamatkan Gayatri … yang lain segera berpencar!”, perintahnya sambil berkelebat menuju ke ruang bawah tanah, ruang dimana dulu Sancaka bertemu Rianti.
Yuni dan Diah segera berkelebat pergi, sementara Tantri baru berkelebat kelantai atas setelah menutupkan kembali jalan masuk ke ruang bawah tanah itu.

Sancaka yang tiba paling duluan di ruangan itu sempat melihat sekilas bayangan Tantri yang menuju ke lantai atas, tetapi dia tidak melihat keberadaan Tuan Frantzheof de Van Pierre dan selir lainnya di ruangan itu, “Rianti ikut bersamaku mengejar Tantri ke lantai atas yang lain pecah menjadi tiga kelompok dan menyebar … Kita harus mencari mereka sampai dapat … Tetap waspada dan hati-hati”, terdengar Sancaka memberi komando dan langsung berlari menuju ke lantai atas.

Rianti hanya tersenyum tipis dan menggeleng-gelengkan kepalanya, terlihat jelas bahwa Sancaka sangat mengkhawatirkan keberadaan Gayatri dan ingin secepatnya menemukan gadis itu, setelah memastikan pembagian kelompok sudah disepakati barulah disusulnya pemuda itu naik ke lantai atas.

Rianto berdua bersama Van Helsing Jr, sementara empat orang biarawan muda itu dipecah menjadi dua kelompok.

****
 
Chapter 11b
Sancaka sudah sampai diujung tangga dan telah menginjakkan kakinya di lantai dua, dari pengamatan sekilas dia tahu bahwa agaknya dilantai atas agaknya terdapat empat buah kamar besar, dua di sebelah kiri dan dua di sebelah kanan.

Ketika Sancaka akan mendobrak pintu pertama di sebelah kiri, dia mendengar jeritan seorang wanita dari kamar yang terletak di ujung kanan, suara yang cukup dikenalnya, suara jeritan Gayatri,
Sancaka langsung meloncat kearah kamar diujung itu.
Tanpa pikir panjang pemuda itu sudah menerjang dan mendobrak masuk kedalam kamar itu.

Pemuda itu tampak terkejut dan terdiam terpaku, di depan sana disamping tempat tidur tampak Tantri mendekap dan menyandera Gayatri dengan menempelkan sebilah pisau belati ke leher gadis itu.
Melihat sebilah belati tajam yang cukup besar serta putih berkilat di leher tunangannya itu Sancaka semakin cemas dibuatnya, “Lepaskan dia Tantri … Jangan sakiti dia”, terdengar suara Sancaka bergetar, “Jangan kau tambah lagi dosamu yang sudah terlalu banyak itu dengan menyakiti Gayatri yang tidak bersalah apa-apa padamu, bahkan dia menganggapmu sebagai temannya … Tegakah kau padanya?”, lanjut pemuda itu berusaha membujuk.

Mendengar itu Tantri menatap tajam kearah Sancaka dengan penuh kebencian dan kemarahan, tetapi mata itu kemudian meredup dan dengan tersenyum sinis dan mendengus kesal, diturunkannya pisau yang menempel di leher Gayatri, lalu dengan tangan kirinya didorongnya tubuh gadis itu ke arah Sancaka, “Mas Sanca …”, jerit Gayatri.
Sancaka tanpa pikir panjang segera meloncat ke depan berusaha menangkap tubuh Gayatri yang tampak sempoyongan dan seakan hendak terjerembab karena didorong dengan kuat oleh Tantri.

“Kau … Kau …. Kau …”, desis Sancaka berulang ulang menatap Gayatri yang berada dalam pelukannya.

Wajah Sancaka pucat pasi menatap dan menyadari bahwa mimik wajah, senyuman dan tatapan tunangannya itu kini dipenuhi aura iblis yang terlihat begitu dingin dan penuh kebencian.
Diliriknya kearah Tantri yang berdiri telanjang disana sambil bertolak pinggang, pandang mata gadis itu walaupun masih tajam akan tetapi mengandung kesedihan dan seakan menyalahkan kebodohan pemuda yang pernah sangat dicintainya itu.
Sancaka memaksakan diri tersenyum kearah Tantri dan dengan pandangan matanya Sancaka berusaha mengatakan bahwa di tidak menyalahkan gadis itu.

Terdengar derap kaki yang halus dikuti muculnya Rianti di pintu kamar itu.

Sancaka hanya mengeluh kecil ketika Gayatri menolakkan pelukan Sancaka sekaligus mendorong dengan kuat tubuh pemuda tunangannya itu ke arah Rianti.

Kini giliran Rianti yang dengan cepat segera meloncat ke depan berusaha menangkap tubuh Sancaka yang tampak sempoyongan lemas dan nyaris jatuh terduduk tak bertenaga.
Setelah Sancaka berada dalam dekapannya, barulah Rianti mengetahui penyebab lemahnya tubuh pemuda itu.

Sebilah belati tampak menancap di perut pemuda itu, darah tampak sudah mulai membasahi pakaian dibagian perut Sancaka
Namun pemuda itu tampak seakan tak mempedulikan semua itu, Sancaka tampak terus memandang sedih kearah Gayatri yang tampak tak merasa bersalah sedikitpun, gadis itu malah bertolak pinggang dan tersenyum lebar menunjukkan kepuasannya.

Rianti hendak bangkit mengejar ketika dilihatnya Gayatri berbalik dan melangkah pergi memasuki pintu rahasia di kamar itu, akan tetapi gerakannya dicegah oleh cengkeraman tangan Sancaka, pemuda itu tampak menggeleng-gelengkan kepalanya.

Kiranya tadi ketika melihat kehadiran Rianti, Tantri segera menarik kebawah tiang lilin yang berada diatas pembaringan sebelah kanan, dan dengan suara halus tempat tidur itu bergeser ke kiri kira-kira 1 meter, membuat celah dilantai dan terlihat tangga turun ke bawah disana, agaknya jalan keluar rahasia di kamar tidur ini pun menuju ke ruang bawah tanah.

Riantti tak memaksa mengejar karena dia tahu nyawa pemuda itu sudah diujung tanduk, belati itu menancap dan menembus lambung Sancaka, dengan banyaknya darah yang mulai mengalir keluar agaknya nyawanya sulit untuk ditolong.

Sancaka mengulurkan tangannya membelai pipi Rianti, “Maafkan aku Rianti … aku memang bodoh … kebodohan yang harus kubayar mahal dengan kematian”, Sancaka berkata dengan suara lirih, pemuda itu berusaha tersenyum, walaupun rasa dingin yang sangat mulai menjalar dari kaki menuju kedadanya.
Dan ketika Sancaka berusaha menutupinya dengan tertawa pemuda itu langsung tersedak dengan mata terpejam rapat, terbatuk-batuk sambil berusaha kembali tersenyum, akan tetapi darah yang mengalir disudut bibirnya tidak dapat menipu Rianti.

Air mata mengalir deras di pipi Rianti, dengan kuat ditamparnya pemuda itu, “Kau tidak boleh mati Sanca … Jangan coba-coba mati dihadapanku! Mengerti!”, bentaknya dengan suara parau.
Sancaka yang sedikit tersadar oleh tamparan Rianti hanya mengangguk lemah, walaupun sebenarnya mata pemuda itu walaupun terbuka lebar tetapi tidak dapat melihat lagi wajah Rianti yang begitu dekat dihadapannya, semua begitu gelap.

Dengan cepat Rianti mencabut belati yang menancap di perut Sancaka, tubuh pemuda itu tampak tersentak lemah, dengan belati itu Rianti kemudian melukai nadi di pergelangan tangannya.
“Minum dan teruslah hidup … Tak ada gunanya semua ini kalau kau mati! Minum!”, perintahnya sambil membuka mulut Sancaka dan menempelkan pergelangan tangannya ke mulut pemuda itu.

Sancaka tak ingin membantah dan merasa tak ada salahnya membiarkan wanita itu berusaha menyelamatkannya.
Dengan sisa tenaga terakhirnya ia pun mulai menghisap dan meminum darah yang mengalir keluar dari pergelangan tangan Rianti, darah itu terasa panas di tenggorokan dan di perutnya, perlahan rasa hangat itu membawa kembali kesadarannya dan pemuda itu seperti merasa hidup kembali.
Selain menimbulkan rasa tenang … Sancaka merasa tubuhnya kembali terasa segar dan kuat … entahlah .. dia hanya merasa jauh lebih kuat dari sebelumnya.

Kita tinggalkan dulu Sancaka yang dengan buas menghisap darah dari pergelangan tangan Rianti, tanpa pemuda itu menyadari betapa kening wanita itu tampak berkerut dengan wajah yang terlihat sedikit pucat.

Setelah pembagian menjadi tiga kelompok dari ruang dimana pesta brutal semalam berlangsung, Van Helsing Jr dan Rianto turun ke ruang bawah tanah melalui pintu rahasia yang telah diberitahukan oleh Sancaka sebelumnya, dua orang biarawan muda menuju kearah samping, dua orang biarawan muda lainnya menuju kearah belakang.

Dua orang biarawan muda melewati pintu yang menuju ke arah belakang dengan hati-hati, keduanya menggenggam erat pedang masing-masing, mereka memasuki sebuah ruang yang tidak terlalu besar, agaknya sebuah ruang baca atau ruang tempat minum teh, dengan sebuah meja makan bundar serta beberapa rak buku yang tidak terlalu besar, setelah meyakinkan bahwa tidak ada seorang pun yang berada diruangan itu mereka saling pandang sejenak karena di ruang itu terdapat dua buah pintu lain yang berseberangan.

Biarawan muda yang lebih tua memberi kode dengan gerakan kepalanya kearah pintu yang sebelah kiri, setelah biarawan muda pasangannya itu menangkap maksudnya dan segera melangkah dengan hati-hati kearah pintu sebelah kiri, dia pun segera mendekati pintu yang sebelah kanan.

Pintu itu agaknya tidak terkunci karena ada celah kecil yang menandakan bahwa pintu asal tertutup saja, didorong nya pintu itu dengan ujung pedangnya perlahan-lahan, pintu itu mulai terbuka tanpa mengeluarkan suara, agaknya walaupun Villa ini sudah tua tapi ternyata semua bagian termasuk pintunya terawat baik.
Rupanya ruangan dibalik pintu itu adalah sebuah kamar tidur, kamar tidur yang besar, sebuah tempat tidur yang cukup besar dan berkelambu tampak diujung kamar itu, suasana kamar cukup gelap karena semua tirai di jendela masih tertutup.

Biarawan muda itu melangkah masuk dengan sangat hati-hati, setelah memastikan bahwa tidak ada orang yang bersembunyi di balik pintu, dia pun mulai melangkah masuk lebih dalam.
Dengan pedangnya dibukanya lemari besar yang terletak di dinding sebelah kanan, ternyata sebuah lemari pakaian, tak mau mengambil resiko, biarawan muda itu menusuk-nusukkan pedangnya diantara pakaian-pakaian yang digantung didalam lemari itu.
Melihat ujung pedangnya tetap bersih tanpa noda darah dan tidak terdengar suara apapun yang mencurigakan, biarawan muda itu menjadi yakin sepenuhnya bahwa tidak ada seorangpun yang bersembunyi didalam lemari itu.

Merasa tak ada tempat lain yang memungkinkan orang untuk bersembunyi maka biarawan muda itu dengan gerakan perlahan berjongkok dan mengintip ke bawah tempat tidur, walaupun jarak tempat tidur itu masih sekitaran tiga meter lagi, matanya berusaha mengamati apakah ada yang bersembunyi disana.

Samar biarawan muda itu mendengar lenguhan lemah seseorang.
Dengan cepat dia pun berdiri kembali.
Ada gerakan halus diatas pembaringan itu, akan tetapi karena pembaringan itu masih tertutupkelambu maka dia tidak dapat memastikan apa dan siapa yang berada diatas pembaringan itu.

Dengan pedang teracung dan pandangan awas kearah pembaringan itu, biarawan muda itu pun mulai melangkah menyamping dengan perlahan ke arah jendela.
Dengan tangan kirinya diapun mulai menyingkap tirai jendela itu selebar mungkin, sinar matahari langsung menerangi kamar itu.
Kembali terdengar lenguhan dari atas pembaringan itu, biarawan muda itu kini yakin bahwa seseorang berada diatas pembaringan itu.

Dengan perlahan didekatinya pembaringan itu, sampai di jarak yang dapat dijangkau dengan pedangnya biarawan itu berhenti, diulurkannya pedangnya dan disingkapkan kelambu tebal yang mengelilingi pembaringan itu.

Seketika nafas biarawan muda itu terhenti, jantungnya pun serasa ikut berhenti berdenyut, diatas pembaringan itu tergolek tubuh telanjang seorang gadis yang berkulit putih mulus, dengan bentuk tubuh yang menawan dan pose yang sangat menantang.
Sedangkan Sancaka saja dulu beberapa kali meneguk liur dengan nafas sesak ketika melihat keindahan tubuh putih mulus itu, apalagi seorang biarawan muda yang sejak belia sudah menghindari semua yang berbau duniawi, bagaimana tidak akan tercekat melihat tubuh menawan dari gadis yang kiranya bukan lain adalah Yuni.

Kembali terdengar lenguhan dan kembali tubuh Yuni sedikit bergerak, “Kau tidak apa-apa Nona … Sadarlah … Sadarlah”, terdengar suara biarawan itu bergetar sambil berusaha menyadarkan Yuni dengan menggoyang-goyang kaki gadis itu.
Pedangnya tak lagi teracung kearah Yuni, biarawan muda itu telah mengabaikan pertahanan dirinya, tak mungkin gadis secantik ini adalah monster yang mereka cari pikirnya.

Yuni yang berpura-pura sebagai gadis yang terbaring lemah itu nyaris tertawa, betapa lugu dan naifnya pemuda ini bisik hatinya, biarlah dia menikmati sesuatu yang indah sebelum kubunuh nanti batin gadis itu.

Meneruskan aktingnya Yuni membuka matanya dengan perlahan, “Jangan … Jangan sakiti aku”, bisiknya dengan suara lemah sambil pura-pura menatap kaget dan ketakutan ke arah biarawan muda itu.
Biarawan muda itu masuk perangkap Yuni dengan mudahnya, tanpa pikir panjang biarawan muda itu meletakkan pedangnya dan berusaha menenangkan gadis itu.
Biarawan muda itu bahkan membiarkan ketika Yuni menghambur ke dalam pelukannya, tubuhnya bergetar dan tampak kaku ketika balas memeluk tubuh telanjang Yuni.
Yuni dengan gerakan manja menyembunyikan wajahnya ke leher biarawan muda itu, merasakan betapa nadi di leher itu berdenyut dengan cepat dan kuatnya, senyum kemenangan pun segera mengembang di bibir gadis itu.

Aroma dan kehangatan tubuh telanjang Yuni yang berada dalam pelukannya telah mulai memabukkan pikiran dan mengalihkan perhatian biarawan muda itu.
Tubuhnya menegang ketika Yuni mengecup lembut lehernya.
Biarawan muda itu masih terlalu hijau bagi gadis sekelas Yuni, setelah meyakini bahwa biarawan muda itu sudah masuk perangkapnya, Yuni menarik wajahnya dari leher pemuda itu, matanya langsung beradu pandang dengan biarawan muda itu.
Biarawan muda itu cukup tampan walaupun dari garis mata dan warna kulitnya Yuni dapat menebak bahwa pemuda itu pasti berasal dari keturunan berdarah Cina.

Cukup lama keduanya bertatapan dengan wajah yang hanya berjarak beberapa centimeter, ketika Yuni dengan perlahan memejamkan matanya, biarawan muda itu dengan nafas memburu mulai mendekatkan wajahnya dan segera mengecup bibir gadis itu dengan penuh nafsu.
Yuni hanya membalas seadanya dan berpura-pura lugu sambil melingkarkan tangannya ke leher biarawan muda itu.
Biarawan muda yang dengan buas melumat bibir Yuni segera membaringkan tubuh gadis itu dan menindihnya.
Dengan ganas biarawan muda itu mulai menghisap dan menyedot kedua buah dada Yuni bergantian, ditingkahi oleh desahan-desahan yang keluar dari mulut Yuni yang ingin makin mengobarkan nafsu birahi biarawan muda itu.

Melihat semakin ganasnya biarawan muda itu, Yuni memeluk dan menggulingkan pemuda itu kesamping, kini posisinya duduk diatas pemuda itu, Yuni tersenyum manis kearah biarawan muda itu, dia dapat merasakan ada sesuatu yang keras berdenyut ditengah pinggul pemuda yang didudukinya ini.
Yuni membungkuk dan kembali kedua bibir mereka bertemu, kedua tangan biarawan muda itu dengan buas meremas-remas kedua buah dada Yuni, gadis itu memutuskan bahwa dia tidak boleh terlalu lama membiarkan keadaan ini, Yuni pura-pura melenguh seakan menikmati remasan tangan biarawan muda itu sambil menyembunyikan wajahnya ke leher pemuda itu.
Biarawan muda itu tak menyadari bahwa sambil menjilat dan mengecup lehernya mata gadis itu berubah menjadi merah dan dua taring tajam menyembul di kedua sudut bibir gadis itu.

Tangan Yuni meremas gemas rambut biarawan muda itu dan dengan cepat menancapkan kedua taringnya di urat nadi utama yang berada di leher pemuda itu.

Akan tetapi Yuni harus kecele, biarawan muda yang dihadapinya ini, walaupun masih hijau dalam urusan mengendalikan nafsu birahi, bukanlah pemuda biasa, merasakan adanya bahaya dan serangan rasa perih di lehernya seketika menyentakkan kesadaran pemuda itu.
Kedua telapak tangannya bergerak cepat memberikan tamparan keras di kedua telinga Yuni, Kuatnya tamparan membuat gendang telinga gadis itu seakan mau pecah, memaksa Yuni melepaskan gigitannya dan meraung keras tanpa sempat menghisap darah pemuda itu.

Tepat saat kepala Yuni terdongak keatas, kini kedua kaki biarawan muda itu yang berkelebat cepat keatas, mengunci leher gadis itu dengan jepitan kuat, dan dengan sekali sentakan tubuh Yuni terbanting dan terhempas ke belakang.

Yuni menjerit marah dan berusaha bangkit dan balas menyerang, akan tetapi biarawan muda yang ternyata menguasai ilmu beladiri yang cukup tinggi itu telah lebih dulu bangun melentingkan tubuhnya sambil memberi pukulan keras ke leher gadis itu.
Kontan jeritan Yuni terhenti dan gadis itu kembali terhempas ke atas tempat tidur itu.
Biarawan muda itu melompat melewati tubuh Yuni yang sibuk memegang tenggorokannya yang serasa remuk itu, menyambar pedangnya dan kembali mencelat keatas tubuh Yuni.
Yuni hanya sempat menjerit tertahan ketika melihat bayangan tubuh biarawan muda itu berkelebat cepat diatas kepalanya, pedang ditangan pemuda itu menghunjam kuat di jantung gadis itu.
Hunjaman yang sangat kuat menembus dada gadis itu terus menembus kasur sampai ke dasar tempat tidur, hanya gagang pedang yang tampak tersisa di dada gadis itu.

Sambil menduduki tubuh gadis itu dan setelah tangan kanannya berhasil mengunci kedua tangan Yuni yang tadi sempat berusaha mencakar membabi-buta kearah mukanya, tangan kiri biarawan muda itu segera meraih kantung buli-buli dari kulit yang tergantung dipinggangnya, dibuka dan di masukkannya kepala buli-buli itu ke mulut Yuni.

Yuni yang sejak tadi terus menjerit histeris itu langsung terbungkam, cairan putih bening dari dalam buli-buli itu mau tak mau terminum cukup banyak olehnya.
Walaupun cukup banyak juga cairan itu yang tumpah karena Yuni terus menggeleng-gelengkan kepalayan dengan kuat.
Setelah dirasa cairan buli-buli itu sudah habis si biarawan muda itupun meloncat ke belakang menjauhi tempat tidur itu, biarawan muda itu tersandar didinding dengan nafas terengah-engah, agaknya selama meminumkan isi buli-buli tadi si biarawan muda itu sekuat tenaga menahan nafasnya.

Yuni yang kini sudah mencapai puncak kemarahannya, menggeram murka, tubuh gadis itu bergetar hebat, agaknya gadis itu akan segera bermutasi ke wujud monsternya sebagaimana Tantri dulu.
Monster srigala setinggi dua meter sebagai perwujudan Yuni itu, kembali menggeram marah dan meloncat bangun seakan tak memperdulikan pedang yang menembus dadanya.

Monster itu berkelebat cepat ke arah biarawan muda itu, tinjunya melayang keras dan menghantam dinding kosong, karena si biarawan muda itu taka kalah cepat juga sudah meloncat ke samping menghindari serangan itu.

Diruangan yang satunya juga mulai terdengar suara perkelahian, agaknya sama seperti Yuni, Diah pun kecele , dia pun merasa kesal dan menyesal telah menganggap remeh biarawan muda bermata sipit yang masuk ke kamarnya ini.
Karena memang sejak pulang dari Palembang dia bersama Tuan Frantzheof de Van Pierre dan dua selir lainnya bersama-sama menempati Villa Darah, Tuan Frantzheof de Van Pierre dan Tantri menempati kamar tidur utama sedangkan dia dan yuni menempati dua kamar tidur yang berada di bagian belakang ini.

Monster jelmaan Yuni masih tetap dalam posisi yang sama, akan tetapi kini tangan kanan yang menempel ke dinding itu tidak lagi dalam posisi tinju yang terkepal, tetapi dengan telapak tangan terbuka menempel di didnding yang kini terlihat retak itu.
Tubuh moster itu tampak menggigil dan gemetaran, dengan lenguhan halus tangan kiri monster itu perlahan-lahan mulai mencabut keluar pedang yang menancap didadanya.
Pedang itu jatuh kelantai dengan suara berkerontangan karena tangan kiri monster itu langsung terulur bertumpu ke dinding, tubuh monster itu bergetar semakin hebat.

Perlahan wujud moster itu beralih kembali ke wujud semula, wujud Yuni yang cantik dengan tubuh telanjangnya yang menarik.
Punggung gadis itu naik turun dengan kuat dengan nafas terengah-engah.
Yuni menolakkan tubuhnya dari dinding, dan terlihat limbung ketika berbalik ke arah si biarawan muda itu, tangan kanannya tampak menekap dan meremas luka didadanya.
Darah segar mengalir dari luka di dada dan juga dari sudut bibir gadis itu, Yuni masih berusaha tersenyum, “Aku … Aku mengaku kalah”, terdengar suara gadis itu berbisik lirih.

Biarawan muda itu memandang terharu, dan tanpa ragu langsung meloncat menangkap tubuh Yuni ketika gadis itu terjatuh kelantai karena sudah tak kuat berdiri lagi.
Yuni tersenyum bahagia melihat ketulusan biarawan muda itu, air mata mengalir dari kedua sudut matanya, pelukan biarawan muda itu memberikan ketentraman bagi hatinya, “Katakan padaku … Apakah masih mungkin Tuhan memafkan diriku yang penuh dosa dan kesalahan ini”, bisik gadis itu memejamkan matanya yang terasa penuh dibanjiri air mata itu.

Biarawan muda itu membelai kepala Yuni yang berada dalam pelukannya itu, disekanya air mata dari pipi gadis itu, “Tuhan itu Maha Pengasih … KasihNya tidak pernah membeda-bedakan apa dan siapa kita … Mintalah ampun dariNya selagi sempat … Mintalah dengan tulus penuh rasa sesal dan malu akan dosa-dosa kita …”, bisiknya sambil menyeka darah dari sudut bibir gadis itu.

Setelah sunyi beberapa saat, Yuni kembali membuka matanya dan memandang biarawan muda itu sambil tersenyum manis, “Te … Terima kasih …”, bisiknya dan dengan tenang gadis itu menghembuskan nafas terakhirnya.
Biarawan muda itu menutupkan kedua mata gadis itu, dan dalam hatinya mendoakan semoga Tuhan berkenan memberikan pengampunan karena penyesalan dan pertobatannya disaat-saat terakhir gadis itu di dunia ini.
Cairan racun sianida yang cukup banyak terminum gadis itu ditambah luka tepat dijantungnya telah semakin mempercepat kekalahan gadis itu.

Setelah membaringkan tubuh Yuni diatas pembaringan, menyelimutinya dan memberikan kecupan tanda kasih sayang ke kening gadis itu, diapun langsung menyambar pedangnya dan melesat kearah ruangan lainnya, karena telinganya menangkap suara pertarungan di ruangan yang lain itu belum berhenti.
Agaknya sahabat karibnya itu mendapat lawan seimbang pikirnya.

Dapat ditebak bahwa Diah tak dapat bertahan lama menghadapi dua orang biarawan muda dengan kepandaian bela diri yang cukup tinggi itu.
Tak seperti Yuni yang dapat mati dengan tenang, Diah mati dengan mengenaskan di ujung pedang kedua biarawan muda itu.
Bagaimana tidak kedua biarawan muda itu lebih pantas disebut sebagai saudara seperguruan daripada sebagai sahabat karib, keduanya sama-sama mendapat gemblengan dan bimbingan dari kakek Biarawan muda yang mengalahkan Yuni barusan, kakeknya adalah seorang murid tingkat tinggi di Wu Tang sebelum merantau ke Palembang menyusul anaknya dan menurunkan seluruh ilmunya kepada cucunya dan teman cucunya itu.

Tak lama kenudian dua orang biarawan muda lainnya juga menyusul ke ruangan itu, kedua biarawan yang baru datang itu memberitahukan bahwa ruangan samping yang tadi mereka periksa hanyalah sebuah perpustakaan pribadi, dan mereka tak menemukan apa-apa disana.
Keempatnya kemudian memutuskan untuk segera keluar dari Villa Darah, mereka sudah berhasil memusnahkan dua dari empat orang vampire yang mereka cari.
Biarlah yang dua lagi menjadi bagian Sancaka dan Van Helsing Jr serta Rianto-Rianti, demikian pikir mereka.

****

Van Helsing Jr dan Rianto dengan hati-hati menuruni tangga yang menuju ke ruang bawah tanah itu, baru saja keduanya akan bergerak memeriksa seluruh bagian ruang bawah tanah itu, terdengar suara benda seperti batu bergeser dan mereka melihat dinding dibawah tangga turun itu membuka.

Tampak Tantri dan Gayatri melangkah cepat keluar dari balik celah dinding yang terbuka itu, keduanya tak menyangka sedikitpun akan kehadiran Van Helsing Jr dan Rianto di ruang bawah tanah itu, akibatnya ketika Van Helsing Jr yang tadi begitu mendengar suara batu bergeser itu sudah menyiapkkan senjatanya dan langsung menembakkannya ke Tantri ketika mengenali gadis itu membuat Tantri hanya sempat terkejut sesaat, disaat lain dengan ledakan keras tubuhnya sudah terhempas kembali ke belakang dengan dada pecah.
Gayatri menjerit histeris melihatnya.
Tantri terhempas keras dan terjajar di dinding, gadis itu menggeram marah dan berusaha melangkah maju, akan tetapi kembali senjata khusus ditangan Van Helsing Jr menyalak keras, ledakan kedua membuat kepala berikut dinding dimana gadis itu tersandar pecah berantakan, tubuh Tantri pun terjerembab ke depan tak bergerak lagi.
Selir utama Tuan Frantzheof de Van Pierre itu mati dengan cara yang sangat tragis.

Gayatri kembali menjerit histeris dibuatnya, akan tetapi jeritan gadis itu langsung terputus karena pukulan Rianto telah menghantam tengkuknya membuat gadis itu langsung pingsan seketika.
Rianto segera menangkap tubuh Gayatri hingga tak sampai jatuh terbanting ke lantai.

Van Helsing Jr menghela nafas panjang, sedikit banyak dia menyesali kejadian barusan, karena sebenarnya senjata yang dibuat khusus olehnya ini dimaksudkan untuk memusnahkan Tuan Frantzheof de Van Pierre, karena kekhususannya itulah maka senjata ini hanya memiliki dua slot peluru.
Van Helsing Jr kembali mengisi peluru kedalam kedua slot senjata itu, kembali londo tinggi besar itu terdengar menhela nafas berat, kedua peluru itu adalah peluru terakhir miliknya.
Dia tak boleh lagi menyia-nyiakan sisa peluru itu, harus benar-benar digunakan untuk menghadapi Tuan Frantzheof de Van Pierre.
(mungkin kalau dibandingkan dengan senjata masa ini … senjata yang diciptakan oleh Van Helsing ini sekelas dengan senjata pelontar granat)

Setelah memeriksa keadaan Gayatri sebentar, Van Helsing Jr berani memastikan bahwa gadis itu masih manusia biasa dan belum diubah menjadi Vampire, “Bawalah gadis itu keluar … biar aku sendiri saja yang meneruskan pencarian terhadap Tuan Frantzheof de Van Pierre di ruang bawah tanah ini”, katanya sambil menatap kasihan pada Gayatri, “Bawa gadis itu kepada Dr. Sukarman yang berada diluar Villa untuk pemeriksaan lebih lanjut … Tetap waspada dan berhati-hatilah”, teriaknya lagi setelah Rianto yang memanggul tubuh Gayatri itu akan memasuki celah keluar rahasia diujung ruang bawah tanah yang telah diberitahukan oleh Rianti sebelumnya.

Dua kali dentuman keras yang terdengar dari celah dilantai yang merupakan jalan keluar rahasia dimana tadi Tantri dan Gayatri menghilang, telah membuat Sancaka tersentak kaget dan melepaskan hisapannya dari pergelangan tangan Rianti.

Barulah Sancaka menyadari betapa pucatnya wajah Rianti, “Rianti … Kau … Ah maafkan aku Rianti”, bisiknya terharu dan langsung memeluk wanita itu, dengan sepenuh sayang Sancaka menciumi seluruh bagian wajah Rianti dan air mata pemuda itu tak tertahan meleleh turun, Rianti tersenyum bahagia dan memejamkan matanya, menikmati curahan kasih sayang Sancaka itu.

“Pergilah … Susul lah dia … Aku tahu kau mencemaskan keberadaannya”, bisik Rianti mengelus pipi Sancaka sambil tersenyum, Sancaka semakin terharu melihat tulusnya tatapan dan senyum wanita itu.

“Beristirahatlah sejenak … Aku akan segera kembali”, bisik Sancaka setelah mengecup bibir Rianti sejenak.
Dengan cepat Sancaka meloncat bangun dan berlari menuruni tangga kebawah yang terdapat di jalan rahasia itu.
Setelah sampai diujung tangga di ruang bawah tanah barulah Sancaka menyadari perubahan di dalam dirinya, gerakannya menjadi begitu gesit dan ringan.
Ketika akan melangkah keluar dia sempat dikagetkan oleh pemandangan sesosok tubuh telanjang yang tewas mengenaskan, Sancaka tak akan menyangka bahwa itu adalah tubuh Tantri yang biasanya begitu cantik menggairahkan.

Belum sepenuhnya tubuh Sancaka keluar dari celah rahasia di dinding itu ketika terdengar suara desiran angin yang cukup kuat diikuti sosok bayangan hitam besar yang menyambar ke depan,
Sancaka meloncat kedepan ingin mengetahui bayangan apakah itu.

Sancaka terkejut melihat bayangan itu seperti seekor kelelawar raksasa yang melayang cepat kearah seseorang yang sedang berjongkok memeriksa kolam yang berada di ruang bawah tanah itu.

Merasa bayangan hitam itu membahayakan, “Awas!”, teriak Sancaka ke arah orang yang sedang berjongkok itu.
Orang yang berjongkok itu kiranya adalah Van Helsing Jr, tanpa perlu diperingatkan oleh Sancaka sebenarnya diapun sudah mengetahui serangan itu.
Melihat sosok bayangan hitam diatas permukaan air kolam yang seperti kelelawar raksasa itu dia pun yakin agaknya yang dihadapinya ini benar-benar adalah Tuan Frantzheof de Van Pierre.

Tuan Frantzheof de Van Pierre, si vampire tua itu dengan penuh murka melesat kearah Van Helsing Jr seakan hendak melampiaskan seluruh amarahnya kepada londo itu.

Sebelumnya setelah mengetahui bahwa Villa Darah itu telah terkepung rapat oleh rombongan orang tak dikenal yang bersenjatakan panah dan senjata api, dan setelah berputar-putar mendapati seluruh jalan keluar rahasia yang ada telah dijaga ketat oleh rombongan penyerbu itu, dia tadinya bermaksud memperingatkan Gayatri dan ketiga orang selirnya.
Dapat dibayangkan betapa murkanya vampire tua itu menemukan dua orang selirnya sudah tergeletak tewas.
Wujudnya seketika berubah ke wujud iblis aslinya.
Apalagi ketika memandang keluar dari jendela di kamar dimana tubuh Yuni terbaring itu, agak jauh diluar sana dibawah pohon yang rindang, dilihatnya Dr Sukarman sedang memerika keadaan Gayatri.
Terdengar lengkingan marah dari mulutnya.

Ketika mendengar dua kali dentuman keras dari ruang bawah tanah diapun segera melesat kesana melalui ruangan dimana pesta penuh kemesuman semalam diadakan.
Dan dengan penuh amarah vampire tua itu langsung menyerang Van Helsing Jr yang terlihat berjongkok memeriksa kolam di ruang bawah tanah itu.

Van Helsing Jr kelihatannya saja seakan tidak menyadari serangan dan juga seakan tak mendengar peringatan Sancaka, matanya dengan awas melihat dan mengukur jarak dirinya dengan si Vampire tua itu melalui bayangannya yang melintas diatas kolam.

Setelah dirasanya bahwa si Vampire tua itu sudah masuk dalam jarak yang tidak memungkinkannya mengelak lagi, Van Helsing Jr segera merebahkan diri dan dengan cepat membidikkan serta menembakkan senjatanya.

Peluru yang dimuntahkan senjata itu berdesing menyambut datangnya tubuh Tuan Frantzheof de Van Pierre yang melesat cepat itu.
Karena tak mungkin lagi menghindar Tuan Frantzheof de Van Pierre segera menyampok peluru itu dengan tangan kananya.
Terdengar kembali ledakan keras diruang bawah tanah itu, tubuh Tuan Frantzheof de Van Pierre melenceng ke samping dan terhempas keras menghantam dinding.
Vampire tua itu dengan cepat melompat bagun sambil meraung keras, raungan penuh kemarahan dan kesakitan, tangan kanannya telah buntung sebatas siku, lengan dan telapak tangannya telah hancur akibat ledakan tadi, tampak darah menyembur dari lukanya itu.

Tak mau membuang waktu, Van helsing Jr kembali menembakkan senjatanya, si Vampire tua itu melentingkan tubuhnya kebelakang dan kedua sayapnya langsung menangkup kedepan memberikan perlindungan.
Ledakan keras kembali terdengar, Tubuh Tuan Frantzheof de Van Pierre langsung terlempar ke belakang, walaupun tubuhnya tidak terluka dalam serangan kedua itu akan tetapi kedua sayapnya yang menjadi korban ledakan, sayap hitam si Vampire tua itu robek pecah berantakan

Karena tubuh Tuan Frantzheof de Van Pierre terlempar ke belakang kearahnya, Sancaka langsung melompat kedepan, dipeluk dan dikuncinya kedua tangan si Vampire tua itu.
Tubuh keduanya terhempas keras ke lantai di tepi kolam itu.

Saat Tuan Frantzheof de Van Pierre berusaha membebaskan diri dari pelukan kuat Sancaka, sesosok bayangan melesat cepat ke langit-langit ruang bawah tanah itu.
Diiringi suara bergemerincing nyaring bayangan itu kembali menukik cepat kearah Sancaka dan Tuan Frantzheof de Van Pierre.

Bayangan itu tak lain adalah Rianti, dengan cepat dia memasangkan dan menguncikan belenggu-belenggu berantai yang dibawanya turun ke pergelangan tangan dan kaki Tuan Frantzheof de Van Pierre.
Setelah itu Rianti tampak terhuyung-huyung ke belakang, karena memang sebenarnya wanita itu belum pulih sepenuhnya setelah sebagian besar darahnya dihisap oleh Sancaka tadi.

Rasa takut dan panik mulai terbersit di hati si Vampire tua itu.
Apalagi ketika dilihatnya Van Helsing Jr tampak berlari mendekat dengan dua buah pistol kaliber besar ditangannya.
Dengan kuat Tuan Frantzheof de Van Pierre mengayunkan kepalanya ke belakang menghantam wajah Sancaka yang memeluk erat dirinya.
Usahanya berhasil hantaman itu membuat pelukan Sancaka terlepas, Sancaka merasa kepalanya seakan mau pecah, pandangan matanya menjadi nanar dan darah segar mengalir keluar dari hidungnya.

Tuan Frantzheof de Van Pierre meloncat bangun dan dengan geram menangkap kaki kanan Sancaka, dengan sekali ayunan kuat dilemparkannya tubuh pemuda itu ke tengah kolam, tubuh Sancaka terhempas keras keatas permukaan kolam.
Air kolam muncrat tinggi dihantam tubuh Sancaka dengan suara berdebur keras yang diikuti oleh suara letusan beruntun.
Tubuh Tuan Frantzheof de Van Pierre beberapa kali tersentak-sentak dengan kuat, kiranya saat vampire tua itu melemparkan tubuh Sancaka ke kolam, Van Helsing Jr mulai memuntahkan peluru pistolnya ke arah punggung Tuan Frantzheof de Van Pierre.

Beberapa lubang menghiasi punggung Tuan Frantzheof de Van Pierre si Vampire tua, darah dengan cepat mengalir keluar dari lubang-lubang itu.
Tepat ketika Tuan Frantzheof de Van Pierre membalikkan tubuhnya Van Helsing Jr dengan cepat menyambitkan belati dari pinggangnya.
Belati yang dirancang khusus dan dilemparkan oleh tangan yang sudah sangat terlatih itu melesat dengan suara berdesing.
Tuan Frantzheof de Van Pierre meraung keras ketika belati itu menghunjam keras tepat di jantungnya.

Melihat Van Helsing Jr dengan cepat kembali meraba kebalik jubahnya, guna menghindari serangan berikutnya, Tuan Frantzheof de Van Pierre melompat dan melesat cepat melintasi kolam, di seberang kolam ada pintu rahasia yang menuju ke ruang perpustakaan pribadinya.
Dia sudah cukup terluka dan butuh sedikit waktu untuk memulihkan keadaannya, dan tentu saja dia pun tak ingin mati konyol di ruang bawah tanah ini.

Akan tetapi dia melupakan sesuatu, sesuatu yang justru membahayakan keselamatannya.

Tepat ketika tubuhnya melesat ditengah kolam itu, permukaan kolam itu tiba-tiba seakan menyembur menyambutnya, diikuti bayangan tubuh Sancaka yang menangkap dan menariknya kebawah dengan kuat.
Tuan Frantzheof de Van Pierre yang terkejut dan gelagapan di dasar kolam itu tak mampu bertahan banyak ketika kembali Sancaka memeluk dan kembali mengunci tubuhnya.
Sancaka segera membenamkan kedua taringnya ke leher si vampire tua itu.

Agaknya rasa sakit akibat hantaman kepala dan hempasan ke atas permukaan kolam tadi telah memicu perubahan didalamdiri Sancaka.
Sifat-sifat sebagai seorang Vampire di dalam diri pemuda itu mulai muncul dan memegang kendali.

Kini tanpa ampun lagi Sancaka menghisap darah Tuan Frantzheof de Van Pierre si Vampire tua itu dengan rakusnya.

Banyaknya luka ditubuhnya dan hisapan dari Sancaka dengan cepat menguras habis darah di tubuh Tuan Frantzheof de Van Pierre si Vampire tua.
Gerakan perlawanan Tuan Frantzheof de Van Pierre semakin lama semakin lemah sampai akhirnya tubuhnya menjadi kisut berkerut seperti seorang tua renta yang mati kelaparan, seakan hanya tinggal kulit pembalut tulang.
Tak setetespun darah yang masih tersisa di tubuh si Vampire tua.

Sancaka pun segera muncul ke permukaan kolam dengan nafas tersenggal-senggal.
Van Helsing Jr segera membantunya keluar dari kolam.

Sancaka langsung berlari menghampiri Rianti yang tersandar lemah di dinding, melihat kedua tangan Rianti yang mengembang kearahnya, tanpa ragu Sancaka langsung menghambur kedalam pelukan wanita itu.

Atas petunjuk Rianti sebelum gadis itu keluar dengan dipapah Sancaka tadi, Van Helsing Jr segera menguras habis air dari kolam di ruang bawah tanah itu.

Tampak beberapa kerangka manusia yang sudah tak tersusun lagi di dasar kolam itu.
Melihat dari taring panjang di masing-masing tengkorak itu Van Helsing Jr yakin bahwa itu adalah tengkorak dari para vampire yang agaknya menjadimusuh dan telah dihabisi oleh Tuan Frantzheof de Van Pierre si Vampire tua.
Sungguh ironis bahwa akhirnya si Vampire tua itu pun menemui akhirnya ditempat dia menghabisi vampire-vampire musuhnya.

Tanpa ragu Van helsing Jr segera memancung kepala Tuan Frantzheof de Van Pierre, tak mungkin lagi si Vampire tua itu akan dapat bangkit kembali menjadi momok menakutkan dinuia ini.

****

Sesuai kesepakatan dengan warga masyarakat di sekitar perkebunan dan juga sesuai petunjuk Padre Gabriel maka ketiga Villa yang tadinya dimiliki oleh Tuan Frantzheof de Van Pierre itu dibakar habis hingga rata dengan tanah.

Selanjutnya tanah perkebunan itu diserahkan kepada masyarakat untuk dikelola dan dinikmati bersama hasilnya.
Yang jika tidak ada klaim kepemilikan dari pihak lain maka masyarakat diperbolehkan membagi-bagi kepemilikan atas tanah perkebunan itu dengan dengan seadil mungkin.

****

Kereta api yang mereka tumpangi itu berhenti cukup lama di Stasiun Prabumulih, Padre Gabriel tersenyum geli melihat Gayatri yang merengek-rengek minta dibelikan kue Bongkol kepada Sancaka.

Gadis itu makan dengan lahapnya, kalau melihat kemesraan keduanya tentunya kita menduga bahwa agaknya Gayatri telah memafkan kesalahan Sancaka yang dipergokinya telah bermesraan dengan ibunya.
Yang terjadi sebenarnya adalah gadis itu tidak ingat apa-apa, bahkan gadis itu terlihat kebingungan ketika mengetahui bahwa dirinya berada di sebuah biara di daerah Tanjung Sakti kemarin.

Agaknya ketika hasil pemeriksaan DR Sukarman waktu itu yang menyimpulkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan darah gadis itu, dokter muda itu segera menyarankan dilaksanakan pencucian darah kepada Gayatri apalagi setelah diadakan pemeriksaan cukup banyak biarawan muda berbadan sehat yang golongan darahnya cocok dengan gadis itu.

Agaknya pembiusan dan pemberian obat penenang yang disertai pencucian darah … atau mungkin lebih tepat disebut penggantian darah … karena darah gadis itu dari satu lengan dikuras keluar sementara dari lengan yang lain diisi dengan darah yang baru … mengakibatkan gadis itu tak teringat kejadian beberapa hari ke belakang … dia hanya ingat bahwa Sancaka sudah berjanji akan pulang ke Palembang dalam waktu dekat … dia hanya ingat betapa rindunya dia pada tunangannya itu.

Mengenai kemunculan Tantri dan kejadian-kejadian sesudahnya … sedikitpun gadis itu tak ingat lagi.

Keadaan yang malah membuat Sancaka menjadi tenang.
Sambil membiarkan gadis itu beristirahat beberapa hari di biara itu, Sancaka telah mengirimkan surat kepada Bu Puji ibunya Gayatri memberitahukan versi cerita yang telah dipercayai kebenarannya oleh Gayatri dan bahwa Gayatri tidak ingat sedikitpun mengenai perbuatan mereka berdua yang dulu itu.

****

Gayatri hanya tahu bahwa sesuai cerita Sancaka padanya … dia telah diculik oleh pemilik perkebunan yang mempekerjakan Sancaka dan dibawa dengan paksa ke daerah Pagar Alam ini … bahwa ternyata pemilik perkebunan itu adalah seorang monster penghisap darah manusia … bahwa Sancaka dengan bantuan biarawan-biarawan dari biara ini telah berhasil menyelamatkannya.
 
Damn, such a great story.....
 
Wah, cerita legend ini sih... Gue udah baca sampai tamat tapi tetep suka baca lagi dan lagi dan lagi dan lagi....
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd