Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT CINTA SAYUR ASEM (by Arczre)

Anik diperkosa ama para cowok bekas taruhannya dulu kah???
Waaah bikin penasaran suhu :D
Lanjutkan suhu tak tunggu...

serem amat yak dari hasil tebak tebak buah manggis peran anik asliny sekarang jadi penyiar radio gan. . .
 
Dari penerawanganku, kayaknya konflik utama dari cerita ini sebenarnya belum dimulai.

Yang sebelumnya itu baru pengantar saja.

Semoga Anik baik baik saja. Ras rasanya tidak tega untuk membaca terus kisah ini.
Tapi apa boleh buat? Harus kuat untuk membaca kisah ini :galau:
 
Dari penerawanganku, kayaknya konflik utama dari cerita ini sebenarnya belum dimulai.

Yang sebelumnya itu baru pengantar saja.

Semoga Anik baik baik saja. Ras rasanya tidak tega untuk membaca terus kisah ini.
Tapi apa boleh buat? Harus kuat untuk membaca kisah ini :galau:

yak... setuju sama gan chapista..
:ngeteh:
 
Si Yuli nakal juga ternyata ya :genit:
apakah Anik akan menjadi korban berikutnya dari Fajrul :huh:
kita tanyakan saja kepada penyiar radio... Eh :bingung:
kepada penyiar cerita :pandaketawa:
 
Terakhir diubah:
makin seru aja ni cerita :D
 
Sadis... On fire suhu ini... Suka gue style penulisnya. Semangat berkarya suhu
 
Kalo anik bakal diperkosa kayaknya gak mungkin deh, suhu arcaze bukan orang sesadis itu. apalagi anik ini teman suhu sendiri :sendirian: tapi kalo anik jd diperkosa saya sebagai penggemar anik sangat kecewa :galau:
 
istirahat dulu di bab lima belas.... asem, jadi keinget sama rekan kerja ku, namanya sama sama anik anak jawa timur.... saing2an sama temen satu angkatan deketin dia,... padahal ada larangan menikah... tetep aja iseng buat ngisi waktu :v ... time to sleeeppppp
 
BAB XXIV

This Is (Not) First Date



Tataplah masa depan Move On!

#Pov Anik#

Ada dua orang yang nembak aku. Zain sama Fajrul. Semuanya sama-sama temenku waktu SMA, tapi Fajrul lebih ke kakak kelas sih. Kejadian dengan Zain adalah ketika kami jalan-jalan aja buat beli buku. Lama nggak beli buku, sekali beli buku Zain pun ngajak aku. Sebenarnya Zain udah nembak aku berkali-kali dan tetep aku tolak. Tapi kali ini aku bilang ke dia lain daripada biasanya.

Setelah kami membayar buku yang dibeli Zain ngajak aku ke kafe sebentar buat ngopi-ngopi sambil nikmatin buku yang barusan dibeli. Kafenya nggak jauh. Begitu kami sudah dapat tempat duduk, Zain langsung pesen Cappucino, aku juga.

"Suka ya kamu ama novel-novel percintaan gitu?" tanya Zain.

"Yah, begitulah," jawabku.

"Kamu sendiri lebih suka novel fantasy sepertinya."

"Yup, bener."

"Kamu kira-kira malem minggu kosong nggak?"

"Kenapa?"

"Aku mau ngajak kencan kamu."

"Heleh."

"Lho, kenapa? Kan wajar toh. Kamu sedang jomblo, di sini ada lelaki yang sudah siap menantimu sejak dulu."

Aku tak menjawab.

"Koq diem?"

"Udah Ah, Zain. Lain kali aja."

"Kenapa? Aku tahu kamu nggak ada acara tiap malem minggu, makanya aku mau ngajak keluar. Rian kan udah menikah tuh, kamu pastinya udah tak berharap lagi kepadanya kan?"

"Iya sih."

Tiba-tiba Zain berlutut di depanku, "Nik?"

"Aduh, Zain! Ngapain sih? Malu!"

"Nik, aku selama ini masih setia menunggumu. Aku luangkan waktuku untuk dirimu. Aku juga bela-belain kamu yang kehujanan, dengerin curhat kamu. Semuanya karena aku menunggumu untuk bilang 'iya'. Kamu tahu perasaanku kepadamu seperti apa. Aku maafin koq apa yang telah kamu lakukan dulu, aku maafin. Aku bukan Rian yang nggak pemaaf. Aku orangnya pemaaf. Bahkan segala sikap dinginmu aku maafkan. Dan kini aku meminta kepadamu Nik, mau kah kamu jadi kekasihku?"

Zain menggenggam tanganku. Aduuuhh...posisinya seperti ngelamar aku. Aku jadi terharu ama sikapnya selama ini. Aku ingin bisa move on. Aku berusaha. Berusaha. Dan apa yang keluar dari mulutku pun aku terkejut.

"Aku pikir-pikir dulu ya," kataku. Bego, kenapa aku bilang begitu kalau emang benar kepingin move on. Tampak raut wajah kecewa terpancar dari wajah Zain. "Tapi tenang aja, aku emang jomblo koq. Blom ada pacar, jadi kesempatanmu masih terbuka seratus persen."

Zain tersenyum.

"Udah ah, malu kaya' gini, tuh mas-masnya datang!" kataku.

Zain langsung kembali ke tempat duduknya ketika Cappucino pesenannya datang. Kami tersenyum penuh arti. Aku mengutuk diriku sendiri. Kamu bego Niiikk...emang bener, Begonya Rian pindah ke kamu! Duh.

***

Di hari yang berbeda dengan Fajrul. Saat itu aku sedang asyik duduk-duduk sama mahasiswa lain. Saat itulah Fajrul menghampiriku. Katanya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan. Akhirnya aku pun menurut dan ikut bersama dia. Ternyata dia mengajak aku sedikit menjauh dari teman-temanku.

Aku dan Fajrul memang mulai dekat selama beberapa bulan ini. Dia juga anaknya baik. Selalu menolong aku kalau dalam kesusahan. Dia juga kadang nasehatin aku seperti khas anak-anak UKI, sok dakwahlah. Hahahaha. Tapi emang anaknya asyik kalau diajak ngobrol. Murah senyum dan kata temen-temen dia disukai banyak akhwat di kampus. Mungkin kalau sekarang ada sayembara bakal banyak yang ngantri buat dapetin cintanya. Dia agak lain hari itu emang.

"Ada apa?" tanyaku.

"Nik, gue pengen ngomong sesuatu yang penting. Tapi boleh nih tanya-tanya dulu?"

"Apaan?"

"Kamu punya pacar?"

"Nggak. Kenapa?"

"Bener?"

"Ealah, mau nembak aku?" langsung saja deh aku to the point.

"Waduh?"

"Bener kan?"

"II..iya..." tampak Fajrul gugup dan kikuk.

"Hahahaha...kamu nggak berubah Jrul. Duh, aku ini emang cakep ya? Perasaan banyak yang lebih cantik dari aku. Tuh si Zaitun, cantik orangnya, pake jilbab pula. Kenapa nggak milih dia? Atau Si Erlin, dia juga cantik, manis, cerdas. Banyak tuh cowok-cowok yang ngantri ama dia."

"Sejujurnya aku suka ama kamu sejak SMA, Nik. Aku tahu kamu dulu suka mainin perasaan cowok. Tapi...aku sekarang udah maafin kamu. Dan kalau bisa, aku ingin kamu jadi kekasihku lagi, tapi ini beneran bukan bohongan seperti dulu kamu taruhan ama temen-temenmu," kata Fajrul.

Inilah yang aku nggak tahu. Kenapa sih para cowok itu ngerubuti aku? Nggak si Zain, nggak Fajrul ini, sebelumnya juga ada yang lain. Sebenarnya apa yang ada pada diriku? Aku juga nggak tebar pesona koq. Profile facebook-ku saja aku ganti gambar bunga biar nggak ada yang usil ama aku. Dan sekarang nggak yang ikut UKI nggak yang biasa semuanya nembak aku. Bikin galau saja mereka ini.

"Koq diem, Nik?"

"Yee, aku bingung tauk! Banyak yang nembak aku."

"Hah? Beneran?"

"Ya udah deh, aku pikir-pikir dulu ya."

"Koq pikir-pikir? Jawab sekarang dong!"

"Duh, nggak bisa Jrul. Ntar aja deh ya?"

"Oke. Dua hari lagi?"

"Oke deh. Ntar aku kasih kabar."

Setelah itu Fajrul bergegas pergi. Gila, gila, gila. Aku menghela nafas panjang. Kalau aku tolak mereka semuanya juga kasihan sih. Aku harus gimana sekarang? Pilih Zain apa pilih Fajrul?

Malamnya aku BBM-an ama Zain

Me: ping!

Zain: Yap?

Me: Masih mikirin jawabanku?

Zain: Iyalah, gimana?

Me: Hmm...aku bingung Zain.

Zain: Bingung gimana?

Me: Sejujurnya yah, aku sekarang sedang belajar untuk move on. Bener yang kamu bilang, aku memang nggak boleh terus-terusan begini. Aku juga tahu kamu baik ama aku, selalu ada untukku.

Zain: Trus?

Me: Kalau aku terima, kamu nggak marah kalau seandainya aku masih belum bisa melupakan Rian?

Zain: Aku tahu koq, Nik. Melupakan orang yang dicintai itu butuh proses. Aku bisa mengerti itu.

Me: Kamu mau bantu aku biar aku tak ingat Rian lagi?

Zain: Aku akan bantu kamu. Apapun yang kamu inginkan.

Me: :( Kamu selama ini baik ama aku Zain, mau berkorban buat aku. Tapi aku tak pernah menganggapmu.

Zain: it's ok. Aku bisa memahaminya.

Me: Kamu mau ngajak aku keluar besok?

Zain: Keluar?

Me: Terserah deh, mau ajak aku kemana.

Zain: Yakin?

Me; kamu mau jawaban iya atau tidak?

Zain: Eh? Jadi jawabannya.

Me: Iya.

Lega rasanya setelah bilang itu ke Zain. Selamat tinggal Rian. Aku akan menjadikanmu momen terindah dalam hidupku. Tapi hidupku masih terus berjalan. Aku tak mau terkurung dalam bayang-bayangmu terus. Aku putuskan aku akan jalan sama Zain. Nggak tahu ke depannya nanti seperti apa.

Aku yakin Zain sekarang sedang gembira melihat jawabanku di BBM-nya. Sebab setelah aku bilang Iya, ia tak membalas lagi. Hihihi. Zain, kalau ingat tampang culunnya pas SMA dulu, aku jadi ketawa sendiri. Sekarang ia banyak berubah.

#Pov Yuli#

TING TONG! Hah? Ada tamu?

"Sebentar!" kataku. Aku segera keluar dan membuka pintu. Dan aku kaget setengah mati. "FAJRUL?!"

"Lho, Yuli? Kamu tinggal di sini?" katanya. Fajrul. Aku ingat dia. Tentu saja aku ingat.

"Iya, tinggal di sini. Mau apa?" tanyaku sedikit sewot.

"Sabar dong! Aku kemari mau ketemu ama Anik," jawabnya.

"Anik? Kamu kenal Anik?"

"Kenallah, dulu temen SMA, sekarang kuliah di UI, kebetulan nggak tuh?"

"Oh, begitu."

"Siapa Yul?" tanya Anik yang keluar kamarnya pake kerudung.

"Fajrul!" jawabku.

"Oh, suruh masuk aja nggak apa-apa!" kata Anik. Duh Nik, kamu koq bisa kenal ama buaya ini ceritanya bagaimana?

Fajrul pun masuk. Aku langsung menggeret Anik untuk pergi ke kamar.

"Sebentar ya!?" kataku ke Fajrul.

Anik agak kaget dengan ulahku. Pintu kamar kututup.

"Eh, lo kenal ama Fajrul?" tanyaku.

"Kenal dong, dia temenku SMA, seniorku dulu," jawab Anik.

"Nik, lo harus jauhin dia!" kataku.

"Kenapa?"

"Udah deh, anak kaya' lo jangan sampai ketemu ama dia! Jangan pernah juga pacaran ama dia."

"Bentar Yul, koq kamu kenal ama dia?"

"Jelas kenal, aku dulu pacaran ama dia."

"Yang bener?"

"Serius ini! Beneran."

"Hmm....trus kalian putus?"

"Iya, tapi Nik. Beneran ini, jangan deket-deket ama dia!"

"Tenang aja Yul, aku cuma deket dia di organisasi. Aku juga nggak minat ama dia koq."

"Ohh...syukurlah, moga aja firasatnya nggak benar."

"Firasat? Firasat apa?"

"Oh, nggak. Nggak ada apa-apa. Tapi beneran lho ya, jangan deket-deket ama dia. Dia itu berbahaya Nik."

"Tapi dia anak UKI lho Yul, masa' nggak bener?"

"Gue saksinya, dia pernah jalan ama gue, ngentot ama gue juga pernah."

"Seriusan?"

Aku mengangguk.

"Oh, Ok deh. Aku akan jaga jarak ama dia."

"Nah, bagus. Trus dia kemari mau ngapain?"

"Mau ngasih berkas buat kegiatan minggu depan."

"Hmm....oke deh."

"Aku keluar dulu nemuin dia."

Anik kemudian keluar dari kamar. Aku juga. Aku trus awasi si Fajrul ini agar jangan sampai berbuat macam-macam ama Anik. Anik terlalu berharga buat orang munafik seperti Fajrul. Aku tak akan tinggal diam kalau sampai ia menyakiti Anik. Dan aku nggak nyangka firasat Rian bener. Anik dalam bahaya. Gila, gue baru kali ini melihat kekuatan cinta. Orangnya jauh di sana, tapi tahu bakal ada bahaya yang mengancam Anik. Ternyata si Fajrul. Rian, lo ngasih gua tanggung jawab yang gedhe nih. Bisa nggak gue jaga Anik?

****

Malam Minggu aku lihat Zain bertamu lagi ke rumahku. Aku langsung tanya ke Anik di kamarnya.

"Perasaan ada yang beda deh. Kamu kan nggak pernah pergi malam mingguan. Nik, lo jangan-jangan jadian ama Zain?" tanyaku menyelidik.

Anik mengangguk.

"Waah...sudah move on nih ceritanya. Selamat deh," kataku.

"Aku sedang belajar Yul, moga aja bisa ya," katanya.

"Bisa, kamu pasti bisa."

"Temenin Zain dulu gih, aku mau dandan!"

"Oke, tuan putri."

Gue segera keluar menemui Zain.

"Hai Zain, tunggu ya. Anik sedang dandan buat pangerannya," gurauku.

"Ah, Mbak Yuli ini bisa aja," kata Zain dengan malu-malu.

"Oh iya, aku titip sesuatu ya."

"Apa mbak?"

"Begini.... kan gue nggak selamanya ngawasin Anik. Gue mohon lo awasin Anik ya?! Gue khawatir aja ama dia. Yah, kamukan mobilitasnya tinggi, setiap kegiatan Anik pastinya lo juga tahu."

Zain mengerutkan dahi.

"Zain, setiap kegiatan Anik, gue mohon lo dampingi dia. Ngerti?"

"Oke deh mbak. Aku akan usahakan."

"Makasih. Oh ya, kalian udah jadian kan? Selamat deh."

"Hehehehe...ah mbak bikin malu aku aja," tampak Zain tersipu-sipu.

Tampak Anik keluar dari kamar dengan baju yang rapi. Siap kencan nih ceritanya.

"Yul, aku tinggal dulu ya?!" kata Anik.

"Eh, awas lho ya, jangan malem-malem. Ntar dikunci ama ibu kapok lo!"

"Iya iya."

Mereka berdua pamit. Aku hanya bisa melihat mereka pergi begitu saja. Zain, sekarang harapanku satu-satunya buat menjaga Anik hanya di elo. TUNG! Ada BBM Masuk. Aku dapat BBM dari Rian. Ngapain dia BBM aku?

Rian: ping!

Me: Yap. Apa kabar Rian?

Rian: Baik mbak.

Me: Ada apa ya?

Rian: Mau tanya aja kabar Anik.

Me: Heeeh....lo udah punya istri koq masih tanyain kabar Anik?

Rian: Lho, salah ya? Dia kan juga ipar aku. Lagian Rahma juga kepengen tahu kabarnya.

Me: Yaaa, nggak juga sih.

Rian: Mbak, jujur ya. Kemarin mimpiku datang lagi. Anik tenggelam dan minta tolong. Anik nggak kenapa-napa kan?

Me: Nggak koq. Dia sehat wal afiat. Dia udah jadian lho sekarang ama cowok.

Rian: Oh ya, syukurlah kalau begitu. Siapa orangnya kalau boleh tahu?

Me: Namanya Zain, temen sekolah dulu katanya.

Rian: Ohh...si Zain itu. Tahu tahu. Dia di Jakarta toh?

Me: Lho, lo kenal?

Rian: Kenal banget mbak. Dulu anaknya culun. Nggak tahu sekarang seperti apa. Kalau Anik jadi jalan Zain sih, ya baguslah. Moga aja Zain bisa melindungi dia.

Me: Rian, gue mau ngasih tahu sesuatu.

Rian: Apaan?

Me: Ehhmm...nggak jadi deh. Ntar aja kapan-kapan.

Rian: Ya udah. Makasih ya mbak.

Nah, kan? Rian ini emang firasatnya kuat ama Anik. Kaya'nya mereka berdua ini sebenarnya harus dipasangkan koq. Duh, kenapa jadi complicated gini ya? Di sisi lain Rian nggak mungkin deketan ama Anik. Dia udah punya bini. Tapi di sisi lain perasaannya ama Anik kuat banget. Apa sebenarnya cinta sejati Rian ini adalah untuk Anik ya? Ini bener-bener sinting. Kenapa gue yang pusing mikirin mereka coba?
 
BAB XXV

Perawan di Sarang Penjahat Kelamin



Terkadang suara orang yang dicintai adalah sebuah harapan
Dan terkadang kita juga salah menilainya


#Pov Anik#

Aku bernyanyi pagi itu. Lagu Sheila 7 On (iya kami anak Kediri kadang nyebut band Sheila on 7 itu dibalik jadi Sheila 7 on). "Jadikanlah aku pacarmu, kan kubingkai slalu indahmu...."

"Cieee....ciee...yang lagi kasmaran," celetuk Yuli.

Aku cuek. Lagi seneng koq. Aku membersihkan rumah sama Yuli. Tadi malam Zain menciumku. Aduhhh....baru kali ini Zain menciumku. Dia adalah lelaki kedua yang menciumku setelah Rian. Jadi kemarin malam kami habiskan waktu jalan-jalan dan ngobrol banyak hal. Dan selama jalan Zain menggenggam erat tanganku. Kita gandengan gitu. Dia tak kalah romantisnya ama Rian. Ternyata masing-masing cowok itu punya cara tersendiri untuk mengungkapkan cintanya.

Dan di akhir waktu sebelum kita berpisah, Zain menciumku di depan rumah. Tentu saja aku kaget. Takut kalau-kalau ada yang lihat. Ah, tapi masa bodoh. Aku sekarang benar-benar sedang kasmaran koq. Lumer deh pokoknya.

"Gimana tadi malam? Kencannya dahsyat?" tanya Yuli yang sedang membersihkan bufet dengan kemoceng.

"Halah Yul, kaya' nggak pernah tahu kencan aja," jawabku.

"Lo, diapain ama Zain? Pake ciuman nggak?"

Aku nggak menjawab.

"Hoo...berarti dicium ya? Hihihihi....nah, gitu dong. Sekarang lo tahu kan ada orang yang suka ama lo. Bagus deh, gue nggak khawatir lagi sekarang ama lo."

"Khawatir apa sih?"

"Ada deh. Pokoknya hari ini gue lega banget denger kalian jadian. Jadi gue nggak bakal dengerin curhatmu lagi. Curhat koq sedih melulu."

"Oo...berarti selama ini kamu bete ya Yul denger curhatku?"

"Nggak bete, cuman ya tiap curhat pasti soal Rian. Yang lain kek, hihihi."

"Ih, awas ya!" aku kejar Yuli. Kami jadi bergurau dan meninggalkan aktivitas bersih-bersih rumah. Kami kejar-kejaran sambil menggelitiki tubuh kami. Saling berbalas. Seneng deh kami hari itu. Dan akhirnya kami dimarahi ama budhe, kerjaan bersih-bersih rumah koq belum kelar.

Aku harus ngasih balasan nih ke Fajrul kalau aku udah jadian ama Zain. Hari ini aku mau menemui dia. Aku mau menemui dia di Starbuck Kafe. Karena aku niat cuma pergi sebentar akhirnya aku naik angkot buat pergi ke sana. Aku sengaja nggak ngasih tahu Zain, daripada ntar jadi cekcok. Yang aku kasih tahu cuma Yuli.

"Mau kemana lo?" tanya Yuli.

"Mau ke Starbuck," jawabku.

"Lho, nggak sama Zain?"

"Nggak, sendirian aja. Toh ya deket dari sini."

Tangan Yuli tiba-tiba memegang lenganku.

"Ada apa Yul?"

"Jangan pergi, Nik! Perasaan gue nggak enak."

"Apaan sih? Nggak apa-apa, cuman sebentar koq!" kataku meyakinkan dia.

"Tapi perasaan gue nggak enak, Nik. Gue hubungi Zain yah?"

"Nggak usah. Nggak apa-apa koq."

"Ya udah tapi nanti calling-calling gue yah?"

"Iya."

Yuli agaknya nggak rela melepaskan tanganku. Kenapa ini anak? Aku segera keluar setelah itu. Aku nyegat angkot trus jalan deh. Waktu menunjukkan pukul setengah empat sore. Yah, masih lama aku ketemuan ama Fajrul. Kami kemarin janji jam setengah lima. Dan benar deh, ketika aku sampai di Starbuck, nggak ada dianya. Aku mesan kopi satu dan donat. Sambil nunggu dia aku sibuk mainin ponselku.

Tak berapa lama kemudian Fajrul datang.

"Hai Nik? Udah lama?" tanyanya.

"Nggak koq, baru saja," jawabku.

"Maaf deh, hehehe."

Aku memasukkan ponselku ke tas.

"Kamu naik apa? Pake angkot?" tanyanya.

"Iya, mau gimana lagi? Aku nggak ada kendaraan koq. Kamu naik apa?"

"Naik mobil, minjem temen. Sebentar yah mau pesen kopi dulu!"

Fajrul kemudian beranjak meninggalkanku. Setelah ia membayar kopinya kemudian menghampiriku lagi. Ia menyeruput kopinya.

"Jadi ada yang ingin disampaikan?" tanya Fajrul.

"Ehmmm jadi gini Jrul. Aku...nggak bisa. Aku udah punya cowok, aku nggak bisa nerima cinta kamu. Kuharap kamu mengerti," kataku.

Fajrul sedikit kecewa, tapi kemudian dia tersenyum. "Yah, baiklah. Nggak apa-apa. Namanya juga nembak. Pastinya akan ada yang katanya ditolak atau diterima. Makasih ya, Nik. Yah, mungkin aku bukan jodohmu kali."

"Kamu nggak kecewa atau marah?"

"Kecewa sih ada, marah nggak. Buat apa? Toh aku nggak bisa memaksakan cinta. Iya kan?"

"Syukurlah kamu mengerti."

"Tenang Nik, aku dulu sudah diputus kamu. Itu sudah terbiasa. Hahahaha," tertawanya terlalu dipaksakan.

"Oh iya, ngomong-ngomong kamu dulu pernah pacaran ama Yuli ya?" selidikku.

"Iya, pernah," jawabnya. "Yuli cerita ya?"

"Cerita sih, tapi nggak banyak. Nggak nyangka aja dunia ini sempit," kataku.

"Tuh, lihat dari sini kamu bisa lihat mobilku. Yang warna hitam itu. MPV," katanya sambil menunjuk keluar ke tempat parkir. Aku menoleh ke sana. Ada dua MPV satu hitam satu abu-abu.

"Yang hitam? Kaya' mobil travel aja," gumamku.

"Emang temenku kerja di travel koq."

Aku manggut-manggut. Terdengar suara SMS masuk. Aku kemudian mengambil ponselku. Dari Yuli.

"Nik, kamu di Starbuck nemui siapa? Jangan bilang kalau nemui Fajrul!"

Koq tahu sih Yuli ini. Aku pun bales.

"Iya nemuin Fajrul. Kenapa mbak?"

Tak berapa lama kemudian SMS masuk.

"Waduuuhhh..***wat! Pulang Nik, cepetan pulang! Dia itu berbahaya!"

Apaan sih Yuli ini?

"Udahan yuk," kata Fajrul.

"Hmm? udahan?" aku memperhatikan Fajrul. Ia meminum kopinya sampai habis.

"Aku anter pulang? Daripada kamu naik angkot. Di minum gih kopimu. Mubadzir kalau nggak dihabiskan," kata Fajrul.

Aku mengangguk. Sebentar sepertinya ada yang aneh ama gelasku. Tapi apa ya? ah masa bodoh. Aku pun menyeruput kopiku dua teguk. Setelah itu aku beranjak. Kami pun pergi dari Starbuck Kafe. Begitu keluar koq aku merasa pusing ya. Aku masih memainkan ponselku ketika keluar. Sebentar, Yuli...tadi bilang berbahaya? Kenapa? Tiba-tiba aku tak ingat apa-apa lagi. Dunia serasa berputar, aku ambruk nggak sadarkan diri, tapi aku tetap menggenggam erat ponselku.

****

Kepalaku berat. Aku tak bisa melihat apa-apa. Gelap. Apa yang sebenarnya terjadi? Tunggu. Bukan gelap, aku disekap. Mataku ditutup oleh sesuatu. Aku tak bisa menggerakkan tanganku. Aku diikat. Mulutku seperti dibekap, aku bisa merasakan sesuatu. Aku menggigit sesuatu. Mulutku disumpal. Kepalaku masih pusing aku masih tak tahu kenapa aku begini. Kakiku juga tak bisa digerakkan. Aku diculik? Siapa? Siapa yang melakukannya? Oh tidak. Aku mengerang, memekik tertahan.

"Tahan ya manis. Aku akan bawa kamu ke tempat yang tidak ada satupun orang yang tahu," suara itu? Fajrul! Apa yang dia lakukan??

"HHHMMmm! fffefasfhhh aggffuu (lepaskan aku!)" jeritku.

"Maaf, ya. Dari dulu aku demen banget ama kamu Nik, aku ingin memilikimu lebih dulu daripada cowok manapun. Tadi di kafe aku menukar gelasmu dengan gelasku, gelasku sudah aku isi obat tidur. Dikit aja dosisnya yang penting aku bisa naruh kamu di mobil. Hehehehe," katanya.

Sialan. Bener kata Yuli. Si Fajrul ini orangnya sinting. Dia mau memperkosa aku. Tidaaaak...apa yang harus aku lakukan? Siapa yang bisa nolong aku? Tolong! Tolooooong! Yuli, Zain siapa saja tolong aku. Ya tuhaan tolong aku. Aku menjerit berulang-ulang. Tiba-tiba aku teringat Rian. Kenapa disaat-saat seperti ini aku malah teringat ama dia? Iya, aku pernah berjanji akan terus mencintai dia. Dan aku berjanji hanya akan menyerahkan tubuhku kepada Rian. Tapi itukan janji konyol, sumpah konyol. Toh aku sudah jadian ama Zain, siapa tahu nanti Zain jadi suamiku . Tapi ini....ini....ini tidak mungkin. Aku tak mau diperkosa.

Aku meronta-ronta. Aku tak bisa bergerak. Kuat sekali ikatannya. Dari dalam hatiku yang paling dalam aku menjerit memangil nama Rian. RIAAAAANNNN! RIAANN! RIAAANN!

Mobil terus melaju entah berapa lama aku di dalam mobil itu sampai akhirnya mobil berhenti dan tubuhku ada yang mengangkat.

"Ayo bawa dia ke dalam!" suara Fajrul.

"Siap bos!" kata seseorang. Lebih dari seorang. Aku digotong oleh tiga orang. Aku berusaha meronta tapi sia-sia. Otot-otot mereka kurasakan bersentuhan dengan tubuhku. Aku bisa mencium bau tubuh mereka yang menjijikkan.

Aku seperti naik anak tangga sebentar lalu terdengar pintu terbuka. Aku kemudian masih diangkat berjalan menuju ke sebuah ruangan dan aku direbahkan di atas ranjang spring bed. Di mana aku? Aku sepertinya berada di sebuah kamar. Penutup mataku dibuka. Aku mengejap-ejapkan mata. Aku lihat Fajrul. Dia tak sendiri ada dua orang lagi, tidak tiga orang lagi. Aku hanya kenal Fajrul tak kenal sisanya.

"Nggak usah terkejut Nik, santai saja. Habis ini aku ingin merasakan sesuatu yang enak bersamamu. Hehehehe!" kata Fajrul.

Air mataku keluar. Ini keterlaluan, mataku tak bisa melihat tiga orang lainnya karena kacamataku nggak ada. Pasti terjatuh tadi. Ini mengerikan. Mengerikan sekali. Aku memejamkan mataku. Aku tak mau melihat mereka. Rian! Rian! Rian! Kalau kamu dengar suara hatiku tolonglah aku! Tolonglah aku! Kenapa aku malah manggil Rian? Kenapa?

"Woi bangsat! Siapa lo!?" terdengar suara ribut-ribut di luar. BRAK! BUK! BAK! BUK!

"Apa itu?" tanya Fajrul.

Tiba-tiba dari pintu aku melihat Zain. Dia membawa sebuah kayu dan menghajar tiga orang yang ada di ruangan itu. Ia memukul-mukulkan kayu yang dibawanya ke kepala tiga orang itu. Lalu satu tendangan menghantam kepala Fajrul. Fajrul mundur ke belakang. Ia menghantamkan kayu itu ke tubuh Fajrul berkali-kali. Fajrul tak sadarkan diri dengan luka di kepalanya. Zain melihat ada orang yang bangkit lagi. Ia menghantamkan kayu itu lagi ke wajah orang yang bangkit itu. Dia menghajar semua orang itu seorang diri.

Zain?? Zain menolongku?? Bagaimana ia bisa tahu aku ada di sini?

Zain melepaskan ikatanku, sumpalan mulutku dilepasnya. Aku langsung merangkulnya. Memeluknya dan menangis.

"Sudah sudah, ayo kita pergi dari sini," kata Zain.

Aku masih menangis ketika Zain mengantarku keluar dari rumah ini. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Yuli tadi memberitahuku kalau kamu di Starbuck bersama Fajrul. Dan katanya firasatnya buruk. Aku langsung ke sana. Dan dari kejauhan aku melihat kamu digotong ama Fajrul masuk ke dalam mobil bersama empat orang. Aku yakin pasti ada firasat buruk. Yuli lalu menelponku kalau ponselmu tak bisa diangkat. Dan kamu diculik. Aku membuntutimu mobil mereka sampai di sini. Setelah itu aku berani menyerbu masuk," jelas Zain.

"Makasih ya Zain, kalau tak ada kamu, kalau tak ada kamu, aku....," aku tak melanjutkan kata-kataku. Zain sudah menciumku. Ahh...aku nyaman sekali sekarang. Aduhhh...Zain, terima kasih ya.

*****

#Pov Yuli

Seumur hidup aku baru kali ini melihat keajaiban. Melihat kekuatan cinta dari dua orang manusia. Mereka adalah Rian dan Anik. Hati mereka sebenarnya masih terikat, aku sebelumnya tak pernah percaya akan kekuatan cinta. Setelah ini aku baru sadari bahwa kekuatan cinta antara Rian dan Anik itu sebenarnya luar biasa. Hanya saja mereka tak memahaminya dan kenapa juga mereka harus bertemu dengan takdir seperti ini.

Sore itu ada BBM masuk. Lho, dari Rian.

Rian: ping!

Me: W'sup Rian?

Rian: Mbak, perasaanku nggak enak mbak. Sepertinya akan terjadi sesuatu ama Anik. Mbak jangan ijinkan Anik keluar.

Me: Itu cuma perasaan Lo aja Rian. Anik lho nggak keluar.

Rian: Nggak mbak, perasaanku nggak enak. Aku tadi malam mimpi lagi. Anik tenggelam mbak. Plis kaya'nya hari ini ada sesuatu yang bakal menimpa dia. Tolong jangan biarkan dia keluar.

Me: Waduh...ntar deh aku lihat ya.

Aku melihat Anik yang udah rapi. Mau kemana dia?

"Mau kemana lo?" tanyaku.

"Mau ke Starbuck," jawabnya.

"Lho, nggak sama Zain?"

"Nggak, sendirian aja. Toh ya deket dari sini."

Perasaan Rian beneran. Dia mau keluar. Duh, kenapa perasaanku juga nggak enak? Aku segera pegang lengannya

"Ada apa Yul?"

"Jangan pergi, Nik! Perasaan gue nggak enak."

"Apaan sih? Nggak apa-apa, cuman sebentar koq!"

"Tapi perasaan gue nggak enak, Nik. Gue hubungi Zain yah?"

"Nggak usah. Nggak apa-apa koq."

"Ya udah tapi nanti calling-calling gue yah?"

"Iya."

Rian, lo ini apa dukun sih? Koq tahu kalau Anik mau keluar. Celaka. Aku harus hubungi Zain. Aku segera menelpon Zain. Dia segera mengangkat.

"Zain, tolong Zain cepet kemari!" panggilku.

"Hah? Ada apa mbak?" tanyanya.

"Si Anik barusan keluar mau ke Starbuck, kamu susul dia. Perasaanku nggak enak nih!" kataku.

"OK, aku segera meluncur," katanya.

Aku lalu menutup teleponku. Duh, apa yang terjadi nanti? Dan setengah jam kemudian aku galau. Mondar-mandir ke sana-kemari. Aku SMS Anik. Aku curiga soalnya setiap kali Rian punya firasat pasti ada hubungannya ama Fajrul. Aku langsung tebak saja barangkali emang dengan Fajrul.

"Nik, kamu di Starbuck nemui siapa? Jangan bilang kalau nemui Fajrul!"

Trus dia bales

"Iya nemuin Fajrul. Kenapa mbak?"

Nah, kaaaaaan beneran. Aku bales.

"Waduuuhhh..***wat! Pulang Nik, cepetan pulang! Dia itu berbahaya!"

Setelah itu tak ada balasan lagi. Aduuuhh....Gimana ini? Aku khawatir banget. Aku lalu telepon Anik, tak ada balasan. Aku telepon Zain tak ada balasan. Waduh apa yang terjadi ini. Aku cemas sekali. Dan perasaanku tak enak sampai dua jam lamanya, hingga ada suara motor di luar rumah. Aku segera menghambur keluar. Kulihat Anik. Dia menangis sesenggukan. Tampak Zain bersamanya.

"Niiiiik! Kamu nggak apa-apa?" aku segera memeluk dia.

"Udah mbak, bawa masuk aja! Dia hampir diperkosa orang," kata Zain.

"Haah?? Aduh, untung gue tadi nelpon elo, ayo Nik masuk!" kataku.

Anik berjalan sempoyongan karena masih shock. Zain mohon pamit karena menurutnya lebih baik biar keluarganya saja yang membantu Anik. Aku sangat berterima kasih ama Zain. Kami sekeluarga bener-bener shock mendengar apa yang barusan terjadi. Bokap yang baru saja pulang langsung nelpon pihak yang berwajib untuk mengurus Si Brengsek Fajrul itu. Entah bagaimana nasibnya setelah itu. Yang jelas, besoknya Anik ditemeni bokap, nyokap, aku dan Zain melapor ke pihak yang berwajib. Dua hari kemudian Fajrul ditangkap dan dikenai pasal penculikan dan penganiayaan.

Makasih tuhan, Engkau masih tunjukkan kemurahan-Mu. Dan Engkau telah menunjukkan bagaimana kekuatan cinta antara Rian dan Anik. Arghh...kenapa juga mereka bisa sampai berpisah kalau memang seharusnya mereka bersatu? Duh, emang aneh kisah mereka ini.

(bersambung....)
 
Pertamax ....
Yaaeelah langsung ganti page aja.....syukurlah anik ga knap2
Ane kira tdi zain mlah komplotan sama si fajrul.....nyatanya zain malah jdi penyelamat....
 
Terakhir diubah:
emang yang pantes dampingi Anik tetep si Rian...
:sendirian:


"Nik, aku selama ini masih setia menunggumu. Aku luangkan waktuku untuk
dirimu. Aku juga bela-belain kamu yang kehujanan, dengerin curhat kamu.
Semuanya karena aku menunggumu untuk bilang 'iya'. Kamu tahu perasaanku
kepadamu seperti apa. Aku maafin koq apa yang telah kamu lakukan dulu, aku
maafin. Aku bukan Rian yang nggak pemaaf. Aku orangnya pemaaf. Bahkan
segala sikap dinginmu aku maafkan. Dan kini aku meminta kepadamu Nik, mau
kah kamu jadi kekasihku?"

kliatan banget gan.. Zain nglakuin itu semua dengan maksud seperti mengharapkan imbalan..

:ampun: cuma uneg2 ane gan..

mari :ngeteh:
 
Bimabet
kekuatan cinta :bingung:

emang ada ya yng gituan :bingung:

=
semangat lanjutin bang :semangat:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd