Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT M.E & You

Chapt 8 Break the Rules



Hancurnya The Association Eropa membuat gempar dunia underground. Seminggu setelah kejadian itu, banyak spekulasi tentang pembunuh baru yang ingin menghancurkan eksistensi M.E. Nama M.E, saat ini sudah menjelma sebagai pembunuh legendaris. Namanya bahkan ditakuti sekaligus dicari oleh banyak organisasi pembunuh yang masing-masing berada di bawah naungan keluarga mafia.

Berita ini terdengar pula oleh orang yang paling berkuasa di negeri ini. Pemuda ini pun diundang untuk membantunya menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam negeri.

Sore hari, udara di daerah tenggara ibukota terasa sangat sejuk. Hujan deras yang mengguyur sebelumnya membuat udara panas pergi entah ke mana. Air yang turun tak mampu diserap seluruhnya oleh tanah. Menjadikannya mengalir melalui setiap selokan, membanjiri parit, menuju sungai terdekat.

Kabut mulai turun menghalangi jarak pandang mata. Sinar mentari yang sedari pagi enggan muncul membuat tubuh enggan untuk beranjak.

Cahaya lampu mulai bersinar di sebuah bangunan yang cukup luas, hampir seluas istana. Lengkap dengan beberapa rumah termasuk rumah utama sebagai tempat tinggal yang empunya. Sementara tembok dengan tinggi kurang lebih dua meter mengelilingi tanah yang hampir seluas lapangan bola. Tampak pula CCTV bergerak beriringan, saling menutupi celah membuat gerakan sekecil apapun akan terdeteksi.

Sementara didalam lingkup bangunan megah bak istana ini, tampak beberapa mobil terparkir rapi. Tak jauh dari mobil yang terparkir, beberapa orang berjalan dengan menenteng senjata laras panjang yang menjadi senjata utama angkatan bersenjata negeri ini.

Dinnn!!!

Perlahan pintu gerbang selebar enam meter ini terbuka perlahan, seiring bunyi klakson yang terdengar nyaring dari luar pintu. Setelah terbuka penuh, masuklah dua mobil. Dari mobil terdepan tampak turun beberapa orang memakai pakaian angkatan bersenjata, sedangkan di belakangnya. Tampak seorang laki-laki berumur kurang lebih 50 tahun turun dari bangku kedua. Wajahnya tampak muram dengan keriput di dahi dan sudut matanya. Rambut yang sudah menipis dihiasi oleh uban yang hampir merata.

Lelaki tua itu berjalan menaiki tangga ke dalam rumah dengan menenteng sebuah tas kecil. Raut wajahnya menampakkan ketidaksenangan untuk hadir ditempat ini, namun perintah orang yang memanggilnya tidak mungkin ia tolak. Menolak sama dengan menyerahkan nyawanya untuk melayang.

Lelaki tua ini bernama Paidi, seorang yang sangat berpengalaman dibidang kemiliteran dan pernah menjabat sebagai seorang Jendral, namun ditinggalkannya demi memenuhi tugas sebagai kepala BIN negeri ini.

“Selamat sore Pak Paidi, selamat datang di istana kembang,” sahut seorang wanita yang menjadi kepala assisten rumah tangga.

“Selamat sore mbak Diana,” jawabnya.

“Silahkan menunggu di ruang tamu. Bapak sedang ada keperluan sebentar,” lanjut wanita itu ramah.

“Baik mbak. Terima kasih.”

Maka berjalanlah Paidi mengikut wanita yang tampak cukup berumur dan pakaian yang terbilang cukup seksi. Rok pendek ketat disertai dengan blous putih dan blaser yang senada, rambut ikal pendek mengikuti model anggota kepolisian negeri ini.

Bunyi sepatu hak yang dipakainya memenuhi ruangan yang sunyi, mengalahkan bunyi jenggeret di luar sana. Mereka pun sampai di sebuah ruangan yang cukup besar, dengan interior masa kolonial, membuat keindahan rumah ini menjadi tiada bandingnya.

“Silahkan duduk Pak Paidi, sambil menunggu akan saya siapkan minuman hangat,” kata wanita itu lembut.

“Terima kasih mbak” sahut lelaki tua itu.

Beberapa saat setelah wanita yang berprofesi sebagai kepala asisten rumah tangga meninggalkan Paidi sendiri diruangan dengan luas hampir 6 x 6 meter tersebut. Tampak Paidi, mengeluarkan HP nya, dan kerut di wajahnya semakin tampak ketika tidak ada signal sama sekali dari tempat ini.

“Hmmm, Signal Jumper di seluruh ruangan. Kacau nich,” gumannya sendiri.

Entah berapa lama Paidi sibuk dengan peralatannya, hingga tidak menyadari kehadiran seorang pemuda yang memang sedari tadi sudah duduk di sudut ruangan. Tidak ada senyuman, tidak ada suara, hanya wajah datar yang tidak berekspresi.

Tiba-tiba Paidi menghentikan semua kegiatan yang dilakukannya, dan dengan gerak cepat dia berbalik dibarengi dengan tarikan tangan dari dalam jas yang dipakainya. Mengambil senjata revolver kecil yang selalu menemaninya.

Diarahkan senjata tersebut ke arah sang pemuda, meski terkejut namun Paidi tidak menunjukkannya. Tapi gejolak darah dan debaran jantung yang memburu tidak dapat membohongi.

“Siapa kamu?” tanyanya dengan penuh kewaspadaan.

“Apa kabar Mr Paidi. Senang bertemu dengan kepala BIN yang tersohor,” jawabnya.

“Assassin,” kata Paidi.

“Hmmm....” sahutnya.

“Relax Mr Paidi, targetku bukan anda, tapi seseorang yang anda lindungi” kata pemuda itu, sambil berjalan duduk di sofa panjang tepat berhadapan dengan Paidi. Meskipun begitu, senjata yang mengarah tidak turun, melainkan hanya mengikuti gerak sang pemuda.

“Kamu yang...” tanya Paidi ragu.

“Yup.”

Setelah merasa kalau pemuda dihadapannya tidak akan melakukan hal-hal yang diluar tindakan, Paidi menurunkan senjata dan memasukkannya kembali kedalam sarung ke dalam jas yang dipakainya.

“Kenapa...?”

“Just doing my job Mr Paidi.”

“Kapan kamu datang kenegeri ini?”

“Beberapa hari yang lalu.”

Kembali keheningan mengisi ruangan tersebut, Paidi merasa informasi yang didapatnya cukup untuk saat ini, karena dia merasa pemuda yang duduk dihadapannya bukan sembarang pemuda. Paidi dapat merasakan bahwa kemampuan pemuda ini hampir atau bisa juga melebihi dari M.E yang merupakan pembunuh legendaris.

“Tok...tok...” bunyi ketukan di pintu ruang tamu tempat kedua manusia ini duduk menunggu. Tak lama terbukalah pintu tersebut dan masuklah seorang wanita yang hanya memakai bikini. Tampak wajahnya memerah dan tubuh penuh keringat.

“Bapak-bapak silahkan ikut saya...” kata wanita tersebut. Yang langsung diikuti oleh Paidi dan sang pemuda.

Penampilan wanita muda tersebut tidak mengejutkan Paidi, karena memang orang yang memanggilnya saat ini terkenal sebagai buaya. Kekuasaan dan harta yang melimpah membuatnya bisa memuaskan kebutuhan duniawi.

Mereka bertiga berjalan keluar dari rumah utama, melewati sebuah kolam renang dengan asap yang mengepul di atasnya. Terus berjalan hingga sampai pada sebuah pintu yang dijaga oleh beberapa orang lengkap dengan senjata mereka. Begitu memasuki pagar tersebut, mereka disambut oleh pemandangan tidak biasa. Berbagai peralatan BDSM (Bondage and Discipline, Domination and Submission, Sadism and Masochism) tergantung di kanan dan kiri dinding yang mereka bertiga lewati. Mulai dari Bondage Whip sampai dengan Leather Slave Hoods.

Mereka bertiga berhenti disebuah pintu kaca yang memperlihatkan pemandangan yang tidak seharusnya diperlihatkan oleh orang sekaliber dia.

Tampak seorang lelaki yang cukup berumur sedang duduk diatas sebuah kursi tanpa lengan, dikelilingi oleh beberapa wanita yang bisa dibilang masih sangat muda, bahkan bisa dibilang masih berumur dikisaran 20 tahunan. Sementara tampak pula seorang gadis bergerak liar di atas pangkuan lelaki tersebut, sementara gadis-gadis yang lain sedang menjilati kedua kaki lelaki itu. Sungguh pemandangan yang memuakkan, membuat wajah paidi memerah menahan amarah.

“Sungguh bodoh bangsa ini, memilih orang tidak bermoral seperti dia,” guman Paidi pelan.

Sementara itu pemuda yang berada disamping Paidi, dia tidak terpengaruh oleh semua pemandangan ini.

Pintu terbuka, suara desahan pada gadis dan lelaki tersebut langsung terdengar. Sepertinya ruangan ini kedap suara, dan meskipun terbuat dari dinding kaca, namun Paidi dapat menilai kalau semua kaca yang ada di sini merupakan kaca anti peluru.

Wanita inipun mempersilahkan Paidi dan sang pemuda duduk di sofa. Duduk diam menanti sang penguasa menyelesaikan hasrat duniawinya.

“Ahh....Paidi ini....” teriak lelaki tersebut, sambil melemparkan semua amplop coklat.

Amplop tersebut jatuh di hadapan Paidi, dan mau tak mau dia harus memungutnya. Kembali duduk setelah mengambil amplop tersebut dan membuka tali pengingkat yang berada di sisi belakang amplop.

Tiba-tiba wajah Paidi memerah menahan amarah yang luar biasa, langsung berdiri dan berteriak, “APA MAKSUDNYA INI PAK....???!!!!”

Teriakan penuh emosi Paidi menghentikan aura mesum yang berada di dalam ruangan ini. Sementara lelaki tua tersebut masih terus bergerak, bahkan menampar wajah sang gadis yang berhenti ketika mendengar teriakan Paidi.

Merasa dilecehkan dan diremehkan, Paidi menendang meja kaca yang berada dihadapannya, mengambil senjatanya dan menodongkannya kearah lelaki tua bejad tersebut.

“Ahhh...teruss....sayang...ahhh..... ingat Paidi...hah...aku mati maka kau tau akibatnya..” katanya.

Mendengar kata-kata lelaki tua itu, tangan Paidi bergetar hebat. Terjadi pertarungan antara logika dan perasaan yang berbaur menjadi satu. Mencoba menganalisa satu persatu permasalahan dan jalan keluarnya, namun semua tampak buntu.

Merasa tidak mendapatkan jalan keluar, Paidi mengambil langkah nekat. Bergerak maju, merangsek. Jarinya menarik pelatuk senjatanya, namun langkahnya terhalang oleh sang pemuda yang tiba-tiba berdiri di sampingnya.

Dia memegang bagian atas senjata paidi, membuat gerakan pegas senjata terhambat. Paidi segera mendorong tubuh sang pemuda menggunakan siku kanan.

Sang pemuda pun terdorong mundur, namun pegangan tangannya tidak mengendur bahkan semakin erat. Menarik paksa senjata Paidi, memutar tangannya membuat tangan Paidi terpelintir, dan akhirnya ia melepaskan senjata yang digenggamnya.

Sebuah tendangan melayang tepat mengarah ke wajah Paidi, namun Paidi bukan orang yang tidak mempunyai kemampuan. Dengan sigap dia mengangkat kedua tangannya untuk melindungi wajahnya. Tidak hanya itu, Paidi juga melakukan balasan dengan sapuan kaki mengarah pada kaki sang pemuda. Namun tumpuan kaki sang pemuda cukup kuat, hingga serangan Paidi menjadi sia-sia.

Mereka berdua mundur untuk mengambil ancang-ancang menyerang, mempersiapkan kuda-kuda untuk serangan berikutnya.

“Kenapa kamu menghalangi?” tanya Paidi.

“Hanya melindungi klien,” sahutnya singkat.

“Mr Paidi, jangan mengambil langkah bodoh. Ingat keluarga yang anda pertaruhkan,” kata sang pemuda lebih lanjut.

Paidi terdiam, menimbang kembali perkataan sang pemuda, yang memang ada benarnya. Namun foto yang kedua anak gadisnya membuat Paidi lupa diri, karena dia tahu bagaimana karakter orang yang memberikan foto tersebut. Apabila dia tidak mengikuti kemauannya maka dia dapat memastikan kalau kedua anak gadisnya akan menjadi budak laki-laki bejad ini.

Akhirnya Paidi menyerah dengan mengendurkan posisi tubuhnya. Lalu bertanya kepada lelaki itu, “Apa mau anda?”

“Hahaha... Bagus Paidi, kamu tahu apa yang saya mau,” kata lelaki itu.

“Data para koruptor? Maaf kalo untuk itu saya rela mati!” jawab Paidi singkat.

“Hahaha, bukan itu Paidi, tapi M.E.!” katanya lagi.

Paidi terdiam, dia tahu konsekuensinya kalau dia menyerahkan M.E, maka tidak ada lagi pelindung bagi BIN dan PT Samson Security. Dengan menyerahkan M.E maka dia sama dengan menggali kuburnya sendiri meskipun dia yakin M.E tidak akan semudah itu ditangkap, namun kehadiran pemuda yang berdiri dihadapannya menjadi lebih sulit.

Melihat Paidi berpikir keras, lelaki yang baru saja menikmati kenikmatan duniawi itu berkata, “Jangan kuatir Paidi, kamu hanya menyerahkan posisinya saja, karena dia bertanggung jawab atas kematian Jendral Budi, dan melindungi pembunuh bukan hal yang bijaksana. Kamu tahu kan Paidi?”

Paidi akhinya menyerah dan mengangguk, menyerah pada lingkaran setan yang melingkupi negeri ini.

“Baik Pak, tapi bagaimana kalian akan membawanya? Kalian tahu kan dia siapa?” lanjut Paidi.

“Hahahaha... Perkara M.E biar dia yang menyelesaikannya. Kamu cukup memberi dia data saja,” balas lelaki itu.

Paidi terkejut mendengar jawaban tersebut dan mengarahkan pandangan matanya pada pemuda yang tampak biasa meskipun mempunyai kemampuan yang cukup lumayan menurutnya.

“Hahaha, kamu jangan meremehkan dia, Paidi. Dia adalah orang yang menghancurkan The Association Eropa. Yah, pemuda yang dicari oleh sebagian besar orang di dunia hitam” kata lelaki tua yang tampak puas dengan kemampuannya merekrut pembunuh muda yang memang bisa disetarakan dengan M.E.

Raut wajah penuh keterkejutan Paidi semakin terlihat. Apalagi ketika lelaki tua dihadapannya menyebutkan soal The Association Eropa, yang hancur dalam waktu semalam oleh seorang pemuda asia. Banyak yang menduga M.E adalah pelakunya, namun Paidi menduga orang lain la pelakunya, karena pada saat kejadian dia sedang bertatap muka dengan M.E di kediamannya.

Ternyata pemuda yang tampak biasa ini adalah “Dia” Menyadari itu semua Paidi semakin terpuruk dan gelisah, karena semua rencana dan jalan keluar setelah pertemuannya ke M.E mendadak pupus hangus ditelan kenyatan.

“Bagaimana bisa pak?” tanya Paidi.

“Keberuntungan berpihak ke saya, Paidi,” jawabnya bangga.



Kembali beberapa hari sebelumnya....


“Gimana?” tanya lelaki yang berpakaian lengkap dengan jas dan dasi disertai dengan pin lambang negara ini.

“Maaf pak, kami sudah berusaha mencari informasi, tapi hasilnya masih nihil,” jawab seorang yang menjadi tangan kananya selama ini. Seorang yang selalu menyediakan semua kebutuhannya, dan satu-satunya orang juga yang mengetahui semua rahasian kotor lelaki ini.

“Pakai jaringan kamu!! Pancing dia dengan imbalan paling besar!” lanjut lelaki tua ini.

“Semua sudah dilakukan pak, tapi maaf belum ada feed back ke kita lagi. Informan underground saya mengatakan kalau lelaki muda ini punya julukan The Boogeyman alias hantu” jawab tangan kanannya.

“Hantu?”

“Ya pak, dia muncul dan pergi tanpa ada yang tahu. Biasanya dia akan muncul bila memang targetnya adalah orang yang memang diincarnya.”

“Sudah sebulan ini berjalan. Hmmm, gimana dengan pasukan bayaran yang aku minta?”

“Untuk saat ini masih belum ada yang menerima tawaran kita pak, mereka merasa target M.E adalah mustahil untuk dimusnahkan.”

“Brengsek....!!! Kalo terus kayak gini, aku pasti akan terseret juga, dan kalopun aku kena, aku pastikan kamu juga kena!!!”

“Baik pak, masih saya usahakan yang terbaik untuk semua kelancaran rencana bapak” sahutnya tegas.

“Untuk saat ini, hanya ini yang bisa saya laporkan. Saya mohon undur diri pak,” lanjut tangan kanan itu.

Tanpa menjawab, lelaki tua itu mengulurkan tangannya dan menyuruhnya pergi.

Setelah kepergian orang kepercayaanya, lelaki tua ini berjalan menuju jendela kaca di ruangan kerjanya yang besar. Mencoba mengkalkulasi semua rencana yang sudah dijalankan selama ini. Semua bandar narkoba dan setoran uang yang masuk kedalam rekeningnya membuatnya sudah sangat kaya, namun ketidakpuasan adalah faktor utama manusia untuk tidak pernah bersyukur.

Semenjak PT Samson Security bekerja sama dengan BIN, rencana matang untuk menampuk kekuasaan dan kekayaan berubah 180 derajat. Apalagi kematian Ongko, dan Jendral Budi yang merupakan jaminan kepercayaan bagi kartel luar negeri untuk dapat melenggang masuk kedalam negeri ini menjadi berkurang. Belum lagi nama besar M.E yang muncul semakin menyurutkan minat para kartel narkoba untuk melakukan bisnis di dalam negeri ini.

Semua permasalah ini membuatnya sering naik pitam, namun posisinya sebagai orang yang paling berkuasa di negeri ini, membuatnya selalu memperlihatkan kewibawaan dan kebijaksanaan.

Beberapa waktu kemudian, setelah hujan yang mengguyur kota ini mereda. Lelaki tua ini berjalan menyisiri taman istana tempatnya bekerja dan tinggal. Menghirup segarnya udara malam hujan menyapu bersih semua polusi asap kendaraan yang menyesakkan ibukota negeri ini.

Menyalakan sebatang cerutu kuba yang memang menjadi keasyikan tersendiri sambil mencoba merangkai tujuan hidupnya.

“Aku dengar, anda mencari saya Mr wapres?” kata seorang lelaki muda yang berdiri dibalik pilar istana sambil menyalakan sebatang rokok putih.

Betapa terkejutnya lelaki tua ini, ketika melihat sang pemuda yang ditaksir masih berumur 20 tahunan berada didalam istana yang begitu ketat dengan penjagaan pasukan khusus kepresidenan itu.

“Si...siapa kamu? Bagaimana kamu bisa ada disini?” tanyannya.

Pemuda ini tidak menjawab, malah membalikkan badannya menghadap sang Wapres.

“Aku dengar, bapak mencari saya,” katanya lagi.

“Mencari kamu?” balas sang wapres.

Segera otak lelaki tua ini bekerja cepat, mencoba mengingat siapa yang dicarinya. Hingga akhirnya senyuman tersungging dibibirnya.

“Hantu?”

Tidak ada jawaban dari sang pemuda, hanya gerakan pundak yang mengiyakan pertanyaan sang wapres.

“Hahaha.... Akhirnya kamu datang juga,” tawa sang wapres penuh kelegaan setelah pembunuh yang dicarinya selama ini muncul dihadapannya.

“Maaf, saya terlalu senang dengan kedatanganmu nak. Mari silahkan ikutin saya” ajak sang wapres.


Kembali ke saat ini....


Paidi tampak semakin terpojok situasi dan kondisinya. Apalagi pembunuh muda yang namanya baru saja menggemparkan dunia hitam muncul dihadapannya dan bersekutu dengan orang paling korup dan bejad dinegeri ini.

“Sudahlah Paidi, yang kamu lakukan hanyalah memberikan dia akses kedalam gedung PT Samson, selebihnya biar dia yang mengurusnya. Tidak akan ada orang yang tahu ketelibatanmu, dan yang pasti kedua anak gadismu akan baik-baik saja.”

Kata-kata mengenai kedua putrinyalah yang langsung menghancurkan pertahanan Paidi, menghancurkan semua prinsip untuk mempertahankan negeri ini.

“Baiklah pak, saya akan bantu. Tapi, hanya akses masuk saja!” kata paidi tegas.

“Hahahaha.... Baiklah Paidi. Silahkan pergi, aku masih mau bersenang-senang,” sahut sang wapres.

“Atau kamu mau mencoba salah satu peliharaanku, paidi?” tawar sang wapres kemudian.

“Bajingan!” sahut Paidi meninggalkan ruangan terkutuk itu.

Hampir semua pejabat sekelas mentri mengetahui perilaku bejad sang wapres, namun mereka tidak berani mengambil tindakan apa-apa. Karena koneksi dunia gelap yang cukup kuat membuatnya tak tersentuh. Bahkan sang Presiden pun tidak bisa menghalangi semua perilakunya.

Paidi pun berjalan cepat meninggalkan ruangan, diikuti oleh sang pemuda.

Sesampainya di halaman utama istana ini, Paidi berdiri menunggu mobilnya. Tiba-tiba sang pemuda berkata padanya, “Aku jamin anak-anakmu pasti selamat.”

Seketika itu juga Paidi memalingkan wajahnya, menatap sang pemuda dengan heran.

“Dia membayarku untuk M.E, bukan untuk yang lain, dan ini sebuah penghormatan kepada anda, karena saya mengagumi keteguhan prinsip anda. Dan jangan pernah bertanya kenapa aku mau menerima permintaannya, karena ini menyangkut harga diri,” kata sang pemuda penuh ketegasan.

Paidi sedikit merasa tenang mendengar perkataannya, “Terima kasih,” balas paidi singkat.

“Satu lagi Mr Paidi, dia akan mengirimkan team untuk membunuh anda, jadi bersiaplah. Pastikan juga kedua anak gadis anda pergi kerumah sang nenek malam ini. Jika tidak anda akan menyesal. Selamat tinggal Mr Paidi” kata pemuda itu dan membalikkan badan pergi meninggalkan Paidi yang terkejut mendengar peringatannya.

Dengan terburu-buru Paidi naik ke dalam mobil, lalu memerintahkan ajudannya untuk segera meninggalkan tempat terkutuk ini dengan segera.

Beberapa menit kemudian, mobil yang ditumpangi oleh Paidi dan ajudannya berjalan cepat memasuki jalan tol. Signal HP pun muncul setelah cukup jauh meninggalkan istana tersebut. Paidi tampak sibuk menelpon rumah dan kedua anaknya, namun semuanya tidak ada yang menjawab. Keringat dinginpun muncul, membuat panik Paidi.

“CEPATTTT!!!! ANAKKU DALAM BAHAYA!!!!!” teriak paidi pada sopirnya.

“Baik pak....”

Sopirpun menekan gas semakin dalam membuat kecepatan mobil semakin tinggi. Butuh konsentrasi tinggi untuk mengendalikan mobil dengan kecepatan diatas 130 km/jam. Sementara Paidi semakin panik, ketika hampir semua nomor anggota yang menjaga rumah dan anaknya tidak dapat dihubungi.

Hujan masih turun meskipun tidak sederas tadi, dari kejauhan tampak iring-iringan 2 mobil berjalan sangat cepat memecah keheningan udara sore hari ini.

Sementara di dalam mobil, Paidi masih sibuk menghubungi team gerak cepat BIN.

“Posisi di mana kalian?”

“Saya dan team sedang menuju rumah bapak,” jawab komandan pasukan gerak cepat BIN.

“Kerumah? Ada apa?” kata Paidi gusar.

“Tadi team B menekan tombol darurat,” jawabnya.

“Tom...tombol darurat!” kata Paidi putus asa. Karena tombol darurat memang ada dan disediakan khusus untuk pimpinan BIN, apabila tombol tersebut ditekan, berarti situasi darurat telah terjadi. Situasi darurat di mana tombol tersebut berada. Yah, rumah dinas tempat tinggalnya dan kedua anak gadisnya.

Ciiitttt.... Bunyi decit ban mobil team gerak cepat terdengar jelas dari speaker HP Paidi. Tak lama terdengar teriakan dan bunyi senjata yang direload. Situasi tampak sangat berbahaya di sana, Paidi semakin gusar.

“Cepat kerumah!” teriaknya pada sopir mobilnya.

Tiba-tiba terdengar bunyi ledakan yang cukup keras dari speaker HP Paidi, dan memutuskan sambungan telepon yang sedang terjadi.
 
Membayaangkan orang. Seorang Wapres yang tua renta bermain alat BDSM.

Huaaahahahahaahahahahahahahahah.

Ada ada ajaaaa.


Masih.

Wapress BDSM. Hahaahahahahahahahahaah
 
Uuwwwaaaa...
Kentang, bikin penasaran >.<

Sepertinya M.E akan berhadapan dengan Harra adiknya , dan kemudian pahlawan bertopeng datang untuk nenumpas kejahatan dan membawa kembali kedamaian hahahaha

Ajib suhu ubur :D (y)
 
Membayaangkan orang. Seorang Wapres yang tua renta bermain alat BDSM.

Huaaahahahahaahahahahahahahahah.

Ada ada ajaaaa.


Masih.

Wapress BDSM. Hahaahahahahahahahahaah
Hehehe...
Namanya juga cerita om....
:kpenuh:
 
Berarti killer sebelum nya tokoh antagonis....
 
Wah di update kali ini ada suhu paidikage jd cameo, walaupun secara exkplisit..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd