john robert
Senpai Semprot
- Daftar
- 24 Nov 2013
- Post
- 915
- Like diterima
- 701
Satu Cinta
1
“ Dodi… Please… Jangan tinggalkan aku,” kata Sintia. Air mata membasahi pipinya.
Dodi membuang muka. Tidak mau melihat tangisan Sintia. Tidak peduli. Tidak bersimpati. “ Keputusanku sudah bulat. Aku mau putus.” Kata Dodi.
“ Tapi aku… Sudah menyerahkan segalanya ke kamu, Dodi. Bahkan kegadisanku.. Sudah kuserahkan… Kepadamu,” Kedua tangan Sintia mencengkram kerah baju Dodi sekuat tenaga.
“ Tidak…” Tangan kiri Dodi dengan mudah menepis cengkramannya. “Hubungan kita sudah Selesai!! End!!” Bentak Dodi kemudian pergi begitu saja.
Kedua mata Sintia menatap Dodi yang mulai menjauh. Semakin jauh. Semakin menghilang.
Sintia bersimpuh. Tubuhnya bergetar hebat kemudian berteriak, “ Dodi….. Please…. Jangan tinggalkan aku, Sayang… Please…”
2
Waktu sudah dipilih. Ayah dan ibunya sudah berangkat kerja. Rumah sudah kosong. Pesan perpisahan telah dibuat. Bagi Ayahnya. Bagi Ibunya. Bagi Dodi. Tali tambang telah menggantung. Kursi kayu telah siap. Sintia tinggal menghidupkan aplikasi kamera instagram, memilih “angel” yang pas, lalu naik ke atas kursi, dan menggantung diri sendiri.
Sintia ingin bunuh dirinya ditayangkan secara live.
Di usia yang tahun ini memasuki 20 tahun, menayangkan bunuh diri secara live adalah sebuah pilihan. Yaitu, untuk ditonton. Disaksikan. Dihargai. Dan diakui eksistensi cintanya oleh masyarakat luas.
“ Dodi.. Sayang,” kata Sintia menangis menghadap kamera. “ Aku mencintaimu.”
Sintia naik ke kursi. Tali tambang dikalungkan ke leher. Tekadnya sudah bulat. Hidupnya harus segera diakhiri.
Padahal dia baru berumur 20 tahun.
“ Selamat tinggal, Dodi! Selamat tinggal semuanya,” Sintia melambaikan salam perpisahan. Kakinya menendang kursi. Seketika jeratan tambang menjerat leher. Mengurangi secara drastis asupan oksigen ke dalam tubuh. Membuat udara tidak bisa lagi dihirup apalagi dihembuskan. Menghilangkan warna kehidupan di wajah. Di Kulit. Di kaki. Di seluruh tubuh. Bahkan bukan hanya itu, tarikan gravitasi bumi memaksa kedua kakinya menendang-nendang di udara. Menghadirkan kesakitan teramat sangat.
Semua siksaan dan rasa sakit datang begitu cepat. Hanya dalam hitungan detik tubuh Sintia berubah dari memancarkan aura kehidupan menjadi meronta-ronta. Tangannya mencakar-cakar leher sendiri sambil menyongsong kematian.
Bersamaan dengan itu, jiwa Sintia yang sebelumnya nyaman bersemayam di dalam tubuh juga mulai bergolak, berontak, memukul-mukul. Jiwanya kaget diperlakukan seperti ini. Jiwa sangat berbeda dari tubuh fisik. Jiwa sangat halus. Tidak bisa dirasa oleh panca indera. Tidak bisa dikendalikan. Sebelumnya ada dua elemen dalam tubuh yang mampu mengendalikan jiwa. Namun sayang keduanya telah dihilangkan oleh Sintia dengan menggantung diri.
3
Seketika seluruh tubuh Sintia merasakan sakit akibat jeratan tambang di leher. Mulai dari siksaan di otot-otot kaki, rasa panas pada paru-paru, tekanan dramatis di sekujur pembuluh darah, panas membara di kedua mata, sampai wajah yang berubah warna menjadi keunguan.
Namun demikian di waktu yang sama, Sintia juga merasakan jenis siksaan berbeda : siksaan yang belum pernah dia rasakan selama hidup ; siksaan yang berasal dari hilangnya tarikan dan hembusan nafas akibat leher terjerat tali tambang.
Selama ini, ada dua elemen penting dalam diri Sintia yang tidak pernah disadari apalagi disyukuri : pertama adalah tarikan nafas. Berfungsi menjadi pencegah jiwa untuk melakukan perjalanan melintasi ruang di luar dirinya sendiri. Kedua adalah hembusan nafas. Berfungsi mencegah jiwa melintasi dimensi waktu yang berbeda.
Kedua bentuk aliran nafas ini telah dihentikan secara paksa. Itu artinya walaupun hanya memiliki rentang waktu sangat singkat sebelum kematian tiba, jiwa Sintia tidak lagi memiliki penghalang untuk mendobrak batasan ruang dan melampaui batasan waktu. Jiwa bisa terbang, melesat, memberontak, memaksa Sintia mengalami kondisi pisah raga : Keluar dari tubuh asli dalam kondisi masih meronta-ronta, lalu memindahkan kesadaran Sintia dalam relatifitas waktu yang berbeda. Masuk ke dalam tubuh lain. Di ruang berbeda. Bukan di tubuh asli Sintia. Namun di tubuh gadis lain. Seorang gadis cantik. Tidak kalah cantik dari Sintia. Tapi bukan Sintia.
Umur gadis ini sebaya dengannya. Masih di awal dua puluhan. Berkulit kuning langsat seperti wanita Sunda. Berwajah cantik. Bertubuh molek dengan payudara berisi. Memiliki pantat menonjol dan kaki yang jenjang.
Si gadis sekarang sedang duduk di tengah ranjang kecil berwarna putih. Mengenakan lingerie model baby doll berwarna merah menyala dan tengah dikelilingi oleh tiga orang laki-laki. Satu sedang duduk di belakangnya ; laki-laki berperawakan kurus, Mengenakan kaos putih. Satu sedang duduk di depannya ; laki-laki berkulit putih, berperut buncit, juga mengenakan kaos berwarna putih. Satu lagi ; laki-laki berkumis, sedang berdiri di pinggir ranjang kecil, mengenakan kaos singlet berwarna abu-abu, sedang memegang ponsel dan memvideokan aktifitas mereka.
“ Gitu donk, sayang, kamu akhirnya mau mengikuti kemauan abang,” kata si kurus. Sambil bicara, lengan si kurus memeluk tubuh gadis yang Sintia masuki tubuhnya sambil mulai menjamah kedua bukit payudaranya.
“ Ahhhhh,” Sintia mendesah. Walaupun bukan tubuh asli, dia bereaksi akibat dipeluk. Payudaranya menegang akibat dijamah.
“ Karena loe udah mau ikut apa kata yayang loe ini, Cindy,” kata si gemuk yang duduk di depannya. “ Berarti loe secara resmi jadi lonte gue. Sebentar lagi status loe sama kayak lonte-lonte di luar sana. Pernah gue rasain memeknya.” Sambil berkata dengan nada melecehkan, tangan kiri si gemuk memegang kepala si gadis, lalu memaksa mencium bibirnya.
“ Udah gak usah banyak bacot loe berdua,” kata si kumis bersinglet abu-abu sambil berdiri memegang ponsel. “ Garap tuh cewe, cepet! Udah pegel tangan gue mau ngevideoin aksi ngentot loe-loe pade.”
“ Iya, sorry, Bang. Oke langsung action aja, kita.” Diperintah si kumis, si kurus bergerak cepat merebahkan tubuh si gadis hingga telentang di ranjang. Si gemuk juga bergerak tak kalah cepat, setelah si gadis terlentang di ranjang dia sigap menyingkap bagian bawah lingerie baby doll merah, dimana Sintia sudah tidak mengenakan celana dalam dan area kewanitaannya bersih tanpa bulu sama sekali.
“ Lihat, tuh! keren gak memek yayank gue!” Kata si kurus penuh kebanggaan kepada si gemuk.
“ Wiuuuuhhhhhhh, memek cewe loe memang high quality, Bro,” jawab si gemuk. “ Gue duluan ngicip, ya?”
“ Babi, loe!” Umpat Si Kurus. “ Gue cape-cape nyuruh dia potong tuh jembut. Eh, loe, mau potong kompas lagi!”
“ Lagian loe kan udah nyobain tiap hari nih memek. Masa loe gak mau kasih gue kesempatan pertama? Dasar anjing, Loe!” Si gemuk balas mengumpat.
“ Udah! Memang ta’i loe berdua!” Si Kumis membentak. “ Gue disini yang nentuin siapa duluan. Ngerti, loe-loe pade?”
Dibentak si kumis, mereka berdua mengangguk terpaksa. “ Ya udah gimana abang aja, lah. Nurut kita!” Jawab mereka.
Si kumis kemudian berkata, “ keputusan gua, loe belakangan!,” katanya pada si kurus. “ Loe kan cowonya, loe kedua setelah dia!”
“ Dan Loe, ta’i” Tunjuk si Kumis pada si gemuk. “ Loe duluan!”
“ Yuhuuuuuiii,” si gemuk girang. “ Videoin gue yang bener, Om!”
“ Dasar tai babi, Loe!” Maki si kumis.
Posisi si gadis yang sudah telentang tanpa celana dalam memudahkan si gemuk untuk langsung mengeksplore area kewanitannnya.
“ Loe wangi amat, sih, Cindy!! Gak nyangka gue bisa ngerasain memek sewangi ini,” kata si Gemuk.
“ Cepetan, Loe! Jangan banyak bacot!” Bentak Si Kumis.
“ Oke, Om.”
Si gemuk mulai menjilati area kewanitaan tanpa bulu Sintia. Jilatan hangat si gemuk segera terasa di pori-pori kulit menghadirkan sensasi lembut lidah tak bertulang menggesek-gesek organ intim wanita paling sensitif.
“ Uuuuuhhhhh,” desah Sintia. “ Aouuuhh…. uuuuhhh… Sssssssss.”
“ Nah, pinter juga loe ngoralnya!” puji si kumis kepada si gemuk. “ Sekarang Loe jilat terus tuh memek sampai becek. Dan loe, jangan diem aja, loe!,” tunjuk si kumis kepada si kurus, “ Loe garap tuh susu sampai keluar!”
Si kurus menurut. Tubuh si kurus mendekati si gadis kemudian condong ke arah payudara, dan mulai menghisap bergantian kedua puting yang mengacung.
“ Aaaaahh….Aaaaaaahhhhh….. Aaaaaaaa.”
Desahan Sintia seketika menjadi ketika diserang dari dua arah. Dari bagian bawah tubuh, si gemuk sangat rakus melakukan oral. Dari bagian atas, si kurus asyik memeras payudaranya kemudian menghisap dalam-dalam, berharap memperoleh susu alami bergizi tinggi.
“ Oke, cukup!” Perintah si kumis. “ Sesuai perintah gue tadi loe gemuk… Sekarang masukin senjata loe ke memeknya!. Dan loe kurus…. Punya loe masukin aja ke mulut cewe loe!”
Si kurus dan si gemuk menurut. Sintia dibuka lebar kakinya oleh si gemuk dan lehernya disangga bantal oleh si kurus sehingga kepala si gadis tertengadah menatap si kurus dalam posisi terbalik.
Pengaturan posisi ini berlangsung singkat. Setelah mereka bertiga sudah diposisi nyaman, si gemuk bergerak pertama mengangkat batang penis, menyapukan ke sisi gundul area kewanitaan si gadis, mendorong sebentar, dan memasukkannya dalam-dalam.
Melihat si gemuk sudah bergerak, si kurus tidak mau kalah. Penisnya diarahkan ke mulut Sintia yang sudah terbuka lebar, kemudian mulai dimasukkan dan digerakkan maju mundur.
“ Keciiplllak… Keciplakkk… keciplakkk.”
Bunyi penis menumbuk area kewanitaan, dan gesekan penis di dalam mulut mulai terdengar menghadirkan nada persenggamaan.
“ Uuuuuuughh, rapet amat sih memek loe, lonte,” kata si gemuk.
“ Oooow, yankkk….. mulutmu….. uuuhhh sexy….” puji si kurus.
Sintia tengah dijepit oleh dua alat kejantanan secara bersamaan. Dalam posisi terjepit begini, kedua tangannya berusaha menyentuh bagian pantat si kurus untuk memudahkan dalam mengambil nafas, dan kakinya berusaha dikangkangkan lebar-lebar agar nyaman menghadapi tusukan dari si gemuk yang semakin cepat.
Gerakan mereka bertiga semakin lama terlihat semakin kompak : maju mundur secara taratur, saling mengisi, saling menerima.
Waktu berjalan cepat. Gerakan kompak mereka terus berlangsung dan divideokan oleh si kumis sampai lebih dari 10 menit, dimana si gemuk mulai tidak tahan. Demikian pula si kurus juga sudah tidak mampu lagi bertahan dan… Crooott… Crooot… Crooot…si gemuk duluan meraih klimaks di dalam tubuh si gadis.
“ Agggggghhhhhhhhhhh……. Crrroooooooottttt… Crrrrrrooooooottttttt.” Hampir bersamaan, si kurus menyusul. Dia menumpahkan seluruh cairan klimaks di dalam mulut Sintia.
Setelah klimaks tercapai, mereka bertiga sama-sama ambruk. Sintia terlihat sangat kelelahan sehabis meladeni dua orang laki-laki. Si gemuk terlihat puas. Si kurus tersenyum kecut. Dan si kumis bertepuk tangan sambil tertawa lebar.
“ Bagus banget aksi ngentot loe berdua,” kata si kumis. “ Bravo! Keren! Bisa jadi bintang bokep loe-loe pade. Sekarang loe berdua minggat! Gue mau ngentot nih lonte.”
“ Ampuuunnn…. Enggak, mau, Bang!” Sintia segara menjawab. “ Sudah cukup, Bang. Kan perjanjiannya hanya sekali….”
“ Maksud loe… loe nolak??” si kumis bertanya. “ Sekarang giliran gue. Loe gak mau ngelayanin gue???”
“ Ampun, Bang, kan, Cuma sekali perjanjiannya. Ini juga, Bang, Cindy mau dibeginiin sama abang-abang karena Cindy mau ngebantu ngelunasin utang orang tua,” si gadis memelas.
“ Persetan masalah utang orang tua loe!,” Si kumis berteriak. “ Gak mau tau gue. Yang gue mau tau satu : Loe gak mau ngelayanin gue? Hahh? Dasar anjing, loe!!”
“ Ampun, Bang. Cindy gak mau lagi, Bang. Cindy mau dibeginiin juga karena katanya mau dibayar, Bang… Uangnya nanti Cindy mau pake buat bantu bayar utang orang tua, Bang….”
Mendengar jawaban Sintia, si kumis terlihat sangat marah lalu pergi begitu saja keluar kamar. “ Dasar anjing!” Dia memaki sambil berlalu.
“ Udahlah, Yank, sekali saja, layani lah dia,” bujuk si kurus sepeninggal si kumis.
“ Iya, nanti uang buat loe gue tambah, deh” sambung si gemuk.
“ Braaaaaaaaaaaaaaaaak.” Sangat cepat terdengar bunyi pintu dibanting. Si kumis masuk lagi ke kamar membawa sebilah golok tajam.
“ Loe bedua pegangin tuh si anjing!!” Perintah si kumis sambil berteriak.
Si kurus dan si gemuk melihat kemarahan sangat besar di dalam diri si kumis. Mereka berdua sontak memenuhi perintahnya memegangi si gadis.
“ Ampun, Bang…. Ampun.” Si gadis memelas. Tubuhnya mulai dipegangi kuat-kuat. Si kumis naik ke ranjang. Menindih tubuhnya. Mengalungkan golok ke leher cantiknya.
“ Anjing loe! Loe berani nolak keinginan gue, Hah?” Bentak si kumis.
“ Ampuuun, Bang…. Ampuunn…” Jawab Sintia ketakutan.
“ Udah, Yank, layananin aja dia. Dengerin Abang. Sekali aja.” Si kurus sambil memegangi tangan si gadis berusaha meredakan situasi.
“ Iya, Cindy,” Si gemuk juga berusaha membantu. “ Gue janji bayaran buat loe gue tambah. Dua kali lipat kalo loe mau.”
Sintia mengangguk mendengar nasihat si kurus dan si gemuk. “ Baiklah, Bang… Cindy mau, Bang. Cindy mau ngelayanin Abang,” ujarnya sambil memelas.
“ Bagus. Makasih, Yank,” si kurus lega. “ Bang… Udah, Bang,” kata si kurus pada si kumis. “ Udah mau kok dia ngelayanin abang. Lepasin goloknya.”
“ Loe ok banget, Cindy! Gue pasti bayar loe dua kali lipat,” kata si gemuk. “ Gue janji.”
Si kumis mengangguk mendengar jawaban si gadis dan ajakan si kurus. Si kumis mengangkat golok. Menjauhkan sejenak dari leher si gadis, sebelum dengan sekuat tenaga merubah arah golok itu ketika masih di udara dan menebaskan kuat-kuat ke leher Sintia.
“ Crrrooooooooooot.”
Seketika darah melesat membasahi wajah si kumis.
Wajah Sintia juga langsung dipenuhi cipratan darah berwarna merah kental keunguan. Suaranya sontak meraung-raung kesakitan. Seketika hadir pemandangan mengerikan dari luka menganga lebar di leher si gadis akibat lehernya tertancap golok.
Si kumis di lain pihak terlihat begitu penuh amarah membenamkan golok itu dalam-dalam.
“ Hiiiiiiiigggghhhhhh.” Jerit mulut Sintia. “ Hiiiiiggggggggghhhhhh.”
Panik mendengar suara mengerikan dari mulut si gadis, si kumis berusaha mencabut golok dari daging lehernya sekuat tenaga, kemudian mengangkatnya lagi, dan sekuat tenaga menghujamkan lagi. Mengangkat lagi dan menghujamkan lagi .
Si kurus syok. Tidak percaya melihat pemandangan mengerikan yang terjadi tepat di depan mata, dia mual lalu menutup mulut kemudian lari keluar kamar untuk muntah.
Si gemuk walaupun pandangannya tertutup sebagian oleh badan si kumis, sama sekali tidak bisa bergerak. Cipratan-cipratan darah dari golok si kumis mengenai wajah, baju, dan menyiprat di kaki.
“ Heggghhhh.”
Saat kepala sudah hampir lepas dari leher, Sintia masih mengeluarkan suara seperti meringkik dengan kondisi tubuh yang berubah begitu menjijikkan. Melihat ini si kumis berdiri. Si kumis lalu menurunkan celana dan mengeluarkan penisnya untuk diarahkan ke tubuh si gadis kemudian mengencinginya.
“ Mati loe, Anjing!.” Maki si kumis sambil mengencingi tubuh si gadis yang sekarat.
Terlihat sangat puas si kumis melakukan semua tindakan biadab ini.
Bahkan tidak cukup sampai disitu, setelah puas mengencingi tubuh Sintia, si kumis lalu meludahi tubuh sekarat itu tiga kali, sebelum turun dari ranjang dan beranjak pergi.
Si gemuk masih melongo. Si gemuk masih tak tercaya melihat seorang laki-laki bisa melakukan perbuatan sedemikian keji... dan sedemikian biadab… kepada seorang wanita.
4
Satu tarikan nafas bisa menahan jiwa Sintia mendobrak batasan ruang. Satu hembusan nafas bisa menahan jiwa menembus batasan waktu. Sayang keduanya sudah tidak ada lagi. Keduanya sudah dicekik oleh jeratan tali tambang.
Kehilangan kedua aliran nafas seharusnya tinggal membuat Sintia menunggu kematian tiba dengan tenang. Sayang jiwanya tidak ingin Sintia mengalami kematian yang gampang.
Baru saja dalam waktu satu detik di atas jeratan tambang, jiwanya mendobrak batasan ruang dan batasan waktu, memaksa Sintia mengalami pengalaman kehidupan sebagai seorang gadis bernama Cindy dalam waktu relative, di ruang berbeda. Pada detik berikutnya, jiwa Sintia mengembalikannya lagi ke tubuh asli dengan kondisi kaki masih menendang-nendang. Masih tergantung. Kejang-kejang. Tangan mencakar-cakar. Tidak bisa bernafas.
Sekarang dalam kondisi sudah semengenaskan ini. Di detik berikutnya. Masih disaksikan oleh ratusan pasang mata di aplikasi kamera instagram, jiwa Sintia kembali bergerak. jiwanya pisah raga lagi. Menembus kembali batasan ruang dan waktu. Masuk ke dalam tubuh wanita lain. Di ruang berbeda. Di relatifitas waktu.
Sekarang Sintia dibawa masuk ke tubuh wanita Jepang cantik yang sedang duduk berdua di kamar hotel mewah dengan seorang laki-laki tua. Mereka berdua sedang duduk di atas ranjang mewah hotel sambil bicara bahasa Jepang. Seharusnya Sintia tidak bisa bahasa Jepang. Namun sekarang dia bisa. Sintia mengenakan sebuah kimono berwarna pink. Pak tua mengenakan baju setelan lengkap.
“ Haruka, Ini adalah peluangmu menjadi artis Jepang papan atas,” kata pak tua.
“ Baik, Pak,” sambil menjawab si cantik membungkukkan tubuh sebagai simbol penghormatan.
“ Syaratnya kamu harus mengikuti keinginanku. Aku sudah lebih dari 25 tahun di dunia show bizz, Haruka. Aku bisa mengorbitkanmu cepat. Aku bisa menciptakanmu sebagai bintang papan atas dalam semalam. Bagaimana?”
“ Baik, Pak. Haruka siap memenuhi keinginan, Bapak.”
“ Bagus. Sebagai langkah awal kamu harus minum pil ini!” Perintah pak tua sambil menyerahkan pil berwarna putih dan segelas air.
Sintia membungkuk hormat, tanpa bertanya mengambil pil putih di tangan pak tua, kemudian memasukan ke mulut dan meminumnya.
“ Kamu pintar,” Kata pak tua. “Calon artis Jepang papan atas.”
Setelah itu mereka berdua mengobrol santai selama 15 menit seperti sengaja menunggu efek dari pil putih itu bekerja.
“ Ok. Sudah 15 menit. Pil putih pasti sudah bereaksi. Ayo Haruka lepaskan kimonomu!” Perintah pak tua.
Penuh hormat si cantik menurut, lalu berdiri, membuka tali kimono, dan segera menghadirkan pemandangan seorang wanita Jepang cantik jelita, bertubuh indah, berkulit putih bersih, telanjang bulat dihadapan pak tua. Tinggi wanita cantik ini sekitar 158 cm. Rambutnya panjang sebahu dengan payudara berisi. Pantat sangat kencang dan area kewanitaan ditumbuhi bulu-bulu kemaluan.
“ Kamu memang sexy, Haruka, ” puji pak tua sambil menggenggam tangan Sintia, kemudian menggandeng, dan merebahkannya ke atas ranjang. “ Aku adalah laki-laki penggemar soft BDSM,” lanjutnya sambil menunjukkan alat seks di tangan. “ Ini adalah borgol BDSM. Kamu pasti sudah pernah lihat di film-film dewasa. Sekarang aku ingin kamu terikat di empat sudut ranjang dengan keempat borgol ini. Kamu, mau?”
Si cantik mengangguk sebagai bentuk persetujuan.
“ Baiklah, kita mulai saja!” Kata pak tua sembari memborgol si cantik secara ketat menggunakan borgol di empat sudut ranjang dimulai dari kaki kanan, lalu kaki kiri, tangan kiri dan tangan kanan. Setelah semua terpasang, barulah ia mengeluarkan penutup mata berwarna merah kemudian bertanya, “Penutup mata akan aku kenakan di matamu, Haruka, kamu bersedia ditutup mata?”
“ Bersedia, Pak.”
“ Kamu siap melayaniku?”
“ Siap,Pak.”
“ Bagus!”
Pak tua mulai beraksi. Tangan tuanya mulai menyentuh bagian tubuh Sintia mulai dari bibir, leher, bahu, ketiak, payudara, sampai gundukan jembut di area kewanitaan.
“ Aku tidak mau dibohongi dengan permainan cinta palsu, Haruka. Aku tidak suka orgasme-orgasme tipuan,” pak tua berkata. “ Kamu adalah calon artis. Kamu pasti pintar berakting. Kamu pasti pintar memalsukan orgasmemu demi mendapatkan ketenaran. Jadi pil putih tadi adalah obat perangsang dosis tinggi yang akan membuat setiap wanita menjadi terangsang secara alamiah dan mendapat orgasme sejati. Tidak akan ada lagi tipu menipu dan fake orgasme. Semuanya alamiah. Semuanya natural.”
Sintia mendengarkan perkataan pak tua dan merasa mulai terangsang. Efek pil putih tadi mulai bereaksi. Perlahan dia merasakan titik titik sensitive tubuhnya menjadi sedemikian responsif, dan dia menjadi begitu peka terhadap rangsangan sekecil apa pun. Bahkan lebih dari itu, puting payudaranya juga menjadi begitu tegak bersamaan dengan tegaknya bulu kuduk halus di tangan, tengkuk dan paha.
“ Aku lihat pil putih sudah mulai bekerja. Aku benar-benar akan menikmatimu sekarang, Haruka.”
Si cantik berusaha menahan semua rangsangan sambil menggeliat-geliat. Tangannya mencengkram borgol kuat-kuat. Kakinya digoyang-goyangkan terus berusaha meredakan semua getaran impuls rangsangan yang datang.
Pak tua di lain pihak mulai mencium bibir Sintia dan mereka berdua segara saja berciuman penuh antusias. Penuh gairah. Penuh syahwat. Gairah mereka berdua sangat cepat tersulut dipicu oleh pertukaran energi dari bibir si cantik kemudian menjalar ke bibir Pak Tua.
Seharusnya di usia sepuh, pak tua sulit merasakan gairah bercumbu sedemikian orisinil. Sebuah cumbuan panas bergaya anak muda. Kekinian. Penuh vitalitas. Penuh rasa. Penuh kekuatan pendorong cinta.
Tapi berkat bantuan pil putih, ia bisa merasakan semua itu. Pak tua bisa merasakan sebuah gairah bercumbu orisinil. Tidak dibuat-buat. Natural. Betapa kini dirasakan olehnya ledakan nafsu dan rangsangan dari bibir si cantik menjalar kuat dan berusaha meledakkan libido tuanya.
Maka pak tua benar-benar berusaha merasakan semua sensasi yang datang. Tadi ia bilang tak ingin kecewa. Jadi sekarang benar-benar berusaha dirasakan bagaimana gairah Sintia begitu meledak-ledak, kemudian menjalar membangkitkan libidonya secara alami.
Di lain pihak, gairah Sintia menjadi semakin tak terkendali akibat dicium. Saking bergairahnya lidah Sintia kini menari-nari mengundang lidah pak tua untuk bergulat lidah. Ajakan ini langsung disambut oleh pak tua, membuat lidah mereka berdua seketika bergulat begitu mesra.
Dalam pergulatan lidah, tentu saja lidah Sintia yang memiliki usia jauh lebih muda unggul telak. Bagaimana tidak? Lidah Sintia masih penuh vitalitas. Penuh percaya diri dan terus menerus menari-nari seperti belut ; menyapu lidah pak tua, kemudian membelit, menghisap, lalu berpindah menjilati bibir bagian atas dan bawah milik pak tua secara bergantian.
Semua jilatan, belitan dan hisapan lidah dilakukan si cantik dengan penuh gairah. Sangat bergairah malah, sampai-sampai pak tua harus mengalah dan melepaskan ciuman secara bijak. Pak tua merasa tidak akan kuat meladeni permainan lidah wanita muda kekinian.
“ Kamu hebat, Haruka.” Puji Pak Tua.
“ Aaaah,” si cantik menjawab pujian pak tua sambil mendesah. “ aaaahhh…. aaaahhhhhh,” akibat pengaruh pil putih titik-titik sensitive di tubuh Sintia terus saja terangsang secara intens.
Pak tua tersenyum lebar melihat si cantik terus saja terangsang. Walaupun demikian ia sadar tidak akan mampu meladeni pertempuran di bibir. Jadi ia lebih memilih tau diri. Pak tua meninggalkan pertarungan di bibir dan memilih melakukan petualangan menjelajahi lekuk tubuh Sintia menggunakan strategi berbeda.
Pak tua tidak akan lagi menjelajahi tubuh si cantik hanya menggunakan bibir, atau lidah saja. Ia tau itu belum cukup. Jadi mulai dari petualangan di leher Sintia, ia akan memilih menjelajahi terlebih dahulu leher jenjang itu menggunakan hidung, sebelum nanti mulai mencium, menjilat, dan mengulum dengan buas.
“ Ahhhhhh, Bapak,” desah Sintia saat lehernya dihirup pak tua.
“ Aaaaahhhh…. aaaahhhh….aaahhhhh,” desah si cantik lagi saat merasakan hirupan pak tua berubah menjadi ciuman dan jilatan.
“ Hegggggh,” pak tua juga menggumam. Jelas dirasakan batang penisnya sendiri mulai bangkit dari balik celana.
Bagaimana pun semua gairah kewanitaan yang di pancarkan Sintia, lengkap dengan aroma tubuh wangi dan pesona tubuh sexy, membuat kemaluan pak tua bangkit.
Namun masih belum cukup keras. Masih bukan tipe ereksi optimal. Untuk itu sekarang Pak Tua berpindah lagi. Ciumannya beralih dari leher, lalu mulai menjelajahi pundak si cantik sebelah kanan dan merasakan getaran-getaran hebat denyut kehidupan yang mengalir di sana.
Merasa belum puas di bahu, pak tua bergerak menyamping menyusuri lengan, menciumi seluruh bagian lengan Sintia dengan kekaguman teramat sangat.
Sintia yang masih dalam keadaan tak berdaya hanya bisa terus menikmati berbagi sensasi kenikmatan dari pak tua. Matinya indera penglihatan karena ditutupi oleh penutup mata membuat berbagai rangsangan semakin tak tertahankan lagi, termasuk rangsangan di sisi lengan.
Sekarang pak tua tengah menciumi lengan si cantik dengan penuh kekaguman dan penghayatan. Kedua hal ini timbul bukan hanya disebabkan wangi lengan Sintia yang terhirup, namun juga berkat pemandangan lembah ketiak milik si cantik. Bagaimana bisa pemandangan indah lembah ketiak seorang wanita bisa begitu mengundang birahi? Berkali-kali pak tua melihat pemandangan indah ketiak milik si cantik dengan penuh kekaguman sampai pada suatu titik, pemandangan indah lembah ketiak Sintia benar-benar membuat ia tak tahan lagi.
Dipenuhi nafsu membara, pak tua bergerak cepat mendekati ketiak si cantik, kemudian ia mengangkat sedikit lengan Sintia agar terbuka lebar dan mulai menghirup aromanya.
Sama sekali tidak ada bau tidak sedap tercium dari sana. Pak tua malahan mencium aroma wangi semerbak menandakan keseriusan Sintia dalam merawat tubuh. Apabila diibaratkan, aroma ketiak yang terhirup memancarkan aroma feminin nan begitu memikat dan menggairahkan.
Aroma ketiak Sintia membuat Pak Tua menjadi kalap, kemudian tanpa mau menunggu lebih lama lagi, mulai dihirup lalu diciumi setiap lembah ketiak yang menggoda ini dan dihisap dalam–dalam. Persis seperti anak kecil baru mendapatkan es krim dan tidak mau melewatkan satu senti pun sensasi rasa nikmat yang ditawarkan.
“ Bapak…. Jangan di ketiak….. Ampuuun…. Haruka…. Tidak kuat…. aaaaahhhh,” Sintia menjerit merasakan ciuman dan hisapan bertubi-tubi di ketiak.
Pil putih tadi ternyata juga bisa meningkatkan sensasi rangsangan di ketiak menjadi puluhan kali lipat hingga dia seperti merasakan kenikmatan sedemikian cepat menjalar dari ketiak menuju perut.
Bahkan rangsangan kenikmatan semakin terasa menjadi-jadi, kala pak tua mulai mengerjai ketiak si cantik yang sebelah kiri, dan, “ aaaaahhhhhhhhhhhh…….. Ooooohhhh,” Sintia seketika orgasme. Sebuah orgasme tak terduga dihasilkan saat hisapan di ketiak sebelah kiri tepat dilakukan oleh Pak Tua di bagian tengah ketiak yang merupakan bagian paling lembut dari area itu.
Sebenarnya hisapan pak tua dilakukan begitu kasar, namun kekasaran di area terlembut menciptakan ledakan kenikmatan tak disangka. Seperti kombinasi alfa dan omega. Yin dan yang. Kombinasi dua elemen berbeda. Namun sama sekali tidak bisa dipisahkan. Saling mengisi. Saling melengkapi. Kombinasi kenikmatan yang membuat kepala si cantik menjadi tertengadah, matanya terbelalak, bibir terbuka tegang, puting susu mencuat, dan diakhiri oleh klimaks di area kewanitaan yang meledakkan cairan bening begitu banyak.
“ Auuuugggghhhhhhhh,” raung Sintia di tengah orgasme.
Pak Tua mendengar raungan si cantik dan merasa bangga. Bagaimana tidak, di usia sepuh, berhasil membuat seorang wanita cantik berusia muda orgasme adalah sebuah prestasi tersendiri. Sebuah kebanggan sejati. Dan harus diteruskan dengan membawa si cantik menuju ke orgasme kenikmatan selanjutnya…
Maka pak tua berpindah meninggalkan ketiak sexy milik si cantik menuju ke kedua puting susu yang telah keras. Sedari tadi kedua puting susu Sintia seperti menantang pak tua : kedua puting itu mengacung, ereksi dan meledek untuk dijamah.
Dalam keadaan Sinta terborgol dan mata tertutup, Pak Tua tentu saja mudah meladeni tantangan dari kedua puting payudara ini dan tanpa usaha apa pun langsung melahap kedua puting susu itu secara bergantian dengan buas.
“ Bapak…. Aaauuuuuuhhhh……Bapakkk…Ahhhhh.”
Sintia meledak secara histeris akibat sedotan bergantian di puting payudara sebelah kanan kemudian berganti ke sebelah kiri. Apalagi pak tua betul-betul memanfaatkan efek mata si cantik yang tertutup untuk memperhebat efek rangsangan barusan. Sama sekali Sintia tidak mengetahui payudara sebelah mana yang akan dihisap oleh pak tua.
Lantas bagaimanakah efek dari rasa keterkejutan akibat mata tertutup bagi Sintia? Sebuah rasa nikmat berkali-kali lipat.
Pak tua sangat menikmati kekagetan dan desahan nikmat dari Sintia. Bahkan ia menyadari : kenikmatan akibat payudara seorang wanita dikenyot seperti bayi adalah lebih nikmat dari sensasi rangsangan di ketiak. Sebab, kenikmatan dari puting payudara bersifat sangat dahsyat, mampu menyeret seluruh bagian tubuh yang lain. Inilah sebabnya, sejak payudaranya dikenyot, kedua telapak kaki si cantik menjadi tegang dan menginjak-nginjak permukaan ranjang, berusaha menaikkan pantatnya ke udara.
Demikian terjadi terus menerus sampai dengan di sebuah titik puncak, kedua kaki Sintia kompak ; bersama-sama menjejak permukaan ranjang kuat-kuat, bersamaan mengungkit tubuhnya ke udara kemudian meledak begitu hebat dalam klimaks teramat dahsyat.
“ Bapak, Haruka dapetttt orgasme….. lagi…… Haaagggghhhhhhh,” raung si cantik.
Tubuh Sintia kembali histeris. Naik turun tak beraturan. Kepalanya menggeleng-geleng tak karuan ; sebentar mendangak sambil mendesah, sebentar kemudian terbanting-banting ke kiri dan kanan, menunjukkan ketidakmampuan mengendalikan gelombang klimaks yang menghajar bertubi-tubi.
Pak tua menghadapi ledakan orgasme si cantik sebagai seorang laki-laki sejati. Dengan jantan ia ikuti semua gerakan Sintia tanpa pernah melepaskan kenyotan dari puting payudaranya. Lihatlah betapa jantan ia bergerak naik turun sambil mengenyot puting payudara si cantik selama tubuh cantik itu terjungkit-jungkit. Betul-betul merupakan gambaran seorang pejantan : mengetahui benar keinginan seorang wanita.
“ Ayo Haruka keluarkan saja… Jangan ditahan-tahan. Kamu makin cantik saat sedang orgasme,” bisik sang pejantan tua setelah melepaskan kenyotannya.
Merasa didampingi secara dewasa, dimanjakan oleh sang pejantan, membuat Sintia mampu melewati fase kegusaran orgasme sembari merasakan dirinya menjadi sedemikian sexy. Ya, Sintia memang merasa benar-benar sexy saat sensasi klimaks tengah menyebar ke seluruh penjuru tubuh. Sebab bagaimana tidak? seluruh bagian tubuhnya, mulai dari perut, kaki, sampai kepala seperti tersetrum listrik bertegangan tinggi. Bedanya setruman ini sama sekali tidak menyakitkan tapi sangat nikmat dan membuat ketagihan.
Saking nikmatnya, si cantik baru bisa menarik nafas lega beberapa menit kemudian atau setelah seluruh rangkaian badai kenikmatan dahsyat itu surut. Tepat disaat itulah, Sintia dapat merasakan kepercayaannya kepada sang pejantan tua tumbuh menjadi sebuah kepercayaan positif. Matanya memang masih belum bisa melihat karena masih tertutup rapat. Namun dia bisa merasakan, pak tua sangat menyayanginya dilihat dari cara pak tua tadi menghisap payudaranya secara total sampai titik kenikmatan terakhir.
Tanpa terasa akibat merasa disayang, keyakinan total mulai hadir di dalam diri Sintia kepada pak tua. Sebuah keyakinan yang membuat dia hanya diam saja saat sang pejantan ternyata tidak memberikan waktu istirahat sama sekali. Alih-alih memberikan waktu istirahat, sang pejantan sudah bergerak menyerang lubang pusar si cantik. Lubang udel bolong itu dijilati terus oleh pak tua membuat Sintia kembali diusik oleh sensasi kenikmatan.
“ hahhhhhh….. Aaaaahhhh…. Bapak…..” Desah Sintia tanpa berusaha melawan.
“ Ssllllllrrgg…. ssssllllrrgg…” Pak tua semakin bersemangat.
Tapi berbeda dari sebelumnya, sang pejantan tidak berlama-lama bermain di pusar. Pak tua cepat sekali berpindah ke kedua sisi pinggang si cantik kemudian turun lagi bergerak ke arah jembut sexy di pangkal area kewanitaan.
Jembut Sintia adalah salah satu pemandangan unik bagi pak tua. Sebab bagi wanita Jepang, jembut adalah salah satu simbol kedewasaan. Para wanita disana akan membiarkan jembut kewanitaan mereka tegak berdiri untuk menegaskan identitas tak terbantahkan sebagai seorang wanita matang.
Jadi jembut di hadapan sang pejantan tua adalah sebuah pertunjukan dari Sintia untuk menunjukkan bahwa dia adalah seorang wanita dewasa : sudah siap mengarungi tantangan dunia. Sudah siap merasakan nikmat persenggamaan seksual bersama seorang laki-laki perkasa.
Di lain pihak, sang pejantan sudah cukup banyak merasakan asam garam kehidupan. Pak tua tentu saja telah menyadari semua simbol ini. Jadi ia sangat menghargai jembut halus milik si cantik dan tanpa berusaha menyakiti, mulai menenggelamkan wajah di balik jembut Sintia yang halus, harum, dan penuh gairah muda.
Sintia sendiri tengah merasakan kepala sang pejantan mulai menembus rimbun area jembut, dan mulai meronta. Masih dalam kondisi kedua tangan terborgol dan kaki mengangkang lebar, dia sedang berusaha menjadi se-relax mungkin. Sintia menyadari apabila dia tidak relax, empat borgol di empat sudut ranjang akan berubah menjadi sangat menyakitkan.
Karena itu bagaimana pun caranya si cantik tengah berusaha mengatur posisi agar menjadi senyaman mungkin. Lagi pula apabila mampu bersikap relax, nanti saat bibir sang pejantan mulai masuk , menyeruak, lalu menikmati jembut itu secara total, dia akan bisa merasakan sensasi orgasme dalam mode terangsang atau mode tegangan sensitivitas ekstra tinggi bagi wanita.
Bagai gayung bersambut, dipicu oleh rasa percaya kepada pak tua karena merasa disayang dan dimanjakan. Ditambah komitmen untuk membuat relax seluruh bagian tubuh. Sintia akhirnya benar-benar merasakan mode terangsang saat lidah sang pejantan tua mulai bekerja, dan membuat semua sensasi ditubuh si cantik menjadi terasa sedemikian nikmat, dimulai dari getaran di garis lurus pada jembut area kewanitan, kemudian bergerak teratur naik-turun, atau berputar-putar searah jarum jam.
Secara filosofis gerakan berputar-putar lidah pak tua seakan ingin membimbing jembut si cantik sebagai wanita dewasa. Pak tua ingin menegaskan kepada Sintia bahwa bahkan saat sudah matang, seorang wanita harus tetap dibimbing oleh sosok laki-laki dalam menghadapi ketidakpastian kehidupan, termasuk menghadapi ketidakpastian kenikmatan seksual, yang akan membuat setiap wanita menjadi hilang kendali.
Secara nyata, Sintia memang tidak lagi sanggup mengendalikan rangsangan kenikmatan pada mode terangsang. Bagaimana dia bisa mengendalikan semua kejutan ini? Sedangkan rangsangan yang datang benar-benar seperti gelombang air bah dahsyat : menenggelamkan semua rasionalitas akal sehat, memutar si cantik dalam gelombang tinggi kenikmatan, dan melemparkan sekaligus dalam badai orgasme teramat kuat.
Kini secara nyata melalui penghantar lidah pak tua di area kewanitaan si cantik, mode kenikmataan telah diaktifkan. Sintia merasakan mode kenikmatan seperti tombol lampu yang sudah ditekan, kemudian menyala sebagai angin puting beliung, pelan-pelan menyapu seluruh senti area tubuh dengan penuh kekuatan.
Ibaratkanlah sebagai sebuah gelombang, gelombang angin puting beliung di dalam diri si cantik, mulai membawa sensasi naik turun di area kewanitaan. Kenikmatan tersebut kemudian bagai berputar-putar menjadi semakin tidak terkendali, memaksa semua cairan di tubuh Sintia untuk berkumpul di satu titik pusat.
Kemudian bagai dikomando oleh satu rantai kekuasaan, setelah semua cairan kenikmatan terkumpul, cairan tersebut bersepakat menimbulkan berbagai rasa kesemutan di kedua tangan si cantik. Setelah itu, dimulai oleh rasa kesemutan di tangan, rasa yang sama kompak menjalar juga ke kedua kaki membawa simpul-simpul tegangan ekstra tinggi kepada betis, paha, sampai pantat.
Inilah mode terangsang. Membuat si cantik memasuki keadaan bingung, yaitu seorang wanita matang, tapi sama sekali tidak mampu mengendalikan sensasi kenikmatan dahsyat dan menjadi gusar tak terkira.
“ Aaaauuuuuuuuuhhhh,” Sintia mendesah sambil mendelik.
Semua menjadi semakin kacau. Kesadaran si cantik yang sudah tidak terkendali semakin berantakan dihantam oleh angin puting beliung yang menghantam wilayah area kewanitaan, berpindah menyisir pusar dan wilayah perut, menghadirkan sensasi rasa seperti mau buang air kecil, kemudian memaksanya meronta ronta semakin hebat.
“ Aaaaaaaaaaaaaggggggggghhhhhhhhhhh.”
Histeria kenikmatan berhasil dirasakan.
Rasa kesemutan, diiringi rasa ingin buang air kecil seperti telah menyapu seluruh tubuh Sintia sampai-sampai meningkatkan rangsangan di kedua puting susu menjadi mengingkat 100 kali lipat. Membuat si cantik lantas lantang membusungkan payudara tinggi-tinggi ke udara.
Pada momentum Sintia sedang histeris. Pak tua paham. Sesederhana inilah sikap seseorang laki-laki berpengalaman. Saat histeria si cantik melanda, sang pejantan tenang. Pak tua memahami kegusaran yang sedang dihadapi. Jadi kedua tangan keriputnya cepat menangkap pantat si cantik yang gusar melayang di udara dan menahan kuat-kuat. Kemudian tanpa harus menunggu lebih lama lagi, lidah sang pejantan tua masuk di area pantat sexy Sintia kemudian menyapu dan menjilati lebih ke bawah, ke arah lubang anusnya.
Kontan saja jilatan di lubang anus menghasilkan sensasi kenikmatan tidak kalah dahsyat. Seperti mode kenikmatan stadium lanjut. Si cantik merasakan lubang anusnya bergetar hebat. Menyaingi getaran di area kewanitaan. Lubang anusnya seakan tidak mau kalah untuk ikut membuang cairan kenikmatan akibat terus dijilati tiada henti oleh pak tua.
“ Aaaaaaaa……” Sintia merintih saat anusnya dijilati oleh sang pejantan.
“ Eeeeeeeeeeeekkkkkkkkk,” Rintihan itu kemudian berubah menjadi ringkikan, dan…
“ Huffff…..hufffff….hufffff,” si cantik berusaha mempertahankan kesadaran dengan bernafas melalui mulut namun percuma saja. Mode kenikmatan sudah memasuki stadium lanjut. Rangsangan kenikmatan sudah siap meledak sebentar lagi. Dan dalam satu… dua.. tiga jilatan lagi …. Sintia akhirnya meledak. Kembali. Tidak kalah hebat.
“Hhhhhhhheeeeeeeeeegggggggggg.”
Sintia mendelik sesaat hilang kesadaran.
Angin puting beliung kenikmatan meledak di area kewanitaannya, menyemburkan cairan bening teramat banyak. Selanjutnya dari sana, angin putting beliung kenikmatan meledak lagi di lubang anus. Menghasilkan sensasi nikmat dari saraf-saraf hyper sensistif di daerah anal dan cepat sekali menghantarkan kenikmatan ke seluruh tubuh, memaksa posisi tubuh si cantik menjadi lebih teracung ke atas. Warna wajah si cantik juga berubah menjadi merah merona menandakan aliran darah sedemikian keras telah menyebar ke seluruh tubuh, menghadirkan sensasi kenikmatan paripurna.
Inilah puncak kenikmatan untuk kesekian kalinya. Tubuh Sintia terangkat tinggi. Dia meraung. Kemudian rebah di ranjang. Pak Tua mengejarnya, menjilati lagi dan membawa si cantik meledak lagi… lagi… dan lagi…
Terakhir diubah: