Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT VIRDA

Tul tul om..=))
Geregetan juga, pas agi penasarannya malahan ilang itu genderuwo..=))

Terserah akang, yg penting harus tamat titik

teesna maljum baru nongol itu om..:lol:
emang kebangetan neng

Kang @Blue_Sapphire iku kemenyan, bunga tujuh rupa, rokok kretek, dan ayam hitam kapan mau diambil....

Serem akh.....
 
PART 9


POV VIRDA

Tidak ada satu sel pun dalam tubuhku yang tidak terbakar oleh rasa sakit yang tak terperikan. Rasa sakit ini rasanya seperti jeritan dalam mimpi, tidak ada yang tahu dan juga mendengar. Aku melihatnya, dengan mata kepalaku sendiri, Nick bercumbu dengan Dona. Aku ingin tidak percaya. Tetapi memang itu benar, ya sudah, aku jadi tahu siapa dirinya dan bagaimana harusnya aku bersikap, itu pilihanku.

Seharusnya tak perlu aku tangisi. Seharusnya aku kuat. Seharusnya aku tak perlu pertaruhkan air mata ini hanya deminya. Tetapi kekecewaanku sangat mendalam. Aku kecewa karena mengenalnya dan aku kecewa karena menyukainya. Akhirnya, air mata adalah satu-satunya cara bagaimana mata berbicara ketika bibir tak mampu menjelaskan apa yang telah membuat perasaanku terluka. Langkah kakiku pun semakin sesat, saat dirinya hakimi hatiku.

Kususuri koridor hotel untuk kembali ke tempat pesta. Namun, kepalaku sedikit pusing, entah kenapa yang jelas kini jalanku terhuyung seperti yang sedang mabuk saja. Beberapa kali aku berhenti mencoba menetralisir rasa sakit di kepalaku. Sungguh, aku tidak sanggup menahan beban berat di kepalaku. Pundakku rasanya terbebani balok-balok kayu besar. Tubuhku lemas dan kurasa tubuhku terhuyung begitu saja. Dan terdengar di pendengaranku suara seseorang meneriakiku. Dan setelahnya dapat aku rasakan dekapan pada tubuhku. Sedikit demi sedikit gelap sudah pandangan, tuli dan kelam tanpa cahaya. ‘Sakit,’ hanya itu yang mampu diucap dalam hati. Selanjutnya, aku tidak ingat apa-apa lagi.

Ketika aku membukakan mataku lagi, aku lihat wajah yang tidak asing lagi yaitu kedua sahabatku, Anta dan Deqwo. Aku rupanya sedang terbaring di salah satu kamar hotel. Perlahan aku ingat apa yang terjadi pada diriku ini. Aku pandangi kedua wajah sahabatku ini, tiba-tiba aku teringat kembali apa yang baru saja aku lihat. Hatiku sudah terkoyak di sana-sini selama rentang waktu itu. Rasa sakitnya masih terlalu jelas untuk diingat.

“Vir ... Kamu, sudah sadar.” Suara Anta dengan rintihan sedihnya.

“Ya ... ya ... Maafin gue ... Gue udah nyusahin lu berdua ...” Sahutku lirih.

“Gak apa-apa, Vir ... Syukurlah, kamu sudah sadar dari pingsan. Kamu istirahat saja dulu. Jangan terlalu banyak memikirkan apa-apa dulu.” Kembali Anta menasehatiku sambil memegangi kedua telapak tanganku.

“Benar, kata Anta, Vir ... Lebih baik lu istirahat saja dulu.” Sambung Deqwo dengan wajah yang sama seperti Anta, memandangku dengan tatapan sedih bercampur rasa syukur bahwa aku sudah siuman.

Aku tidak mau membantah nasihat kedua sahabatku. Aku hanya bisa mengangguk dalam perasaaan yang tidak berdaya. Sesaat kemudian, Anta menceritakan kejadian setelah aku pingsan di koridor hotel tadi. Deqwo lah yang menyelamatkan aku di lorong itu dan Deqwo lah yang membawaku ke kamar hotel ini. Setelah itu, Deqwo menelepon Anta untuk segera bergabung di kamar hotel ini dan menungguku sampai siuman.

“Makasih ya, Wo ... Makasih udah nyelamatin gue.” Kataku sambil menggapai tangan Deqwo yang sedari tadi berdiri agak jauh dariku. Dan tanganku disambutnya dengan hangat.

“Gak apa-apa, Vir ... Gue hanya kebetulan nemuin lu yang terhuyung tadi di lorong hotel ...” Kata Deqwo sambil tersenyum.

Tiba-tiba Naya muncul dan langsung menghampiriku dengan nafas yang masih tidak beraturan dan mulai terbiasa dengan ritme setelah beberapa saat kemudian. Naya duduk di samping tempat tidur menggeser posisi Anta hingga Anta berdiri.

“Kamu gak apa-apa, Vir?” Tanyanya penuh kekhawatiran.

“Aku gak apa-apa.” Jawabku. Dengan sedikit bantuan Naya, aku duduk di atas tempat tidur.

“Kalau gak apa-apa ... Kenapa kamu pingsan?” Tanyanya lagi penasaran.

“Eh ... Kamu ini ... Jangan diganggu dulu ... Biar Virda istirahat dulu ...” Anta memperingati kekasihnya. Dan aku tersenyum melihat tingkah mereka saat Naya memanyunkan bibirnya yang kemudian oleh Anta bibir Naya disentuh oleh telunjuknya.

Aku sangat terhibur dengan keberadaan ketiga sahabatku ini. Aku benar-benar membutuhkan mereka di sini. Tanpa mereka, aku seperti mati suri. Aku tak ingin kami berpisah. Tetapi aku juga tidak ingin kedekatan kami ini melukai hati kami. Aku ingin persahabatan ini seperti kisah “Ketika Senja” yang seringkali kubaca. Aku ingin persahabatan ini langgeng sampai nanti. Persahabatan yang tidak akan dipisahkan oleh zaman, tidak dapat terhanyutkan oleh tsunami serta ombak kuat sekali pun.

Kami pun ngobrol ke sana ke mari dengan ditemani snack dan beberapa botol minuman ringan. Setelah semua snack habis dan minuman kami pun tinggal botolnya saja dan hari pun sudah semakin larut, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Aku menolak diantar pulang oleh Anta dan Deqwo, aku bisa mengendarai mobilku sendiri.

Sekarang aku akan lupakan semuanya. Toh aku juga tidak yakin jika aku benar tertarik padanya, begitu pula dirinya padaku. Aku pun sudah tidak ada hati untuk memikirkannya lagi. Sudah tawar hati pun. Banyak lagi yang perlu aku kejar dan capai dalam hidup ini. Bukan sibuk mengejar sesuatu yang tidak pasti. Aku akan berusaha menata kehidupanku kembali agar dapat berjalan dengan baik. Tekad itu membawaku ke rumah dengan perasaan yang sangat lapang.

###


ANTA


NAYA

POV ANTA


Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang sedang terjadi pada Virda. Bagaimana Virda bisa pingsan, aku pun belum mengetahuinya. Hanya saja Deqwo terus memintaku agar tidak bertanya hal itu langsung pada Virda. Deqwo berjanji padaku untuk menceritakan semuanya. Setelah kami antar Virda ke tempat parkiran dan berlalu dari kami, aku pun langsung meminta Deqwo untuk menceritakannya. Kami sekarang duduk berdua di cafe hotel, sementara Naya aku suruh untuk kembali ke pestanya.

“Wo ... Ada apa dengan Virda?” Tanyaku langsung pada inti pembicaraan.

“Gue pesan minum dulu ...” Sahut Deqwo yang tidak menghiraukan pertanyaanku. Aku tunggu beberapa saat, setelah Deqwo kembali dan duduk di hadapanku langsung aku ulang pertanyaanku.

“Wo ... Ada apa dengan Virda?” Tanyaku lagi.

“Tapi lu harus janji ... Jangan marah ama gue.” Lirihnya sambil menundukkan mukanya.

“Kamu itu seperti baru kenal aku saja... Buruan, ceritain.” Kesalku melihat tingkah Deqwo yang sangat berubah akhir-akhir ini.

“Lu harus bersumpah ...!” Ucap Deqwo bersungguh-sungguh.

“OK ... Aku bersumpah gak akan marah!” Jawabku agak kesal.

“Dengerin ...!” Kata Deqwo.

Selanjutnya, Deqwo menceritakan pengalamannya beberapa minggu yang lalu ketika dia menolong Dona yang pada akhirnya terjadi ‘permainan terlarang’ di antara mereka. Deqwo mengakui kekhilafannya sehingga terjerumus permainan Dona saat itu. Dan juga Deqwo mengakui kebodohannya untuk mengikuti ‘ancaman’ Dona pada dirinya.

“Sebentar, Wo ... Jadi semua ini adalah ide Dona ... Itu maksud mu?” Aku potong cerita Deqwo karena untuk selanjutnya aku sudah dapat mengira-ngira kemana arah pembicaraannya.

“Ya ....!” Kata Deqwo sambil menatap lekat mataku.

“Bener-bener gila, Wo ... Tega-teganya berbuat begitu sama sahabat sendiri.” Sesalku pada Deqwo seraya menggeleng-gelengkan kepalaku.

“Maafin gue, Nta ....” Lirihnya.

“Bukan ama aku minta maafnya ... Tapi kamu harus minta maaf sama Virda!” Kataku sedikit menaikan tensi bicaraku.

“Gue ... Gue malu, Nta ...” Lirihnya lagi.

“Hhhhhmm ... Terus kau kasih apa si Nick sampe bisa dibawa ke kamar hotel bareng Dona?” Selidikku.

“Gue kasih obat tidur ... Tadinya Dona nyuruh gue ngasih obat perangsang ... Tapi gue ganti ama obat tidur.” Jelasnya sambil menyerahkan segelas minuman padaku yang baru saja disodorkan pelayanan cafe.

“Mengapa diganti?” Tanyaku heran.

“Gue kasihan ....” Jawabnya singkat.

“Kasihan???” Aku tatap matanya tajam.

“.......” Deqwo hanya mengangguk.

“Wo ... Lebih baik ... Kamu ... Hilangin perasaan itu ...” Walau sedikit ragu, akhirnya aku harus mengatakannya.

“Perasaan gue sama Virda gak bisa lagi gue tolak, Nta ...!” Deqwo akhirnya mengungkapkannya padaku.

“Wo ... Aku juga mau jujur...” Kataku.

“Gue udah tau, Nta ... Perasaan lu sama Virda ...” Potong Deqwo.

“Bukan itu maksudku. Dengerin dulu!” Kataku lagi kesal.

“Terus ?” Tanya Deqwo heran.

“Saat aku tau kalau Virda punya rasa sama Nick ... Aku juga merasa patah hati dan marah. Eem ... Aku coba untuk buat dia cemburu. Sahabat Virda sekaligus asistennya suka sama aku, nama cewek itu Naya.” Kuhentikan sejenak penjelasanku.

“Berarti cewek itu ...??” Tanya Deqwo sedikit antusias.

“Ya, cewek tadi adalah pacarku. Awalnya, aku hanya ingin Virda cemburu. Tetapi usahaku gak berhasil. He he he ...” Ucapku diakhir dengan tawa lirih.

“Berarti sama dong ... Lu juga mau jahat sama Virda.” Celoteh Deqwo sambil mengerutkan keningnya.

“Beda lah, Wo ... Kalau kamu itu jahat banget ... Ha ha ha ...!” Kini meledak tertawaku.

“Iya sih ...” Ucap Deqwo sambil menurut dadanya.

“Tapi, Wo ... Ini yang perlu kau camkan baik-baik ... Ternyata ... Aku jadi beneran mencintai Naya ... Awalnya aku pake alat supaya Virda cemburu ... Eh, ternyata aku malah kecantol ama tuh cewek ... Ha ha ha ...!” Kataku sambil tertawa lepas.

“Serius lu, Nta ???” Deqwo seakan tidak percaya dengan ucapanku.

“Ya, Wo ... Aku sekarang cinta banget sama Naya ... Sisi baiknya, aku bisa melupakan Virda.” Kataku penuh keyakinan.

“Kok lu bisa?” Lagi tanya Deqwo seakan tidak percaya dengan isi hatiku.

“Gini, Wo ... Aku memilih Naya karena dia menunjukkan kesungguhannya, selalu berusaha membuat aku bahagia, lama-lama aku merasakan ada kasih sayang yang dia berikan untuk. Boleh dibilang, terjerembab ama perbuatanku sendiri sih, tapi ini lebih baik kalau harus bersaing denganmu ....” Jelasku sekenanya.

“Jadi lu merasa gue ini saingan lu, gitu?” Tanya Deqwo sambil memalingkan mukanya.

“Wo ... Bagaimana pun kau itu sahabatku ... Ditambah lagi, Virda udah memilih ... Gak sama kita berdua ... Aku gak ingin jadi penghambat kalian berdua ... Aku udah mutusin kalau aku harus keluar dari kemelut ini ... Untungnya aku nemuin cewek yang cocok dengan hatiku ...” Jelasku lagi.

“Anta .... Ternyata lu ...” Deqwo terlihat terkagum-kagum.

“Eit ... Jangan muji-muji gitu ... Biasa aja kali ... Ha ha ha ...” Candaku.

“Bukan muji-muji ... Tapi gue pengen seperti lu ... Gue pengen lepas dari masalah ini.” Katanya malu-malu.

“Kamu harus bisa menghilangkan rasa cinta ke Virda ... Aku jamin, hidupmu akan bahagia.” Tandasku. Deqwo lagi menatapku tajam. Ada kesungguhan di sorot matanya.

“Persahabatan lebih baik daripada menjalin hubungan tanpa ada ikatan. Bagiku, menyelamatkan persahabatan lebih baik dari pada bergulat dengan persoalan hati.” Kataku lagi lembut.

“Gue ngerti sekarang, Nta ... Makasih udah ngingetin gue ... Tapi gue bingung, Nta ... Kenapa lu ujug-ujug bijaksana kayak gini?” Celoteh Deqwo yang kini mulai bisa tersenyum.

“Dari Naya ...” Lirihku sambil mengingat-ngingat wajahnya.

“Hhhhmm ... Pantesan ... Lu beruntung dapet cewek seperti dia.” Ucap Deqwo.

“Ya ... Aku sangat beruntung ... Banyak hal yang gak dipunyai Virda ada pada Naya.” Kataku pada Deqwo.

“Nta ... Bantuin gue ngomong ke Virda ... Gue mau minta maaf ... Dan gue mau omongin semuanya sama Virda supaya dia gak salah sangka sama pacarnya.” Ucap Deqwo yang terlihat sungguh-sungguh.

“Bagus ... Ku dukung ... Tapi kau harus benerin dulu hatimu... Jangan nyimpen-nyimpen lagi perasaan sama Virda.” Kataku bersemangat.

“Menyelamatkan persahabatan lebih baik dari pada bergulat dengan persoalan hati .... Ha ha ha ....!” Kata Deqwo yang membuatku yakin kalau sahabatku ini sudah tersadar dari kekhilafannya.

Aku sangat senang dengan perubahan drastis dalam diri Deqwo, semoga ini akan berlangsung seterusnya. Memang persahabatan kami berlatarkan perbedaan. Dari emosi, hobby, makanan favorit, hingga idola hingga kami sering berantem kecil. Namun tetap semua itu beralaskan dengan tawa canda. Kini kami telah mengerti bahwa persahabatan itu adalah pengertian dan perbedaan yang mengindahkannya. Juga tentang cinta, bukan hanya untuk orang yang kami sebut pacar. Tetapi juga untuk orang yang sering kami panggil sahabat.

“Duuuhh .... Asik banget ... Sampe lupa waktu ...” Suara Naya membuat kami terdiam dari tawa dan canda kami.

“Eh ... Emang udah selesai acaranya?” Tanyaku pada Naya yang kini sudah duduk di sampingku. Aku peluk pinggangnya sambil mendaratkan ciumanku pada pipinya.

“Kalian memang serasi banget.” Ucap Deqwo.

“Hi hi hi ... Keganjenan aja nih si Akang ...” Seru Naya sambil berusaha melepaskan dekapanku.

“Kalau gue gak akan di lama-lama kalau dapet cewek seperti ini!” Seru Deqwo lagi mencandaiku.

“Gak lama-lama apanya?” Tanyaku sewot.

“Belah duren .... Ha ha ha ...!!!” Canda Deqwo membuatku wajahku merah.

“Sialan!!!” Makiku kesal.

“Ih ... Sudah ... Sudah ... Kita pulang yuk!” Lerai Naya yang juga terlihat memerah pipinya.

“Hajar, Mas Bro ... Jangan di lama-lama ... Ha ha ha ...” Kata Deqwo lagi seraya berlari menjauhi aku dan Naya.

“Sialan ... Dasar ... Awas ya!!!” Teriakku.

“Udah atuh Kang ... Biarian aja ...” Suara Naya lembut menahanku untuk tidak mengejar Deqwo.

Dengan sedikit kesal, akhirnya aku mengikuti tarikan tangan Naya. Kami berjalan menuju mobilku yang terparkir agak jauh dari cafe. Dia menggandeng tanganku dan menuntunku berjalan tanpa mengeluarkan sepatah kata. Setelah di dalam mobil, aku nyalakan mesin dan melajukan kendaraanku keluar lokasi hotel. Tiba-tiba, bahuku terasa berat ternyata dia menaruh kepalanya di bahuku dan aku dapat mendengar suara senandungnya menyanyikan sebuah lagu.

Dalam perjalanan ini, hatiku berkata:

Aku beruntung saat aku mengenalmu ...
Aku beruntung saat aku bisa menjadi bagian dalam hidupmu ...
Aku sangat beruntung ketika aku menjadi alasanmu untuk selalu tersenyum ...
Aku beruntung ketika kau berikan aku kekuatan untuk tetap selalu bahagia ...
Aku beruntung mendapatkan cintamu ...
Aku beruntung bisa duduk berdua denganmu, bernyanyi bersama dan juga tertawa bersama ...
Aku sangat beruntung mendapatkan itu semua ...
Terimakasih telah memberikanku banyak pelajaran dalam hidup ini ...
Kamu hebat dan aku juga merasa hebat ada di dekatmu ...

Setelah berjalan selama tigapuluh menit kami pun sampai di apartemen Naya. Kami pun masuk dan aku langsung menuju kamar mandi karena kebelet oleh ‘panggilan alam’. Setelah selesai, aku keluar kamar mandi dan mendapatkan Naya yang sedang duduk di atas sofa sambil menyaksikan tontonan siaran langsung sepakbola di televisi.

Tiba-tiba saja jantungku terasa bergetar hebat saat melihat penampilan Naya dengan gaun tidurnya. Jelas kalau dia mengenakan pakaian tidur yang rendah dan tipis. Rendah karena aku bisa melihat sebagian besar bukit kembar itu. Bahkan aku bisa melihat sedikit pucuk yang mengintip malu-malu. Tipis karena tubuh Naya tercetak dengan jelas, aku bisa melihat kulitnya. Bahkan celana dalamnya yang berwarna coklat muda.

“Kang ... Kok berdiri terus di situ ... Sini duduk!” Suara lembutnya menyadarkanku.

“Oh ya ...” Sahutku dan duduk di sampingnya. Naya mulai lagi menggodaku, dia memeluk tanganku hingga terasa bukit kembarnya di lenganku.

“Kamu gak pakai BH?” Godaku.
“......” Dijawab Naya dengan gelengan kepala.

Aku menonton pertandingan sepakbola itu yang sebenarnya sangat seru. Tetapi sangat sulit berkonsentrasi jika di samping duduk seorang perempuan cantik jelita dengan pakaian seksi. Sangat sulit mengalihkan pandangan dari sepasang bukit kembar yang bening itu. Aku juga mulai sedikit tersiksa karena “Jenderal Kecil” milikku sejak tadi sudah meronta. Melihat pemandangan indah yang tak disangka, dan milikku mulai bereaksi dan membesar.

“Kamu kelihatan gak fokus.” Naya tiba-tiba berujar. Aku tersipu, rupanya Naya tahu kalau perhatianku lebih banyak ke dadanya bukan ke televisi.

“Iya ... Sangat sulit bagiku untuk fokus jika ada pemandangan indah di depan mata ...” Bisikku di telinganya.

“Pemandangan indah apaan?” Naya bertanya dengan nada yang genit.

“Ya ... Pemandangan indah itu!” Kataku sambil menatap dadanya. Aku tak ragu untuk menatapnya secara terbuka, tak lagi sembunyi-sembunyi.

“Kamu kan sering melihatnya ...” Ucap Naya seakan mengetesku.

“Aku belum pernah melihatnya langsung seperti ini ...” Lirihku.

“Aku gak percaya!” Lirih Naya seperti mendesah.

“Sumpah ... Aku ... Baru ...” Tidak tuntas ucapanku keburu bibir Naya menyumbat bibirku.

Aku belum pernah merasakan ciuman yang begitu lembut di bibirku. Bibir ini masih terlalu polos untuk merasakan bagian-bagian kecil cinta yang terasa nyata. Seumur hidup, baru kali ini aku merasakan ciuman senikmat dan seindah ini. Tak rela saling melepas bibir walau hanya untuk mengambil nafas, kami terus saling mengisi. Tenggelam dalam sebuah ciuman paling dasyat yang baru pertama kali aku rasakan.

“Kang ....” Desah Naya yang masih terengah-engah sesaat setelah melepaskan ciuman.

“Apa ....” Balasku.

“Akang baru ya?” Lirihnya.
“.......” Anggukan sebagai jawabanku.

Tiba-tiba, Naya membelai wajahku dengan lembut. Aku menahan perasaanku agar tidak terhanyut. Dan tiba-tiba juga, Naya menarik tubuhku dalam pelukannya, lalu dia menciumku dengan lembut. Saat Naya menciumku, aku bisa merasakan kalau dia melakukannya dengan segenap jiwanya. Aku juga merasakan degup jantungnya berpacu dengan hasratnya. Badanku gemetar dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pikiranku melambung ke udara, ya aku terbuai. Jika benar-benar Naya sedang menggodaku, aku harus memberikan respon yang sepadan.

Aku menurut. Aku konsentrasi pada hatiku. Membiarkan naluriku menuntun untuk menggerakkan tangan yang mana yang sesuai dengan perintah naluriku. Kucoba meraba dua bukit kembar yang tumbuh di dadanya. Begitu padat dan berisi. Dua puncak dadanya yang mulai mengeras tak luput dari remasan tanganku. Kudekatkan wajahku padanya lantas membiarkan bibirku menempel di atas bibirnya yang hangat. Dia sempat tak merespon ciumanku, namun detik berikutnya ia mulai membalas ciumanku. Kuharap ia mengerti apa maksud dari ciuman ini.

“Apakah Akang sungguh-sungguh mencintaiku?” Naya bertanya dengan napas yang tersenggal ketika aku melepaskan panggutan bibir kami. Bahkan posisi kami telah berubah sekarang. Aku berada di atas tubuhnya.

“Ya, memang kenapa?” Balasku. Lalu aku kembali melumat bibir ranumnya yang selalu menggodaku tiap saat itu. Dia membalas ciumanku tetapi lima detik selanjutnya ia melepaskan panggutan bibir kami. Naya mendorong pelan bahuku.

“Akang gak akan menyia-nyiakan hidup aku, kan?” Tanyanya syahdu.

“Ya, akang janji. Akang sangat mencintaimu, sayang.” Kata-kata itu memang berasal dari lubuk hatiku yang terdalam. Naya nampak mendesah pelan, lalu mengalungkan kedua tangannya pada leherku.

“Akan kuberikan semuanya untuk Akang sekarang.” Ucapnya sambil menarik tengkukku hingga wajah kami benar-benar mendekat. Aku tersenyum, mengagumi ciptaan Semesta yang begitu sempurna di hadapanku saat ini. Dia sungguh indah, wajahnya terpahat dengan sempurna.

“Kamu serius?” Tanyaku senang.

Naya tidak merespon perkataanku, tetapi ia tersenyum sambil membelaikan tangan terampilnya di dada bidangku. Memainkan jari-jari halusnya di sana, membuatku merasakan gelenyar aneh yang berakhir pada pusaran gairahku. Aku memejamkan mata, menikmati sentuhannya pada tubuhku. Dia membuatku sangat terangsang. Beberapa detik selanjutnya aku membuka mata, dan mendengus saat melihat gadisku tengah tersenyum penuh godaan. Tanpa menunggu lama lagi, aku kembali menciumnya. Berusaha menumpahkan gairahku padanya. Berusaha menunjukkan padanya bahwa aku benar-benar menginginkannya.

Tanganku mulai menyikap gaun tidurnya hingga terlepas dari tubuhnya. Pada saat yang bersamaan, tangan Naya pun mulai melepaskan pakaianku. Waktu itu kami sama-sama polos membuat otak kami yang harusnya polos malah tercemar. Kulit tubuh kami bersentuhan sangat intim. Bibirku sudah kembali berpagutan dengan miliknya. Rasa ini begitu memabukkan dan begitu lembut.

“Ashhh..emhhh...” Desah Naya ketika mulutku sudah turun menuju puncak dadanya.

“Ahh … ssshhhhh ...” Desahnya lagi tidak karuan saat kugigit pelan putingnya.

“Ohh ... Kang ... ooohhhh ...” Desahnya lagi dan kali ini dia menjambak kecil rambutku. Dia menarik kepalaku agar lebih dalam mengerjai dadanya.

Aku bersumpah ini sangat nikmat. Kuhisap dan kuemut agak gemas dadanya yang sintal dan selalu menjadi bagian favoritku. Kuciumi setiap inci tubuh bagian atasnya. Kepala Naya semakin bergerak tidak karuan dan mulutnya semakin meracau ketika ciumanku terus menginvasi tubuh bagian atasnya dan bahkan sekarang jari-jariku sudah bermain di bawahnya.

“Ahhh ... ahhhh ...” Desah Naya agak keras ketika jariku menyentuh titik rangsangnya. Jariku memilin intinya perlahan namun agak kasar. Bibirku tersenyum ketika kurasakan cairan hangat menyembur berkali-kali membasahi jariku. Karena senang, kembali kugerakkan jariku di sana dan kali ini lebih kasar dan cepat.

Beberapa saat kemudian badanku rebah di atasnya, mengulum bibirnya dan dengan nafsu Naya melumat dan sesekali menggigit bibirku. Kukulum kupingnya sambil berbisik lirih, “Sayang ... yakin mau kita lanjutkan ini?” Tanpa membalas pertanyaanku dia langsung melumat bibirku dan menatap mataku sesaat tajam sekali, sambil menganggukan kepalanya tanda bahwa Naya sudah siap dengan semuanya.

Tanpa tanya lagi aku pun memegang kepala penisku, setelah menggesek-gesek bibir vaginanya aku coba tekan pelan memajukan pantatku tetapi usaha ini gagal karena penisku meleset lalu keluar dari lubang vaginanya, sangat sempit sekali. Lalu aku pegang kepala penisku dan menekan pelan maju. Masih dijaga jariku agar tidak meleset lagi. Aku tekan terus penisku saat ini kepala penisku sudah ada di dalam vaginanya.

“Aaaahhhh ... Pelan-pelan sayang ...!” Pinta Naya padaku mendesah.

Sekitar empat centi dalam lubang vaginanya, penisku seperti tertahan oleh sesuatu tidak kupaksa menerobosnya tetapi aku tarik keluar dan aku tekan lagi sekitar lima kali baru kutekan dan menerobos sesuatu itu. Naya sontak kaget matanya melotot ke arahku, air mata keluar dari sisi matanya seakan menyiratkan kesakitan. Lalu kutarik lagi penisku keluar. Aku kaget bukan kepalang saat melihat di batang penisku terlihat darah. Hatiku merasa bersalah sekali telah melakukan ini, tetapi penisku merasakan lain, makin keras seolah minta untuk dilanjut.

Lalu aku tekan dengan pelan lagi sampai seluruh batang penisku terbenam di dalam vaginanya hingga buluku bertemu dengan bulu lembutnya. Aku tahan penisku di dalam sangat sempit sekali, seakan penisku dijepit oleh sesuatu yang sangat kuat, lalu aku rebahkan badanku memeluk naya. Aku kecup bibirnya, aku hapus air matanya.

“Sayang ... Kamu menyesal ya?” Sahutku.

“Hikkkk... Sakiitt Kang ... Perih banget ...” Seperti menahan sakit dia bicara.

“Maaf sayang ... Aku pelan-pelan kok ...” Aku coba menghiburnya. Aku belai wajahnya dengan penuh perasaan.

“Lakukan saja, sayang ... Lanjutin.” Katanya sambil mempererat pelukannya.

Lalu dengan lembut aku menggerakan penisku di vagina Naya yang mulai menyesuaikan ototnya menerima penisku. “Aaahhh ... sayaaangg … panas banget punyamu ...!” Desahku disela aktivitasku. Naya tanpa mengucapkan kata dia hanya memeluk erat tubuhku yang menindihnya, merangkulkan kedua tangannya di punggungku tetapi kakinya melingkar di pinggulku seakan menerima pasrah vaginanya aku hujam berkali-kali oleh penisku.

Ternyata Naya mulai menikmatinya, terdengar dari desahan kecil dan rontaan pelannya. Lama-lama Naya sudah terbiasa. Dia mulai mengimbangi permainanku dari bawah. Aku sangat senang sekali dengan keadaan ini. Sedikit sirna rasa bersalahku padanya. Aku cium bibirnya sambil terus keluar masuk tubuhnya. Kenikmatan yang muncul semakin merajai tubuhku, apalagi saat Naya ikut meremas bokongku. Kami berdua mendesah. Wajah Naya yang merah karena nafsu juga terlihat sangat cantik. Ini benar-benar malam yang menakjubkan.

Perlahan dan hati-hati sekali, aku menancapkan penisku di vaginanya yang mulai basah dengan cairan-cairan asmara kami. Sekitar duapuluh menit berlalu aku sudah tidak kuat menahan gelombang yangg terpusat di kepala penisku.

“Ooohhh sayaangg ... aku mauu kelauaarrrr… yaaaangg aku keluarinn dimanaaa?” Bisikku sambil memacu penisku.

“Di mana aja sayaaang…“ Bisik Naya lirih. Saat kulihat wajahnya masih terlihat bahwa dia masih kesakitan walau vaginanya sudah sangat becek oleh cairannya tetapi kali ini desahannya menunjukkan dia menikmati juga.

Dengan menahan nafas aku memacu pompaan penisku di vaginanya dengan cepat lalu tubuhku mengejang. Semua gelombang di tubuhku terpusat di kepala penisku, memuntahkan sperma sangat banyak di rahimnya. Aku tahan penisku dalam-dalam di vaginanya.

“Aaaaaacccchhhhh ... sayaaanngg aku keluuarrrrrrr …!!!” Erangku sambil memeluk Naya di bawahku. Aku kecup lehernya yang penuh dengan keringat, pipinya dan aku kulum bibirnya. Walau tampak sakit di wajahnya, kaki Naya menekan pinggangku erat sekali seakan tidak diijinkan untuk mencabut penisku. Dia pun memeluk erat tubuhku.

Sekitar lima menit keringat kami berbaur jadi satu. Air matanya sudah habis aku jilat, saat ini hanya senyum kecil di bibirnya menyambutku. Di saat ini, aku semakin jatuh hati dan berjanji pada diriku sendiri untuk mencintainya setulus hati. Aku bahagia memilikinya, dan aku berjanji tidak akan menyakitinya.

“Sayang ... aku senang kok ... memberikannya untuk Akang ...” Ujarnya sambil membelai wajahku yang penuh keringat.

“Demi Semesta Alam ... Aku akan setia padamu ... Pegang janjiku.” Bukan gombal, jujurlah ucapanku itu. Aku cubit hidungnya yang mancung gemas. Lalu Naya tidak senyum lagi tetapi tertawa dan membalas cubitan di perutku sakit sekali sampai merah.

Saat itu aku langsung bangun membersihkan cairan yang keluar dari vaginanya, putih bercampur darah perawan hingga berwarna merah jambu. Sungguh aku tidak menyangka kalau Naya masih suci. Akulah yang merenggut kesuciannya. Namun di balik itu semua aku sangat bahagia. Bahagia karena mendapatkannya. Sekali lagi, aku bersumpah kepada Semesta. Aku akan sungguh-sungguh mencintainya sepanjang hayat dikandung badan.

###

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Virda... sampai kapan kau akan bersembunyi dibalik egomu ... ?
Bukan ego itu om tapi prinsip...
Semoga terhibur yah om, sehat selalu...
Wah para Suhu pada ngumpul disini ya..

Permisi, ikut menyimak, sambil nunggu..

Tok.. Tok.. Tok..

Selanjutnya..

:mantap:
Udah update om, semoga terhibur...
Sehat selalu...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd