Lanjutan...
"Sebuah image dikirimkan oleh Arin" dan dibawahnya terdapat sebuah pesan darinya.
"Kamu dimana? Jam berapa pulangnya?"
Kubuka image tersebut, ternyata pesan tersebut dikirim sekitar sejam yang lalu, Arin hendak mengabarkan keberadaannya, yaitu di sebuah cafe sekitaran Braga. Ketegangan antara kami mulai mencair.
"Sama siapa?" tanyaku
"Lagi makan Indomi*, paling 30 menit lagi balik" jawabku
Waktu saat itu sekitar jam 2 dinihari. Tak berapa lama dia membalas pesanku.
"Sendirian aja" jawabnya singkat
"Ntar mau jalan lagi ga?" tawarku
"Emang kamu lagi dimana? Mau jalan kemana?" tanyanya
"Ga tau dimana, sekitaran braga. Warung pinggir jalan gitu. Ya kemana aja, cari makan ato ngopi gitu" lanjutku
"Terserah kamu aja" jawabnya
Beberapa saat kemudian, setelah berpisah dengan Bembe dan Heri di lobby hotel, aku berjalan menyusuri lorong kamar hotel. Saat tiba di depan pintu kamar, sedikit keraguan muncul di benakku. "Duh..kalo dah tidur gimana ya?. Ntar kalo ketemu bakal ribut lagi ga ya?" pikirku. "Eh tapi kan ini kamarku, bodo ah" pikirku lagi sambil mengetuk pintu.
Untungnya dia masih terjaga dari tidurnya.
"Krieekk" suara pintu kamar terbuka. Selanjutnya dia lalu kembali lagi ke tempat tidur.
"Dah daritadi baliknya?" tegurku membuka obrolan.
"Sekitar 30 menit lalu si" jawabnya.
"Berani ya sendirian gitu? Terus ngapain aja donk? tanyaku
"Ya duduk duduk aja sambil ngopi. Ada yang mau deketin si tadi minta no hp" jawabnya
"Terus?" selidikku
"Ya kucuekin aja sampe dia pergi sendiri" jawabnya
"Hehe" tawaku
"Napa?" tanyanya dengan sedikit jutek
"Gpp kok..nanya aja" balasku
"Lagian maen ninggalin gitu aja" balasnya
"Iya soalnya tadi ada yang ngira mau diajak ML, terus ketakutan" ledekku sambil senyum
"Ih..apaan si..nyebelin" jawabnya jutek sambil tersenyum malu.
"Lagian GeeR banget si" ledekku lagi.
"Biarin.." jawabnya sambil memalingkan badannya.
Aku yang berada di sampingnya, berusaha mendekati tubuhnya sambil mengusap kepalanya.
"Ngadep sini donk" rayuku agar dia membalikkan badan kembali.
Arin pun membalikkan badannya hingga kini dia menghadap kembali ke hadapanku.
Aku pandangi wajahnya sambil mengelus elus rambutnya, dan segera saja kucium bibirnya dengan penuh perasaan...cuppp..
"Maaf ya" kataku setelah melepaskan bibirku dari pagutan bibirnya.
Dia tidak menjawab lantas balik mencium bibirku dengan mesra. Ciuman kami semakin panas, layaknya sepasang kekasih yang sudah lama tidak berjumpa. Bahkan dia sampai naik dan menindih tubuhku saat kami sedang berciuman. Kami saling membalas ciuman, hingga saling bertukar air liur. Lidah kami saling beradu dan bergantian saling menghisapnya.
Namun aku sama sekali tidak berusaha mengambil kesempatan dari situasi tersebut. Menyentuh organ vitalnya pun tidak sama sekali. Aku berusaha meyakinkannya bahwa aku tidak ada maksud, mungkin belum lebih tepatnya untuk mengajaknya ML. Apalagi dari awal dia sudah berpikir aku hendak menggaulinya hingga dia berupaya menghindar. Aku tidak ingin membuatnya merasa terpaksa, biarkan mengalir hingga waktunya tepat dan dia benar benar bersedia. Walau bila kuingat ingat kejadian tersebut, terkadang ada sedikit penyesalan. Kenapa tidak kupancing birahinya saat itu, mungkin saja dia bakal khilaf. Ah tapi sudahlah.
Malam itu akhirnya kami habiskan dengan tidur seranjang dan saling berpelukan. Saat dia membelakangiku, kupeluk tubuhnya dari belakang. Memang bukan kepuasan sex yang kudapat, tapi lebih ke momen romantis lebih tepatnya.
Sekitar jam 7 pagi, aku terbangun. Arin masih terlelap dalam tidurnya. Pelan pelan kulepaskan pelukanku agar dia tidak terbangun, lantas kubalikkan badan hingga kami saling berpunggungan. Saat kuhendak bangkit dari tempat tidur, kurasakan sebuah pelukan dari Arin melingkar di tubuhku. Saat kutoleh kebelakang, ternyata dia masih memejamkan matanya, akhirnya kuurungkan niatku untuk bangun. Kubiarkan sejenak, hingga akhirnya kubalikkan posisi tubuhku supaya menghadapnya. Kuberi beberapa kecupan di keningnya saat itu, kemudian hidung dan akhirnya mendarat di bibirnya. Akhirnya bibir kami saling berpagutan kembali.
"Bangun..dah siang" kataku
"Hmmmfff.." dia hanya tersenyum namun dalam kondisi mata tetap terpejam.
"Owh.*** mau bangun ya?" tanyaku sambil mengelitiki tubuhnya
"Hahaaha..iya..iya..ampun" hindarnya
"Buruan bangun..terus sarapan yuk" ajakku
"Iya bentaran lagi" tawarnya sambil menguap dan meregangkan kedua tangannya.
Sembari menunggunya bangun, kuseduh secangkir kopi sebagai pendamping sebatang rokok. Arin lantas bangun dari tempat tidur.
"Jam berapa sekarang?" tanyanya
"Jam 7 lewat" jawabku sambil menyeruput kopi hitam bercampur creamer.
"Ya udah aku mandi dulu" katanya
"Ikuuutt...." kataku
"Weeekkk..enak aja" ledeknya
Sambil menunggu dia mandi, aku iseng mengirimkan sebuah foto kepada sohib karibku.
"Nyong" captionku di image
"Eh ******..loe dah ML sama Arin?" tanya temanku si Franz.
"Hahahaha" jawabku tanpa penjelasan
"Itu tkp dimana nyong?" tanya Franz
"Bandung" jawabku
"Ebuset dah..kagak cerita cerita loe ya mau ke Bandung, mana bawa si Arin lagi" protesnya
"Wkwkwkk..iya ntar gw ceritain" balasku menutup percakapan.
Tak lama setelah Arin keluar dari kamar mandi, aku pun bergantian mandi dengannya. Sedangkan dia lanjut untuk berdandan dan ternyata namanya wanita dimana mana sama kalau sudah dandan, luaamaaanya cuk. Hingga aku telah berganti baju pun, Arin belum juga selesai memoles wajahnya. Akhirnya kami beranjak turun menuju restoran hotel. Arin mengenakan dress tanpa lengan berwarna hitam saat itu, sehingga terlihat seksi namun anggun. Saat kami berada di restoran pun, beberapa tamu pria khusunya kuperhatikan pada meliriknya.
Sedikit kekhawatiranku, yaitu apabila sampai berjumpa dengan orang orang yang mengenalku, kecuali Bembe dan Heri tentunya. Terlebih hari itu, Sabtu pagi yang bisa jadi kebanyakan tamu di hotel tersebut berasal dari Jakarta.
Kunikmati sarapanku tanpa menghiraukan orang orang di sekelilingku, sedangkan Arin masih sibuk berkeliling memilih menu yang dia rasa cocok. Kami pun sarapan bersama, dan beberapa orang masih terlihat memperhatikan kami. Entah apa yang ada di pikiran mereka kepada kami saat itu.
Selesai sarapan, kami kembali ke kamar dan mengemasi beberapa barang bawaan kami. Sebelum meninggalkan kamar, kami sempatkan untuk saling berpelukan dan berciuman. Rasanya penuh kedamaian dihatiku saat berada dalam pelukannya.
Setelah selesai check out dan membeli cemilan di salah satu toko oleh oleh hotel, kami melanjutkan perjalanan kembali ke Jakarta. Kami berangkat sekitar jam 10 pagi saat itu. Tidak banyak yang bisa kuceritakan selama dalam perjalanan itu, karena hanya mengobrol biasa dan bercanda. Untungnya perjalanan saat itu sangat lancar, sehingga kami hanya membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam untuk tiba di daerah Jakarta Selatan, tempat kediamannya.
"Untung lancar ya, cuma 2,5 jam aja. Jadi kamu ga terlambat kerja" kataku saat melewati kawasan Sudirman.
"Lho aku kan libur, ambil cuti hari ini" jawabnya
"Lah..kirain kamu masuk siang. Makanya aku ngajak buruan balik tadi" kataku sedikit heran
"Kan kemaren aku dah bilang, mau cuti aja. Makanya aku heran kenapa kamu kok ngajak buru buru pulang" jawabnya
"Hadeuh..tau gitu kan tadi santai aja yak, jalan kemana dulu gitu" sesalku
"Lagian ga pake nanya si" jawabnya sedikit kesal
"Hehe..maap" kataku dengan sedikit menyesal.
Sampai mau mengajaknya makan siang pun aku ragu, khawatir tidak keburu, karena seingatku dia bertukar jam kerja dengan rekannya.
Lima belas menit kemudian, sampailah kami di kediaman Arin. Kusuruh dia membawa bekal snack kami dalam perjalanan tadi yang tidak sempat kami sentuh sama sekali. Kemudian kutelp istriku sambil melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, ternyata dia sedang berbelanja dengan anak anak. Akhirnya kutelpon si Franz, untuk menceritakan semuanya tentang peristiwa di Bandung. Dia merupakan sohib karibku sekaligus rekan kerjaku, namun beberapa bulan ini dia dipindahtugaskan ke kota lain. Aku selalu menceritakan petualanganku kepadanya, mulai dari Asty, Anty hingga Arin. Bahkan terkadang kushare foto foto hasil SSIku, namun beberapa detik setelah dia membukanya, langsung kudelete foto tersebut, dan tentu saja dia hanya bisa protes karena kentang.
"Jadi loe ML sama Arin?" tanyanya penasaran
"Hehe enggak" jawabku sambil menyetir
"Lah ****** bocah iki. Terus ngapain loe bawa sampe ke Bandung segala?" tanyanya heran
Akhirnya kuceritakan semuanya dari awal, bagaimana saat Arin kuajak pertama kali dan akhirnya dia menyanggupi ikut, kemudian saat dia menolakku di mobil dan di kamar, hingga kutinggalkan dia sendirian di kamar saat aku pergi karaoke bersama Bembe dan Heri dan akhirnya kami baikan kembali.
"Yaelah..loe dah buang duit, buang waktu, ga dapet ML juga. Terus buat apa coba?" kata Franz mengingatkan.
"Ya dapet sensasi berpacaran nyong, itung itung nostalgia masa muda dulu..hahahhaa" jelasku
Ada sedikit rasa lega buatku saat menceritakan sesuatu rahasia yang sifatnya kenakalan atau keburukan kepada orang yang kita percaya. Entah ada suatu kebanggaan atau sekedar sharing pengalaman tentunya.
Dua minggu setelah kami pergi dan menginap bersama di Bandung, hubungan kami masih berjalan seperti biasa, namun komunikasi masih seperti yang kuceritakan sebelumnya. Beda halnya bila kami bertemu, berciuman sudah menjadi selingan wajib saat awal dan akhir kala berjumpa. Sedikit rasa jenuh mulai menghinggapi saat itu karena hubungan yang begitu saja.
Suatu hari, muncul suatu keisengan dalam pikiranku yang kutuangkan dalam bentuk tulisan status di WA "B".
"Pengen ML" begitu tulisan status WA "B" ku saat itu. Karena WA "B" ku ini juga terdetect dengan sebagian contactku, maka kusetting "share only with" beberapa contact TO ku hasil dari perburuan di Aplikasi Pertemanan dan juga hasil dari bertukar keringat di tempat pijit atau di Karaoke alias terapis dan LC. Beberapa TO membalasnya dengan bercanda, hingga akhirnya kujelaskan maksudku Pengen "Makan Lontong" walau itu juga sebatas joke.
Beberapa jam kemudian, barulah Arin membaca statusku dan memberikan komentar.
"Hmmm..." komennya saat memention statusku
"Kenapa?
" tanyaku
"Vulgar banget" katanya
"Iya lagi pengen si" jawabku datar
"Hmmm.." jawabnya ga jelas seperti biasa
"Yuk.***" lanjutku lagi untuk mengetahui reaksinya
"Ga ah" jawabnya
"Kok enggak?" tanyaku
"Iya aku ga bisa" jawabnya serius
"Ga bisa kenapa" pancingku
"Ya ga bisa aja..kita kan bukan suami istri" jawabnya polos
"Oh..ya udah klo gitu..bye" jawabku mulai kesal
"Kok bye?" tanyanya heran
"Ya gimana ya, aku ngejalanin ini juga penuh resiko kan. Ga sebanding aja menurutku kalau gitu. Toh kita ML atau ga, resikoku sama aja" jawabku
Aku sengaja tidak mengungkit soal materi yang kukeluarkan selama ini, karena tidak elok sifatnya sensitif menurutku, walau aku tidak mempermasalahkannya juga sebenarnya dan bisa saja kuungkit supaya lebih mendramatisir hehe.
"Hmmm..iya maaf ya" katanya
"Ya udah gpp, aku juga minta maaf. kamu ngerti juga kan posisiku. Semoga lancar ya segala urusan keluarga dan pekerjaan kamu" tutupku
"Amin..iya mas makasi
" jawabnya.
Dari yang semula niatnya cuma bercanda, akhirnya pembicaraan kami menjadi serius dan...berakhir???
Perasaanku campur aduk saat itu, antara sedih mesti berpisah dengannya, namun setidaknya semuanya menjadi jelas, sehingga buat apalagi harus kulanjutkan, pikirku yang malah menjadi sedikit emosi.
Waktu pun berjalan seperti biasa, namun ada sesuatu yang hilang saat ini. Pelan pelan aku berusaha melupakannya, mungkin sekalian aku berhenti dengan kenakalan ini. Namun biar bagaimana, rasa rindu tetaplah ada. Hingga akhirnya aku kembali bermain aplikasi pertemanan, dan mendapatkan TO baru dari Tind*r.
Namanya Viana, dia juga berusia kepala 3, namun setahun lebih muda dariku. Dia seorang sekretaris dan sudah menikah. Kalau perawakannya mungkin bisa kugambarkan perpaduan antara Anty dan Arin. Tubuhnya lebih padat berisi daripada Arin, namun memiliki payudara yang besar seperti Anty.
Bersambung..