Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (Copas + Remake) Serial Pendekar Rajawali Sakti Episode 1& 2

Sementara itu di tempat lain, tepatnya di sebuah bukit yang bernama Bukit Angsana. Letak bukit itu berada di bagian timur belahan bumi, yang juga letaknya tidak begitu jauh dari Sungai Ular. Jarak dari bukit itu ke Sungai Ular, hanya membutuhkan waktu sekitar setengah hari perjalanan. Di sebuah jalan setapak yang mengarah, ke atas bukit itu. Terlihat Rangga tengah berjalan pelan, menuju puncak Bukit Angsana. Di puncak bukit itu juga terdapat sebuah tanah lapang, yang di tumbuhi rerumputan yang menghijau. Langkah pemuda tampan itu begitu ringan, bagaikan tak mempunyai beban saja. Ke dua kakinya yang bergerak, terus terayun melangkah pelan-pelan. Dan baru berhenti setelah sampai di puncak bukit itu. Sesampainya di sebuah tanah lapang, yang berada di puncak bukit angsana. Terlihat seorang laki-laki tua, berusia sekitar lima puluh tahun lebih. Tampak berdiri dengan gagahnya, di tengah-tengah tanah lapang puncak bukit itu. Rangga pun segera melangkah mendekatinya, lalu berhenti setelah jaraknya dekat dengan laki-laki tua itu. Laki-laki itu mengenakan pakaian serba hitam, di pinggang laki-laki tua itu juga terlihat menggantung sebuah kapak besar. Sepasang mata laki-laki itu, terlihat memandang tajam pada wajah Rangga. Bibirnya yang di hiasi kumis dan janggut, langsung terlihat menyunggingkan senyum senang. Begitu jarak pemuda tampan di hadapannya itu, kini hanya tinggal satu tombak.

“Akhirnya kau datang juga, Pendekar Rajawali Sakti.” ucap lelaki tua itu pelan, suaranya yang berat, terdengar agak serak.

“Apakah Paman yang berjuluk Pendekar Tangan Maut?.” tanya Rangga halus dan sopan.

“Benar sekali Pendekar Rajawali Sakti, ah. Aku betul-betul sangat terkejut. Tadinya ku pikir pendekar yang saat ini sedang ramai di bicaran orang, umurnya lebih tua dariku. Atau mungkin juga, seumuran denganku. Tapi dugaanku salah, ternyata kau masih bocah ingusan.” sahut lelaki yang berjuluk Pendekar Tangan Maut itu cepat.

Namun nada suaranya terdengar seperti mengejek, seolah memancing amarah Rangga. Sementara Rangga yang mendengar perkataan lelaki itu, masih tetap terlihat berdiri tenang. Bahkan sama sekali dirinya tidak terpancing omongan lelaki tua itu tadi.

“Panggil saja aku Rangga, Paman. Dan kalau boleh aku tahu, apa maksud dan tujuan Paman, mengundangku ke sini?.” sahut pemuda tampan itu, sambil kembali melontarkan sebuah pertanyaan.

“Baiklah, Rangga. Perkenalkan, aku Ludira. Tujuanku mengundangmu ke tempat ini, tak lain dan tak bukan. Hanya ingin mencoba, sampai di mana tingkat kepandaian yang kau miliki itu.” ucap lelaki yang mengaku bernama Ludira itu menjelaskan.

“Maaf, Paman. Bukankah di antara kita tidak pernah punya persolan, dan aku juga merasa tidak pernah bermusuhan denganmu.”

“Kita memang tidak pernah bermusuhan Rangga, tapi saat ini namamu tengah mengguncangkan rimba persilatan. Dan bagi siapa pun yang namanya berada dalam urutan paling atas, wajib menerima tantangan dari para pendekar lain. Termasuk juga aku. Dan ini sudah menjadi aturan dalam rimba persilatan, yang tidak bisa di ganggu gugat.”

“Hm…, baiklah Paman, aku terima tantanganmu.” kata Rangga menyanggupi.

“Bagus, itu baru namanya Pendekar Pilih Tanding.” ucap Ludira menyahuti, dengan bibir tersenyum senang.

Lalu lelaki itu tampak membungkukan tubuhnya ke arah tanah, jemarinya yang sebelah kanan. Terlihat mengambil batu, sebesar kepalan tangan. Lalu dia timang-timang batu tersebut di hadapan dada, dengan jemari tangan kanannya.

“Aku akan melempar batu ini ke atas sebagai tanda, setelah batu ini kembali jatuh ke tanah, itu artinya pertarungan kita sudah di mulai.”

“Silahkan, Paman.”

“Bersiaplah, Rangga.” Kata lelaki itu lagi mulai bersiap melempar batu.

Wuutttsss...,

Wuussshhh…,

Tak (Suara batu mendarat kembali di tanah)

“Hiyaattt…,”

“Heaaa…,”

Tepat setelah batu yang meluncur ke atas, kembali meluncur turun. Kemudian jatuh mendarat kembali di tanah. Tubuh Rangga dan Ludira langsung melesat, dengan kecepatan bagai kilat, Mereka berdua mulai saling menyerang satu sama lain. Nama Pendekar Tangan Maut memang terkenal di desa Gulung Jati, sebuah desa kecil yang berada tidak jauh dari Bukit Angsana. Yang letaknya berada di belahan bumi bagian timur. Sepak terjang Pendekar Tangan Maut, begitu buas dan kejam. Bahkan kesaktian pendekar itu, sampai saat ini. Belum ada satu pun, yang bisa menandinginya. Baik itu pendekar golongan putih, mau pun pendekar golongan hitam. Nama Pendekar Pendekar Tangan Maut juga, sempat menduduki urutan ke satu. Di dalam rimba persilatan. Sebelum akhirnya nama Rangga, atau Pendekar Rajawali Sakti muncul. Dalam rimba persilatan, dan seketika menggeser posisi nama Pendekar Tangan Maut, menjadi nomer dua.

Bughk…, plaakkk…,

Deesss…, traakk…,

Ke dua tangan pendekar itu mulai saling berkelebatan, begitu gesit dan cepat. Serangan-serangan mereka berdua, saling sambar menyambar satu sama lain. Saling mengirimkan pukulan dan tendangan, bahkan sesekali pula terlihat saling menangkis serangan. Gerakan ke duanya begitu dahsyat, dan gesit. Sungguh sebuah pertarungan tingkat tinggi. Yang tidak bisa di pandang sebelah mata.

“Hahaha…, tidak percuma kau mendapat julukan Pendekar Rajawali Sakti Rangga. Untuk ukuran bocah se usiamu, tenaga dalam yang kau miliki. Ternyata sangat luar biasa.” Kta Ludira sedikit memuji, dengan nada suara yang keras.

Sementara tubuhnya terus bergerak dengan cepatnya, menghindari setiap pukulan dan tendangan yang tengah di lancarkan Rangga. Yang mengarah begitu cepat ke tubuhnya.

“Tak perlu memujiku Paman, di atas langit masih ada langit.” Rangga hanya menjawab singkat, sambil terus melancarkan serangan ke tubuh lawan.

“Hehehe…, bersiaplah Rangga. Karena hari ini, Adalah hari, di mana aku akan mencabut nyawamu.”

“Yang berhak menentukan kematian seseorang, bukanlah kita Paman. Tapi Sang Hyang Widi.”

Wuttt…, wuttt…, wuttt…,

Serangan demi serangan ke dua pendekar itu, semakin meningkat. Setiap pukulan dan tendangan, yang mereka lancarkan. Menimbulkan suara angin kencang yang menderu-deru. Tak terasa empat jurus sudah mereka lalui, tapi pertarungan ke duanya masih terlihat imbang. Lelaki bernama Ludira itu, begitu gesit dan lincah. Sejauh ini dia masih mampu menghindari setiap serangan, yang di lancarkan oleh Rangga. Bahkan beberapa detik kemudian, kaki kanannya yang mengandung tenaga dalam tinggi. Mendarat telak di dada Rangga.

Wuusss…,

Desss…,

“Ughhh...,”

Tubuh Rangga yang terkena tendangan keras, yang mengandung tenaga dalam tinggi itu. Langsung terpental deras, sejauh tiga tombak ke belakang. Tubuhnya melayang deras, dan meluncur dengan cepatnya ke belakang. Lalu berhenti, setelah menghantam sebuah pohon besar. Yang ada di belakangnya.

“Hehehe…, Apakah cuma segitu kehebatanmu Rangga?.” Ludira tertawa keras, terkekeh-kekeh.

Sementara Rangga yang sudah mulai terlihat bangkit berdiri kembali, tampak meringis kesakitan. Bibirnya terlihat mengalirkan darah segar, di rasakannya pula dadanya terasa sakit dan sesak. Akibat terhantam tendangan keras, yang juga mengandung pengerahan tenaga dalam yang tinggi. Dengan cepatnya Rangga pun langsung menyalurkan hawa murni, ke dadanya yang sakit. Sementara tidak jauh dari hadapannya, tampak Ludira terlihat masih berdiri gagah. Sepasang matanya, menatap penuh kebencian pada Rangga. Yang Berjuluk, Pendekar Rajawali Sakti itu.

***
 
Sementara di Sungai Ular, kapal mewah yang di tumpangi oleh Saka Lintang bersama para anak buahnya. Terus melaju, menyusuri alur sungai itu. Dengan di iringi oleh empat perahu yang di kayuh anak buah gadis itu. Masing-masing perahu itu, memuat barang- barang berharga dan di kawal oleh empat orang yang bersenjata golok dan pedang. Sementara di dalam bilik kapal mewah, Saka Lintang tampak tengah berbaring tengkurap, dengan punggungnya yang terbuka tanpa pakian. Punggung yang putih mulus itu sedang di pijat oleh Intan Kemuning. Gadis itu dengan terpaksa harus mengikuti perintah Saka Lintang, yang menjadi pemimpin perompak Sungai Ular itu. Perhiasan yang melekat di tubuhnya juga sudah di tanggalkan, Intan Kemuning hanya bisa menerima nasib saja, menjadi budak kepala perompak itu.

“Pijatanmu enak juga Intan, siapa yang mengajarimu?” tanya Saka Lintang.

“Bibi Emban Kak. Katanya, biar suami betah di rumah, seorang istri harus pintar memijat.” sahut Intan Kemuning pelan.

Gadis itu membalikkan tubuhnya secara tiba-tiba, sepasang matanya menatap tajam pada wajah Intan Kemuning. Yang terlihat tertunduk malu.

Bagaimana dia tidak malu, di bawah wajahnya kini terpampang buah dada besar dengan putingnya yang berwarna merah muda, milik pemimpin perompak itu. Buah dada yang membusung padat itu, tampak membuntal indah, di hiasi sepasang putting kecil yang berwarna merah muda. Intan Kemuning yang melihatnya, langsung merasa jengah saat itu juga.

“Pijit di sebelah sini, Intan.” kata Saka Lintang pelan, sambil meremas sebelah buah dadanya yang membusung padat.

“Eh, ap…, apa?.” Intan Kemuning yang mendengar perintah itu, langsung kaget setengah mati. Ke dua pipinya seketika langsung menyemburat merah.

“Kamu kenapa? Kok mendadak jadi gugup begitu?.” ucap Saka Lintang, sambil bangun dari rebahnya. Ke dua gadis itu kini duduk dalam posisi berdekatan.

“Eh, itu…, itu…, Kak” Intan Kemuning pun semakin di buat gugup, sambil terus menunjuk-nunjuk ke arah buah dada Saka Lintang.

“Kenapa dengan dadaku Intan?. Ada yang aneh?.”

“Bukan Kak Lintang, itu…, anu…,”

“Apa sih? Hm, jangan-jangan kamu tidak punya buah dada ya? Mana sini, coba aku lihat.”

“Eh…, Jang…, jangan kak…,”

***

Kembali ke tempat pertarungan antara Rangga dan Ludira, setelah rasa sakit di dadanya mulai berkurang. Rangga pun kembali bersiap-siap. Kali ini dia langsung mengeluarkan jurus, ‘Cakar Rajawali’. Jari-jari tangannya yang terlihat mengembang, seketika menjadi keras sekeras baja. Tak mau kalah oleh lawannya, Ludira pun langsung mengeluarkan jurus, ‘Tinju Maut Penghancur Sukma’. Kepalan ke dua tangannya yang membentuk tinju, seketika langsung mengeluarkan asap.

“Hiyaaattt…,”

“Heaaa…,”

Tubuh ke dua pedekar itu kembali melesat cepat, saling menyerang satu sama lain. Pukulan-pukulan yang kini di lancarkan Ludira juga, terlihat sangat mematikan. Ke dua tinjunya yang bergerak cepat ke arah Rangga, menimbulkan suara gemuruh yang amat dahsyat. Sementara serangan Rangga juga tidak bisa di anggap enteng, ke dua jemari tangannya yang membentuk cakar, terus berkelebatan dengan kecepatan bagai kilat. Bahkan kini sepasang jemari yang berkelebatan itu, seketika terlihat bagaikan menjadi ribuan saja jumlahnya.

Wut wut wut

Bughk Desss

Rupanya saat menyerang tadi, Rangga bukan hanya menggunakan jurus. ‘Cakar Rajawali’. Tapi dia padukan juga dengan jurus, ‘Seribu Rajawali’. Jurus hasil ciptaannya sendiri ketika di gembleng di goa Lembah Bangkai, oleh seekor burung Rajawali Raksasa. Tinju demi tinju yang di lancarkan oleh lelaki tua itu juga masih mampu di hindari Rangga. Hingga pada suatu kesempatan, jemari tangannya yang membentuk cakar. Meluncur cepat ke arah dada lelaki tua itu. Suara gemuruh dahsyat yang menderu keras, langsung terdengar. Begitu jemari tangan Rangga, melesat cepat ke arah dada lelaki tua itu. Namun lelaki tua itu juga, ternyata mampu menghindar. Dari serangan jemari tangan, yang bergerak cepat itu. Serangan Rangga pun gagal seketika. Namun begitu serangan yang pertama gagal, dengan cepatnya Rangga pun kembali meluncukan satu serangan lagi. Ke arah lelaki tua itu. Serangan ke dua dari Rangga itu, kali ini langsung dia tangkis dengan tangan kanannya.

Bughk

Trak

“Ahhh…,”

Benturan ke dua tangan mereka begitu dahsyat, bahkan tubuh Rangga dan lelaki tua itu juga. Langsung terdorong keras ke belakang. Tubuh mereka terpental dengan cepatnya, meluruk deras di udara. Dalam keadaan tubuhnya yang sedang melayang itu, Rangga pun dengan sigapnya langsung mengeluarkan jurus. ‘Sayap Rajawali Membelah Mega’, tubuhnya seketika langsung melayang ringan, bagaikan se ekor burung. Lalu dengan lincahnya pula, melakukan gerakan berputar di udara. Hingga akhirnya, ke dua kakinya kembali mendarat di atas tanah. Nafasnya terlihat tersengal-sengal, dari bibirnya terlihat mengalir darah segar. Keadaan Ludira juga tidak jauh berbeda, tubuh lelaki tua itu terdorong kencang ke belakang, sejauh sepuluh tombak. Wajahnya juga terlihat kesakitan, tangan kanannya yang tadi menangkis jurus Rangga. Terlihat mulai mengucurkan darah segar. Ke dua matanya memandang wajah pemuda tampan itu, dengan penuh amarah yang berkobar-kobar. Setelah rasa sakitnya mulai sirna, lelaki itu langsung kembali melangkah ke hadapan Rangga.

“Hiyaaattt…,”

“Heaaa…,”

Sepasang tangannya yang terkepal, kembali meluncur cepat ke arah Rangga. Pertarungan pun kembali berlangsung dengan sangat dahsyat. Ke duanya kembali saling menyerang, dengan kecepatan bagai kilat. Pohon-pohon yang berada di tempat itu juga, banyak yang hancur dan roboh. Akibat terkena pukulan lelaki tua itu, atau pun sambaran tangan Rangga.

Wusss…,

Blarrr…,

Grosraakkk...,

Sepasang tinju mematikan lelaki tua itu terus menerus mengarah ke tubuh Rangga. Sementara, jemari Rangga yang saat itu berjumlah ribuan juga, terus mengamuk. Berkelebatan dengan cepatnya, ke arah ke tubuh lawan. Berkali-kali, lelaki itu dengan gesitnya, mampu menghindar dari sambaran tangan Rangga. Hingga pada suatu kesempatan, Rangga pun kembali mendapatkan peluang. Ke dua jemarinya yang mengembang membentuk cakar, melaju dengan deras ke dada lelaki itu. Namun lelaki itu juga dengan cepatnya, langsung melayangkan tinjunya yang menggeledek ke dada Rangga. Serangan ke dua jurus sakti itu pun, dengan telak mengenai tubuh mereka masing-masing.

Bughk

Desss…,

Crassshhh

“Aaakh…,”

Tubuh ke duanya kembali sama-sama terpental hebat, di iringi dengan semakin banyaknya pohon-pohon yang berjatuhan. Akibat terhantam tubuh ke dua pendekar itu. Bentrokan dari dua tenaga dalam tingkat tinggi itu juga, langsung memporak-porandakan tanah lapang, yang menjadi arena pertarungan ke duanya.

Bughk

Gusraakkk…,

Tubuh Rangga yang kembali menghantam pohon besar itu, terpelanting ke tanah dengan kerasnya. Kondisinya benar- benar parah, seluruh tulang di tubuhnya di rasakannya seperti remuk. Dari sela-sela bibirnya pun, kembali mengalirkan darah segar. Wajahnya yang tampan kini terlihat pucat pasi, dengan sebelah tangan kanannya yang menangkup dada. Pemuda tampan itu merasakan sakit yang amat luar biasa, di dadanya. Rupanya jurus ‘Tinju Penghancur Sukma’, yang tadi menghantam dadanya, telah mengakibatkan luka dalam yang serius. Nafas pemuda tampan itu juga semakin tersengal-sengal, dengan bibir meringis menahan sakit.

“Hosshhh… hoshhh…, hoshhh…,”

Sementara itu kondisi tubuh Ludira juga tidak berbeda jauh, tubuhnya yang terlempar ke belakang, ikut menabrak sebuah pohon besar pula. Dan setelah mampu bangkit berdiri kembali, bibir lelaki tua itu juga menyeringai kesakitan. Bahu kirinya bagian atas, terlihat berlubang serta mengalirkan darah segar. Tertusuk oleh jari-jari Rangga, yang mengeluarkan jurus. ‘Cakar Rajawali’ tadi.

Tuk tuk

Dengan cepatnya lelaki tua itu pun langsung menotok beberapa titik di bahu kirinya, Seketika darah yang merembes ke luar dari lubang kecil di bahunya, langsung terhenti. Nafas lelaki tua itu juga terlihat ter engah-engah, dengan sepasang matanya yang tajam memandang ke arah Rangga, yang saat itu sudah mulai bangkit berdiri kembali.

“Baru kali ini aku menemukan lawan yang lumayan tangguh, kau benar-benar pendekar pilih tanding Rangga. Tapi sayang, nyawamu sudah di ambang mata.” Ucap Ludira sambil melangkah pelan menghampiri Rangga.

“Jangan sombong dulu Paman, aku belum kalah.” sahut Rangga pelan, sambil kembali menghimpun tenaga dalamnya.

“Hehehe…,” lelaki tua itu hanya tertawa terkekeh-kekeh.

Sementara Rangga sudah mulai terlihat bersiap-siap menyerang lagi, sepasang jemari tangannya yang mengembang membentuk cakar. Mulai kembali kaku dan keras, serta di aliri hawa tenaga dalam tinggi. Melihat lawannya kembali siap menyerang lagi, lelaki tua itu pun kembali merilis jurus pamungkasnya. Ke dua tangannya kembali terkepal membentuk kepalan tinju. Dan kembali mengeluarkan asap putih.

“Heaaa…,”

“Hiyaaattt…,”

Tubuh Rangga dan Ludira kembali melesat cepat, saling menyerang lagi. Pertarungan maut itu pun kembali berlangsung dengan sengit. Tubuh Rangga dan Ludira kembali sama-sama bergerak lincah, saling mengirimkan serangan-serangan maut yang mematikan. Tubuh Rangga yang berkelebatan menyerang lelaki itu terlihat bagaikan menjadi ribuan saja jumlahnya. Gerakan sepasang jemarinya yang mengembang membentuk cakar, berkelebatan begitu cepat. Kecepatannya sungguh sulit di ikuti oleh mata. Karena sepasang jemari pemuda tampan itu juga, mendadak seperti menjadi ribuan jumlahnya. Setelah jurus, ‘Cakar Rajawali’ dia padukan dengan jurus. ‘Seribu Rajawali’, hasil ciptaannya sendiri.

Wuuttt…, wuuttt…, wuuttt…,

Namun lelaki tua berjuluk Pendekar Tangan Maut itu juga bukanlah tokoh kemarin sore, kesaktian dan kecepatannya juga tidak bisa di anggap remeh. Berkali-kali tubuhnya dengan gesit, bergerak ke sana dan ke mari. Menghindari amukan, sepasang jemari tangan Rangga. Jurus demi jurus pun berlalu dengan cepat, sampai akhirnya pada jurus yang ke sepuluh. Terlihat Rangga mulai kembali kewalahan, tubuh pemuda tampan itu sibuk berkelat-kelit ke sana dan ke mari. Menghindari sepasang tinju mematikan yang di lancarkan lawannya. Sampai akhirnya pada suatu kesempatan, Rangga pun kembali kecolongan.

Bughk bughk

Desss

“Aaakh…,”

Dua kali tinju lelaki tua itu menghantam dada dan perutnya, di susul sebuah tendangan keras menggledek. Yang ikut menghantam dadanya, yang masih terluka akibat serangan pertama tadi. Membuat Rangga langsung terjungkal keras ke belakang, tubuh pemuda tampan itu tampak terhuyung-huyung sebentar. Lalu ambruk menggelosor ke tanah.

“Hoekkk…,”

Dengan susah payah, di cobanya untuk kembali bangkit berdiri. Namun dari mulutnya malah memuntahkan segumpal darah segar, jurus. ‘Tinju Maut Penghancur Sukma’, yang mengandung tenaga dalam yang sangat kuat itu. Membuat dadanya yang belum pulih itu kembali merasakan sakit, yang amat luar biasa. Tubuhnya yang mencoba bangkit berdiri kembali, malah kembali jatuh dengan posisi berlutut. Wajahnya yang tampan semakin bertambah pucat pasi, akibat luka dalam yang mendera dadanya.

“Hahaha…, bagaimana Rangga?. Apakah kau mempunyai satu permintaan sebelum nyawamu ku kirim ke neraka?.” Lelaki tua bernama Ludira itu, tertawa-tawa dengan sombongnya.

Sementara Rangga yang masih berlutut tidak jauh di hadapannya, hanya terlihat diam. Tubuh pemuda tampan itu terlihat begitu lemah dan tidak bertenaga lagi, akibat terkena jurus maut Ludira tadi. Namun sepasang mata Rangga terus menatap wajah lelaki tua itu dengan pandangan nanar.

“Ughk…, apakah hidupku harus berakhir di sini?.” gumam Rangga dalam hati, membayangkan dirinya yang sebentar lagi akan di bunuh oleh lelaki tua berjuluk Pendekar Tangan Maut Itu.

***

Kembali ke bilik kamar di dalam sebuah kapal layar besar, yang tengah melaju mengarungi Sungai Ular. Intan Kemuning terus berusaha Menghindari sepasang Tangan Saka Lintang, yang tengah memaksa membuka pakaiannya.

“Jangan Kak jangan….,” ronta gadis itu dengan tubuh menggeliat-geliat.

“Sssttt…, sudah diam saja Intan, kalau kau menolak. Aku bunuh sekalian.” ucap Saka Lintang, terus memaksa membuka pakaian gadis itu.

Mendengar ancaman itu, Intan Kemuning pun bertambah ketakutan. Wajahnya langsung menunduk cemas, ketika di rasakannya Saka Lintang mulai mempreteli pakaiannya satu persatu hingga bugil. Sepasang buah dadanya langsung terpampang di hadapan Saka Lintang, setelah pakaian gadis itu tanggal dari tubuhnya. Buah dada mungil berukuran kecil, di hiasi sepasang puting kecil mungil yang berwarna merah jambu. Namun bentuknya indah dan padat, karena belum terjamah tangan laki-laki. Saka Lintang pun langsung tersenyum manis melihatnya.

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd