Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (Copas + Remake) Serial Pendekar Rajawali Sakti Episode 1& 2

septyarachmawati

Semprot Lover
Daftar
26 Jul 2019
Post
237
Like diterima
139
Bimabet
Salam kenal & salam hormat kepada seluruh staf serta jajaran admin, mimin serta momod. Dan seluruh anggota Forum Semprot, serta Ts-Ts senior yang aq hormati. Pada kesempatan kali ini ijinkanlah aq untuk ikut meramaikan forum ini, dengan sebuah cerita. Yang mana cerita ini memang bukan hasil karya qu, aq hanya coba meng copas dan Me remake cerita ini sampai tamat. Jika kak mimin atau momod tidak Berkenan, silahkan di hapus saja cerita ini. Tapi jika berkenan, aq Akan coba memposting terus cerita ini sampai tamat. Terima kasih atas Perhatiannya. Salam santun dan hormat sekali lagi untuk seluruh penghuni Forum Semprot.

Tya.

Daftar cerita dan index, silahkan scrol ke bawah.

INDEX :

Update 1 : Page 1 Update 7 : Page 36
Update 2 : Page 1
Update 3 : Page 3
Update 4 : Page 4
Update 5 : Page 6
Update 6 : Page 7
Update 7 : Page 11
Update 8 : Page 14
Episode 2 : Page 17
Update 1 : Page 19

Update 2 : Page 22
Update 3 : Page 24
Update 4 : Page 28
Update 5 : Page 31
Update 6 : Page 33


(Copas + Remake)
Serial Pendekar Rajawali Sakti

Episode 1
IBLIS LEMBAH TENGKORAK

Alkisah, di sebuah bukit yang bernama kaki bukit Cubung. Terlihat membentang, sebuah danau yang indah. Pada senja hari, danau tersebut permukaan airnya tampak terlihat tenang. Bias cahaya matahari sore dari ufuk Barat pun, terlihat memantulkan warna keperakan yang indah di pandang mata. Dan hanya ada satu, jalan setapak menuju danau itu. Serta di sepanjang kaki bukit sebelah timur danau itu, juga tampak terdapat sebuah jurang yang lebar dan dalam, serta terkenal angker. Jurang tersebut bernama lembah bangkai. Pemandangannya memang indah, namun jika malam hari telah datang menjelang, tak seorang manusia pun yang berani melintasi kawasan jurang itu. Selain bau bangkai yang selalu menyengat setiap malam, jurang tersebut seakan-akan menyimpan misteri yang sulit untuk di ungkapkan dengan kata-kata. Di sisi jalan sebelah kanan, tidak jauh dari lembah bangkai. Terlihat sebuah kereta yang di tarik oleh empat ekor kuda putih, Berjalan pelan di bawah siraman teriknya sinar matahari sore, membelah jalan kerikil berdebu di antara danau dan jurang tersebut. Sementara di belakangnya, terlihat berjalan pula pasukan berseragam. Di atas beberapa kuda, yang berjumlah sekitar dua puluh ekor itu. Dari umbul yang di bawanya, menandakan bahwa mereka adalah rombongan dari sebuah kadipaten . Yang bernama kadipaten karang setra. Dan di dalam kereta yang paling mewah, yang berada paling depan, terlihat seorang lelaki dan seorang wanita cantik duduk berdampingan. Laki-laki itu tak lain adalah Adipati Karang Setra, dan wanita cantik yang duduk di sampingnya itu. Bernama Tunjung Melur, istrinya. Yang terlihat tengah memangkuku seorang bocah laki-laki, berusia sekitar lima tahun.

“Sudah hampir menjelang malam, Kang Mas.” Kata wanita yang bernama Tunjung Melur itu setengah bergumam.

Ke dua bola Matanya terlihat menatap lurus ke arah danau, sementara ke dua tangannya yang putih halus. Terlihat tampak begitu erat, memeluk putra tunggalnya.

“Iya dinda, sebentar lagi tempat ini akan kita lewati. Tenang saja.” sahut Laki-laki di sebelahnya pelan.

Sementara ke dua bola mata laki-laki itu juga menatap iba pada wanita di sebelahnya itu.

“Apakah tidak ada jalan lain selain jalan ini, kang mas?." Kembali wanita itu bertanya dengan raut wajah cemas, se olah ada sesuatu yang dia takutkan.

“Ada dinda, tapi harus memutari bukit cubung ini. Paling tidak, bisa memakan waktu satu minggu perjalanan.” Jawab lelaki di sampingnya lagi lembut, dengan tangan kanannya membelai kepala Tunjung Melur penuh kasih sayang.

“Hhh…”

Kembali wanita bernama Tunjung Melur itu mendesah pelan, matanya menatap penuh rasa sayang, pada anak kecil di pangkuannya. Yang bernama, Rangga Pati Permadi. Entah kenapa mendadak Hatinya merasa gelisah, ke angkeran kaki bukit cubung dan lembah Bangkai ini, memang sedang menghantui pikirannya. Bahkan dari banyak kabar yang sudah ia dengar, dari sekian manusia yang mencoba melintasi jalan itu. Tak pernah ada satu orang pun, yang bisa kembali lagi. Mereka bagaikan hilang di telan bumi. Sementara Tunjung Melur sibuk dengan pikiran hatinya, senja pun perlahan terus merayap menjelang malam. Sang matahari pun tampak mengintip malu-malu, di antara pepohonan di kaki bukit yang pemandangannya masih hijau. Serta udaranya segar dan sehat itu. Sinar keemasan dari matahari itu, kini mulai terlihat redup, memberi kesempatan pada embun dan kabut. Untuk menampakkan dirinya. Rombongan berkuda Kadipaten Karang Setra itu terus memacu jalan, menuju arah terbenamnya sang matahari.

“Harusnya Kang Mas sendiri saja yang menemui Ayahanda Prabu.” Wanita bernama Tunjung Melur itu kembali sedikit bergumam.

“Ayahanda Prabu sudah rindu, ingin bertemu dengan cucu pertamanya . Ďdinda sayang.” Jawab lelaki di sebelahnya kembali, santai.

Tunjung Melur pun kembali mendesah, wanita itu tahu bukan Ayahanda Prabu yang rindu pada cucunya, tapi suaminya lah yang rindu dengan ayahandanya. Memang sejak mereka menikah, hingga di karuniai seorang putra. Tak pernah sekali pun mereka mengunjungi orang tua Adipati Karang Setra ini. Sementara terlihat seorang penunggang kuda hitam yang semula berada di depan, tampak menghampiri kereta. Di seragamnya terdapat sulaman bunga karang berjumlah lima. Tingkat dan kedudukan prajurit Kadipaten Karang Setra memang di lihat dari sulaman macam itu yang ada di bagian dada. Makin banyak jumlah sulamannya, maka makin tinggi tingkat dan kedudukannya. Penunggang kuda tersebut dengan pelan membungkukkan badan seraya menoleh ke dalam kereta. Adipati Karang Setra pun repleks menjulurkan kepalanya.

“Ada apa, Gagak Lodra?” tanya Adipati dari dalam kereta kudanya.

“Jalan kita terhalang, Gusti Adipati.” Sahut penunggang kuda yang di sebut Gagak Lodra itu pelan.

“Maksudmu?” Tanya laki-laki muda itu lagi, belum bisa menangkap makna ucapan dari pengawalnya itu.

Laki-laki yang bernama Gagak Lodra itu pun belum sempat menjawab, tiba-tiba saja kereta kuda yang di tumpanginya terhenti. Pelan-pelan Adipati Karang Setra itu pun melongokkan kepalanya menatap ke depan. Di lihatnya sebuah pohon besar yang tumbang tampak menghalangi laju jalan kereta kuda mereka. Perlahan Adipati muda tersebut ke luar dari kereta kudanya, lalu dengan langkah ringan, di hampirinya pohon tumbang itu. Gagak Lodra pun segera melompat dari kudanya, dengan di ikuti prajurit-prajurit lain. Dihampirinya Adipati Karang Setra yang ternyata sudah di damping seorang prajurit juga, prajurit tersebut bernama Gajah Rimang yang juga memiliki lima sulaman bunga karang di pakaiannya. Langkah Gagak Lodra belum juga sampai ke tempat Adipati, namun tiba-tiba saja terlihat junjungannya itu mundur tiga langkah. Kepalanya tampak agak di miringkan sedikit, di iringi raut wajah yang tiba-tiba tegang. Pohon besar yang merintangi jalan mereka, jelas suatu kesengajaan. Meski pun poho tersebut tumbang bersama akar-akar-nya, tetapi di rasanya ada keganjilan. Jika karena bencana alam, mestinya pohon-pohon yang lain di sekitarnya juga pasti ikut tumbang dan rusak. Tapi kenapa hanya pohon besar itu saja yang rusak?.

“Hmmm..., rupanya ada tamu tak di undang.” Gumam Adipati tersebut pelan.

“Tampaknya jumlah mereka cukup banyak Gusti.” sahut Gagak Lodra yang tiba-tiba sudah berada di dekatnya, dia juga menangkap suara-suara kecil yang mencurigakan di sekitar semak-semak rimbun yang menghampar di kiri-kanan di hadapan mereka.

“Mereka pasti tidak bermaksud baik Gusti.” sambung Gajah Rimang juga pelan, setengah berbisik.

“Ya, aku yakin mereka juga bukan orang-orang sembarangan. Napas dan gerakannya mereka sangat terlatih sempurna.” kata Adipati lagi, ke dua bola matanya tak lepas menatap ke sekeliling hutan tersebut.

“Lalu apa yang harus kita lakukan Gusti Adipati?. Tanya seorang pengawal yang tiba-tiba sudah mendekati dirinya.

“Perintahkan para prajurit untuk bersiap-siap, kita serang mereka.” sambung Adipati yang masih muda itu lagi seketika.

“Baik Gusti.” sahut Gajah Rimang seraya segera melompat menghampiri para prajurit yang juga terlihat sudah bersiaga.

“Dan kau, Gagak Lodra...," Adipati Karang Setra belum selesai meneruskan perintahnya.

Mendadak dari rimbunan semak-semak belukar dan pohon-pohon besar bermunculan segerombolan orang berpakaian serba hitam dengan senjata terhunus. Gajah Rimang yang baru saja memberi aba-aba pada prajurit, terkejut sekali. Dalam sekejap saja tampak gerombolan itu sudah mengepung mereka. Adipati Karang Setra menatap satu persatu para pengepungnya. Hati laki-laki muda itu mendadak terkesiap, ketika se pasang bola matanya tertumbuk pada Seorang laki-laki tinggi tegap berkulit kuning. Wajahnya terlihat kasar penuh brewok, dan di sebelah tangan kanannya terlihat memegang sebuah tongkat berkepala tengkorak manusia. Adipati muda itu pun langsung tahu siapa laki-laki yang tengah berdiri di hadapannya ini.

“Iblis Lembah Tengkorak...," desis Adipati muda itu dengan suara bergetar.

Gajah Rimang dan Gagak Lodra pun ikut terkejut pula, mendengar desisan junjungannya. Mereka berdua tahu bahwa Iblis Lembah Tengkorak adalah seorang tokoh dari golongan hitam yang saat ini sangat sulit di cari tandingannya. ‘Ilmu Tongkat Samber Nyawa’ yang di milikinya sangat dahsyat. Belum lagi ilmu andalannya, yakni 'Bayangan Setan Neraka'. Benar-benar tak tertandingi. Banyak tokoh aliran putih mau pun aliran hitam yang tewas di tangan orang yang berjuluk iblis lembah tengkorak itu. Dan kini, tokoh sakti tersebut tiba-tiba muncul di hadapan mereka.

“He he he...,” laki-laki berwajah kasar yang berjuluk Iblis Lembah Tengkorak itu terkekeh-kekeh, suara tawanya yang terdengar pelan di sertai tenaga dalam yang sempurna. Hingga menggema ke seluruh penjuru hutan. Seketika itu juga seluruh prajurit Karang Setra tampak bergetar hatinya.

“Tak kusangka, Adipati Karang Setra sangat baik hati. Mau mengantarkan upeti hari ini.” Sambung laki-laki berjuluk Iblis Lembah Tengkorak itu lagi, suaranya menggelegar meski di ucapkan dengan tenang.

“Hhhh...!” Adipati muda itu pun hanya bisa mendesah panjang.

Di cobanya untuk menenangkan gejolak hatinya yang saat ini di liputi kecemasan yang amat sangat, dia sadar meskipun dirinya seorang Adipati dan juga memiliki kepandaian yang cukup tinggi, tapi ilmunya masih jauh bila di bandingkan dengan laki-laki berwajah kasar yang berdiri tidak jauh di hadapannya itu. Bahkan sepuluh orang yang memiliki kepandaian se tingkat dengannya pun, belum tentu mampu mengalahkannya.

***

Sementara itu di dalam kereta, wajah cantik Tunjung Melur pun terlihat berubah pucat pasi. Tubuhnya gemetar di iringi ke dua tangannya yang sekarang semakin erat saja memeluk putra semata wayangnya. Wanita cantik tersebut memang belum pernah mendengar nama Iblis Lembah Tengkorak. Tapi nalurinya mengatakan bahwa gerombolan itu tidak bermaksud baik.

“lbu...,” tiba-tiba saja bocah kecil yang bernama Rangga Pati Permadi membuka suara, ke dua bola matanya yang lucu memandang cemas wajah ibunya.

Sepertinya bocah laki-laki itu seolah bisa menangkap kegelisahan ibunya, sinar matanya yang polos yang memandangi wajah Tunjung Melur. Yang saat itu terlihat gelisah. Sementara Tunjung Melur hanya mampu memeluk dan memohon keselamatan pada Yang Maha Kuasa. Wanita itu memang hanyalah seorang wanita yang di lahirkan dan di besarkan di lingkungan kaum bangsawan, yang tak mengerti akan dunia rimba persilatan.

“Serang...!"

“Hiyaaa…!”

Trang Trang Trang

Wesss Wesss Wesss

tiba-tiba sebuah suara mengglegar terdengar menyentak hati wanita yang tengah memeluk putra se mata wayangnya itu. Di susul suara teriakan-teriakan dan dentingan suara senjata yang beradu.

“Oh…!” pekik wanita dalam kereta kuda itu panik, ketika para prajurit yang mengawalnya sudah terlibat pertempuran sengit dengan gerombolan yang menghadang laju jalan mereka.

“Gagak Lodra, cepat bawa istri dan anakku pergi.” teriak Adipati Karang Setra keras.

Laki-laki muda itu kini tampak sibuk melayani lima orang musuh yang mengeroyoknya dengan ganas. Terpaksa dia keluarkan pedangnya. Dengan mengerahkan Ilmu ‘Bayu Mega’, di putar-putarnya pedang yang berada di genggamannya itu dengan gerakan yang sangat cepat. Dengan ilmu andalannya itu, pedang di tangannya tersebut hanya terlihat berkelebat bagai titik-titik air hujan yang jatuh dari langit.

Wuttt Wuttt Wuttt

Sring Sring Sring

Trang Trang Trang

“Baik Gusti.” Sahut Gagak Lodra cepat.

Dia pun mencelat, bergegas menghampiri kereta kuda, ketika mendengar perintah junjungannya itu. Namun ketika sampai di atas kereta, dirinya di sambut oleh sebuah kelebatan bayangan hitam. Dengan tangkas, laki-laki bernama Gagak Lodra itu pun berkelit menjatuhkan diri ke tanah. Namun Bayangan hitam tersebut itu pun terus menyerangnya walau dia melihat Gagak Lodra masih bergulingan di tanah. Dan betapa terkejutnya lelaki itu, manakala dia tahu si penyerangnya ternyata adalah Iblis Lembah Tengkorak.

“Hups!”

Gagak Lodra pun berkelit dan cepat melompat bangkit, sehingga tongkat berkepala tengkorak itu hanya menyambar bagian kosong di sisi kepalanya saja. Sementara Iblis itu pun cuma terkekeh sedikit, ketika serangannya dapat terelakkan oleh lawannya. Dia melihat Gagak Lodra kini sudah kembali bersiap dengan pedang di tangannya menyilang di dada. Ke dua bola matanya memandang tajam pada wajah lelaki kasar yang berdiri tegak di hadapannya.

“Trak!”

benturan senjata tajam terjadi lagi, Iblis Lembah Tengkorak dengan tenang menangkis serangan pedang yang begitu cepat dari Gagak Lodra. Seketika laki-laki pengawal Adipati Karang Setra itu pun cepat melompat mundur sejauh dua tombak. Di rasakannya ke dua tangannya seperti kesemutan, saat pedangnya berbenturan dengan tongkat berkepala tengkorak yang ada di tangan musuhnya. Dan kembali laki-laki itu terkejut bukan main, manakala di lihatnya pedangnya telah patah menjadi dua. Rasa terkejutnya belum lagi hilang, tiba-tiba saja ujung tongkat iblis itu meluruk deras ke arah lehernya. Terkesiap, dia pun berusaha berkelit dengan menarik kepalanya ke belakang. Namun....

Wusss

Crebbb

“Aaaakh...!”

Sambaran tongkat yang tiba-tiba itu tak sempat lagi dia hindari, ujung tongkat yang seperti bernyawa itu dengan telak menebas leher lelaki pengawal tersebut. Hanya sebentar laki-laki yang bernama Gagak Lodra itu mampu berdiri, selanjutnya perlahan tubuhnya ambruk ke tanah. Di iringi darah yang menyembur dari leher yang kini telah buntung itu.
ltulah ke istimewaan tongkat Iblis Lembah Tengkorak. Meskipun bentuknya bulat, namun ke ampuhannya untuk memenggal kepala manusia tak kalah dengan mata pedang yang tajam.

“He he he... satu nyawa sudah ku kirim ke neraka.” kembali laki-laki bernama Iblis Lembah Tengkorak itu terkekeh senang.

Sementara Adipati Karang Setra yang juga sibuk menghadapi serangan-serangan anak buah Iblis Lembah Tengkorak, namun telinganya masih sempat mendengar jeritan dari bawahannya itu. Hati Adipati muda itu pun langsung terkesiap, ketika melihat tubuh Gagak Lodra sudah membujur kaku bersimbah darah, dengan kepala terpisah. Sementara Pertempuran terus berlangsung dengan sengit, sudah banyak prajurit Karang Setra yang terjungkal mandi darah. Kemampuan ilmu silat orang-orang Iblis Lembah

Tengkorak itu memang jauh di atas prajurit-prajurit tersebut. Hanya Gagak Lodra, Gajah Rimang, dan Adipati sendiri yang memiliki kepandaian yang

cukup tinggi. Adipati yang masih muda itu dengan tiba-tiba menggenjot tubuhnya dengan cepat, se hingga dalam sekejap mata dia telah melayang di udara, lalu meluruk dengan cepatnya ke arah Iblis Lembah Tengkorak. Dengan ringan di jejakkan ke dua tapak kakinya tepat di hadapan pemimpin gerombolan yang sudah dekat dengan kereta kuda yang di dalamnya terdapat istri dan anak se mata wayangnya itu.

“Ayahandaaa…!” teriak Rangga ketika di lihatnya ayahandanya sudah berdiri di samping kereta.

Bocah kecil itu segera melompat ke luar dari jendela kereta dan berdiri di samping ayahandanya. Meski pun masih bocah, gerakannya lincah dan ringan. Menandakan dirinya telah di latih dengan baik dasar-dasar ilmu olah kanuragan dan ilmu meringankan tubuh. Sementara Tunjung Melur pun tak kalah kagetnya melihat tingkah anaknya. Dengan cepat wanita cantik itu keluar dari dalam kereta. Dengan wajah yang di liputi rasa ketakutan, di hampirinya putra se mata wayangnya itu. Serta lantas di tarik pula tangan bocah itu, untuk kemudian langsung di gendongnya. Dan bergegas pergi menjauhi tempat tersebut.

“Wah wah wah, rupanya ada bidadari manis juga di sini.” Laki-laki berjuluk Iblis Lembah Tengkorak itu pun terkekeh girang.

Matanya dengan liar menatap, setiap lekuk-lekuk tubuh istri Adipati Karang Setra yang terlihat ketakutan. Sementara Gajah Rimang yang melihat keadaan junjungannya tak menguntungkan, dia pun segera melompat ke arah Adipati muda itu. Tiga orang musuh yang mencoba menghadangnya, dengan cepat di babat oleh pedangnya. Hingga orang-orang itu pun langsung ambruk, dengan perut terbelah bersimbah darah.

“Bawa istri dan anakku pergi sekarang juga Gajah Rimang.” perintah Adipati dengan cepat ke pada bawahannya itu, sementara pandangannya. Sementara

tetap terpaku pada wajah Iblis Lembah Tengkorak yang berdiri tidak jauh dari hadapannya.

“Tapi, Gusti....”

“Tak ada waktu lagi, kau harus Selamatkan mereka sekarang juga. Cepat…” sentak Adipati muda itu lagi cepat memotong ucapan bawahannya.

Belum sempat Gajah Rimang bicara, junjungannya itu telah lebih dulu melompat cepat dan menyerang Iblis Lembah Tengkorak. Meski di sadari bahwa lawannya jauh di atas kepandaiannya, Adipati muda itu tampak tidak perduli lagi. Harapannya adalah, agar bawahannya se cepatnya segera membawa istri dan anaknya meninggalkan tempat tempat itu. Namun belum juga sempat Gajah Rimang melaksanakan perintah junjungannya itu, dia sudah di sibukkan dengan lima orang yang tiba-tiba menyerang dirinya dengan ganas. Adipati Karang Setra pun mendengus geram. Prajuritnya mulai kocar-kacir. Dan berguguran satu persatu. Ke adaannya sendiri sudah sangat kewalahan menghadapi Iblis itu. Dua puluh mayat prajurit Karang Setra terlihat sudah bergelimpangan menjadi mayat. Mereka kini tinggal sepuluh orang, termasuk Gajah Rimang. Sementara dari pihak gerombolan Iblis Lembah Tengkorak hanya tujuh orang saja yang tergeletak tak bernyawa.

Crebbb

Crash

“Aaaakh...!”

Tiba-tiba pengawal kepercayaan Adipati yang bernama Gajah Rimang memekik keras, tubuhnya terhuyung-huyung dengan darah mengucur dari tangannya yang kini sudah buntung. Belum sempat pengawal Adipati itu menyadari apa yang terjadi, tiba-tiba saja seorang dari pengeroyoknya menghunus pedang dengan kecepatan yang luar biasa, dan tepat menembus jantung Gajah Rimang. Pengawal Adipati Karang Setra itu pun kembali menjerit keras. Hanya sebentar dia mampu berdiri. Ketika pedang itu di tarik, tubuhnya pun langsung segera ambruk tak berkutik.

“Keparat!” dengus Adipati saat mengetahui bawahannya tewas.

Tanpa dia sadari dirinya menjadi lengah, dan kelengahan itu pun tidak di sia-siakan oleh Iblis Lembah Tengkorak yang akhirnya berakibat fatal bagi Adipati muda tersebut.

Crabbb

“Akh!”

“Kakang...," pekik Tunjung Melur keras memilukan.

Di lihatnya tubuh suaminya itu terhuyung-huyung sambil mendekap dadanya yang koyak berlumuran darah. Mendapat serangan yang begitu cepatnya, dari Iblis Lembah Tengkorak, laki-laki muda itu tak dapat lagi menghindari ujung tongkat Iblis musuhnya. Apa lagi perhatiannya saat itu memang terpecah.

“Dinda, cepat lari...!" teriak Adipati yang melihat istrinya hendak berjalan menghampiri dirinya. Dia pun langsung cemas akan keselamatan anak dan istrinya itu.

“Kakang..., kau terluka.” Pelan dan bergetar suara wanita cantik itu melihat tubuh suaminya tersebut.

“Jangan hiraukah aku, cepatlah lari. Selamatkan anak kita.” perintah Adipati muda itu lagi cepat.

Wanita cantik itu belum sempat berbuat apa-apa, ketika tiba-tiba Iblis Lembah Tengkorak sudah terlihat melompat ke arah dirinya. Melihat keselamatan istrinya terancam, Adipati muda itu pun dengan sisa-sisa tenaganya. Segera menggenjot tubuhnya menghalangi Iblis Lembah Tengkorak. Benturan di udara pun tak terhindarkan lagi. Bersamaan dengan terdengarnya jeritan yang menyayat hati, tubuh Adipati Karang Setra itu pun terlihat ambruk ke tanah. Sebentar tubuh tersebut terlihat meregang nyawa, lalu diam tak bergerak dengan leher yang koyak, hampir putus. Dada dan perutnya berlubang besar mengeluarkan darah segar.

“Oh tidak…, Kakaaaang...!" kembali Tunjung memekik Melur histeris.

Sambil menggendong putranya, dia berlari dengan cepatnya menghambur ke arah suaminya yang sudah tak bernyawa lagi Namun langkahnya tiba-tiba terhenti, karena dengan cepat pula Iblis Lembah Tengkorak sudah menghadang di hadapannya. Bibir laki-laki berwajah kasar itu menyeringai dengan mata liar penuh nafsu menatap se tiap lekuk-lekuk ke elokan tubuh wanita cantik yang berdiri dengan wajah ketakutan di hadapannya.
 
Terakhir diubah:
“He he he.... cantik sekali...," bibir laki-laki bernama Iblis Lembah Tengkorak itu semakin menyeringai lebar, dengan air liurnya yang tertahan.

“Oh...!” istri adipati itu pun tersentak kaget, dengan wajah yang kini se makin pucat pasi.

Ke dua kakinya perlahan melangkah gemulai mundur, dengan se belah tangannya yang kian erat memeluk putra tunggalnya. Anehnya, bocah kecil yang bernama Rangga Pati Permadi. Yang berada di pelukannya, se dikit pun tidak terlihat takut atau menangis. Justru bocah itu malah menatap tajam pada laki-laki berwajah kasar, yang mengenakan pakaian serba hitam yang kini tengah berdiri di hadapan itu. Nalurinya dengan cepat mengatakan bahwa laki-laki itu bukanlah orang baik-baik. Menyadari gelagat yang tidak menguntungkan itu, istri adipati tersebut segera membalikkan tubuhnya, seraya langsung berlari sekuat-kuatnya. Sementara Iblis Lembah Tengkorak hanya tersenyum saja, sambil berjalan dengan mengerahkan ilmu peringan tubuhnya. Meski pun Tunjung Melur sudah berlarian sekuat tenaga, akan tetapi jarak antara dia dengan iblis itu terlihat semakin dekat saja. Sementara wanita cantik tersebut terus saja berlari menerobos semak-semak belukar dan pepohonan. Sampai tidak menyadari kalau arah larinya Itu kini semakin mendekati jurang. Iblis Lembah Tengkorak pun tersenyum menang, karena dia kenal betul daerah ini seperti dia mengenal dirinya sendiri.

“Oh, tidak…,” pekik wanita cantik itu terkejut setelah menyadari di hadapannya terlihat membentang sebuah jurang yang menganga lebar, siap untuk menerkam. Begitu dalamnya jurang tersebut sehingga dasar jurang itu pun tidak terlihat dari atas.

“He he he..., mau lari kemana lagi cah ayu?” kembali Iaki-laki berwajah kasar itu terkekeh-kekeh penuh kemenangan.

“Oh, tolooong..., tolooong…,” jerit wanita cantik itu dengan cepat se kuat-kuatnya.

“Percuma saja manisku, tak seorang pun yang dapat menolongmu.” Ujar Iblis Lembah Tengkorak semakin lebar menyeringai.

Dengan sengaja laki-laki berwajah kasar itu berjalan mendekat Perlahan-lahan, sehingga membuat Tunjung Melur yang berdiri tidak jauh dari hadapannya semakin ketakutan. Sehingga tanpa dia sadari ke dua kakinya semakin dekat saja dengan bibir jurang. Bahkan satu langkah lagi saja tubuh wanita cantik itu sudah pasti akan terjerumus masuk ke dalam jurang tersebut. Saat laki-laki berwajah kasar itu melihat kaki Tunjung Melur hendak melangkah mundur kembali, dengan gerakan yang sangat cepat tubuhnya melompat deras. Seraya mengerahkan ilmu peringan tubuh tingkat tinggi, lalu dengan gerakan cepat pula dia meraih pinggang wanita cantik itu. Tunjung Melur pun terkejut luar biasa, bahkan tanpa dapat di cegah lagi, ke dua tubuh mereka jatuh terguling-guling, menjauhi bibir jurang. Di iringi dengan terlepasnya tubuh Rangga yang berada dalam gendongannya. Tampak tubuh bocah kecil itu terlihat bergulingan juga dan jatuh jatuh mendekati bibir jurang.

“Rangga...,” jerit wanita cantik itu kalap, manakala melihat tubuh putra semata wayangnya itu bergulingan mendekati jurang.

Tubuh bocah lelaki kecil itu terus berguling, dan untunglah sebuah pohon besar yang tumbuh di bibir jurang menahannya. Dengan sekuat tenaga Tunjung Melur pun berontak, lalu segera berlari mengejar anaknya. Tetapi dengan sigapnya pula, Iblis Lembah Tengkorak menarik kain wanita cantik itu.

Brettt

“Auw...!” wanita cantik itu pun memekik tertahan, kain penutup tubuhnya sobek terjambret oleh tangan Iblis Lembah Tengkorak.

Serentak tangan Tunjung Melur pun, segera menutupi tubuhnya yang kini mulai terbuka itu.

“He he he...!” laki-laki berwajah kasar itu kembali terkekeh penuh kemenangan.

Manakala dilihatnya tubuh putih mulus, yang kini terpampang sangat jelas di hadapannya. Seketika itu juga gairah nafsunya mendadak bergejolak bangkit, lalu tanpa membuang waktu lagi, laki-laki itu pun langsung saja memburu Tunjung Melur yang kini telah sampai di dekat tubuh anaknya.

“Auwww…, Akh, lepaskan!” pekik wanita cantik itu semakin histeris.

Saat di rasakannya telapak tangan Iblis Lembah Tengkorak, memeluk Pinggangnya yang ramping dengan erat. Sementara di bagian belakang pantatnya yang montok, wanita itu merasakan juga sebuah benda keras nan lunak yang menempel erat tepat di bagian belahan pantatnya yang kini hanya tinggal mengenakan celana dalam saja. Sekali lagi tubuh mereka bergulingan, hingga membuat benda keras nan lunak yang berada di bagian belahan pantat wanita cantik itu, ikut bergerak dan bergesekkan. Sehingga menimbulkan rangsangan birahi yang amat sangat, terhadap diri laki-laki bernama Iblis Lembah Tengkorak itu. Tampaknya kali ini laki-laki berwajah kasar itu tidak mau melepaskan buruannya lagi. Nafsunya yang perlahan-lahan naik ke ubun-ubun kian tidak terkendali. Bahka dengan kasarnya pula dia singkap baju wanita cantik itu, sehingga tanpa dapat di cegah lagi. Ke dua buntalan padat nan kenyal. Yang masih tampak malu-malu bersembunyi di balik Bh itu pun menyembul keluar, seolah memamerkan ke indahan dan ke mulusan kulitnya yang putih bagai pualam.

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd