Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (Copas + Remake) Serial Pendekar Rajawali Sakti Episode 1& 2

Napsu setan laki-laki durjana berwajah kasar itu semakin menggebu-gebu, dengan buasnya bibirnya yang agak memble dan berkumis tebal itu, kini tampak melata. Merayapi sekujur wajah cantik Tunjung Melur, yang kini sudah tidak berdaya, di bawah tindihannya. Lidahnya yang panas dan basah mengais-ngais sekitar bawah telinga, lalu berpindah menuju pipi wanita cantik itu. Tunjung Melur yang merasakan sentuhan liar lelaki biadab itu, hanya bisa menangis sesenggukan. Wanita cantik itu sadar, kalau kini kehormatan dan harga dirinya, benar-benar di buat hancur. Dia hanya bisa berharap sebuah ke ajaiban akan datang, menolong diri dan anak semata wayangnya itu. Namun sepertinya harapannya sia-sia saja, karena tempat tersebut memang benar-benar sunyi, hanya gemerisik dedaunan tertiup angin malam. Dan lolongan panjang srigala hutan dari kejauhan. Serta bunyi suara jangkrik saja, yang terdengar saling sahut menyahut. Seolah menjadi saksi bisu, peristiwa keji di malam itu. Sementara Rangga, yang tengah menyaksikan ibundanya tengah di tindih oleh laki-laki berwajah kasar. Yang juga sudah menewaskan Ayahandanya itu, segera bangun se kuat tenaga dari jatuhnya. Dan tanpa menghiraukan tubuhnya yang kecil, dan masih terasa sakit. Akibat bergulingan tadi, bocah kecil tersebut dengan cepatnya langsung menubruk, sambil memekik keras. Tangannya yang kecil dia hantamkan ke punggung laki-laki durjana, yang kini tampak sudah mulai meremas-remas ke dua bongkahan padat nan kenyal, di dada ibundanya itu. Hantaman yang di lancarkan oleh Rangga, memang tidak berarti apa-apa bagi laki-laki durjana itu, namun tak ayal cukup mengagetkan dirinya juga.

“Dasar bocah setan pengganggu, hihhh…,” dengus Iblis Lembah Tengkorak kesal, karena merasa terganggu.

Bughk…,

“Agh…,”

Tangan kanannya dengan cepat dia sentakkan ke dada Rangga, hingga seketika, tubuh bocah kecil itu pun kembali melayang deras dan menghantam pohon di pinggir jurang.

“Ranggaaa…,” jerit Tunjung Melur seketika.

Dirinya ingin rasanya menghambur, dan memeluk tubuh putranya itu. Namun tangan Iblis Lembah Tengkorak juga terlampau kuat memeluk tubuhnya.

“Lepaskan aku bajingan…, lepaskaaan…,” pekik wanita cantik itu terus meronta-ronta, seraya menjerit-jerit berusaha melepaskan diri.

Namun semakin kuat dia meronta, justru lelaki berwajah kasar itu semakin bergairah. Rontaan dan pukulan ke dua tangan mungil wanita cantik itu, ke dadanya yang kekar. Dia anggap sebagai geliatan yang menggairahkan, dan suara jeritannya yang terdengar merdu di telinganya, dia anggap erangan rintihan kenikmatan. Tak ada yang menolong, tak ada yang menyaksikan pula. Karena anak buah laki-laki durjana itu pun, telah pergi semua meninggalkan majikannya, yang hendak bersenang-senang dengan istri mendiang Adipati Karang Setra itu. Kecuali sepasang mata bulat kecil milik Rangga Pati Permadi, tatapan mata bocah kecil itu terpancar penuh perasaan. Walau dirinya tidak mengerti, apa yang hendak di lakukan oleh laki-laki itu terhadap ibundanya. Namun nalurinya seolah-olah mengatakan, kalau ibundanya tersebut tengah menjadi korban manusia berhati binatang.

“Ibu...,” rintih bocah kecil itu perlahan, sambil berusaha untuk kembali bangkit berdiri.

Di cobanya untuk kembali bangun, tapi tubuhnya terasa lemas bagaikan tidak bertenaga saja. Hentakan tangan yang tadi di layangkan oleh Iblis Lembah Tengkorak itu, seakan-akan meremukkan seluruh tulang-tulangnya. Untungnya dengan ilmu kanuragan yang dimilikinya, benturan keras dengan pohon besar itu, secara reflek dapat sedikit tertahan. Sementara itu, Tunjung Melur pun terlihat sudah semakin tak berdaya, dia hanya bisa menangis dan merintih pelan. Ketika di rasakannya sebelah tangan lelaki durjana itu, merayapi pangkal pahanya yang putih nan mulus. Lalu berhenti tepat di atas sebuah gundukan mungil, yang terbalut celana dalam berwarna putih. Dan meremas lembut di sana.

“Auwww…, Ampun Kakang…, tolong lepaskan aku…, ampun…, huhuhu…,” tangis wanita itu pun pecah seketika.

“Apa kau bilang? Kakang? He he he…, kau benar-benar menggairahkan manis.” tawa laki-laki berwajah kasar itu gemas, penuh kemenangan.

Tubuh sintal putih mulus yang tergolek di rerumputan, di bawah himpitan tubuhnya. Memang sungguh menggairahkan, wajar saja meski pun sudah melahirkan seorang putra, bentuk tubuh Tunjung Melur masih sedap di pandang mata. Itu di karenakan dirinya rajin meminum ramuan keraton. Yang bisa merawat dan mempertahankan kemolekan bentuk tubuhnya, layaknya gadis remaja saja. Bahkan mendiang suaminya selalu memuji dirinya, jika mereka selesai berhubungan badan. Kata Adipati Wira Permadi, jepitan vaginanya masih amat erat mencengkram, dan mampu mengeluarkan jurus empot ayam. Dan sekarang vagina mungil miliknya itu, akan menjadi santapan Iblis Lembah Tengkorak. Titik-titik air mata yang mengalir pun semakin deras di wajahnya. Membentuk anak sungai, di pipinya yang ranum. Hati wanita cantik itu semakin hancur, saat di rasakannya tangan lelaki durjana itu telah berhasil meloloskan celana dalam miliknya. Sementara itu Rangga hanya bisa menyaksikan perbuatan laki-laki durjana itu terhadap ibundanya, tanpa mampu berbuat apa-apa.Tubuh bocah kecil itu benar-benar seperti kehabisan tenaga, yang bisa dia lakukan hanya menangkup wajah di pergelangan tangan kanannya, sambil menangis sesenggukan.

“Ibuuu…, Huhuhu…, Ibuuu…,” tangis bocah kecil itu mulai terisak.

Sementara itu Iblis Lembah Tengkorak yang sudah berhasil meloloskan celana dalam istri mendiang Adipati Karang Setra, masih terlihat kesulitan. Karena meski pun wanita itu sudah terlihat lemah, namun dia masih mampu untuk berontak. Ke dua kakinya selalu bergerak, kadang menendang-nendang ke depan, kadang merapat dengan erat, setiap kali lelaki durjana itu, mencoba hendak membuat pahanya mengangkang lebar. Kesal karena merasa terganggu dengan rontaan wanita cantik itu, tangan kanan Iblis Lembah Tengkorak pun bergerak pelan.

Tuk…,

Secepat kilat di totoknya bagian punggung Tunjung Melur dengan jari telunjuknya, seketika itu juga rontaannya langsung berhenti total. Bahkan kini wanita cantik itu memandang lekat pada wajah Iblis Lembah Tengkorak.

“Kakang.” ucapnya dengan sebelah tangan membelai pipi laki-laki berwajah kasar itu begitu lembut.

“Hehehe…,” Iblis Lembah Tengkorak hanya terkekeh pelan, penuh kemenangan.

Rupanya totokan yang dia lancarkan tadi bukanlah totokan biasa, totokan tersebut tepat menutup arah pusat saraf yang terhubung langsung ke kepala. Efeknya pun sungguh luar biasa, karena dalam penglihatan Tunjung Melur sekarang. Lelaki yang tengah memegang ke dua tungkai kakinya itu bukanlah Iblis Lembah Tengkorak, tapi justru wujud mendiang suaminya, yaitu Wira Permadi. Alhasil wanita cantik yang seperti terkena hipnotis itu pun langsung merangsek bangun, untuk duduk. Di lingkarkan sebelah tangan kirinya ke pundak laki-laki berwajah kasar itu, bibirnya yang ranum dan basah, langsung mencaplok bibir dower berkumis lebat yang tersaji di hadapan wajahnya.

“Ummm…, Kakaaang…, Ooohhh…, Ssshhh…, Kenapa punyamu makin besar?.” desis Tunjung Melur mesra, telapak tangan kanannya kini terlihat menggenggam dan mengocok batang penis laki-laki berwajah kasar itu.

Sementara bibirnya terus melumat, bahkan sesekali menyedot-nyedot lidah Iblis Lembah Tengkorak dengan binalnya. Perubahan drastis yang sungguh luar biasa,karena tiba-tiba saja wanita cantik itu mendadak binal, setelah tadi terkena totokan yang di layangkan Iblis Lembah Tengkorak. Lama ke dua insan berlainan jenis itu berciuman, saling melumat dan mempermainkan lidah. Hingga akhirnya perrlahan-lahan Tunjung Melur pun mendorong dada lelaki durjana itu, agar rebah di rerumputan. Wajahnya yang cantik, mendekat ke arah selangkangan lelaki itu. Mulutnya yang mungil segera melahap batang penis yang berukuran besar, yang berdiri kaku tidak jauh dari hadapan wajahnya.

“Ughhh…, kau pintar sekali dindaaa…, ssshhh…,” erang lelaki itu keras, penuh kenikmatan.

Ke dua tangannya dengan cepat terulur ke bawah, dan menangkap kepala Tunjung Melur. Lalu dengan penuh napsu di paksanya kepala wanita cantik itu bergerak menekan, naik dan turun. Wajahnya terlihat menyeringai penuh kenikmatan, merasakan nikmat yang tak bisa di lukiskan dengan kata-kata. Di bawah sana, batang penisnya terlihat semakin basah mengkilap. Tak tahan akan perbuatan Tunjung Melur, lelaki itu dengan cepatnya menghentikan gerakannya. Di tariknya tubuh wanita cantik itu, agar duduk di pangkuannya. Batang penisnya yang sudah mencuat keras, terlihat tertindih di belahan pantat Tunjung Melur yang montok dan padat. Sepasang buntalan padat nan kenyal, dengan putingnya yang tegak menantang di hadapan wajahnya pun, tidak dia sia-siakan. Mulutnya langsung melahap puting yang berwarna coklat kemerahan itu, yang juga terlihat sudah tegak mengacung, akibat tekanan birahi yang dahsyat, yang melanda tubuh wanita cantik itu. Tubuhnya yang sintal padat berisi terlihat menggeliat-geliat erotis, di atas tubuh lelaki itu.

“Eughhh…, Kakaaang…, Ooohhh…,” erang Tunjung Melur, kalap.

Sementara mulut Iblis Lembah Tengkorak menghisap puting susu wanita itu, sebelah tangannya tampak mengangkat pantat Tunjung Melur. Lalu di cobanya mengarahka batang penisnya di belahan vagina mungil wanita itu yang di tumbuhi bulu-bulu keriting tidak terlalu lebat. Perlahan senti demi senti batang kenyal milik lelaki itu pun terlihat menelusup masuk membelah lipatan mungil bibir vagina yang sudah basah dan licin. Raut wajah cantik Tunjung Melur pun langsung berubah menyeringai, saat perlahan-lahan lubang vaginanya yang mungil membuka lebar, serta menelan batang panjang yang keras itu. Batang penis nan gede dan panjang itu terus melesak, hingga tertelan menembus lubang vagina wanita cantik itu. Bibir dower berkumis milik Iblis Lembah Tengkorak pun, kini berpindah melumati leher wanita cantik itu yang jenjang. Sementara pantatnya melakukan gerakan naik turun, menggenjot tubuh Tunjung Melur yang posisinya berada di atasnya.

Plok…, plok…, plok…,

“Aauwww…, aduuhh…, Sshhh…,” rintih wanita cantik itu penuh kenikmatan.

Erangan, rintihan, dan jeritan ke dua insan yang berlainan jenis itu terdengar menggema di seantero penjuru hutan. Genjotan demi genjotan ke duanya kini semakin bertambah cepat, sementara di bibir jurang, Rangga hanya terpana menyaksikan tingkah ibundanya dan lelaki durjana itu, dengan pandangan tidak mengerti. Tubuh ke dua insan yang berlainan itu kini terlihat semakin basah mengkilat, akibat keringat birahi yang mengucur dari tubuh mereka masing-masing. Dan saat puncak persetubuhan itu datang, cairan putih pun menyemprot deras memenuhi lubang vagina wanita itu. Deru nafas panjang keduanya terlihat masih tersengal-sengal. Tepat saat iblis Lembah Tengkorak mencabut batang penisnya, Terlihat Rangga merayap mendekati ibunya yang kini telanjang bulat, tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya. Saat itu Tunjung Melur juga sudah sadar, wanita cantik itu sempat terkejut ketika mendapati dirinya dalam keadaan telanjang tanpa busana. Lebih terkejut lagi saat dia menengok ke arah selangkangannya yang becek. Rupanya pengaruh totokan Iblis Lembah Tengkorak, kini sudah lepas dari tubuhnya.

“Ibu...,” rintih Rangga pelan, tangannya terlihat menggapai-gapai berusaha meraih tubuh Ibundanya.

“Kau bisa jadi duri jika ku biarkan hidup, setan.” dengus Iblis Lembah Tengkorak, dengan tatapan bengis mengarah pada wajah Rangga.

“Jangan…,” pekik wanita cantik itu saat melihat lelaki yang tadi menyetubuhinya itu tampak menggerakkan tongkatnya.

Tanpa Menghiraukan tubuhnya yang masih telanjang bulat, serta rasa ngilu yang masih mendera sekitar selangkangannya. Wanita cantik itu pun langsung berusaha menghalangi tongkat yang terarah kepada putra semata wayangnya itu. Namun sungguh tak di sangka pula nasib tragis menimpanya seketika. Dengan cepat tongkat berkepala tengkorak itu amblas menembus payudaranya, hingga tembus sampai ke punggung. Wanita cantik itu pun langsung tewas, dalam keadaan tubuhnya masih telanjang bulat. Iblis Lembah Tengkorak yang melihat itu juga terkejut setengah mati, di tolehkan pandangannya ke arah Rangga yang juga tampak terbelalak kaget, seolah tak percaya jika ibundanya juga tewas menyusul Ayahandanya. Sorot mata bocah kecil itu langsung berubah tajam memandang wajah laki-laki yang telah membunuh ke dua orang tuanya itu.

“Ini semua gara-gara kamu, setan.” dengus laki-laki berwajah kasar itu geram.

Lalu dengan kemarahan yang memuncak, di tendangnya tubuh Rangga dengan kuat. Tendangan yang di salurkan dengan tenaga dalam itu, membuat tubuh bocah kecil tersebutlangsung terpental kuat. Tubuhnya yang kecil itu meluncur deras masuk ke dalam jurang tanpa dapat di hindari lagi. Laki-laki berjuluk Iblis Lembah Tengkorak itu memang merasa geram setengah mati, karena niatnya untuk memiliki wanita cantik itu gagal total. Kematian Tunjung Melur di luar dugaannya sama sekali. Setelah merapikan bajunya lelaki berwajah kasar tersebut langsung melompat bagai kilat meninggalkan tempat tersebut, yang kini berubah menjadi sepi dan seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa.

***
 
Terakhir diubah:
Keadaan Jurang Lembah Bangkai memang terkenal angker dan sanget, bahkan walau pun Iblis Lembah Tengkorak yang berasal dari daerah itu. Dirinya sendiri sama sekali tidak begitu tahu seberapa dalamnya jurang tersebut. Yang jelas, kecil kemungkinan untuk selamat jika sudah terjerumus masuk ke dalam jurang, yang kini menganga lebar siap melumat tubuh Rangga yang terlihat melucur deras ke bawah. Tubuh kecil itu meluruk dengan cepatnya hingga hamper menyentuh permukaan dasar jurang yang gelap gulita.

Wuuusss

Namun sebelum tubuh Rangga sampai ke dasar jurang, entah dari mana datangnya. Tiba-tiba saja se ekor rajawali raksasa berwarna putih keperakan dengan cepatnya pula menyambar tubuh bocah berusia lima tahun itu dengan cakarnya yang tajam dan kuat.

“Khraaaghk...!”

Suaranya terdengar begitu keras dan nyaring, sebentar rajawali raksasa itu terlihat berputar-putar di udara. Dengan cakarnya yang memegang erat tubuh Rangga, yang hampir saja menabrak dasar jurang tadi. Lalu rajawali itu pun kembali melesat, sambil membawa tubuh bocah kecil itu menuju sebuah goa yang berada di pinggir dinding jurang. Dengan gerakan perlahan pula, di letakannya tubuh bocah kecil tersebut di atas tumpukan ranting-ranting kering dan rerumputan. Yang di tata begitu rapih, Sehingga menyerupai sebuah sarang burung. Sementara Rangga masih terlihat tergolek pingsan. Burung rajawali tersebut memperhatikan dengan matanya yang merah bulat, sesekali terlihat kepalanya terangguk-angguk. Sarang yang terletak dalam sebuah goa yang besar dan lembab itu, memang selalu terselimuti oleh kabut. Sehingga membuat udara di sekitar dalam gua itu menjadi dingin, rajawali putih itu pun segera meraih beberapa daun lebar dengan paruhnya yang besar, lalu di tutupinya tubuh bocah kecil tersebut dengan penuh kasih sayang, dan dengan perlahan pula rajawali itu pun membaringkan tubuhnya, mendekam di samping Rangga. Sambil menutupi tubuh bocah itu dengan sayapnya yang
lebar, seolah-olah dia ingin memberi kehangatan pada bocah kecil tersebut. Setelah lama tak sadarkan diri, tiba-tiba mulut Rangga terlihat mengerang. Kepalanya bergerak lemah, burung rajawali itu pun memandanginya, dengan mata yang berbinar-binar. Dengan cepat paruhnya bergerak menyingkirkan daun-daun yang menutupi tubuh bocah kecil tersebut.

“Ibu...!” Rangga pun memekik keras tiba-tiba.

“Khraaaghk...!” burung rajawali raksasa itu juga bersuara keras.

Ke dua bola mata bocah kecil itu perlahan terbuka memandang ke arah sekelilingnya, raut wajahnya pun langsung terlihat terkejut ketika ke dua bola matanya tertumbuk pada se ekor rajawali putih raksasa. Yang kini ada di dekatnya. Anak kecil itu berusaha bangkit untuk berdiri, namun di rasakannya tubuhnya teramat sangat lemas dan tak bertenaga. Hanya ke dua bola matanya saja yang terbelalak lebar memancarkan ketakutan. Sementara burung rajawali putih yang melihat keadaan Rangga, segera mengangguk-anggukkan kepalanya, seolah-olah mengerti perasaan yang menghinggapi bocah kecil itu. Pelan-pelan di julurkannya kepalanya, seraya mematuk beberapa bagian tubuh rangga dengan paruhnya yang kekar dan keras. Rangga pun langsung merasakan tubuhnya berangsur-angsur segar seketika. Rasa nyeri dan sakit yang tadi dia rasakan, dengan sekejap hilang. Burung rajawali putih tersebut memang telah menotok jalan darah, di bagian-bagian tertentu tubuh Rangga. Bahkan tampak oleh anak kecil itu, kalau burung rajawali putih raksasa itu juga, se olah ingin mengatakan kalau dirinya tidak perlu cemas dan takut. Dasar memang bocah, rasa takut di hati Rangga pun langsung hilang seketika. Kini anak kecil itu, justru malah terlihat tertawa keras karena kegelian. Sementara burung rajawali putih juga langsung berkoak-koak, seperti merasa gembira melihat Rangga yang kini tertawa gelak. Bahkan sesekali bocah kecil tersebut kini terlihat membalas canda burung rajawali putih raksasa itu, dengan menarik-narik paruhnya yang sebesar kepalanya itu. Sebentar saja kedua makhluk yang berlainan kodrat itu, kini kian terlihat akrab. Bahkan kini, burung rajawali putih raksasa itu seakan-akan siap melayani segala macam kebutuhan Rangga. Baik, makan, minum, mau pun tidur. Jika bocah kecil itu mengantuk, maka sayap yang lebar itulah yang akan siap menyelimutinya. Dan pada saat Rangga tengah melamun teringat mendiang ayah dan ibunya, maka burung itu pula yang akan siap selalu menghiburnya. Mengajaknya bermain dan bercanda, mengajaknya terbang mengelilingi kawasan sekitar jurang. Sebuah komunikasi yang berlainan, namun tak menghalangi kedua makhluk itu, untuk saling mengerti dan memahami setiap kata yang terucap dari ke duanya. Sementara waktu terus berganti, hingga tidak terasa sudah setahun Rangga hidup di dasar lembah Bangkai. Bersama seekor burung rajawali putih raksasa. Sepertinya mereka berdua memang sudah di takdirkan untuk bertemu di Lembah Bangkai tersebut. Selama satu tahun itu, Rangga dengan cepat memahami, dan mengikuti gerak-gerik burung rajawali raksasa itu. Bahkan anak kecil itu tidak tahu dan tidak menyadarinya, jika gerak-gerik yang dia ikuti itu adalah dasar dari jurus-jurus silat Rajawali Sakti. Seorang tokoh yang pernah hidup dan menggegerkan rimba persilatan hingga tak ada tandingannya seratus tahun yang silam. Rangga yang memang cerdas, di tambah dia juga sudah mempunyai dasar-dasar ilmu silat yang telah di perolehnya dari mendiang ayah dan paman-pamannya. Saat di kadipaten Karang Setra, membuat gerakan-gerakan yang diperlihatkan burung rajawali raksasa itu cepat dipahaminya. Sore itu, Rangga pun terlihat tengah berlompat-Iompatan dari satu batu ke batu yang lain di luar goa. Mengikuti gerakan yang di tirukan oleh burungrajawali putih raksasa. Bocah kecil itu tidak sadar jika burung rajawali putih raksasa tersebut, tengah mengajarkan dasar-dasar jurus andalan yang pertama. Yaitu jurus ‘Sayap Rajawali Membelah Mega', Jika gerakan jurus tersebut di barengi dengan ilmu peringan tubuh dan penyaluran tenaga dalam yang sempurna, maka tubuh Rangga dapat bergerak ringan seperti kapas. Bahkan seorang yang berilmu tinggi sekali pun, akan sulit meraba dan melihat gerakan-gerakan jurus itu. Keistimewaan lainnya, ke dua kaki Rangga dapat bergerak cepat, bagaikan tidak menyentuh tanah. Bahkan kibasan tangannya, bagaikan sepasang sayap yang siap menghancurkan batu karang yang keras sekali pun. Jari-jari tangannya akan berubah tajam seketika, bagai mata pedang yang siap membabat sebatang pohon besar hingga tumbang berantakan.

“Khraaaghk...!” burung rajawali putih raksasa itu berseru gembira.

Manakala dia melihat bocah kecil itu berhasil melintasi batu terakhir dengan mulus, hanya dengan satu kali lompatan saja, tubuh Rangga kini telah berada di hadapan burung rajawali putih raksasa itu. Rajawali putih pun menundukkan kepalanya perlahan, yang langsung di balas oleh Rangga dengan memeluk leher burung raksasa tersebut. Seraya ke dua tangannya yang kecil itu tampak mengusap bulu-bulu halus yang memenuhi kepala burung rajawali raksasa itu.

“Aku haus, lapar...,” kata Rangga pelan, tiba-tiba.

Burung rajawali putih itu pun langsung mengangguk-anggukkan kepalanya, seolah-olah mengerti apa yang di ucapkan oleh bocah kecil di hadapannya itu. Burung rajawali putih tersebut segera me ngepakkan kedua sayapnya, dan dalam sekejap saja tubuhnya sudah terbang melesat jauh mengangkasa. Sementara Rangga hanya memperhatikan saja dengan mata bocahnya, sambil menunggu di tempat itu. Ketika burung rajawali raksasa itu telah kembali, di paruhnya sudah bergelayut dua butir kelapa muda hijau. Sementara di cakarnya terlihat mencengkeram beberapa jamur yang berukuran besar. Rangga sama sekali pun tidak mengetahui, jika jamur yang berada di cakar burung rajawali raksasa itu, sesungguhnya mempunyai khasiat penawar segala macam racun. Bahkan racun yang paling dahsyat sekali pun. Itulah santapan sehari-hari bocah kecil tersebut selama tinggal di dasar jurang Lembah Bangkai.

“Terima kasih, kau baik sekali.” kata Rangga setelah menerima kelapa dan jamur-jamur tersebut.

“Khraaaghk...!” rajawali raksasa putih itu juga terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya.

Setelah jamur tersebut habis di santapnya, Rangga pun kini terlihat menggenggam sebutir kelapa muda di tangan kirinya. Lalu di belahnya kelapa tersebut dengan telapak tangan kanannya, hanya sekali kepruk saja, buah kelapa itu pun langsung terbelah dua. Sementara sang burung rajawali putih juga terlihat gembira, ketika di lihatnya bocah kecil di hadapannya itu berhasil membelah buah kelapa hanya dengan sekali pukul. Itulah salah satu khasiat yang ada pada jamur, yang tadi di santap oleh Rangga. Jamur tersebut seolah telah nampak dalam kekuatan bocah kecil itu. Dan memang, Khasiat jamur yang barusan di santap oleh Rangga. Ternyata juga membentuk hawa murni secara alami. Tenaga dalam yang tersalur lewat hawa murni itu, dapat menjadi kekuatan yang luar biasa bagi bocah kecil tersebut. Bahkan jika Rangga benar-benar melatih tenaga dalamnya, maka tidak mustahil, dirinya dalam waktu singkat akan menjadi seorang pendekar silat yang sulit di cari tandingannya. Tanpa di sadarinya, bocah kecil itu telah berlatih jurus-jurus silat Rajawali Sakti. Dan sepertinya dia adalah pewaris tunggal satu-satunya, ilmu-ilmu Rajawali Sakti, yang seratus tahun yang silam sempat menggegerkan rimba persilatan. Tak ada seorang tokoh pun yang sanggup menandingi tokoh tersebut, baik dari golongan hitam mau pun putih. Bahkan sudah sekian lama pula jurus-jurus Rajawali Sakti menghilang begitu saja, bersamaan dengan lenyapnya tokoh sakti yang selalu menunggang seekor rajawali raksasa itu. Burung Rajawali raksasa tersebut kini memang bersama Rangga. Lalu, di manakah tokoh sakti itu sekarang berada?

***
 
Kita lupakan sejenak tentang rangga, sekarang kita beralih ke dunia luar. Suasana di luar sana, jauh dari Jurang Lembah Bangkai. Dunia persilatan tengah goncang. Gerombolan yang di pimpin oleh Iblis Lembah Tengkorak semakin merajalela. Banyak tokoh sakti golongan putih yang mencoba mengakhiri sepak terjang gerombolan itu, namun nasibnya sama. Yaitu tewas di ujung tongkat berkepala tengkorak milik laki-laki berwajah kasar itu. Bahkan banyak pula tokoh sakti aliran hitam, yang bergabung dengan Iblis Lembah Tengkorak. Tentu saja hal iti membuat cemas tokoh-tokoh aliran putih. Karena tak mustahil kekuatan Iblis Lembah Tengkorak akan segera dapat menguasai dunia persilatan. Lembah Tengkorak merupakan tempat Iblis Lembah Tengkorak yang sebenarnya bernama Geti Ireng. Di sanalah markas Geti Ireng dengan gerombolannya yang bernama Panji Tengkorak. Hari itu, tak seperti biasanya Lembah Tengkorak tampak ramai, rupanya atas undangan Geti Ireng, banyak tokoh sakti aliran hitam yang hadir di kediamannya hari ini. Mereka hadir untuk ikut turut menyaksikan takluknya seorang tokoh sakti aliran hitam bernama Kala Srenggi. Atau lebih di kenal dengan julukan Si Samber Nyawa. Kala Srenggi adalah tokoh yang memiliki ilmu yang tinggi, namun jika dibandingkan dengan Geti Ireng. Dirinya tidak berarti apa-apa. Kulitnya putih dengan tubuh yang tegap berisi. Orang itu memang masih muda, wajahnya juga masih terlihat begitu muda, namun menyimpan garis-garis kekejaman. Senjata andalannya adalah pedang kembar yang bertengger menyilang di belakang punggungnya, sementara Ajian andalannya adalah Ajian yang bernama ‘Tapak Beracun’, sebuah jurus dapat membuat siapa pun yang terkena pukulannya akan berdampak fatal. Bahkan hanya bisa bertahan hidup selama sepuluh hari. Bersama dengan murid-muridnya, Kala Srenggi menyatakan takluk karena seminggu yang lalu Geti Ireng berhasil mengalahkannya. Dengan demikian Lembah Tengkorak pun makin ramai dengan bergabungnya Kala Srenggi bersama murid-muridnya yang berjumlah separuh dari jumlah anggota Panji Tengkorak.

“Hamba datang memenuhi janji hamba, paduka yang mulia.” kata Kala Srenggi setelah berhadapan dengan Geti Ireng di ruang pertemuan di markas itu.

Ruangan tersebut adalah sebuah pendopo, yang terletak di tengah-tengah lembah. Pendopo itu biasa digunakan Geti Ireng untuk menerima tamu yang satu aliran dengannya. Tak jauh dari Geti Ireng, tampak terlihat pula seorang gadis cantik berusia sekitar tujuh belas tahun. Gadis tersebut duduk sambil menatap sinis pada Kala Srenggi. Dia adalah putri semata wayangnya Geti Ireng yang bernama Saka Lintang. Saat bola mata Kala Srenggi beradu pandang dengannya, hati lelaki muda itu langsung bergetar hebat. Geti Ireng pun segera paham, jika Kala Srenggi terpesona dengan kecantikan putri semata wayangnya itu. Namun untuk tidak merusak suasana, pemimpin besar Panji Tengkorak itu, tidak menegur tamunya. Apa lagi saat di liriknya pula, anak gadisnya tersebut tampak mengacuhkan pandangan Kala Srenggi.

“Kiranya yang mulia Geti Ireng sudi menerima seluruh murid-murid hamba, bernaung di bawah Panji Tengkorak.” lanjut Kala Srenggi lagi penuh hormat.

“Bagus, bagus.” pemimpin Panji Tengkorak itu pun tersenyum senang, memamerkan bibirnya yang agak dower.

“Hamba juga siap mengabdi pada yang mulia, paduka Geti Ireng.” Kata lelaki bernama Kala Srenggi itu lagi, seraya sebelah matanya melirik diam-diam ke arah Saka Lintang.

“Apakah pengabdianmu ini tidak ada maksud lain?” pancing Geti Ireng tiba-tiba.

Lelaki yang berusia masih muda itu pun mendongakan wajahnya, mendengar perkataan dari Geti Ireng yang tajam. Pimpinan Panji Tengkorak itu memang sengaja bermaksud menyindir. Kala Srenggi pun bisa menangkap, maksud perkataan lelaki berwajah kasar tersebut. Perlahan di tundukannya kepalanya dengan hati yang sedikit dongkol. Kecantikan Saka Lintang rupanya telah membuat dia seperti menjadi orang yang dungu. Lelaki muda itu lupa kalau yang tengah di hadapinya sekarang itu adalah Geti Ireng. Seorang tokoh beraliran hitam, dan berwatak kejam. Serta mempunyai kepandaian yang sangat tinggi.

“Ayahanda?, kasih orang itu sedikit ujian untuk membuktikan pengabdiannya.” terdengar suara Saka Lintang lembut dan halus, namun nadanya menyimpan kebengisan dan keangkuhan.

“Kau dengar itu Kala Srenggi? Putriku yang cantik ini mempunyai permintaan padamu.” kata Geti Ireng seraya menatap tajam pada lelaki muda yang berlutut penuh hormat, tidak jauh dari tempatnya duduk.

Kala Srenggi pun kembali mengangkat kepalanya, lagi hati lelaki muda itu pun bergetar kembali, tatkala ke dua bola matanya menatap lurus kea rah wajah Saka Lintang. Haatinya memang tidak bisa di bohongi, kalau saat itu dia langsung jatuh hati kepada putri pemimpin Panji Tengkorak itu.

“Apa yang menjadi keinginanmu adinda yang cantik?" sahut Kala Srenggi membalas, sementara sepasang bola matanya tetap tak berkedip mengakui kecantikan Saka Lintang yang manis.

“Huh…, sudah kepalang basah, kalau aku bisa memikatmu. Kau pun akan ku taklukan di ranjang, Dinda.” dengus lelaki muda itu lagi, namun kali ini dia hanya berkata dalam hati.

“Kau harus bisa mengalahkanku, jika memang ingin bergabung dengan kelompok Ayahandaku.” Balas gadis cantik itu.

“Apa?...,” sahut Kala Srenggi kaget.

“Ha ha ha...,” sementara Geti Ireng langsung tertawa keras, terbahak-bahak.

Laki-laki yang masih muda itu semakin tajam menatap wajah Saka Lintang, seolah dia ingin memastikan jika tadi dirinya tidak salah dengar. Karena walau bagaimana pun, hatinya merasa agak sungkan untuk menerima tantangan gadis itu. Walau bagaimana pu juga, dia tidak sampai hati rasanya jika harus melepaskan pukulan pada gadis yang kini telah menghanyutkan hatinya itu.

“Maaf beribu maaf Adinda, bukannya aku menolak, tapi jujur saja. Aku ini tidak pernah melepaskan pukulan pada kaum wanita," kata Kala Srenggi, dengan nada sopan.

“Kau meremehkan putriku, Bangsaaattt…,” sentak Geti Ireng, dengan kasar.

Hatinya merasa tersinggung sekali dengan penolakan lelaki muda itu, meski pun kata-kata yang tadi di ucapkan Oleh Kala Srenggi terdengar halus dan sopan.

“Bukan begitu maksud hamba, paduka yang mulia. Hamba sama sekali tidak bermaksud merendahkan putri paduka, hamba hanya merasa tidak pantas rasanya jika hamba berlaku kasar terhadap seorang wanita.” Balas laki-laki muda itu, masih dengan nada halus.

“Kalau itu jawabanmu, berarti kau tak pantas bernaung di bawah Panji Tengkorak.” kata Saka Lintang tiba-tiba.

Kala Srenggi pun terkejut setengah mati, sungguh tidak di sangkanya jika gadis berwajah manis yang diam-diam di kaguminya itu, dapat mengeluarkan kata-kata sekasar itu. Hati laki-laki muda itu semakin kaget saat di lihatnya Geti Ireng menganggukkan kepalanya tanda setuju. Geti Ireng bukannya tidak tahu kemampuan Kala Srenggi, dia tahu benar kemampuan lelaki muda di hadapannya itu, karena dia sendiri pernah bertarung dengannya. Bahkan mampu mengalahkan Kala Srenggi, pemimpin Panji Tengkorak itu juga sadar. Meski pun kemampuan putrinya berada jauh di bawah Kala Srenggi, namun dia yakin, tidak mudah bagi Kala Srenggi untuk bisa menjatuhkan putrinya. Walau dalam tiga puluh jurus sekali pun, bukan tidak mungkin justru Kala Srenggi lah yang akan tewas. Apa lagi jika putrinya tersebut telah mengeluarkan jurus andalannya, sebuah jurus yang bernama. ‘Ular Berbisa Menyebar Racun’, atau mungkin juga dengan jurus. ‘Tarian Bidadari’. Jika ke dua jurus tersebut di gabungkan, maka seorang tokoh sakti sekali pun tidak akan mampu menandinginya dalam waktu lama.

“Bagaimana Kala Srenggi?, hanya ada dua pilihan buatmu. Memenuhi permintaan putriku, atau kau tidak akan bisa melihat matahari lagi besok.” kata Geti Ireng cepat, datar dan dingin suaranya.

Lelaki itu masih terlihat diam membisu, memang sulit baginya untuk menerima pilihan itu. Dia bukannya merasa gentar, tapi sungkan menandingi gadis remaja yang memang belum di ketahui di mana kehebatannya itu.

“Bagaimana, Kala Srenggi?" desak pemimpin Panji Tengkorak tiba-tiba, kali ini nada suaranya terdengar seperti membentak.

Sementara di sebelah lelaki berwajah kasar itu, terlihat juga Saka Lintang yang tengah mencibir, seolah hendak mengejeknya.

“Baiklah, aku terima tantangannya.” sahut lelaki muda itu tanpa pikir panjang lagi.

Wuuusss…,

Tap…,

Saka Lintang pun dengan cepat segera menggenjot tubuhnya, dan meluruk cepat ke pelataran. Gerakan gadis itu begitu gesit dan ringan. Ilmu ringan tubuhnya jelas sangat sempurna. Dua kali tubuhnya berputar di udara, lalu dia pun menjejakan ke dua kakinya ke tanah, tidak jauh dari tempat Kala Srenggi berlutut tadi. Dan baru saja gadis itu selesai mendarat, tiba-tiba Kala Srenggi juga telah berdiri di hadapannya. Jarak di antara mereka berdua hanya sekitar satu tombak. Ke duanya kini berhadapan dengan sorot mata yang tajam, seolah saling menilai kemampuan masing-masing. Terlihat Saka Lintang menggeser sebelah kakinya memasang kuda-kuda. Lalu yang sebelahnya lagi maju satu langkah ke depan.

“Bersiaplah Kala Srenggi.” bentak gadis itu keras.

“Hiyaaattt…,”

“Haiiittt…,”

Hanya sekejab saja tubuh gadis itu telah melesat menyerang Kala Srenggi, dengan pukulan yang di aliri tenaga dalam. Begitu dahsyatnya pukulan tersebut, sehingga deru angin yang dihasilkannya sudah terasa sebelum pukulan itu sampai ke lawan. Kala Srenggi yang telah siap sejak tadi pun tidak tinggal diam, dengan cepat lelaki tu pun berkelit sedikit menghindari pukulan yang di lancarkan Saka Lintang. Sejenak hatinya agak tertegun juga, ketika merasakan sambaran angin yang lewat di samping kepalanya. Hawa pukulan yang di lancarkan gadis itu terasa panas sekali. Dengan cepatnya Kala Srenggi pun melompat ke arah samping kirinya, tepat ketika tangan kiri gadis itu bergerak ke arah dadanya. Pukulan yang pertama itu memang hanya sebuah tipuan.

“Bagus, kau berhasil menghindar dari pukulan mautku.” dengus Saka Lintang seraya bersiap kembali memasang kuda-kuda, untuk melancarkan serangan berikutnya.

“Jurus tangan kosongmu tadi sangat hebat, dinda.” Balas laki-laki muda itu memuji dengan tulus.

“Jangan senang dulu, tahan seranganku ini.” Sahut Saka Lintang cepat.

“Hiaaattt…,”

Kali ini terlihat gadis itu meliuk liukkan tubuhnya dengan indah dan gemulai, layaknya seperti sedang menari. Kala Srenggi pun sampai di buat terpesona di buatnya, Lelaki muda itu seperti lupa, jika sesungguhnya Saka Lintang tengah mengeluarkan jurus pamungkasnya yang begitu mematikan. Yaitu jurus, ‘Tarian Bidadari’. Bahkan kini ke dua bola mata lelaki muda itu di buat melotot manakala di lihatnya pinggul Saka Lintang yang bulat indah, bergerak melenggak-lenggok ke kiri dan ke kanan. Pinggul tersebut seolah menggoda, dan mempermaikan birahinya yang tiba-tiba saja bergejolak memanas. Dan belum juga lelaki muda itu menikmati ke indahan pinggul Saka Lintang, tanpa di duganya sama sekali. Gerakan gadis itu berubah cepat, hanya dalam sekejap saja, kini sebelah tangannya telah mengarah ke arah leher Kala Srenggi.

Wuuuttt…,

Desss…,

“Akh…,”

Kala Srenggi yang tidak sempat menghindar, terpaksa menyambutnya dengan mengangkat tangan kanannya untuk melindungi lehernya yang Terancam. Tak ayal benturan keras pun tidak dapat di elakkan lagi. Terlihat tubuh lelaki muda itu agak terhuyung-huyung, di iringi langkahnya yang mundur dua tindak. Dia merasakan pergelangan tangan kanannya seperti terbakar. Hawa panas dan nyeri pun langsung menghinggapi tangannya seketika. Bibirnya terlihat meringis seraya memegangi pergelangan tangan kanannya yang menghitam, seperti terbakar hangus. Belum juga lelaki muda itu menyadari apa yang baru saja terjadi, terlihat Saka Lintang kembali bergerak mengeluarkan jurus pamungkasnya yang lain. Yaitu jurus, ‘Ular Berbisa Menyebar Racun’, sebuah jurus yang sangat berbahaya, dan sulit di hindari oleh lawan. Terlebih lagi pada saat lawannya sudah terkena hantaman jurus, ‘Tarian Bidadari’. Keadaan Kala Srenggi saat itu memang tidak menguntungkan.

“Hentikaaan…, Cukup…,”

Sebuah suara bentakan keras yang di sertai tenaga dalam yang begitu tinggi, membuat Saka Lintang mengurungkan niatnya mengeluarkan jurus pamungkasnya. Belum lama gadis itu menghentikan gerakannya, terlihat Geti Ireng telah berdiri di tengah-tengah arena. Saka Lintang tahu jika suara barusan tadi memang di keluarkan oleh ayahandanya.

“Cukup Lintang, kau tidak perlu menurunkan tangan kejam padanya.” kata Geti Ireng pelan, seraya melangkah mendekati Kala Srenggi.

“Tapi Ayahanda…,”

“Cukup ku bilang, apa kau tidak lihat? Dia sudah kalah.” potong pemimpin Panji Tengkorak itu cepat, memotong ucapan putri semata wayangnya.

“Huh.” gadis itu hanya terlihat mendengus kesal, dia memang tidak bisa menentang kehendak ayahandanya.

“Bagaimana keadaan tanganmu?” tanya Geti Ireng pelan, setelah dekat dengan Kala Srenggi.

“Tidak apa-apa paduka yang mulia, hanya sedikit agak ngilu.” sahut Kala Srenggi dengan bibir terlihat meringis, menahan sakit.

“Pukulan Tarian Bidadari sangat berbahaya, kau tidak akan bertahan lebih dari sepuluh hari.” balas Geti Ireng datar.

Lelaki yang masih muda itu pun langsung terperanjat mendengarnya, sungguh dia tak menyangka sama sekali jika tadi Saka Lintang telah mengeluarkan jurus ‘Tarian Bidadari’. Dirinya memang pernah mendengar nama jurus itu, namun baru kali ini dia melihat dan merasakannya sendiri. Gerakannya yang begitu cepat dan tidak terduga sama sekali, meski pun racun dari jurus ‘Tarian Bidadari’ bekerja lambat. Tapi cukup mematikan juga, karena langsung menusuk masuk jalan darah, betapa sangat berbahayanya. Sehingga membuat siapa pun yang terkena pukulannya, maka orang itu tidak akan sanggup bertahan lebih dari sepuluh hari.

“Lintang, berikan obat penawar racunmu padanya. Cepat.” Teriak pemimpin Panji Tengkorak, seraya menoleh kea rah putrinya.

“Dia harus mengakui dulu kekalahannya padaku, Ayahanda.” jawab Saka Lintang dengan bibir memberengut kesal.

“Apa kau dengar itu, Kala Srenggi?” ucap Geti Ireng menatap lelaki muda yang masih terlihat meringis memegangi pergelangan tangan kanannya.

Terlihat warna hitam yang tadinya kecil, kini semakin meluas hingga hampir ke arah sikut. Tak ada pilihan lain bagi Kala Srenggi saat itu, kecuali hanya mengangguk pasrah menahan malu. Dalam dunia hitam, martabat dan nama besar tidak menjadi halangan untuk bisa menyelamatkan nyawanya sendiri. Maka tanpa malu-malu lagi, lelaki muda itu pun segera mengakui kekalahannya.

“Aku mengaku kalah Adinda Lintang, aku juga berjanji akan mengabdi sepenuhnya pada Panji Tengkorak.” ucap Kala Srenggi penuh hormat, terlihat Saka Lintang pun tersenyum senang.

“Dia sudah mengakui kekalahannya, sekarang berikan penawar racunmu.” kata Geti Ireng sekali lagi, seolah mengingatkan putrinya.

Gadis cantik itu segera merogoh saku bajunya, lalu menyentil sebutir pil berwarna merah ke arah Kala Srenggi. Dengan gerakan cepat Geti Ireng pun langsung menangkapnya, dan menyodorkan pil tersebut pada laki-laki muda di hadapannya itu. Tanpa sungkan lagi, Kala Srenggi pun segera menelan pil merah yang di berikan pemimpin Panji Tengkorak itu. Lelaki muda itu langsung merasakan tubuhnya terasa terbakar, dengan di iringi cucuran keringat deras, yang langsung mengucur membasahi sekujur tubuhnya. Wajahnya yang bengis itu pun kini terlihat berubah memerah tegang, refleks laki-laki itu pun segera merapatkan kedua telapak tangannya di depan dada.

“Jangan bodoh, mengeluarkan hawa murni hanya akan mempercepat kematianmu.” bentak Saka Lintang tiba-tiba.

“Oh…,”

Kala Srenggi pun langsung tersentak mendengar perkataan gadis itu, dengan cepat di lepaskannya kedua telapak tangannya. Untuk membiarkan hawa panas itu menjalari tubuhnya. Sungguh tak tertahankan memang, ingin rasanya mengerahkan tenaga dalamnya, tapi peringatan gadis tadi mengurungkan niatnya.

“Hoek…, Phuaaah…,”

Tiba-tiba saja cairan hitam meluncur keluar dari mulutnya, Kala Srenggi pun langsung terkulai lemas. Hawa panas yang tadi mendera tubuhnya, kini berangsur-angsur hilang. Di sertai warna hitam legam di tangan kanannya sedikit demi sedikit mulai memudar.

“Pulihkan kekuatanmu dengan bersemedi selama tiga hari, setelah itu kau pasti akan sembuh total.” kata Saka Lintang lagi, cepat.

Setelah berkata demikian, gadis itu langsung melompat meninggalkan arena pertarungan. Dalam sekejap mata saja, tubuhnya sudah hilang, masuk ke dalam rumah yang besar, tidak jauh dari tempat mereka bertarung tadi. Sungguh di luar dugaan, jika Samber Nyawa atau
Kala Srenggi dapat di kalahkan hanya dalam tiga jurus saja. Terlebih bagi Geti Ireng. Semula dia menduga Kala Srenggi akan melayani anak gadisnya dengan alot. Namun ternyata hanya sekejap saja, benar-benar kemajuan yang luar biasa bagi Saka Lintang. Tak percuma Geti Ireng mendidik dan menurunkan ilmunya kepada anak gadisnya itu. Saka Lintang tidak saja menguasai jurus-jurus maut tersebut, bahkan gadis itu juga telah menyempurnakannya. Kini Bukan tak mungkin bagi Saka Lintang bisa melebihi kepandaian ayahandanya sendiri, hal tersebut juga membuat Geti Ireng bangga dan gembira. Karena di rasanya Putri Semata wayangnya itu sudah dapat mewakilinya di dunia persilatan.

Bersambung
 
Terimakasih updatenya suhu ... :mantap::jempol:
Mohon dibuatkan index tuk memudahkan saat mau dibaca2 lagi...
 
Tante/om te es sapa tau berkenan bikinkan daftar cerita/post yg berisi shortcut
 
Bimabet
Bernostalgia dengan cerita ini. Semoga di lancarkan update nya hu. Sama saran untuk indeks dibuaat
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd