Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

1. Rumah Kami Surga Kami 2. Petualangan Hot 3. Langkah Langkah Jalang (TAMAT)

Sekali lagi nubie jelaskan bahwa kisah ini memang kisah nyata. Tapi nama para pelaku dan nama tempat (kota) sudah disamarkan semua. Jadi nama Sam bisa saja nama aslinya Polan atau Midun dan sebagainya. Demikian pula nama kota A, bisa saja sebenarnya B, C dan sebagainya.
Memang ada penambahan sedikit - sedikit, tapi takkan lebih 10% dari isi kisah nyatanya.
Semoga suhu - suhu maklum adanya.
Wassalam,
Neena Maureen
 
Bagian 13



H
ari Rabu yang dijanjikan telah tiba. Selepas dzuhur aku memacu mobilku menuju villaku di puncak bukit yang telah banyak meninggalkan kenangan indah itu.

Jam dua kurang beberapa menit mobilku sudah kumasukkan ke lantai dasar, seperti biasa.

Lalu aku naik ke lantai tiga. Kali ini aku tidak akan memakai kamar yang di sudut itu, melainkan mau menggunakan kamar yang di sampingnya. Karena dari kamar ini aku bisa mengawasi lebih luas ke depan villa.

Seperempat jam kemudian, kulihat Bi Pipih sedang berjalan memasuki pekarangan depan villaku. Langsung kupijat nomornya di hapeku.

“Langsung aja ke lantai tiga Bi, “ kataku setelah panggilanku dibuka olehnya.

“Iya, “ hanya itu yang diucapkannya.

Lalu pintu kamar kubuka lebar, agar Bi Pipih tak usah mencari ke kamar yang di sudut itu dulu, karena aku sedang berada di kamar sebelahnya.

Tak lama kemudian terdengar langkah Bi Pipih yang sedang menaiki tangga menuju kamar yang sedang kupakai untuk menunggunya ini.

Begitu wanita belia itu muncul di ambang pintu yang kubuka lebar, aku terlongong melihat bentuknya yang benar - benar mempesona. Padahal saat itu dia hanya mengenakan gaun terusan murahan. Terbayang olehku seperti apa cantiknya Bi Pipih kalau didandani dengan pakaian mahal. Apalagi kalau wajahnya dirawat secara teratur di salon. Aaaah ... kalau sudah “diupgrade” pasti Bi Pipih lebih cantik daripada istri - istriku. Bahkan dibandingkan dengan Mamie dan Tante Kinanti pun, pasti Bi Pipih lebih cantik.

“Kok malah melototin saya gitu Den, “ ucapnya tersipu.

“Aku kagum pada kecantikan Bi Pipih. Hmmm ... seandainya Bi Pipih menjadi milikku, “ sahutku sambil memeluknya dari belakang, disusul dengan ciuman - ciumanku di tengkuknya. “Memeknya sudah dicukur ?”

“Udah Den, “ sahutnya dengan suara bergetar, “Duh ... saya degdegan ni Den. Soalnya saya gak pernah selingkuh ... ini juga kalau bukan Den Sam yang ngajak, pasti saya gak mau ... “

“Berarti aku punya keistimewaan di mata Bi Pipih ?” tanyaku setengah berbisik.

“Ya iyalah. Cewek mana pun pasti runtuh kalau sudah berhadapan dengan Den Sam sih ... “

“Bi Pipih sudah punya anak ?”

“Belum Den. Anak tiri sih punya, dua orang. Masih kecil - kecil. “

“Ohya ?! Berarti belum punya anak dari Mang Suta ? Padahal Bi Pipih sudah tiga tahun menikah dengannya ya ?”

“Iya Den. Nikah terpaksa. Demi orang tua saya ... “

“Dipaksa menikah sama orang tua ?”

“Dipaksa sih nggak. Cuma pada saat itu orang tua saya terlilit hutang sama rentenir. Malahan ibu saya hampir bunuh diri saking takutnya rumah disita oleh rentenir itu. Lalu Mang Suta menawarkan jasa untuk membayar hutang ke rentenir, asalkan saya mau dijadikan istrinya. “

“O begitu ya ceritanya ... “

Aku masih berdiri di belakang Bi Pipih sambil mendekap pinggangnya. Namun tanganku sudah “bekerja”, menaikkan gaunnya sedikit demi sedikit. Sampai akhirnya aku bisa “mencari” celana dalamnya. Tapi celana dalam itu tidak kutemukan. Tanganku langsung menyentuh kemaluannya yang memang sudah dicukur habis. “Bi Pipih gak pake celana dalam ?” tanyaku dalam perasaan kaget.

“Iya, “ sahutnya, “biar Den Sam bisa langsung membuktikan bahwa memek saya sudah dicukur seperti yang Den Sam inginkan. “

Aku srenang sekali mendengar ucapan istri Mang Suta itu. Lalu kuputar badannya supaya berhadapan denganku. “Terima kasih Bi ... aku gak nyangka kalau Bibi segitu perhatiannya padaku. “

Sambil menunduk Bi Pipih menjawab, “Saya juga mengucapkan terima kasih, karena Den Sam yang segini ganteng dan kaya rayanya bisa punya perasaan suka kepada saya. Andaikan saya tidak punya suami sih, saya siap mau dibawa ke mana pun oleh Den Sam. “

Memang, pikirku, kalau dirimu sudah kudandani, dibawa ke tempat kumpulnya para jet set juga takkan memalukan. Karena kamu sudah punya dasar yang cemerlang, wajahmu juga bukan wajah kampung. Tapi Mang Suta terlalu mengabaikan hal itu. Atau mungkin karena hanya itu yang diketahuinya.

Maka kuraih Bi Pipih ke atas bed, lalu akju menelungkup di atas dadanya sambil bertanya perlahan, “Kapan dong Bi Pipih jadi janda ?”

Tadinya kupikir dia akan menjawab bernada penolakan secara halus. Tapi dia malah menjawab, “Kalau Den Sam mau merawat dan menyamankan hati saya, bisa aja saya minta cerai pada Mang Suta. Karena selama menjadi istrinya, keadaan saya begini - begini aja. “

Aku terlongong. Lalu tanyaku, “Apakah dia rajin menggauli Bibi ?”

“Boro - boro rajin. Ketemu dua minggu sekali juga udah untung. Padahal teman - teman yang sebaya dengan saya sering cerita, bahwa mereka dua atau tiga malam sekali digauli oleh suaminya masing - masing. “

Aku tersenyum sambil menyingkapkan gaunnya. Dan langsung nampak memek yang sudah dicukur bersih itu. Sehingga bentuk aslinya tampak jelas di mataku. Agak tembem, dengan bibir luarnya agak merekah, sehingga bagian dalamnya yang berwarna pink itu kelihatan.

Namun sebelum aku sempat menyentuh memek yang merekah seperti bunga yang mulai mekar itu, Bi Pipih menanggalkan gaun murahannya lewat kepala.

Maaak ... dia bukan cuma tak mengenakan celana dalam, tapi juga tak mengenakan beha ... !

Begitu gaunnya dilepaskan, dia langsung telanjang bulat. Dan perhatianku tertumpah ke toketnya yang berukuran sedang itu. Tampak begitu mancung pentilnya, seolah toket anak perawan yang masih ABG.

Aku pun langsung menyentuh payudara yang indah itu sambil bertanya, “Umur Bi Pipih berapa tahun sih ?”

“Duapuluh, “ sahutnya, “Sudah mulai tua ya Den. “

“Tepat seperti yang kuduga, “ kataku, “Usia Bi Pipih lima tahun lebih muda dariku. Jadi kurang pas kalau aku terus - terusan memanggil Bibi. “

“Panggil nama saya aja langsung, gak usah pakai embel - embel Bi. “

“Iya. Kalau di depan Mang Suta aja aku manggil Bibi. Sedang berdua seperti ini sih aku mau manggil Pipih aja ya. “

Pipih mengangguk sambil tersenyum. Aku pun menanggalkan pakaianku, cuma celana dalam yang kubiarkan tetap melekat di tubuhku. Namun Pipih seperti penasaran melihat celana dalamku masih melekat pada tempatnya. Tanpa ragu ia melepaskan celana dalamku. Sehingga “rahasiaku” terbongkar. Bahwa batang kemaluanku sudah ngaceng berat ... !

Pipih terlongong melihat alat vitalku yang sudah siap tempur ini. Ia memegangnya dengan tangan hangat yang gemetaran. “Den ... gak salah nih ?” tanyanya dengan suara nyaris tak terdengar.

“Emangnya kenapa ?” aku balik bertanya.

“Titit Den Sam ini ... panjang dan gede sekali ... !“ sahutnya sambil memegang penisku dengan tangan kirinya dan mengusap - usap “topi baja”nya dengan tangan kanannya.

“Memangnya punya Mang Suta segede apa ?”

“Hihihi ... punya dia sih kecil Den. Lagian gak pernah ngaceng segini tegangnya. Mau dipakai juga susah ... harus dirangsang dulu ... “

Aku tak mau membahas masalah penis Mang Suta. Aku lebih suka mendorong Pipih sampai terlentang. Kemudian kuciumi bibir dan lehernya yang serba hangat. Menciumi dan mengemut pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya.

Pipih cuma terdiam pasrah sambil mendekap pinggangku.

Dan aku sudah tidak sabar lagi untuk menerjang tujuan utamaku. Lalu aku melorot turun, dengan wajah berhadapan dengan memeknya yang merekah sambil memamerkan bagian dalamnya yang berwarna pink itu.

Pipih agak tersentak ketika mulutku sudah menempel di permukaan memeknya. Dan agak menggeliat ketika aku mulai menjilatinya setelah mendorong kedua paha putih mulusnya agar mengangkang.

“Den ... ooooh ... Den ... “ rintihnya perlahan sambil menggeliat - geliat, dengan kedua tangan memegang sepasang bahuku.

Terlebih lagi setelah jilatanku difokuskan ke kelentitnya yang nyempil di atas vaginanya. Semakin menggeliat - geliat Pipih dibuatnya. Jari tengah tangan kananku pun mulai beraksi. Menyodok - nyodok liang memeknya yang sudah membasah itu.

Cukup lama aku melakukan semuanya ini, sambil mengalirkan air liurku sebanyak mungkin ke mulut vaginanya.

Sampai akhirnya kuanggap sudah tiba waktunya untuk melakukan penetrasi.

Ketika aku meletakkan moncong penisku di mulut vaginanya, Pipih spontan membuka sepasang pahanya selebar mungkin. Kedua tangannya pun memegangi penisku, mungkin agar arahnya jangan salah.

Aku pun mendesakkan penisku sekuat tenaga. Blessssss.... melesak masuk hampir separohnya ... !

“Oooooh ... sampai sesek gini masuknya ... titit Den Sam gede banget sih ... ayo entotin pelan - pelan dulu Den ... “ desis Pipih sok tau. Padahal aku sudah pengalaman mendapatkan memek - memek perawan tanpa harus dikasih petunjuk.

Namun kuikuti juga “petunjuk” Pipih itu. Kuayun penisku perlahan - lahan dalam jarak pendek - pendek. Makin lama makin cepat dan akhirnya penisku bisa menyundul dasar liang memek Pipih. Berarti entotanku sudah mulai normal.

Dan aku mulai merasakan sesuatu ... bahwa liang memek Pipih, selain sempit juga luar biasa legitnya. Pada waktu aku sudah mulai mengentotnya dalam kecepatan normal, setiap kali penisku akan ditarik, terasa seolah disedot begitu kuatnya oleh liang memek Pipih ... !

Ada ya memek yang punya daya sedot begini ?

Pipih pun mulai merintih - rintih perlahan, “Den Saaaam ... ooo ... ooooh ... Deeen .... ooooh Deeeen .... oooo ... ooooh ... Deeen ... ooooh ... titit Den Sam luar biasa enaknya ... Deeen ... ooooh ... enak sekali Deeen ... ooooh ... ternyata ... titit Den Sam enak sekali ... Deeen ... iyaaaaa ... iyaaaa ....oooooh .... ooooh.... Den Saaam ... belum pernah saya merasakan yang seenak ini Deeen ... oooooh .... ooooh .... “

Semua rintihan itu terdengar perlahan sekali. Mungkin sengaja Pipih menahan agar suaranya jangan terlalu keras.

Namun ketika aku mengentotnya sambil menjilati lehernya disertai dengan gigitan - gigitan kecil, rintihan Pipih mulai mengeras, “Deeeen .... Deeen ... ooooh ... Deeeen ... enak sekali Deeeen .... ooooohhhhh... rasanya seperti mimpi ... bisa merasakan titit Den Sam yang begini enaknya ... ooooh ... Deeeen .... enak Den ... oooooohhhhh ... Deeen .... iyaaaaaaaa ... iyaaaaaaaa .... “

Berikutnya, mulutku berubah sasaran. Menjilati ketiaknya yang memancarkan aroma khas. Bukan aroma parfum, tapi enak sekali bagi penciumanku. Sehingga cukup lama aku menjilati ketiak Pipih secara bergantian, ketiak kanan dan ketiak kirinya.

Karuan saja Pipih semakin merengek - rengek erotis, “Den ... ooooh... Den Sam pandai membuat saya keenakan ... oooo .... oooooh ... Deeeen .... Deeeen .... “

Aku pun menanggapinya dengan bisikan, “Memek Pipih juga luar biasa legitnya ... luar biasa enaknya ... “

Pipih yang sedang merem melek dengan mulut ternganga itu tidak menyahut.

Ia bahkan berkelojotan ... pertanda sudah mau orgasme secepat ini ? Biarlah. Aku tak pedjuli apakah dia mau orgasme atau tidak. Yang penting aku tetap asyik mengentot liang memek sempit yang sangat legit ini.

Memang benar. Setelah berkelojotan, Pipih mengejang tegang sambil menahan nafasnya, dengan mata terpejam erat dan dengan mulut ternganga. Tapi aku sedang asyik menikmati kelegitan memek istri Mang Suta itu. Aku tetap mengentotnya dan tidak sengaja merendam penisku untuk merasakan enaknya menikmati kedutan - kedutan liang memek perempuan di puncak orgasmenya.

Aku bahkan makin mempercepat ayunan zakarku, bermaju mundur di dalam liang memek Pipih yang sedang orgasme.

Lalu terdengar Pipih melepaskan nafasnya yang tertahan beberapa detik barusan, “Aaaaaahhhhh .... “

Hal itu pun tidak mengganggu keasyikanku. Aku tetap mengentotnya liang memeknya yang mulai terasa becek ini (maklum dia sudah orgasme). Bahkan aku semakin kencang dan keras mengentotnya.

Tiada complain yang terlontar dari mulut Pipih. Ia tetap pasrah dientot olehku, walaupun mungkin memeknya sedang ngilu - ngilu sehabis orgasme barusan. Bahkan beberapa saat kemudian ia memperagakan salah satu ketrampilannya yang entah belajar dari siapa. Bahwa pinggulnya mulai “gual - geol”, bergoyang - goyang erotis menyerupai angka 8. Meliuk - liuk dan menghempas - hempas. Kadang penisku terbawa ke atas, kadang ikut terhempas sambil bergesekan dengan kelentit Pipih.

Luar biasa nikmatnya. Karena penisku dibawa ke sana sini sambil dibesot - besot dan “diremas - remas” oleh liamng memek legitnya.

Rintihan - rintihan histerisnya pun berkumandang lagi di kamar villaku ini.

“Deeen ... ooooooh .... Deeeeen .... ini luar biasa enaknya Deeen ... ooooh ... ooooh ... entot terus Deeeen ... ooooh .... entot terussss ... lebih kencang lagi ngentotnya Deeen ... ooooh .... oooohhhh .... Deeeen ... oooohhhh ... Deeeen ... ooooh ... ooooohh .... !”

Lama juga aku menyetubuhi istri Mang Suta yang jelita ini. Sehingga keringatku mulai berjatuhan ke dada Pipih, bercampur baur dengan keringatnya sendiri.

Sampai pada suatu saat, terdengar rintihan Pipih, “Duudududuuuuh ... Deeen ... saya mau lepas lagi Deeen ... mau lepas lagiiii ... !”

Kali ini aku mau menanggapinya. Karena ingin mencapai puncak kenikmatan kami secara bersamaan. Kugenjot penisku sekencang dan sekeras mungkin pada saat Pipih mulai berkelojotan.

Manakala sekujur tubuh Pipih mengejang tegang, aku pun membenamkan penisku sedalam mungkin tanpa menggerakkannya lagi.

Lalu kurasakan sesuatu yang luar biasa nikmatnya ini. Bahwa liang memek Pipih terasa berkedut - kedut pada saat penisku pun sedang mengejut - ngejut sambil memuntahkan spermaku croooooootttttttt ... cretcret ... crooooootttttt ... crettt ... crooooooooootttt ..... !

Lalu aku terkapar di atas perut Pipih dalam keadaan masih memeluk lehernya yang sudah basah oleh keringat ...
 
Bagian 13



H
ari Rabu yang dijanjikan telah tiba. Selepas dzuhur aku memacu mobilku menuju villaku di puncak bukit yang telah banyak meninggalkan kenangan indah itu.

Jam dua kurang beberapa menit mobilku sudah kumasukkan ke lantai dasar, seperti biasa.

Lalu aku naik ke lantai tiga. Kali ini aku tidak akan memakai kamar yang di sudut itu, melainkan mau menggunakan kamar yang di sampingnya. Karena dari kamar ini aku bisa mengawasi lebih luas ke depan villa.

Seperempat jam kemudian, kulihat Bi Pipih sedang berjalan memasuki pekarangan depan villaku. Langsung kupijat nomornya di hapeku.

“Langsung aja ke lantai tiga Bi, “ kataku setelah panggilanku dibuka olehnya.

“Iya, “ hanya itu yang diucapkannya.

Lalu pintu kamar kubuka lebar, agar Bi Pipih tak usah mencari ke kamar yang di sudut itu dulu, karena aku sedang berada di kamar sebelahnya.

Tak lama kemudian terdengar langkah Bi Pipih yang sedang menaiki tangga menuju kamar yang sedang kupakai untuk menunggunya ini.

Begitu wanita belia itu muncul di ambang pintu yang kubuka lebar, aku terlongong melihat bentuknya yang benar - benar mempesona. Padahal saat itu dia hanya mengenakan gaun terusan murahan. Terbayang olehku seperti apa cantiknya Bi Pipih kalau didandani dengan pakaian mahal. Apalagi kalau wajahnya dirawat secara teratur di salon. Aaaah ... kalau sudah “diupgrade” pasti Bi Pipih lebih cantik daripada istri - istriku. Bahkan dibandingkan dengan Mamie dan Tante Kinanti pun, pasti Bi Pipih lebih cantik.

“Kok malah melototin saya gitu Den, “ ucapnya tersipu.

“Aku kagum pada kecantikan Bi Pipih. Hmmm ... seandainya Bi Pipih menjadi milikku, “ sahutku sambil memeluknya dari belakang, disusul dengan ciuman - ciumanku di tengkuknya. “Memeknya sudah dicukur ?”

“Udah Den, “ sahutnya dengan suara bergetar, “Duh ... saya degdegan ni Den. Soalnya saya gak pernah selingkuh ... ini juga kalau bukan Den Sam yang ngajak, pasti saya gak mau ... “

“Berarti aku punya keistimewaan di mata Bi Pipih ?” tanyaku setengah berbisik.

“Ya iyalah. Cewek mana pun pasti runtuh kalau sudah berhadapan dengan Den Sam sih ... “

“Bi Pipih sudah punya anak ?”

“Belum Den. Anak tiri sih punya, dua orang. Masih kecil - kecil. “

“Ohya ?! Berarti belum punya anak dari Mang Suta ? Padahal Bi Pipih sudah tiga tahun menikah dengannya ya ?”

“Iya Den. Nikah terpaksa. Demi orang tua saya ... “

“Dipaksa menikah sama orang tua ?”

“Dipaksa sih nggak. Cuma pada saat itu orang tua saya terlilit hutang sama rentenir. Malahan ibu saya hampir bunuh diri saking takutnya rumah disita oleh rentenir itu. Lalu Mang Suta menawarkan jasa untuk membayar hutang ke rentenir, asalkan saya mau dijadikan istrinya. “

“O begitu ya ceritanya ... “

Aku masih berdiri di belakang Bi Pipih sambil mendekap pinggangnya. Namun tanganku sudah “bekerja”, menaikkan gaunnya sedikit demi sedikit. Sampai akhirnya aku bisa “mencari” celana dalamnya. Tapi celana dalam itu tidak kutemukan. Tanganku langsung menyentuh kemaluannya yang memang sudah dicukur habis. “Bi Pipih gak pake celana dalam ?” tanyaku dalam perasaan kaget.

“Iya, “ sahutnya, “biar Den Sam bisa langsung membuktikan bahwa memek saya sudah dicukur seperti yang Den Sam inginkan. “

Aku srenang sekali mendengar ucapan istri Mang Suta itu. Lalu kuputar badannya supaya berhadapan denganku. “Terima kasih Bi ... aku gak nyangka kalau Bibi segitu perhatiannya padaku. “

Sambil menunduk Bi Pipih menjawab, “Saya juga mengucapkan terima kasih, karena Den Sam yang segini ganteng dan kaya rayanya bisa punya perasaan suka kepada saya. Andaikan saya tidak punya suami sih, saya siap mau dibawa ke mana pun oleh Den Sam. “

Memang, pikirku, kalau dirimu sudah kudandani, dibawa ke tempat kumpulnya para jet set juga takkan memalukan. Karena kamu sudah punya dasar yang cemerlang, wajahmu juga bukan wajah kampung. Tapi Mang Suta terlalu mengabaikan hal itu. Atau mungkin karena hanya itu yang diketahuinya.

Maka kuraih Bi Pipih ke atas bed, lalu akju menelungkup di atas dadanya sambil bertanya perlahan, “Kapan dong Bi Pipih jadi janda ?”

Tadinya kupikir dia akan menjawab bernada penolakan secara halus. Tapi dia malah menjawab, “Kalau Den Sam mau merawat dan menyamankan hati saya, bisa aja saya minta cerai pada Mang Suta. Karena selama menjadi istrinya, keadaan saya begini - begini aja. “

Aku terlongong. Lalu tanyaku, “Apakah dia rajin menggauli Bibi ?”

“Boro - boro rajin. Ketemu dua minggu sekali juga udah untung. Padahal teman - teman yang sebaya dengan saya sering cerita, bahwa mereka dua atau tiga malam sekali digauli oleh suaminya masing - masing. “

Aku tersenyum sambil menyingkapkan gaunnya. Dan langsung nampak memek yang sudah dicukur bersih itu. Sehingga bentuk aslinya tampak jelas di mataku. Agak tembem, dengan bibir luarnya agak merekah, sehingga bagian dalamnya yang berwarna pink itu kelihatan.

Namun sebelum aku sempat menyentuh memek yang merekah seperti bunga yang mulai mekar itu, Bi Pipih menanggalkan gaun murahannya lewat kepala.

Maaak ... dia bukan cuma tak mengenakan celana dalam, tapi juga tak mengenakan beha ... !

Begitu gaunnya dilepaskan, dia langsung telanjang bulat. Dan perhatianku tertumpah ke toketnya yang berukuran sedang itu. Tampak begitu mancung pentilnya, seolah toket anak perawan yang masih ABG.

Aku pun langsung menyentuh payudara yang indah itu sambil bertanya, “Umur Bi Pipih berapa tahun sih ?”

“Duapuluh, “ sahutnya, “Sudah mulai tua ya Den. “

“Tepat seperti yang kuduga, “ kataku, “Usia Bi Pipih lima tahun lebih muda dariku. Jadi kurang pas kalau aku terus - terusan memanggil Bibi. “

“Panggil nama saya aja langsung, gak usah pakai embel - embel Bi. “

“Iya. Kalau di depan Mang Suta aja aku manggil Bibi. Sedang berdua seperti ini sih aku mau manggil Pipih aja ya. “

Pipih mengangguk sambil tersenyum. Aku pun menanggalkan pakaianku, cuma celana dalam yang kubiarkan tetap melekat di tubuhku. Namun Pipih seperti penasaran melihat celana dalamku masih melekat pada tempatnya. Tanpa ragu ia melepaskan celana dalamku. Sehingga “rahasiaku” terbongkar. Bahwa batang kemaluanku sudah ngaceng berat ... !

Pipih terlongong melihat alat vitalku yang sudah siap tempur ini. Ia memegangnya dengan tangan hangat yang gemetaran. “Den ... gak salah nih ?” tanyanya dengan suara nyaris tak terdengar.

“Emangnya kenapa ?” aku balik bertanya.

“Titit Den Sam ini ... panjang dan gede sekali ... !“ sahutnya sambil memegang penisku dengan tangan kirinya dan mengusap - usap “topi baja”nya dengan tangan kanannya.

“Memangnya punya Mang Suta segede apa ?”

“Hihihi ... punya dia sih kecil Den. Lagian gak pernah ngaceng segini tegangnya. Mau dipakai juga susah ... harus dirangsang dulu ... “

Aku tak mau membahas masalah penis Mang Suta. Aku lebih suka mendorong Pipih sampai terlentang. Kemudian kuciumi bibir dan lehernya yang serba hangat. Menciumi dan mengemut pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya.

Pipih cuma terdiam pasrah sambil mendekap pinggangku.

Dan aku sudah tidak sabar lagi untuk menerjang tujuan utamaku. Lalu aku melorot turun, dengan wajah berhadapan dengan memeknya yang merekah sambil memamerkan bagian dalamnya yang berwarna pink itu.

Pipih agak tersentak ketika mulutku sudah menempel di permukaan memeknya. Dan agak menggeliat ketika aku mulai menjilatinya setelah mendorong kedua paha putih mulusnya agar mengangkang.

“Den ... ooooh ... Den ... “ rintihnya perlahan sambil menggeliat - geliat, dengan kedua tangan memegang sepasang bahuku.

Terlebih lagi setelah jilatanku difokuskan ke kelentitnya yang nyempil di atas vaginanya. Semakin menggeliat - geliat Pipih dibuatnya. Jari tengah tangan kananku pun mulai beraksi. Menyodok - nyodok liang memeknya yang sudah membasah itu.

Cukup lama aku melakukan semuanya ini, sambil mengalirkan air liurku sebanyak mungkin ke mulut vaginanya.

Sampai akhirnya kuanggap sudah tiba waktunya untuk melakukan penetrasi.

Ketika aku meletakkan moncong penisku di mulut vaginanya, Pipih spontan membuka sepasang pahanya selebar mungkin. Kedua tangannya pun memegangi penisku, mungkin agar arahnya jangan salah.

Aku pun mendesakkan penisku sekuat tenaga. Blessssss.... melesak masuk hampir separohnya ... !

“Oooooh ... sampai sesek gini masuknya ... titit Den Sam gede banget sih ... ayo entotin pelan - pelan dulu Den ... “ desis Pipih sok tau. Padahal aku sudah pengalaman mendapatkan memek - memek perawan tanpa harus dikasih petunjuk.

Namun kuikuti juga “petunjuk” Pipih itu. Kuayun penisku perlahan - lahan dalam jarak pendek - pendek. Makin lama makin cepat dan akhirnya penisku bisa menyundul dasar liang memek Pipih. Berarti entotanku sudah mulai normal.

Dan aku mulai merasakan sesuatu ... bahwa liang memek Pipih, selain sempit juga luar biasa legitnya. Pada waktu aku sudah mulai mengentotnya dalam kecepatan normal, setiap kali penisku akan ditarik, terasa seolah disedot begitu kuatnya oleh liang memek Pipih ... !

Ada ya memek yang punya daya sedot begini ?

Pipih pun mulai merintih - rintih perlahan, “Den Saaaam ... ooo ... ooooh ... Deeen .... ooooh Deeeen .... oooo ... ooooh ... Deeen ... ooooh ... titit Den Sam luar biasa enaknya ... Deeen ... ooooh ... enak sekali Deeen ... ooooh ... ternyata ... titit Den Sam enak sekali ... Deeen ... iyaaaaa ... iyaaaa ....oooooh .... ooooh.... Den Saaam ... belum pernah saya merasakan yang seenak ini Deeen ... oooooh .... ooooh .... “

Semua rintihan itu terdengar perlahan sekali. Mungkin sengaja Pipih menahan agar suaranya jangan terlalu keras.

Namun ketika aku mengentotnya sambil menjilati lehernya disertai dengan gigitan - gigitan kecil, rintihan Pipih mulai mengeras, “Deeeen .... Deeen ... ooooh ... Deeeen ... enak sekali Deeeen .... ooooohhhhh... rasanya seperti mimpi ... bisa merasakan titit Den Sam yang begini enaknya ... ooooh ... Deeeen .... enak Den ... oooooohhhhh ... Deeen .... iyaaaaaaaa ... iyaaaaaaaa .... “

Berikutnya, mulutku berubah sasaran. Menjilati ketiaknya yang memancarkan aroma khas. Bukan aroma parfum, tapi enak sekali bagi penciumanku. Sehingga cukup lama aku menjilati ketiak Pipih secara bergantian, ketiak kanan dan ketiak kirinya.

Karuan saja Pipih semakin merengek - rengek erotis, “Den ... ooooh... Den Sam pandai membuat saya keenakan ... oooo .... oooooh ... Deeeen .... Deeeen .... “

Aku pun menanggapinya dengan bisikan, “Memek Pipih juga luar biasa legitnya ... luar biasa enaknya ... “

Pipih yang sedang merem melek dengan mulut ternganga itu tidak menyahut.

Ia bahkan berkelojotan ... pertanda sudah mau orgasme secepat ini ? Biarlah. Aku tak pedjuli apakah dia mau orgasme atau tidak. Yang penting aku tetap asyik mengentot liang memek sempit yang sangat legit ini.

Memang benar. Setelah berkelojotan, Pipih mengejang tegang sambil menahan nafasnya, dengan mata terpejam erat dan dengan mulut ternganga. Tapi aku sedang asyik menikmati kelegitan memek istri Mang Suta itu. Aku tetap mengentotnya dan tidak sengaja merendam penisku untuk merasakan enaknya menikmati kedutan - kedutan liang memek perempuan di puncak orgasmenya.

Aku bahkan makin mempercepat ayunan zakarku, bermaju mundur di dalam liang memek Pipih yang sedang orgasme.

Lalu terdengar Pipih melepaskan nafasnya yang tertahan beberapa detik barusan, “Aaaaaahhhhh .... “

Hal itu pun tidak mengganggu keasyikanku. Aku tetap mengentotnya liang memeknya yang mulai terasa becek ini (maklum dia sudah orgasme). Bahkan aku semakin kencang dan keras mengentotnya.

Tiada complain yang terlontar dari mulut Pipih. Ia tetap pasrah dientot olehku, walaupun mungkin memeknya sedang ngilu - ngilu sehabis orgasme barusan. Bahkan beberapa saat kemudian ia memperagakan salah satu ketrampilannya yang entah belajar dari siapa. Bahwa pinggulnya mulai “gual - geol”, bergoyang - goyang erotis menyerupai angka 8. Meliuk - liuk dan menghempas - hempas. Kadang penisku terbawa ke atas, kadang ikut terhempas sambil bergesekan dengan kelentit Pipih.

Luar biasa nikmatnya. Karena penisku dibawa ke sana sini sambil dibesot - besot dan “diremas - remas” oleh liamng memek legitnya.

Rintihan - rintihan histerisnya pun berkumandang lagi di kamar villaku ini.

“Deeen ... ooooooh .... Deeeeen .... ini luar biasa enaknya Deeen ... ooooh ... ooooh ... entot terus Deeeen ... ooooh .... entot terussss ... lebih kencang lagi ngentotnya Deeen ... ooooh .... oooohhhh .... Deeeen ... oooohhhh ... Deeeen ... ooooh ... ooooohh .... !”

Lama juga aku menyetubuhi istri Mang Suta yang jelita ini. Sehingga keringatku mulai berjatuhan ke dada Pipih, bercampur baur dengan keringatnya sendiri.

Sampai pada suatu saat, terdengar rintihan Pipih, “Duudududuuuuh ... Deeen ... saya mau lepas lagi Deeen ... mau lepas lagiiii ... !”

Kali ini aku mau menanggapinya. Karena ingin mencapai puncak kenikmatan kami secara bersamaan. Kugenjot penisku sekencang dan sekeras mungkin pada saat Pipih mulai berkelojotan.

Manakala sekujur tubuh Pipih mengejang tegang, aku pun membenamkan penisku sedalam mungkin tanpa menggerakkannya lagi.

Lalu kurasakan sesuatu yang luar biasa nikmatnya ini. Bahwa liang memek Pipih terasa berkedut - kedut pada saat penisku pun sedang mengejut - ngejut sambil memuntahkan spermaku croooooootttttttt ... cretcret ... crooooootttttt ... crettt ... crooooooooootttt ..... !

Lalu aku terkapar di atas perut Pipih dalam keadaan masih memeluk lehernya yang sudah basah oleh keringat ...
tks apdetnya ya neng. mo tanya neng ttng kecantikan pipih di atas 4 istrinya (2 bule loh) secantik apakah dy dan klo sama neng neena lebih cantik mana. :ampun: :ampun:hampura neng @Neena
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd