Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

1. Rumah Kami Surga Kami 2. Petualangan Hot 3. Langkah Langkah Jalang (TAMAT)

Bimabet
Makin lama jilatanku di memek Utami makin massive. Rintihan - rintihan spontan Utami pun makin menjadi - jadi, “Boss ... ooooooh .... Bossssss .... ini luar biasa enaknya Bossss ... “

Sampai pada suatu saat, ketkika celah memek Utami terasa sudah cukup basah, aku pun bangkit. Kuangkat dan kubopong tubuh Utami ke arah bed. Lalu kuletakkan tubuh berkulit sawo matang itu di atas kasur bertilam kain seprai putih bersih.

Tanpa kusuruh, Utami pun menanggalkan kimono dan behanya, sementara aku sendiri sudah telanjang dan memegang batang kemaluanku yang sudah siap untuk dicobloskan ke dalam liang memek cewek berkulit coklat muda yang mulus itu.

Utami pasrah saja ketika kedua kakinya kurenggangkan, kemudian moncong penisku diletakkan pada celah yang ternganga dan berwarna merah darah itu.

Dengan sekuat tenaga tapi hati - hati, kudorong penisku sampai masuk kepalanya.

Buat orang awam, menyetubuhi cewek yang masih perawan itu harus melewati “perjuangan berat”. Bahkan sering kudengar cerita bahwa sepasang pengantin sampai berhari - hari untuk “berjuang” untuk mengambil keperawanan pengantin perempuannya.

Aku geli kalau sudah mendengar cerita - cerita seperti itu. Karena aku tak pernah menemui kesulitan seperti itu.

Penisku yang kepalanya sudah masuk ke dalam liang memek Utami, kudorong lagi sedikit demi sedikit ... memang masih sangat sempit liang memek cewek yang satu ini. Tapi berkat jilatan dan curahan air liurku yang sudah membanjiri liang sempit ini, aku berhasil membenamkan penisku lebih dari separohnya.

Utami menyeringai sesaat. Tapi lalu tampak pasrah lagi. Sementara batang kemaluanku mulai kuayun maju mundur perlahan - lahan dulu.

Makin lama entotanku makin lancar. Meski liang memek Utami luar biasa sempitnya, namun akhirnya secara ekologis lendir libidonya terbit untuk memperlicin liang memeknya. Sehingga entotanku mulai lancar. Aku pun menghempaskan dadaku ke sepasang toketnya yang lumayan gede. Sambil menciumi dan melumat bibir sensualnya.

Setelah ciuman dan lumatanku terlepas, Utami mulai “berkicau”.

“Boss ... duuuuh Boss ... ini enak sekali Boss ... ooooh .... oooo .... sa ... saya seperti melayang - layang gini Boss .... ooooh ... ternyata disetubuhi ini luar biasa enaknya Boss ... oooooh .... aaaah .... ooooh ... iya Boss ... entot terus Boss ... enak sekali ... oooh ... gak nyangka ... disetubuhi ini luar biasa enaknya Bosssssss .... ooooh ... entot terus Boss ... makin lama makin enak Bosssss ... Bossssssssss ..... Booossssss ... “

Ocehan Utami baru berhenti setelah mulutnya kusumpal dengan ciuman dan lumatanku.

Namun tampaknya Utami sudah berada di detik - detik krusial menjelang orgasme. Meski mulutnya tersumpal oleh ciuman dan lumatanku, masih sempat dia melontarkan suara seperti orang yang mulutnya sedang dibungkam “

“Mmmmmm ... mmmmmh .... mmmm ... mmmm ... mmmmhhh ... mmmm ... mmm ... mmmmh ... mmmm .... Bossssssssssssss ....... adududuuuh ... saya seperti mau jatoh ... takuuut ... oooooooh .... !”

Lalu kurasakan liang memeknya berkedut - kedut kencang ... disusul dengan berlimpahnya lendir di dalam liang senggamanya ... !

Jelas Utami sudah mencapai orgasme.

Mengingat Utami baru sekali ini merasakan disetubuhi, aku pun tak mau menyiksanya. Aku berusaha untuk berejakulasi secepat mungkin.

Maka kupercepat entotanku, maju - mundur - maju - mundur dengan cepatnya. Sampai akhirnya kutancapkan batang kemaluanku di dalam liang memek yang sempit dan legit itu.

Disusul dengan berhamburannya sperma dari moncong penisku.

Crooot ... croootttt ... crotrotttt ... croooot ... croooooottttt ... croooooooooottttt .... !

Aku mengelojot, lalu terkulai di atas perut Utami. Dengan tubuh bermandikan keringat.



Ketika kucabut penisku dari liang memek Utami, yang pertama kali kuperhatikan adalah darah di bawah bokong Utami.

Setelah melihat darah perawan di permukaan seprai putih bersih itu, aku mengusap-usap rambut Utami sambil berkata, “Sekarang kamu tidak perawan lagi. Apakah kamu menyesal telah memberikan kesucianmu padaku ?”

“Nggak ... saya malah merasa bahagia karena telah memberikan kesucian saya kepada pria yang sangat saya cintai, “ sahut Utami dengan senyum di bibirnya.

“Tenang ya Sayang. Aku juga sudah mencintaimu. Tapi karena istriku sudah empat orang, mungkin aku takkan bisa menikahimu secara resmi. “

“Nggak apa. Asalkan Boss mau memperlakukan saya sebagai istri ... “

“Masa istri manggil suaminya Boss ? Mulai sekarang kamu harus bisa memanggil Abang atau Bang aja padaku. Kecuali kalau sedang ada karyawan lain di antara kita. “

“Iya Boss ... eeeh ... Bang. “

“Setelah kita pulang nanti, kamu harus membeli buku - buku tentang perhotelan selengkap mungkin. Karena sepulangnya dari Surabaya, kamu akan segera kuangkat menjadi general manager. Dengan gaji dua kali lipat dari gaji yang selama ini kamu terima. Belum lagi uang belanja dariku ... uang belanja dari seorang suami kepada istrinya, meski kita belum menikah. “

Utami memelukku dengan hangatnya. Sambil berkata perlahan, “Terima kasih Bang ... saya semakin bahagia mendengarnya. Semoga Mama pun ikut bahagia mendengar kenaikan jabatan saya nanti. “

“Kamu dan mamamu tinggal di rumah sendiri ?”

“Cuma di rumah kontrakan Bang. “

“Nanti aku akan ngasih sebuah rumah yang layak untuk seorang general manager. “

“Oooh ... terima kasih Bang ... mmm ... saya makin cinta dan sayang kepada Abang. “

Sebenarnya aku bisa saja mengajak Utami bersetubuh lagi kedua dan ketiga kalinya. Tapi aku harus punya tenggang rasa. Bahwa di dalam liang kemaluannya pasti ada luka, akibat robeknya hymen (selaput perawan) Utami.

Biarlah Utami beristirahat dulu selama 2 atau 3 hari. Kalau sudah benar -benar sembuh lukanya, baru aku akan mengajaknya bersetubuh lagi.

Esoknya kami pulang ke Surabaya lagi. Ke hotelku.

Sementara aku tetap berniat untuk mengunjungi keempat cabang perusahaanku yang berdomisili di Surabaya itu.



Niat untuk inspeksi mendadak itu kulakukan keesokan harinya. Sementara Utami kuminta agar beristirahat saja di suite room hotelku. Bahkan aku memberinya uang yang cukup banyak. SIapa tahu dia ingin belanja oleh - oleh dan sebagainya.

Kepada karyawati yang bertugas di front office, aku minta ada yangf mengantar kalaju Utami ingin berjalan - jalan ke luar hotel.



Cabang perusahaan pertama yang kukunjungi, direkturnya seorang pria 40 tahunan bernama Priosembodho. Dia magister di bidang managemen. Penerimaannya atas kedatanganku sangat baik dan sopan.

Aku hanya memberi sedikit pengarahan. Yang jelas, aku ingin agar pendapatan cabang itu meningkat terus. Jangan sampaki stagnasi, apalagi menurun.

Cabang perusahaan kedua yang kukunjungi ... nah ... ini dia masalahnya. Direktur cabang yang kedua ini ... seorang wanita di atas 30 tahunan yang seksi sekali di mataku, bernama Widyaningrum, dengan nama kecil Widi.

Dia juga magister manajemen.

Ketika ia duduk berhadapan denganku, memang sopan sikapnya, tapi spanroknya terlalu pendek, sehingga bukan hanya paha putih mulusnya yang tampak di mataku, melainkan juga celana dalamnya yang berwarna pink itu ... !

Siang - siang gini aku sudah disuguhi “pemandangan” yang merangsang begitu.

Setelah memberikan pengarahan, aku berkata, “Baru kenal sebentar saja Mbak Widi sudah memancarkan kesan positif untuk kemajuan perusahaan ini. Semoga prediksi ini tidak meleset. ”

“Terima kasih Big Boss, “ sahutnya.

“Tapi sayang masih ada sesuatu yang menghalangi pandanganku. “

“Maaf ... maksud Big Boss ... ?!”

Aku menunjuk ke arah celana dalamnya yang berwarna pink itu sambil berkata, “Yang berwarna pink itu menutupi yang ingin kulihat lebih jelas. “

“Aaaw !” Mbak Widi tersipu dan merapatkan sepasang pahanya, “Hihihiii ... gak nyangka Big Boss ini suka berkelakar juga. “

“Nggak ... aku serius, “ sahutku sambil berdiri dan melangkah ke arah sofa yang sedang didudukinya. Lalu duduk di sampingnya. “Bagaimana kalau kita refreshing sekarang ?”

“Siap Big Boss. Asal jangan di kantor ini aja. “

“O, tentu aja. Semuanya harus berjalan secara smooth and safety. Mbak Widi bawa mobil ?”

“Tidak Big Boss. Saya kan belum punya mobil. “

“Ya udah. Kalau gitu ikut aku aja ya. “

“Siap. “

“Bisa dibawa nginap ?”

“Bisa. Saya kan orang bebas. “

“Maksudnya ?”

“Saya tidak punya suami. “

“Owh ... single parent ?”

“Belum jadi parent juga. “

“Wow ... jadi Mbak Widi janda muda tanpa anak ?”

“Betul Big Boss. Sejak tiga tahun yang lalu saya hidup sendiri. “

“Baguslah kalau gitu. “

“Tapi maaf Big Boss ... saya kan sudah berumur tigapuluhdua tahun. Sedangkan Big Boss masih sangat muda.”

“Kebetulan aku penggemar wanita yang usianya lebih tua dariku. Apalagi yang secantik dan seseksi Mbak Widi. “

Mbak Widi tersenyum ceria. Tentu dia senang, karena yang memujinya adalah orang nomor satu di perusahaan ini. Dan itu dinyatakannya secara lisan, “Nggak nyangka kalau saya bisa disukai oleh Big Boss yang begini gantengnya ... masih sangat muda pula ... “

Lalu ia menatapku dengan bola mata bergoyang perlahan, diiringi senyum yang sangat menggoda pula.

Dan aku tak kuasa menahan perasaan lagi. Kurengkuh lehernya ke dalam pelukanku, kupagut dan kulumat bibir yang seolah menantang itu.

Mbak Widi terpejam dan tampak terlena. Terlebih ketika lidahnya kusedot ke dalam mulutku, lalu lidahku mengelus - elus lidahnya. Sementara tanganku mulai merayap ke balik spanroknya yang sangat pendek, sehingga dalam tempo singkat tanganku sjudah berada di balik celana dalamnya ... dan mulai menggerayangi memeknya yang bersih dari jembut.

Jemariku tak cuma mengusap - usap permukaan memeknya, melainkan menyeljundup ke dalam celah vaginanya yang sudah agak basah.

Terasa setiap bagian yang tersentuh olehku mulai menghangat. Pertanda Mbak Widi sudah mulai horny.

Memang prediksiku tidak meleset. Pada suatu saat Mbak Widi melepaskan celana dalamnya sambil berkata dengan suara serak - serak basah, “Kalau sudah dibeginiin, saya gak kuat menahan nafsu lagi ... “

Aku pun melepaskan jas dan dasiku. Kemudian kupelorotkan celana panjang sekaligus celana dalamku, sehingga batang kemaluanku yang “bisa diandalkan” ini tak tertutup apa - apa lagi.

Ketika melihat batang kemaluanku yang sudah sangat ngaceng ini, Mbak Widi terperanjat, “Wow ... penis Big Boss dahsyat sekali ... !” cetusnya sambil memegang batang kemaluanku. Lalu menciumi dan menjilati moncong kontolku dengan sikap wanita yang sudah dikuasai nafsu.

“Takkan ada orang yang nyelonong masuk ke sini kan ?” tanyaku.

“Nggak mungkin. Pintunya kalau sudah ditutup tak bisa dibuka dari luar, Big Boss... “ sahut Mbak Widi yang masih menggenggam kontolku. Lalu menjilati moncong dan lehernya lagi. Bahkan kemudian ia mulai menyelomotinya dengan sangat bernafsu.

Lalu ia menyingkapkan spanroknya sambil merentangkan kedua kakinya sejauh mungkin.

Meski tanpa kata - kata, aku mengerti apa yang diinginkannya. Bahwa ia ingin agar memeknya yang sudah dingangakan itu ingin segera kuentot ... !

Tanpa menunggu permintaan lisannya, aku pun berdiri di antara kedua kakinya yang mengangkang, sambil meletakkan moncong penisku di bagian yang dingangakan oleh kedua tangannya itu. Lalu kudesakkan penisku sekuat tenaga ... slipppp ... meleset ke bawah.

Tangan Mbak Widi pun memegang leher penisku, lalu mengarahkannya ke titik yang tepat. Pada saat aku mendorong lagi sekuat tenaga, tangan Mbak Widi tetap memegang leher penisku. Mungkin agar jangan meleset lagi arahnya.

Dan akhirnya penisku mulai membenam sedikit demi sedikit. Aku memegang sepasang bahu Mbak Widi yang masih mengenakan blazer dan blouse itu.

Sambil berdiri dan membungkuk, dengan kedua tangan menekan sandaran sofa untuk menahan tubuhku, sang Kontol pun mulai kuayun perlahan.

“Dududuuuuuh... punya Big Boss luar biasa gede dan panjangnya ... terasa seret sekali gini ... oooo ... ooooh ... “ rintih Mbak Widi sambil menatapku dengan sorot pasrah.

Memang butuh 1 - 2 menit untuk melancarkan entotanku.

Namun akhirnya liang memek Mbak Widi mulai beradaptasi dengan ukuran penisku.

Meski kami masih berpakaian lengkap, kecuali celana dalam Mbak Widi saja yang sudah meninggalkan pemiliknya, aku bisa mengentot memek Mbak Widi yang sempit dan legit ini.

“Ooo ... ooo ... ooooh ... akhirnya Big Boss menyetubuhi saya di kantor ... “ Mbak Widi mulai merintih dengan mata merem - melek.

“Iya ... ini baru starting point aja Mbak. Nanti kita lanjutkan di hotel semalam suntuk. “

Memang aku yakin bahwa aku akan mampu bertahan. Aku hanya ingin membuat Mbak Widi orgasme. Sedangkan ejakulasiku akan kutahan. Dan baru akan dimuncratkan di tempat lain nanti.

Memang ada perasaan kurang nyaman juga menyetubuhi Mbak Widi di kantornya ini. Karena kalau sampai ada orang lain yang mengetahuinya, bisa gempar perusahaanku nanti.

Karena itu sengaja kupercepat entotanku, agar Mbak Widi cepat orgasme.

Ternyata usahaku berhasil. Mbak Widi mulai menggeliat - geliat, lalu mengejang tegang sambil mencengkram kedua lenganku yang sedang berpegangan ke sandaran sofa.

Lalu terasa liang memeknya menggeliat - geliat seolah ular yang tengah membelit kontolku.

Kudiamkan batang kemaluanku beberapa saat di dalam liang memek Mbak Widi. Lalu kucabut sambil berkata, “Nanti kita lanjutkan di hotel ya. “

“Iii ... iyaaa ... Big Boss belum ngecrot kan ?” ucap Mbak Widi sambil menyeka memeknya dengan kertas tissue basah.

“Belum. Masih jauh Mbak. Barusan cuma ingin meredakan rasa penasaranku aja. “

“Tapi minimal Big Boss sudah merasakan memek saya kan ?” ucap Mbak Widi sambil mengenakan celana dalamnya, dengan sikap genit.

“Iya. Tapi aku ini kalau sedang berselingkuh, tidak cukup dengan satu cewek. Minimal harus dua orang cewek yang melayaniku. “

“Lalu kalau dengan istri Big Boss sendiri gimana ?”

“Istriku kan empat orang. Kadang - kadang mereka berempat melayani hasrat biologisku. “

“Wow ! Istri Big Boss empat orang ?! “ Mbak Widi tampak kaget. Apalagi kalau kuceritakan bahwa istri keempatku adalah Merry. Pasti dia lebih kaget lagi.

Tapi aku sudah sepakat dengan Merry, agar aku merahasiakan perkawinanku dengannya, agar perusahaan tetap berjalan tenang tanpa gosip sekecil apa pun.

Mbak Widi merenung sejenak. Lalu berkata, “Kalau Big Boss mau, saya bisa ajak manager personalia. Dia sebaya dengan saya, nasibnya juga sama. Sudah menjanda sejak usianya masih muda. “

“Ohya ?! Boleh lah. Panggil dia ke sini. “

“Sebentar Big Boss. Mungkin saya harus bisa merayunya dulu.. butuh waktu sebentar ... takkan sampai seperempat jam ... “

“Oke, “ aku mengangguk, “Kutunggu di sini. “

Sebelum keluar dari ruang tamu direktur, Mbak Widi masih sempat berkata, “Maaf saya tinggal dulu Big Boss. “

Tidak terlalu lama aku menunggu di ruang tamu pimpinan cabang perusahaanku ini.

Hanya belasan menit kemudian, Mbak Widi muncul lagi bersama seorang wanita muda, yang katanya seorang psikolog dengan jabatan manager personalia di cabang perusahaan yang dsipimpin oleh Mbak Widi itu.

Lagi - lasgi aku melihat sosok cantik, dengan perawakan tinggi langsing. Berbeda dengan Mbak Widi yang berperawakan chubby.

Manager personalia itu seperti malu - malu waktu menjabat tanganku sambil menyebutkan namanya, “Marisa ... “
:mantap: :mantap::mantap::mantap::mantap::mantap: neng @Neena, cuma sayang terlalu banyak tebar crotnya jadi yg bacanya celana harus sering ganti *basaah2 lengket) tp pokoknya kata mamang mah neng @Neena top lah
 
Memang ada kesalahan update. Tapi yang diulang sudah dihapus semua.
Harusnya bukan itu bahan updatenya. Masih butuh waktu untuk menyelsaikannya.
Maaf ya atas kesalahannya
mba @Neena brarti sy baca ulang lg dong.. waduh sabun habis lg, tp mantap lah memang mba @Neena top lah hampir tiap page slalu ada ga bikin kentang rakyat semproter... lanjutkan suhu
 
Bagian 05



S
etelah Yoga berlalu, aku tercenung sendiri di ruang kerjaku.

Mungkin Wulan terlalu lugu, sehingga Yoga kehilangan gairahnya. Lalu membayangkan seperti yang diakuinya tadi. Bahwa ia sering berkhayal, seandainya ada lelaki lain yang menggauli Wulan, pasti gairah Yoga akan bangkit kembali.

Agak lama aku memikirkan masalah Yoga itu. Karena biar bagaimana Yoga itu adalah satu - satunya saudara kandungku. Sakitnya Yoga adalah sakitku. Senangnya Yoga adalah kesenanganku juga.

Kemudian aku keluar dari ruang kerjaku yang terletak di bagian paling belakang. Sehingga dari ruang kerjaku lebih dekat ke hotel yang masih baru bangunannya itu ketimbang ke lobby.

Saat itu aku mau ke lobby. Namun di lorong menuju lobby itu aku maju berpapasan dengan seolrang wanita anggun, bergaun hijau tosca yang mengkilap. Dan aku masih ingat benar siapa wanita itu. Mantan dosenku yang biasa dipanggil Ibu Emi.

“Selamat pagi Bu Emi, “ sapaku dengan sikap sopan.

Wanita cantik dan anggun kitu kaget, lalu memperhatikanku dan menyahut, “Ini Sammy ?!”

“Iya Bu, “ sahutku sambil menjabat tangannya.

“Lagi ngapain di hotel ini ?” tanyanya dengan senyum di bibirnya.

“Kebetulan hotel ini punya saya Bu. “

“Ohya ?! Hebat kamu ini Sam. Masih muda tapi sudah sukses. “

“Hewhehee ... sukses itu kan relatif Bu. Mmm ... apakah Bu Emi bersedia untuk ngobrol di ruang kerja saya ?”

“Boleh. Saya memang ada yang ingin disampaikan padamu Sam. “

“Iya ... kita bahas di ruang kerja saya aja Bu. “

Bu Emi mengangguk sambil tersenyum manis. Lalu melangkah di sampingku menuju ruang kerjaku yang terletak paling belakang di bangunan lama ini.

Begitu tiba di dalam ruang kerjaku, Bu Emi memandang ke sekelilingnya sambil bergumam, “Wah ... ini ruang kerja apa suite room Sam ?”

“Tadinya memang suite rooom. Tapi saya jadikan ruang kerja saya aja. karena suite room kurang menjual, jarang dipakai tamu. “

Kuajak Bu Emi duduk di ruang tamu yang sudah kurombak supaya layak digunakan oleh seorang owner seperti aku ini.

“Masalah apa yang mau disampaikan itu Bu ?” tanyaku yang sengaja duduk di samping mantan dosenku itu.

“Saya kan baru bercerai dengan suami. Lalu dalam masalah harta gono gini, saya dan mantan suami sepakat untuk membagi dua semua harta dari hasil usaha kami berdua. Sekarang tinggal rumah dan tanah di belakangnya itu yang belum terjual. Apakah Sam punya relasi yang butuh rumah dan tanah seluas dua hektar di belakang rumah itu ?”

“Lokasinya di mana ?”

“Lokasinya memang ada di pinggiran kota. Tapi rumahnya lumayan bagus. “

“Mmm ... bagaimana kalau kita lihat rumah dan tanahnya itu sekarang ?”

“Boleh. “

“Ibu pakai apa ke sini ? Bawa mobil sendiri ?”

“Nggak. Tadi pakai taksi. Saya kan sudah pindah, ngajar di Surabaya. Nggak ngajar di kota ini lagi. “

“Ngajar di Surabaya ?” tanyaku.

“Iya. Kenapa ?”

“Nggak kenapa - kenapa. Mmm ... di Surabaya juga saya punya hotel. “

“Hotel apa ? Di mana ?” tanya Bu Emi.

Lalu kusebutkan nama hotelku dan alamat lengkapnya.

“Wow ... itu sih hotel keren Sam. Kok bisa sih kamu yang masih muda sekali sudah sesukses itu ?”

“Kebetulan ada rejekinya aja Bu. Kalau hotel ini, sejak saya masih kuliah sudah saya miliki. Tapi belum dibangun bagian yang bertingkat di belakang itu. “

“Luar biasa ... !” Bu Emi geleng - geleng kepala.

Beberapa saat kemudian mantan dosebnku yang cantik dan anggun itu sudah berada di dalam sedan merah maroon metalic-ku, keluar dari pelataran parkir menuju ke jalan aspal.

“Ibu yang begitu cantiknya kok bisa bercerai dengan mantan suami Ibu itu ?” tanyaku setelah sedanku menginjak jalan aspal.

“Saya kan gak mau dimadu, “ sahut Bu Emi.

“Owh ... mantan suami Ibu menikah lagi ?”

“Iya. Alesannya, karena ingin punya anak. “

“Emangnya Bu Emi belum pernah hamil ?”

“Belum. Tapi kan belum tentu saya yang mandul. Belum pernah dip[eriksakan ke dokter kok. “

“Wow ... kalau begitu, Ibu masih ... mmm ... nggak deh ... “

“Masih apa ?” tanya Bu Emi bernada penasaran.

“Barusan salah ngomong Bu. “

“Iiih ... kalau ngomong gak diselesaikan ntar rejekinya terhambat di tengah jalan lho. “

“Takut Ibu marah. “

“Nggak ... nggak akan marah. Ayo tuntasin omonganmu tadi Sam. “

“Anu Bu ... kalau Ibu belum pernah hamil ... tentu itunya masih rapet ... kayak masih gadis ... “

“Hihihihiii ... memangnya kamu mau buktiin rapet nggaknya ?” Bu Emi mencubit lengan kiriku.

“Iya sih ... pengen buktiin ... “

“Mmmm ... urusin bisnisnya dulu. Soal itu sih gampang. Mumpung saya belum merit lagi. “

“Waktu masih jadi mahasiswa, saya ngefans lho sama Ibu. Soalnya Ibu dosen tercantik dan termuda di kampus kita. “

“Masa sih ?! Kenapa kamu gak pernah ngomong secara terbuka ?”

“Ngomong terbuka sih nggak berani Bu. Lagian saat itu saya sedang konsen kuliah, karena saya ngejar target agar cepat selesai kuliahnya. Alhamdulillah ... saya lulus dengan cepat kan Bu. “

“Iya. Kamu lulus paling cepat, cum laude pula. Kamu memang hebat. Tapi sekarang kamu udah punya istri kan ?”

“Udah Bu.”

“Udah punya anak ?”

“Sudah juga. “

Tiba - tiba Bu Emi membisiki telinga kiriku, “Bisa hamilin saya nggak ?”

“Kalau Ibu nggak mandul, pasti bisa. “

“Saya yakin ... saya nggak mandul. “

“Ya ayo ... saya siap buat hamilin Ibu. Tapi saya nggak bisa menikahi Ibu secara sah. “

“Nggak apa - apa. Saya hanya ingin memamerkan aja kepada mantan suami saya. “

“Memamerkan gimana ?”

“Pada waktu perut saya sedang buncit, saya akan menemui dia. Biar nyahok ... !”

“Hahahaaa ... boleh juga tuh. Panas - panasin mantan suami Ibu nanti. “

“Hmmm ... kebayang kalau saya hamil sama kamu Sam. Kalau anaknya cowok, pasti ganteng kayak ayahnya. “

“Dan kalau anaknya cewek, pasti cantik seperti ibunya. “

“Usia Bu Emi masih produktif kan ?”

“Masih lah. Umur saya kan baru tigapuluhdua. “

“Berarti waktu Bu Emi masih jadi dosen saya, usianya baru duapuluhtujuhan ya Bu. “

“Iya. Saya kan menyelesaikan kuliah dengan cepat, seperti kamu. Usia duapuluhsatu sudah S1. Usia duapuluhtiga sudah S2. Ohya ... kamu udah S2 juga kan ?”

“Belum Bu. Bisnis menyita waktu saya. Belum ada senggangnya. Padahal para manager dan direktur bawahan saya di Surabaya, sudah S2 semua. Tapi saya sebagai ownernya baru S1. “

“Owner sih gak perlu tinggi - tinggi banget pendidikannya. Yang penting duitnya melimpah ruah. Duit kan bisa menguasai segalanya. “

“Kalau sudah ada waktu senggang sih, saya mau juga mengambil S2. Tapi nggak mau di Indonesia. “

“Terus mau kuliah S2 di mana ? Di Amerika ?”

“Ya ... antara Amerika dengan Kanada aja Bu. Tapi entah kapan saya bisa kuliah lagi. Belum kebayang. Bisnis saya terlalu banyak. Bukan hanya bisnis hotel. “

“Ohya ? Selain punya hotel - hotel, bisnis apa lagi ?”

“Di Surabaya saya punya beberapa pabrik yang memproduksi makanan ringan. Saya juga mulai bergerak di bidang properti. “

“Wah ... kalau begitu cocok deh buat naksir rumah dan tanah saya yang mau dijual itu. “

“Kalau harganya masuk di akal, pasti saya beli Bu. “

“Murah Sam. Bukan cuma masuk di akal. Pokoknya harga rumah dan tanah itu akan dijual di bawah harga pasaran. “

“Eeeh ... ini udah lewat batas kota. Masih jauh rumahnya Bu ?”

“Itu ... setelah lewat lampu merah cuma limapuluh meteran, di sebelah kiri jalan raya ini. “

Hmmm, pikirku, berarti rumah dan tanah Bu Emi itu terletak di daerah yang lumayan strategis. Ingin dengar aja dulu, berapa asset itu mau dijualnya.

Setelah melewati lampu merah, kupelankan laju mobilku. Kemudian Bu Emi menunjuk ke sebelah kiri, ke pintu gerbang rumah antik yang lumayan besar itu.

Mungkin rumah itu dibangun pada zaman kolonial Belanda dahulu. Tapi masih tampak megah dan kokoh.

“Rumah ini tidak ada yang nempatin ?” tanyaku.

“Nggak ada. Makanya saya nginep di hotel juga, karena gak berani tidur sendirian di sini. Lagian furniturenya sudah dijual semua. Jadi di rumah ini tempat duduk pun gak ada. “

“Terus ... tanahnya yang dua hektar itu di sebelah mana ?” tanyaku.

“Itu ... pas di belakang rtumah ini ... ayo kita ke sana, “ ajak Bu Emi sambil mendekap lenganku, seperti takut jatuh, karena tanahnya bergerinjal - gerinjal. Kalau abis hujan, pasti becek tanah yang kami injak ini.

Ternyata tanah di belakang rumah itu hanya ditanami pohon - pohon pepaya dan pisang. Memang sepintas lalu tidak menarik. Tapi pikiranku langsung melesat ke masa depan. Bahwa tanahnya jauh lebih “gendut” bagian belakangnya. Berarti menurut fengshui, tanah itu bagus. Tanamannya hanya pohomn - pohon pepaya dan pisang. Berarti mudah meratakannya kalau mau dibangun kelak.

Dan yang tgerpenting, aku bisa mendekap pinggang Bu Emi dari belakang. Sambil membisiki telinganya yang menyiarkan harum parfum mahal, “Lamunan saya mungkin bakal tercapai Bu. “

“Lamunan apa ?” tanyanya tanpa menoleh ke belakang.

“Lamunan untuk dekat dengan Bu Emi, sekaligus berusaha menghamili Ibu. Hihihiii ... !”

“Iya soal itu sih pasti saya kasih, asalkan selesaikan dulu soal tanah dan rumah ini. “

“Saya mau denger dulu harga matinya berapa ?”

Bu Emi menyebutkan harga rumah dan tanah yang dua hektar itu. Menurutku memang sangat murah. Lalu tanyaku, “Surat - suratnya atas nama siapa ?”

“Semuanya atas nama saya. “

“Masih akte jual - beli atau sudah jadi SHM ?”

“Sudah jadi SHM semua. Fotocopynya ada sama saya, tapi ditinggalkan di kamar hotel Sam .”

“SHM aslinya tidak sedang diagunkan ke bank ?”

“Justru itu ... SHM aslinya sedang disekolahin di bank. “

Aku tersenyum mendengar istilah “disekolahin” itu. “Bu Emi punya hutang berapa ke bank ?”

“Nggak sampai setengah dari harga tanah itu, “ sahutnya.

Aku tetap mendekap pinggang Bu Emi dari belakang. Lalu tanyaku, “KIayaknya harga yang ibu sebutkan tadi harus diturunkan, sepuluh persen juga cukup. “

“Oke deh Sam. Saya setuju, “ sahut Bu Emi sambil memutar badannya jadi berhadapan denganku di tengah kebun pepaya dan pisang itu.

“Jadi besok kita tebus SHM itu ke bank, “ kataku.

“Sam mau melunasi hutang kami ke bank besok ?”

“Iya. Sisa pembayaran tanah dan rumahnya akan saya bayar cash setelah SHMnya ada di tangan saya. Tapi pembayarannya kita lakukan di notaris, ya Bu. “

“Oke, “ Bu Emi mengangguk sambil tersenyum, “Duuuh ... kamu membuat surprise besar bagi saya Sam. “

“Dalam berbisnis, saya tidak suka prosedur yang bertele - tele, Bu. Daripada buang - buang waktu, mending mikirin bisnis yang lain kan ?”

“Betul Sam ganteng, “ sahut Bu Emi yang diikuti oleh kecupan hangatnya di bibirku, “Emwuuuuuaaaahhh... !”

Setelah kecupan itu terlepas, kupegang tangan Bu Emi sambil berkata, “Nanti kita lanjutkan di hotel, ya Bu. “

Bu Emi mengangguk dengan senyum manis. Manis sekali senyum mantan dosenku itu.

Setelah kami berada di dalam mobil kembali :

“Bu Emi booking di kamar nomor berapa ?”

“Empat dua lima. “

“Di lantai empat. “

“Iya Sam. “

“Supaya karyawan gak heboh, nanti Bu Emi langsung menuju kamarnya duluan ya. Saya akan menyusul beberapa menit kemudian. Ingin melihat fotocopy SHM itu. Sekalian ingin melihat yang rapet mrepet itu .... “ ucapku sambil menahan tawa.

“Cuma ingin melihat ?” tanya Bu Emi sambil menepuk - nepuk punggung tanganku yang terletak dekat tongkat persneling matic mobilku.

“Sekalian mau ngajak jalan - jalan ke taman ... “

“Taman mana ?”

“Taman surgawi ... hmmm ... “

Bu Emi tersenyum. Lalu mengecup pipi kiriku dengan hangatnya.

“Gemessss ... ingin meluk Bu Emi semalam suntuk ... “ ucapku perlahan.

“Emang istrimu gak complain kalau hilang semalaman ?”

“Kami sama - sama sibuk dengan bisnis masing - masing. Dia gak pernah protes kalau saya hilang seminggu pun. Paling mikirnya saya tidur di hotel. “

“Istrimu bisnis apa ?”

“Supermarket yang di samping hotel saya itu punya dia. “

“Wow ... tadi saya belanja di supermarket itu Sam. Harganya murah -murah. “

“Di zaman sekarang, dagang apa pun harus wajar ngambil untungnya. Karena masyarakat kita sudah cerdas dan pintar milih - milih. Supermarket yang pasang harga mahal - mahal, pasti ditinggalkan. “

“Tapi kalau harganya murah - murah, apa masih ketutup modalnya ?”

“Kami gak pernah pakai duit bank. Makanya gak perlu ambil untung banyak - banyak, karena gak punya beban bunga bank. “

“Tapi masih pakai bank juga kan ?”.

“Masih. Tapi hanya dalam rangka menyimpan dana. Gak pernah meminjam. “

“Bisnis yang sehat. “

“Iya Bu. Zaman sekarang banyak pengusaha yang buka ini, buka itu secara gede - gedean. Akhirnya gulung tikar. Assetnya disita semua oleh bank. “

“Karena kreditnya macet ?”

“Hutangnya yang macet. Istilah kredit sering menyesatkan Bu. “

“Iya. Kata seorang pakar, bank itu laksana meminjamkan payung di waktu kemarau, lalu payung itu diambil ketika musim hujan. “

“Iya Bu. Makanya kita harus mikir seribu kali sebelum minjam duit bank. “

Obrolan itu terputus, karena sedanku dibelokkan ke pelataran parkir sebuah restoran.

“Kita makan dulu ya Bu. Perut saya sudah main musik keroncong. “

“Iya. Saya juga udah lapar. “

Kemudian kami turun dari mobil dan melangkah ke arah restoran itu.

Di dalam restoran itu, sambil menunggu makanan pesanan kami dihidangkan, kukeluarkan buku cek dari tas kecil yang talinya selalu tergantung di leherku ke mana pun aku pergi. Lalu kutulis nominal setengah dari harga tanah dan rumah punya Bu Emi itu di sehelai cek yang sudah kulepaskan dari bukunya.

Cek itu kuserahkan kepada Bu Emi sambil berkata, “Ini saya bayar limapuluh persen dulu, ya Bu. Sisanya akan saya bayar di notaris setelah SHMnya di tangan Ibu. “

Bu Emi mengamati tulisanku di cek itu. “Wah ... terima kasih Sam, “ ucapnya dengan sorot wajah ceria.

“Ceknya belum dikasih tanggal, “ kataku, “silakan Ibu tulis sendiri tanggalnya, sesuai dengan waktu akan mencairkannya. “

“Tulis tanggal besok aja Sam. Karena ceknya mau diserahkan ke bank yang menyimpan SHM itu. Lebihnya kan tinggal masukkan ke dalam rekening tabungan saya aja besok.”

“Pasti ada lebihnya kan ?” tanyaku setelah menulis tanggal besok di cek itu, kemudian kuserahkan lagi ceknya ke tangan Bu Emi.

“Banyak juga kok lebihnya. Terima kasih Sam. “

“Bagaimana cara membagi dua dana hasil penjualan rumah dan tanah itu Bu ?”

“Mantan suami saya sudah setuju, bahwa jatahnya sudah habis. Karena rumah dan tanah itu diagunkan untuk kebutuhan bisnis dia. “

“Jadi duit sisanya punya Bu Emi semua ?”

“Betul Sam. Cukup untuk membeli rumah di Surabaya nanti. “

Makanan pesanan kami diantarkan dan dihidangkan oleh dua orang waiter.

Lalu kami santap makanan yang sudah terhidang itu.

“Kalau uangnya sudah dibelikan rumah di Surabaya, nanti kirim alamatnya ya Bu. Saya kan sering ke Surabaya, “ ucapku.

“Iya. Sekali - sekali Sam harus nginap di rumah saya nanti. “

Aku cuma mengangguk, lalu melanjutkan makan.



Setibanya di hotelku, sesuai dengan saranku, Bu Emi langsung meninggalkanku. Menuju kamarnya di lantai empat pada bangunan baru itu.

Sementara aku masuk ke dalam ruang kerjaku. Mengganti pakaianku di bedroom dengan celana pendek dan baju kaus serba putih. Kukenakan juga sepatu putih, seolah mau berolah raga.

Sesaat kemudian aku keluar dari ruang kerja sekaligus suiteroom pribadiku, menuju pintu lift yang berada di bangunan baru itu.

Setelah berada di lantai empat, aku langsung menuju pintu kamar bernomor 425.

Pintu itu kuketuk perlahan. Sesaat kemudian pintu itu terbuka, Bu Emi yang sudah mengenakan kimono sutera putih menyambutku di ambang pintu. Lalu aku masuk ke dalam kamar itu.

“Kok seperti mau berolah raga ?” cetus Bu Emi setelah menutupkan kembali pintu keluar.

“Memang mau olahraga ... mau push up di atas perut Ibu, “ sahutku sambil menggelitik pinggang Bu Emi.

“Hihihihiii ... !” Bu Emi menggeliat - geliat kegelian.





Aku duduk di sofa, Bu Emi pun duduk merapat ke samping kiriku.

Dengan pandangan sekilas aku sudah tahu bahwa saat itu Bu Emi tidak mengenakan beha di balik kimono sutera putihnya. Karena kedua tonjolan di kimono bagian dadanya menjelaskannya ... bahwa tiada beha menutupi sepasang payudaranya.

Jangan - jangan celana dalam pun tidak dikenakannya di balik kimono itu. Entahlah.

Yang jelas aku tak mau berbasa - basi lagi. Kuselundupkan tanganku ke balik kimono itu pada bagian dadanya. Dan benar saja. Tanganku langsung menyentuh payudaranya yang belum kendor, masih lumayan padat kencang dan natural. Bu Emi belum bereaksi. Hanya menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa, sementara kedua kakinya diselonjorkan.

Dengan penuh rasa penasaran, kusembulkan payudara mantan dosenku itu lewat belahan kimononya yang sudah kujauhkan jaraknya. Lalu kucelucupi pentil toket berukuran medium itu dengan gairah yang mulai bergejolak di dalam jiwaku.

Bu Emi hanya melingkarkan lengannya di tengkukku. Sementara tanganku ingin membuktikan, benarkah ia tak mengenakan celana dalam ?

Ya ... kuselundupkan tanganku ke balik kimono bagian di bawah ikatan talinya. Ternyata benar. Aku langsung menyentuh kemaluan mantan dosenku. Kemaluan yang licin dan bersih dari jembut ... kebayang enak jilatinnya ... !

Pada saat mulutku masih asyik mengemut pentil toket Bu Emi, jemariku mulai menggerayangi memeknya.

Bu Emi cuma memejamkan matanya dengan tubuh yang terasa mulai menghangat. Terlebih ketika jemariku mulai mengelus - elus clitorisnya yang lebih gede daripada clitoris perempuan - perempuan yang pernah kugauli.

“Saaaam ... aaaaa .... aaaaahhh ... Saaam .... “ rintih Bu Emi perlahan sambil meremas - remas ketiakku.

Aku tak peduli dengan rintihan mantan dosenku itu. Tapi sesaat kemudian, tangan Bu Emi menyelinap ke dalam celana pendekku. Pada saat itu aku tak mengenakan celana dalam. Sehingga tangan Bu Emi langsung menjamah penisku yang mulai tegang ini.

Bu Emi agak tersentak, “Sam ... kon ... kontolmu gede banget ... !” cetusnya sambil menggenggam leher dan puncak penisku.

“Santai aja Bu, “ sahutku, “Nanti memek Ibu akan saya jilatin dulu sampai benar - benar basah ... supaya Ibu gak kesakitan waktu kontol saya dimasukin ... “

“Duh ... baru dengernya aja saya udah horny berat Sam ... “ ucap Bu Emi setengah berbisik.

“Kalau Bu Emi gak mandul, mudah - mudahan saya bisa menghamili Ibu nanti. “

“Iya Sam ... saya ingin sekali hamil ... ingin sekali memperlihatkan kepada mantan suami ... bahwa masalah itu justru ada pada dia. Bukan pada saya. “

“Bu ... sebenarnya istilah saya itu berasal dari sahaya, yang artinya budak belian. Kita ganti aja istilahnya jadi aku ya. Supaya kita merasa lebih akrab. “

“Iya, “ sahut Bu Emi sambil tersenyum. Sementara tangannya masih kerasan memegang leher dan kepala penisku, sambil mengelus - eluskan jempolnya ke moncong penisku.

Beberapa saat kemudian kuangkat dan kubopong tubuh mantan dosenku ke atas bed. Di situlah kutanggalkan kimononya, sehingga sekujur tubuhnya tidak terhalang oleh sehelai benang pun.

Hmmm ... lagi - lagi aku menyaksikan kecantikan dan bentuk tubuh yang nyaris sempurna di mataku.

Tubuh yang ramping di bagian pinggangnya, namun gede bagian bokongnya. Sementara sepasang toketnya tampak membusung padat, tidak terlalu kecil namun tidak pula terlalu gede.

Kulitnya putih mulus, tidak ada bekas “paku payung” setitik pun. Sementara wajahnya ... aku tak berlebihan kalau wajah cantiknya bisa kusejajarkan dengan kecantikan Mamie dan Bu Naya.

Aku pun menanggalkan sepatu, baju kaus dan celana pendekku yang serba putih. Lalu merayap ke atas perut Bu Emi, dengan gairah yang benar - benar bergejolak.

Betapa gairahku takkan bergejolak. Dahulu Bu Emi itu dosen yang paling memanjakan mataku kalau sedang dikuliahi olehnya. Sering juga aku berpikir jauh dahulu. Berpikir seandainya aku bisa menelanjanginya ... lalu menyetubuhinya ... dan aaah ... dahulu semuanya itu kuanggap hanya ilusi belaka.

Tapi kini ... tubuh pujaan di masa laluku itu sudah benar - benar telanjang di depan mataku. Sudah tampak pasrah pula. Bahkan dia mengharapkan agar aku mampu menghamilinya, sebagai bagian dari balas dendamnya terhadap sang Mantan ... !

Dan kini aku sudah menelungkupinya. Sudah memagut bibir sensualnya yang memancarkan hawa harum penyegar mulut. Lalu melumatnya, seolah sedang melumat bibir kekasih tercinta.

Bu Emi menanggapi lumatanku dengan menjulurkan lidahnya yang lalu kusedot ke dalam mulutku. Menggelutkan lidahku ke lidahnya, kemudian gantian lidahku yang kujulurkan, yang disambutnya dengan sedotan juga. Sementara tanganku pun mulai beraksi, untuk meremas - remas toket indah dan hangatnya.

Namun si jhoni sudah menagih - nagih ... tak mau terlalu banyak membuang waktu. Karena itu aku melorot turun. Menjilati pusar perut Bu Emi sejenak, lalu turun lagi ke bawah, ke arah memek bersih dan mulus itu.

Mantan dosenku tahu apa yang akan kulakukan. Karena itu ia mengangkangkan kesua belah kakinya selebar mungkin, sehingga mulut memek Bu Emi agak menganga dan tampak bagian dalamnya yang berwarna pink itu.

Mulutku pun kuserudukkan ke bagian yang ternganga dan seolah menantangku itu. Lidahku terjulur dan mulai asyik menjilati bagian dalam yang berwarna pink itu. Sementara jempol kiriku mulai menggesek - gesek clitorisnya.

Bu Emi mulai menggeliat - geliat sambil mendesah - desah, “Aaaaa ... aaaah .... aaaaah ... Saaaam .... kamu pandai sekali menjilati memekku Saaam ... aaaa .... aaaah ... gilaaaa ... ini enak sekali Saaaam ... terlalu enaknya Saaaam ... aaaa .... aaaaaah ... Saaaam .... Saaaam ... Saaaam ... Saaaam .... “

Sebenarnya aku tidak pandai - pandai benar menjilati memek. Kelebihanku adalah dengan menggiatkan jempol kiriku untuk menggesek - gesek kelentit Bu Emi, terkadang sambil ditekan agak kuat. Inilah yang membuat Bu Emi klepek - klepek. Dan dalam tempo singkat saja, liang memeknya sudah basah kuyup oleh air liur yang kualirkan, sementara mulut memeknya pun mulai merekah ... seolah minta agar cepat dicoblos dan digenjot oleh sang Kontolentot ... !

Aku pun tak mau menahan diri lebih lama lagi, karena memek Bu Emi sudah “siap coblos”.

Lalu aku merangkak ke arah perut Bu Emi, sambil memegang penis ngacengku yang moncongnya kuarahkan ke mulut memek basah itu. Bu Emi pun membantu dengan memegangi lejer penisku, lalu moncongnyha diarah - arahkan ke titik yang pas.

Lalu ia mengangguk sambil mengedipkan matanya, sebagai isyarat bahwa penisku sudah boleh mendobrak liang memeknya.

Kudesakkan batang kemaluanku dengan sekuat tenaga ... uuuugh .... kepala dan leher penisku berhasil membenam ke dalam liang memek Bu Emi yang ternyata memang sempit sekali ini ... !

Kudorong dan kudorong lagi batang kemaluanku sehingga membenam makin dalam sedikit demi sedikit.

Dan setelah penisku membenam lebih dari separohnya, aku pun mulai menggeser - geserkannya perlahan - lahan, dalam jarak pendek - pendek dulu.

Makin lama liang memek Bu Emi makin beradaptasi dengan ukuran batang kemaluanku. Sehingga akhirnya aku mulai benar - benar mengentotnya, meski dalam geseran perlahan - lahan dulu.

“Saaam ... duuuuh ... kontolmu luar biasa panjang dan gedenya ... ini sampai terasa seret gini ... padahal tadi memekku sudah basah oleh jilatanmu ... “ elah Bu Emi sambil merengkuh leherku ke dalam pelukannya.

“Memek Ibu juga masih rapet sih ... makanya terasa masih sempit dan menjepit gini ... “ sahutku tanpa menghentikan entotanku yang masih perlahan - lahan ini.

“Ya iyalah. Aku kan belum pernah melahirkan ... aaa ... aaaah ... “ sahutnya terengah.

Lama kelamaan penisku mulai leluasa bergeser - geser di dalam liang memek Bu Emi yang sudah semakin beradaptasi dengan ukuran zakarku ini.

Maka mulailah aku mengentot mantan dosenku dalam kecepatan yang normal.

Dan rintihan - rintihan histeris Bu Emi pun mulai berkumandang di dalam kamar 425 ini.

“Saaam ... ooo ... ooooh ... Saaam ... kontolmu luar biasa gedenya Saaam ... luar biasa enaknyaaaaaa ... ooo ... ooooh ... entot terus Saaaam ... entot teruuuussss .... luar biasa enaknya Saaaam ... ooo ... oooooh .... Saaaaam .... enak sekali Saaaam ... entot terussss ... entot teruuuussssssssss.... entoooot ... entoooot .... entooooooottt ...... !”

Mendengar rintihan histeris dan erotis itu, aku pun semakin bergairah untuk mengentot memek mantan dosenku, sambil menjilati lehernya yang mulai keringatan, disertai dengan gkigitan - gigitan kecil ... menjilati dan menyedot - nyedot pentil toketnya yang sudah tegang ... menjilati telinganya sambil menggigit - gigit daunnya ... menjilati ketiaknya yang sudah dibasahi keringat namun harum parfum tersiar di bagian yang satu ini.

Ketika sudah kenyang menjilat - jilat di bagian - bagian peka itu, akhirnya kupagut bibir Bu Emi ke dalam ciuman dan lumatanku.

Bu Emi pun menyambut ciumanku dengan pelukan erat di leherku.

Terkadang aku mengamati wajah mantan dosenku dari jarak yang sangat dekat. Memang tak salah kalau aku akan menjadikannya seorang kekasih tercinta. Karena selain cantik wajahnya, ia tampak jauh lebih muda daripada usianya. Kalau dia mengaku baru berusia 25 tahun pun orang akan percaya.

Dan yang jelas ... ini yang terpenting ... liang memeknya itu ... luar biasa enaknya ... !

Seandainya Bu Emi tidak ingin dihamili olehku, mungkin aku akan bertahan lama di atas perutnya. Tap;I karena dia ingin dihamili olehku, maka ketika ia mulai berkelojotan sebagai gejala awal akan mencapai orgasme, aku pun memacu entotanku dalam gerakan yang cepat dan keras.

Lalu Bu Emi menggeliat dan mengejang tegang ... pada saat itu pula kubenamkan penisku sedalam mungkin. Lalu kudiamkan dan tidak kugerakkan lagi.

Pada saat itulah kami jadi sepasang manusia yang seolah kerasukan msetan. Kami saling cengkram seolah ingin menghancurkan tulang pasangan kami. Lalu kami menahan nafas ... sementara liang memek Bu Emi terasa menggeliat - geliat dan berkedut - kedut erotis sekali.

Pada saat itu pula moncong zakarku mengejut - ngejut sambil menembak - nembakkan sperma di dalam liang memek mantan dosenku.

Crooot ... crot ... croooooootttt ... croooot ... crotcrot ... crooooooooottttttt ...!!!

Aku mengelojot di atas perut mantan dosenku. Lalu kami sama - sama terkulai lemas di pantai kenikmatan dan kepuasan ... !
:mantap::mantap::mantap::mantap::coli::coli::coli::coli::coli::coli::coli:
 
Melihat barang - barang keperluan bayi yang sedang diangkut satu persatu oleh pembantunya itu, Bu Emi terlongong dan berkata, “Waduuuh ... banyak sekali oleh -olehnya Sam. Ada stroller segala. Itu sih mungkin baru akan dipakai setelah bayinya berumur setahun lebih. “

“Kan sebagai tanda sayang buat darah dagingku yang sedang berada di dalam kandungan Ibu, “ sahutku.

Tiba - tiba Bu Emi berkata, “Mulai sekarang panggil aku Bunda aja. Dan aku akan memanggil Ayah kepada Sam. Oke ?”

Aku spontan mengangguk, “Setuju Bun. Supaya anak kita juga ikut memanggil Ayah dan Bunda kepada kita. “

Bu Emi yang mulai hari ini akan kupanggil Bunda, melingkarkan lengannya di leherku, lalu mengecup bibirku disusul dengan ucapan setengah berbisik, “Jangan cepat -cepat pulang ya. Aku kangen banget padamu, Ayah ... “

Entah kenapa, aku senang sekali mendengar Bunda memanggil Ayah padaku itu. “Iya Bunda sayang, “ sahutku, “kalau perlu aku akan menginap di sini. Untuk menemani Bunda, karena aku juga sudah kangen berat padamu, Bun. Besok aku memang mau ke luar kota, tapi malamnya sudah pulang lagi. “

“Lalu, “ lanjutku, “bagaimana ceritanya sehingga Bunda ada di sini lagio ? Bukankah Bunda ngajar di Surabaya ?”

“Uang hasil penjualan tanah dan rumah yang kujual kepada Ayah, sebagian kubelikan rumah ini. Biar bagaimana pun juga kota ini adalah kampung halamanku. Jadi sekali - sekali kalau aku sedang ingin istirahat, ya di sini tempatnya yang paling ideal. “

“Terus sekarang kampusnya ditinggalkan ?”

“Aku sedang cuti hamil. Bukan ditinggalkan. Masalahnya, aku tidak mau kelihatan buncit sama para dosen dan mahasiswa - mahasiswaku di Surabaya. Takut banyak pertanyaan yang sulit jawabnya. Ya diambil aja cuti bersalin selama sembilanpuluh hari. Kalau setelah tiga bulan belum melahirkan juga, bolos atau minta izin aja sisanya. ““

“Yang dimaksud pertanyaan yang sulit jawabnya itu apa ? Kalau ada yang nanya siapa suami Bunda ?” tanyaku.

“Iya ... antara lain soal itu. “

“Jual aja namaku. Lagian aku sekarang sudah punya hotel juga di Surabaya. “

“Hotel apa ?”

Lalu kusebutkan nama hotel “hadiah” dari Merry itu.

“Ooo ... itu sih hotel besar. Berarti kalau Ayah sedang ada di Surabaya, bisa ngajak aku dong ke hotel Ayah. “

“Gampang soal itu sih. Yang penting sekarang fokus untuk menjaga kesehatan kandungan Bunda aja. Lalu apakah sekarang kangennya sudah terobati dengan hanya ngobrol begini ?”

Bunda Emi tersenyum manis. Lalu memegang pergelangan tanganku sambil berdiri, “Di kamar aja yuk. Biar lebih leluasa saling curahkan perasaan rindu kita. “

Aku pun berdiri dan mengikuti langkah Bunda Emi ke dalam kamarnya.

Setelah berada di dalam kamar yang pintunya sudah ditutupkan kembali sekaligus dikunci itu, Bunda Emi memegang sepasang bahuku sambil bertanya, “Gak pengen nengok anaknya sekarang ?”

Aku ketawa kecil, karena aku tahu apa yang dimaksud dengan “nengok anaknya” itu. Maka sahutku, “Tentu aja. Orang bilang, kalau wanita sedang hamil, memang harus sering - sering ditengok, supaya bayinya kuat dan tidak lemes. Apalagi kalau sudah tau bayinya laki - laki gitu. “

“Tapi jangan terlalu menggencet perutku ya. Kasian bayinya, “ ucapnya.

“Santai aja. Aku sudah tau kok cara menyetubuhi wanita hamil. “

“Tentu aja udah berpengalaman. Istri empat dan keempat - empatnya sudah pada punya anak kan ?” cetusnya sambil melepaskan baju hamilnya.

“Hehehe ... iyaaa .... “ sahutku sambil menanggalkan baju kaus dan celana panjangku. Lalu mengikuti Bunda Emi, naik ke atas bed.

Kuusap usap perut mantan dosenku yang tinggal mengenakan celana dalam saja itu (karena ternyata dia tidak mengenakan beha di balik baju hamilnya tadi). Kemudian kuciumi pusar perut yang sudah agak membesar itu sambil berkata, “Tetap sehat di dalam perut Bunda dan semoga lancar lahirannya nanti ya anakku ... “

“Amiiin ... “ tanggap Bunda Emi sambil tersenyum senang.

Ketika menoleh ke arah sepasang payudara Bunda Emi yang sudah lain dari biasanya, kuusap - usap juga payudara mantan dosenku itu sambil berkata, “Seperti sudah ada ASInya ya ?”

“Belum ada. Tapi memang toketku membesar belakangan ini, “ sahutnya.

Aku mengalihkan perhatianku ke bagian di bawah perut Bunda Emi. Lalu kuselundupkan tanganku ke balik celana dalam yang belum ditanggalkan itu sambil berkata, “Memek wanita hamil itu enak lho ... rasanya unik ... pokoknya beda dengan memek wanita yang tidak sedang hamil. “

“Masa sih ?!” cetusnya sambil membiarkan tanganku menggerayangi kemaluannya.

“Tapi kalau mau menyetubuhi wanita hamil, gak boleh dijilatin memeknya. “

“Kenapa ?”

“Karena dikuatirkan ada bakteri dari air liur, lalu mengganggu kesehatan bayinya. “

“Ogitu. Ya udah jangan pakai cunnilingus. Tapi fingering sih perlu, biar basah. Soalnya kontol Sam kan gede banget, kalau langsung dimasukkan bisa sakit memekku. “

“Kan ini juga sedang fingering, “ sahutku sambil memutar - mutarkan ujung jari tengahku yang sedang menekan kelentit Bunda Emi.

“Iya ... tolong lepasin dulu dong celana dalamku. Biar leluasa fingeringnya. “

“Iya ... seperti apa bentuk memek Bunda dalam keadaan sedang hamil gini ya ?” ucapku sambil menurunkan celana dalam Bunda Emi, sampai terlepas dari kakinya.

Lalu aku menelungkup di antara kledua kaki Bunda Emi yang sudah mengangkang.Bukan untuk menjilati memeknya, tapi untuk mengelus - elus kelentitnya dengan jempol kiriku, sementara jari tengah dan telunjuk kananku dibenamkan ke dalam liang memeknya ... !

Kedua tanganku aktif. Yang kiri untuk mengelus - elus kelentitnya dengan agak ditekan supaya lebih terasa, sementara dua jari tangan kananku digerak -gerakkan seperti penis sedang mengentot.

“Ayaaah ... ooooh .... Bunda udah lama banget merindukan sentuhan Ayah .... “ rintih Bunda Emi sambil menggeliat -geliat.

Agak lama aku melakukan semuanya ini. Sampai akhirnya aku merasa sudah tiba saatnya untuk melakukan penetrasi.

Maka kulepaskan celana dalamku. Lalu kupegang penis ngacengku, yang moncongnya kuarahkan ke mulut memek Bunda Emi yang tampoak agak melongo kemerahan itu.

Bunda Emi pun memegang leher penisku, sambil membimbing agar moncongnya tepat sasaran.

Lalu kudorong penisku sekuatnya. dan ... blessssss ... masuk sedikit. Dorong lagi ... blessss masuk lagi sedikit. Dorong lagi ... blesss ... masuk lagi sampai lebih dari setengahnya.

Lalu aku menelungkup di atas perut mantan dosenku. Dengan sikut menahan tubuhku agar perutku tidak menggencet perut Bunda Emi yang sudah agak buncit itu.

“Tuh ... nggak ngegencet perut Bunda kan ?! ” kataku sambil mencolek pipi Bunda Emi.

“Iya ... Ayah kan udah pengalaman ML sama istri hamil, “ sahut Bunda Emi sambil tersenyum, “Ayo entotin. Jangan direndem terus. Entar keburu jadi es batu lho. “

Aku pun mulai mengentot memek wanita yang sudah hamil ini.

Meski nafsuku sudah menguasai jiwa, namun aku mengentot Bunda Emi dengan hati - hati. Karena tak mau pewrutku menggencet perutnya.

Rasa memek wanita hamil memang lain dari memek wanita tidak hamil. Memang lebih maknyus rasanya. Mungkin semuanya itu diciptakan Tuhan, agar wanita yang sedang hamil jangan sering - sering ditinggal pergi. Maka diciptakanlah rasa yang lebih joss ... agar sang Suami selalu pulang ke rumah.

“Memek Bunda lebih enak daripada biasanya ... “ ucapku ketika entotanku masih berjalan perlahan.

“Kontol Ayah juga terasa jauh lebih enak daripada biasanya ... percepat dikit entotannya Ayaaah ... iyaaaaaaaa ... iyaaaaaaaaaaaaaaaaa ... kok ada ya kontol seenak inmi di dunia ... iyaaaaaa ... enak Sayang ... kiyaaaaaaaa ... iyaaaaaaaaaa ... oooohhhhh ... enak sekali Sayaaaang .... aaaaaa ... aaaaaah .... aaaaa ..... aaaaah ..... aaaa .... aaaahhh ... entot terus Saaayaaang ... entot teruuuussss ... ooooooh .... luar biasa enaknya Sayaaang .... “

Meski menahan tubuhku dengan meletakkan kedua sikutku di kasur, namun dengan sikut sebelah saja aku bisa menahan tubuhku. Jadi tangan yang lain bisa digunakan untuk meremas toket mantan dosenku yang jadi lebih gede daripada biasanya itu.

Pada saat Bunda Emi sedang hamil, aku pun jadi kreatif. Persetubuhan ini kulanjutkan dengan menjuntaikan kedua kaki Bunda, sehingga bokongnya berada di pinggiran bed. Lalu kugenjot memek Bunda sambil berdiri membungkuk di lantai. Malah dalam posisi ini aku bisa habis - habisan “menghajar” memek mantan dosenku yang seolah sudah menjadi istriku itu.

Bunda Emi pun tampak lebih enjoy dalam posisi ini.

Desah dan celoteh mantan dosenku semakin berhamburan dari mulutnya, “Ooooo .... oooooh .... oooooo .... oooooh .... Sayaaaaang .... aku .... sayang padamu ... oooooh .... aaaaah .... aaaa ... aaaah ... enak banget Sayaaaaang ... aaaaa .... aaaah ... entot terus Yaaaaang .... entooooootttttt .... entooooooot .... entooooooooooootttt ..... !”

Kedua kaki Bunda semakin mengangkang, seolah disengaja agar penisku semakin leluasa mengentotnya.

Namun pada suatu saat Bunda Emi merengek, “Sayaaaang ... lepasin bareng yuk ... “

“Emangnya Bunda sudah mau lepas ?” tanyaku sambil memperlambat entotanku.

“Iya Sayang ... “

“Ayo deh, “ ucapku sambil mempercepat entotanku. Makin lama makin cepat. Sementara mantan dosenku mulai klepek - klepek. Dan akhirnya kedua kakinya terjulur lurus dalam keadaan kejang -kejang ... !

Pada saat itulah kubenamkan penisku sedalam mungkin, lalu kubiarkan menancap di dalam liang memek yang sedang menggeliat dan mengejut - ngejut ini. Lalu penisku mengejut - ngejut kencang, diiringi dengus - dengus nafasku yang tertahan - tahan ... !

Air maniku pun bersemprotan dari moncong penisku ... creeeeeet .... cret .... croooooot .... croooottt .... cretcret .... croooooooooootttttttttttttttttttt .... !



Waktu penisku dicabut, kulihat mulut memek Bunda Emi melelehkan spermaku yang lumayan banyak ... lalu berjatuhan ke pinggiran bed.

“Terima kasih Ayah, “ ucap Bunda Emi sambil tersenyum manis. Aura kecantikannya pun memancar dari wajahnya. Aura wanita yang baru mengalami orgasme.

Aku pun naik ke atas bed lagi. Lalu berkata, “Bunda tau apa yang sudah terjadi pada rumah dan tanah yang dijual padaku itu ?”

“Sedang dibangun untuk supermarket besar ya, “ sahutnya, “Punya siapa bangunan untuk supermarket itu ?”

“Punyaku. Mmm ... sebaiknya Bunda gak usah ngajar lagi. “

“Lalu dari mana aku punya uang untuk kebutuhan hidup ?”

“Bunda akan kuangkat jadi direktur supermarket itu. Gajinya akan jauh lebih besar daripada gaji dosen. “

Bunda Emi duduk dan menatapku dengan sungguh - sungguh. “Serius ?!”

“Tentu aja serius. Soalnya aku ingin menikahi Bunda setelah anak kita lahir. Tapi nikah siri aja, karena jumlah istriku sudah maksimal. “

“Mau Sayang ... mauuu ... “

“Berarti sekitar empat atau lima bulan lagi, Bunda akan kuangkat menjadi direktur supermarket itu ya. “

“Siap Big Boss ... !”

“Hush ... jangan manggil Boss gitu ah. Gak enak dengarnya. “

“Kayaknya managemen supermarket sih gak rumit ya. “

“Iya. Sama aja dengan orang buka toko, tapi dalam skala lebih besar. Yang penting selalu teliti dan ... aaaah ... sebagai dosen managemen Bunda pasti mampu menjalankan dan mengembangkan supermarket itu. Masalah modal, sudah kusediakan secukupnya. “

“Kapan supermarket itu dibuka ?”

“Dua bulan lagi. Siap - siap aja untuk menjadi Ibu Direktur. “

Lalu kusebutkan gaji yang bakal diterimanya setelah menjadi direktur supermarket itu nanti.

“Lebih besar daripada gaji dosen kan ?”

“Iya ... jauh lebih besar, Sayang. Terima kasih sebelumnya yaaa ... “ ucap Bunda Emi sambil mengecup bibirku dengan mesranya.

“Soal biaya anak kita dan masa depannya, seratus persen menjadi tanggung jawabku, “ kataku.

“Iya ... aku percaya ... “

“Tapi masalah nikah siri kita harus dirahasiakan ya. Di depan orang lain, kita harus bersikap sebagai owner dengan direktur saja. “

“Iya Sayang. Percayalah ... aku pasti bisa bersikap dan berperilaku secara profesional. Aku juga akan serius mengurus dan mengembangkan supermarket itu. “

“Memang harus profesional. Karena setelah supermarket itu dipegang oleh Bunda, aku akan sibuk untuk mengurus hotel dan perusahaan - perusahaanku yang di Surabaya. “

“Iya. Hmmm ... hatiku yang tadinya agak sumpek, sekarang jadi lega ... lega sekali. “

“Jangan lupa, kalau anak kita sudah lahir, sebaiknya cari babysitter yang bisa dipercaya. Supaya Bunda bisa konsen ke supermarket itu. “

“Gak usah pakai babysitter. Aku akan bawa adik kandungku aja dari kampung. Dia baru tamat SMA, tapi kelihatannya tidak berminat untuk melanjutkan pendidikannya. Daripada nganggur di kampung terus, mendingan dibawa ke sini, sekalian dilatih untuk merawat bayi. “

“Itu bvagus. Sembarangan pilih babysitter di zaman sekarang, banyak juga bahayanya. Nanti adik Bunda itu kasih uang jajan yang kira - kira sama dengan gaji babysitter. “

“Iya, iya Sayang. “



Menjelang malam tiba, kutinggalkan rumah mantan dosenku itu. Dengan dada yang terasa plong. Karena akju sudah bertekad, bahwa semua perempuan yang pernah kugauli, akan kutempatkan di perusahaan - perusahaanku. Supaya mereka bisa menjadi tgangan kananku semua.

Ya, aku tak mau perempuan - perempuan yang sudah kugauli itu hidup dalam kesusahan. Derajat mereka harus tetap kujaga agar jangan sampai ngedrop. Memek mereka pun harus tetap menjadi “wadah” penyaluran hasrat birahiku .....
 
sosok laki-laki yang bertanggung jawab, rajin-rajin ya buat Bu emi memperlancar lubang melahirkannya ... buat makin binal lagi dong huuu bu Emi pas hamil kaya gini :ampun: :remas: :remas:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd