Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Serendipities

Interaksi berikutnya antara siapa?


  • Total voters
    75
Part 3 (Alin dan Rina)

Selama perjalanan menuju rumah perasaan Alin campur aduk. Di satu sisi dia akhirnya menemukan keberanian untuk tidak sekedar menggunakan bikini dalam mobil, tapi telanjang sepenuhnya. Bahkan ada seorang pria yang melihat dia langsung, kakaknya sendiri! Namun tidak seperti harapan Alin, bukannya memperoleh pujian, kakaknya justru terlihat berusaha keras mengabaikan Alin. Kalau kakaknya memang seseorang yang alim atau canggung karena Alin adalah saudari kandung, Alin mungkin mau mengerti, tapi Alin melihat sendiri bukti video bahwa pagi ini kakaknya tidak ragu untuk mengintip, merekam dan mengocok penis saat melihat ketelanjangan mama mereka. Walau Alin mungkin juga akan takut kalau kakaknya benar-benar mengocok penisnya di dalam mobil, tapi Alin berharap setidaknya kakaknya memuji dirinya. Bukankah wajah dan tubuh Alin menyerupai mama? Kenapa kak Rio sibuk menyangkal apa yang pasti ada di pikirannya?

"Kak, aku bukain pagarnya ya", tawar Alin saat mobil mereka memasuki jalan rumah mereka. Alin tahu tetangga mereka belum ada yang pulang di jam ini. Alin dan Rio pun biasanya masih sibuk dengan tugas-tugas akademik mereka. Kakaknya hanya mengangguk sambil menghentikan mobil. Meski Alin bergaya seolah-olah ini hal biasa, dalam hati dia sangat gugup, pertama kalinya dia akan bertelanjang di luar, di tempat dengan resiko paling tinggi untuk dikenali oleh orang-orang yang tinggal disekitarnya. Setelah memastikan jalanan dan rumah-rumah sekitar memang sepi, Alin membuka pintu mobil dan membuka kunci pagar. Deg! Alin hampir berteriak saat menyadari mobil papanya sudah ada di rumah. Tadi Alin masih menganggap enteng tetap bertelanjang, kalau terlihat oleh mamanya pun, yang dilakukan Alin tidak lebih parah dari yang dilakukan mamanya pagi ini, tapi kalau sampai dilihat Papa, Alin masih malu. Buru-buru ia kembali ke mobil, mengagetkan Rio yang sedang bersiap memasukkan mobil kedalam. Setelah masuk ke dalam halaman depan, kakaknya langsung menutup pagar dan masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan sepatah kata apapun ke Alin. Makin sebal, Alin mengambil atasan dan roknya dan memakai sekenanya tanpa dalaman sebelum ikut masuk ke rumah. Asal dia tidak berhenti tepat di depan papa dan mama, mereka tidak akan menyadari keanehan pakaiannya.

Rina heran saat mendengar kunci pagar dibuka dan suara khas mobil Rio. Matahari masih bersinar, biasanya kedua anaknya baru pulang diatas jam 7. Ah, Rina tidak mau terlalu pusing memikirkan hal lain selama penis suaminya masih sibuk mengeksplorasi vaginanya. Ya, hari ini suaminya berhasil memperoleh ijin untuk pulang awal, bahkan meminta cuti mendadak untuk esok hari. Yang perlu dilakukan Rina agar hanya berkomitmen untuk tetap telanjang sampai tengah malam ini. Di pagi hari ketelanjangannya memancing nafsunya untuk bermasturbasi di rumah karena suaminya masih di kantor, yang direkam Rio tanpa sepengetahuan Rina, namun sekarang dia sedang memperoleh kepuasan dari suaminya. Tiap hentakan penis Agus mengirim sensasi listrik ke seluruh tubuh Rina. Sementara sebelum kepulangan anak mereka Rina bebas melenguh keenakan, kini ia harus mencoba menahan diri. Walau mulutnya sudah dijejali celana dalam oleh Agus, Rina tetap membenamkan wajahnya ke bantal untuk mengurangi suara yang keluar. Kamar anak mereka berada tepat diatas kamar Agus dan Rina, dan Rina yakin pekikan dia sempat terdengar dari atas. "Hmmm, nggak apa-apa sih terdengar sebentar, kan ini bukti papa mama mereka saling mencintai, hihi", pikir Rina.

Mencapai kamarnya, Alin bersyukur bersyukur karena baik papa dan mama tidak melihatnya dalam keadaan seperti ini, namun juga dongkol. Berarti bukan cuma mamanya bisa bersenang-senang pagi ini sambil tanpa sengaja memberi kejutan spesial untuk kakaknya, papanya juga bisa pulang awal dan sekarang pasti sedang bercinta dengan mamanya. Huuuh, masa cuma Alin yang hari ini rencananya berantakan? Alin menimbang-nimbang untuk ke kamar kakaknya dan melampiaskan kekesalannya, namun saat dia masih membayangkan respon kakaknya, dia mendengar pintu kamar Rio terbuka kembali. Tidak lama kemudian terdengar suara pintu pagar dan mobil Rio. Haish, dia kabur lagi? Rina jadi malas melakukan apapun dan tetap berbaring di ranjangnya, sesekali desahan dari kamar orang tuanya mengingatkan kembali ke alasan dia sedang menahan marah di kamar alih-alih melampiaskan nafsu eksib di dalam mobil.

Setelah orgasme kesekian kalinya di hari ini Rina mulai merasakan kelelahan yang luar biasa. Tubuhnya yang sebelumnya merespon tiap hentakan suaminya kini pasrah menerima perlakuan apapun. Sebagai istri yang berbakti sebenarnya Rina tidak masalah jika Agus tetap menyetubuhinya. Capek dan ngantuk tidak pernah jadi alasan Rina untuk absen melayani kebutuhan suaminya. Tapi sepertinya hari ini Agus ingin Rina tetap berperan aktif dalam permainan mereka.

"Sayang, kamu dah capek ya?" tanya Agus sambil tetap menggenjot Rina.

"Ouuh... iya pa", desah Rina, "Tapi terusin aja pa kalau masih mau, mama nggak masalah kok"

Agus membelai lembut rambut Rina yang penuh dengan keringat. "Mama istirahat dulu deh, biar malam ini bisa lanjut. Sore ini nggak usah masak lagi, papa belikan makanan di luar ya?"

Rina tersenyum melihat tatapan penuh perhatian dari suaminya. Ia tahu selain karena Agus ingin menjaga kesehatannya, Agus juga ingin agar cuti keesokan harinya tidak sia-sia dan bisa menikmati pelayanan Rina yang maksimal. Rina pun mengangguk dan memejamkan mata saat penis yang mengisi liang rahimnya perlahan-lahan keluar. Walau badannya nyaris tidak bisa digerakkan, vaginanya masih seperti belum rela melepaskan kejantanan Agus walau sebentar. Setelah suaminya menutup tubuh Rina dengan selimut dan mengingatkan komitmen Rina untuk tetap telanjang sampai tengah malam, Rina memejamkan mata dan sudah terbawa ke alam mimpi sebelum Agus meninggalkan rumah. Andai Agus tahu bahwa saat ini penjual sate kambing favorit Rina sedang kewalahan melayani banyak pesanan, Agus mungkin akan memilih pesanan antar. Saat Agus sampai dan mendapati antrian yang begitu panjang, ia menjustifikasi menunggu di warung untuk sekaligus memberi Rina waktu beristirahat. Tapi hari ini tidak ada sekedar 'kebetulan' dalam keluarga mereka, seluruhnya yang mengarah pada perubahan kehidupan seksual mereka.

Di lantai dua, Alin bolak-balik menggulingkan badan. Saat ayahnya mengajak dari lantai satu untuk keluar rumah membeli makanan, Alin menolak dan sekedar menitipkan pesanan. Ia belum ingin berdandan rapi, hampir semua kancing seragamnya terbuka dan roknya tersingkap sampai ke pantat karena gerakan Alin yang tidak karuan di tempat tidur. Alin ingin curhat ke seseorang tentang perasaan yang dia alami, tapi mana mungkin dia menelepon sahabatnya lalu bercerita "Sis, hari ini aku bugil depan kak Rio, dan kak Rio habis ngocok penis sambil lihat mamaku masturbasi"? Bisa geger seluruh sekolah. Hati kecil Alin tahu siapa yang bisa mengerti Alin, yaitu mamanya sendiri. Tapi tepatkah Alin menanyakan itu ke figur yang seharusnya menjadi pembimbing moral Alin? Uuuufff.

Getaran notifikasi ponsel membangunkan Rina dari tidur. Tidak seperti tadi pagi, kali ini Rina lebih mudah bangun. Telinganya sangat peka menyadari pada waktu ini rumah justru sangat sepi. Suaminya memberi tahu masih sedang menunggu pesanan untuk Rina, dengan tambahan pesanan dari Alin, baru dua jam lagi Agus akan sampai di rumah. Bukan masalah untuk Rina, walau nafsunya memang masih sangat tinggi, dia juga menyadari secara fisik badannya masih butuh istirahat. Gerakan bayangan di kolong pintu menarik perhatiannya. Apa itu Rio? Atau Alin? Rina jadi merasa sedikit bersalah. Jika biasanya di pagi hari ia masih sempat bercengkrama dengan anak-anaknya sebelum mereka berangkat, hari ini Rina belum mengucapkan sepatah-katapun ke mereka.

"Rio? Alin? Masuk saja sayang", sahut Rina sambil menyandarkan badan ke headrest dan memastikan selimutnya menutupi tubuhnya.

"Hee, mama tahu aja", ujar Alin saat membuka pintu. Putrinya mengenakan sweater kedodoran favoritnya dengan raut mukanya menunjukkan ke Rina kalau ada masalah yang ingin diceritakan putri tersayangnya. Prestasi akademik dan kehidupan sosial Alin termasuk bagus, jadi pasti ini terkait romansa. Ah indahnya masa remaja. Seperti biasa Alin tiduran di samping Rina. Kalau sudah dalam posisi ini, suaminya pun akan terusir dari kamar. Berkat usaha Rina untuk selalu mendengarkan apapun curhat Alin, Alin selalu berani terbuka ke Rina mengenai apapun yang dia hadapi.

"Ma... Alin mau cerita, tapi, mama jangan marah ya?", ucap Alin setelah memejamkan mata dan menghela nafas. Apa boleh buat, hanya mamanya yang bisa mengerti yang dirasakan Alin saat ini.

Rina mengelus lembut rambut anaknya dengan berhati-hati agar selimutnya tidak turun. "Sayang, kenapa mama marah kalau mama tahu Alin selalu berniat baik?"

"Soalnya... kak Rio sepertinya marah sama Alin karena ini"

"Hmm, kalian tengkar kenapa sayang?"

"Duh... gimana ya Ma.. Alin juga bingung kenapa"

"Kemarin kalian masih damai kan? Seingat mama waktu makan malam masih ngobrol tentang rencana acara kamu hari ini"

"Nah, itu ma, bisa dibilang kak Rio marah karena Alin hari ini berangkat pagi"

"Hmm? Kakak kamu kerepotan kah bangunnya?"

"Hmm, enggak ma. Malamnya kak Rio kirim pesan dia nggak ada kuliah hari ini, jadi aku bawa sendiri mobilnya, kak Rio di rumah aja"

Otak Rina langsung berpikir keras. Rio di rumah saja? Tapi hari ini Rina belum melihat Rio sama sekali. Dan pagi ini bukankah Rina bertelanjang ria dan bermasturbasi secara terbuka di rumah? Apa Rio keasyikan di kamar dan baru keluar sore ini? Tapi saat mobil Rio datang, Rina ingat sekali suara khas Rio saat naik tangga. Kapan dia keluar rumah?

"Ma... Rio pagi ini lihat mama", lirih Alin.

Giliran Rina yang langsung memejamkan mata dan menghela nafas. Sepanjang hari ini Rina tidak mengenakan pakaian, dan tidak mungkin kalau yang dimaksud adalah melihat Rina yang masih terlelap di pagi hari sambil tertutup selimut. Alin tidak akan terlihat begitu stress kalau Rio sekedar bercerita mama mereka bangun siang.

"Kakak kamu cerita ke kamu?"

"Enggak ma. Alin tahu.." Alin menghela nafas dalam-dalam "karena kak Rio rekam, dan kekirim ke ponselku juga"

Hah? Aduuuh. Pantas saja Rio keluar lagi setelah Alin pulang. Pasti dia sangat tidak nyaman. Tapi.. sebentar. Direkam?

"Emang... kakak kamu rekam apa sayang?"

Alin tidak menjawab, hanya menyerahkan ponselnya ke tangan mamanya. Rina kaget melihat dirinya sendiri sedang telanjang dan mengeluarkan baju di mesin cuci. Harapannya bahwa ini hanya rekaman sekilas pupus saat Rina mengecek panjang video, 40 menit. Lebih dari cukup untuk merekam Rina bermasturbasi di halaman belakang. Sekedar memastikan, Rina melompat ke akhir video, dan benar saja, disitu terlihat Rina sedang berusaha duduk lagi setelah terbaring lemas oleh orgasme, dan sekilas pantulan penis Rio saat ia menghentikan rekaman.

"Hmm, Alin, maafin Mama ya", Rina tidak bisa berkata banyak saat pikirannya semakin penuh. Bukan hanya Rio memilih untuk tetap merekam, dia juga memuaskan nafsunya saat itu. Memang, dengan tubuhnya seperti itu tidak terlalu mengagetkan bahwa Rio mengabaikan status Rina sebagai orang tua, namun setelah ini, bagaimana dia menghadapi Rio? Apalagi Alin juga mengetahui tentang ini.

"Mama nggak salah kok", kata Alin setelah beberapa lama, "Alin yang salah"

"Loh sayang... Kamu ada acara pagi kan bukan karena kamu ingin, justru mama yang salah nggak ngecek apa kak Rio sudah berangkat"

"Bukan itu sih Ma... coba lanjut ke video berikutnya. Tapi Ma.... tolong jangan marah ya Ma.."

Menggeser ke video berikutnya, Rina makin kaget. Kali ini terlihat Alin sedang telanjang dada dalam mobil Rio. Dari posisi kamera, jelas Alin tidak sendiri dalam mobil.

"Yang rekam, Rio?"

Alin hanya mengangguk.

"Dia paksa kamu karena lihat mama pagi itu?"

"Enggak", Alin menggeleng, "justru... itu Alin yang minta"

"Haaah? Kamu kenapa nak?" Rina makin bingung. Alin pun menceritakan apa yang terjadi siang ini di mobil Rio. Rina mulai paham, bagaimanapun juga Alin seorang perempuan, dia pasti merasa minder dengan sikap Rio yang sangat berbeda saat disuguhi ketelanjangan Rina dan Alin.

"Alin... kamu nggak salah sayang", Rina memeluk Alin dengan erat. Selimutnya turun dan mengekspos payudaranya, tapi sudah tidak ada gunanya lagi menutupi tubuhnya dari Alin. Dan juga Rio, tambah Rina dalam hati. Alin cuma bisa menangis sejadi-jadinya di bahu Rina. Sebagian air matanya merambat ke puting Rina, membangkitkan nafsu Rina. Rina mengutuk diri sendiri dalam hati, bagaimana bisa masih merasa terangsang dalam keadaan seperti ini.

"Kamu menarik, Mama yakin banyak orang akan bilang kamu lebih menarik dari mama. Kak Rio juga nggak salah, dia hanya bingung saja", lanjut Rina saat Alin mulai berhenti menangis. "Yang terjadi hari ini bukan kesalahan. Mama yakin keluarga diluar sana juga tidak akan bertindak berbeda kalau mengalami hari seperti ini"

Di benak Alin langsung terbayang jika sahabat prianya melihat mama mereka dalam posisi seperti mamanya. Walau air mata masih membasahi wajahnya, Alin tidak kuasa menahan tawa.

"Hahah... ya... Alin juga nggak yakin mereka bisa tahan sealim apapun mereka", ujar Alin, "tapi, Alin nggak yakin sih kalau tante Kartika atau Killa seperti kita". Alin tidak bisa membayangkan sahabat dekat mamanya dan putrinya juga seliar Alin dan mamanya.

Rina tertawa, "Alin... kamu sendiri apa pernah menyangka mama seperti ini kalau rumah sepi? Mama juga nggak pernah menyangka kamu seperti ini"

"Hmm, iya juga ya. Nggak usah terlalu dipikirkan ya Ma?"

"Iya sayang. Toh kita nggak mengganggu orang lain kan?"

"Bukannya kak Rio terganggu Ma?"

"Kakakmu cuma sedang konflik batin saja. Nanti kalau Rio pulang pasti mama jelaskan", ujar Rina. Rina cuek bahwa dia sudah berkomitmen tetap telanjang seharian, toh apa bedanya kalau Rio melihat lagi tubuhnya malam ini.

"Mmm, tapi setelah ini, bagaimana ya Ma?" tanya Alin

"Apanya yang bagaimana Lin?"

"Mama nggak merasa canggung ketemu Rio lagi setelah ini? Rio kan sudah lihat mama seperti itu"

"Mama kan nggak bikin kesalahan. Ya mungkin kalau Rio keberatan, mama akan selalu cek kalau rumah sudah kosong, tapi selain itu, mama rasa nggak perlu ada yang diubah"

"Oh.. iya, berarti Alin juga perlu cek dengan kak Rio ya", Alin tersenyum merasa segala beban di kepalanya terangkat. "Eh tapi Ma, itu videonya gimana? Kak Rio kan masih simpan, sudah dibackup ke Google Photos kak Rio dan Alin pula. Nanti dihapus ya Ma?"

Rina menggeleng sambil tersenyum, "Sayang, di Google Photos kamu ada foto mama dan papa saling berpelukan nggak?"

"Ya ada sih Ma"

"Apa kamu ngerasa itu perlu dihapus?"

"Er... pelukan kan nggak seronok Ma?"

"Kita kan keluarga sayang. Baju kamu di rumah sehari-hari juga kadang termasuk seronok kalau dipakai ke luar, tapi kamu nggak ngerasa kakakmu harus memejamkan mata setiap kamu lewat kan?"

"Hmmm... ya... benar juga sih Ma. Tapi... Mama nggak ngerasa aneh dengan kak Rio ngocok sambil lihat video mama?"

"Kenapa aneh sayang? Mama nggak mempermasalahkan kalau kak Rio ngocok sambil lihat foto porno orang asing atau yang dia kenal, lalu kenapa kalau mama yang perempuan pertama dalam hidupnya jadi aneh?"

"Gitu ya Ma? Mmm, tapi... Alin masih heran sih Ma. Kenapa sih reaksi kak Rio saat lihat Alin telanjang beda dengan saat lihat mama telanjang?"

"Haha, itu lebih karena kak Rio sembunyi-sembunyi lihat mama. Sepertinya kak Rio juga akan ngocok kalau lihat kamu tanpa kamu sadari"

"Eh? Berarti, kak Rio juga suatu saat akan ngocok sambil fantasikan Alin ya Ma?"

"Iya sayang. Kamu nggak keberatan kan? Papa kamu pernah cerita, dia juga pernah fantasikan semua wanita di kelas dan kantornya. Sebagian pria memang seperti itu, normal saja"

"Alin nggak keberatan sih ma, dan, em... sebenarnya Alin lebih pede kalau sampai tahu kak Rio memang ngocok saat lihat tubuh Alin"

"Oh... Karena itu jadi bukti bahwa kamu menarik kan sayang?"

"Iya ma", angguk Alin.

Rina beranjak turun dan berdiri di depan Alin. Selimutnya dia biarkan tetap di ranjang. Alin tidak kaget melihat mamanya telanjang, dia sudah curiga mamanya memang belum berpakaian, namun dia masih tersipu saat melihat mamanya secara langsung.

"Hihi, ngapain tersipu sayang, kita kan sama-sama perempuan, coba deh, kamu lepas bajumu"

Melihat muka Alin yang sangat merah, Rina tahu Alin tidak akan berani melanjutkan tanpa dorongan darinya. Memegang bagian bawah sweater Alin, Rina pelan pelan menaikkannya ke atas. Benar dugaan Rina, di balik sweaternya Alin sudah tidak mengenakan sehelai benang pun. Melihat langsung dari dekat, tubuh Alin memang sudah mulai menyerupai Rina. Payudara dan pantatnya memang belum sebesar Rina, namun jika mereka berdua berfoto dengan menutupi wajah, semua orang pasti bisa menebak mereka memiliki hubungan keluarga. Bahkan, batin Rina dengan bangga, dia bisa dikira kakak atau sepupu Alin.

"Tuh kan anak mama sexy banget", puji Rina sambil mengajak Alin ke depan cermin. Melihat dirinya sendiri di cermin, Alin tidak bisa menyangkal bahwa tubuhnya memang mirip seperti mamanya. Dan kalau reaksi kak Rio membuktikan bahwa mamanya sexy, berarti Alin juga sexy.

Cekrek! "Ih, mama, kok difoto?"

"Hihi, nggak apa-apa, buat kenang-kenangan. Nanti kalau mama sudah tua, kan mama bisa bangga dulu pernah punya badan seperti ini"

"Oh, iya juga ya ma. Papa pasti juga suka itu"

"Hehe... seandainya waktu mama sekolah sudah ada ponsel kamera, mama yakin mama sudah bikin koleksi untuk papa sejak remaja"

"Kok? Bukannya mama baru ketemu papa di kuliah ya?" Alin mulai santai menanggapi mamanya tanpa canggung lagi dengan ketelanjangan mereka.

"Justru itu sayang, walau papa kamu tidak bisa melihat langsung tubuh mama saat masih sekolah, papa kamu pasti suka kalau ada foto mama waktu masih sekolah"

"Memangnya, tubuh mama waktu masih sekolah beda jauh dengan waktu kuliah?"

"Yaa, sebenarnya tidak terlalu sih, lebih ke payudara dan pantat mama belum sebesar sekarang, mungkin malah lebih mirip kamu saat ini"

"Serius ma? Berarti nanti Alin bisa sesexy mama kan ya?"

"Pasti itu sayang. Kalau kamu ambil foto-foto tubuh kamu saat ini, kamu juga nanti bisa bandingkan perubahan tubuh kamu dari tahun ke tahun"

"Emm", Alin mengambil ponselnya dan menggeser folder ke bawah, "sebenarnya sejak aku punya ponsel ini, aku sudah sering foto telanjang sih ma"

"Oh... haha, ponsel ini hadiah sweet seventeen kamu kan sayang", ujar Rina. Benar saja, di ponsel Alin, Rina bisa melihat perkembangan tubuh Alin yang begitu pesat walau hanya dalam waktu 8 bulan. Badai hormon dalam masa puber merubah tubuh Alin dengan cepat.

"Hmm... kalau cuma telanjang sebenarnya ada yang kurang sih sayang" lanjut Rina saat melihat semua foto nakal Alin biasanya sekedar telanjang atau memakai handuk. "Kamu nggak pernah pakai baju sehari-hari gitu Lin?"

"Ha, emang bagus ma?" Alin sulit membayangkan badan dia dengan baju sehari-hari, apa menariknya?

Giliran Rina membukakan ponselnya. Di berbagai foto terlihat kreativitas Rina memanfaatkan baju sehari-hari yang ada. Celemek, blazer, jumper, semuanya bisa menutupi sekaligus menonjolkan keindahan tubuh Rina. Rina memilih album yang berisi foto-foto panasnya dan membagikan akses ke akun Alin. Alin terbelalak menyadari selama ini mamanya sangat sering bertelanjang di rumah. Bahkan...

"Iiih, mama, itu kan bajuku"

Ya, ada beberapa foto Rina menggunakan baju favorit Alin. Pose-pose Rina disitu begitu menantang, baju yang biasanya mengesankan pemakainya hanya ingin bersantai seharian sambil membaca buku di tubuh Rina berubah menjadi seperti kostum gravure. Alin tidak yakin ia bisa mengenakan baju-baju itu lagi tanpa merasa aneh, walaupun hanya di rumah dan dilihat oleh Rio ataupun papanya. Eh, sebentar, papanya kan...

"Ma... papa pernah lihat album ini?"

"Pasti dong sayang, kenapa?"

"Aduuuuh, ya Alin malu dong ma, jangan-jangan papa bayangin yang nggak-nggak saat Alin pakai baju ini"

Rina hanya tersenyum penuh arti. Bukan sekedar membayangkan, Agus bahkan pernah bercinta dengan Rina yang mengenakan baju Alin, Agus juga menyebutkan nama Alin saat menyirami mulut rahimnya dengan sperma. Berfantasi tentang suaminya membuahi putrinya termasuk salah satu favorit Rina. Sementara fantasi favorit Agus adalah....

"Sebagai gantinya, kamu juga bisa kok pakai baju-baju mama", ujar Rina sambil membuka pintu lemarinya

Alin kagum melihat koleksi lingerie di laci bawah yang dibuka oleh Rina. Selain menyerahkan tumpukan tersebut ke Alin, Rina juga mengambil sebuah bungkusan plastik yang terletak di dasar laci. "Suka-suka kamu mau pakai yang mana, toh mama hari ini sampai besok kemungkinan nggak butuh pakai baju, yang di plastik ini kamu coba juga ya kapan-kapan, tapi hati-hati ya"

Di balik plastik transparan terlihat jelas bahwa isinya sebuah seragam sekolah. Kainnya sudah agak menguning dan tipis, namun tanpa melihat label nama sekolah yang dijahit di bahu pun, Alin sudah bisa menebak, ini baju seragam sekolah mamanya. Alin cukup tertarik dengan mencoba seragam yang pernah menemani mamanya lebih dari dua dekade lalu, tapi kenapa mamanya meminta...

"Dan kalau ada fotonya, mama minta ya"

Sudah jelas. Mamanya ingin Alin memakai baju tersebut untuk memperlihatkan fotonya ke papanya. Suara pintu pagar disusul suara mobil papa mengagetkan mereka berdua. Dengan sigap Alin mengambil lingerie dan seragam mamanya, sambil tersenyum penuh arti ke mamanya sebelum kembali ke kamarnya. "Mama tidak perlu menunggu lama", pikir Alin, "malam ini juga aku akan beri kejutan spesial untuk mama dan papa".
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd